pendahuluan

Upload: arya-narayana

Post on 19-Jul-2015

90 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Acute liver failure (ALF) atau gagal hati akut merupakan sebuah manifestasi klinis dari penyakit hati berat yang timbul secara mendadak oleh karena beberapa sebab. Penyakit ini merupakan sebuah penyakit yang tergolong memiliki mortalitas tinggi. Gagal hati dahulunya merupakan sebuah gambaran terhadap suatu kondisi gangguan yang secara potensial merupakan keadaan yang reversible. Kondisi tersebut adalah suatu akibat dari cedera hati yang parah dengan onset enchelopathy selama 8 minggu sejak timbulnya gejala dengan tanpa adanya penyakit hati lain. Gagal hati akut dapat menyebabkan selain berkurangnya kemampuan metabolism hati serta system pertahanan tubuh yang menurun, nantinya dapat memicu terjadinya hepatic enchelopathy, coagulopathy, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kegagala multiorgan lain secara progresif. Prognosis serta komplikasinya bervariasi dalam kaitannya dengan tingkat evolusi dari penyakit tersebut. Beberapa terminology dalam pengklasifikasian kelompok serta pendeskripsian masih tetap digunakan untuk memudahkan mengidentifikasi penyebab, kemungkinan komplikasi serta prognosis penyakit. Seperti misalnya terminology oleh Ogrady yang menggunakan klasifikasi tiga kelompok yakni hiperakut, akut, dan sub akut serta klasifikasi oleh Bernuau yang mengelompokkan menjadi fulminan dan subfulminan yang bergantung pada interval antara jaundice dan enchelopathy. Pada kasus yang menyerang anak-anak bisa terjadi onset enchelophaty yang terlambat atau bahkan tidak terjadi sama sekali dan kemudian pemahaman mengenai penyakit ini tidak menjadi sebatas adanya gejala tersebut melainkan melihat adanya coagulaphaty oleh karena cedera hati tersebut. Gagal hati akut merupakan suatu kasus yang jarang terjadi. Angka kejadiannya berkisar antara satu sampai enam kasus per satu juta orang setiap tahun. Akan tetapi, walaupun kasus ini tergolong jarang, seringkali penyakit ini menyerang dewasa muda dan berhubungan dengan tingginya angka kematian serta tingginya biaya pengobatan. Pada beberapa Negara penyakit ini menjadi kasus yang paling sering sebagai indikasi melakukan transplantasi hati darurat.

Dalam 10 tahun ini telah banyak perubahan mengenai pengertian penyebab, pathogenesis penyakit serta dasar-dasar pengobatan yang telah semakin dikembangkan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Etiologi Terdapat berbagai penyebab gagal hati, namun hepatotoxisitas akibat acetaminophen dan reaksi obat idiosinkratik merupakan penyebab yang paling umum terjadi, khususnya di Amerika Serikat. Hepatitis akibat virus dapat menjadi gagal hati. Hepatitis A dan B tercatat sebagai penyebab yang paling sering terjadi. Di negara berkembang, infeksi HBV (hepatitis B virus) akut mendominasi penyebab terjadinya gagal hati akut karena prevalensinya yang tinggi.Hepatitis C jarang menyebabkan gagal hati. Hepatitis D, sebagai suatu superinfeksi dengan virus hepatitis B dapat menjadi gagal hati akut. Hepatitis E yang sering ditemukan pada ibu hamil di daerah endemik merupakan suatu penyebab penting dari terjadinya gagal hati akut.Penyebab lain yang menyebabkan gagal hati akut dan viral hepatitis adalah Cytomegalovirus, Hemorrhagic fever viruses, Herpes simplex virus, Paramixovirus, Epstein-Barr virus. Selain itu, hepatitis akibat autoimun juga dapat menimbulkan terjadinya gagal hati.Pada kehamilan, fatty liver akut umumnya terkait dengan gagal hati yang sering terjadi pada trimester ketiga. Penyebab jaundice yang paling umum pada kehamilan adalah hepatitis virus akut, namun kebanyakan dari pasien tersebut tidak berkembang menjadi gagal hati. Kecuali pada penderita infeksi virus hepatitis E, yang dapat berkembang menjadi gagal hati akut dan umumnya berakibat fatal. Penggunaan obat-obatan yang dapat menimbulkan terjadinya gagal hati adalah golongan dengan reaksi obat idiosinkratik yang dapat terjadi pada beberapa pengobatan. Namun reaksi tersebut jarang menimbulkan terjadinya gagal hati, walaupun reaksi tersebut merupakan jenis yang paling umum terjadi untuk dapat berkembang menjadi gagal hati.Acetaminophen yang dikenal dengan paracetamol dan N -acetyl-p-aminophenol overdosis.Penggunaan alkohol (APAP)dapat kronis menjadi gagal hati akibat

