penanganan nyeri pada usia lanjut
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
1/32
1
TINJAUAN PUSTAKA
PENGELOLAAN NYERI PASCA BEDAHPADA PASIEN GERIATRI
PENDAHULUANNyeri, berasal dari kata Poena ( bahasa latin ) yang berarti Pain, dimana bisa
diartikan sebagai Vengeance, revenge, punishment. Adalah suatu pengalaman dari
sensori dan emosional yang tidak mengenakkan yang dihubungkan dengan kerusakan
jaringan. Dari definisi ini dapat ditarik 2 kesimpulan yaitu :
1. Bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional menyusul adanya
kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception ).
2. Perasaan yang sama juga dapat timbul tanpa adanya kerusakan
jaringan yang nyata (pain without nociception ) .
Saat ini para ahli makin menyadari tentang betapa pentingnya arti pengendalian
nyeri pasca bedah yang adekuat pada pasien bedah berusia lanjut. Masalahnya tak
hanya mencakup aspek manusianya saja namun juga dikaitkan dengan outcome klinisserta biaya yang harus dikeluarkan termasuk dalam hal nyeri pasca bedah, analgesia
makin berperan penting terutama pada pasien dengan penyulit.Tindakan pembatasan
pemberian obat pereda nyeri pasca bedah pada pasien geriatri didasari karena adanya
kekhawatiran akan kemungkinan timbulnya komplikasi (1,2) .
Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum dapat menentukan cara mengurangi
rasa nyeri pasca bedah pada pasien geriatri.Diantaranya meliputi faktor-faktor
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
2/32
2
psikologi,untuk prosedur pembedahan.Selain itu harus dipertimbangkan pula segi-segi
anatomi, fisiologi dan farmakologi sesuai dengan usia penderita, karena ketiganya
berhubungan dengan teknik analgesia yang akan dipakai. Definisi nyeri menurut
IASP (The International Association for the Study of Pain ) adalah perasaan atau
pengalaman tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau
potensial terjadi kerusakan jaringan.
Penentuan nyeri sulit dilakukan karena merupakan sensasi yang subyektif.
Meskipun demikian sangat penting untuk menentukan tipe nyeri bila obat analgetik
diperlukan. Dibawah ini dicantumkan garis besar rekomendasi pengelolaan nyeri
pasca bedah pada pasien geriatri. (1)
Pilih obat yang tepat berdasarkan tipe nyeri, intensitas, umur penderita danlamanya terpapar opioid.
Mengetahui farmakologi obat, efek durasi analgesia, farmakokinetik, dosisanalgesia.
Gunakan kombinasi untuk menghindari ketergantungan analgesia danmengurangi efek samping . ( Opioid + non pioid, opioid + hidroksin, opioid +
amitriptilin)
Hindari kombinasi obat yang menambah sedasi tanpa mengurangi analgesia. Mengetahui status pasien, tipe nyeri. Memperhatikan efek samping depresi pernafasan, sedasi, mual muntah, konstipasi,
multifokal mioklonus dan kejang.
Mengetahui perbedaan antara toleransi, ketergantungan fisik, ketergantunganpsikologik.
FISIOLOGI GERIATRIGeriatri adalah seseorang yang telah berumur 65 tahun ke atas. Populasi geriatri
jumlahnya meningkat karena angka harapan hidup makin tinggi. Salah satu tolok ukur
kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya. Indonesia
sebagai negara berkembang dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi
harapan hidup penduduknya dan diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun (3).
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
3/32
3
Dengan makin bertambahnya populasi geriatri, jelas bahwa penderita yang
akan mengalami pembedahan juga meningkat. Di Amerika Serikat, diperhitungkan
bahwa dari semua tempat tidur untuk penderita bedah umum kurang lebih 30%
merupakan penderita diatas usia 65 tahun. Dari data statistik dan penelitian di sana
didapatkan bahwa prediksi morbiditas dan mortalitas operasi tidak sebagai lanjutnya
usia, akan tetapi lebih berdasar pada kelainan biologik dan psikologik yang terdapat
pada geriatri tersebut.
Angka kematian dan kesakitan geriatri yang memerlukan tindakan operasi
lebih besar dari dewasa muda karena perubahan-perubahan yang terjadi akibat
bertambahnya umur. Menurut sensus di Amerika Serikat, angka kematian geriatri
yang mengalami operasi sebanyak 5 % pada operasi elektif dan 10 % pada operasi
yang bersifat emergensi (4).
Tingginya angka kematian geriatri yang mengalami pembedahan dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada geriatri menuntut kita sebagai dokter anestesi
untuk mendalami anestesi pada geriatri dan melakukan pengelolaan nyeri pasca bedah
pada pasien-pasien ini. Karena pada kelompok ini terjadi banyak perubahan fisiologi
tubuh ditambah dengan komplikasi yang timbul seiring dengan bertambahnya usia.
PERUBAHAN YANG TERJADI PADA GERIATRI
Perubahan Anatomi dan Fisiologi
Pada geriatri massa otak menurun. Hasil bedah mayat pada geriatri
menunjukkan penurunan 15 % massa otak pada penderita yang berumur 80 tahun.
Jumlah neuron dan serat saraf spinalis juga berkurang dengan bertambahnya umur
(3,4,5,6).
Penebalan pembuluh darah arteri otak, penebalan selaput otak dan fibrosis
jaringan menyebabkan CBF (cerebral blood flow) menurun, CVR (cerebro vascular
resisten) meningkat dan compliance intrakranial menurun (3,4).
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
4/32
4
Enzim hidroksilase, dopa dekarboksilase, asetilkolintransferase menurun
sehingga sintesa neurotransmiter seperti dopamin, noradrenalin, tirosin dan serotonin
menurun (3,5).
Neuron perifer mengalami degenerasi. Hal ini mengakibatkan konduksi saraf
menurun dan terjadi atrofi otot. Degenerasi saraf medula spinalis daerah servikal lebih
banyak dari daerah kaudal. Hal ini menyebabkan melemahnya otot terutama otot
lengan (5).
Ambang nyeri pada geriatri meningkat, dibuktikan dengan berkurangnya nyeri
kepala pasca pungsi lumbal. Hal ini terjadi karena berkurangnya respon saraf yang
sensitif nyeri dan berkurangnya jumlah neuron (4).
Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan pada geriatri. Elastisitas
pembuluh darah berkurang karena proses arteriosklerosis dan fibrosis tunika media.
Hal ini menyebabkan compliance arteri menurun dan selanjutnya menyebabkan
tekanan darah sistoloik meningkat, sedangkan tekanan darah diastolik tidak
mengalami perubahan bahkan bisa menurun (3,5,6).
Curah jantung pada geriatri mengalami penurunan. Penurunan terjadi sebanyak
1 % setiap tahun mulai umur 40 tahun (4,7).
Tonus vagal meningkat, sedangkan sensitivitas terhadap reseptor adrenal
menurun. Hal ini menyebabkan laju jantung menurun. Penurunan terjadi satu kali per
menit setiap tahun mulai umur 50 tahun.Kejadian disritmia pada geriatri meningkat,
hal ini disebabkan oleh berkurangnya sel sinoatrial dan adanya fibrosis sistem
konduksi nodus sinoatrial (3).
Sistem respirasi mengalami perubahan pada geriatri, otot respirasi terutama
otot interkostal elastisitasnya berkurang, sehingga dinding dada kaku dan berbentuk
emfisematous. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan oksigen arteri. Penurunan
tekanan oksigen arteri terjadi sebanyak 0,35 mmHg pertahun (3,5).
Pertukaran gas pada paru menurun akibat elastisitas paru berkurang, kalsifikasi
kostokondrial dan berkurangnya permukaan alveoli yang ikut dalam pertukaran gas.
Secara klinis kita bisa lihat terjadi penurunan tidal volume, minute volume sedangkan
fungsional residual capacity meningkat. Vital capacity menurun sebanyak 20 ml
pertahun, pada umur 70 tahun menjadi 70%(3,5,6)
.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
5/32
5
Resiko aspirasi pada geriatri lebih besar, karena reflek batuk dan reflek
protektif laring melemah. Reflek nafas dalam juga menurun, sehingga resiko hipoksia
menjadi lebih besar(3,4).
Sistem gastrointestinal dan hati mengalami perubahan pada geriatri, pH cairan
lambung cenderung menurun, pengosongan lambung lambat, hampir 50% dari dewasa
muda.
Absorpsi usus kecil menurun karena mukosa usus atrofi, sel penyangga
jumlahnya menurun, jaringan penyangga meningkat, adanya kelainan seperti
divertikulitis. Aliran darah ke limpa menurun 30-40% dibanding dewasa muda, hal
ini berpengaruh terhadap absorpsi, terutama lemak dan obat-obat yang larut dalam
lemak
Jumlah sel hati pada geriatri menurun, hal ini menyebabkan aliran darah ke
hati menurun sebanyak 40-50%. Produksi albumin dan kolinestrase plasma menurun.
