penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

96
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan penduduk serta memperbaiki umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata- rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2000). Bahkan di masa datang, jumlah lanjut usia di Indonesia semakin bertambah. Pada lansia, osteoartritis adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama impairment dan disabilitas. Osteoartritis merupakan suatu keadaan patologi yang mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, di mana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, di mana perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (kartilago hialin) berkenaan dengan perubahan biokimia di bawah permukaan kartilago yang akan meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Akibat dari ketidak seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas

Upload: hoangthuan

Post on 09-Dec-2016

238 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional,

telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan

ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas

kesehatan penduduk serta memperbaiki umur harapan hidup manusia. Akibatnya

jumlah penduduk yang berusia lanjut diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-

rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar

(Nugroho, 2000). Bahkan di masa datang, jumlah lanjut usia di Indonesia semakin

bertambah.

Pada lansia, osteoartritis adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang

paling sering dijumpai di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama

impairment dan disabilitas. Osteoartritis merupakan suatu keadaan patologi yang

mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, di mana terjadi pembentukan osteofit

pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan

elastisitas dari sendi. Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami

kerapuhan, di mana perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi

(kartilago hialin) berkenaan dengan perubahan biokimia di bawah permukaan

kartilago yang akan meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Akibat dari ketidak

seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi

pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas

Page 2: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

2

sebagai corpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak.

Reparasi berupa sclerosis terjadi pada tulang subchondral. Tulang di bawah

kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian

dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk

sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit,

ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan

mengeritasi membran sinovial di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri

dan kemudian akan menimbulkan hidrops. Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf

polimodal yang terdapat di sekitar sendi karena terbentuknya osteofit serta adanya

pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka akan

menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. Pada kapsul-ligamen sendi akan terjadi

iritasi dan pemendekan, hal ini disebabkan karena imobilisasi dan kelenturan

colagen yang berkurang, pelunakan lapisan rawan yang diikuti oleh pecahnya

permukaan sendi, terjadinya pengerasan pada tulang di bawah lapisan rawan

sehingga kelenturan berkurang. Kemudian terjadi kontraktur jaringan ikat maupun

kapsul sendi sehingga lingkup gerak sendi semakin lama semakin sempit.

Pada lansia proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan

sinovial persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan

ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan lingkup gerak sendi,

sehingga mengurangi gerakan persendian. Adanya keterbatasan pergerakan dan

berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut (Tortora &

Grabowski, 2003). Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan

aktivitas fisik (physical activity) dan latihan (exercise), sehingga akan

Page 3: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

3

mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity

daily living atau ADL) (Wold, 1999). Aktivitas fisik pada lansia terdiri self care

(pemeliharaan diri), work, leisure, pleassure, sport dan hobby. Penurunan

aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living atau ADL) akan

mempengaruhi Quality of Life lansia. Di mana Health related Quality of Life

(HRQL) ada tiga dimensi: komponen fungsi fisik ( ADL dan IADL), komponen

psikologi dan komponen sosial.

Bagi lansia, ada beberapa indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi

pergerakan, yaitu endurance (daya tahan), muscle strength (kekuatan otot), gait

speed (kecepatan jalan) dan lingkup gerak sendi (LGS) (Easton, 1999).

LGS dapat diartikan sebagai pergerakan maksimal yang dimungkinkan

pada sebuah persendian (Kozier et al., 2004). Pada usia 45s/d 70 tahun, LGS

sendi paha dan sendi lutut akan menurun sekitar 20%, (Miller dan Alexander,

2003). Pada sendi lutut terdapat 25% komponen yang mengalami kekakuan (pada

posisi fleksi), disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan

menurunkan fleksibilitas sendi. Pada sendi lutut, karena berfungsi sebagai

penopang tubuh maka mempunyai struktur ligamentum yang lebih kuat dan

banyak dari pada sendi siku walaupun keduanya sama-sama berjenis sendi engsel.

Hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekakuan yang lebih

besar pada sendi lutut tersebut (Totora dan Grabowski, 2003).

Menurut Jenkins (2005) penurunan LGS disebabkan oleh tidak adanya

aktivitas fisik. Untuk mempertahankan LGS sendi pada keadaan normal dan otot

harus digerakkan secara optimal dan teratur. Aktivitas LGS juga dianjurkan untuk

Page 4: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

4

terapi yang dapat mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, yang

dapat mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, yang akan

meminimalkan pembentukan kontraktur. Latihan untuk memperbaiki LGS aktif

dalam jenis Latihan gerak aktif yaitu latihan isotonik yang dapat memperbaiki

tonus dan massa, kekuatan otot dan ketahanan fleksibilitas sendi (Kisner dan

Colby 1996).

Traksi/ translasi adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani

disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Traksi/

translasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada

kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan.

Gerakan traksi/ translasi didasari oleh gerak artrokinematika. Pemberian

traksi/translasi dapat menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan

sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada

permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. Gerakan yang berulang-ulang pada

traksi/ translasi akan memperbaiki mikrosirkulasi dan cairan yang ke luar akan

lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan meningkat dan jaringan

lebih elastis. Selain itu unsur gerak traksi/translasi hampir sama dengan gerak

fisiologis dari sendi lutut baik fleksi maupun ekstensi sehingga dapat menambah

dan mempertahankan elastisitas dari kapsul, ligamen, juga otot.

Latihan adalah salah satu jenis aktivitas fisik dengan gerakan yang

direncanakan, terstruktur dan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan maupun kebugaran jasmani (physical fitness). Latihan dan

aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan pergerakan dalam batas-batas

Page 5: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

5

normal persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas (Wold, 1999).

Latihan yang diutamakan pada kelenturan sendi dengan peregangan maksimal dan

secara bertahap ditingkatkan dengan latihan kekuatan, namun harus dilakukan

secara hati-hati dan perlahan, latihan yang digunakan termasuk jenis latihan LGS

ringan dengan penyesuain dosis dalam kategori latihan LGS smooth motion yakni

gerakannya perlahan namun pasti dalam posisi full LGS dan tanpa nyeri

(Sukendro, 2007), teknik gerak LGS yang digunakan dalam latihan ini adalah

gerak sesuai bidang anatomi sendi lutut yakni gerak fleksi-ekstensi dan gerak

ditujukan untuk aktivitas sehari-hari (Activity daily living atau ADL) seperti

jongkok ke berdiri dan Toileting, dengan indeks Katz sehingga Quality of Life

akan meningkat (Kisner & Colby, 1996).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dilakukan penelitian mengenai

pengaruh Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif lebih

meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut

wanita lanjut usia.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

1. Apakah pemberian latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia ?

Page 6: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

6

2. Apakah penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat

meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut

usia ?

3. Ada perbedaan dari kedua perlakuan tersebut akan lebih meningkatkan

lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia ?

4. Apakah pemberian latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada

osteoartritis lutut wanita lanjut usia ?

5. Apakah penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat

mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia ?

6. Ada perbedaan dari kedua perlakuan tersebut akan lebih mengurangi

nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia ?

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat disusun sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui metode perlakuan yang paling baik di antara metode

yang diteliti dalam rangka memperbaiki lingkup gerak sendi dan mengurangi

nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia, sehingga dapat digunakan pada

aktivitas sehari-hari.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bahwa latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak

sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

Page 7: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

7

2. Untuk mengetahui bahwa penambahan taksi/ translasi pada latihan gerak aktif

dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut

usia.

3. Untuk mengetahui bahwa dari kedua perlakuan tersebut mana yang lebih

meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

4. Untuk mengetahui bahwa latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada

osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

5. Untuk mengetahui bahwa penambahan taksi/ translasi pada latihan gerak aktif

dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

6. Untuk mengetahui bahwa dari kedua perlakuan tersebut mana yang lebih

mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1.4.1. Manfaat Keilmuan

Untuk memperbaiki pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan

masalah mengenai latihan yang tepat untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan

mengurangi nyeri pada osteoartritis sendi lutut bagi lansia.

1.4.2. Bagi IPTEK

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya bagi lansia dengan adanya data-data penelitian yang menunjukkan

Page 8: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

8

pengaruh penambahan Traksi/ Translasi pada Latihan gerak aktif terhadap

peningkatan Lingkup Gerak Sendi dan pengurangan Nyeri pada osteoartritis lutut

wanita lanjut usia.

1.4.3. Manfaat Praktis

Menambah khasanah pengetahuan mengenai macam latihan dan dosis

latihan yang tepat yang nantinya berdampak pada keberhasilan terapi.

1.4.4. Bagi Masyarakat khususnya lanjut usia

Sebagai masukan kepada lansia dan ke luarganya serta bagi masyarakat

untuk menyadari pentingnya latihan fisik agar tercapainya derajat kesehatan yang

optimal.

Page 9: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Menua dan Teori Menua

Menua (menjadi tua atau aging) adalah suatu proses penurunan secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejar (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Darmojo & Martono, 2004).

Batasan usia pada lansia (Badrusshalih, 2008) adalah sebagai berikut : (1)

menurut WHO meliputi usia pertengahan atau midlle age (45-59 tahun), lanjut

usia pertama atau elderly (60-74 tahun), lanjut usia kedua atau old (75-90 tahun),

sangat tua atau very old (usia di atas 90 tahun), (2) menurut UU No. 13 tahun

1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyatakan bahwa lansia atau seseorang

yang mencapai usia 60 tahun, (3) menurut Depkes dijelaskan bahwa kelompok

menjelang usia lanjut meliputi 45-54 tahun sebagai masa vibrilitas, usia 55-64

tahun sebagai presenium dan usia 65 tahun ke atas sebagai senium.

Menurut Pudjiastuti & Utomo (2003), bahwa penuaan dapat terjadi secara

fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological

aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan

dibagi menjadi 2, yaitu (1) penuaan sesuai kronologis usia (penuaan primer) yang

dipengaruhi oleh faktor endogen, di mana perubahan dimulai dari sel, jaringan,

organ dan sistem pada tubuh, (2) penuaan sekunder yang dipengaruhi oleh faktor

eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup. Faktor eksogen dapat

Page 10: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

10

juga mempengaruhi faktor endogen, sehingga dikenal faktor resiko. Faktor resiko

tersebut yang menyebabkan penuaan patologis (pathological aging).

Bertambah tua atau lansia selalu berhubungan dengan penurunan tingkat

aktivitas fisik. Hal ini disebabkan oleh 3 hal, yaitu : (1) perubahan pada struktur

dan jaringan penghubung (kolagen dan elastin) pada sendi, (2) tipe dan

kemampuan aktivitas pada lansia berpengaruh sangat signifikan terhadap struktur

dan fungsi jaringan pada sendi, (3) patologi dapat mempengaruhi jaringan

penghubung sendi, sehingga menyebabkan functional limitation atau keterbatasan

fungsi dan disability. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan

tingkat aktivitas fisik lansia adalah genetik, kebiasaan hidup sebelumnya, trauma

atau kecelakaan, dan lain-lain (Gruccione, 2000).

Ada beberapa teori yang menerangkan proses menua antara lain :

1. Teori genetic clock

Menurut teori ini bahwa menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Dalam nucleus tiap spesies mempunyai suatu jam

genetik. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi tertentu dan

menghitung mitosis dan juga menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi

menurut konsep ini bila jam berhenti, maka akan meninggal dunia, meskipun

tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal

(Darmojo & Martono, 2004).

2. Teori eror catastrophe (mutasi somatik)

Salah satu faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor

lingkungan yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel

Page 11: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

11

tersebut, sehingga dapat memperpendek umur. Menurut teori ini, menua

disebabkan oleh kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, berupa

kesalahan dalam proses transkripsi (DNA RNA) maupun translasi (RNA

protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuk enzim yang

salah, akibatnya terbentuk reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan

mengurangi fungsional sel. Jika kesalahan dalam proses tranlasi (pembuatan

protein), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah

katastrup (Darmojo & Martono, 2004).

3. Teori rusaknya sistem imun tubuh

Adanya kerusakan sistem imun tubuh berbentuk sebagai proses

keteroimunitas maupun auto imunitas. Mutasi yang berulang dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self

recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen

permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap

sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.

Peristiwa inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autonium.

Di pihak lain, daya pertahanan sistem imun tubuh sendiri mengalami

penurunan akibat proses menua, daya seringnya terhadap sel kanker menjadi

menurut, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah yang menyebabkan

terjadinya kanker meningkat sesuai pertambahan umur (Suhana, 1994 yang

dikutip oleh Darmojo & Martono, 2004).

Page 12: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

12

4. Teori akibat metabolisme

Peristiwa menua akibat metabolisme tubuh sendiri, antara lain karena

kalori yang berlebihan, kurang aktivitas dan sebagainya (Darmojo & Martono,

2004).

5. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh jika

faqosit pecah. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan

bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultra violet

mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.

Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi

dengan DNA, protein anak lemak tidak jenuh, seperti dalam memberan sel dan

dengan gugur SH (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999).

Walaupun ada sistem penangkalan yang berbentuk enzim, seperti katalase,

glutation perosida, superoksida dismutase dan bentuk non enzimtik, seperti

vitamin C (asam askorbat), provitamin A (beta-karotin), Vitamin E (tocopherol),

namun sebagian radikal bebas tetap lolos bahkan semakin lanjut usia semakin

banyak radikal bebas terbentuk, sehingga pengerusakan terus terjadi, kerusakan

sel makin lama makin banyak yang akhirnya sel mati (Darmojo & Martono,

2004).

2.2 Perubahan Fisiologis Penuaan

Pada proses menua, perubahan fisiologis akan terjadi pada sistem

muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, respirasi, indra, dan integument. Pada

Page 13: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

13

penulisan ini akan dibahas perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal,

(Pudjiastuti & Utomo, 2003).

1. Sistem Muskuloskeletal

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang

tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan. Tarikan

linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas

pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya

mekaniknya karena penuaan, daya elastisitas dan kekakuan dari kolagen menurun

karena mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan (Pudjiastuti

& Utomo, 2003).

Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas

pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kekuatan

otot dan penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan

berjalan, serta terjadi hambatan dalam melakukan aktivitas setiap hari (Pudjiastuti

& Utomo, 2003).

b. Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulari dan akhirnya menjadi rata, sehingga kemampuan kartilago untuk

generasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif.

Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau

hilang secara bertahap. Kartilago mengalami klasifikasi di berbagai tempat

Page 14: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

14

persendian, sehingga fungsinya sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang

berpelumas menurun dengan konsekwensi kartilago pada persendian rentan

terhadap gesekan (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.