dapat

meningkatkan

kemungkinan

hepatotoxisitas akibat acetaminophen yang memicu deplesi cadangan gluthation. Beberapa pasien dengan gagal hati tidak dapat dikenali atau mengalami toksisitas acethaminophen yang tidak jelas. Kasus ini telah didiagnosis dengan specific

acetaminophen-cysteine adducts assay. Namun pemeriksaan ini tidak dapat digunakan dalam klinis.Peresepan obat yang berkaitan dengan reaksi

hipersensitifitas terhadap idiosinkratik seperti : Antibiotik (ampicillin-clavulanate, ciprofloxacin, doxycycline, erythromycin, isoniazid, nitrofurantoin, tetracycline), Antidepresan (amitriptyline, nortriptyline), Antiepileptik (phenytoin, valproate), Anesthetic lovastatin, agents (halothane), Lipid-lowering medications agents (atorvastatin,

simvastatin),

Immunosuppressive

(cyclophosphamide,

methotrexate), Nonsteroidal anti-inflammatory agents (NSAIDs), Salicylates (as a result of Reye syndrome), dan obat-obatan lainnya (disulfiram, flutamide, gold, propylthiouracil, golongan ekstasi (3,4-methylenedioxymethamphetamine atau

MDMA), cocaine).Obat-obatan herbal atau alternatif yang berkaitan dengan reaksi hipersensitifitas terhadap idiosinkratik adalah ginseng, pennyroyal oil, Teucrium polium, chaparral atau teh germander, kawakawa. Penyebab lain yang menyebabkan gagal hati mencakup penyakit yang onsetnya pada orang dewasa, heartstroke, dan disfungsi graft primer pada resipien transplan hati. Selain itu racun yang berkaitan dengan toksisitas yang terkait dengan dosis adalah racun jamur Amanita phalloides, racun Bacillus cereus, racun Cyanobacteria, Organic solvents (misalnya carbon tetrachloride), dan fosfor kuning.Penyebab vaskular dari gagal hati adalah hepatitis iskemik (yang patut dipertimbangkan terutama pada kejadian hipotensi parah atau embolisasi kimia tumor hati), trombosis vena hati (Budd-Chiari syndrome), penyakit oklusi vena hati, trombosis vena portal, trombosis arteri hati (pertimbangkan pada orang yang posttransplant). Penyakit metabolik yang dapat menyebabkan gagal hati adalah defisiensi Alpha1-antitrypsin, intoleransi fruktosa, galaktosemia, defisiensi Lecithin-cholesterol acyltransferase, Reye syndrome, tyrosinemia, wilson disease.Keganasan yang dapat menyebabkan gagal hati adalah tumor hati primer yang biasanya berupa karsinoma hepatoseluler, jarang merupakan

cholangiocarcinoma. Tumor sekunder berupa metastase hepatik yang ekstensif atau infiltrasi dari adenkarsinoma seperti payudara, paru-paru, melanoma primer yang umum berupa limfoma dan leukemia.

