penanganan-limbah-pltu

4
Vol. 1, No. 2, Mei 2010 ISSN : 2085-8817 DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin 71 PENANGGULANGAN LIMBAH PLTU BATUBARA Iswan Program Studi Teknik Elektro Universitas Khairun, Ternate Abstrak Pembangkit listrik tenaga uap saat ini merupakan pilihan pemerintah dalam menanggulangi krisis listrik. Tetapi di lain pihak penggunaan batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan efek berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang dihasilkan dapat berupa SO 2 , NO 2 , CO, CO 2 , VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Salah satu metode penggulangan limbah batubara adalah teknik flue-gas desulfurization (FGD). Teknologi ini menggunakan batu kapur (Ca(OH) 2 ) sebagai bahan bakunya. Hasil yang diperoleh dari penanggulangan emisi pembangkit listrik tenaga uap ini adalah gipsum sebanyak 9,63 ton/hari dan abu sebanyak 30,678 ton/hari. Kata Kunci : Tenaga uap, batubara, emisi, batu kapur, gipsum Abstrack Waste Tackling of Fueled Electrical Power Plant. Steam power plant is now a choice of government in overcoming the power crisis. But on the other hand the use of coal as a fuel will cause effects of pollutant emissions. Emissions generated can be SO2, NO2, CO, CO2, HCV (Volatine Hydrocarbon) and SPM (Suspended Particulate Matter). One method is the technique of coal waste is flue-gas desulfurization (FGD). This technology uses limestone (Ca(OH) 2 ) as the raw material. Results obtained from the reduction of steam power plant emissions are 9.63 tons of gypsum / day and ash as much as 30.678 tons / day. Key Word : Steam power, coal, emissions, limestone, gypsum 1. Pendahuluan Listrik merupakan kebutuhan pokok manusia, oleh karena itu perlu adanya suplay listrik yang cukup dan terus menerus. Kegiatan-kegiatan yang dilaksankan setiap harinya harus menggunkan listrik, mulai dari kegaiatn rumah tangga seperti memasak hingga kebutuhan lain yang lebih besar dan melibatkan banyak orang. Mengingat hal tersebut maka perlu adanya perencanaan dan pembangunan pembangkit listrik yang dapat memenuhi kebutuhan daya listrik oleh masyarakat. Sampai tahun 2000 pertumbuhan kelistrikan di Indonesia mencapai 10% pertahunnya. Dari keseluruhan kapasitas pembangkit yang ada, 56% merupakan pasokan dari PT PLN (Persero) dan sisanya adalah milik swasta (independent power plant), koperasi, dan captive power (untuk keperluan sendiri) yang dimiliki oleh industri. Menurut Sugiyono (2003), dari keseluruhan pembangkit listrik yang ada di Indonesia, batu bara memiliki peranan yang cukup tinggi yakni sebesar 34,5% disusul gas bumi sebesar 30,4%. Berikutnya adalah tenaga diesel sebesar 21%, tenaga air 10,9% dan panas bumi sebesar 3,2%. Hal menarik yang terakhir dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi krisis listrik di Indonesia adalah pembangunan PLTU batubara 10.000 MW. Disatu sisi krisis listrik akan tertanggulangi, namun disisi lain pembangunan PLTU batubara akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi lingkungan. Isu lingkungan ini bukanlah hal yang baru, pada konferensi PBB tahun 1972 di Swedia tentang lingkungan dibahas mengenai bagaimana mencari keseimbangan kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan. Bagi banyak negara berkembang isu ini merupakan hal yang sangat krusial. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara saat ini menjadi sangat penopang krisis listrik. Tetapi juga batubara sebagai bahan bakar akan menimbulakan efek berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang dihasilkan dapat berupa SO 2 , NO 2 , CO, CO 2 , VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polusi ini akan menyebar dari sumbernya melalui proses dispersi dan deposisi, yang dapat menurunkan kualitas udara, tanah dan air. Polutan-polutan yang dihasilkan energi fosil yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berikut adalah dampak yang dihasilkan oleh polutan tersebut : - SO X adalah sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit pernapasan. - NO X , yang bersama SO X menyebabkan fenomena hujan asam. Fenomena hujan asam ini berakibat buruk bagi industri peternakan dan pertanian. - CO X membentuk lapisan yang menyelebungi permukaan bumi dan menimbulkan efek rumah