Akibat perubahan tersebut sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan nyeri,

keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas setiap hari (Pudjiastuti & Utomo,

2003).

c. Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi merupakan bagian

dari penuaan secara fisiologis. Trabecula longitudinal menjadi tipis dan trabekula

transversal terabsorbsi kembali, sehingga jumlah spongiosa berkurang dan tulang

kompakta menjadi tipis. Perubahan yang lain berupa penurunan estrogen sehingga

produksi osteoklast tidak terkendali, penurunan penyerapan kalium di usus,

peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan

ukuran tulang secara keseluruhannya menyebabkan kekakuan dan penurunan

kekuatannya. Hal ini berdampak terjadi osteoporosis yang selanjutnya dapat

mengakibatkan nyeri, deformitas dan traktur ( Pudjiastuti &Utomo, 2003).

d. Otot

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah

dan ukuran serabut otot, atrofi pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada

beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan

penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negatif. Efek tersebut adalah

Page 15: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

15

penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, perlambatan waktu reaksi dan

penurunan kemampuan fungsional (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

e. Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia pada lansia

mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartigo dan jaringan particular

mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan

klasifikasi pada kartigo dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya

sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi dan menimbulkan kekakuan sendi

(Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.3 Patologi Osteoartritis Lutut

Osteoarthritis merupakan gangguan atau kerusakan kartilago hialin sendi

yang melapisi ujung-ujung tulang di dalam persendian yang progresif lambat.

Walaupun penyebabnya masih belum diketahui secara jelas, para ahli

berpendapat, kerusakan sendi itu akibat stres mekanik (tarikan atau peregangan)

pada kartilago pada sendi patelofemoral. Stres mekanik memunculkan respons

pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan tulang baru

untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Dari situlah lalu muncul penebalan atau

tonjolan tulang yang tak teratur atau osteofit. Sudah pasti itu lalu mengganggu

jaringan di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri dan gangguan beraktivitas.

Suatu cidera tunggal jarang dapat merusak permukaan kartilago. Yang jauh lebih

sering adalah kelebihan beban yang berkali-kali akibat:

Page 16: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

16

a. Malkongruensi pada permukaan patelofemoral karena bentuk patella atau alur

interkondilus yang abnormal.

b. Malposisi mekanisme ekstensor, atau kelemahan vastus medialis, yang

menyebabkan patella miring, atau bersubluksasi, dan menahan beban lebih

berat pada satu permukaan daripada permukaan yang lain selama fleksi dan

ekstensi.

c. Kelebihan beban patelofemoral mengakibatkan perubahan pada kartilago

sendi dan tulang subkondral, tidak selalu pada tingkat yang sama. Oleh karena

itu, kartilago dapat tampak normal dan hanya sebatas memperlihatkan

perubahan biokimia seperti overhidrasi atau hilangnya proteoglikan,

sementara tulang yang mendasari menunjukan kongesti pembuluh darah

sebagai reaksi (penyebab nyeri potensial). Atau mungkin terdapat perlunakan

kartilago yang nyata dan fibrilasi, dengan atau tanpa hipertensi intraoseosa

subartikular.

Fibrilasi kartilago biasanya terjadi pada permukaan medial patela atau tepi

median, tetap terbatas pada daerah dangkal dan biasanya sembuh secara spontan.

Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih, yaitu:

a. Tahap pertama, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih

normal. Meskipun kadar proteoglikan berkurang, justru sintesis awal sel

rawan meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel

rawan yang bertambah. Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan dalam

menjaga keseimbangan antara aktivitas produksi dengan aktivitas destruksi

yang diperankan oleh enzim tadi yang dalam keadaan normal aktivitasnya

Page 17: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

17

rendah, jadi proteoglikan yang menurun tadi karena destruksinya melebihi

produksi, penurunan ini menimbulkan rawan sendi menjadi lunak secara lokal.

Warna matrik menjadi kekuningan kemudian timbul retakan dan terbentuknya

celah.

b. Tahap kedua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah

subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen.

c. Tahap ketiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista

dapat menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak

teratur.

d. Tahap keempat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan

difagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya

kondrosit mati, proteoglikans dan kolagen tidak diproduksi lagi dan matrik

memucat.

Tulang rawan hyalin memiliki fungsi sebagai shock-absorber dan

kegagalan fungsinya dapat memperberat kerja tulang rawan. Pada awal proses

patologi kemungkinan terjadi gangguan aktivitas metabolisme dan pada proses

lanjutan fungsi kondrosit mengalami kegagalan dan aktivitasnya menurun.

Keadaan ini menyebabkan kekurangan proteoglikan, di mana akan terjadi

kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin karena tekanan mekanis.

Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah

diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium

pyrophospatte dan hydroxyapatite) di antara persendian, dan kedua faktor di atas

dapat menimbulkan reaksi radang.

Page 18: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

18

Adapun gejala dan tanda klinis, di antaranya:

a. Nyeri di sepanjang daerah anterior lutut saat berjalan, berlari, naik turun

tangga, jongkok, atau melompat.

b. Nyeri anterior saat menaiki tangga, jongkok atau menuruni tangga.

c. Efusi berulang, terutama setelah beraktivitas atau keadaan istirahat.

d. Krepitasi atau bunyi gemeretak dan nyeri saat menggerakkan lututnya.

e. Pada saat istirahat gejala juga bisa muncul.

f. Deformitas berupa genu valgus.

g. Kaku sendi terutama pada saat pagi hari.

Otot berperan sebagai penggerak sendi juga berfungsi sebagai komponen

stabilisator aktif yang menjaga integritas sendi dan tulang saat pergerakan. Lutut

diperkuat oleh dua group otot yang besar yaitu group ekstensor dan group fleksor.

Group ekstensor adalah qudriceps dan group fleksor lutut adalah otot-otot

hamstring. Hanya sedikit otot bekerja semata-mata pada sendi lutut, sebagian

bekerja pada sendi panggul dan sebagian pergelangan kaki.

Kontraktur kapsul ligamen atau terbentuknya formasi abnormal cross link

pada jaringan yang timbul secara progresif lambat atau perlahan-lahan erena

proses immobilisasi sehingga menyebabkan kekakuan dan keterbatasan gerak

dengan pola kapsular pattern pada lutut adalah fleksi lebih terbatas dari ekstensi.

Pada awal immobilisasi sendi akan terjadi perubahan substansi

glyeosaminoglyeaus (GAG) dan air. Akibatnya ruang antar serabut kolagen

sempit dan menghambat antar serabut, sehingga jaringan ikat menurun

kelenturannya. kekakuan pada kapsul ligamen juga dapat disebabkan karena

Page 19: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

19

osteofit yang telah terbentuk mengiritasi pada jaringan sekitar sehingga

menyebabkan terjadinya proses inflamasi.

Dalam sirkulasi darah sering terjadi inflamasi atau peradangan timbul

setelah 24-36 jam setelah cidera yang merupakan suatu reaksi pada jaringan

karena trauma atau rangsangan yang menghasilkan cairan, zat-zat yang terlarut

dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan pada daerah cedera atau

iskemia.

2.4 Mekanisme timbulnya nyeri Osteoartritis lutut

Pada awal terjadi OA lutut kadang seseorang belum merasakan nyeri

namun setelah agak lama akan merasakan nyeri terutama setelah berdiri atau

berjalan lama dan hilang saat istirahat, namun pada tahap dini tidak sampai terjadi

nyeri yang menjalar ke daerah lain. Perasaan nyeri ini akan sangat mengganggu

aktivitas sehari-hari jika timbul pemprovokasian dari nyeri tersebut.

Pemprovokasian nyeri ini terjadi jika lutut pasien mendapat tekanan atau saat

menggerakkan lututnya, sehingga pasien akan berteriak nyeri saat tekanan tepat di

daerah nyeri.

Stres mekanik akan mengakibatkan kerusakan sendi dan memunculkan

respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan

tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Dari situlah kemudian

muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur atau disebut perkapuran.

Selanjutnya akan mengganggu jaringan di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri.

Penganturan nyeri pada tingkat saraf perifer, yaitu berupa sensasi yang di

Page 20: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

20

hantarkan oleh serabut saraf nyeri yaitu serabut A-delta dan C. rangsangan nyeri

ini biasa timbul akibat adanya gangguan metabolic dan penjempitan pada

polimodal di sekitar jaringan.

Kerusakan awal di mulai dari hyalin cartilago sendi lutut, dilanjutkan

pembentukan osteofit pada rawan sendi dan jarngan subchondral yang

menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang

rawan sendi), juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi seperti: tulang

subchondral, kapsul ligament yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat

berdekatan dengan sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan

sendi berkenaan dengan perubahan biokimiawi di bawah permukaan kartilago

yang meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh

proses kerusakan kartilago secara progresif. Akibat dari ketidakseimbangan antara

regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan

dan penglupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai korpus libera

yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak.

Gambar.2.1 Rontgen Osteoartritis lutut

Page 21: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

21

Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan

peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang dapat

membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta

terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan

berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya

penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan

terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi membrane synovialis di mana

terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops.

Karena terpaparnya ujung-ujung saraf polymodal yang terdapat di sekitar sendi

oleh karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan

jaringan lunak di sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri

gerak.

Konsep nyeri sejak dahulu adalah sebagai teori‘telephone exchange’ di

mana nosireseptor menerima impuls nyeri yang diteruskan oleh serabut saraf tepi

ke susunan saraf pusat sampai ke korteks serebri yang mampu menciptakan

kesadaran akan rasa nyeri FNamun konsep nyeri yang sekarang ini banyak

dipahami adalah konsep menurut Melzack dan Wall yang disebut dengan Gate

Control Theory. Teori ini mengemukakan bahwa:

“Ada dua macam serabut yaitu serabut tebal dan halus yang sama-sama

mengirim rasa nyeri melalui akar saraf belakang bersambung dengan sel saraf

yang dinamakan Tcell pada neuron kedua (interbuncial neurons) yang

berhubungan dengan sel saraf (SG-cell). Sel SG menekan rangsang nyeri yang

akan dikirim ke sel T. Rangsangan nyeri dari serabut yang tebal berfungsi

Page 22: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

22

memperkuat tekanan pada sel SG, sedangkan rangsangan nyeri dari serabut

yang halus bekerja untuk mengurangi sel SG, berarti sel SG adalah suatu

gerbang. Untuk menerima rasa nyeri yang masuk ke sel T, rasa nyeri dari

serabut tebal, gerbang ini menyempit, berakibat rangsangan kepada sel T

melemah. Bila rasa nyeri melalui serabut halus gerbang akan melebar,

rangsangan yang diterima menjadi lebih kuat. Membuka dan menutup gerbang

bukan saja dipengaruhi oleh dua macam serabut tersebut di atas, tetapi pusat

kontrol dari pusat pun mempengaruhi. Impuls rasa nyeri masuk melalui saraf

perifer ke pusat kolumna posterior dan sistem proveksi dorsolateral sebagai

pacu kontrol sentral mengumpulkan informasi, sifat dan letak rasa nyeri,

mengirim ke thalamus sebagai pusatnya, kemudian melalui desending afferent

fiber mengirim ke gerbang, yang akan membuka dan menutup gerbang”

Akibat nyeri akan menyebabkan spasme otot dan keterbatasan lingkup

gerak sendi. Jika hal ini dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kontraktur

sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas.

Akibat hilangnya stress mekanik normal menyebabkan susunan serabut

kolagen menjadi acak tidak bertauran dan terbentuklah abnormal cross link,

fibrous dan adhesi. Sehingga membatasi gerak luncur setiap serabut dan

menimbulkan kekakuan yang bersifat kapsular pattern. Kekakuan pada kaspsular

ligament juga disebabkan karena osteofit yang telah terbentuk mengiritasi pada

jaringan sekitar seperti kapsul ligament sehingga menyebabkan terjadinya proses

inflamasi. Bila kondisi ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan banyak

Page 23: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

23

keluhan seperti kekauan, penurunan kekuatan otot dan berkurangnya instabilitas

sendi.

2.5. Aktivitas Fisik Pada Lanjut usia

Lansia yang sehat, bugar dan produktif dapat diupayakan sejak usia muda

melalui aktivitas fisik atau olah raga terprogram. Kemampuan fungsional organ

tubuh akan mengalami penurunan yang lebih lambat pada orang yang menjalani

hidup aktif (active life), sebesar 0,4% - 0,5% pertahun dibandingkan dengan orang

yang hidup tidak aktif (sedentary life) sebesar 0,4% - 0,5% pertahun dibandingkan

dengan orang yang hidup tidak aktif (sedentary life), sebesar 0,75% - 1% pertahun

setelah usia 30 tahun (Brooks & Fahey, 1984; Putro, 1998).

Olah raga yang dilakukan secara benar akan memperbaiki fungsi paru dan

efisiensi kerja jantung, kemampuan otot skelet, kelenturan badan dan sendi,

membentuk tubuh serasi, padat dan kokoh, kolesterol high density lipoprotein,

kemampuan fisik, produktivitas serta kekuatan jiwa (Burke, 2001). Olah raga

akan menurunkan kolesterol low density lipoprotein, trigliserida, total kolesterol,

denyut jantung istirahat dan obesitas (Putro, 1998).

Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur dengan

gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dan

kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004). Banyak strategi untuk memperbaiki

kebugaran dan aktivitas fisik pada lansia, antara lain dengan cara memperbaiki

satu tahap saja dari keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya

kadang aktif menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya

Page 24: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

24

telah melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara teratur

(Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo & Martono, 2004)

menyatakan bahwa :

1. Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan keuntungan

bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain pengurangan resiko fraktur

peningkatan status kardiovaskuler dan kemampuan fungsional serta proses

mental.

2. Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan komplikasi.

3. Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara individual, dengan

tujuan yang khusus pada individu tersebut. Perhatikan khusus harus diberikan

pada jenis dan intensitas latihan, antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas

dan keadaan dalam hal apa latihan diberikan.

4. Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan secara intensif

misalnya berjalan.

5. Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus diransang untuk melakukan latihan

secara tetap.

Program latihan fisik bagi para lanjut usia harus memperbaiki

kemungkinan bahwa mereka akan menjalankan tingkatan aktivitas yang lebih

tinggi. Menurut Darmojo & Martono (2004), aktivitas sehari-hari pada lansia

dapat dikaji dengan menggunakan Indeks Katz, yang mengukur kemandirian

untuk mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, mempertahankan

kontinensia dan makan. Program latihan yang diberikan kepada lanjut usia

biasanya disesuaikan dengan latihan semasa mudanya. Latihan dengan intensitas

Page 25: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

25

ringan, secara umum didefinisikan sebagai latihan dengan < 50% kapasitas

aerobik maksimum : latihan sedang 50-70% kapasitas aerobik maksimum dan

latihan berat dengan > 70% kapasitas aerobik maksimum. Berikut adalah

komponen dan takaran latihan/olahraga bagi lanjut usia :

Tabel 2.1.