2.2 Patofisiologi Hati merupakan organ esensial dengan berbagai fungsi, antara lain metabolisme selular, sintesis protein, dan produksi faktor pembekuan darah. Mekanisme utama yang terlibat dalam Acute Liver Failure (ALF) adalah perubahan morfologis hati yang mengakibatkan kematian sel karena nekrosis selular maupun apoptosis. Nekrosis terjadi akibat deplesi dari adenosine triphosphate (ATP) karena stres oksidatif, yang akan mengganggu homeostasis selular dan hilangnya integritas membran sel. Perubahan intraselular ini mengakibatkan remodeling membran plasma dan pembentukan struktur seperti balon pada permukaan sel. Apabila muncul stres oksidatif, struktur tersebut akan pecah dan merangsang pengeluaran kandungan selular dan berujung pada respons inflamasi. Sebaliknya, apoptosis melibatkan receptor-mediated signaling

pathways dan terjadi aktivasi proteolitik dan reaksi kimiawi yang melibatkan ATP. ALF terkait apoptosis memiliki dua jalur, yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur ekstrinsik meliputi kelas reseptor kematian pada permukaan sel yang merangsang kematian sel lewat kompleks reseptor-ligand dan berujung pada aktivasi caspase cascade. Jalur intrinsik diawali dengan pelepasan sitokrom c dari mitokondria sebagai respon adanya stres oksidatif. Dengan adanya ATP, sitokrom c akan mengaktivasi caspase cascade dengan bantuan faktor proapoptotic lainnya.[1]

Studi terakhir menunjukkan bahwa nekrosis dan apoptosis dapat terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang sama yang dimediasi oleh perubahan permeabilitas mitokondria pada proses yang disebut necroapoptosis. Perubahan permeabilitas mitokondria telah diduga sebagai regulator penting dalam kematian sel. Sebagai respon terhadap stres fisiologis, membran mitokondria melakukan berbagai cara untuk mengubah permeabilitas membran. Hasilnya, kandungan mitokondria (misalnya, sitokrom c) dikeluarkan ke media intraselular dan terjadi nekrosis atau apoptosis tergantung ketersediaan ATP.[1] Dari sekian banyak obat yang dimetabolisme di hati (oleh sitokrom P450), metabolisme oksidatif dari acetaminophen lebih toksik daripada obat lain. Metabolit yang sangat reaktif, N-acetyl-p-benzoquinone-imine (NAPQI)

merupakan mediator yang berhubungan dengan kerusakan hati yang disebabkan oleh acetaminophen dengan cara membentuk ikatan kovalen dengan protein selular. [1] Secara umum, NAPQI dimetabolis dengan adanya glutathione dan Nacetyl-p-aminophenol-mercaptopurine. Glutathione quenches metabolit reaktif ini dan mencegah terjadinya oksidasi nonspesifik dari struktur selular, yang akan menghasilkan disfungsi hepatoselular yang berat. [1] Mekanisme yang pertama adalah overdosis (sengaja maupun tidak disengaja) dari acetaminophen. Konsumsi acetaminophen lebih dari 20 gram akan mengganggu penyimpanan glutathione normal di hati, sehingga metabolit reaktif lepas. Yang kedua ada hubungannya dengan konsumsi alkohol. Orang yang mengkonsumsi 1-2 gelas alkohol per hari akan mengalami gangguan intrahepatik glutathione. [1] 2.3 Manifestasi Klinis Akut Liver Failure Gejala klinis dari gagal hati akut bervariasi sesuai dengan penyebab penyakitnya. Gejala awal dari gagal hati sering dapat disebabkan oleh sejumlah atau kondisi. Karena itu, kegagalan hati mungkin awalnya sulit untuk mendiagnosa. Tanda-tanda awal kegagalan hati akut tidak dapat dianggap sebagai spesifik untuk penyakit ini, karena mereka dapat dihasilkan oleh kondisi lainnya dan gangguan. Gejala tersebut termasuk kelelahan, mual, ketidaknyamanan perut, diare dan hilangnya nafsu makan. Sebagai penyakit yang berlangsung lama, gejala yang menonjol seperti kuning, yang diwujudkan dalam menguningnya kulit dan sclera atau bagian putih mata. Seiring dengan ikterus, individu dapat mengalami nyeri dibagian kanan atas perut. Distensi dari perut karena pembentukan ascites dapat menjadi gejala penting dari kegagalan

