penalaran silogisme
TRANSCRIPT
1
A. Pengertian Silogisme
Silogisme adalah penarikan konklusi secara deduktif tidak langsung yang
konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
Hal yang paling penting yakni bahwa silogisme dan bentuk-bentuk inferensi
yang lain, persoalan kebenaran serta ketidakbenaran pada premis-premis tidak
pernah timbul. Hal itu disebabkan oleh premis-premis selalu diambil yang benar.
Akibatnya, konklusi sudah dilngkapi oleh hal-hal yang benar. Dengan perkataan
lain, silogisme hanya mempersoalkan kebenaran formal (kebenaran bentuk) dan
tidak lagi mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi). Silogisme inilah
sebenarnya inti dari logika.
B. Struktur Silogisme
Sebuah silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu dua proposisi yang
disajikan dan sebuah proposisi yang ditariknya. Proposisi yang disajikan dinamai
premis mayor dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi.
Setiap proposisi terdiri atas dua term. Oleh karena itu, silogisme harus
mempunyai enam term. Sebenarnya, silogisme hanya memiliki tiga term, karena
untuk masing-masing dinyatakan dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedang
S-nya disebut term minor, dan term yang sama-sama terdapat pada kedua
proposisi disebut term pnengah. Term penengah ini merupakan factor terpenting
dalam silogisme, karena penyebab kedua premis dapat saling berhubungan
sehingga menghasilkan konklusi. Dengan perkataan lain, term penengah
menetapkan hubungan term mayor dengan term monir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam silogisme yaitu:
(1) Premis mayor disajikan terlebih dahulu, lalu diikuti premis minor;
(2) term penengah dilambangkan oleh M;
(3) term mayor dilambangkan oleh P; dan
2
(4) term minor dilambangkan oleh S.
C. Pembagian Silogisme
Secara garis, silogisme dapat dibedakan atas dua macam yatu silogisme murni
dan silogisme campuran, silogisme mempunyai hubungan yang sama pada
proposisinya. Kebalikanya, silogisme campuran memiliki hubungan yang berbeda
pada proposisinya.
Silogisme murni dapat dibedakan lagi atas: (1) silogisme murni kategoris
(semua proposisi pembentuknya kategoris) ; (2) silogisme murni hipotesis (semua
proposisi pembentuknya hipotesis) ; dan (3) silogisme murni disjunktif (semua
proposisi pembentuknya desjunktif).
Silogisme campuran dibedakan atas:
(1) Silogisme campuran hipotesis kategori (premis mayor hipotesis, premis
minor kategori dan konklusinya kategoris) ; (2) silogisme campuran kategoris
disjunktif (premis mayor disjunktif, permis minor kategoris, konklusinya
kategoris) ; dan (3) silogisme campuran dilema (premis mayornya hipotesis,
premis minor disjunktif, dan konklusinya kategoris atau disjunktif).
D. Prinsip Dasar Silogisme
Ada dua prinsip dasar dalam silogisme.
(1) Terdapat dua buah term, keduanya mempunyai hubungan dengan term lain,
maka kedua term itu satu sama lainnya memiliki hubungan pula (A = C; B = C;
... A = C).
Contohnya : Pak Ewoy adalah ayah Ewey
Pak Ewoy adalah guru SD
3
Jadi, ayah Ewoy adalah guru SD
(2) Terdapat dua buah term, satu di antaranya mempunyai hubungan dengan
sebuah term ketiga, sedangkan term yang satu lagi tidak, maka kedua term
itu tidak mempunyai hubungan satu sama lain (A = C; B = C; ... A = B).
Contoh : Ani bukanlah putrid Pak Ano
Puteri Pak Ano sngatlah cantik
Jadi, Ani tidaklah cantik
E. Bentuk Silogisme
Aristoteles mengemukakan tiga bntuk silogisme (bentuk I, II dan III), Galen
menambahkannya lagi satu bentuk (bentuk IV). Bentuk silogisme ditentukan oleh
kedudukan term menengah dalam hubungannya dengan term-term yang terdapat
pada premis-premis. Ada empat kemungkinan kedudukan term menengah dalam
dua buah premis, oleh karenanya terdapat pula empat bentuk silogisme.
Bentuk I : Dalam bentuk I, term penengah adalah S premis mayor dan P premis
minor.