Protein plasma menurun 15-20% dibanding dewasa muda (3,5,9).
Ginjal mengalami perubahan dengan meningkatnya umur. Mulai umur 40
tahun terjadi penurunan berat ginjal. Pada umur 80 tahun berat ginjal menjadi 70-
80%. Fungsi ginjal meliputiglomerulo filtration rate dan creatinin clerance menurun
1% tiap tahun mulai umur 40 tahun .
BUN (Blood Urea Nitrogen) terjadi peningkatan sebanyak 0,2 mg tiap tahun,
sedangkan serum kreatinin tidak mengalami perubahan karena massa otot juga ikut
berkurang pada geriatri.
Total cairan tubuh berkurang pada geriatri, jumlah cairan tubuh menjadi 45-55
%. Pengurangan cairan tubuh terutama terjadi pada intraseluler, akibatnya cairan
ekstraseluler menjadi relatif lebih banyak(3,5,7,9).
Homeostasis terhadap cairan menurun, sehingga pada geriatri mudah terjadi
dehidrasi atau kelebihan cairan. Kemampuan untuk mengkompensasi asidosis
metabolik atau alkalosis metabolik berkurang. Respon renin juga menurun pada
geriatri (7,9).
Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan pada geriatri, ditandai dengan
mengecil dan melemahnya otot. Hal ini disebabkan oleh kurangnya impuls dari upper
motor neuron dan degenerasi neuromuscular junction(3)
.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
6/32
6
Pengapuran pada persendian tulang belakang, menyebabkan terbatasnya fleksi
tulang belakang, sehingga menimbulkan kesulitan pada anestesi spinal terutama pada
pendekatan median (3).
Regulasi pengaturan suhu menurun. Faktor yang berpengaruh terhadap
regulasi suhu tubuh adalah penurunan jumlah lemak di bawah kulit, penurunan fungsi
kelenjar keringat, penurunan kapiler sehingga pengaturan vasokontriksi dan
vasodilatasi terganggu. Sehingga suhu tubuh pada geriatri tergantung dari suhu
lingkungan (3,9).
Perubahan Farmakologi
Farmakokinetik dan farmakodinamik obat berubah pada geriatri Absorpsi obat
terutama obat yang diberikan lewat oral menurun, karena sekresi asam lambung
berkurang, aliran darah ke limpa berkurang, mukosa lambung berkurang, absorpsi
usus halus berkurang (9).
Metabolisme obat menurun pada geriatri karena: fungsi hati menurun, aliran
darah ke hati menurun. Ikatan obat dengan protein menurun sampai 15-20 % pada
geriatri, hal ini menyebabkan obat bebas dalam darah meningkat. Afinitas obat
terhadap reseptor juga menurun (9).
Ekskresi obat menurun akibat menurunnya fungsi ginjal dan menurunnya
curah jantung. Waktu paruh memanjang karena rendahnya metabolisme dan
eksekresi, di samping volume distribusi meningkat (3,8).
Volume distribusi meningkat mengakibatkan menurunnya plasma yang terikat,
hal ini menyebabkan toksisitas obat meningkat. Penurunan clerance plasma
mengakibatkan obat efektif dalam plasma meningkat, hal ini menyebabkan efek
samping obat lebih besar(8).
HAMBATAN PSIKOLOGISSemua pasien termasuk kelompok geriatri memiliki sejumlah faktor emosi
yang dapat berpengaruh pada efektivitas analgesia dan outcome penderita secara
keseluruhan. Saat usia pasien bertambah lanjut maka akan terbentuklah pola perilaku
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
7/32
7
yang berkaitan dengan rasa nyeri serta pola ketergantungan. Cara menangani depresi
biasanya juga berpengaruh pada keberhasilan terapi. Penentuan dosis dan kecukupan
pengendalian nyeri akan sulit dipastikan bila terdapat faktor-faktor tersebut pada diri
pasien. (1)
Pasien lazimnya telah memiliki prakiraan tentang seberapa besar rasa nyeri
yang dapat mereka tahan tanpa pengobatan. Sejumlah penderita enggan atau takut
minum obat pereda rasa nyeri dosis poten. Rasa takut ketagihan tidak jarang akan
ditemui dan ini juga patut dipertimbangkan. Pasien perlu diberitahu bahwa adiksi
jarang terjadi dan pengendalian nyeri dapat memperkecil kemungkinan timbulnya
masalah lain termasuk rasa mual. Sementara itu ada juga pasien yang kurang tahan
terhadap rasa nyeri sehingga menuntut agar nyeri dapat segera hilang. Pemberian obat
menurut interval waktu tertentu ( jadwal yang tetap ) dan patien-controlled devices
akan sangat membantu untuk kasus-kasus semacam ini.(1)
Pengobatan penderita penyakit kronik yang disertai dengan rasa nyeri atau
depresi akan lebih sulit. Jika pasien ini telah minum obat-obat tertentu maka
sebaiknya obat sebisa mungkin terus diberikan. Saat melakukan pengelolaan nyeri
pada pasien ini kita kadang harus konsultasi dengan psikiater atau ahli spesialisasi
nyeri kronik yang sebelumnya pernah merawat penderita. Masalahnya akan bertambah
rumit bila pada penderita nyeri kronik dan depresi timbul stress perioperatif termasuk
nyeri akut. (1)
Hilangnya salah satu organ merupakan satu faktor penyulit yang lazim
dijumpai dalam pengelolaan pasien pasca bedah. Hilangnya salah satu ekstremitas
atau organ tubuh lebih sering terjadi pada pasien geriatri karena lebih tingginya
insiden penyakit vaskuler, diabetes melitus dan kanker. Pasien geriatri cenderung
lebih banyak memikirkan tentang kematian dan merasa bahwa pembedahan dapat
berakhir dengan kematian mereka. Hal lain yang lazim dijumpai yaitu hilangnya rasa
kendali diri jika pasien menjalani rawat inap dan mareka terpaksa harus bergantung
pada keputusan dan perawatan dari orang lain.
Diusahakan bahwa pasien merasa mereka diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan dan perawatan yang mereka dapatkan. Pasien diminta untuk memberikan
masukan tentang pengobatan dan modalitas pengendalian nyeri yang terbukti efektif
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
8/32
8
sebelumnya serta pengobatan mana yang dapat menimbulkan efek samping yang
dirasa mengganggu. Tersedia beberapa teknik yang memungkinkan pasien untuk
dapat menentukan frekuensi pemberian obat tanpa harus bergantung pada perawat /
dokter dalam bentuk piranti dispensing yang telah terprogram sebelumnya seperti
pompapatient controlled analgesia (PCA) ( 1 ).
INTENSITAS NYERI MENURUT LOKASI PEMBEDAHANDengan mengetahui lokasi pembedahan kita akan dapat memprediksikan
tingkat rasa nyeri pasca bedah. Prosedur superfisial biasanya menyebabkan rasa nyeriyang ringan. Sementara pembedahan pada batang tubuh biasanya menyebabkan nyeri
yang paling berat. Untuk incisi daerah toraks, tindakan torakotomi akan terasa lebih
nyeri dibanding sternotomi. Incisi abdomen atas khususnya incisi subkosta
(kholesistektomi terbuka) dan incisi daerahsamping menyebabkan rasa tidak nyaman
yang jauh lebih berat ketimbang incisi abdomen bagian bawah. Prosedur laparoskopi
telah sangat membantu dalam meminimalisasi tindakan insisi luas yang menyebabkan
rasa nyeri. Prosedur orthopedi, terutama yang dilakukan pada sendi-sendi besar juga
menimbulkan rasa tak nyaman dengan intensitas yang cukup tinggi. Total knee
arthroplasty cenderung terasa lebih nyeri dibanding prosedur total pada pelvis. Bila
kita dapat mengetahui derajat nyeri pasca bedah maka kita akan bisa merencanakan
regimen analgesia yang optimal dan segera memulai pemberiannya. (1)
PERJALANAN NYERI (NOCICEPTIVE PATHWAY)Antara stimuli nyeri sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri terdapat suatu
rangkaian proses elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi.
Terdapat empat proses yang jelas yang terjadi pada suatu nosisepsi yaitu :
1. Proses tranduksiMerupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli ini
dapat berupa stimuli fisik, suhu atau kimia.
2.