Upload: hary-anugrah

Post on 26-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sebagai referensi

TRANSCRIPT

Page 1: penanganan-limbah-pltu

Vol. 1, No. 2, Mei 2010 ISSN : 2085-8817

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

71

PENANGGULANGAN LIMBAH PLTU BATUBARA

Iswan Program Studi Teknik Elektro Universitas Khairun, Ternate

Abstrak

Pembangkit listrik tenaga uap saat ini merupakan pilihan pemerintah dalam menanggulangi krisis listrik. Tetapi di lain pihak penggunaan batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan efek berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang dihasilkan dapat berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Salah satu metode penggulangan limbah batubara adalah teknik flue-gas desulfurization (FGD). Teknologi ini menggunakan batu kapur (Ca(OH)2) sebagai bahan bakunya. Hasil yang diperoleh dari penanggulangan emisi pembangkit listrik tenaga uap ini adalah gipsum sebanyak 9,63 ton/hari dan abu sebanyak 30,678 ton/hari. Kata Kunci : Tenaga uap, batubara, emisi, batu kapur, gipsum

Abstrack

Waste Tackling of Fueled Electrical Power Plant. Steam power plant is now a choice of government in overcoming the power crisis. But on the other hand the use of coal as a fuel will cause effects of pollutant emissions. Emissions generated can be SO2, NO2, CO, CO2, HCV (Volatine Hydrocarbon) and SPM (Suspended Particulate Matter). One method is the technique of coal waste is flue-gas desulfurization (FGD). This technology uses limestone (Ca(OH)2) as the raw material. Results obtained from the reduction of steam power plant emissions are 9.63 tons of gypsum / day and ash as much as 30.678 tons / day. Key Word : Steam power, coal, emissions, limestone, gypsum 1. Pendahuluan Listrik merupakan kebutuhan pokok manusia, oleh karena itu perlu adanya suplay listrik yang cukup dan terus menerus. Kegiatan-kegiatan yang dilaksankan setiap harinya harus menggunkan listrik, mulai dari kegaiatn rumah tangga seperti memasak hingga kebutuhan lain yang lebih besar dan melibatkan banyak orang. Mengingat hal tersebut maka perlu adanya perencanaan dan pembangunan pembangkit listrik yang dapat memenuhi kebutuhan daya listrik oleh masyarakat. Sampai tahun 2000 pertumbuhan kelistrikan di Indonesia mencapai 10% pertahunnya. Dari keseluruhan kapasitas pembangkit yang ada, 56% merupakan pasokan dari PT PLN (Persero) dan sisanya adalah milik swasta (independent power plant), koperasi, dan captive power (untuk keperluan sendiri) yang dimiliki oleh industri. Menurut Sugiyono (2003), dari keseluruhan pembangkit listrik yang ada di Indonesia, batu bara memiliki peranan yang cukup tinggi yakni sebesar 34,5% disusul gas bumi sebesar 30,4%. Berikutnya adalah tenaga diesel sebesar 21%, tenaga air 10,9% dan panas bumi sebesar 3,2%. Hal menarik yang terakhir dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi krisis listrik di Indonesia adalah pembangunan PLTU batubara 10.000 MW. Disatu sisi