MP Semua mahasiswa Uninus mendapat tunjangan
SM Robet Ewoy adalah mahasiswa Uninus
SP Robet Ewoy mendapat tunjangan
Bentuk II : Dalam bentuk II, term penengah P dari kedua premisnya
PM Semua manusia bijaksana
SM Semua hewan tidak berotak
SP Semua hewan bukan manusia
Bentuk III : Dalam bentuk III, term penengah adalah S dari kedua premisnya
4
MP Semua muslimat berjilbab
MS sebagian muslimat sudah naik haji
SP Sebagian yang sudah naik haji berjilbab
Bentuk IV: Dalam bentuk IV, term penengah adalah P dari premis mayor dan S
dari premis minor
PM Semua dosen menulis
MS Semua yang menulis pandai
SP Sebagian yang pandai adalah dosen
F. Aturan-aturan Umum Silogisme Kategoris dan Pelanggaran yang
Menimbulkan Kesalahannya.
Aturan I : Tiap-tiap silogisme pastilah terdiri atas tiga term.
Aturan itu berguna untuk menentukan cara penarikan konklusi dalam bentuk
silogisme atau bukan. Suatu bentuk silogisme harus mempunyai tiga term yaitu
term mayor, term minor dan term penengah yang masing-masingnya disebut dua
kali. Pelanggaran terhadap aturan ini akan berdampak kesalahan adanya empat
buah term atau kesalahan pembolakbalikan (fallacy of equivocation). Contohnya
pada:
(1) Semua manusia pasti mati
Semua monyet adalah binatang
Jelaslah bahwa dari dua premis di atas, tidak terdapat konklusi yang dapat
diambil.
(2) Kaki saya menyentuh sofa
5
Sofa menyentuh lantai.
Kaki saya menyentuh lantai.
Dalam contoh (2) terdapat empat butir term yaitu kaki saya, menyentuh sofa,
sofa dan menyentuh lantai. Karena itu, tidak ada konklusi yang dapat ditarik.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menarik kenyataan bahwa term
yang dipakai dalam silogisme tidak boleh ada yang bermakna ganda (ambigu). Jika
salah satu term bermakna ganda, maka kita akan membuat kesalahan
equivocation. Kata-kata yang dimiliki makna ganda merupakan beberapa term
sesuai dengan jumlah makna yang terkandung di dalamnya. Jika term mayor
bermakna ganda, kesalahan akan menjadi bermakna ganda mayor. Jika term
minor atau term penengah yang bermakna ganda, maka kesalahan akan menjadi
bermakna ganda minor atau bermakna ganda penengah.
Berikut ini merupakan contoh kesalahan argumen dan pemakaian term yang
bermakna ganda.
1) Bermakna ganda mayor
No courageous creature flies
The eagle is a courageous creature
The eagle does not fly
Dalam contoh pertama term mayor terbang (flies) dipakai dengan makna
ganda. Dalam premis mayor artinya ‘hilang dari perasaan’ . Dalam konklusi artinya
‘terbang di udara’
2) Bermakna ganda minor
No man is made of paper
All pages are me
No pages are made of paper
Pada contoh diatas term nimor pages dipergunakan dengan arti yang tidak
6
sama. Pada premis artinya ‘pelayan’. Sedangkan dalam konklusi artinya ‘halaman
buku.’
3) Bermakna ganda penengah
(1) - Semua perbuatan kriminal harus dihukum dengan undang-undang
- Pendakwan terhadap pencuri adalah perbuatan criminal.
- Pendakwaan terhadap pencurian harus dihukum dengan undang-
undang.
Perbuatan kriminal dalam premis mayor artinya ‘kejahatan’ dan dalam premis
minor artinya ‘perkara kriminal’.
Aturan II : Silogisme mestilah terdiri dari hanya tiga proposisi
Aturan II, sama halnya dengan aturan I yakni hanaya untuk membedakan
silogisme dari bentuk-bentuk penarikan konklusi tidak langsung lainnya. Aturan
ini sebenarnya telah dinyatakan dalam definisi silogisme oleh karena itu, tidak
ada yang harus dibahas lagi.
Aturan III: Term penengah mestilah tersebar dalam premis, paling kurang
satu kali.
Karena term penengah menyebabkan term mayor dan term minor mempunyai
hubungan, maka ia mestilah tersebar dalam salah satu premis, paling kurang satu
kali. Jika term penengah itu tak tersebar, jelas tidak akan terdapat hubungan
antara kedua premis itu dan karena itu konklusi tidak akan dapat ditetapkan.
