penanganan nyeri melalui jalur infus subkutan.docx

16
Bab 1 Pendahuluan Jalur infus subkutan biasanya digunakan untuk penanganan simptom dalam perawatan paliatif untuk mengobati rasa nyeri dan gejala lainnya ketika jalur lain tidak sesuai atau tidak efektif. [1] Jalur ini memberikan obat pada tingkat yang terkendali, mengontrol gejala dengan pemberian obat melalui infus subkutan secara bolus dan kontinu (continuous subcutaneous infusion – CSCI). [1] Jalur ini direkomendasikan apabila pasien tidak bisa minum obat per oral, masih merasa mual dan muntah dan mempunyai daya absorpsi yang jelek. [2] Cara pemberian analgesia melalui jalur infus subkutan ini tidak kurang efektivitasnya daripada pemberian oral kecuali pasien mempunyai daya absorpsi yang kurang baik atau jelek. [2] Pemberian obat secara infus subkutan tidak memerlukan keahlian khusus untuk inisiasi dan pemeliharaan, serta dapat menghindari terjadinya komplikasi akibat hidrasi intravena. Selain itu, tersedia cukup banyak tempat injeksi untuk akses subkutan sehingga pemberian relatif lebih mudah, cepat, dan lebih ekonomis dibanding terapi intravena. [3] Adapun indikasi pemasangan jalur infus subkutan seperti dehidrasi, disfagia dan obstruksi gastrointestinal, terdapat kontraindikasi pemasangan pada pasien seperti dengan infeksi atau parut pada kulit lokasi pemasangan serta pasien dengan gagal jantung. Lokasi pemasangan yang paling baik adalah lokasi yang banyak jaringan subkutan seperti abdomen dan dinding dada atas dan dipasang sama seperti infus intravena 1

Upload: dithakrisna

Post on 21-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

Bab 1

Pendahuluan

Jalur infus subkutan biasanya digunakan untuk penanganan simptom dalam perawatan

paliatif untuk mengobati rasa nyeri dan gejala lainnya ketika jalur lain tidak sesuai atau tidak

efektif.[1] Jalur ini memberikan obat pada tingkat yang terkendali, mengontrol gejala dengan

pemberian obat melalui infus subkutan secara bolus dan kontinu (continuous subcutaneous

infusion – CSCI).[1] Jalur ini direkomendasikan apabila pasien tidak bisa minum obat per oral,

masih merasa mual dan muntah dan mempunyai daya absorpsi yang jelek.[2] Cara pemberian

analgesia melalui jalur infus subkutan ini tidak kurang efektivitasnya daripada pemberian oral

kecuali pasien mempunyai daya absorpsi yang kurang baik atau jelek. [2] Pemberian obat

secara infus subkutan tidak memerlukan keahlian khusus untuk inisiasi dan pemeliharaan,

serta dapat menghindari terjadinya komplikasi akibat hidrasi intravena. Selain itu, tersedia

cukup banyak tempat injeksi untuk akses subkutan sehingga pemberian relatif lebih mudah,

cepat, dan lebih ekonomis dibanding terapi intravena.[3]

Adapun indikasi pemasangan jalur infus subkutan seperti dehidrasi, disfagia dan

obstruksi gastrointestinal, terdapat kontraindikasi pemasangan pada pasien seperti dengan

infeksi atau parut pada kulit lokasi pemasangan serta pasien dengan gagal jantung. Lokasi

pemasangan yang paling baik adalah lokasi yang banyak jaringan subkutan seperti abdomen

dan dinding dada atas dan dipasang sama seperti infus intravena hanya menggunakan kanul

“butterfly wing”.[4] Sering timbul reaksi iritan di lokasi pemasangan infus tetapi diatasi

dengan memindahkan tempat tusukan serta mengganti kanul.[2,4]

Obat analgetik yang biasa digunakan untuk penanganan nyeri adalah Opiod. Morpin

dan hidromorfon adalah opiod yang paling sering digunakan melalui infus subkutan bagi

pasien yang tidak toleransi dengan obat-obat tersebut per oral.[4] Oxicodon dan alfentanil juga

digunakan dengan indikasi.[1]