Proses transmisi
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
9/32
9
Dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses
tranduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A-delta dan serabut C
sebagai neuron pertama. Kemudian dari perifer ke medula spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke talamus melalui traktus
spinotalamikus disebut neuron kedua. Dari talamus selanjutnya impuls disalurkan
ke daerah somato sensoris di korteks serebri melaui neuron ketiga dimana impuls
tersebut dipersepsikan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Proses modulasiAdalah proses dimana terjadi interaksi antara sistim analgesia endogen yang
dihasilkan oleh tubuh kita dengan nyeri input yang masuk ke kornu posterior
medula spinalis. Jadi merupakan ascenderen yang dikontrol oleh otak. Sistim
analgetik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin dan noradrenalin
memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medula
spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu dapat terbuka dan
tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa terbuka dan tertutupnya pintu
nyeri tersebut diperankan oleh sistim analgesik endogen tersebut diatas. Proses
modulasi ini yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif dari
orang perorang.
4. Proses persepsiAdalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari
proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu
perasaan subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
MACAM NYERI1. Nyeri somatik
Nyeri permukaan, umumnya dapat dilokalisasi dengan baik. Daerah
kulit dipersyarafi oleh syaraf radik posterior dan disebut dermatom.
Nyeri dalam, impuls nyeri yang berasal dari tendo, otot dan fasia t
timbul dalam jaringan bersama dengan serabut syaraf yang berasal
dari kulit. Kepekaan jaringan tergantung pada banyaknya
persyaratan (2,16).
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
10/32
10
2. Nyeri viseralTerutama dihantarkan melalui serabut yang berjalan bersama-sama
dengan syaraf simpatis melalui rami komunikans putih dan badan
selnya terletak diganglion radik posterior. Tidak semua impuls nyeri
viseral berjalan bersama syaraf simpatis. Organ dalam pelvis
(kandung kemih, prostat, cervik uteri dan kolon distal) berjalan
bersama syaraf parasimpatis. Serabut nyeri trakhea dan oesofagus
berjalan bersama nervus vagus.(12,16)
3. Nyeri Alih Adalah nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang cukup jauh
dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Umumnya sesuai dengan
dermatom dari segmen spinal tempat masuknya serabut aferen.
4. Nyeri psikogenik Adalah nyeri yang tidak terdapat faktor organik yang penyebab dan
penyebarannya tidak sesuai dengan anatomi.Penentuan nyeri
sangat sulit dilakukan oleh karena nyeri merupakan sensasi yang
subyektif. Namun sangat penting untuk menentukan tipe nyeri bila
obat analgetik dan tehnik pemberiannya diperlukan.(12)
ANALGETIK SISTEMIK ORALSebisa mungkin sebaiknya kita menggunakan obat analgetik per-oral karena
obat ini relatif lebih aman dibandingkan dengan obat-obatan parenteral dan modalitas
lain yang lebih invasif. Kelemahan pemberian secara per-oral meliputi tidak
cukupnya analgesia untuk nyeri berat, adanya ileus pasca bedah dan iritasi saluran
cerna. Obat-obatanper-oraldianggap sebagai terapi tahap pertama
( firstline therapy ) untuk prosedur operasi superfisial dan perifer yang diperkirakan
akan menimbulkan nyeri dengan intensitas yang ringan sampai sedang.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
11/32
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
12/32
12
cerna kadang ringan seperti rasa kembung atau dapat pula cukup serius misalnya
perdarahan atau perforasi. Faktor resiko timbulnya kelainan saluran cerna tidak hanya
meliputi riwayat pernah menggunakan obat tersebut (Khususnya selama 3 bulan
pertama terapi), riwayat pernah menderita masalah pada saluran cerna dan pemakaian
kortikosteroid, namun juga faktor usia yang diatas 60 tahun. Pasien geriatri yang
menggunakan AINS memiliki resiko yang besarnya 10 kali lipat untuk pembedahan
saluran cerna. Sementara berkaitan dengan obat yang dipakai, piroksikam, termasuk
yang beresiko paling tinggi. Indometasin dan aspirin beresiko sangat rendah dan
naproksen serta ibuprofen memiliki resiko yang paling rendah. Meskipun penurunan
fungsi platelet bersifat reversibel namun pada pemakaian obat AINS perdarahan masih
sering terjadi (1,2,10,13,15). Aspirin berpengaruh penghambatan ireversibel dari
prostaglandin sintase karena tidak mempunyai sel aparatus untuk menghasilkan enzim
yang baru. Jadi Dosis tunggal aspirin akan menghambat agregasi platelet yang normal
masuk ke sirkulasi untuk memulihkan fungsi normal platelet. Proses ini membutuhkan
34 hari (12). Obat AINS umumnya aman dipakai bila diperkirakan perdarahan tidak
banyak dan tidak membahayakan pasien. Obat ini juga aman diberikan pada penderita
dengan fungsi ginjal yang normal. Namun demikian inhibisi prostaglandin dapat
mengurangi aliran darah ginjal reversibel yang diatur oleh prostaglandin. Secara
klinis hal ini akan berpengaruh pada penderita gagal jantung, penyakit hepar dan
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. AINS hanya dapat diberikan perioperatif bila
akan dipakai dalam jangka pendek serta tidak ada faktor lain yang dapat memperburuk
fungsi ginjal penderita (1). Ketorolak atau NSAID kombinasi dengan opioid dapat
mengurangi kebutuhan opioid, dan mengurangi efek samping opioid (1,12). NSAID
pertama : menghalangi rasa sakit hanya secara langsung dengan mencegah sintesa
mediator pada pemberian rasa sakit. Kedua : NSAID mencegah cyclooksigenase dan
sintesa prostaglandin. Ketiga : tidak semua prostaglandin bersifat algogenik. Beberapa
bersifat analgesik dan dapat diturunkan dengan NSAID. NSAID tidak mungkin
digunakan sebagai analgetik inti.NSAID dapat lebih menurunkan jumlah opioid kuat
yang dibutuhkan atau memperkuat modalitas analgesia lain (14).
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
13/32
13
Asetaminofen
Asetaminofen adalah salah satu obat per-oral yang paling banyak dipakai
khususnya untuk nyeri ringan. Obat ini kadang dikombinasikan dengan opioid untuk
mengatasi nyeri pasca bedah dengan intensitas sedang. Walau efek anti inflamasinya
minimal namun obat ini memiliki efek antipiretik. Untuk pemberian pasca bedah
asetaminofen harus diberikan dengan hati-hati karena obat ini dapat menutupi gejala
demam yang timbul akibat adanya infeksi.
Respon demam pada pasien geriatri sedikit melemah sehingga penggunaan
asetaminofen yang memiliki efek antipiretik dapat menghambat kita dalam
menegakkan diagnosa infeksi yang berat (1).
ANALGETIK SISTEMIK PARENTERALPemberian secara parenteral biasanya dapat berupa injeksi IM, injeksi atau
infus IV, atau kadang berupa injeksi kutan atau subkutan atau pemberian transdermal.
Suntikan IM paling mudah caranya sehingga tak selalu harus dilakukan oleh perawat
yang trampil seperti halnya suntikan IV. Absorbsi injeksi IM sulit diperkirakan
terutama pada pasien obese atau penderita muscle wasted atau bila suhu tubuh
pasien rendah, hal ini merupakan masalah yang lazim dijumpai pada pasien geriatri
saat periode pasca bedah. Jangka waktu timbulnya efek obat merupakan segi
kelemahan lainnya karena pasien harus menunggu kedatangan perawat yang akan
memberikan obat tersebut. Selain itu pemberian secara IM juga terasa sakit, rasa sakit
akan bertambah bila dibutuhkan beberapa kali suntikan.Pemberian IV lebih disukai
karena mudah diprediksi walau kebijakan keperawatan kadang membatasi bila akan
dipakai dengan cara IV push. Infus kontinyu merupakan cara yang ideal karena
dapat mempertahankan kadar obat yang konstan dalam plasma darah, namun efek
samping obat terutama depresi nafas yang disebabkan oleh opioid lebih lazim terjadi
(1).