Oleh karena itu, jika sebagian term penengah berhubungan dengan term mayor,
dan sebagian lainnya berhubungan dengan term minor, maka tidak ada konklusi
yang dapat diambil. Misalnya dari dua proposisi di bawah ini tidak ada koklusi
yang dapat diambil.
- Semua manusia pasti mati
- Semua anjing pasti mati
7
Kesalahan yang terjadi akibat tidak mengikuti aturan III ini disebut
kesalahan penengah yang tidak tersebar (the fallacy of undistributed middle).
Berikut ini contoh kesalahannya.
- Sebagian manusia pasti adalah guru
- Semua binatang yang padai melacak pencuri adalah manusia.
- Semua binatang yang pandai melacak pencuri adalah guru.
Aturan IV: Tak satu pun yang dapat tersebar dalam konklusi bila tak
tersebar dalam premis.
Oleh karena silogisme adalah bentuk penarikan konklusi secara deduktif,
maka konklusi tidak dapat lebih umum dari premis-premisnya. Itulah sebabnya
term yang tidak diambil dari keseluruhan denotasi, yaitu term yang tidak
tersebar dalam premis, tidak dapat pula tersebar dalam denotasi konklusi.
Pelanggaran terhadap aturan ini menimbulkan kesalahan proses yang tidak sah
(the fallacy of elicit process). Jika term mayor tersebar dalam konklusi tanpa
tersebar dalam premis, kesalahan disebut elicit mayor, dan jika term minor
tersebar dalam koklusi tanpa tersebar dalam premis kesalahan disebut illicit
minor, misalnya:
Illicit mayor
- Semua lembua adalah binatang berkaki empat.
- Tidak seekor pun anjing adalah embu
- Tidak seekor pun anjung adalah binatang berkaki empat.
Argumen di atas ini mempunyai kesalahan illicit mayor, karena term binatang
berkaki empat tersebar dalam konklusi sedangkan dalam premis ia tidak
tersebar.
Illicit minor
- Tidak seorang pun manusia adalah sempurna
8
- Semua manusia adalah binatang
- Tidak seekor pu binatang adalah sempurna.
Argument ini mempunyai kealahan illicit minor, karena term binatang
tersebar dalm konklusi, sedangkan dalam prenmis tidak tersebar.
Aturan V: Dari dua premis negatif tidak ada konklusi yang dapat diambil
Proposisi negative menyatakan bahwa P menyangkal (negasi) S, yaitu tak ada
hubungan antara S dan P. Jika kedua premis negatif, baik mayor maupun minor
tidak akan mempunyai hubungan denga term penengah. Jika tidak ada hubungan
dengan term penengah atau antara minor dan penengah, maka tidak ada hubungan
antara mayor dan minor. Akibatnya, tidak ada konklusi yang dapat diambil.
Konklusi hanya dapat diambil jika paling kurang satu dari mayor dan minor
mempunyai hubungan penengah karena atas dasar perhubungan itulah kita dapat
menarik konklusi. Misalnya dari segi premis berikut ini tidak dapat ditarik
konklusi.
- Tidak seorang pun manusia adalah binatang.
- Tidak seekor pun binatang adalah mahluk pandai berfikir.
Kesalahan-kesalahan yang timbul karena pelanggaran terhadap aturan ini
dinamai kesalahan tentang premis-premis negatif (the fallacy of negative
premis).
Aturan VI: Bila salah satu premis negative, konklusi mestilah negative, dan
sebaliknya, yaitu untuk membuktikan bahwa konklusi negative,
salah satu premis mestilah negative.
Oleh karena aturan-aturan yang lebih dahulu mengatakan bahwa kedua
premis tidak dapat negative, maka salah satu darinya mestilah afirmatif sehingga
konklusi dapat diambil. Begitu pula aturan ini mengatakan jika salah satu premis
9
negative, konklusi mestilah negatif. Proposisi negative mengatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara ter penengah dengan term mayor dan minor.
Berangkat dari kenyataan ini kita dapat menyimpulkan bahwa bila tidak ada
hubungan antara mayor dan minor, akibatnya konklusi adalah negative.
Kebalikan dari aturan ini juga benar. Jika konklusi negatif, maka dinyatakan
yaitu antara mayor dan minor tidak terdapat hubungan. Tetapi ini hanya dapat
terjadi bila salah satu dari premmis negatif. Dengan kata lain, hal ini hanya dapt
terjadi bila salah satu premisnya mempunyai hubungan dengan term penengah
dan yang satu lagi tidak.