1

Page 2: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Jalur Infus Subkutan

2.1.1 Definisi

Jalur infus subkutan adalah salah satu jalur parenteral yang digunakan apabila jalur

lain tidak efektif.[5] Biasanya jalur ini digunakan untuk penanganan symptom dalam

perawatan paliatif untuk mengobati rasa sakit dan gejala lainnya ketika jalur lain tidak sesuai

atau tidak efektif.[1] Misalnya, pasien tidak bisa minum obat lewat mulut, pasien merasa mual

dan muntah atau pasien mempunyai absorpsi yang jelek seperti pada pasien ileostomi. [2]

Efektivitas analgesia jalur subkutan ini sama dengan jalur intravena kecuali pada pasien

dengan masalah absorpsi.[1,2] Injeksi intravena (IV) dan intramuskuler (IM) lebih baik

dihindari karena lebih invasif dan menyakitkan.[2]

2.1.2 Indikasi Pemasangan

Jalur infus subkutan biasanya dipasang pada pasien dehidrasi serta pasien yang

mempunyai akses vena terbuka yang sangat terbatas.[6] Jalur ini adalah pilihan terbaik bagi

pasien yang tidak boleh toleransi pada terapi oral karena rasa mual, muntah dan disfagia.

Jalur ini juga memberikan rasa nyaman pada pasien karena menghindari tusukan berulang

untuk memasang infus serta sangat sesuai bagi pasien yang sering pusing, comatose dan

semi-comatose. Pemberian obat lewat jalur infus subkutan menghindari pasien daripada

mengkonsumsi tablet dalam jumlah yang besar.[2] Jalur ini juga sesuai digunakan pada pasien

konstipasi dan obstruksi gastrointestinal serta neurotoksisitas terinduksi dan hiperkalsemia

ulangan. Pasien yang menderita delirium yang dipercayai disebabkan oleh akumulasi

metabolit opioid juga sesuai dipasang jalur infus subkutan bagi administrasi cairan. [2,6] Kanula

pemasangan infus subkutan boleh dibiarkan terpasang untuk 72 jam atau lebih jika tidak ada

kemerahan atau inflamasi.[2] Adapun keuntungan jalur ini seperti disebut diatas, terdapat

beberapa kekurangan seperti kemungkinan iritasi atau inflamasi pada daerah infus,

kemungkinan bocor pada daerah infus subkutan dan kemungkinan reaksi alergi walaupun

jarang sekali kejadiannya.[2]

2

Page 3: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

2.1.3 Kontraindikasi

Terapi melalui jalur infus subkutan adalah kontraindikasi apabila pasien mempunyai

integriti kulit yang jelek, misalnya jika terdapat jaringan parut atau infeksi pada kulit lokasi

pemasangan infus. Jalur ini sangat tidak disarankan pada pasien syok kardiovaskular, gagal

jantung edema pulmonary. Pasien dengan hiperosmolariti serta kelebihan cairan dalam tubuh

juga tidak sesuai menggunakan jalur infus subkutan untuk terapi.[6]

2.1.4 Pemilihan Lokasi dan Kanula Pemasangan Infus Subkutan

Biasanya, tusukan bagi infus subkutan dilakukan pada area dengan lemak subkutan

yang dalam yang tidak berdekatan dengan sendi serta area yang mudah diakses seperti dada

dan abdomen.[1] Pemilihan area tusukan yang sesuai adalah sangat penting untuk menghindari

masalah pada area tusukan seperti ketidaknyamanan pasien dan mungkin menyebabkan

masalah absorpsi yang akan mengganggu efektivitas obat itu sendiri. Pemilihan tempat

tusukan yang tepat meminimalkan perbatasan fungsi normal pasien.[1]

Area seperti lengan atas anterior, dinding abdomen anterior, paha bagian anterior,

bagian dada anterior dan bagian scapula dianggap sebagai area yang sesuai untuk

pemasangan infus subkutan yang memenuhi kriteria pemilihan.[1,2] Pemilihan lokasi

tergantung kondisi pasien, apakah pasien tenang atau gelisah. Bagian dada dan abdomen

adalah lokasi-lokasi yang biasanya dipilih, terutamanya bagian dinding dada atas anterior

diatas payudara dan jauh dari aksila karena mudah diakses, jarang oedema dan memudahkan

inspeksi lokasi.[1] Jika pasiennya masih gelisah, lebih baik dipasang di area scapula untuk

menghindari infus daripada terlepas.[1]