krisis listrik akan tertanggulangi, namun disisi lain pembangunan PLTU batubara akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi lingkungan. Isu lingkungan ini bukanlah hal yang baru, pada konferensi PBB tahun 1972 di Swedia tentang lingkungan dibahas mengenai bagaimana mencari keseimbangan kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan. Bagi banyak negara berkembang isu ini merupakan hal yang sangat krusial. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara saat ini menjadi sangat penopang krisis listrik. Tetapi juga batubara sebagai bahan bakar akan menimbulakan efek berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang dihasilkan dapat berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polusi ini akan menyebar dari sumbernya melalui proses dispersi dan deposisi, yang dapat menurunkan kualitas udara, tanah dan air. Polutan-polutan yang dihasilkan energi fosil yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berikut adalah dampak yang dihasilkan oleh polutan tersebut : - SOX adalah sumber gangguan paru-paru dan

berbagai penyakit pernapasan. - NOX , yang bersama SOX menyebabkan fenomena

hujan asam. Fenomena hujan asam ini berakibat buruk bagi industri peternakan dan pertanian.

- COX membentuk lapisan yang menyelebungi permukaan bumi dan menimbulkan efek rumah

lenovo
Typewritten text
https://jurnaldinamika.files.wordpress.com/2012/07/penanganan-limbah-pltu.pdf
Page 2: penanganan-limbah-pltu

Vol. 1, No. 2, Mei 2010 ISSN : 2085-8817

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

72

kaca (green house effect). Efek rumah kaca menyebabkan pergeseran keadaan cuaca.

- Partikel debu yang mengandung unsur radioaktif yang berbahaya jika terhisap masuk ke paru-paru.

Terdapat pula logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se yang kadarnya jauh dari ambang batas khususnya yang berada disekitar pembangkit listrik tenaga uap. 2. Metode Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer berupa sampel kualitas udara sebagai data awal. Disamping itu perlu juga data sekunder berupa data kecepatan dan arah angin, serta temperatur dan kelembaban udara. Kedua data ini kemudian diolah dan dimasukkan dalam persamaan yang ditetapkan sesuai dengan model pendekatan. a. Menentukan nilai standar deviasi horizontal dan

vertikal Penentuan nilai standar deviasi baik secara horizontal maupun vertikal tergantung pada struktur turbulensi atau stabilitas pada atmosfer.

b. Menentukan konsentrasi emisi gas Penentuan nilai konsentrasi antara konsentrasi SO2 dan abu. Pada konsentrasi abu, fraksi berat ukuran partikel akan dikalikan dengan dispersi partikel, dengan mengikuti persamaan :

2y

2

zyz)y,(x,

B-expσσµ π

QC

dimana :

100µVt.x-HB

dengan Vt adalah kecepatan alir gas buang (meter/detik) Pada perhitungan nilai konsentrasi emisi gas, konsentrasinya mengikuti persamaan :

2z

2

zyy,0)(x,

σ

H-21-exp

σσµ πQC

c. Menenetukan dan menghitung hasil dari limbah

yang dihasilkan dari pembakaran batubara. 3. Hasil Penelitian Untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik khususnya pada penggunaan batubara, maka perlu dilaksanakan pencegahan dengan penggunaan teknologi yang hasil akhirnya dapat menguntungkan secara ekonomi. Salah

