penatalaksanaan fisioterapi pada kasus bell’s palsy …eprints.ums.ac.id/74837/12/naskah...

13
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY SINISTRA DI RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: SEIKLY CHANDRA AYU TISNAWATI SAPUTRI J100 160 034 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S

PALSY SINISTRA DI RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI

JAWA TENGAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III

pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

SEIKLY CHANDRA AYU TISNAWATI SAPUTRI

J100 160 034

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

Page 2: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

i

Page 3: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

ii

Page 4: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

iii

Page 5: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S

PALSY SINISTRA DI RSJD Dr. RM SOEDJARWADI JAWA

TENGAH

Abstrak

Bell’s Palsy adalah paralisis pada lower motor neuron di saraf fasialis yang

disebabkan oleh adanya virus dan kondisi iskemik saraf fasialis yang

mengakibatkan nyeri di belakang telinga dan kelemahan otot-otot wajah.

Gangguan yang dapat menjadi ciri khas dari Bell’s Palsy antara lain penderita

tidak mampu menggerakkan sisi wajahnya yang lesi, mulut terkulai, senyum

asimetris, dan gangguan mengunyah. Pada fungsi viseralnya terdapat gangguan

produksi kelenjar lakrimal dan saliva. Berkurangnya produksi kelenjar lakrimal

menyebabkan mata kering. Sedangkan untuk kelenjar saliva sulit dikontrol karena

mulut terkulai. Tujuan dari penatalaksanaan ini adalah untuk mengetahui

pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri di belakang telinga dan

meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dengan modalitas infra red, electrical

stimulation, massage, dan mirror exercise. Setelah dilakukan terapi selama 4 kali

didapatkan hasil penilaian nyeri diam T1: 2,2 menjadi T4: 0 dan penilaian

kekuatan otot-otot wajah T1: 30% menjadi T4: 84%. Infra red, electrical

stimulation, massage, dan mirror exercise dapat mengatasi gangguan yang ada

pada kasus Bell’s Palsy.

Kata Kunci: Bell’s Palsy, infra red, electrical stimulation, massage, dan mirror

exercise.

Abstract

Bell's Palsy is the paralysis of the lower motor neurons in the facial nerve caused

by the presence of a virus and the condition of the facial nerve ischemia which

results in pain behind the ear and weakness of the facial muscles. Disorders that

can be characteristic of Bell's Palsy include sufferers unable to move the side of

their lesions, drooping mouth, asymmetrical smile, and chewing disorders. In its

visual function there are disorders of the production of the lacrimal gland and

saliva. Reduced production of the lacrimal gland causes dry eyes. As for the

salivary glands it is difficult to control because the mouth droops. The purpose of

this management is to find out the physiotherapy in reducing pain behind the ear

and increasing the strength of facial muscles with infrared modalities, electrical

Page 6: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

2

stimulation, massage, and mirror exercise. After 4 times the therapy was obtained,

the results of silent pain assessment T1: 2.2 to T4: 0 and the assessment of the

strength of facial muscles T1: 30% to T4: 84%. Infra red, electrical stimulation,

massage, and mirror exercise can overcome the disorders that occur in the case of

Bell's Palsy.

Keywords: Bell’s Palsy, Infra Red, Electrical Stimulation, Massage, and Mirror

Exercise.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bell’s Palsy adalah paralisis pada saraf fasialis (N.VII) yang bersifat akut dan

ipsilateral. Paralisis ini mengakibatkan terjadinya kelemahan otot-otot wajah dan

platisma. Kelemahan otot wajah maksimal akan terlihat jelas dalam jangka waktu

2 hari (Zandian et al., 2014). Dari seluruh gangguan neuropati menerangkan

bahwa frekuensi Bell’s Palsy sebesar 19,55%. Data tersebut dikumpulkan dari 4

buah rumah sakit yang ada di Indonesia (Mujadiddah, 2017).

Terganggunya fungsi motorik di area mulut terjadi karena adanya

kelemahan otot orbikularis oris. Sama halnya dengan gangguan di area mata

terjadi karena kelemahan otot orbikularis okuli. Sedangkan untuk fungsi viseral

yang berperan adalah intensitas produksi kelenjar saliva dan lakrimal. Ketika otot

orbikularis oris lemah maka air liur sulit untuk dikontrol. Produksi kelenjar

lakrimal yang berkurang menyebabkan kondisi mata kering (Davis & Gilhooley,

2016). Ciri khas lainnya yaitu adanya nyeri di belakang telinga, tidak mampu

menggerakkan sisi wajahnya yang lesi, mulut terkulai, senyum asimetris, dan

gangguan mengunyah.

