pendahuluan dieng
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Dataran tinggi dieng adalah dataran tertinggi di pulau jawa dengan ketinggian antara
1500-2000 diatas permukaan laut. Dengan ketinggian seperti itu layaknya kebanyakan dataran
tinggi berhawa dingin yang sangat potensial untuk tanaman perkebunan seperti kentang,
tembakau, teh dan lain sebagainya. Secara administratif dataran tinggi masuk ke dalam dua
wilayah kabupaten yakni kabupaten Banjarnegara dan kabupaten Wonosobo. Sementara secara
geologis, sebagian besar kondisi fisik lahan dieng merupakan bentukan dan pengaruh dari
aktivitas gunung api dengan kemiringan lahan mulai dari datar, curam hingga sangat curam.
Lapisan tanah dieng terdiri atas jenis androsol dan regosol yang berkarakteristik mudah tererosi
dan longsor. Tanah dieng yang subur dan cocok untuk ditanami berbagai tanaman perkebunan,
menjadikan mayoritas penduduk dieng bermatapencaharian sebagai petani. Tanaman mayoritas
yang ditanam penduduk dieng adalah kentang dan tembakau. Lahan yang digunakan oleh
penduduk dieng untuk bertani sangat luas. Bahkan sampai pada lereng lereng yang tergolong
curam hingga juga mengorbankan hutan yang kemudian dibuka menjadi lahan pertanian. Harga
kentang yang tinggi menjadi salah satu faktor pemicu tanaman kentang mejadi komoditas utama,
dan ekspansi terhadap lahan pertanian terus mengalami peningkatan.
Disamping itu masalah lain yang berkembang adalah penggunaan pestisida untuk
merawat kentang juga tak terhindarkan. Masalah penggunaan pestisida secara besar-besaran juga
menjadi masalah serius yang sedang dihadapi, penggunaan pestisida secara berlebihan dapat
berpengaruh pada kesuburan tanah yang dapat memicu tanah menjadi tidak ramah lagi terhadap
tanaman-tanaman yang ditanam diatasnya. Masalah pembukaan lahan dan penggunaan pestisida
secara besar-besaran menjadi masalah serius yang dihadapi terkait dengan keseimbangan
ekosistem. Masyarakat sebagai bagian dari ekosistem adalah bagian tak terpisahkan dari
keberlanjutan ekosistem yang saling menguntungkan. Apabila masyarakat sendiri sudah hidup
secara serakah untuk memenuhi kebutuhannya dengan mengorbankan nilai-nilai
keberlangsungan alam, dengan merusak dan mengambil hasil dari alam secara berlebihan maka
dimasa yang akan datang ditakutkan Alam tak lagi bersahabat dengan manusia dan tidak
produktif lagi untuk menghasilkan sumber daya alam. Bencana seperti longsor dan banjir
menjadi salah satu indikator bahwa alam mulai tidak bersahabat. Tulisan ini berusaha untuk
melihat seberapa besar aktivitas manusia di dataran tinggi dieng dalam memanfaatkan hasil
alam, yang kemudian justru berakibat pada kerusakan alam yang justru mendatangkan bencana
alam di dieng. Karna sejatinya “Dunia selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun
dunia takkan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan manusia” (Gandhi).
A. Kondisi Alam
Letak Geografi
Secara Geografis (menurut ilmu bumi) Dieng terletak 4°37’ - 5°15’ Lintang
Selatan, 106°32’ - 106°52’ Bujur Timur dan pada Google Earth bisa dimasukkan Latitude: -7,20
dan Longitude: +109,92. Dieng berada 26 Km kearah utara dari pusat kota Wonosobo. Dieng
merupakan daerah dataran tinggi, dengan ketinggian rata - rata ±2095 meter diatas permukaan
laut. Jika di amati dari Topografi, letak dieng dikelilingi oleh beberapa buah gunung yaitu
Gunung Perahu, Pakuwojo, Sindoro, Sumbing dan beberapa buah pegunungan kecil
lainnya.
Letak Astronomi
Dieng terletak 7,20° Lintang Selatan dan 109,92° Bujur Timur.