3

Area yang sesuai untuk tusukan infus subkutan

Page 4: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

Terdapat beberapa region yang amat tidak sesuai sebagai lokasi pemasangan infus

subkutan. Antaranya, area limpoedema yang dapat mengurangkan absorpsi, area dimana

terdapat retakan kulit, area dimana terdapat jaringan parut dan area infeksi serta area kulit

yang diradiasi dalam jangka waktu yang singkat karena kulitnya mungkin skelosis dan

kekurangan peredaran darah pada area tersebut.[2] Area bertulang juga tidak sesuai karena

jaringan subkutan yang kurang dapat menurunkankan absorpsi. Area berdekatan sendi pula

tidak disarankan karena resiko displacement serta pasien akan tidak nyaman.[2] Area tumor,

lipatan kulit, area inflamasi, area ascites atau pitting edema, dan pada area dimana drainase

limpatik terganggu seperti pada wanita yang menjalani mesektomi juga tidak sesuai sebagai

lokasi pemasangan infus subkutan.[1,2]

2.1.5 Administrasi

Cairan yang disarankan untuk administrasi melalui infus subkutan adalah saline

o,45%, dextrose 2,5% atau dextrose 5% dengan normal saline.[4] Kadar dosis yang disarankan

adalah 75ml/jam dengan kadar maksimum 125ml/jam dan kadar minimal 20ml/jam bagi

mengelakkan saluran tersumbat. Administrasi maksimal setiap hari harus tidak melebihi

3000ml per pasien dan 2000ml per lokasi bagi mengelakkan edema.[4] Boleh digunakan dua

4

Pemasangan infus subkutan di region interskapula menggunakan “butterfly wing needle”

Page 5: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

jalur infus secara bersama pada suatu pasien, misalnya, jika pasien membutuhkan 3000ml

setiap hari, boleh diadministrasi 1500ml per infus per hari.[4]

2.1.6 Teknik Pemasangan

Peralatan pemasangan infus subkutan adalah sama dengan pelatan pemasangan infus

intravena, hanya kanul yang digunakan adalah kanul berlubang kecil seperti 20G – 25G dan

dibutuhkan infusion pump atau syringe pump dengan tiang pemasangannya bagi CSCI.[4,6]

Tipe kanul yang sering digunakan adalah “Butterfly wing”. Kanul teflon pediatri Jelco juga

dikatakan sesuai. Setelah menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan

keluarga pasien serta mendapat persetujuan, kulit pada lokasi pemasangan infus dibersihkan

dengan alkohol atau cairan iodine.[4] Kulit yang dibersihkan diambil diantara jari pertama dan

jempol operator dan jarum ditusuk mengikut arah lipatan seiring dengan fascia dibawahnya

pada sudut 45 derajat.[1,2,4] Bagi pasien yang kurus, mungkin tusukan pada sudut 30 derajat

sudah cukup karena kekurangan jaringan subkutan.[1] Setelah ditempatkan, jarum difiksasi

dengan hipafix. Penempatan dan fiksasi yang teliti disarankan untuk mengelakkan luka pada

struktur atau jaringan yang berdekatan.[2,4]

5

A : Kanul “Butterfly wing” ; B : Kanul Teflon Jelco

Page 6: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

2.1.7 Observasi dan Efek Samping

Inspeksi lokasi untuk efek samping harus dilakukan secara rutin, biasanya 4 jam

sekali, lebih sering jika terdapat komplikasi.[1,2] Hal ini akan mengarah pada deteksi dini dan

pengurangan komplikasi berhubung dengan lokasi. Saat inspeksi, diobservasi jika terdapat

tenderness pada lokasi pemasangan infus, apakah terjadi hematoma atau apakah ada

kebocoran pada kanul atau lokasi pemasangan.[1]

Apabila pemasangan gagal, atau didapatkan reaksi iritan pada lokasi atau darah mulai

keluar di kanul, kanul harus diganti dan dipasang di lokasi lain. Setelah kanul diganti dan

dipasang di lokasi lain karena iritasi dan kejadian berulang lagi, disarankan untuk

mengencerkan obat yang dipasang.[5] Lokasi pemasangan boleh diganti setelah 72 jam

pemasangan atau bisa sampai 7 hari jika tiada masalah.[1,2]

2.1.8 Pemberian Obat

Administrasi obat secara infus subkutan boleh diberikan secara bolus dan secara

CSCI.[1,2,5] Infus subkutan lebih dipakai pada perawatan paliatif karena infus subkutan kurang

menyakitkan berbanding secara intramuscular (IM) serta boleh digunakan sebagai CSCI.[2]