Aturan VII: Jika kedua premis afirmatif, maka konklusinya afirmatif, dan
sebaliknya jika konklusi afirmatif maka kedua premis mestilah
afirmatif
Jika kedua jenis premis afirmatif, maka mayor dan minor mempunyai
hubungan dengan term penengah dan sebagai akibatnya maka mayor dan minor
mempunyai hubungan pula dengan sesamanya, karena itu konklusi afirmatif pula.
Kebalikan dari aturan ini pun benar. Bila konklusi afirmatif, berarti antara
mayor dan minor memiliki hubungan. Hal ini hanya dapat terjadi jika keduanya
mempunyai hubungan pula dengan penengah. Ini berarti pula bahwa kedua
proposisi itu mestilah afirmatif.
Aturan VIII: Jika kedua premis khusus, konklusi tidak dapat diambil
Bila kedua premis khusus, gabungan yang mungkin kita punyai adalah “I” ”I”,
“I” ”O”, “O” ”I”, dan “O” ”O” . Marilah kita perhatikan apakah konklusi dapat kita
ambil dengan menyalahi salah satu aturan yang telah kita bincangkan di atas.
Pertama kita perhatikan gabungan “I” “I”. Gabungan ini tidak menghasilkan
konklusi karena proposisi “I” S dan P-nya tidak tersebar dan akibatnya term
10
penengah mestilah tersebar. Karena itu, gabungan proposisi “I” “I” tidak
menghasilkan konklusi.
Sekarang kita perhatikan pula gabungan “I” “O” dan “O” “I”. Jika satu
proposisi “I” dan proposisi lain “O”, maka hanya ada satu term yang tersebar oleh
karena proposisi “I” termnya yang tersebar, sedangkan proposisi “O” hanya P-nya
yang tersebar. Karena hanya satu ter yang tersebar, maka term yang tersebar
itu mestilah term penengah agar kita dapat menghindarkan kesalahan penengah
yang tak tersebar. Konklusi tentulah negatif karena premisnya negatif. Usaha
untuk menarik konklusi dari gabungan proposisi “I” dan “O” akan menimbulkan
kesalahan penengah yang tidak tersebar atau kesalahan illicit mayor. Sementara
itu, gabungan proposisi “O” “O” tidak dapat menghasilkan konklusi karena kedua
proposisi itu negatif.
Aturan IX: Jika satu premis khusus, maka konklusi mestilah khusus pula
Kebenaran atutan ini dapat diperlihatkan sebagai berikut. Jika salah satu
premisnya khusus, maka premis yang satu lagi mestilah universal seperti yang
tampak dalam kombinasi- kombinasi: “A” “I”, “I” “A”, “A” “O”, “E” “I”, “I” “E”, “E”
“O”, dan “O” “E”. Kombinasi “E” “O” dan “O” “E” dapat kita tolak karena kedua
proposisinya negatif. Sekarang kita perhatikan kombinasi-kombinasi lainnya.
“A” “I” dan “I” “A” jika salah satu premisnya berbentuk “A” dan yang satu
lagi berbentuk “I”, maka hanya akan ada satu term yang tersebar di antara
keduanya itu, yaitu term penengah agar dapat dihindarkan kesalahan penengah
yang tidak tersebar. Oleh karena itu, tidak ada term yang tersebar dalam
konklusi. Jika ada konklusi, maka konklusi itu mestilah berbentuk proposisi “I”,
karena proposisi “I” adalah proposisi yang tidak menyebarkan satu term pun.
“A” “O” dan “O” “A”, jika salah satu premisnya berbentuk “A” dan yang
lainnya berbentuk “O”, maka ada dua term yang tersebar, yaitu S proposisi “A”
11
dan P proposisi “O”. Dari kedua term yang tersebar ini, satu diantaranya haruslah
term penengah, karena dalam konklusi hanya ada satu term yang tersebar. Oleh
karena itu, satu dari premisnya negatif, maka konklusi mestilah negatif dan
akibatnya P yaitu term mayor, tersebar. Karena hanya ada satu term yang
tersebar dalam konklusi, yaitu term mayor, maka konklusi haruslah proposisi yang
tidak menyebarkan S-nya, dan yang tak tersebar itu mestilah term minor yang
tak tersebar dalam premis. Syarat ini hanya dapat dipenuhi oleh proposisi “O”
yang bentuknya proposisi khusus.