Gagal hati akut dapatmenyebabkan kondisi yang parahyang dikenal sebagai ensefalopati hepatik, yang mempengaruhi fungsi otak. Kondisi ini muncul karena akumulasi dari zat-zat beracun dalam darah, seperti hati gagal untuk menyaring mereka. Racun ini, ketika mereka mencapai otak melalui aliran darah,

mempengaruhi fungsi sel-sel otak. Kondisi ini ditandai dengan pengurangan bertahap dalam kemampuan kognitif dan gejala umum yang meliputi tremor otot, perubahan mood, iritabilitas, disorientasi, perhatian yang buruk, insomnia, delirium dan kebingungan. Jika tidak diobati pada waktunya, kondisi ini bisa memburuk dan menyebabkan koma hepatik. Masalah perdarahan seperti keterlambatan dalam pembekuan darah dan pendarahan dengan mudah juga dapat terlihat pada gagal hati akut, seperti hati gagal untuk mensintesis jumlah yang cukup faktor pembekuan yang diperlukan untuk pembekuan darah. Gejala kegagalan hati akut dapat menjadi seperti orang-orang yang terkena infeksi dari virus, seperti sakit perut(mual), perasaan lelah sepanjang waktu(kelelahan) atau muntah. Hal ini dengan cepat dapat berkembang menjadi penyakit kuning(menguningnya kulit) dan ensefalopati. Ensefalopati adalah suatu kondisi dimana otak tidak bekerja dengan benar. Hal ini terjadi ketika hati tidak mampu memecah atau menyingkirkan produk-produk beracun dalam hati. 2.4 Diagnosis Acute Liver Failure Presentasi klinis ALF bervariasi, dan gejala-gejala dapat berkisar dari gangguan pencernaan ringan sampai malaise dan kebingungan. Riwayat pasien penting untuk mengidentifikasi penyebab ALF. Pemeriksaan fisik berguna dalam mengevaluasi bukti dari ensefalopati penyakit hati kronis dan memberi petunjuk tentang penyebab kerusakan hati. Status mental pasien harus dinilai hati-hati dan dipantau karena status neurologis dapat berubah dan dapat berkembang secara cepat menjadi koma. Jaundice mungkin tidak jelas pada saat onset karena rendahnya kadar serum bilirubin. Serum bilirubin biasanya meningkat dalam perjalanan penyakit ALF karena kurangnya metabolisme hati. Pemeriksaan perut bisa terdapat nyeri tekan. Karena penghancuran hepatosi tmenyebabkan pelepasan komponen selular ke dalam sirkulasi, dimana serum AST dan LT meningkat. Laboratorium lain dan tes serologi dapat membantu dalam menentukan penyebab kegagalan hati. Sebuah peningkatan yang tidak proporsional dalam bilirubin dan alkali fosfatase biasanya menunjukkankerusakan hati pada saluran empedu. Biopsi hati mungkin berguna dalam mengkonfirmasikan etiologi ketika tes laboratorium tidak meyakinkan. Biopsi hati transjugular biasanya lebih baik dari

pada biopsi perkutan untuk menghindari komplikasi perdarahan. Komplikasi ALF yang multisistemik dapat dikaitkan dengan gangguan neurologis, gangguan hematologi, disfungsi ginjal, dan kelainan metabolik. Kaskade pada ALF dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan telah dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Kegagalan multiorgan menghalangi potensi dari transplantasi hati. 2.5 Komplikasi ALF Pembentukan cerebral edema merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortilitas pada pasien dengan acute liver failure. Etiologi terjadinya hipertensi intrakranial belum diketahui dengan jelas, tetapi diduga merupakan multifaktorial. Hyperammonemia diduga terlibat dalam perkembangan cerebral edema. Edema otak terjadi baik karena sitotoksik maupun vasogenik. Perubahan sitokin juga diduga berpengaruh terhadap ALF. Peningkatan konsentrasi serum dari baktei endotoxin TNF-alpha, serta IL-1 dan IL-6 ditemukan pada kerusakan hati. 2.5.1 Edema Sitotoksik Edema sitotoksik terjadi akibat adanya gangguan osmoregulasi selular di otak sehingga terjadi edema astrosit. Adanya pembengkakan pada astrosit kortikal merupakan salah satu bukti neuropatologis edema otak pada ALF. Di otak, amonia didetoksifikasi menjadi glutamin melalui proses amidasi glutamat oleh glutamin sintetase. Akumulasi glutamin pada astrosit akan menghasilkan pembengkakan astrosit dan edema otak. 2.5.2 Faktor Vasogenik Peningkatan volume darah intrakranial dan aliran darah serebral merupakan faktor penyebab terjadinya ALF. Meningkatnya aliran darah serebral terjadi karena adanya gangguan pada autoregulasi serebral. Gangguan ini terjadi disebabkan meningkatnya konsentrasi sistemik dari nitrit oksida yang berfungsi sebagai vasodilator. 2.5.3 Kegagalan Organ Multisistemik Konsekuensi dari ALF antara lain adalah terjadinya kegagalan organ multisistemik yang ditandai dengan terjadinya sirkulasi yang hiperdinamik