Harus diingat, dalam penggunaan infus subkutan untuk pemberian obat, absorpsi obat

mungkin lebih lama dan reaksi inflamasi diakibatkan oleh obat iritan lebih parah berbanding

secara IM. Selain itu, jumlah volume bagi injeksi bolus sangat kecil, yang disarankan

maksimal 1 ml, serta absorpsi obat pada pasien syok dan hipovolumik sangat terbatas.[2]

Nyeri adalah gejala yang harus dikendali namun, penggunaan infus subkutan tidak

terbatas untuk analgesia. Obat untuk mengatasi gejala seperti mual, muntah, disapneu, agitasi,

delirium dan ‘napas bising’ fase terminal juga boleh dipreskripsi untuk CSCI dan

menggunakan syringe yang sama.[2] Biasanya, dua hingga tiga, maksimal sampai empat obat

dicampur dalam satu syringe untuk infus subkutan. Makin banyak obat yang dicampur, makin

tinggi resiko presipitasi dan pengurangan efektivitas. Jika kompatibalitas obat yang dicampur

diragukan, mungkin penggunaan dua infus subkutan menjadi solusinya.[1]

Menurut kepustakaan Australia, gejala pada akhir hayat biasanya boleh dikontrol

dengan sembilan obat. Obat-obat ini termasuk:[1]

6

Page 7: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

morphine sulphate/tartrate (opioid);

hydromorphone (Dilaudid, opioid);

haloperidol (Serenace, antipsychotic/antiemetic);

midazolam (Hypnovel, short acting benzodiazepine);

metoclopramide (Maxolon, antiemetic);

hyoscine hydrobromide (Hyoscine, antimuscarinic /antiemetic);

clonazepam (Rivotril, benzodiazepine);

hyoscine butylbromide (Buscopan, antimuscarinic); dan

fentanyl (narcotic).

Obat seperti antibiotic, diazepam, chlorpromazine dan prochlorperazine tidak harus

diberikan secara subkutan karena beresiko menimbulkan nekrosis jaringan.[2]

Obat diberikan secara berterusan untuk suatu jangka waktu yang dikira melalui CSCI dan

memberikan dosis obat yang konstan secara berterusan dalam jangka waktu tersebut. Obat-

obat yang biasanya digunakan untuk CSCI selain opiod analgesia, terutamanya morfin dan

diamorfin adalah antiemetic, obat sedative anxiolitik, kortikosteroids, non-steroidal anti-

inflammatory drugs (NSAIDs) dan antikolinergik.[2]

2.2 Jalur Pemberian Analgetik untuk Penanganan Nyeri

2.2.1 Pemberian Analgesia

Pengobatan infus subkutan adalah metode yang paling sering digunakan untuk

memberikan banyak obat-obatan yang tidak dapat diberikan melalui jalur lain. Nyeri adalah

gejala yang sering dikeluhkan yang harus dikendali. Walaupun analgesia bukanlah satu –

satunya tipe obat yang diberikan secara infus subkutan, analgesia adalah obat utama yang

membutuhkan metode infus subkutan.[1]

Obat analgetik yang biasanya digunakan untuk penanganan nyeri terbagi kepada non-

opiod dan Opiod.[5] Berdasarkan “WHO Three-Step Analgesic Ladder”, non-opiod diberikan

kepada pasien dengan nyeri ringan – sedang dan opiod diberikan kepada pasien dengan nyeri

sedang – berat dan berat serta pada pasien dengan nyeri yang tidak dapat ditangani dengan

7

Page 8: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

non-opiod.[5] Opiod biasanya digunakan untuk penanganan nyeri berat dan berterusan, seperti

pada pasien kanker dan pasien pasca operasi.[2]

Opiod harus diadministrasi dengan jalur yang kurang invasif, mudah dan yang mampu

memberikan analgesia yang adekuat pada pasien.[5] Dalam rutin sehari-harian, didapatkan

jalur oral adalah jalur yang paling sesuai. Jalur non-invasif lain seperti rektal, sublingual dan

transdermal adalah sesuai kekadang untuk pasien yang mempunyai gangguan menelan atau

obstruksi gastrointestinal. Sediaan rektal yang terdapat di Amerika Serikat mengandungi

morpin, hidromorfon dan oksimorfon. Potensi obat yang diadministrasi secara rektal ini

dipercayai mempunyai potensi yang sama seperti obat oral.[5] Sediaan opiod sublingual

terdapat di beberapa Negara. Semua opiod diabsorpsi secara sublingual sampai suatu

perbatasan tertentu, namun fentanil dan methadone diabsorpsi dengan baik secara sublingual.[5]