Letak Geologi
Dataran tinggi dieng atau yang sering dikenal dengan sebutan Dieng Plateau
terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati / tidak aktif. Sampai dengan sekarang
aktivitas vulkanik dapat temukan, Seperti terdapat kawah sebagai keluarnya gas dan uap air.
AKtivitas vulkanik di Dataran tinggi dieng mengeluarkan zat karbon dioksida, kadang kadang
mengakibatkan bencana bagi masyarakat setempat. Seperti Kawah Sikendang, Sinila dan
Timbang berpotensi mengeluarkan gas beracun. Disamping bencana yang ditimbulkan dari
aktivitas vulkanik gas/uap panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Disekitar
kawah juga dapat diambil beberapa manfaat seperti sulfur yang dijadikan bubuk mesiu, korek
api, insektisida dan fungisida.
Suhu Udara
Suhu udara di dieng berkisar 14 s/d 20°C dan dimalam hari mencapai 10°C. Pada bulan Juli -
Agustus / Musim kemarau Suhu udara dieng dapat mencapai 0°C di pagi hari. Masyarakat
setempat menyebutnya bun Upas, sebuah embun beracun yang dapat merusak tanaman
pertanian.
B. Aktivitas Masyarakat
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa mayoritas penduduk dieng adalah petani.
Walaupun ada diantaranya juga adalah pelaku pariwisata mengingat kawasan dataran tinggi
dieng memiliki kondisi alam yang sangat indah yang didukung dengan peninggalan budaya
seperti candi. Pesona alam dieng menawarkan berbagai keindahan seperti telaga warna, berbagai
kawah yang masih aktif seperti kawah Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikendang, Sikidang,
Sileri, Sinila, dan kawah Timbang. Komoditas utama saat ini di datraan tinggi dieng adalah
tanaman kentang. Mengingat harga kentang yang kecenderungannya melonjak di pasaran. Hal
itu menyebabkan penggunaan lahan untuk tanaman kentang semakin meningkat bahkan pada
kemiringan lahan yang mencapai lebih dari 40%. Kondisi penggunaan lahan yang hingga
mencapai lereng lereng tersebut menjadi sangat mengkhawatirkan bagi kelestarian alam
lingkungan di dataran tinggi dieng. Karena hampir disemua kawasan lindung pada wilayah
perbukitanpun di “rambah” masyarakat untuk dijadikan lahan pertanian kentang. (sumber…)
Sebagai salah satu akibatnya adalah terjadinya erosi pada lahan kentang yang sangat
tinggi. Serta terjadinya tanah longsor yang berakibat pada sedimentasi di daerah hilir sungai.
Munculnya bencana alam yang ditimbulkan dari adanya proses kegiatan pertanian masyarakat
yang berlebihan itu tadi ternyata juga memberi dampak sekunder pada berkurangnya wisatawan
yang datang ke Dieng. Sehingga masalaah lingkungan di dieng menjadi malah serius mengingat
akibat yang ditimbulkannyapun berdampak tidak hanya pada lingkungan fisik yang berkaitan
dengan kerusakan alam tapi memiliki dampak sekunder seperti pada penurunan wisatawan yang
datang.
Tak hanya itu saat ini penggunaan pestisida secara besar-besaran juga terjadi di
masyarakat. Hasil penelitian dari UGM menunjukkan bahwa pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh pestisida tidak hanya terjadi ada tanah tapi juga pada air, udara dan residu pada
produk tanaman. Penggunuaan pestisida secara berlebihan akan berpengaruh pada tingkat
kesuburuan tanah yang lama kelamaan akan menurun kualitasnya. Sehingga ketika angka
penggunaan pestisida tidak ditekan maka dikhawatirkan ditahun tahun mendatang fungsi tanah
sebagai tempat masyarakat dieng bergantung untuk hidup justru tidak lagi berfungsi, mengingat
tanah di dieng sudah tidak subur lagi. Sehingga perlunya penekanan terhadap penggunaan
pestisida sangat perlu dilakukan agar keberlangsungan kehidupan masyarakat Dieng yanzg
selaras dengan alam bias terus berlanjut.