Non narkotik : ketorolac
Ketorolac (Toradol) merupakan obat AINS parenteral yang sangat efektif
untuk mengatasi nyeri moderat. Obat ini dapat dipakai sebagai suplemen pada
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
14/32
14
regimen narkotik neuraksial atau IV dengan kemampuan untuk membantu
mengurangi efek samping obat. Walau hanya diperbolehkan untuk pemberian IM
namun obat ini terbukti juga dapat diberikan pada pasien yang sehat lewat IV.( 1,2,3,5,6 )
Ketorolac dikenal sebagai analgesia, bentuk oral terabsorsi dengan cepat., sangat
banyak terikat protein, volume distribusinya kecil, waktu paruh 4,5 jam pada dewasa
sehat, 6,1 jam pada orang tua, 5,4 jam pada kelainan hati, 9,6 jam pada disfungsi
ginjal. Efek respirasi, hemodinamik dan SSP dapat diabaikan. Dosis IM dosis tunggal
3060 mg, dikiuti 1530 mg setiap 6 jam. Oral 10 mg setiap 8 jam.( 14 )
Disisi lain muncul pula laporan yang menyebutkan tentang adanya pasien
yang menderita gangguan ginjal akut setelah pemberian secara IV. Oleh karenanya
pada ketorolac juga berlaku peringatan yang sama seperti yang berlaku pada obat
AINS lain. Hal yang patut jadi bahan pertimbangan yaitu obat ini memberikan sarana
bagi kita untuk mengambil manfaat obat AINS untuk pasien yang tak dapat
mengkonsumsi obat secara per-oral pada pasien pasca bedah segera. (1) Obat
nonsteroid anti inflamasi berkasiat analgetik, anti inflamasi yang bekerjanya melalui
blok sintesa prostaglandin. Ketorolac untukmoderate to severe post operative pain.
Ketorolac meningkatkan bleeding time tetapi tidak meningkatkan post operatif
bleeding. (3) Pemakaian awal NSAID dapat mencegah sensitisasi sistem nervous dan
menurunkan respon terhadap sinyal nociceptive selanjutnya.( 14 )
NSAID adalah asam lemah dalam gaster yang cepat absorbsinya. Hepatik
klirens tidak tergantung aliran yang rendah , NSAID dimetabolisir oleh hepar, Pada
gangguan ginjal NSAID berakumulasi dan tetap melakukan sirkulasi enterohepatik
yang dapat menyebabkan meningkatnya level obat. Eliminasi waktu paruh diklofenak
< 1 jam, ketorolak 5 jam, piroksikam 50 jam ( 14 ).
Opioid
Opioid lazim dipakai secara IM atau lewat IV untuk mengatasi nyeri pasca
bedah yang sedang sampai berat. Analgesia juga dapat diperoleh dengan sistem
transdermal menggunakan fentanil sehingga didapat kadar darah yang konstan
namun dengan hasil yang berbeda dari yang diperoleh melalui infus kontinyu. Alat ini
akan melepas obat secara lambat kedalam kulit dan obat selanjutnya diabsorbsi ke
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
15/32
15
dalam sirkuasi. Bahkan setelah dilepas sekalipun, kulit dapat tetap berperan sebagai
simpanan obat sehingga obat dapat terus diabsorbsi dan analgesia dapat berlangsung
selama 12 sampai 24 jam dengan efektif. Alat ini sebaiknya ditempel (didada sebelah
atas) sekurangnya 12 jam sebelum operasi selesai sehingga efek latensi obat dapat
efektif. Melalui cara ini akan akan tercapai konsentrasi obat dalam darah yang
adekuat setelah operasi. Kadang kita perlu memberikan tambahan obat narkotik
terutama dalam 12 dalam 24 jam pertama pasca bedah. Untuk operasi daerah
abdomen dosis obat yang direkomendasikan yaitu sebesar 50-75 g / jam. Dosis obat
dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kecukupan analgesia atau ada tidaknya
efek samping obat. Alat ini dilepas pada hari ke 3 pasca bedah. Efek samping rasa
mual sering timbul, walaupun biasanya efek samping ini berhubungan dengan nyeri
yang disebabkan karena kita memasangnya kurang awal. Sama seperti infus kontinyu,
masih ada kemungkinan timbulnya depresi nafas. Pabrik pembuat obat ini
memperingatkan tentang resiko obat ini jika dipakai untuk mengatasi nyeri akut pasca
bedah. Oleh FDA alat ini hanya diperbolehkan untuk dipakai nyeri kronik. FDA
menganjurkan untuk mengawali pemberian pada dosis yang terendah (25 g / jam)
pada pasien yang belum pernah mendapat opioid dan tidak memberikannya kepada
pasien rawat jalan. (1)
Opioid analgesia IV baik untuk nyeri akut pasca bedah. Untuk menghindari
depresi napas dapat diberikan intermitten IM. PCA diberikan secara titrasi dan
kontrol dosis yang ketat merupakan cara aman dan baik. Depresi kardiovaskuler
dihindari dengan diberikan bersama N2O, volatil anastetik, IV opioid dari pada
diberikan sendirian. (10)
Opioid mempunyai spectrum aktivitas intrinsik dengan rentang dari
maksimum (agonis penuh) sampai nol (antagonis). Agonis mampu menghasilkan efek
maksimal pada reseptor, agonis tidak menyebabkan efek langsung diantaranya
terdapat agonis parsial dengan aktivitas intermedium menghasilkan efek terapi tetapi
tidak mampu menghasilkan efek maksimal seperti agonis penuh. Fenomena yang
kompleks ini menarik bila agonis penuh dan agonis parsial diberikan bersama-sama.
Nalorfin ( N-Allylnormorphine ) contoh obat agonis parsial, mengganti gugus N-
Allyl pada derifat morfin, merupakan analgetik yang poten dan mampu
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
16/32
16
mengantagonis morfin. Martin mempostulasikan kelompok reseptor opioid menjadi 3.
Reseptor , k , , reseptor ini menghambat modulasi pelepasan neuro transmiter
eksitasi presinap. Analog fentanil ( fentanil, sufentanil alfenta ) , morfin dan petidin
terutama reseptor. . Opioid agonisantagonis ( pentazocime, nalbufin, butorfanol )
memakai reseptor dan k. Naloxon merupakan antagonis murni reseptor , k ,
paling poten pada . . Kemampuan opioid menyebabkan anestesi umum masih
diperdebatkan umumnya menimbulkan analgesia, hilangnya kesadaran, serta
terkontrolnya respon otonom dan endokrin terhadap pembedahan. Sehingga beralasan
menggunakan opioid sebagai obat anestesi.
( 12 )
Opioid dosis besar menghambat respon stres neuroendokrin terhadap operasi,
konsentrasi katekolamin, kortisol, ADH, glukosa, insulin, hormon pertumbuhan dapat
dipertahankan pada level normal. Respon stres endokrin terhadap kardiovaskuler tidak
sepenuhnya dapat dikontrol. Berguna mengurangi respon hyperdinamik
kardiovaskuler terhadap stimulasi bedah. Pada EEG penting diperhatikan akibat
opioid secara bolus disaat kritis adanya gelombang lambat akibat iskemik serebral.
Hilangnya kesadaran pada pasien dewasa muda dengan menggunakan hilangnya
respon perintah verbal dan respon nasophringeal airway dipakai sebagai tolok ukur
hilangnya kesadaran. ( 12 )
Opioid agonis menyebabkan depresi pernafasan tergantung dosis yang
diberikan. Ventilasi semenit volume tidal saat istirahat menurun laju respirasi
menurun, mempengaruhi irama pernafasan normal menyebabkab nafas iregiler dan
interval apnu. Sufentanil menyebabkan depresi nafas lebih kecil dari fentanil. Pasien
yang menerima opioid untuk nalagesia pasca bedah dapat mengalami epidode depresi
nafas dan hipoksemia. (12 )
Stimulasi pembebasan histamin oleh morfin atau petidin dan bukan karena
analog fentanil, dapat menimbulkan hipotensi dan takikardi. Peningkatan histamin
plasma berkorelasi dengan penurunan tekanan darah, peningkatan laju jantung dan
adrenalin sirkulasi (epinephrine). Pemberian lambat morfin < 5 mg / menit dapat
mengurangi pembebasan histamin. Petidin diperkirakan 200 kali lebih kuat
menyebabkan depresi myocard dibanding morfin dan fentanil. Bukti morfin dan
petidin lebih nyata menyebabkan problem kardiovaskuler daripada analog fentanil.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
17/32
17
Kekakuan otot, otot dada , seluruh otot tubuh sering terjadi selama induksi dengan
opioid dosis besar adalah sentral. Kekakuan gangliabasalis. Dimulai tubuh bagian atas
( sternocleidomastoid, biseps dan lengan ), fleksi leher, dagu, dada, abdomen, dinding
dada. Kekakuan dapat terjadi setelah sadar 35 jam pasca bedah. Pemberian naloxon
dapat membebaskan kasus tersebut. N-demetilasi dari petidin menyebabkan eksitasi
SSP, kejang umum yang tidak terantagonis oleh naloxon. Opioid tidak menyebabkan
perubahan atau penurunan aliran darah otak dan konsumsi O2. Motilitas usus
berkurang menimbulkan konstipasi, peningkatan tonus sfingter oddi, spasme.