Permasalahan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik sebuah

permasalahan fisioterapi yaitu adanya kelemahan otot-otot wajah.

Penatalaksanaan fisioterapi yang dapat dirumuskan yaitu dengan pemberian

modalitas infra red, electrical stimulation, massage, dan mirror exercise untuk

megurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah. Infra red akan

memberikan efek sedatif dengan penyinaran yang cukup lama. Kedua, electrical

stimulation akan menyebabkan kontraksi otot dan merangsang regenerasi saraf

Page 7: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

3

fasialis. Ketiga, massage diaplikasikan untuk mencegah kontraktur. Sedangkan

mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang diajukan dari permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan dari naskah publikasi ilmiah ini adalah untuk mengetahui

keefektifan pemberian infra red, electrical stimulation, massage, dan

mirror exercise untuk menurunkan nyeri pada kondisi Bell’s Palsy.

1.2.2 Tujuan dari naskah publikasi ilmiah ini adalah untuk mengetahui

keefektifan pemberian infra red, electrical stimulation, massage, dan

mirror exercise untuk meningkatkan kekuatan otot-otot wajah pasien pada

kondisi Bell’s Palsy.

2. METODE

Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 4 kali terapi di RSJD Dr. RM.

Soedjarwadi Jawa Tengah pada pasien Tn. Sukarmin, usia 67 tahun, dengan

diagnosa medis Bell’s Palsy Sinistra. Penatalaksanaan fisioterapi menggunakan

metode infra red, electrical stimulation, massage, dan mirror exercise. Metode

tersebut digunakan untuk memberikan efek nyaman untuk mengurangi nyeri di

belakang telinga pasien dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri

pasien yang mengalami lesi. Selain itu, pasien diberikan edukasi seperti

mengompres wajah menggunakan air hangat, tidak menggunakan kipas angin saat

tidur, menggunakan helm saat berkendara motor, dan mengurangi intensitas untuk

keluar di malam hari.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Nyeri

Alat ukur nyeri yang digunakan adalah Visual Analogue Scale (VAS). Berikut ini

adalah grafik yang disajikan sebagai hasil pengukuran intensitas nyeri di belakang

telinga pasien.

Page 8: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

4

Grafik 1. Penilaian Nyeri dengan VAS

Berkurangnya derajat nyeri diam di belakang telinga kiri pasien dari T1 dengan

hasil 2,2 cm atau bisa diinterpretasikan sebagai nyeri ringan menjadi T4 dengan

hasil 0 cm yaitu tidak nyeri. Sedangkan untuk nyeri tekan dan nyeri gerak tidak

terjadi perubahan dan tetap pada angka 0 yaitu tidak nyeri.

3.1.2 Kekuatan Otot Wajah dengan Ugo Fisch Scale

Grafik 2. Hasil Pemeriksaan Unsur-Unsur Ugo Fisch

Terapi sebanyak 4 kali didapatkan hasil pengukuran Ugo Fisch Scale saat istirahat

T1: 6% menjadi T4: 14%, mengerutkan dahi T1: 3% menjadi T4: 7%, menutup

mata T1: 9% menjadi T4: 21%, tersenyum T1: 9% menjadi T4: 21%, dan bersiul

T1: 3% menjadi T4: 21%.

2.2

0 0 00 0 0 00 0 0 00

1

2

3

T1 T2 T3 T4

VAS

Nyeri diam

Nyeri tekan

Nyeri gerak

6% 6%

14% 14%

3% 3%

7% 7%

9%

21% 21% 21%

9% 9%

21% 21%

3% 3% 3%

21%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

T1 T2 T3 T4

Skala Ugo Fisch

Saat istirahat

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Tersenyum

Bersiul

Page 9: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

5

Grafik 3. Hasil Akhir Pengukuran Ugo Fisch Scale

Pada grafik 3.3 terlihat hasil pengukuran menggunakan skala ugo fisch yaitu

kekuatan otot menggunakan skala ugo fisch pada T1 didapatkan jumlah skor 30%,

kekuatan otot menggunakan skala ugo fisch pada T2 didapatkan jumlah skor 36%,

kekuatan otot menggunakan skala ugo fisch pada T3 didapatkan jumlah skor 54%,

kekuatan otot menggunakan skala ugo fisch pada T4 didapatkan jumlah skor 84%.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Nyeri

Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan nyeri diam pada T1 sebesar 2,2.

Sedangkan untuk pemeriksaan nyeri tekan dan nyeri gerak tidak ditemukan

adanya nyeri. Pada T1 dan T2 nyeri diam sudah terjadi perubahan yang signifikan

menjadi 0. Pasien sudah tidak merasakan adanya nyeri di belakang telinga.