Komponen dan Takaran Latihan bagi Lansia

Komponen Cara Frekuensi Intensitas Lama Fleksibilitas Peregangan statis

: betis, hamstring, abductor paha

Tiap hari Harus menimbulkan rasa teregang bukan nyeri

15 detik / kelompok otot.

Daya tahan Jalan-jalan naik bukti atau tangga atau step up. Golf, membawa atau menarik tas. Bersepeda. Berenang

> 4 x / mgg Sampai tingkat cukup atau moderat (pendapat penderita sendiri), 50-70% denyut nadi maksimal.

20-30 menit/hari

Kekuatan Otot tertentu. Kontraksi Kelompok otot dan gerakan sehari-hari

2-3x/mgg 3 set Kelompok otot

Intensitas sedang-berat

2-3 set setiap gerakan

Keseimbangan Sikap kewaspadaan/ sikap tubuh bersandar Tai chi dan gerakan berdansa. Berpindah tempat/berbalik badan.

1-3x/mm Bervariasi Tergantung dari tingkat supervise dan fungsi keseimbangan

Sumber : Darmojo dan Martono, 2004

Berdasarkan tipe kontraksi otot yang digunakan pada saat latihan, dibagi

menjadi kontraksi isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isometrik terjadi

Page 26: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

26

ketegangan pada panjang otot yang konstan meski tidak terjadi pemendekan otot.

Pada kontraksi isotonik ketegangan otot tetap konstan ketika panjang otot

berkurang. Pada latihan isotonik terjadi pemendekan otot akibat kontraksi otot dan

pergerakan aktif. Hampir semua aktivitas fisik sehari-hari termasuk latihan

isotonik, seperti berlari, berjalan, berenang dan latihan berbentuk LGS aktif.

2.6. Anatomi terapan dan biomekanik lutut

Lutut merupakan sendi yang aneh bentuknya. Bila dilihat permukaan sendi

nampak bahwa permukaan sendi dari tulang femur dan tulang tibia tidak ada

kesesuaian bentuk. Kedua condylus femur membentuk sejenis katrol sedang tibia

di antaranya lebih rata. Pada bagian dorsal terdapat simpai sendi yang kuat serta

diperkuat oleh berbagai ligamentum. Rongga sendi lutut sangat luas dan

melanjutkan diri ke dalam recessus suprapatellaris. Di dalam lutut terdapat

ligamentum cruciatum anterior dan ligamentum cruciatum posterior. Di sebelah

medial dan lateral terdapat ligamentum collateral medial dan ligamentum

collateral lateral. Keempat ligamentum tersebut sepertinya mengemudikan lutut

dalam gerakan antara fleksi dan ekstensi (De wolf and J.M.A, Mens , 1994).

Aksis gerakan lutut fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi

yaitu melewati condylus femoris. Untuk gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada

daerah condylus medialis (Kapandji, 1987).

Osteokinematika yang terjadi pada sendi lutut adalah gerakan fleksi dan

ekstensi pada bidang sagital dengan luas gerak sendi fleksi antara 120-130 bila

posisi hip mencapai fleksi penuh. Untuk gerakan ekstensi luas gerak sendi 0

tetapi bisa 5-10 jika terdapat hiperekstensi lutut. Gerakan memutar pada bidang

Page 27: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

27

rotasi untuk gerakan endorotasi dengan luas gerak sendi antara 30-35.

Sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 dari posisi awal mid posisi, gerakan

ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 (Kapandji, 1987).

Otot-otot yang menggerakan sendi lutut dikelompokkan menjadi dua

bagian yang terdiri dari otot quadriceps yang merupakan kelompok otot dari (1)

m. rectus femoris, (2) m. vastus intermedius , (3) m. vastus medius, (4) m. vastus

lateralis. Dan otot bagian belakang yaitu hamstring berfungsi sebagai penggerak

sendi lutut ke arah fleksi, yang terdiri dari (1) m. biceps femoris caput longum

dan brevis, (2) m. semi tendinosus, (3) m. semi membranosus. Otot-otot pembantu

gerakan fleksi lutut antara lain m. popliteus dan m. gastrocnemius. Sedangkan

untuk gerakan eksternal rotasi dilakukan oleh (1) m. biceps femoris dan (2) m.

tensor facialata. Dan gerakan internal rotasi dilakukan oleh (1) m. popliteus,(2)

m. gracilis, (3) m. hamstring.

Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (cembung) maka gerakan

yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi femur rolling

ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk gerakan ekstensi, rolling ke

depan dan sliding ke belakang ,dan jika tibia (cekung) bergerak fleksi maupun

ekstensi maka rolling maupun slidding akan searah, saat gerakan fleksi menuju ke

ke dorsal sedang pada saat bergerak ekstensi menuju ke depan (Slamet Pardjoto,

2000).

Page 28: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

28

Gambar 2.2 Otot-otot tungkai atas dari sudut pandang anterior dan posterior

(Putz and Pabst, 2000) Keterangan : 1. M. illiacus 9. M. gluteus minimus 2. M. tensor fascia latae 10. M. piriformis 3. M. pectineus 11. M. adductor magnus 4. M. adductor longus 12. M. semi tendinosus 5. M. sartorius 13. M. bisep femoris 6. M. rectus femoris 14. M. semi membranosus 7. M. vastus lateral 15. M. gastrocnemius caput medial 8. M. vastus medial

Page 29: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

29

Gambar 2.3 Ligamentum Pembentuk Sendi Lutut Tampak dari Depan

(Putz and Pabst, 2000).

Keterangan gambar 2.3 : 1. Tendon m. adductor magnus 2. Tendon caput medialis m. gastrocnemiuss 3. Condylus medialir 4. Lig. meniscus femorale posterio 5. Lig. collaterale tibiale 6. Tendon m. semi membranosus 7. Lig. popliteum obliqum 8. Lig. cruciatum posterior 9. M. popliteum obliqum 10. M. popliteum 11. M. tendon caput lateralis 12. Lig. cruciatum anterior 13. Condilus lateralis femoris 14. Tendon m. popliteus 15. Meniscus lateralis 16. Lig. collaterale fibulare 17. Condilus lateralis tibialis 18. Lig. capitis fibula posterior

Page 30: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

Gambar 2.4 Ligamentum Pembentuk Sendi Lutut Tampak dari Medial dengan Posisi Lutut

dalam Keadaan : a) Ekstensi dan b) Fleksi (Putz and Pabst, 2000).

Keterangan gambar 2.4 : 1. Tendon m. quadriceps 2. Femur 3. Patella 4. Epicondylus medialis 5. Lig. patella 6. Meniscus medialis 7. Lig. collaterale tibiale 8. Tuberositas tibia 9. Tibia 10. Fibula

Page 31: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

31

Tabel 2.2

Otot pada Knee Joint

Nama Otot Origo Insertio Innervasi Fungsi m. rectus femoris

Spina illiaca anterior inferior dan os illii cranial dari acetabulum

Patella N. femoralis (L2, L3, dan L4)

Extensor knee

m. vastus lateralis

Trochanter major dan labium linea aspera corpris femoris

Lateral dari patella

N. femoralis (L2, L3, dan L4)

Extensor knee

m. vastus medialis

Linea intertrochanterica dan labium medial linea asperqa corporis femoris

½ bagian atas os patella

N. femoralis (L2, L3, dan L4)

Extensor knee

m. vastus intermedius

Permukaan anterior dan lateral corporis femoris

Tubero- sitas tibia

N. femoralis (L2, L3, dan L4)

Extensor knee

m. biceps femoris

Caput longum: tuber ischiadicum Caput breve : linea aspera dan linea supracondylaris lateralis femur

Lateral caput fibula

Caput longum : n. tibialis (L5- S2) Caput breve : n. peroneus communis (L5, S1, dan S2)

Flexor knee, exorotator knee

m. semimembranosus

Tuber ischiadicum Condylus medialis tibia

N. tibialis Flexor knee

m. semi tendinosus

Tuber ischiadicum Tubero- sitas tibia

N. tibialis Flexor knee

m. gastroc nemius

Caput medial pada condylus medialis femoris caput lateral pada condylus lateral femoris

Posterior dari calcaneus

N. tibialis S1-2 Flexor knee, exorotator knee

m. sartorius Spina illiaca anterior superior, serabut ke infeLGSedial

Tuberositas tibia

N. obturatorius Flexor knee

m. gracilis Ramus inferior ossis pubis dan ossis ischii

Tuberositas tibia

N. obturatorius Endorotator knee

m. tensor fascialata

Spina illiaca anterior inferior dan fascialata

Tractus illiotibialis

m. gluteus superior cabang n. femoralis L4-5, S1-2

Flexor, abductor, internal rotator hip

(Putz and Pabst, 2003)

Page 32: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

32

2.7. Persendian.

Sendi adalah hubungan antara dua tulang, tulang dan kartilago, tulang dan

gigi (Tortora & Grabowski, 2003). Klasifikasi persendian berdasarkan pada ada

atau tidaknya jarak antara tulang dan tipe jaringan penghubung pada kedua tulang

tersebut. Berdasarkan strukturnya persendian dibagi menjadi sendi fibrosa,

kartilago dan synovial, sedangkan berdasarkan fungsinya sendi diklasifikasikan

menjadi sinartrosis, amfiartrosis dan diartrosis. Sinartrosis tidak ada pergerakan

serta diartrosis memungkinkan adanya pergerakan bebas. Semua sendi diartrosis

termasuk persendian synovial, yang mempunyai jarak dan jenis pergerakan yang

berbeda-beda.

Persedian synovial dibedakan juga berdasarkan tipe berhubungan antara

bentuk tulangnya, yaitu planar, hinge, pivot, condyloid, saddle dan ball and

socket. Menurut Tortora & Grabowski (2003) tipe pergerakan sendi synovial ada

empat macam yaitu : meluncur (Gliding); Gerakan berputar (Angular Movement),

meliputi gerakan fleksi, ekstensi, lateral ekstensi, hiperekstensi, abduksi, aduksi

dan sirkulasi dan pergerakan ini pada posisi anatomis; Rotasi (Rotation) ; Gerakan

khusus (Special movement) meliputi elevasi, depresi, retraksi, protraksi, inversi,

eversi, dorsofleksi, plantar fleksi, supinasi, pronasi dan opposisi. Bentuk

permukaan persendian pada hubungan antar sendi sinovial menentukan gerakan

dan kemungkinan luasnya gerakan.

Membrana synovial merupakan lapisan lembut dan kaya akan

vaskularisasi. Kapsula fibrosa terdiri atas jaringan ikat padat tidak teratur dan

lebih banyak mengandung kolagen daripada sel. Kapsula fibrosa tersusun secara

Page 33: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

33

teratur mengelilingi persendian secara paralel dan sering disebut dengan

ligamentum. Ligamentum dan tendon merupakan jaringan penyambung yang

banyak mengandung kolagen. Tendon akan menyatukan otot dengan tulang,

sedangkan ligamentum menyatukan kedua tulang dengan persendian.

Ligamentum akan memberikan kekuatan pada persendian, sedangkan tendon

memindahkan kekuatan kontraksi otot ke tulang. Tendon dan ligamentum disusun

oleh serabut kolagen. Kolagen merupakan protein yang menyusun jaringan

penyambung pada sistem muskuluskeletal. Kolagen bersifat tidak elastis dan

karena konfigurasi molekulnya memiliki daya rentang yang besar, sehingga

kolagen memberikan gabungan fleksibilitas dan kekuatan yang baik (Junquera, et

al 1995).

Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan

saling bergesekan. Katilago kedua tulang dipisahkan oleh cairan synovial yang

kental dan licin sehingga memudahkan untuk bergerak satu sama lainya. Kartilago

atau tulang rawan merupakan jaringan yang terletak di ujung tulang yang

menekan di arthrodial persendian. Kartilago banyak mengandung proteoglikan

yang menempel pada asam hyaluronic yang bersifat hydrophilik, sehingga

kartilago banyak mengandung air sebanyak 70-75%. Adanya penekanan pada

kartilago akan mendesak air ke luar dari matriks kartilago ke cairan synovial. Bila

tekanan berhenti makan air yang ke luar ke cairan synovial akan ditarik kembali

dengan membawa nutrisi dari cairan sinovial (Junquera, et al , 1995).

LGS adalah batasan yang diukur dalam derajat lingkaran (360o), pada

persendian yang dapat digerakkan (Tortora & Grobowski, 2003). LGS dapat

Page 34: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

34

diartikan sebagai pergerakan maksimal yang mungkin terjadi untuk persendian

(Kozier et al ,. 2004). LGS sebuah persendian tergantung pada struktur sendi dan

pola pergerakan yang dihasilkan (Luttgens & Hamilton, 1997). Menurut Gowitzke

dan Milner (1980), LGS persendian tergantung pada struktur persendian dan

jumlah aksis, hambatan karena ligamentum dan otot serta pembesaran jaringan

yang berdekatan dengan sendi. Menurut Tortora & Groboski (2003), ada beberapa

faktor yang mempengaruhi LGS pada synovial, pada :

1. Struktur dan bentuk tulang pada persendian

Struktur dan bentuk tulang pada persendian menentukan bagaimana tulang

persendian tersebut dapat cocok dengan pasangannya. Permukaan tulang-

tulang terkunci pada tulang sendi pasangannya, seperti hubungan antara

acetabulum dengan tulang pangkal paha. Tulang pangkal paha terkunci pada

acetabulum sehingga menghasilkan pergerakan rotasi yang terbatas.

2. Kekuatan dan ketegangan pada ligamentum sendi

Ketegangan ligamentum akan menghambat LGS dan pengendalian gerak pada

tulang persendian, seperti ligamentum kruris anterior mengalami ketegangan

dan ligamentum kruris posterior akan bebas ketika sendi lutut lurus, begitu

pula sebaliknya

3. Susunan dan ketegangan otot

Ketegangan otot mendukung terjadinya pengikatan sendi dan ligamentum dan

menghambat pergerakan.

4. Bagian jaringan lunak pada daerah yang berlawanan

Page 35: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

35

5. Sendi yang tidak aktif (disuse)

Pergerakan persediaan akan mengalami hambatan jika persediaan tidak

digunakan pada waktu yang lama.

Pergerakan sendi yang penting dalam aktivitas sehari-hari lansia, seperti

berjalan, adalah persendian panggul, lutut, pergelangan kaki dan punggung serta

otot tungkai sebagai otot pendukung untuk berjalan (Kusumastuti, 2000) serta

persendian ekstremitas atas untuk melakukan berbagai kegiatan aktivitas lansia,

seperti makan, mandi, berpakaian dan lain-lain.

2.8 Traksi/ translasi

Adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani disfungsi sendi

seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Traksi/ translasi

merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada kecepatan yang

cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan. Gerakan traksi/

translasi didasari oleh gerak artrokinematika.