Analgesia epidural untuk partus dengan kombinasi larutan anastesi lokal dan opioid
menyebabkan analgesia yang sama dengan blok motorik, lebih sedikit dibanding
dengan larutan anastesi lokal dengan konsentrasi lebih besar tanpa opioid.( 12)
Sawar otak mengandung membran lipid yang bermakna untuk opioid.
Sufentanil lebih larut lemak, morfin kurang larut lemak. Morfin kurang menembus
SSP, fentanil dan sufentanil lebih mudah menembus SSP. Setelah menembus sawar
otak, obat berdifusi kereseptor. Difusi ke meningen spinal yaitu regio lipofilik dan
lipofobik. Morfin onset kerjanya lambat mungkin karena tingkat kelarutannya dalam
lemak yang jelek. Morfin6glukoronida aktif secara farmakologi, kemungkinan
memperlama durasi kerja, potensi 45 kali lebih besar dari morfin, melewati sawar otak
lebih lambat, dieliminasi dari LCS lebih lambat, bentuk aktif ini diklirens oleh ginjal,
gagal ginjal menyebabkan akumulasi dan memperpanjang kerja. ( 12 )
Volume distribusi relatif lebih besar, oleh karena itu konsentrasi plasmanya
turun dengan cepat setelah bolus IV, karena obat berdifusi dari sirkulasi ke jaringan.
Jika konsentrasi plasma turun dibawah nilai ambang efek farmakologi selama fase
distribusi, seperti dengan dosis yang relatif kecil, durasi kerjanya pendek karena
distribusinya cepat. Sufentanil volume distribusinya lebih besar dari alfentanil.
Volume distribusi fentanil lebih kecil. Durasi kerja obat terpengaruh oleh distribusi
kinetiknya. Absorbsi morfin secara sistemik setelah pemberian intrathekal atau
epidural sangat lambat, menyebabkan durasi analgesia yang panjang dan konsentrasi
plasmanya rendah. Opioid yang larut lemak tinggi seperti analog fentanil lebih cepat
diabsorbsi ke sirkulasi, menyebabkan durasi kerja relatif singkat. Opioid yang larut
lemak kemungkinan menyebabkan analgesia spinal yang selektif untuk periode waktu
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
18/32
18
yang lama dan menguntungkan dalam keadaan yang khusus.(12) Fentanil dan
sufentanil mempunyai rasio ekstraksi hepatik mendekati satu, kapasitas intrinsik hati
memetabolisir obat ( klirens intrnsik ) sangat besar sehingga darah yang melalui hati
hampir lengkap dibersihkan dari obat ini. Ikatan protein plasma tidak mempengaruhi
klirens, karena hati menarik obat dari ikatan plasma protein. Klirens akan berkurang
bila aliran darah hati berkurang, tetapi tidak berubah karena aktifitas enzim2 hati.
Klirens fentanil dan sufentanil tidak terpengaruh pada sirosis hati. ( 5 ) Rasio ekstraksi
hati alfentanil intermedium, ikatan protein plasma tinggi, Klirens alfentanil ditentukan
oleh klirens intrinsik, ikatan protein plasma dan aliran darah hati. Klirens alfentanil
menurun pada sirosis hati, dan disfungsi hati. Perlu naloxon untuk mengembalikan
ventilasi spontan . ( 10,11,12 )
PCA intravena merupakan cara pemberian rute parenteralyang lebih disukai
karena efektif dan mudah pemberiannya. PCA umumnya menggunakan obat opioid
dalam jumlah kecil sehingga insiden nausea yang ditimbulkannya juga lebih rendah.
Tingkat kepuasan pasien jauh lebih tinggi dibanding teknik lain karena dengannya
pasien merasa mampu turut serta dalam menentukan perawatan yang dia jalani serta
tidak timbul kecemasan sehubungan dengan keterlambatan efek pereda nyeri. Selain
itu kebutuhan keperawatan juga lebih sedikit sehingga layanan keperawatan otomatis
akan meningkat. Sebagian besar pompa dapat diatur dalam tiga pilihan: dosis
kebutuhan atau bolus, pemberian obat dalam periode tertentu ( menit ) dan dosis
maksimal per-unit waktu. Kita dapat juga memprogram infus pendukung pada alat itu
sekaligus. Manfaat pemberian infus diluar dosis kebutuhan PCA masih
diperdebatkan. Cara ini berpotensi bisa mengurangi kebutuhan obat terutama dalam
beberapa jam pertama pasca bedah hingga dapat menghasilkan analgesia yang lebih
baik selama periode tersebut. Analgesia juga dapat mencapai tingkat yang adekuat
pada pasien yang mendapatkan obat pada dosis yang lebih rendah akibat kurangnya
pemahaman atau karena takut overdosis atau ketagihan obat tersebut. Dapat timbul
efek samping yang sedasi yang berlebihan, mual dan depresi nafas bila infus
pendukung tak dititrasi secara cermat. (1,12,13 )
Morfin dan meperidin merupakan obat narkotik PCA yang paling sering
dipakai, selain itu kita juga dapat menggunakan fentanil. Bila dipakai fentanil
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
19/32
19
menggunakan PCA ditambah infus pendukung maka usia pasien bukan merupakan
faktor penentu kebutuhan dosis pasien. Menurut lokasi operasinya, operasi-operasi
daerah abdomen membutuhkan dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur
vaskuler perifer. (1)
Masalah yang timbul pada pemakaian PCA biasanya disebabkan karena
adanya kesalahan pemrograman atau kesalahpahaman mengenai pemakaiannya. Dapat
terjadi depresi napas dan geriatri yang biasanya timbul karena pemberian batas atau
loading dose yang besar yang sebenarnya dapat diprogram pada sebagian besar
pompa. Pertama kali pasien harus diajari dan diberitahu berulangkali sehingga
akhirnya tahu menggunakan alat secara tepat. Pasien sering kali mengatur program
hingga dosis yang didapat kurang karena takut timbul efek samping atau
ketergantungan pada obat tersebut. Anggota keluarga dan teman penderita harus
diberitahu bahwa hanya pasienlah yang diperbolehkan untuk memijat tombol
(demand button). Rasa sayang yang berlebihan kadang menimbulkan kondisi
overdosis karena orang itu akan mengaktifkan PCA saat pasien tertidur nyenyak. (1)
Sesuai dengan farmakokinetika opioid pada geriatri, kelompok pasien ini lebih
sensitif terhadap obat tersebut ketimbang kelompok usia yang lebih muda. Hal ini
berhubungan dengan kadar plasma yang lebih tinggi karena telah menurunnya cardiac
output (khususnya morfin) dan menurunnya klirens pada pasien geriatri yang akan
mengakibatkan memanjangnya eliminasi obat (fentanil). Pada fentanil dan alfentanil
perlu dilakukan penurunan dosis sesuai dengan usia pasien sehingga dihasilkan
pergeseran gambaran EEG. Fakta ini tidak sejalan dengan hasil penelitian terhadap
kedua obat itu yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan kebutuhan dosis obat
sesuai dengan usia penderita. Oleh karena itu pengelolaan harus dilakukan per
individu (bukan untuk rata-rata pasien) dan obat analgesik juga harus dititrasi secara
cermat, terutama obat-obat opioid. (1)
Spesifik reseptor opioid pada CNS dan jaringan. Transmisi impuls nyeri dapat
dihambat di dorsal horn spinal cord oleh intrathecal dan eipural opioid Modulasi
decending hambatan pathway dari peri aquaductal gray melalui nuklues raphe
magnus dorsal horn spinal cord. (2)
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
20/32
20
Konsentrasi opioid epidural yang besar mencapai brain stem lewat darah CFS
ke opiod agonis berakibat depresi respirasi, mual, sedasi, pruritus. Diatasi dengan
antagonis reverse.(10)
Obat-obat tambahan : Promethazine, Hydroxizine, obat tidur.
Obat yang lazim ditambahkan pada obat narkotik IM meliputi promethazine
dan Hydroxynzine. Penambahan obat ini ditujukan untuk dapat mengurangi dosis
kebutuhan narkotik dan untuk menghilangkan rasa mual, namun akibatnya injeksi
akan terasa lebih sakit (hydroxyzine). Obat ini pada pasien geriatri berpotensi
meningkatkan sedasi dan memperbesar resiko depresi nafas.