Penggunaan infra red akan meningkatkan suhu yang akan meningkatkan sirkulasi

darah di permukaan kulit. Hipotalamus akan secara refleks mentransfer aliran

darah ke jaringan yang ada di bawahnya. Efek fisiologis dari panas itu sendiri

adalah untuk memberikan rasa nyaman pada daerah yang lokal yang menyerap

energi infra red dalam jangka waktu yang cukup lama (Bell & Prentice, 2002).

Electrical stimulation memilikki peran dalam proses penurunan nyeri.

Stimulasi listrik yang diberikan akan diterima oleh ujung-ujung saraf sensoris dan

meneruskan ke hipotalamus untuk memproduksi hormon pereda nyeri yaitu

endorfin. Menurut teori kontrol pintu gerbang/ Gate Control Theory menyebabkan

rangsangan terhadap serabut nosiseptor (A delta dan C) menyebabkan substansia

gelati-nosa rolandi (SG) tidak aktif sehingga gerbang terbuka dan ini

30%36%

54%

84%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

T1 T2 T3 T4

Jumlah Ugo Fisch

Jumlah Ugo Fisch

Page 10: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

6

memungkinkan impuls noksius diteruskan ke sentral sehingga sensasi nyeri akan

dirasakan. Bila terjadi aktivitas pada serabut aferen yang berdiameter besar (A

beta) maka akan mengaktivasi sel-sel interneuron di SG dengan kata lain SG

menjadi aktif sehingga terjadi peningkatan kontrol pre-sinapsis sehingga gerbang

akan menutup yang berujung terinhibisinya transmisi impuls nyeri ke sistem

sentral sehingga kualitas nyeri akan menurun (Parjoto, 2006).

Efek terapuetik pada massage wajah antara lain adanya peningkatan aliran

darah lokal, aliran limfe, aktivitas otot, dan sistem saraf. Pijatan akan memberikan

efek rileksasi pada ketegangan otot dan meningkatkan aliran darah lokal. Dalam

proses penurunan nyeri, pemberian massage dapat menurunkan sensasi nyeri

dengan mengaktifkan gerbang kontrol bersamaan dengan pelepasan endogenus

opioid. Efek psikologis yang dapat dimunculkan antara lain mengurangi stres,

mengurangi tingkat kecemasan, dan meningkatkan suasana hati pasien (Miernik et

al., 2012).

3.2.2 Peningkatan Kekuatan Otot Wajah

Pada pasien ini, didapatkan hasil adanya peningkatan kekuatan otot-otot wajah

setelah dilakukan 4 kali terapi. Ketika pertama kali terapi diberikan nilai kekuatan

otot pasien menunjukkan pada angka 30%. Pada T1 dan T2 terjadi peningkatan

kekuatan otot wajah menjadi 36%. Peningkatan otot terjadi di area gerak mata

atau M. Orbiculari Oculi ditandai dengan pasien mampu menutup mata secara

bersamaan dan simetris. Selain itu, mata kemerahan pasien juga mulai berkurang.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pengaruh electrical stimulation,

penggunaan obat tetes mata yang sudah diresepkan oleh dokter, penggunaan

kacamata dan helm saat berkendara dan pasien melakukan latihan menutup mata

di depan cermin sebanyak 150 kali per hari.

Saat istirahat presentase menunjukkan kenaikan angka menjadi 14%

karena pasien sudah tidak pergi ke ladang sawah tebu lagi yang rentan terpapar

angin dan rutin melakukan kompres hangat ketika di rumah. Hanya saja pada

bagian mulut masih terlihat asimetris. Saat mengerutkan dahi, terdapat

peningkatan nilai kekuatan otot menjadi 7%. Hal ini terjadi karena pengaruh

electrical stimulation,dan pasien rutin latihan motorik di depan cermin dengan

Page 11: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

7

frekuensi 150 kali gerakan per hari. Peningkatan nilai kekuatan otot ditandai

dengan adanya kontraksi M. Corugator Supercili dan M. Procerus sehingga

gerakan yang dihasilkan simetris.

Sedangkan presentase kekuatan otot saat tersenyum menjadi 21%. Hal ini

terjadi karena mulai menurunnya tingkat ketegangan M. Zygomaticum Mayor dan

Minor sisi dekstra sehingga mempengaruhi kerja otot sisi sinistra yag mampu

berkontraksi hingga menghasilkan gerakan yang simetris. Selain itu, pengaruh

dari penggunaan modalitas electrical stimulation dan efek dari latihan tersenyum

dan mecucu di depan cermin dengan 150 kali gerakan per hari.