2.8.1 Efek gerakan traksi/ translasi

1) menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang

membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi

dan fibrokertilago sendi.

2) gerakan sendi dapat mempertahankan ekstensibilitas dan kekuatan tegangan

pada jaringan artikular dan periartikular. Pada immobilisasi terjadi poliferasi

lemak yang menyebabkan perlekatan intra artikular dan perubahan biokimia pada

Page 36: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

36

tendon, ligamen, dan kapsul sendi sehingga menyebabkan kontraktur dan

kelemahan ligamen.

3) Impuls syaraf afferen dari reseptor sendi akan memberikan informasi ke sistem

syaraf pusat yang memberikan kesadaran posisi dan gerakan.

2.8.2 Indikasi

1) Nyeri dan spasme otot

Nyeri pada sendi dan spasme otot dapat ditangani dengan tehnik gentle joint play

untuk menstimulasi efek neurofisiologi dan efek mekanik.

(a) Efek neurofisiologi

Tehnik traksi/ translasi menstimulasi mechanoreseptor yang dapat

menghambat transmisi stimulasi nocicencoric pada level spinal cord atau

brain stem.

(b) Efek mekanik

Tehnik traksi/ translasi menyebabkan terjadinya pergerakan cairan sinovial

yang membawa zat-zat gizi pada bagian yang bersifat avaskuler di kartilago

artikular dan juga di intra artikular fibro kartilago. Tehnik ini membantu

menjaga pertukaran zat-zat gizi serta mencegah nyeri dan efek degenerasi

statik saat sendi mengalami pembengkakan atau nyeri dan keterbatasan gerak.

2) Hypomobilitas sendi yang bersifat reversibel

Tehnik traksi/translasi dapat digunakan untuk memperbaiki secara mekanik

struktur jaringan yang mengalami pemendekan.

Page 37: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

37

3) Keterbatasan yang bersifat progresif

Pada patologi jaringan yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak secara

progresif tehnik ini dapat memelihara gerakan dan memperlambat keterbatasan

yang dapat terjadi.

4) Immobilitas fungsional

Tehnik traksi/ translasi bermanfaat untuk menjaga mobilitas sendi dan gerakan

yang mungkin terjadi juga mencegah terjadinya hambatan gerak yang merupakan

efek dari immobilisasi.

2.8.3 Kontraindikasi

1) Hypermobilitas

Pada hipermobilitas tidak dapat diberikan tehnik traksi/translasi karena masalah

yang ada pada hypermobilitas bukanlah gangguan mobilitas sendi melainkan

stabilitas.

2) Efusi sendi

Pada sendi yang mengalami efusi tidak boleh dilakukan traksi/translasi karena

keterbatasan yang terjadi adalah karena penumpukan cairan dan karena adanya

respon otot terhadap nyeri, bukan karena pemendekan otot ataupun kapsul

ligamen.

3) Inflamasi

Pemberian mobilisasi pada fase inflamasi dapat menimbulkan nyeri dan

memperberat kerusakan jaringan.

Page 38: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

38

2.8.4 Prinsip umum aplikasi traksi/ translasi sendi lutut yang aman dan

efektif :

1) Pasien harus relax agar pemberian traksi/translasi pada sendi bisa maximal atau

adekuat.

2) Pasien harus seimbang baik pada posisi duduk ataupun berbaring.

3) Terapis harus memegang atau menjaga kontak dengan pasien pada bagian yang

akan ditreatmen.

4) Satu bagian harus dipegang stabil atau difixasi saat bagian yang lain di

traksi/translasi.

5) Jangan berikan tekanan pada bagian yang nyeri atau spasme, terlebih lagi pada

daerah yang terdapat nyeri regang.

6) Bila memungkinkam gunakan force minimum untuk mencapai peningkatan

gerak suatu sendi.

2.8.5 Mekanisme peningkatan LGS dan nyeri dengan traksi/ translasi pada

sendi lutut

Keterbatasan gerak yang ditandai dengan penurunan LGS dan nyeri sendi

lutut pada osteoartrosis terjadi akibat adanya osteofit dan retriksi sendi karena

adanya abnormal cross links pada kapsul ligamen sendi lutut. Selain itu jaringan

di sekitar sendi juga ikut terpengaruh di mana otot menjadi spasme dan

mikrosirkulasi terganggu. Pemberian traksi/translasi akan menstimulasi aktivitas

biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian

avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi.

Gerakan yang berulang-ulang pada traksi/ translasi akan memperbaiki

Page 39: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

39

mikrosirkulasi dan cairan yang ke luar akan lebih banyak sehingga kadar air dan

matriks pada jaringan meningkat dan jaringan lebih elastis. Selain itu unsur gerak

traksi/translasi hampir sama dengan gerak fisiologis dari sendi lutut baik fleksi

maupun ekstensi sehingga dapat menambah dan mempertahankan elastisitas dari

kapsul, ligamen, juga otot, di mana pada saat traksi/translasi ke arah fleksi maka

kapsul ligamen bagian anterior, posterior, medial, lateral dan juga mencapai

serabut oblique pada jaringan ikat akan terulur dan otot bagian anterior juga

terulur, kemudian meluruskan waving yang terjadi akibat abnormal cross links

pada kapsul ligamen, dan dorongan pada tibia ke arah fleksi dapat menambah

LGS fleksi lutut. Begitu juga sebaliknya pada traksi/translasi ke arah ekstensi

akan mengulur kapsul ligamen dan otot bagian posterior, anterior, medial, lateral

dan juga mencapai serabut oblique pada jaringan ikat akan terulur dan menambah

LGS ekstensi dan mengurangi nyeri sendi lutut.

2.9. Latihan gerak aktif

Latihan gerak aktif adalah menggerakkan setiap persendian dengan

maksimal dan bebas tanpa menyebabkan rasa nyeri (Ellis, 1996). Latihan

memperbaiki LGS dibedakan menjadi tiga, yaitu Latihan gerak aktif, pasif dan

aktif dengan bantuan (active-assistive). Latihan Pasif adalah melakukan latihan

untuk memperbaiki LGS dengan bantuan orang lain atau tenaga dari luar tubuh,

Latihan gerak aktif adalah melakukan latihan untuk memperbaiki LGS secara

mandiri dan active asistive dengan bantuan adalah melakukan latihan untuk

Page 40: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

40

memperbaiki LGS dengan didukung tenaga dari luar tubuh atau bagian tubuh

yang lain (Kisner & Colby, 1996).

Latihan gerak aktif merupakan sebuah gerak sadar manusia, yang

dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan perifer, neuromuskular junction dan

serabut otot. Inisiasi gerakan pada area kortek motorik yang berkoordinasi dengan

bagian otak yang lain dan akan diteruskan oleh serabut syaraf hingga ke

neuromuskular junction, sehingga menimbulkan gerakan yang diinginkan. Pada

lansia terjadi penurunan jumlah dan ukuran motor neuron medula spinalis,

perubahan transmisi atau aliran akson, penurunan jumlah neuronusculer junction,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot (Smith, 1996).

Latihan gerak aktif adalah latihan yang menggerakkan persendian

seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak

menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan. Latihan gerak aktif pada

penelitian ini merupakan gerakan-gerakan yang banyak dilakukan pada kegiatan

sehari-hari. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya

peningkatan aliran darah pada kapsul sendi (Smith, 1996).

Latihan Latihan gerak aktif dalam penelitian ini adalah menggunakan

latihan isotonik dengan tekhnik open kinetic chain, konsep awal dari kinetic chain

berasal dari bidang mekanik yang kemudian dipublikasikan kembali oleh Reuleux

pada tahun 1875, di dalamnya mempelajari tentang bermacam-macam rangkaian

gerakan, rangkaian gerakan tersebut dihasilkan dari beberapa segmen yang saling

berhubungan melalui suatu persendian di mana hal ini akan menjadi suatu sistem

Page 41: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

41

untuk memungkinkan terjadinya pergerakan satu segmen pada satu sendi atau

beberapa segmen yang diikuti oleh sendi lainnya (Mayer, 2003).

Pada open kinetic chain segmen distal terjadi pergerakan atau tidak

terfiksasi (insersio bergerak terhadap origo) biasanya pada open kinetic chain

pergerakan hanya terjadi pada satu sendi (single joint) dan tanpa disertai

pergerakan pada segmen proksimalnya, contoh pergerakan pada open kinetic

chain antara lain ayunan kaki saat berjalan (swing phase), menendang atau

melepar bola, ayunan tangan saat berjalan (Smith,. 1996).

Braden (2005) pada artikelnya yang berjudul Open or Closed Kinetic

Chain Exercise After Anterior Cruciatum Ligament Reconstruction menyatakan

bahwa perbedaan antara open dan closed kinetic chain exercise tidak pada

pergerakan kinematik tetapi lebih pada gaya beban yang ditransmisikan ke knee

joint (single joint) sedangkan pada closed kinetic chain beban ditransmisikan ke

sendi ankle, knee, dan hip joint (multiple joint).

Latihan gerak aktif pada lansia dengan teknik open kinetic chain exercise

yang mengalami keterbatasan fisik dapat dilakukan pada posisi duduk atau tidur

dengan melakukan gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut melawan beban (manual

atau alat) (Wold, 1999). Latihan gerak aktif dapat dilakukan minimal 2 kali dalam

sehari untuk lansia yang immobilisasi (Wold, 1999). Pengaruh latihan open

kinetic chain terhadap connective tissue yakni mengubah lingkungan lokal pada

serabut matriks yang tidak beraturan melalui gerak antar persendian secara

perlahan yang akan menstimulasi mechano growth factor karena terjadinya

peningkatan lubrication sebagai syarat meningkatnya jumlah zat plastis, zat

Page 42: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

42

plastis sebagai prekusor perangsang GAG’s memiliki peran penting membentuk

GAG’s yang baru yang terjadi melalui peningkatan kontraktil protein dan

oksidatif otot, inilah penyebab penurunan adhesive abnormal formasi (kekakuan)

pada sendi lutut (Meyer et al., 2002).

Menurut Bandy et al ,. (1997) pada latihan peregangan dapat memperbaiki

LGS fleksi lutut sekitar 20%, yang dilakukan 5 kali per minggu selama 4 minggu

dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok yang melakukan

peregangan 30 detik atau 60 detik serta 1 x sehari atau 3x sehari. Menurut Klein

(2004) latihan peregangan dapat memperbaiki LGS fleksi lutut 20% dengan

teknik Contract relax dilakukan 3 kali per minggu selama 6 minggu dengan

peregangan selama 45 detik 2 x sehari, dapat memperbaiki LGS dan kekuatan

isometrik.

2.10. Mekanisme penurunan nyeri oleh latihan gerak aktif pada OA lutut

Dengan pemberian latihan aktif bertujuan untuk meningkatkan stabilitas

sendi dan kekuatan otot-otot sekitar lutut terutama Quadriceps terutama pada m.

vastus medialis karena latihan ini berguna untuk mengurangi iritasi yang terjadi

pada permukaan kartilago artikularis patella, memelihara dan meningkatkan

stabilitas aktif pada sendi lutut juga dapat memelihara nutrisi pada synovial

menjadi lebih baik. Dengan gerakan yang berulang pada latihan ini akan terjadi

peningkatan kerja otot-otot sekitar sendi sehingga mempercepat aliran darah

sehingga metabolisme juga ikut meningkat sehingga sisa-sisa metabolisme akan

ikut terbawa aliran darah sehingga nyeri berkurang

Page 43: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

43

M. vastus medialis sendiri berperan sebagai ekstensor sendi juga berperan

dalam menjaga stabilisasi posisi patella pada alurnya bersama-sama dengan

ligamen sendi patelofemoral. Kemampuan kontrol otot penting untuk

menstabilisasi sendi, di mana penurunannya dipengaruhi oleh adanya nyeri dan

patologi sendi. Nyeri akibat adanya suatu injury atau patologi dapat

mempengaruhi kemampuan otot untuk menjaga stabilitas sendi khususnya serabut

otot tipe II.

Latihan diharapkan dapat mengembalikan patella pada alur yang tepat

serta mengurangi stress mekanis pada ruang sendi patellofemoralis. Dalam hal ini

latihan yang diberikan difokuskan pada m. vastus medialis yang mengalami

kelemahan. Bila peningkatan kekuatan m. vastus medialis proporsional terhadap

Mm. quadriceps maka akan menyeimbangkan gaya tarikan yang bekerja pada

patella akan menjadi stabil kembali sehingga diharapkan alur dari patella akan

kembali normal, dengan demikian maka gesekan yang terjadi pada kartilago

artikularis patella dangan femur yang menimbulkan rangsangan pada nociseptor

atau serabut afferent nyeri akan berkurang.

Page 44: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

44

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTERSIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berfikir

Permasalahan kesehatan lansia wanita lebih kompleks dari pada lansia

pria. Hal ini disebabkan lansia wanita mempunyai siklus hidup yang lebih rumit.

Sebelum memasuki lansia, wanita terlebih dahulu memasuki masa yang disebut

menopause dan setahun kemudian memasuki masa yang disebut pasca

menopause.

Perubahan fisik pada lansia akibat perubahan komposisi tubuh umumnya

bersifat fisiologis, misalnya turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot,

daya lihat, kemampuan rasa, toleransi tubuh terhadap glukosa, dan berbagai

fungsi otak. Perubahan menurut umur pada sistem otot skelet adalah adanya

penurunan yang signifikan pada massa otot (sarkopenia) dan kekuatan otot.

Pada proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan sinovial

pada persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan

ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas),

sehingga mengurangi gerakan persendian terutama pada sendi lutut. Pada sendi

lutut terdapat 25% komponen yang mengalami kekakuan (pada posisi fleksi).

Kekakuan dapat disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan

menurunkan lingkup gerak sendi dan menambah nyeri sendi lutut. Pada sendi

lutut, karena berfungsi sebagai penopang tubuh maka mempunyai struktur

ligamentum yang lebih kuat dan banyak dari pada sendi siku walaupun keduanya

Page 45: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

45

sama-sama berjenis sendi engsel. Hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan

terjadinya kekakuan yang lebih besar pada sendi lutut tersebut.

Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat

memperparah kondisi tersebut. Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat

menurunkan aktivitas fisik (physical activity) dan latihan (exercise), sehingga

akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

(activity daily living atau ADL) sehingga Quality of life menurun. Penurunan LGS

disebabkan oleh tidak adanya aktivitas. Untuk mempertahankan kenormalan LGS,

sendi dan otot harus digerakkan dengan maksimum dan dilakukan secara teratur.