Obat tidur bermanfaat untuk membuat pasien merasa nyaman, namun obat ini
perlu diberikan secara hati-hati. Ada beberapa obat seperti bencodiazepin yang
membawa resiko menimbulkan sedasi yang berlebihan bila dipakai bersama dengan
opioid pada pasien geriatri. Kemungkinan kejadian depresi nafas lebih besar, namun
hal semacam tak ditemukan pada obat tidur yang berbasis anthihistamin, misalnya
difenhidramin, Amitriptilin sebaiknya diberikan saat akan tidur dan obat ini memiliki
efek analgesik serta antidepresan.(1)
Analgesia regional : Tehnik perifer
Teknik-teknik perifer memakai analgesik, biasanya obat anestesi lokal, yang
diberikan kedalam kulit atau lapisan-lapisan pada lokasi operasi, pada saraf atau saraf
yang mensyarafi area tubuh yang terasa nyeri. Yang dipilih lazimnya adalah obat
dengan lama aksi yang panjang : bupivakain dapat menghasilkan analgesia selama 10
sampai 12 jam jika disuntikkan diperifer. Cara ini menunjang untuk meminimalkan
kebutuhan selama periode pasca bedah awal. Bila bupivakain diberikan sebelum
insisi maka pemakaian analgesik dapat dikurangi namun dengan lama kerja yang lebih
panjang, ini disebut preemptive effect. Walaupun besar manfaatnya, namun kita perlu
waspada pada kemungkinan timbulnya toksisitas terutama jika yang dipakai adalah
bupivakain ( 3 mg / kg ). Dari sini maka hal yang harus dilakukan oleh ahli anestesi
adalah menghitung dosis maksimal obat per BB ideal dan batasan jumlah yang dapat
disuntikkan.(1)
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
21/32
21
Blok syaraf
Blok saraf dapat menghasilkan anestesi maupun pasca bedah dan bila dipakai
sendiri-sendiri atau dalam bentuk kombinasi dapat meminimalkan kebutuhan akan
obat-obat lainnya. Teknik ini sangat berguna terutama pada pasien rawat jalan yang
menjalani prosedur-prosedur distal atau superfisial ( misalnya blok retrobulber untuk
ekstraksi katarak dan blok aksiler untuk pembedahan daerah tangan ). Kebutuhan
sedasi dan obat narkotik minimal sehingga pasien dapat segera dipulangkan dari RS.
Pasien perlu diberitahu untuk minum obat analgesik saat mulai munculnya rasa tidak
nyaman.
Suplementasi blok syaraf dapat memberi manfaat tambahan bagi pasien
geriatri. Saat dilakukan blok interkostal T6-T10 untuk mengatasi nyeri post
kolesistektomi maka derajat desaturisasi berkurang secara signifikan dibandingkan
dengan infus morfin IV. Namun demikian resiko toksititas akibat injeksi yang
dilakukan dibeberapa tempat harus diseimbangkan dengan periode bebas nyeri efektif
yang relatif pendek ( 12 jam ). Pada pasien dengan kondisi yang sangat lemah dan /
atau pasien geriatri gemuk yang menderita penyakit paru obstruktif menahun yang
berat, teknik ini sangat bermanfaat bila dikaitkan dengan kemampuan pasien untuk
batuk dan periode pasca bedah awal. ( 1 )
Analgesia intraartikuler
Ada bukti yang menyebutkan bahwa terdapat reseptor opioid perifer dan
pemberian narkotik lewat bagian perifer misalnya morfin dapat menghasilkan
analgesia tanpa melalui absorbsi secara sistemik. Cara ini paling luas diselidiki pada
pasien yang menjalani artroplasti sendi lutut. Morfin dosis 0,5 sampai 1,0 mg dalam
40 ml salin yang diinjeksikan secara intraartikuler akan menghasilkan analgesi yang
berdurasi 3 sampai 6 jam tanpa disertai efek samping. Pasien ini membutuhkan
analgesik tambahan yang lebih sedikit dibandingkan pasien lain. Efek analgesik hilang
bila dicampurkan naloxon dalam larutan tersebut. Larutan saline dapat diganti dengan
bupivakain (30 ml, 0,25%) untuk menghasilkan analgesia yang sempurna dan
berlangsung lebih lama.(1)
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
22/32
22
Analgesia regional : Tehnik neuroaksial
Teknik Neuraksia, baik epidural maupun subarakhnoid, saat ini berangsur
makin populer karena mampu sekaligus menghasilkan analgesia pasca bedah,
terutama jika diperpanjang dari anestesi intraoperatif. Cara ini dapat mengurangi
masalah-masalah pasca bedah, namun bukti tentang hal ini kadang berubah-ubah.
Penelitian berhasil membuktikan adanya penurunan mordibitas dan berhasil
ditekankan biaya RS setelah dilakukan kombinasi antara anestesi general dan epidural
dengan analgesi epidural pasca bedah pada populasi pasien beresiko tinggi (sebagian
besar pasien geriatri). Manfaat yang diperoleh pasca bedah, terutama pada analgesia
epidural meliputi berkurangnya sekuele tromboemboli, sedasi yang ringan dan
perbaikan mobilisasi pasien disamping analgesia yang sangat memuaskan bila
dibandingkan dengan teknik narkotik parental. (1)
EFEK SAMPING, PENGELOLAAN DAN MONITORINGEfek samping teknik ini dapat memunculkan sejumlah masalah. Yang paling
sering yaitu pruritus, selain itu retensio urine dan mual serta muntah. Depresi nafas
jarang terjadi. Naloxon dosis 40 ug IV yang dititrasi dengan cermat dapat efektif
mengatasi masalah tersebut dan mampu menghambat pemulihan analgesia secara
sempurna. Karena lama kerja naloxon pendek maka efek samping dapat muncul
kembali. Obat campuran agonis-antagonis seperti nalbuphine dan butorphanol dapatmenyebabkan sejumlah masalah bila obat itu dipakai untuk memulihkan efek
samping obat karena dapat menyebabkan sedasi dan disforia. Untuk mengatasi
Pruritas, awalnya dapat diterpi menggunakan difenhidramin. Walau menyebabkan
sedasi namun obat ini tidak mengakibatkan timbulnya depresi nafas. (1)
Untuk pasien yang mendapatkan obat narkotik neuraksial, terutama pasien
geriatri, perlu diberikan perawatan yang khusus dalam bentuk observasi tiap jam.
Monitor apneu kurang menolong karena sering timbul alarm palsu dan juga karena
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
23/32
23
penurunan frekuensi nafas sudah merupakan tanda lanjut dari kondisi depresi nafas.
Dengan menilai tingkat kesadaran secara hiperkapnia. Untuk lebih pasti dapat dipakai
pulse oximetri. Pemberian suplemen oksigen juga banyak membantu. Sehubungan
dengan usianya serta potensinya yang lebih besar untuk menderita kelainan medis
lain maka pasien geriatri lebih sensitif terhadap efek depresi pernafasan yang dimiliki
oleh narkotik neuraksial. (1)
Pada teknik ini kadang masih perlu memberikan analgesik tambahan.
Pemberian narkotik perenteral tambahan umumnya dihentikan karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi nafas. Tidak ada kontra indikasi
absolut untuk meningkatkan narkotika parenteral tambahan asalkan dilakukan
monitoring dan tindakan pencegahan secermat mungkin. Untuk analgesia tambahan
kita dapat memakai obat campuran agonis-antagonis karena dapat berikatan secara
efektif dengan reseptor opioid kappa dan sigma disamping berperan sebagai antagonis
efek samping reseptor. Obat AINS dapat diberikan untuk mengatasi nyeri yang
sesekali timbul (breakthrough pain) tanpa perlu mengkhawatirkan tentang
kemungkinan kejadian depresi nafas. Kenyataannya, bila kita memberikan ketorolak
tiap 6 jam yang dikombinasikan dengan PCEA yang menggunakan fentanil maka akan
dihasilkan skor nyeri yang lebih rendah. Pemakaian fentanil yang lebih sedikit, fungsi
saluran cerna pulih lebih awal dan rasa nyeri ambulasi yang lebih ringan dibandingkan
dengan bila kita hanya menggunakan PCEA fentanil saja. (1)
Analgesia Intratekal : Opioid
Pemberian morfin subrakhnoid atau intrathekal tidak hanya menghasilkan
anestesia intraoperatif lebih memuaskan namun juga analgesi berlangsung lama
dengan pemberian obat pada dosis yang sangat kecil. Usahakan untuk selalu
memberikan preparat tanpa pengawet, obat diinjeksikan pada saat yang sama seperti
pemberian anestetik lokal pada blok subarakhnoid. Analgesia yang adekuat pada
pasien geriatri tercapai pada dosis yang lebih rendah dibanding dosis dewasa standar
yang besarnya 0,005 mg / kg. Durasi analgesia seringkali mencapai 24 jam. Bila pada
pasien telah terpasang kateter spinal kontinyu maka dapat diberikan dosis ulangan tiap
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
24/32
24
12 jam, kendati pada sebagian penderita pemberian dosis tunggal bisa menghasilkan
analgesia sampai selama 24 jam. (1)
Pemberian morfin intrathekal dapat menimbulkan sejumlah efek samping
terutama pada pasien geriatri. Efek samping yang lazim dijumpai seperti pruritus,
nausea dan retensio urine dapat di minimalkan dengan cara memberikan obat pada
dosis yang paling rendah. Pasien pasca reseksi prostat transuretral tidak menderita
efek samping rasa mual pada dosis 0,1 mg dan tidak ditemukan perbedaan insiden
pruritus pada dosis 0,05 mg dibandingkan dengan larutan saline. Kejadian depresi
nafas patut diwaspadai, terutama untuk pemberian dosis tinggi. Telah ditemukan
peningkatan PaCO2 yang mencapai 58 mmHg selama 12 sampai 16 jam ( namun tak
membutuhkan terapi ) pada pemberian obat dengan dosis 0,15 mg. Depresi nafas yang
disignifikan biasanya muncul pada pemberian obat diatas 0,5 mg. Insiden depresi
nafas diperkirakan sebesar 0,36%, sementara faktor resikonya tidak hanya meliputi
pemberian dosis tinggi namun juga faktor usia diatas 65 tahun serta klas III dan IV.