Pada T3 dan T4 terjadi peningkatan yang signifikan pada pasien saat

bersiul. Presentase menunjukkan hasil pemeriksaan menjadi 21%. Sebelumnya,

pada T1 sampai T3 belum terdapat perubahan dan pasien belum mampu bersiul.

Maka dari itu, pada terapi ketiga terapis menambahkan jumlah kontraksi yang

dihasilkan electrical stimulation yang tadinya 50 kontraksi menjadi 150 kontraksi

di area M. Orbicularis Oris. Setelah itu, didapatkan hasil dengan perubahan yang

signifikan pada terapi keempat yaitu pasien sudah mampu bersiul hanya saja

struktur bibir belum mecucu sepenuhnya.

Pada T1 nilai ugo fisch scale adalah sekitar 30%. Pada T2 kondisi pasien

menunjukkan nilai ugo fisch scale adalah 36%. Sehingga sampai dengan terapi

terakhir hasil pengukuran ugo fisch adalah 84%. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian stimulasi listrik dan mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan

otot-otot wajah pada kondisi bell’s palsy. Manfaat stimulasi listrik adalah untuk

merangsang kontraksi otot wajah yang mengalami lesi. Kontraksi otot yang

dihasilkan akan meningkatkan nilai kekuatan otot wajah secara bertahap (Ramos,

2015). Selain itu, stimulasi listrik mampu merangsang regenerasi aksonal pada

lesi saraf fasialis dengan meningkatkan neurotropin-4 mRNA otot (Shafshak,

2006).

Manfaat massage dan mirror exercise adalah untuk menstimulus otot-otot

wajah. Stimulus yang diberikan akan melatih otot siap bergerak dan mencegah

adanya kontraktur maupun spasme. Selain itu, pemberian terapi ini dapat

Page 12: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

8

memproduksi jaringan kolagen dan jaringan ikat pada otot-otot wajah untuk

mengembalikan kemampuan fungsional (Gopi et al., 2013).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pasien atas nama Tn. Sukarmin dengan usia 67 tahun dengan diagnosa fisioterapi

Bell’s Palsy sinistra dan problematika adanya nyeri di belakang telinga dan

penurunan kekuatan otot-otot wajah sinistra. Setalah dilakukan terapi sebanyak 4

kali didapatkan hasil yaitu adanya manfaat pada pemberian intervensi infra red,

electrical stimulation, massage, dan mirror exercise dapat menurunkan intensitas

nyeri di belakang telinga sinistra pasien. Adanya manfaat pada pemberian

intervensi infra red, electrical stimulation, massage, dan mirror exercise dapat

meningkatkan kekuatan otot-otot wajah pasien.

4.2 Saran

Saran yang diberikan kepada pasien adalah melakukan home program di depan

cermin dengan gerakan wajah seperti mengangkat alis, mengerutkan dahi,

tersenyum, dan bersiul sebanyak 50 kali setiap sesinya. Latihan ini dilakukan

sebanyak 3 sesi dalam sehari. Selain itu, pasien disarankan untuk menggunakan

masker saat mengendarai motor dan selalu mengenakan helm.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, G. W., & Prentice, W. E. (2002). Therapeutic Modalities.

Davis, A.,& Gilhooley, M. J. (2016). Bell’s palsy, 93–98.

https://doi.org/10.1177/1755738015620443.

Gopi, M., Megha, S., & Neeta, V. (2013). Comparison of The Effect of Mime

Therapy Versus Conventional Therapy on The Sunnyrook Facial Grading

System in Patients with Acute Bell’s Palsy. International Journal of Medical

Research & Health Sciences, 3(1), 133–136.

Miernik, M., Paradowska-stolarz, A., & Wieckiewicz, M. (2012). Massage

Therapy in Myofascial TMD Pain Management, 21(5), 681–685.

Mujaddidah, N. (2017). Tinjauan Anatomi Klinik dan Manajemen Bell’s Palsy,

1(2), 1–11.

Page 13: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/74837/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 7. 29. · 1 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

9

Parjoto, Sl. (2006). Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. Semarang.

Ramos, A. (2015). Effectiveness of Electro-stimulation as a Treatment for Bell ’ s

Palsy: An Update Review. Journal of Novel Physiotherapies, 5(2), 1–4.

https://doi.org/10.4172/2165-7025.1000260.

Shafshak, T. S. (2006). The Treatment of Facial Palsy from The Point of View of

Physical, 42(1), 41–47.

Zandian, A., Osiro, S., Hudson, R., Ali, I., Matusz, P., Tubbs, S. R., & Loukas, M.

(2014). The neurologist’s dilemma : A comprehensive clinical review of

Bell’s palsy, with emphasis on current management trends, 20, 83–90.

https://doi.org/10.12659/MSM.889876.