Fleksibilitas sendi lutut dapat diartikan sebagai kemampuan jaringan di

sekitar persendian lutut untuk menghasilkan peregangan tanpa adanya gangguan

dan kemudian relaks. Bagi orang berusia lanjut, di mana terjadi penurunan

fleksibilitas sendi dari usia 30-70 tahun bisa mencapai 40-50% dianjurkan

melakukan aktivitas bergerak bebas pada persendian untuk mencegah proses

degenerasi dengan gerakan yang tidak menimbulkan beban berlebihan pada otot,

sehingga ada kesempatan otot untuk melakukan pemulihan pada tahap awal,

latihan diutamakan pada kelenturan sendi dengan peregangan dan secara bertahap

ditingkatkan dengan latihan kekuatan, namun harus dilakukan secara hati-hati dan

perlahan.

Page 46: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

46

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di

atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai

berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Traksi/ translasi dan latihan gerak aktif Wanita Lanjut Usia

Faktor Ekternal: Stres fisik Malignas Penyakit Obesitas

Kecelakaan dan lain-lain

Faktor Internal: umur,

genetik hormonal

Peningkatan LGS Pengurangan Nyeri Sendi Lutut

Page 47: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

47

3.3 . Hipotesis Penelitian

Berdasarkan atas permasalahan dan tujuan penelitian maka jawaban

sementara yang akan dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini dapat

disebutkan sebagai berikut:

3.3.1. Latihan gerak aktif meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis

lutut wanita lanjut usia.

3.3.2. Penambahan Traksi/ translasi pada latihan gerak aktif meningkatkan

lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

3.3.3. Penambahan Traksi/ translasi pada latihan gerak aktif akan lebih baik dari

pada Latihan gerak aktif dalam peningkatkan lingkup gerak sendi pada

osteoartritis lutut wanita lanjut usia

3.3.4. Latihan gerak aktif mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut

usia.

3.3.5. Penambahan Traksi/ translasi pada latihan gerak aktif mengurangi nyeri

pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia.

3.3.6. Penambahan Traksi/ translasi pada latihan gerak aktif akan lebih baik dari

pada Latihan gerak aktif dalam pengurangan nyeri pada osteoartritis lutut wanita

lanjut usia

Page 48: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

48

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian yaitu Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda

Tanggerang dilakukan selama 4 minggu, yaitu dari bulan Oktober - November

2010.

4.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan

Eksperimen randomized Pre and Post Test control Groups design (Pocock 1986):

RA

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian

keterangan :

Pop= Populasi

R = Randomnisasi

S = Sampel

RA = Random Alokasi

O1 = Obsevasi subjek sebelum perlakuan pada kelompok I

O2 = Obsevasi subjek setelah perlakuan pada kelompok I

P1 = Perlakuan Kelompok I dengan traksi/translasi dan latihan gerak aktif

P2 = Perlakuan Kelompok II dengan latihan gerak aktif

O3 = Obsevasi subjek sebelum perlakuan pada kelompok II

O4 = Obsevasi subjek setelah perlakuan pada kelompok II

Pop R S

O1

O3

P1

P2

O2

O4

Page 49: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

49

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita lanjut usia

Pasien /penghuni Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerrang antara bulan

Oktober - November 2010

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi sebagai berikut:

4.3.2.1.Kriteria inklusi

Sampel dalam penelitian ini harus yang memenuhi kriteria inklusi sebagai

berikut:

1) Responden merupakan pasien Osteoartritis Pancaran Kasih Bunda berumur

lebih 60 tahun

2) Wanita Lansia tidak terlatih

3) Memenuhi kriteria hasil pemeriksaan Radiolagi yang menunjukan adanya

osteoarthritis (grade I dan II)

4) Bersedia mengikuti perlakuan (traksi/translasi dan latihan gerak aktif) dan mau

bekerja sama hingga penelitian berakhir selama 4 minggu.

5) Tidak sedang mengikuti aktivitas fisik seperti senam di luar perlakuan

Page 50: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

50

4.3.2.2. Kriteria eksklusi (penolakan) :

1) Responden tidak sedang mengalami Rematoid arthritis, Gout Artritis,

Imflamasi akut sprain atau strain, Fraktur di sekitar lutut, osteoporosis,

kelumpuhan .

4.3.2.3. Kriteria Pengguguran (drop out) :

1) Responden tidak memenuhi jumlah frekuensi yang telah ditetapkan dan jika

dalam penelitian ditemukan kasus lain di luar focus penelitian.

2) Responden berhenti atas permintaan sendiri.

4.3.3 Besarnya sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

sebanyak lima wanita lanjut usia Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda dengan tes

awal Pengambilan data LGS sendi dilakukan dengan cara mengukur nilai LGS

pada fleksi dan ekstensi sendi lutut berdasarkan standar ISOM (International

Standard Orthopaedic Measurements). Rerata tes pendahuluan µ1 = 98 0, standar

deviasi = 20,68 0 dengan harapan peningkatan setelah perlakuan sebesar 20%

yaitu rerata µ2 = 117.60, besarnya sampel (n) dihitung dengan menggunakan

rumus Pocock (1986) sebagai berikut:

n = 2 2 . f(,β)

(µ2 – µ1) 2

Page 51: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

51

Keterangan:

n = Jumlah sampel

= simpangan baku

= tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

Interval kepercayaan (I- β)= 0,95

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

f(,β) = interval kepercayaan 10,5

µ2 = rerata nilai kelompok kontrol

µ1 = rerata nilai kelompok perlakuan

dapat dihitung:

n = 2 2 . f(,β)

(µ2 – µ1) 2

= (20,68)2 x.10,5

(117,6– 98) 2

= 11,689

= 12 orang

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapat sampel

sebanyak 12 orang, untuk mengantisipasi apabila sampel yang dipilih drop out

karena kriteria eksklusi maka jumlah sampel ditambah 10%. Maka didapat jumlah

sampel 12 + 1,2 = 13,2 orang dibulatkan menjadi 14 orang dikalikan 2 (dua)

sesuai dengan jumlah kelompok, sehingga banyaknya sampel seluruhnya 28

orang.

Page 52: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

52

4.3.4 Tehnik Penentuan Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Dari populasi wanita lanjut usia pasien /penghuni di Panti Lansia Pancaran

Kasih Bunda Tanggerang tahun 2010 diadakan pemilihan jumlah sampel

yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Dari sampel yang memenuhi kriteria inklusi ditentukan dangan cara acak

sederhana (Simple Random Sampling) untuk mendapatkan sejumlah sampel

sesuai dengan rumus Pocock.

3. Jumlah sampel yang terpilih selanjutnya dialokasikan menjadi dua kelompok

dengan cara acak sederhana.

4.4 Variable Penelitian

4.4 1 Variabel independent (variable bebas)

Variabel independent adalah merupakan sebab perubahan atau timbulnya variable

dependen (Alimul, 2003). Variabel independent dalam penelitian ini adalah

Traksi/ Translasi dan latihan gerak aktif.

4.4.2 Variabel dependent (variable terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variable bebas atau

independent. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Lingkup gerak sendi

(LGS) dan Nyeri sendi lutut.

4.4.3 Variable kontrol meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,

kriteria indek Katz.

Page 53: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

53

4.5. Definisi Operasional Penelitian

Pada definisi operasional akan dijelaskan beberapa hal untuk menghindari

adanya pengertian atau salah penafsiran dalam penelitian ini.

1. Latihan gerak aktif adalah latihan yang menggerakkan persendian seoptimal

dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang sehingga tidak

menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan (Ellis, 1996). Latihan

Latihan gerak aktif akan dilakukan pada sendi lutut dengan metode open

kinetic change dengan cara posisi duduk di kursi dan tidur di lantai atau bed

kemudian menggerakkan sendi lutut pada bidang sagital untuk gerak flexi-

ekstensi (Bandy et al., 1997).

Intensitas : 80 % kekuatan maksimal

Total waktu : 60 detik

Repetisi : 5 kali

Sesi : 3 set

istirahat : 2 menit

Frekuensi latihan : 3 kali per minggu (hari selasa, kamis dan sabtu)

Lama latihan : 4 minggu

2. Traksi/ translasi adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani

disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri.

Traksi/ translasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis

pada kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan

gerakan. Gerakan traksi/ translasi didasari oleh gerak artrokinematika.

Prosedur pelaksanaan traksi/translasi sendi lutut:

Page 54: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

54

(1) Berikan penjelasan pada pasien sebelum melakukan terapi.

(2) Pasien duduk atau tidur telungkup

(3) Terapist berada di dekat tungkai yang akan di terapi

(4) Tangan kiri terapist memfiksasi di bagian distal tungkai bawah dan tangan

kanan terapis ditempatkan pada bagian depan dari proximal tibia.

(5) Posisikan tungkai semi fleksi lutut

(6) Kemudian lakukan traksi/translasi dengan cara tangan kiri terapis memberi

tarikan searah sumbu longitudinal selama gerakan dan tangan kanan terapis

melakukan dorongan pada tibia ke arah fleksi

(7) Pada akhir fleksi lakukan stretch minimal 6 detik setelah itu berikan

istirahat sampai 4 detik kemudian lakukan kembali. Pengulangan gerakan

tersebut 10 kali. Sesi 2 set dengan frekuensi 3 kali seminggu (selasa,kamis dan

sabtu) selama 4 minggu.

(8) Dosis dan derajat gerakan translasi: Grade 1 (translasi secara ritmik

dengan amplitude kecil yang dilakukan pada awal gerakan) dan grade II

(translasi secara ritmik dengan amplitude besar yang dilakukan dalam lingkup

gerakan tetapi tidak mencapai batas keterbatasan gerakan)(Maitland, 1991) .

3. LGS sendi lutut adalah kelenturan jaringan dan besarnya kemampuan gerak di

sekitar sendi lutut sehingga sendi dapat digerakkan secara bebas ke arah

manapun, tanpa adanya keterbatasan dan rasa nyeri (Luttgens & Hamilton,

1997). LGS sendi akan ditunjukkan dengan nilai LGS. Pengambilan data LGS

sendi dilakukan dengan cara mengukur nilai LGS pada fleksi dan ekstensi

Page 55: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

55

sendi lutut berdasarkan standar ISOM (International Standard Orthopaedic

Measurements) dengan menggunakan goniometer, pada responden memiliki

keterbatasan gerak fleksi yang lebih terbatas dari gerak ekstensi (pola

kapsuler) (De Wolf & Mens, 1994).

4. Nyeri akibat Osteoartritis lutut adalah nyeri karena terjadi penebalan atau

tonjolan tulang yang tak teratur atau disebut perkapuran yang kemudian

mengganggu jaringan sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri, nyeri akan

timbul jika terjadi tekanan pada daerah tersebut seperti untuk berdiri, berjalan

ataupun saat menggerakkan sendi.

Adapun intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan visual analogue

scale (VAS). VAS adalah alat ukur yang digunakan untuk pengukuran

intensitas dan tipe nyeri dengan menggunakan garis lurus yang diberi ukuran

10cm (nilai 0 - 100) yang menggambarkan intensitas nyeri yang berbeda di

mana pada ujung kiri diberi tanda yang berarti “tidak nyeri sedangkan ujung

kanan diberi tanda yang berarti nyeri yang tak tertahankan”. Pada saat

pengukuran pasien ditanya untuk menunjukan nyerinya pada garis tersebut,

sebaiknya pada saat pasien ditanya tentang nyerinya garis tersebut tidak usah

diberi angka karena dapat mempengaruhi intensitas nyeri pada pasien secara

subjektif pengukuran ini dilakukan baik pada saat Assesment dan setelah

pemberian terapi. VAS merupakan pengukuran yang mengandalkan

kemampuan seseorang yaitu kemampuan pasien untuk menceritakan atau

Page 56: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

56

menginterprestasikan nyerinya, Adapun diagramnya diperlihatkan seperti di

bawah ini:

Tidak Nyeri Nyeri Tak Tertahankan

Gambar.4.2 Diagram Visual Analogue Scale

5 Jenis kelamin subjek dalam penelitian ini adalah wanita lanjut usia

berdasarkan pengamatan (phenotype)

6. Umur subjek pada penelitian ini adalah 60 tahun ke atas diambil dari catatan

medis atau administrasi rumah sakit.

6. Tinggi badan adalah diperoleh dari hasil pengukuran dengan satuan cm dari

lantai tanpa alas kaki sampai vertek (ubun-ubun), diukur dengan sikap berdiri

dan sikap bersiap, pandangan lurus ke depan dengan tumit, punggung dan

belakang kepala posisi lurus. Pengukuran dengan Health scale Type TZ 120

buatan Shanghai China dengan ketelitian 0,1 cm

7. Berat badan merupakan keberadaan seseorang dengan bobot badan, yang

diukur dengan timbangan badan dalam ukuran kg. Berat yang diperoleh dari

penimbangan subjek dengan pakaian minimal tanpa sepatu, dengan ketelitian

0,1 kg

8. Kriteria indeks Katz adalah indeks yang memuat aktivitas sehari-hari seperti

mandi, memakai dan melepaskan pakaian, toileting, transfering

Page 57: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

57

(berjalan/berpindah), kontinensia dan makan dari yang dilakukan mandiri

maupun tergantung.

4.6 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tanggerang.

Pengambilan data dilakukan sebelum melakukan Traksi/ translasi dan Latihan

gerak aktif (disebut pre test), serta 4 minggu setelah Traksi/ Translasi dan Latihan

gerak aktif dilakukan (disebut post test).

Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Goniometer

2. Spygmomanometer dan stethoscope untuk mengukur tekanan darah

sebelum dan sesudah latihan.

Sebelum pengambilan data, peneliti telah terlebih dahulu meminta surat

izin dari pihak Fakultas serta pihak Pengurus Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda.

Pada pengumpulan data peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, kemudian

memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian dan manfaat

diadakannya penelitian ini. Responden yang setuju menandatangani surat

persetujuan (informed concent) untuk menjadi responden penelitian dan mengisi

kuesioner penelitian.

Data diambil saat sebelum perlakuan Latihan gerak aktif (pre test)

meliputi fleksi dan ekstensi knee joint. Pengukuran fleksibilitas dilakukan

berdasarkan standard ISOM yaitu aksis diam pada condylus lateral femur serta

aksis bergerak searah dengan aksis fibula. Pengukuran dilakukan pada posisi

Page 58: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

58

terlentang untuk mengukur ekstensi sendi lutut dan posisi tengkurap untuk fleksi

sendi lutut (Russe and Gerhardt, 1992).

Sebelum latihan dimulai, responden diberikan penjelasan untuk melakukan

latihan dengan perlahan, dianjurkan melakukan latihan seoptimalnya dengan

tanpa adanya rasa nyeri dan apabila di tengah latihan telah merasa lelah, maka

dianjurkan untuk istirahat terlebih dahulu. Serta dilakukan pengecekan tekanan

darah untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien.

