pendahuluan

11
ENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk. Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe. DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat dalam

Upload: nur-rohmah

Post on 05-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jjjjjjj

TRANSCRIPT

Page 1: pendahuluan

ENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.

Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.

DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.

B.  Rumusan Masalah

                        Rumusan masalah yang diangkat dalam penyusunan makalah ini antara lain:

1.   Apa yang dimaksud dengan seborrhea atau dermatitis seboroik?

2.   Jelaskan tentang epidemiologi dermatitis seboroik!

3.   Jelaskan tentang etiopatogenesis dermatitis seboroik!

4.   Jelaskan tentang patogenesis dermatitis seboroik!

5.   Bagaimana gambaran klinik dari dermatitis seboroik?

6.   Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan untuk mengetahui dermatitis seboroik?

Page 2: pendahuluan

7.   Penyakit-penyakit apa saja yang dapat menjadi diagnosis banding dari dermatitis seboroik?

8.   Jelaskan tentang penegakkan diagnosis dari dermatitis seboroik!

9.   Jelaskan penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik!

10. Terapi apa saja yang dilakukan untuk dermatitis seboroik?

11. Bagaimana kiat mengatasi dermatitis seboroik?

12. Bagaimana cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik?

13. Jelaskan tentang pragnosis dari dermatitis seboroik!

C.  Tujuan

                        Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1.   Untuk mengetahui definisi dari seborrhea atau dermatitis seboroik.

2.   Untuk mengetahui tentang epidemiologi dermatitis seboroik.

3.   Untuk mengetahui tentang etiopatogenesis dari dermatitis seboroik.

4.   Untuk mengetahui patogenesis dermatitis seboroik.

5.   Untuk mengetahui gambaran klinik dari dermatitis seboroik.

6.   Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui dermatitis seboroik.

7.   Untuk mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang dapat menjadi diagnosis banding dari dermatitis seboroik.

8.   Untuk mengetahui tentang penegakkan diagnosis dari dermatitis seboroik.

9.   Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik.

10. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan untuk dermatitis seboroik.

11. Untuk mengetahui kiat mengatasi dermatitis seboroik.

12. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik.

Page 3: pendahuluan

      13. Untuk mengetahui tentang pragnosis dari dermatitis seboroik.

BAB  II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian

Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.

Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat seboroik.

Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi.

Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak) yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.

Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.

Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.

Page 4: pendahuluan

B.  Epidemiologi

Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.

Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.

Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.

C.  Etiopatogenesis

Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang menyerang daerah–daerah yang mengandung banyak glandula sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya dipertimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi penyebabnya belum diketahui.

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres 

Page 5: pendahuluan

emosional, infeksi, atau defisiensi imun.

Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.

Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.

Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:

    Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan    Infeksi Pityrosporum ovale    Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus    Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal    Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)    Respon emosional terhadap stres atau kelelahan    Proliferasi epidermal yang menyimpang    Diet yang abnormal    Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)    Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)    Imunodefisiensi

D.  Patogenesis

                        Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti.

Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, 

Page 6: pendahuluan

kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit .

Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti penyakit parkinson pasca ensefalitis, epilepsi, trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis, polimielits, siringomielia, dan kuadriplegia. Kelainan pada sistem neurologik menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi sebagai gangguan fungsi kelenjar sebum.Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat yang dapat menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis seboroik, sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson, juga lesi kulit dengan dermatitis seboroik.

E.  Gambaran Klinik

Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.

Lesi di kulit kepala dapat bermanifestasi menjadi dua tipe:

    Pityriasis sicca : tipe yang kering,biasanya berawal dari bercak yang kecil yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering, dan dengan membentuk skuama halus (ketombe).    Pytiriasis steatoides : tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang berminyak disertai eritema dan akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.

Pada anak sering dimulai dengan skuama eritem yang non eksematous pada kulit kepala (cradle cap) atau di daerah selangkangan yang bermanifestasi sebagai skuama kering atau bercak bulat/oval berbatas tegas dengan ukuran bermacam-macam yang ditutupi oleh krusta berminyak berwarna 

Page 7: pendahuluan

coklat kekuningan. Dimana di daerah frontal dan parietal tanpa disertai kemerahan. Cradle Cap ini biasanya muncul dalam 3 sampai 4 minggu setelah kelahiran, dan dapat meluas disertai eritema ke daerah wajah, dada, selangkangan dan daerah-daerah flexural. Meskipun dermatitis seboroik pada anak memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis seboroik pada orang dewasa tapi jarang dengan lesi folikular.

Di daerah supra orbital, skuama berlapis tampak di alis dengan dasar yang eritema dan gatal. Dapat terjadi marginal blepharitis bila sudut dari kelopak mata menjadi eritem dan granular. Skuama halus berwarna merah muda kekuningan sering menutupi kelopak mata.

Lesi di bibir jarang ditemukan, tapi bila ada akan bermanifestasi sebagai Cheilitis Eksfoliativa dimana bibir tampak menjadi kering, kemerahan, berskuama dan pecah-pecah.

F.   Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.

Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis, akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua jenis penyakit.

Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.

Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. 2-4

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

    Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.    Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.

Page 8: pendahuluan

    Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

G.  Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan psoriasis.

1. Psoriasis Vulgaris