Jalur administrasi parenteral harus dipertimbangkan untuk pasien dengan gangguan

menelan dan obstruksi gastrointestinal, pasien yang butuh “rapid-onset analgesia” serta

pasien yang membutuhkan analgesia dosis tinggi yang tidak dapat diadministrasi secara

nyaman dengan jalur selain parenteral.[2,5] Injeksi bolus parenteral berulang yang bisa

diberikan melalui jalur-jalur intravena (IV), intramuskuler (IM) dan subkutan tidak sesuai

dalam semua situasi karena biasanya menimbulkan komplikasi dengan efek bolus. Injeksi IM

yang berulang sering dipreskripsi, namun hal ini menimbulkan nyeri yang banyak, tiada

keuntungan dari segi farmakokinetik dan penggunaannya tidak disarankan. Maka, disarankan

pemberian bolus yang berulang kali atau berterusan menggunakan IV atau jalur infus

subkutan. Pemberian infus berterusan menghindari efek bolus yang akan muncul.[5]

Morpin dan hidromorfon adalah opiod yang paling sering digunakan melalui infus

subkutan bagi pasien yang tidak toleransi dengan obat-obat tersebut per oral.[4] Oxicodon dan

alfentanil juga digunakan namun hanya jika terdapat indikasi.[2] Opiod yang amat sesuai untuk

infus berterusan ini sifatnya harus melarut, mudah diabsorpsi dan non-iritan. Heroin,

hidromorfon, oksimorfon dan morfin didapatkan sesuai untuk infus subkutan yang berterusan

namun metadon yang bersifat iritatif tidak disarankan untuk penggunaan secara subkutan.[5]

Jalur infus subkutan berterusan membenarkan analgetik mengalir berterusan dalam

suatu jangka waktu yang ditetapkan pada dosis yang konstan.[2] Selain itu, kadar obat dalam

plasma darah didapatkan lebih stabil apabila menggunakan jalur infus subkutan berterusan

daripada jalur pemberian obat yang lain.[1,2]

8

Page 9: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

2.2.2 Obat Analgetik dan Sediaan obat

Obat analgetik yang biasanya digunakan melalui CSCI dibagi menjadi penggunaaan

obat tunggal dan penggunaan obat campuran. Morfin yang merupakan opiod analgesik lini

pertama dianggap sebagai gold standar CSCI.[7] Morfin biasanya diberikan 10mg atau 30mg

dalam 1ml atau 60mg dalam 2ml.[2] Hidromorfon adalah opiod pilihan apabila dibutuhkan

analgesia dosis tinggi karena ia mempunyai konsentrasi tinggi dan keluar pada kadar yang

rendah pada infus subkutan.[7] Diamorfin juga adalah pilihan obat apabila dibutuhkan dalam

dosis tinggi. Obat ini boleh diencerkan dalam volume yang kecil. Sediaan diamorfin adalah

dalam bentuk ampul serbuk yang terdapat dalam 10mg, 30mg, 100mg dan 500mg.[2]

Oxycodon adalah obat analgesia lini kedua apabila morfin atau diamorfin tidak ditolerasi.

Obat ini terdapat dalam sediaan 10mg dalam 1ml dan 20mg dalam 2ml. Bagi obat Alfentanil

yang merupakan obat lini ketiga, sebaiknya dikonsul ke spesialis sebelum administrasi. Obat

ini disediakan 1mg (1000mikrogram) dalam 2ml dan 5mg dalam 10ml. Obat-obat ini

diberikan kepada nyeri yang responsif pada opioid dan apabila didapatkan sesak napas.[2]

Ketamin juga bisa diberikan melalui CSCI apabila terdapat nyeri kompleks. Namun,

pemberian ini adalah dengan supervisi spesialis.[2]

2.2.3 Pertukaran Dosis Opioid Oral kepada Dosis Opiod CSCI

Sebelum dosis oral ditukar ke dosis parenteral, harus menentukan dosis oral morfin

yang dikonsumsi oleh pasien dalam 24 jam. Dosis morfin CSCI sama dengan 1/3 daripada

dosis oralnya dalam 24 jam. Jika suatu opiod ditukar dengan opioid lain, misalnya morfin

ditukar kepada hidromorfon, harus dihitung dosis obat baru untuk 24 jam sebelum diganti.