Latihan gerak aktif dilakukan pada bidang sagital untuk fleksi dan

ekstensi. Latihan dilakukan pada posisi duduk dan tidur. Pada posisi tidur harus

dibantu oleh seorang fisioterapis dan gerakan yang dilakukan adalah fleksi dan

ekstensi sendi lutut. Jika responden sudah melakukan latihan posisi tidur maka

kemudian latihan dilakukan dengan posisi duduk. Pada minggu pertama latihan

dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap gerakan, dalam 3 set dengan istirahat 2

menit dengan total waktu latihan yaitu 60 detik (Bandy et al., 1997)

Prosedur pengukuran nyeri, sebagai berikut:

a. Peneliti membuat sebuah garis lurus sepanjang 10 cm.

b. Ujung kiri diberi tanda tidak nyeri sedangkan ujung paling kanan diberi tanda

nyeri tak tertahankan.

c. responden diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik di sepanjang garis

tersebut di daerah mana gambaran nyeri yang dirasakan, sehingga peneliti

dapat mengetahui sebesar mana rasa nyeri yang dirasakan oleh responden.

Page 59: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

59

d. Jaraknya diukur dari batas paling kiri sampai pada tanda yang diberi oleh

sampel dalam ukuran centimeter dan itulah nilai yang menunjukan sekor

derajat nyeri.

e. Sebelum dan sesudah diberikan intervensi responden diberikan penekanan

adanya nyeri kemudian diminta untuk memberi tanda titik pada garis yang

telah dibuat.

f. Score tersebut dicatat sebagai nilai visual analogue scale.

g. Setelah pemberian intervensi sampel diminta kembali untuk memberi tanda

pada garis tersebut.

Kemudian dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai derajat nyerinya

yang dicatatnya sebagai nilai visual analogue scale.

4.7 Alur Penelitian

Dalam penelitian sampel yang dipakai sebanyak 28 orang yang dipilih

secara acak sederhana. Sampel tersebut kemudian dibagi dua dengan acak

sederhana untuk mendapatkan kelompok I dan kelompok II. Setelah dibentuk dua

kelompok maka dilakukan tes pada masing-masing kelompok sebelum perlakuan

berlangsung. Tes yang dilakukan adalah mengukur nilai LGS pada fleksi dan

ekstensi sendi lutut berdasarkan standar ISOM (International Standard

Orthopaedic Measurements) dengan alat Goniometer.kemudian pengkuran nyeri

dengan visual analogue scale (VAS). Selanjutnya perlakuan berjalan selama 4

minggu yang dibentuk menjadi Kelompok pertama perlakuan Traksi/ translasi dan

latihan gerak aktif, untuk kelompok dua perlakuan latihan latihan gerak aktif saja.

Page 60: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

60

Setelah perlakuan selama 4 minggu pada masing-masing kelompok, maka

dilakukan test akhir yang sama sebelum perlakuan, yaitu dengan alat Goniometer

dan nyeri sendi lutut. Data hasil test LGS baik tes awal (sebelum perlakuan)

maupun test akhir kemudian di analisis mengunakan program SPSS 16.00. Setelah

mendapatkan hasil analisi maka dilanjutkan dengan penyusunan tesis

Page 61: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

61

Gambar 4.3 Alur Pelaksanaan penelitian

Acak sederhana Kriteria inklus, ekslusi

Sample

Perlakuan Traksi/ Translasi dan latihan gerak aktifselama 4 minggu

Kelompok I

Tes akhir

Alokasi acak sederhana

Tes awal

Kelompok II

Analisa data

Penyusunan tesis

Populasi

Tes awal

Perlakuan latihan gerak aktif selama 4 minggu

Tes akhir

Page 62: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

62

4.8 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

4.8.1 Deskriptif Data Penelitian

Analisis ini digunakan untuk memberikan penggambaran hasil penelitian di

lapangan tanpa harus memanipulasi fakta yang riil. Analisis deskriptif untuk

menganalisis umur, tinggi badan, dan berat badan yang datanya di ambil sebelum

dilakukan tes awal.

4.8.2 Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk Test

Data luas gerak sendi dan nyeri sendi lutut dari kedua kelompok akan di uji

normalitasnya dengan Shapiro-wilk Test dengan tingkat kemaknaan 0,05 (.α =

0,05). Jika hasilnya p > 0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan

apabila p < 0,05 menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

4.8.3 Uji Homogenitas antar kelompok dengan ”Levene’s Test” untuk

homogen varians antara kelompok. Analisis ini dipergunakan untuk mendapatkan

gambaran tentang homogenitas data bagi kedua kelompok. Batas kemaknaan yang

digunakan adalah α = 0,05. Apabila hasilnya p > 0,05 maka data homogen dan

apabila p < 0,05 berarti data tidak homogen.

4.8.4 Uji Komparasi data nyeri dan LGS sebelum dan setelah perlakuan pada

masing-masing kelompok perlakuan dengan menggunakan uji komparasi

parametrik (paired t-test) atau wilcoxon sign ranks test. Uji ini bertujuan untuk

mengetahui efek dari perlakuan terhadap pengurangan nyeri dan pemanbahan

LGS setelah pelatihan pada masing-masing kelompok perlakuan. Uji ini

Page 63: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

63

digunakan untuk menguji hipotesis nomor-1 dan nomor-2. Batas kemaknaan yang

digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya p > 0,05, maka Ho diterima dan Hi

ditolak (hipotesis penelitian ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan) dan

jika p < 0,05 maka Ho ditolak atau Hi diterima (hipotesis penelitian diterima atau

ada perbedaan yang signifikan).

4.8.5 Uji komparsi selisih data nyeri dan LGS sebelum dan setelah perlakuan

antara kelompok-1 dan kelompok-2 dengan menggunakan uji komparasi

nonparametrik wilcoxon sign ranks test. Uji ini bertujuan untuk membandingkan

efek dari perlakuan terhadap pengurangan nyeri dan peningkatan LGS sebelum

dan sesudah perlakuan antar kelompok-1 dan kelompok-2. Uji ini digunakan

untuk menguji hipotesis nomor-3. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α =

0,05. Jika hasilnya p > 0,05 maka Ho diterima atau Hi ditolak (hipotesis

penelitian ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan) dan apabila p < 0,05

maka Ho ditolak atau Hi diterima (hipotesis penelitian diterima atau ada

perbedaan yang signifikan).

4.9 Kelemahan Penelitian

Dalam proses penelitian ini terdapat kelemahan-kelemahan sebagai

berikut:

1. Subjek sangat sedikit

2. Aktivitas subjek di luar perlakuan tidak dapat terkontrol karena aktivitas

kehidupan sehari-hari dilingkungan panti sehingga mempengaruhi Quality of life

subjek disamping pengaruh perlakuan traksi/ translasi dan latihan gerak aktif.

Page 64: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

64

3. Perlakuan hanya 4 minggu dirasakan peneliti kurang sehingga hanya

mampu menemukan ada tidaknya pengaruh dari perlakuan yang dilakukan.

Perlakuan ini tidak mampu menunjukan peningkatan yang maksimal dari lingkup

gerak sendi atau pengurangan yang maksimal nyeri pada osteoarthritis lutut.

4. Penelitian ini belum mampu menunjukan komponen yang lebih

dominan dalam peningkatan lingkup gerak sendi atau pengurangan nyeri pada

osteoarthris lutut.

Page 65: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

65

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian yang telah dilaksanakan di Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda

Tanggerang, selama empat minggu menggunakan rancangan eksperimental

terhadap dua kelompok Perlakuan. Subjek penelitian berjumlah 28 orang, yang

dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 14 orang.

Kelompok satu diberikan penambahan perlakuan traksi/translasi pada latihan

gerak aktif dan kelompok dua diberikan Perlakuan latihan gerak aktif.

5.1 Uji Normalitas dan homogenitas data

Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan

maka dilakukan uji normalitas dan homogenitas data hasil peningkatkan lingkup

gerak sendi dan pengurangan nyeri sebelum dan sesudah perlakuan. Uji

normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk. Hasilnya menunjukan bahwa

karakteristik subjek data ektensi sebelum kelompok 1 dan 2, sesudah kelompok

tidak berdistribusi normal (p<0,05), sedangkan data nyeri sebelum dan sesudah

perlakuan kelompok 1 dan 2, fleksi sebelum dan sesudah perlakuan kelompok 2

dan fleksi sebelum perlakuan kelompok 1 berdistribusi normal (p>0.05), hasil

analisis uji normalitas disajikan pada lampiran 5.

Data karakteristik subjek antara lain nyeri, fleksi dan ektensi sebelum

perlakuan baik kelompok 1dan 2 diuji homogenitasnya menggunakan Levene

Page 66: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

66

Test, hasilnya menunjukan bahwa data kedua kelompok homogen (p>0,05), hasil

Analisis uji homogenitas disajikan pada lampiran 6.

5.2 Deskriptif Subjek Penelitian

Deskriptif subjek penelitian yang meliputi: umur, tinggi badan, berat

badan, sebelum Perlakuan pada ke dua kelompok Perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Deskriptif Karakteristik Subjek Perlakuan kelompok 1 dan kelompok 2

Variabel N Rerata Kelompok 1

Rerata Kelompok 2

Umur (th) 14 69,43+6,44 67,43+6,39 BB (kg) 14 51,5+2,14 50,43+4,07 TB (cm) 14 153+3,82 150,71+4,79

5.3 Uji Komparabilitas Hasil Peningkatan Lingkup Gerak Sendi dan

Penurunan Nyeri

5.3.1 Kelompok 1 (penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif)

Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata hasil

peningkatan lingkup gerak sendi dan penurunan nyeri sebelum dan sesudah

perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired dan wilcoxon sign ranks

test., yang disajikan pada Tabel 5.2, Tabel 5.3, dan Tabel 5.4.

Page 67: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

67

Tabel 5.2

Rerata Hasil Pengurangan Nyeri dengan visual analogue scale (VAS) antara

Sebelum dan Sesudah Kelompok penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak

aktif

n

Rerata ± SB Beda Rerata t p

Sebelum 14 38,57 ± 16,42 21,28 8,16 0,00

Sesudah 14 17,28 ± 8,91

Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil pengurangan nyeri

dengan pengukuran visual analogue scale (VAS) sebelum Perlakuan adalah 38,57

± 16,42 dan sesudah Perlakuan adalah 17,28 ± 8,91. Analisis kemaknaan dengan

uji t-paired menunjukan bahwa nilai t = 8,16 dan nilai p = 0,00. Hal ini berarti

bahwa rerata hasil pengurangan nyeri sebelum dan perlakuan di antara ke dua

kelompok berbeda bermakna (p < 0,05).

Tabel 5.3

Rerata Hasil Peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut antara Sebelum

dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok penambahan traksi/ translasi pada latihan

gerak aktif

n

Rerata ± SB Beda

Rerata Z p

Sebelum 14 106,78 ± 7,99 7,5 -3,31 0,001

Sesudah 14 128,21 ±7,23

Page 68: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

68

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil Peningkatan Lingkup

Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut sebelum Perlakuan adalah 106,78 ± 7,99 dan

sesudah Perlakuan adalah 128,21 ±7,23. Analisis kemaknaan dengan wilcoxon

sign ranks test menunjukan bahwa nilai Z hitung = -3,31 dan nilai p = 0,001. Hal

ini berarti bahwa rerata hasil peningkatan lingkup gerak sendi sebelum dan

perlakuan di antara ke dua kelompok berbeda bermakna (p < 0,05).

Tabel 5.4

Rerata Hasil Peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut antara

Sebelum dan Sesudah Kelompok penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak

aktif

n

Rerata ± SB Beda

Rerata Z p

Sebelum 14 -5,71 ± 3,77 6,0 -2,968 0,003

Sesudah 14 -2,07 ± 2,12

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil Peningkatan Lingkup

Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut sebelum Perlakuan adalah -5,71 ± 3,77 dan

sesudah Perlakuan adalah -2,07 ± 2,12. Analisis kemaknaan dengan wilcoxon

sign ranks test menunjukan bahwa nilai Z hitung = -2,968 dan nilai p = 0,003. Hal

ini berarti bahwa rerata hasil pengurangan nyeri sebelum dan perlakuan di antara

ke dua kelompok berbeda bermakna (p < 0,05).

5.3.2 Kelompok latihan gerak aktif

Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata hasil

peningkatan lingkup gerak sendi dan penurunan nyeri sebelum dan sesudah

Page 69: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

69

perlakuan berupa latihan gerak aktif. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired

dan wilcoxon sign ranks test, yang disajikan pada Tabel 5.5, Tabel 5.6, dan Tabel

5. 7

Tabel 5.5

Rerata Hasil Pengurangan Nyeri dengan visual analogue scale (VAS) antara

Sebelum dan Sesudah latihan gerak aktif

n

Rerata ± SB Beda Rerata t p

Sebelum 14 37,21 ± 16,15 2,71 13,98 0,00

Sesudah 14 34,50 ± 15,88

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil pengurangan nyeri

dengan pengukuran visual analogue scale (VAS) sebelum latihan gerak aktif

adalah 37,21 ± 16,15 dan sesudah Perlakuan adalah 34,50 ± 15,88. Analisis

kemaknaan dengan uji t-paired menunjukan bahwa nilai t = 13,98 dan nilai p =

0,00. Hal ini berarti bahwa rerata hasil pengurangan nyeri sebelum dan perlakuan

di antara ke dua kelompok berbeda bermakna (p < 0,05).

Tabel 5.6

Rerata Hasil Peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut antara Sebelum

dan Sesudah latihan gerak aktif

n

Rerata ± SB Beda

Rerata t p

Sebelum 14 93,92 ± 9,23 5,14 -8,43 0,00

Sesudah 14 99,07 ±9,53

Page 70: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

70

Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil Peningkatan Lingkup

Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut sebelum Perlakuan adalah 93,92 ± 9,23 dan

sesudah Perlakuan adalah 99,07 ± 9,53 Analisis kemaknaan dengan uji t-paired

menunjukan bahwa nilai t = -8,43 dan nilai p = 0,00. Hal ini berarti bahwa rerata

hasil pengurangan nyeri sebelum dan perlakuan di antara ke dua kelompok

berbeda bermakna (p < 0,05).

Tabel 5.7

Rerata Hasil Peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut antara

Sebelum dan Sesudah latihan gerak aktif

n

Rerata ± SB Beda

Rerata Z p

Sebelum 14 -4,21 ± 4,64 3,00 -2,06 0,039

Sesudah 14 -3,24 ± 3,52

Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata hasil Peningkatan Lingkup

Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut sebelum latihan gerak aktif adalah -4,21 ± 4,64

dan sesudah Perlakuan adalah -3,24 ± 3,52. Analisis kemaknaan dengan wilcoxon

sign ranks test menunjukan bahwa nilai Z hitung = -2,06 dan nilai p = 0,039. Hal

ini berarti bahwa rerata hasil pengurangan nyeri sebelum dan perlakuan di antara

ke dua kelompok berbeda bermakna. (p < 0,05).