sehingga terjadi sepsis. Pada akhirnya, terjadi insufisiensi aliran darah dan perfusi organ yang buruk akan mengawali komplikasi lain dari ALF. 2.6 Manajemen Untuk memastikan manajemen yang optimal pada pasien ALF, diagnosis yang cepat dan merujuk ke pusat transplantasi merupakan hal yang terpenting. Upaya yang dilakukan harus focus pada identifikasi dan mengeliminasi agent penyebab, perawatan suportif di ICU, dan tranplantasi hati saat diindikasikan. Beberapa penyebab ALF, yang bertanggung jawab langsung dari hepatocellular injury memerlukan terapi yang pesifik, sementara terapi lainnya harus dilakukan untuk mengatasi komplikasi ALF. 2.6.1 Hepatic Encephalopathy dan Cerebral Edema Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hepatic encephalopathy berhubungan dengna cerebral edema. Berbagai tanda dari memburuknya status neurologi memerlukan perhatian khusus dan cepat. Computed tomography pada otak harus dilakukan di awal saat tanda-tanda tersebut terjadi untuk menemukan bukti adanya cerebral edema. Pendekatan medis yang dilakukan untuk hepatic enchepalophaty disesuaikan dengan derajat cerebral edema. Terapi untuk derajat I hepatic enchephalopthy dilakukan dengan sering melakukan penilaian neurologis untuk memantau status mental yang memburuk. Pasien dengan hepatic enchepalopathy derajat II, harus dimonitoring di ICU. Lactulose merupakan agent osmotic yang umum digunakan untuk mengurangi peningkatan kadar ammonia. Penggunaan lactulosa yang rutin tidak direkomendasikan dan harus

diadministrasikan dengan hati-hati, sebab berpotensi untuk meningkatkan distensi gas, aspirasi, dan hipovolemia. Pasien dengan encephalopathy derajat III dan IV harus dimonitoring lebih ketat dan memerlukan intubasi endotrakeal untuk perlindungan jalan nafas. Sedasi harus menjadi inisiasi awal untuk melakukan intubasi. Sebuah tinjauan menunjukkan bahwa opiat propofol dan IV dapat digunakan untuk tujuan sedasi. Langkah-langkah lain yang dilakukan termasuk elevasi kepala setinggi 30 derajat, administrasi mannitol secara intravena, dan infuse saline hipertonik, harus dilakukan untuk mencegah atau mengurangi tekanan intracranial. Penggunaan alat monitoring tekanan intracranial mungkin