Oleh karena itu pada pemberian pada pasien geriatri resiko tinggi harus
dipertimbangkan dan dimonitor secara cermat. (1)
Kendati kurang banyak dimanfaatkan untuk prosedur bedah thoraks namun
pemberian morfin intrathekal dapat sangat bermanfaat dan tanpa efek samping yang
berbahaya pada pasien geriatri. Pada pasien pasca lobektomi ditemukan skor nyeri
yang lebih rendah, pasien nampak lebih terjaga dan dibutuhkan suplemen meperidini
IV yang lebih sedikit dengan 0,012 mg morfin subarakhnoid bila dibanding pasien
yang hanya mendapatkan meperindin IV. Pasien yang mendapat 0,5 mg morfin
intrathekal saat operasi bypass arteri koronaria membutuhkan suplemen morfin dan
nitropusid yang lebih sedikit untuk mengendalikan tekanan darah pasien dibandingkan
dengan pasien yang tidak mendapatkan morfin intrathekal. Karena membutuhkan
dosis yang besar maka pengendalian nyeri pada pasien pasca bedah thoraks perlu
dilakukan monitoring perawatan secara intensif. (1)
Fentanil juga dapat diberikan melalui rute subarakhnoid. Karena durasi
aksinya pendek (4-6 jam) maka manfaatnya pada analgesia pasca bedah kurang
maximal bila diberikan sebagaia bagian dari single shot spinal namun cara ini dapat
meningkatkan kualitas anestesi intraoperatif. Obat dapat diberikan secara berulang
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
25/32
25
atau melalui infus pada pasien yang telah terpasang katetes spinal kontinue. Dosis
berupa bolus 12,5 ug sampai 25 ug terbukti aman diberikan pada geriatri ( usia rata-
rata 60-70 tahun ).
Pemberian fentanil intrathekal juga dapat menyebabkan efek samping. Efek
samping yang lazim dijumpai meliputi pruritus ringan, sedasi, mual dan muntah.
Dapat timbul depresi nafas karena adanya migrasi pasif aliran LCS walau telah
berlangsung ikatan opioid larut lemak secara cepat dengan jaringan syaraf lokal.
Infus obat narkotik subarakhnoid relatif aman diberikan pada populasi pasien
geriatri. Fentanil dan morfin selama ini telah dipakai pasca artroplasit sendi panggul
( usia rata-rata 67-72 tahun ). Dosis yang dipakai adalah 120 g dalam waktu 24 jam (
5 g / jam) dan 0,2 mg dalam waktu 24 jam ( 8,33 g / jam ). Morfin lebih kuat
dibanding fentanil walaupun keduanya sama-sama membutuhkan suplementasi opioid
IM. Efek samping (mual, muntah, retensio dan yang paling sering pruritus) depresi
nafas atau pemberian obat secara intermitten maka berikan label Spinal kontinyu
untuk menghindari kerancuan dengan pemberian epidural.(1)
Analgesia epidural
Anestesia / analgesia epidural merupakan teknik neuraksial kontinu yang
paling populer. Teknik ini awalnya dipakai untuk analgesia pada persalinan. Dan
karena pada teknik ini kateter epidural tetap dibiarkan terpasang maka teknik ini
dianggap sangat fleksibel sehingga sering dipakai. Penggunaan intraoperatif dapat
diperpanjang atau diteruskan dalam bentuk analgesia pasca bedah dengan
menggunakan preparat yang bebas pengawet melalui infus kontinu atau
disambungkan dengan piranti PCA untuk memberikan PCEA. Penerapan anestesi dan
analgesia epidural perioperatif pada gilirannya akan menghasilkan hasil yang lebih
baik, terutama pada pasien geriatri dan penderita dengan penyulit sebagaimana yang
telah disebutkan didepan.Untuk mengoptimalkan keamanannya pada kateter epidural
dan saluran pompoa harus diberikan tulisan epidural pada titik sambungan injeksi
obat lain yang tidak disengaja (1,10).
Diantara berbagai macam opioid epidural, morfin merupakan obat yang paling
lama dipakai terutama karena kekuatannya. Karena kurang larut dalam lemak maka
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
26/32
26
obat ini juga memiliki lama aksi yang paling panjang dan dapat meluas dermatom
diatasnya setelah pemberian lumbal. Penyebarannya kearah rostral spread dapat
menyebabkan timbulkan depresi nafas walau dengan insiden yang sangat rendah pada
populasi umum ( 0,09% ). Pada pasien geriatri dan pasien dengan kondisi yang lemah
sering terjadi depresi nafas. Untuk pasien geriatri sebaiknya dimulai dengan morfin
bebas pengawet pada dosis anjuran terendah. Contohnya untuk operasi abdomen
bagian bawah dan operasi ekstermitas inferior sebaiknya dipakai 2 mg. Analgesia
dapat bertahan selama 48 jam tanpa timbul efek samping. Manfaat lain yaitu tidak
timbul sedasi dan kebingungan.Yang masih jadi masalah adalah retensi urine,
terutama pada pasien geriatri.Untuk operasi daerah abdomen dan toraks, dosis
awalnya yaitu antara 3 sampai 4 mg dan 4 sampai 5 mg. Makin tinggi dermatom yang
harus tercakup, maka makin pendek lama kerja analgesia untuk suatu dosis tertentu.
(1)
Infus kontinyu opioid epidural juga banyak diterapkan, sebabnya disamping
faktor kenyamanan juga karena analgesia dapat bertahan dalam jangka yang lebih
lama. Untuk tujuan ini dipakai obat dengan aksi yang lebih pendek untuk
meminimalkan resiko efek samping kumulatif. Fentanil merupakan narkotik bebas
pengawet yang paling sering dipakai untuk PCEA, walaupun sufentanil, hidromorfin
dan meperidin juga terbukti aman diberikan pada pasien geriatri. Bila kita dapat
menyambungkan piranti infus terprogram dengan kateter epidural ( PCEA ), maka
kenyamanan dan keamanan dapat ditingkatkan dengan cara titrasi mandiri ( Self
titration ). Pada kondisi ini berlaku juga instruksi serta peringatan seperti halnya
PCA IV (1).
Karena aksinya pendek dan onsetnya yang cepat maka fentanil dan sufentanil
mudah dititrasi. Jika ingin hanya memberikan fentanil saja maka untuk mendapatkan
hasil yang terbaik, kateter epidural harus terletak didekat radiks saraf tempat asal rasa
nyeri ( yaitu torakal bawah untuk daerah abdomen dan torakal tengah sampai atas
untuk operasi daerah toraks ).Dengan cara pemasangan semacam ini kita dapat
memperpendek masa rawat inap di RS memperpendek waktu sampai munculnya
gerak bowel pertama, dan memperbaiki fungsi paru. Karena obat memiliki kelarutan
dalam lemak yang tinggi maka dengan pemberian epidural akan dapat dicapai kadar
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
27/32
27
plasma yang signifikan. Oleh karena itu potensi terjadinya depresi nafas juga masih
tinggi. Ciri-ciri sufentanil hampir serupa dengan fentanil, namun obat ini lebih sering
menyebabkan sedasi. (1)
Hidromorfin dan meperidin juga dapat dipakai.Hidromorfin memiliki
kelebihan ketimbang morfin karena lebih jarang menyebabkan pruritus dan depresi
nafas. Ini sebagian karena jarang terjadinya penyebaran kearah atas. Infus Demerol
epidural terbukti dapat memperbaiki mood dan partisipasi dibandingkan dengan
injeksi IM disamping juga dapat mengurangi kebutuhan akan suplementasi opioid. (1).