5.3.3 Uji Komparabilitas hasil selisih lingkup gerak sendi dan nyeri pada

kedua kelompok

Uji komparabilitas ini bertujuan untuk membandingkan efek dari

perlakuan terhadap pengurangan nyeri dan peningkatan LGS pada tes awal

Page 71: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

71

(sebelum perlakuan) dan tes akhir (setelah perlakuan) antar kelompok pada kedua

kelompok yang diberikan perlakuan berupa penambahan Traksi/ Translasi pada

latihan gerak aktif pada kelompok-1 dan latihan gerak aktif saja pada kelompok-

2.

Tabel 5.8

Uji komporabilitas dengan uji wilcoxon.

Selisih nyeri

Kelompok I dan II

Selisih LGS Ekstensi Kelompok I dan Kelompok

II

Selisih LGS Fleksi Kelompok I dan Kelompok

II

Z -4.549 -3.060 -4.500

Asymp. Sig. (2-tailed)

0.000 0.002 0.000

Tabel 5.9 memperlihatkan hasil uji selisih nyeri sebelum dan sesudah

perlakuan antara kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan nilai Z hitung yang di

peroleh sebesar = -4,549 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan yang

bermakna (p < 0,05), begitu juga uji selisih LGS Ekstensi kelompok 1 dan 2,

dengan diperoleh nilai Z hitung yang di peroleh sebesar = -3,060 dan nilai p =

0,002. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05), begitu juga uji

selisih LGS Fleksi kelompok 1 dan 2, dengan diperoleh nilai Z hitung yang di

peroleh sebesar = -4,500 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan yang

bermakna (p < 0,05). Maka hal tersebut berarti Ho di tolak dan Ha diterima,

sehingga ada pengaruh penambahan traksi/translasi pada latihan gerak aktif atau

latihan gerak terhadap lingkup gerak sendi dan nyeri. Hal ini berarti Penambahan

Page 72: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

72

traksi/ translasi pada latihan gerak aktif lebih meningkatkan lingkup gerak sendi

dan mengurangi nyeri pada osteoarthritis lutut wanita lanjut usia.

Page 73: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

73

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Kondisi Subjek

Sampel penelitian berjumlah 28 orang wanita lansia dibagi menjadi 2

kelompok 14 orang kelompok perlakuan yaitu penambahan traksi/ translasi pada

latihan gerak aktif dan 14 orang kelompok kontrol yang memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi, yang berasal dari penghuni Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda

Tangerang tahun 2010. Sampel ini mewakili populasi target yaitu, seluruh

penghuni Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerang.

Penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan Eksperimen

randomized Pre and Post Test control Groups design, yaitu membandingkan

antara LGS dan nyeri pada penderita osteoarthritis lutut wanita lanjut usia

sebelum dan setelah dilakuan penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif

atau latihan gerak aktif.

Rerata umur responden dilibatkan sebagai subjek penelitian pada ke dua

kelompok Perlakuan adalah 61,00 – 78,00 tahun. Osteoartritis sendi lutut pada

usia 45-64 tahun mencapai 30 % dan persentasenya mengalami peningkatan pada

usia 65 tahun yakni 63%-85% (Chehab, 2000)

Rerata berat badan subjek penelitian adalah 51,5 ± 2,14 kg pada kelompok

traksi/translasi dan latihan gerak aktif dan 50,42 ± 4,07 kg pada kelompok latihan

gerak aktif. Obesitas merupakan salah satu faktor predisposing terjadinya

Page 74: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

74

osteoartritis, karena sebagian besar pasien osteoartritis mempunyai berat rata-rata

di atas normal (Hudaya 2002).

Sedangkan Rerata tinggi badan subjek penelitian adalah 153,0 ± 3,82 cm

pada kelompok- traksi/translasi dan latihan gerak aktif, dan 150,71 ± 4,79 cm

pada kelompok- latihan gerak aktif.

6.2 Lingkungan Penelitian

Perlakuan dilaksanakan di ruangan klinik kesehatan atau kamar tidur

Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerang pada pukul 10.00 s/d selesai, pada

hari selasa, kamis dan sabtu, setelah diadakan kebaktian dengan variasi suhu

ruangan antara 24,0oC – 30,0oC. Berdasarkan data suhu ruangan tempat Perlakuan

berlangsung masih dalam batas nyaman karena mengunakan AC atau kipas angin.

Menurut Suma’mur (1984) umumnya orang Indonesia beraklimatisasi dengan

iklim tropis antara suhu 29,0oC – 30,0o C.

6.3 Pengaruh penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif

terhadap pengurangan nyeri

Uji efek perlakuan kelompok pertama penambahan traksi/ translasi pada

latihan gerak aktif dari hasil Analisis didapatkan tes awal intensitas nyeri dengan

visual analogue scale (VAS) ,diperoleh rerata 38,57 dan simpangan baku 16,42

dengan nilai t = 8,16 (p = 0,000). Sedangkan tes akhir intensitas nyeri dengan

visual analogue scale (VAS), diperoleh rerata 17,28 dan simpangan baku 8,91,

dengan nilai t = 8,16 (p = 0,000).

Page 75: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

75

6.4 Pengaruh penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif

terhadap peningkatan Lingkup gerak sendi

Pada tes awal hasil pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut

diperoleh rerata 106,78 dan simpangan baku 7,99 dengan nilai Z = -3,317 (p =

0,001). Dan tes akhir hasil pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut

diperoleh rerata 128,21 dan simpang baku 7,23 dengan nilai Z = -3,317 (p =

0,001). Sedangkan tes awal hasil pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi

lutut diperoleh rerata -5,71 dan simpangan baku 3,77 dengan nilai Z = -2,968 (p =

0,003). Dan tes akhir hasil pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut

diperoleh rerata -2,07 dan simpangan baku 2,12 dengan nilai Z = -2,968 (p =

0,003).

Hasil pengolahan data menunjukan bahwa penambahan traksi/ translasi

pada latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi

nyeri pada osteoartritis lutu wanita lanjut usia pasien /penghuni Panti Lansia

Pancaran Kasih Bunda Tangerrang

Traksi/ translasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

peningkatan lingkup gerak sendi dan menghambat nyeri (Maitland, 1991).

6.5 Pengaruh latihan gerak aktif terhadap pengurangan nyeri

Uji efek perlakuan kelompok pertama di beri latihan gerak aktif

dari hasil Analisis didapatkan tes awal intensitas nyeri dengan visual analogue

scale (VAS) , diperoleh rerata 37,21 dan simpangan baku 16,15, dengan nilai t = -

13,984 (p = 0,000). Dan tes akhir intensitas nyeri dengan visual analogue scale

Page 76: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

76

(VAS), diperoleh rerata 34,500 dan simpang baku 15,882, dengan nilai t = -

13,984 ( p = 0,000),

6.6 Pengaruh latihan gerak aktif terhadap penambahan Lingkup gerak

sendi

Pada tes awal hasil Pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi

lutut,diperoleh rerata 93,928 dan simpang baku 9,235 dengan nilai t = -8,431 (p =

0,000). Dan hasil akhir Pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) fleksi lutut,

diperoleh rerata 99,071 dan simpang baku 9,531, dengan nilai t = -8,431 (p =

0,000). Sedang hasil pengukuran awal Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut

diperoleh rerata -4,214 dan nilai simpang baku 4,643 dengan nilai Z = -2,060 (p =

0,039). Dan hasil akhir Lingkup Gerak Sendi (LGS) ektensi lutut diperoleh rerata

-3,142 dan simpang baku 3,526, dengan nilai t = -2,060 (p = 0,039).

Hasil pengolahan data menunjukan bahwa pada latihan gerak aktif dapat

meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri pada osteoartritis lutu

wanita lanjut usia pasien /penghuni Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda

Tangerang

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkup gerak sendi (LGS)

dan mengurangi nyeri adalah latihan gerak aktif (Wold, 1999).

6.7 Perbedaan Pengaruh perlakuan kedua kelompok terhadap penambahan lingkup gerak sendi dan pengurangan nyeri

Untuk mengetahui perbandingan dari efek ke dua kelompok perlakuan

dapat dilihat melalui uji wilcoxon, memperlihatkan hasil uji selisih nyeri

menunjukkan nilai Z hitung yang di peroleh sebesar = -4,549 dan nilai p = 0,000.

Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05), begitu juga uji selisih

Page 77: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

77

LGS Ekstensi diperoleh nilai Z hitung yang di peroleh sebesar = -3,060 dan nilai

p = 0,002. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05), begitu juga uji

selisih LGS Fleksi, dengan diperoleh nilai Z hitung yang di peroleh sebesar = -

4,500 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna (p <

0,05). Maka hal tersebut berarti Ho di tolak dan Ha diterima, sehingga ada

pengaruh penambahan traksi/translasi pada latihan gerak aktif atau latihan gerak

terhadap lingkup gerak sendi dan nyeri. Hal ini berarti Penambahan traksi/

translasi pada latihan gerak aktif lebih meningkatkan lingkup gerak sendi dan

mengurangi nyeri pada osteoarthritis lutut wanita lanjut usia.

Jadi dari hasil pengelolaan data menunjukan bahwa penambahan traksi/

translasi pada latihan gerak aktif memberikan peningkatan yang lebih baik

dibandingkan latihan gerak aktif terhadap lingkup gerak sendi dan pengurangan

nyeri sendi lutut wanita lanjut usia penghuni Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda

Tangerang.

Faktor yang mempengaruhi peningkatan lingkup gerak sendi dan

mengurangi nyeri adalah traksi/ translasi dan latihan gerak aktif, yaitu lingkup

gerak sendi dan nyeri pada osteosrtritis lutut wanita lanjut usia. Responden

penelitian adalah pasien osteoartritis yang mengalami keterbatasan gerak. Dari

hasil obsevasi, aktifitas yang dilakukan subyek hanya beraktifitas disekitar panti

serta tidak pernah mengikuti kegitan atau latihan yang dapat meningkatkan

lingkup gerak sendi. Ketika pergerakan lansia berkurang, maka persendian

menjadi lebih kaku, terasa nyeri dan ada pengurangan lingkup gerak sendi sampai

mengurangi kemampuan beraktivitas (Totora dan Grabowski, 2003) dan menurut

Page 78: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

78

Kisner & Colby (1996) lansia yang melakukan latihan untuk meningkatkan

mobilitasnya seperti jongkok ke berdiri dan Toileting, dengan indeks Katz

sehingga Quality of Life akan meningkat

Page 79: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

79

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan

penelitian sebagai berikut :

1. Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif selama empat

minggu, dapat meningkatkan hasil lingkup gerak sendi (LGS) fleksi

sebesar 16,82% dan ektensi sebesar 36, 42% pada osteoartritis lutut wanita

lanjut usia Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerang.

2. Perlakuan latihan gerak aktif selama empat minggu, dapat meningkatkan

hasil lingkup gerak sendi (LGS) fleksi sebesar 4,28% dan ektensi sebesar

10,71% pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Panti Lansia Pancaran

Kasih Bunda Tangerang.

3. Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif selama empat

minggu lebih baik daripada Latihan Gerak Aktif dalam meningkatkan

lingkup gerak sendi (LGS) pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Pasien

Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerang.

4. Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif selama empat

minggu, dapat mengurangi nyeri sebesar 21,28 % pada osteoartritis lutut

wanita lanjut usia Panti Lansia Pancaran Kasih Bunda Tangerang.

Page 80: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

80

5. Perlakuan latihan gerak aktif selama empat minggu, dapat mengurangi

nyeri sebesar 2,71% pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Panti Lansia

Pancaran Kasih Bunda Tangerang.

6. Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif selama empat

minggu lebih baik daripada Latihan Gerak Aktif dalam mengurangi nyeri,

pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Pasien Panti Lansia Pancaran

Kasih Bunda Tangerang.

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang

berdasarkan temuan dan kajian penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Penambahan traksi/translasi pada latihan gerak aktif dapat

digunakan dalam meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dan

mengurangi nyeri dengan grade yang disesuaikan dengan kemampuan

subjek Pelaku.

2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peningkatan

lingkup gerak sendi dan pengurangan nyeri dengan metode yang lain

selain perlakuan traksi/ translasi dan latihan gerak aktif .

Page 81: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

81

DAFTAR PUSTAKA

Alimul dan Azis, A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah

Jakarta: Salemba Medika. Aswin, S. 2003. Pengaruh Proses Menua Terhadap Sistem Muskuloskeletal.

Dalam W. Rochmah (ed) : Naskah Lengkap Simposium Gangguan Muskuloskeletal. Fakultas Kedokteran Universias Gadjah Mada. Yogyakarta, hal. 10-20.

Badrushalih. 2008. Batas- Batas Lanjut Usia. [cited 2009 Juni, 18]. Avaelable from URL:http://ahmadfikri.blogspot.com.

Bandy, W, Irion, J. dan Bringgler, M. 1997. The Effect of Time and Frequency of

Static Stretching of Flexibility of the Hamstring Muscles, Journal of Athletic Training, 36 : 44 – 9.

Bandy, E. 2006. Exercise and Women with Physical Disabilities, Practitioners’

Guide to Primary Care, Primary Health Care Considerations. Braden, C. 2005. Open or Closed Kinetic Chain Exercise After ACL [cited 2008

October, 6]. Avaelable from: http:www.Medscape.com. Brooks. G.A. & Fahey T.D. 1984. Exercise Physiology. Human Bioenergetics and

Its Applications John Wiley & Sons, Singapore.

Burke, E.R. 2001. Panduan Lengkap Latihan Kebugaran di Rumah. Jakarta:

Rajagraindo Persada.

Clark, B. 2006. Exercise for The Older Adult, The University of Missouri, St. Lous.

Chehab R, H. 2000. Wawasan-wawasan Baru dalam Pengobatan serta

Penyembuhan Arthritis. Naskah Seminar Jakarta, 4 Nov 2000

Darmojo, B. and Martono. 2004. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai

Penerbit FK UI, Jakarta.

Page 82: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

82

Easton, K. 1999. Gerontology Rehabilitation Nursing, W.B. Sauders, Philadelphia.

Ellis, J. 1996. Modules of Basic Nursing Skill, JB. Lippincott, Philadelphia. Graf, C. 2006. Functional Decline in Hospitalized Older Adults, American

Journal Nursing, 106 (1) : 58-67. Gowitzke, BA. dan Milner, M. 1980. Understanding the Scientific Bases of

Human Movement, Williams & Wilkins, Baltimore. Guccione, A. 2000. Geriatric Physical Therapy; Second Edition, A Harcout

Health Scienses Company, United States of America. Hardywinoto & Setiabudhi, T. 1999. Panduan Gerontology Tinjauan Dari

Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hendricks T. 1995. The effect of immobilization on connective tissue. Journal of manual and manipulative therapy. 3(3):98-103

Hudaya, P. 2002. Rematologi. Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan

Fisioterapi, Surakarta

Jenkins, L. 2005, Mazimzing Lingkup Gerak Sendi In Older Adult. The Journal on Active Aging. January February, 50-5.