diindikasikan, walaupun bukti untuk support survival yang berhubungan dengan alat ini kurang. Terdapat kelebihan dan kekurangan dari monitoring tekanan intakranial. Salah satu studi menemukan bahwa monitoring tekanan intracranial membantu deteksi lebih awal dan meningkatkan manajemen dari tekanan intracranial dan juga membantu menyeleksi pasien mana yang merupakan kandidat yang baik untuk dilaksanakan transplantasi hati. Pemasangan alat monitoring mungkin dapat menyebabkan perdarahan intracranial, walaupun secara klinis, perdarahan yang signifikan dilaporkan hanya 10 % pada studi ini.(45) 2.6.2 Renal Failure Penilaian yang tepat harus dilakukan untuk memastikan volume intravascular dan stabilitas hemodinamik, karena berpotensi sebagai upaya mencegah gagal ginjal dan memperbaiki setiap insufisiensi ginjal yang ada. Volume deplesi harus dikoreksi dengan hati-hati untuk mencegah administrasi free water yang berlebihan, yang akan memicu atau memperburuk cerebral edema. Pada pasien yang mengalami gagal ginjal berat, terapi penggantian ginjal selalu diindikasikan. venovenous hemodialysis yang berkelanjutan lebih efekstif dibandingkan hemodialisi yang intermiten dalam mengontrol parameter ginjal. Upaya tambahan lainnya yaitu, menghindari agen nephotoxic dan mengurangi penggunaan kontras intravena. 2.6.3 Coagulopathy Plasma beku yang segar harus disediakan pada prosedur yang invasive atau tanda tanda perdarahan aktif. Trombositopenia harus ditangani secara konservatif. Pada kasus trombositopenia berat (platelet count 10,000 cells/L), transfuse platelet mungkin diindikasikan. Histamine-2 (H2) receptor blockers dapat digunakan untuk mengurangi perdarahan gastrointestinal. Proton pump inhibitors juga memiliki efikasi dalam menangani pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Salah satu studi menemukan bahwa PPI sama efektifnya dengan H2 receptor blockers dalam mencegah stress-related mucosal bleeding. (49) 2.6.4 Infeksi Penggunaan antibiotic profilaksis pada pasien ALF masih controversial. Tanda-tanda awal dari infeksi harus segera mendapatkan antibiotic dan/atau agen antifungal.

2.6.5

Abnormalitas Metabolisme Penemuan adanya hipoglikemi sangat penting. Penanganan hipoglikemi

yang cepat dapat dicapai dengan pemberian infuse glukosa yang berkelanjutan. Monitoring serum glukosa harus dilakukan setiap jamnya. Monitoring dan koreksi pada kelainan metabolic lainnya yang sering terjadi pada ALF ( hipokalemia, hipopospatemia, dan hipomagnesemia) merupakan hal yang penting. 2.6.6 Transplantasi Hati Orthotopic liver transplantation merupakan satu-satunya terapi definitive untuk pasien yang tidak mengalami kemajuan dari ALF dengan strategi menejemen sebelumnya. One-year survival rates diperkirakan sebesar 60% to 80%.(7)

Keberhasilan ini sebagian besar disebabkan tepatnya waktu transplantasi

hati, pemilihan calon transplantasi hati, teknik bedah yang semakin baik, dan terapi imunosepresif serta penangan pasca transplantasi. 2.7 Prognosis Pasien dengan ALF rentan terhadap berbagai komplikasi selain ensefalopati (yang merupakan bagian dari definisi gangguan tersebut). Ini termasuk edema serebral, gagal ginjal, hipoglikemia, asidosismetabolik, sepsis, koagulopati, dan kegagalan multiorgan. Semua pasien dengan ALF harus di unit perawatan intensif yang mampu melakukan transplantasi hati.[2]

BAB III PENUTUP Akut liver failure merupakan sebuah manifestasi klinis dari penyakit hati berat yang timbul secara mendadak oleh karena beberapa sebab.Infeksi virus seperti hepatitis A, hepatitis B, sertainfeksi virus lainnya yaitu Cytomegalovirus, Hemorrhagic fever viruses, Herpes simplex virus, Paramixovirus, Epstein-Barr virus. Tidak hanya virus namun acetaminophen yang dikenal dengan paracetamol dan N -acetyl-p-aminophenol (APAP) dapat menjadi gagal hati akibat overdosis. Mekanisme utama yang terlibat dalam Acute Liver Failure (ALF) adalah perubahan morfologis hati yang mengakibatkan kematian sel karena nekrosis selular maupun apoptosis. Gejala klinis dari gagal hati akut bervariasi sesuai dengan penyebab penyakitnya. Manajemennya juga tergantung dari gejala serta komplikasi yang ditimbulkan oleh ALF. Komplikasi-komplikasi dari ALF selain ensefalopati termasuk edema serebral, gagal ginjal, hipoglikemia,

asidosismetabolik, sepsis, koagulopati, dan kegagalan multiorgan.

1. Cox NR, Mohanty SR. Acute Liver Failure. Hospital Physician. 2009; 715. 2. Dhiman RK, Jain S, Maheshwari U, et al. Early indicators of prognosis infulminant hepatic failure: an assessment of the Model for End-Stage Liver Disease (MELD) and King's College Hospital criteria. Liver Transpl 2007; 13:814.