satu metode sudah banyak dilakukan adalah teknik flue-gas desulfurization (FGD). Teknologi ini menggunakan batu kapur (Ca(OH)2) sebagai bahan bakunya. Proses ini dimulai dengan memasukkan gas buang ke fasilitas FGD. Dalam FGD ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang akan teroksidasi oleh oksigen yang kemudian menghasilkan SO3. Gas buang ini kemudian didinginkan dengan menggunakan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat ini kemudian direaksikan dengan kapur sehingga hasil akhirnya adalah gipsum (gypsum). Hasil samping dari FGD disebut dengan gipsum sintetis yang senyawa kimianya sama dengan gipsum alam. Gipsum yang dihasilkan sangat bernilai ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum ini dapat dibuat papan gipsum (gypsum board) yang dipakai untuk plafon (langit-langit rumah), dinding penyekat (partition board) dan pelapis dinding (wall board). Selain penggunaan FGD juga ada teknologi yang dapat menjinakkan polutan penyebab hujan asam. Alat tersebut dikenal dengan nama electeron beam machine (MBE) atau mesin berkas elektron. Pada prinsipnya alat ini bekerja menghasilkan berkas elektron dari filamen logam tungsten yang dipanaskan. Berkas elektron kemudian difokuskan dan dipercepat di tabung akselator yang bertegangan dua juta volt. Gas buang yang mengandung sulfur dan nitrogen diirradiasi dengan berkas elektron dalam suatu tempat yang mengandung gas amonia, sehingga sulfur dan nitrogen berubah menjadi amonium sulfat dan amonium nitrat. Proses ini diawali dengan pendinginan SOx dan NOx dengan menyemburkan air. Campuran senyawa ini kemudian ditambahkan dengan gas amonia dan dialirkan dalam tabung pereaksi (vessel). Senyawa yang mengalir dalam tabung rekasi kemudian diirradiasi dengan berkas elektron. Kemudian masih dalam pengaruh irradiasi, senyawa ini bereaksi dengan air sehingga menghasilkan produk antara (intermediate product) berupa asam sulfat dan asam nitrat. Produk antara ini kemudian bereaksi dengan amonia sehingga menghasilkan produk akhir berupa amonium sulfat dan amonium nitrat. Senyawa inilah dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk sulfat dan pupuk nitrogen dengan wujud fisik berupa kristal/partikel. Teknologi irradiasi telah dipelajari di Jepang. Penelitian ini dilakukan oleh lembaga penelitian atom Jepang (JAERI) dengan Ebara. Hasilnya adalah 95% gas SOx dan 85% gas NOx dirubah dengan menggunakan berkas elektron sebesar 15 kGy. Keuntungan memakai electeron beam machine (MBE) dalam menjinakkan gas polutan diantaranya prosesnya dilakukan secara serentak dalam waktu yang singkat, prosesnya pun adalah proses kering dalam satu tingkat

Page 3: penanganan-limbah-pltu

Vol. 1, No. 2, Mei 2010 ISSN : 2085-8817

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

73

dan hasil akhirnya berupa bahan baku pupuk yang dapat dimanfaatkan dalam sektor pertanian. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang dihitung mempunyai kapasitas 2 x 15 MW. Disamping energi listrik yang dihasilkan, pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan abu. Kualitas batubara yang digunakan adalah batubara yang memiliki kandungan sulfur 0,45%, kandungan abu sebesar 5,1%, dan nilai kalori sebesar 5.250 kkal/kg. Jenis batubara tersebut adalah subbitumius Sedangkan temperatur pembakaran sekitar 1.200°C. Berdasarkan analisis kandungan batubara dan kebutuhan pembangkit listrik maka prakiraan penggunaan batubara untuk dua unit pembangkit (2 x 15 MW) adalah sekitar 607 ton/hari atau 7.025.462,9 mg/detik. Dari data tersebut maka prakiraan besar emisi gas dapat dihitung dengan melakukan pendekatan matematika serta prakiraan kelengkapan peralatan pengendali pencemar, diantaranya :

a. Untuk menekan emisi debu, digunakan Electrostatic Precipitator (ESP) yang mempunyai efisiensi 99%.

b. Untuk menekan emis gas NOx dipakai Low NOx Combustion.

c. Unit Flue Gas Desulfurizazi (FGD) dengan efisiensi 70% dipakai untuk menekan gas SO2, dengan menggunakan bahan baku kapur dan air.

Prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10% akan mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (bottom ash) dan sisanya berupa abu terbang (fly ash) yang diemisikan melalui cerobong ke udara bebas (udara ambien). Abu dasar (bottom ash) sebesar 35.829,86 mg/detik dan jumlah abu terbang (fly ash) sebanyak 322.468,75 mg/detik. Dari jumlah abu terbang (fly ash) 99% atau sekitar 319.244,06 mg/detik akan tertangkap oleh alat Electrostatic Precipitator (ESP). Sedangkan sisanya sebanyak 32.246,69 mg/detik akan teremisi keluar melalui cerobong (stack). Untuk prediksi jumlah gas SO2 yang akan diemisikan adalah akibat pembakaran batubara yang mengandung sulfur berubah menjadi SO2 dengan berat ekivalen sebesar 2, maka gas SO2 yang diemisikan pada saat pembakaran batubara sebesar 63.229,17 mg/detik. Gas SO2 dan debu yang teremisi ke udara bebas melalui cerobong (stack) yang telah didesain dengan tinggi dan ukuran tertentu, sehingga konsentrasi gas dan debu yang keluar tidak akan melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan. Untuk menanggulangi dampak yang dihasilkan oleh batubara sebagai bahan bakar pemabangkit listrik tenaga uap, maka dilakukan pemasangan unit flue-gas desulfurization (FGD) untuk penanggulangan sulfur dan unit Electrostatic Precipitator (ESP) untuk menangkap debu yang dihasilkan oleh batubara. Kedua alat ini dipasang secara bersamaan dan harus terus

digunakan karena pembangkit listrik ini bekerja selama 24 jam terus-menerus. Pemasangan unit flue-gas desulfurization (FGD) Salah satu metode yang digunakan dalam menurunkan emisi gas SO2 adalah menggunakan flue-gas desulfurization (FGD) dengan cara penyemprotan slurry atau Ca(OH)2. Adapun cara kerja dan kebutuhan bahan baku limostone (CaCO3) dalam unit flue-gas desulfurization FGD sebagai berikut : Reaksi kimia yang terjadi pada FGD adalah SO2 + Ca(OH)2 + O2 CaSO4 + H2O, berdasarkan perhitungan gas SO2 yang akan diemisikan sebesar 63.229,17 mg/dtk atau 227,63 kg/jam, sehingga mol SO2 menjadi :

Mol SO2 = 64

227,63 = 3,5567 mol SO2

Reaksi kimia yang terjadi di dalam FGD adalah : pembakaran kapur (CaCO3); CaCO3 → CaO

+ CO2 penambahan air; CaO + H2O Ca(OH)2

Mol SO2 ekivalen dengan mol CaO maka: Banyaknya Ca dalam CaO adalah 142,268 kg/jam dan banyaknya S dalam SO2 adalah 113,814 kg/jam. Rasio antara Ca : S = 1,5 Ca(OH)2, sehingga banyaknya Ca(OH)2 yang akan dimasukkan dalam FGD agar bereaksi dengan yang SO2 adalah :

SBanyaknyaCaBanyaknya

= ratio Ca (OH)2

113,814142,268

= 1,25 ratio Ca(OH)2

Ratio Ca(OH)2 adalah 1,25 :1,5 = 0,83 Banyaknya Ca(OH)2 yang dibutuhkan adalah 218,45 kg/jam.

mol Ca(OH)2 = 74

218,45 = 2,95 kg/jam

Banyaknya kapur (CaCO3) yang dibutuhkan untuk menghasilkan Ca(OH)2 adalah 295 kg/jam dan kapur tohor (CaO) yang dihasilkan dalam pembakaran CaCO3 adalah 165,2 kg/jam Banyaknya gipsum (CaSO4) yang dihasilkan sebanyak 53,1 kg/jam atau 0, 531 m3/jam. Sehingga dengan demikian selurus proses dalam unit flue-gas desulfurization (FGD) ini membutuhkan batu kapur sebanyak 295 kg/jam atau 7,08 ton/hari dan air (H2O) adalah 0,531 m3/jam atau 18,74 m3/hari. Gypsum (CaSO2) yang diperoleh sebanyak 401,2 kg/jam atau 9,63 ton/hari. Pemasangan unit Electrostatic Precipitator (ESP) Berdasakan prediksi jumlah batubara yang digunakan yaitu sebanyak 607 ton/hari atau 7.025.462,9 mg/detik, 5,1% diantaranya atau sekitar 358.298,61 mg/detik berupa abu (ash). Sebanyak 10% dari abu yang dihasilkan akan menjadi abu dasar (bottom ash) karena

Page 4: penanganan-limbah-pltu

Vol. 1, No. 2, Mei 2010 ISSN : 2085-8817

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

74

mengendap secara alami, dan sisanya akan terbang menjadi abu terbang (fly ash).