Junquera, LC, Carneiro, J. and Kelley, RO., 1995. Histologi Dasar, Alih Bahasa

Tambayong, J. EGC, Jakarta. Kapandji I.A. 1987. The Physiology of the Joint, Vol Two Lower Limb Fifth

Edition, Churchil Livingstone, Edinburg, London, Melbourne, and New York.

Kisner, C. and Colby, LA., 1996. Therapeutic Exercise Foundations and

Techiques, F.A. Davis, Philadelphia. Kozier, B., Erb, G. and Blais, K., 2004. Fundamental of Nursing, Concepts,

Process and Practice, Addison Wesley Publishing, California.

Page 83: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

83

Kusumastuti, P.M. 2000. Pengaruh Latihan pada Perbaikan Kecepatan Berjalan para Lansia di panti Werdha, Berkala Ilmiah Kesehatan FATMAWATI, 2 (4) : 136-43.

Luttgens, K. and Hamilton, N. 1997. Kinesiology Scientific Basis of Human

Motion, McGRAW-HILL, Boston. Maitland, G.D. 1991. Peripheral Manipulation.Third Edition. Butterworth-

Heinemann, Ltd. Mayer, F. 2003. Training and Testing in Open and Closed kinetic chain. [cited

2008 October, 8]. Avaelable:URL/:www.motionmed.com. Meyer, B.J, Van Papendorp DH, dan Meij HS. 2002, Human Physiology, 3rd

edition. Sout Africa:Juta:15.11-15.16 Miller, J. dan Alexander, N. 2003. Biomechanical of Mobility in Older Adults.

Dalam Hazzard, W. Blass, John, J. Ouslander, J and Tinetti, Mary, (ed) Principles of Geriatric Medicine and Gerotology, P. 919-45 McGRAW-HILL, New York.

Nugroho, Wahyudi. 2000. Perawatan Gerontik. EGC. Jakarta. Parjoto, S. 2000. Assesment Fisioterapi pada OA Sendi Lutut, TITAFI XV,

Semarang. Pudjiastuti, S dan Utomo, B. 2003. Fisioterapi pada Lansia, cetakan I, penerbit

Buku Kedokteran, Jakarta, hal. 8-18 Putz,R and Pabst, R. 2000. Atlas Anatomi Manusia, Sobotta Anatomi, Edisi

XXI, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta. Putro, D.S. 1998. Agar Awet Muda, Trubus Agriwidya, Ungaran.

Poccok, S.J. 1986. Clinical Trials A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication.

Page 84: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

84

Russe, O. A. Gerhardt, J. J, 1992. An Atlas of Examination, Standard Measurements and Diagnosis in Orthopedics and Traumatology. Orthopedics Equipment Company, Bourbon, USA.

Schiff, I and Walsh, B. Menopause in K.L. Becker (editor), 1995. Principles and Practice of Endocrimology and Metabolism. 2nd ed. J.B. Lippincot Company, Philadelphia. hal. 915 – 28.

Smith. 1996. Brunstrom Clinical Kinesiology. Fifth edition. FA Davis Company. Philadelphia. hal. 202-203.

Sukendro. 2007. Sehat Bugar dengan Senam Untuk Usia Lanjut, [cited 2010

Februari, 12]. Available from http://www.jambi_independent.co.id Suma’mur, P.K. 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cet-4. Jakarta:

PT. Gamedia Tortora, G.R. dan Grobowski, S.H. 2003. Principles of Anatomy and Physyology

John Wiley & Sons. Hoboken. Wold, G. 1999. Basic Geratric Nursing, Mosby, St. Loui Wolf, D. dan Mens, J.M.A. 1994. Pemeriksaan Alat Pengerak Tubuh, cetakan ke

dua, Houten.

Page 85: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

85

Lampiran 1. Karakteristik Umur (th), Kriteria Indek Karz, Berat Badan (kg) dan Tinggi Badan (cm) Subjek Penelitian

Subjek Traksi/translasi dan

latihan gerak aktif

Subjek Latihan gerak aktif

Umur

(th)

Kriteria Indek Karz

BB

(kg)

TB

(cm)

Umur

(th)

Kriteria Indek Karz

BB

(kg)

TB

(cm)

1 76 B 52 155 1 62 B 46 148

2 62 B 53 156 2 74 B 46 144

3 77 C 52 155 3 62 C 57 159

4 76 B 47 148 4 61 B 52 148

5 70 B 50 147 5 76 C 47 147

6 65 C 53 152 6 62 C 54 148

7 62 B 49 149 7 76 B 46 149

8 70 C 50 149 8 65 C 47 149

9 72 C 54 155 9 63 C 52 155

10 76 D 54 156 10 75 C 46 147

11 61 C 49 149 11 64 C 52 155

12 63 D 53 157 12 63 D 53 157

13 78 C 52 158 13 75 C 51 147

14 64 D 53 156 14 61 C 57 157

Keterangan:

BB : Berat Badan

TB : Tinggi Badan

Page 86: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

86

Lampiran 2. Nilai Pengukuran “Visual Analogue scala”, Subjek Penelitian

Subjek Traksi/translasi Subjek Latihan gerak aktif sebelum sesudah sebelum sesudah

1 67 23 1 44 41 2 66 35 2 58 54 3 40 26 3 14 12 4 50 20 4 20 18 5 19 6 5 33 30 6 42 19 6 30 28 7 24 14 7 31 28 8 50 21 8 32 29 9 38 16 9 25 23

10 44 27 10 39 37 11 11 2 11 74 71 12 24 11 12 28 25 13 32 11 13 56 54 14 33 11 14 37 33

Page 87: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

87

Lampiran 3. Nilai Pengukuran “LGS Fleksi Lutut”, Subjek Penelitian

Subjek Traksi/translasi Subjek Latihan gerak aktif sebelum sesudah sebelum sesudah

1 110 135 1 100 104 2 110 130 2 110 114 3 110 125 3 100 105 4 100 120 4 100 104 5 110 130 5 80 84 6 110 135 6 90 94 7 105 135 7 100 104 8 100 120 8 90 93 9 105 120 9 80 83

10 120 130 10 95 100 11 100 135 11 100 105 12 120 140 12 90 100 13 90 120 13 80 87 14 105 120 14 100 110

Lampiran 4.

Nilai Pengukuran “LGS Ektensi sendi lutut” Subjek Penelitian

Subjek Traksi/translasi Subjek Latihan gerak aktif sebelum sesudah sebelum sesudah

1 -9 -5 1 0 0 2 0 0 2 -5 -5 3 -5 0 3 0 0 4 -10 -4 4 0 0 5 -5 -2 5 -4 -4 6 0 0 6 -5 -5 7 -5 -2 7 -5 -2 8 -10 -4 8 -8 -5 9 -6 -2 9 0 0

10 0 0 10 -7 -5 11 -5 0 11 0 0 12 -10 -5 12 -10 -6 13 -10 -5 13 0 0 14 -5 0 14 -15 -12

Page 88: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

88

Lampiran 5 Uji Normalitas data Karakteristik Subjek dan data pengukuran LGS lutut dan nyeri

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Nyeri Sebelum Perlakuan Kelompok I .100 14 .200* .968 14 .851 Nyeri Sesudah Perlakuan Kelompok I .117 14 .200* .985 14 .994 Nyeri Sebelum Perlakuan Kelompok II

.174 14 .200* .931 14 .313

Nyeri Sesudah Perlakuan Kelompok II

.183 14 .200* .920 14 .221

LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok I

.211 14 .093 .845 14 .019

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok I

.263 14 .009 .802 14 .005

LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

.246 14 .021 .849 14 .022

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II

.242 14 .026 .811 14 .007

LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok I

.201 14 .131 .928 14 .284

LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok I

.229 14 .045 .853 14 .025

LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok II

.245 14 .023 .878 14 .054

LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok II

.197 14 .144 .929 14 .295

Selisih nyeri Kelompok I .311 14 .001 .747 14 .001 Selisih LGS Ekstensi Kelompok I .311 14 .001 .747 14 .001 Selisih LGS Fleksi Kelompok I .311 14 .001 .747 14 .001 Selisih nyeri Kelompok II .266 14 .008 .796 14 .005 Selisih LGS Ekstensi Kelompok II .399 14 .000 .691 14 .000 Selisih LGS Fleksi Kelompok II .311 14 .001 .747 14 .001

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. ket : kelompok 1= penambahan traksi/translasi pada latihan gerak aktif kelompok 2= latihan gerak aktif

Page 89: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

89

Lampiran 6 Uji Homogenitas data Subjek antar kelompok Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-

tailed) Mean

Difference Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Nyeri Sebelum

Perlakuan

Kelompok I

dan II

Equal

variances

assumed

.024 .878 .220 26 .827 1.357 6.157 -11.299 14.013

Equal

variances

not assumed

.220 25.993 .827 1.357 6.157 -11.299 14.014

LGS Ekstensi

Sebelum

Perlakuan

Kelompok I

dan II

Equal

variances

assumed

.542 .468 .938 26 .357 1.500 1.599 -1.786 4.786

Equal

variances

not assumed

.938 24.949 .357 1.500 1.599 -1.793 4.793

LGS Fleksi

Sebelum

Perlakuan

Kelompok I

dan II

Equal

variances

assumed

.755 .393 3.939 26 .001 12.857 3.264 6.147 19.567

Equal

variances

not assumed

3.939 25.474 .001 12.857 3.264 6.141 19.574

Page 90: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

90

Lampiran 7 Deskriptif Karakteristik Subjek antar kelompok, Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation umur klp 1 14 61.00 78.00 69.4286 6.44162 umur klp 2 14 61.00 76.00 67.0714 6.39067 bb klp 1 14 47.00 54.00 51.5000 2.13937 bb klp 2 14 46.00 57.00 50.4286 4.07080 tb klp 1 14 147.00 158.00 153.0000 3.82301 tb klp 2 14 144.00 159.00 150.7143 4.79469

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation nyeri klp 1 sebelum 14 11.00 67.00 38.5714 16.42566 nyeri klp 2 sebelum 14 14.00 74.00 37.2143 16.15396 flx klp 1 sebelum 14 90.00 120.00 106.7857 7.99210 flx klp 2 sebelum 14 80.00 110.00 93.9286 9.23592 ext klp 1 sebelum 14 -10.00 .00 -5.7143 3.77091 ext klp 2 sebelum 14 -15.00 .00 -4.2143 4.64391 nyeri klp 1 sesudah 14 2.00 35.00 17.2857 8.91350 nyeri klp 2 sesudah 14 12.00 71.00 34.5000 15.88299 flx klp 1 sesudah 14 120.00 140.00 128.2143 7.23430 flx klp 2 sesudah 14 83.00 114.00 99.0714 9.53104 ext klp 1 sesudah 14 -5.00 .00 -2.0714 2.12908 ext klp 2 sesudah 14 -12.00 .00 -3.1429 3.52698 Selisih nyeri Kelompok I 9 44 21.28 2.60

Selisih LGS Ekstensi Kelompok I 0 6 3.64 0.57

Selisih LGS Fleksi Kelompok I

Selisih nyeri Kelompok II 2 4 2.71 0.19

Selisih LGS Ekstensi Kelompok II 0 4 1.07 0.41

Selisih LGS Fleksi Kelompok II

Page 91: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

91

Lampiran 8 Uji Efek Perlakuan Kelompok 1; Traksi/ translasi dan latihan gerak aktif

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Nyeri sebelum traksi/ translasi – Nyeri sesudah traksi/ translasi

21.28571 9.75412 2.60690 15.65385 26.91758 8.165 13 .000

Kelompok 2; (Latihan gerak aktif

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed) Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

nyeri sebelum latihan gerak aktif – nyeri sesudah latihan gerak aktif

2.71429 .72627 .19410 2.29495 3.13362 13.984 13 .000

Page 92: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

92

Kelompok 1; Traksi/ translasi dan latihan gerak aktif Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

LGS Fleksi Sesudah Perlakuan

Kelompok I - LGS Fleksi Sebelum

Perlakuan Kelompok I

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 14b 7.50 105.00

Ties 0c

Total 14

a. LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok I < LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok I

b. LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok I > LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok I

c. LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok I = LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok I

Test Statisticsb

LGS Fleksi Sesudah Perlakuan Kelompok I – LGS Fleksi Sebelum Perlakuan Kelompok I

Z -3.317a

Asymp. Sig. (2-tailed) .001 a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test Kelompok2; Latihan gerak aktif

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 LGS Fleksi

Sebelum

Perlakuan

Kelompok II -

LGS Fleksi

Sesudah

Perlakuan

Kelompok II

-5.143 2.282 .610 -6.461 -3.825 -8.431 13 .000

Page 93: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

93

Kelompok 1; Traksi/ translasi dan latihan gerak aktif Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan

Kelompok I - LGS Ekstensi

Sebelum Perlakuan Kelompok I

Negative Ranks 11a 6.00 66.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 3c

Total 14

a. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok I < LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok I

b. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok I > LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok I

c. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok I = LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok I

Test Statisticsb

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok I - LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok I

Z -2.968a

Asymp. Sig. (2-tailed) .003 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Kelompok 2 (Latihan gerak aktif ) Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II - LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

Negative Ranks 5a 3.00 15.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 9c

Total 14

a. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II < LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

b. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II > LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

c. LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II = LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

Page 94: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

94

Test Statisticsb

LGS Ekstensi Sesudah Perlakuan Kelompok II - LGS Ekstensi Sebelum Perlakuan Kelompok II

Z -2.060a

Asymp. Sig. (2-tailed) .039 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test Lampiran 9. Uji Hipitesis III dengan uji selisih

Test Statisticsb

Selisih nyeri Kelompok I

dan II

Selisih LGS Ekstensi

Kelompok I dan Kelompok II

Selisih LGS Fleksi

Kelompok I dan Kelompok II

Mann-Whitney U .000 34.500 1.000 Wilcoxon W 105.000 139.500 106.000 Z -4.549 -3.060 -4.500 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .002 .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a .002a .000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: group

Page 95: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

95

Gambar 1. Goniometer

Gambar 2. Terapi Latihan gerak aktif ektensi lutut

Page 96: penambahan traksi / translasi pada latihan gerak aktif lebih

96

Gambar 3. Terapi Latihan gerak aktif fleksi lutut

Gambar 4. Terapi Latihan gerak aktif posisi duduk