Dosis parenteral hidromorfon adalah 1/6 daripada dosis pareteral morfin. Tetapi bagi

mengelakkan “Incomplete Cross Tolerance”, mengurangkan opioid baru sebanyak 30-50%

apabila mulai CSCI dengan opioid baru. Setelah dikurangi, dosisnya dibahagi 24 suntuk

mendapatkan dosis per jam. Dosis bolus untuk “Breakthrough Pain” biasanya 50-100%

daripada dosis per jam dan diberikan kepada pasien setiap 10 hingga 15 menit. Hidromorfon

yang digunakan pada akhir hayat biasanya berkonsentrasi tinggi, diantara 5-10mg/mL.[7]

9

Page 10: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

Bab 3

Kesimpulan

Jalur infus subkutan biasanya digunakan untuk penanganan symptom dalam

perawatan paliatif untuk mengobati rasa sakit dan gejala lainnya ketika jalur lain tidak sesuai

atau tidak efektif.

Cara pemberian analgesia melalui jalur infus subkutan ini tidak kurang efektivitasnya

daripada pemberian oral kecuali pasien mempunyai daya absorpsi yang kurang atau jelek.

Pemasangan infuse subkutan diutamakan pada pasien seperti obstruksi gastrointestinal,

disfagia dan dehidrasi. Pada pasien dengan gangguan jantung terutamanya, prosedur ini bisa

menjadi kontraindikasi. Pemasangan jalur infus subkutan biasanya dilakukan pada lokasi

dengan banyak jaringan subkutan seperti abdomen menggunakan set intravena yang sama

hanya ditambah dengan infusion atau syringe pump serta menggunakan kanul ‘butterfly

wing’.

Obat analgetik yang biasa digunakan untuk penanganan nyeri berat adalah Opiod.

Morpin dan hidromorfon adalah opiod yang paling sering digunakan melalui infus subkutan

bagi pasien yang tidak toleransi dengan obat-obat tersebut per oral. Efektivitas penggunaan

jalur ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan dan ketakutan pasien dan keluarga pasien,

namun harus dijelaskan kelebihan penggunannya daripada jalur-jalur lain.

Obat analgetik yang biasanya diberikan melalui CSCI boleh diberikan secara dosis

tunggal atau obat campuran yang maksimal dibenarkan untuk mencampur empat obat. Obat-

obat seperti morfin, hidromorfon, diamorfin, alfentanil, dan oxycodon boleh diberikan secara

dosis tunggal dan obat-obat ini tersedia dalam beberapa sediaan. Perhitungan pertukaran

dosis oral ke dosis parenteral dilakukan untuk mengelakkan overdosis serta memastikan

analgetik yang adekuat didapatkan oleh pasien.

Tenaga medis harus mempertimbangkan penggunaan jalur infus subkutan bagi

pengendalian symptom dan nyeri melalui pemberian analgetik infus subkutan apabila jalur

lain tidak efektif.

10

Page 11: PENANGANAN NYERI MELALUI JALUR INFUS SUBKUTAN.docx

Daftar Pustaka

1. Centre for Palliative Care Research and Education, Guidelines for Subcutaneous

Infusion Devise Management in Palliative Care Second Edition; Queensland Health,

2010.

2. NHS Greater Glasgow and Clyde, Lanarkshire Guidelines for the Use of

Subcutaneous Medications in Palliative Care; Review 2011.

3. Recombinant Human Hyaluronidase (rHuPH20) Memfasilitasi Pemberian Obat

Subkutan, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17683255, 2013

4. Lopez J.H., Reyes-Ortiz C.A., Subcutaneous Hydration by Hypodermoclysis,

Cambridge University Press, 2010; pg 4

5. Cherny N.I., Portenoy R.K., The Management of Cancer Pain, CA Cancer J Clin

1994; 44: 278-279

6. Sounth Eastern Sydney Local Health Network, SESLHN Procedure Palliative Care :

Administration of Adult Subcutaneous Fluid

7. Justad M et al, Hospice and Palliative Care Vol 27 no 3, dari

www.homehealthcarenurseonline.com, 2009

11