- Abu dasar (bottom ash) yang dihasilkan adalah 10% x 358.298,61 mg/detik sama dengan 35.892,86 mg/detik.

- Abu terbang (fly ash) sebanyak 90% x 358.298,61 mg/detik akan sama dengan 322.468,749 mg/detik.

Dengan menggunakan peralatan Electrostatic Precipitator (ESP) dengan efisiensi 99% maka abu terbang tersebut akan tertangkap. Adapun jumlah abu yang tertangkap adalah 99% x 322.468,749 mg/detik atau sama dengan 319.244,06 mg/detik. Dengan demikian maka jumlah abu yang tertampung dan akan dibawa adalah sekitar 355.073,92 mg/detik atau 30,678 ton/hari. Abu yang tertampung dapat dijual untuk kebutuhan di pabrik semen atau pada pembuatan paving block. 4. Kesimpulan

a. Kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 2 x 15 MW sebesar 607 ton/hari. Batubara tersebut memiliki kandungan sulfur 0,45% dan kandungan abu 5,1%. Dari jumlah tersebut, gas SO2 yang termisikan ke udara bebas sebesar 63.229,17 mg/detik dan debu yang teremisi sebesar 32.246,69 mg/detik.

b. Hasil lain yang diperoleh dari penanggulangan emisi pembangkit listriki tenaga uap ini adalah gipsum sebanyak 9,63 ton/hari dan abu sebanyak 30,678 ton/hari. Gipsum digunakan pada bangunan yaitu untuk plafon bangunan dan abu dipakai pada campuran semen dan industri paving block.

Daftar Pustaka

Akhadi, Mukhlis. 2000. Menuju PLTU Ramah Lingkungan. Majalah Elektro Indonesia Nomor 34 tahun VI.

Anonim. 2001. Meningkatkan Efisiensi PLTU Batubara. Majalah Elektro Indonesia. (http://www.elektroindonesia.com/elektro/ener35.html, diakses 20 Januari 2005).

Davis, L., David A. Cornwell. 1991. Introduction To Environmental Engineering. Mc Graw-Hill, Inc.

Fandeli, Chafid. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya Dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta.

Kadir, Abdul. 1995. Energi, Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kadir, Abdul. 1996. Pembangkit Tenaga Listrik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Munn, R.E., 1979. Enviromental Impact Assesment Principle And Procedures. John Willey & Sons. Chichaster.

Muller, R. Schiffers. 1988. Pressurerized Coal Gasification for the Combined-Cycle Process. VGB Kraftwerkstechnik, number 10.

Penner, S.S., L. Icerman. 1974. Energy Volume I. Demands, Resources, Impact, Technology and Policy. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Massachusetts.

Sugiyono, Agus. 1996. Teknologi Daur Kombinasi Gasifikasi Batubara Terintegrasi. Hasil-hasil Lokakarya Energi hal. 663-675 Pertamina-KNI-WEC.

Sugiyono, Agus. 2003. Analisis Pengambilan Keputusan untuk Perencanaan Pembangkit Tenaga Listrik. Laporan Teknis, P3TKKE. BPPT. Jakarta.

Tribuana, Nanan. 1998. PLTN : Faktor Pencemaran Lingkungan dan Gangguan Kesehatan. Majalah Elektro Indonesia Edisi Empat Belas. (http://www.elektroindonesia,com/elektro/ener14b.html. diakses 20 Januari 2005).

Wibowo, Rony Seto. Sidarjanto. 2002. Studi Multi Obyektif Economy-Emission Dispatch Untuk Mengurangi Emisi SO2

Pada Sistem Tenaga Listrik. Proceeding Seminar Sistem Tenaga Elektrik III, ITS. Surabaya.