Jika kita menggunakan obat anestetika lokal bersama-sama dengan opioid, rasa
nyeri diatasi melalui dua mekanisme sehingga akan dibutuhkan dosis obat yang lebih
rendah dibanding jika menggunakannya sendiri-sendiri. Penambahan bupivakain
konsentrasi rendah dalam infus opioid epidural selain menghasilkan analgesia yang
memuaskan juga terbukti dapat mengurangi pemakaian opioid sehingga pada akhirnya
dapat memperkecil kemungkinan timbulnya efek samping. Pemberian larutan 0,25%
dengan morfin 0,05 mg / ml ( setelah bolus 2 mg intraoperatif ) lewat infus dengan
laju 4 ml / jam ( 0,2 mg / jam ) saat intraaoperatif maupun pasca operative pada bedah
mayor daerah abdomen akan menghasilkan analgesia yang lebih baik bila terjadi
perubahan posisi menjadi posisi duduk atau saat penderita batuk dan membutuhkan
suplemen narkotik yang lebih sedikit dibandingkan bila kita hanya memberikan
morfin saja. Bila kita memakai aturan dosis yang sama terbukti tak terjadi komplikasi
kardiovaskuler maupun respirasi pada penelitian yang menyelidiki dua kelompok
pasien dengan usia rata-rata 68 dan 70 tahun. Dapat juga dipakai konsentrasi yang
lebih kecil ( yakni 0,03125%, 0,0625%, dan 0,125% ) untuk menghindari terjadinya
blok sensoris persisten bila memakai larutan 0,25%. Kita dapat memakai fentanil (
2-5 ug / ml; 0,5-1,0 ug / kg per jam ) dan sufentanil ( 0,5 ug / ml; sampai 0,1 ug / kg
per jam ) dengan bupivakin konsentrasi rendah untuk menghasilkan analgesia yang
lebih sempurna.
Walau total kebutuhan narkotik berkurang namun masih ada resiko terjadinya depresi
nafas, khususnya pada pasien geriatri sehingga perlu dilakukan monitoring secara
ketat.( 1 )
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
28/32
28
Klonidin injeksi bebas bahan pengawet juga dapat ditambahkan dalam infus
epidural. Sebagai agonis alfa 2 obat ini memiliki efek analgesik melalui reseptornya.
Sebagai bahan tambahan obat ini lebih efektif dibanding fentanil epidural dan
memungkinkan kita untuk mengurangi dosis fentanil. Bila klonidin diberikan pada
laju 0,3 ug / kg per jam besama dengan fentanil 0,5 ug / kg per jam secara epidural (
dalam volume 5 ml / jam ) maka analgesia yang didapat setara dengan fentanil 1 ug /
kg sementara durasinya akan lebih pendek. Pada cara ini dapat timbul hipotensi, walau
ringan dan dapat diatasi namun efek ini dialami oleh 23 % jumlah penderita (1,10).
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
29/32
29
RINGKASANAnalgesia pasca bedah pada pasien geriatri membutuhkan perhatian tersendiri
yang khusus. Karena telah terjadi perubahan sesuai dengan usia yaitu dalam hal
fisiologi dan penyakit yang telah ada sebelumnya maka analgesia harus diberikan
secermat mungkin sehingga didapatkan outcome yang memuaskan serta memperkecil
kemungkinan terjadinya efek samping obat ( terutama depresi nafas dan sedasi ).
Tujuan analgesia yang aman dan berkualitas dicapai dengan 3 kunci berikut ini : dosis
efektif terendah, durasi terpanjang dan efek samping paling minimal Hal ini
khususnya berlaku untuk pasien geriatri. Dari keadaan tersebut menuntut ahli anestesi
untuk lebih mendalami pengelolaan anestesi dan penanganan nyeri pasca bedah pada
kelompok ini karena berhubungan dengan banyaknya perubahan fisiologi tubuh
ditambah dengan komplikasi yang sering timbul seiring dengan bertambahnya usia.
Dari berbagai segi makin nyata bahwa cara terbaik untuk mencapai tujuan ini yaitu
melalui terapi kombinasi. Bila kita mengendalikan berbagai komponen nyeri dengan
memakai modalitas yang khusus untuk tiap komponen itu maka akan dibutuhkan dosis
yang lebih kecil sehingga dapat meminimalkan efek samping obat. Penerapan teknik
kontinyu dan PCA / PCEA akan menghasilkan durasi analgesia yang lebih lama
disamping juga dapat mengoptimalkan kenyamanan dan kepuasan pasien.
Terdapat empat proses yang terjadi antara kerusakan jaringan ( sumber rasa nyeri )
sampai dirasakan sebagai persepsi terdapatnya suatu rangkaian proses elektrofisiologis
yang disebut nociceptive yaitu :
Proses transduksi, transmisi, modulasi dan proses persepsi.
Pengelolaan nyeri pasca bedah pada pasien geriatri.
Pilih obat yang tepat berdasarkan tipe nyeri, Intensitas, umur penderita danlamanya terpapar opioid.
Mengetahui farmakologi obat, efek durasi analgesia, farmakokinetik, dosisanalgesia.
Administer analgesic on a reguler basis after initial titration Gunakan kombinasi untuk menghindari ketergantungan analgesia dan
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
30/32
30
Mengurangi efek samping . ( Opioid + nonpioid, opioid + hidroksin, opioid +amitriptilin)
Hindari kombinasi obat yang menambah sedasi tanpa mengurangi analgesia. Mengetahui status pasien, tipe nyeri. Memperhatikan efek samping; depresi pernafasan, sedasi, mual muntah,
konstipasi, multifokal mioklonus dan kejang.
Mengetahui perbedaan antara toleransi, ketergantungan fisik, ketergantunganpsikologik.
Penentuan nyeri sulit dilakukan karena merupakan sensasi yang subyektif.
Meskipun demikian sangat penting untuk menentukan tipe nyeri bila obat analgetik
diperlukan.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
31/32
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Smith. RB, Gurkowski MA, Bracken CA . Anesthesiology and pain control in thegeriatric patient. In: Post operative analgesia in geriatric patients. 1st ed. Texas:
MC Graw Hill, 1995: 45775.
2. Morgan GE, Mikhail MS.Pain management.In : Clinical Anesthesiology. 2nd ed.London : Appleton - Lange, 1996: 27480.
3. Muravchick S. Anesthesia for ederly. In Miller RD ed. Anesthesia. 5th
ed.Philadelphia : Churchill - Livingstone, 2000 : 214056.
4. Morgan GE, Mikhael MS. Geriatric anesthesia. In : Clinical Anesthesiology. 2nded. London : AppletonLange, 1996 : 7438.
5. Hazard WR, Blass JP, et al. Principles of Geriatric Medicine and Gerontolology.4th ed. New York : Mc GrawHill, 2000 : 36589.
6. Harwood T. Geriatrics. In : Stone DJ ed. Perioperative Care Anesthesia, medicineand surgery. 1st ed. Toronto : Mosby Company, 1998 : 43359.
7. Stoelting RK, Dierdorf SF. Anesthesia and Co-Existing Disease. 3rd ed. New York: ChurchillLivingstone, 1993 : 6318.
8. Rooke GA, Freund PR, Jacobson AF. Hemodynamic response and change inorgan blood volume during spinal anesthesia in ederly man with cardiac disease.
Anesth Analg 1997 ; 88 : 99105.
9. Kloptenstein CE, et al. The influence of an aging surgical population on theanesthesia workload. Anesth Analg 1998 ; 86 : 116570.
10.Longnecker DE, Murphy FL. Management of postoperative pain. In Introductionto anesthesia. 1st ed. Philadelphia : WB Saunders Company, 1997: 45666.
11.Guyton AC, Hall JE. Human physiology and mechanisms of disease. In: Sensoryreceptors neuronal circuits for processing information tactile and position senses.
9th ed. Mississippi : WB Saunders Company, 1997: 38590.
12.Healy TEJ, Cohen PJ. Pharmacology of analgesia. In : A Practice of Anesthesia.9st ed. Philadelphia : Little Brown Company, 1995: 90024.
-
7/28/2019 penanganan nyeri pada usia lanjut
32/32
13.Collins VJ. Opiate and narcotic drugs. In : Physiologic and Pharmacologic Basesof Anesthesia.1st ed. Baltimore : Williams and Wilkins Company, 1996: 54481.
14.Collins VJ. Non opioid analgesics use in perioperative period. In : Physiology andPharmacology Bases of Anesthesia.1st ed. Baltimore : Williams and Wilkins
Company , 1996 : 599610.
15.Nunn, Utting, Brown. Pharmacology of opioids and antagonists. In : Generalanaesthesia. 1st ed. London : Butterworths, 1989 : 13548.
16.Stoelting RK. Pain. In : Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 3 rded. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1999 : 62833.