“E” “I” dan “I” “E”, pada proposisi “E” dan “I” ada dua buah term yang
tersebar, yaitu S dan P proposisi “E”, sedangkan proposisi “I” tidak menyebarkan
satu term pun. Satu di antara kdua term yang tersebar itu harus jadi penengah
dan yang lainnya menjadi tem mayor. Oleh karena konklusi akan menjadi negatif,
proposisi negatif tidak menyebarkan S. Dengan perkataan lain, jika ada konklusi,
maka yang mungkin hanyalah proposisi “O” karena proposisi “O” adalah proposisi
khusus.
Aturan-aturan ini menjelaskan bahwa jika konklusi universal, kedua premis
mestilah juga universal, sebab bila salah satu premisnya khusus, konklusi
mestilah ditarik dari premis universal pula.
Kebalikan dari peraturan ini tidak benar. Bila konklusi khusus, premis-
premisnya juga khusus tidaklah benar. Kita dapat memperoleh konklusi khusus
dari proposisi universal.
Aturan X : dari mayor yang khusus dan minor yang negative, tidak ada
konklusi yang dapat diambil
Jika premis minor negatif, myor mestilah afirmatif dan konklusi mestilah
negatif pula. Pada konklusi negatif, mayor termm tersebar, sedangkan mayor
premis yang berbentuk afirmatif khusus tidak menyebarkan sebuah term pun.
12
Oleh karena itu, dalam usaha manarik konklusi kita berbuat kesalahan illicit
mayor.
Haruslah kita ingat bahwa empat aturan terakhir ini adalah kesimpulan dari
enam aturan yang terdahulu. Pelanggaran terhadap salah satu aturan yang empat
ini merupakan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang lainnya. Enam aturan
yang terakhir disebut aturan sekunder.
G. Mood Silogisme
Istilah mood memiliki beberapa pengertian. Berikut ini akan dipaparkan satu
persatu.
Pengertian pertama, mood digunakan untuk menyatakan bentuk silogisme
yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas premis-premis yang membentuknya.
Oleh karena itu, kita mengenal empat jenis proposisi yaiyu “A”, “E”, “I”, “O”.
Sementara itu, dalam sebuah silogisme terdapat dua premis yang
membentukknya. Dengan demikian, maka akan ada 16 kemungkinan mood dalam
stiap bentuk silogisme itu yaitu :
“A” “A” “E” “A” “I” “A” “O” “A”
“A” “E” “E” “E” “I” “E” “O” “E”
“A” “I” “E” “I” “I” “I” “O” “I”
“A” “O” “E” “O” “I” “O” “O” “O”
Jika satu silogisme ada 16 mood, maka dengan 4 silogisme akan diperoleh
64 mood.
Pengertian Kedua, mood dipergunakan dalam pengertian yang lebih luas
untuk menyatakan bentuk silogisme yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
ketiga proposisi yang membentuknya. Jadi, tidak saja mengenal dua premis,
melainkan juda mengenai konklusinya.
Pengambilan mood menurut pengertian ini menyatakan bahwa setiap mood
13
dari 64 mood, misalnya kombinasi “A” “A” dalam benti “I” dapat mempunyai
empat bentuk yaitu :
“A” “A” “A” “A” “A” “E” “A” “A” “I” “A” “A” “O”
Berdasarkan hal itu, kita dapat memperoleh 256 mood untuk keempat
bentuk tersebut.
Pengertian ketiga, ini didasari oleh beberapa pendapat ahli logika yang
mengemukakan bahwa mood dalam pengertian yang sangat terbatas, yaitu hanya
untuk menyatakan mood yang valid saja yakni semua gabungan yang menghasilkan
konklusi yang valid. Akan terlihat kepada kita bahwa akhirnya menurut
pengertian ini hanya ada 19 mood yang valid dari semua bentuk itu, jika kita
hanya memperhitungkan premis-premisnya saja yaitu :
Bentuk I : “A” “A” “E” “A” “A” “I” “E” “I”
Bentuk II: “E” “A” “A” “E” “E” “I” “A” “O”
Bentuk III: “A” “A” “I” “A” “A” “I” “E” “A”
“O” “A” “E” “I”
Bentuk IV: “A” “A” “A” “E” “I” “A” “E” “A”
“E” “I”
Namun, jika kita menghitung berdasarkan ketiga proposisi yang
membentuknya, akan diperoleh 24 mood yang valid yaitu:
Bentuk I : “A” “A” “A” “A” “A” “I” “E” “A” “E”
“E” “A” “O” “A” “I” “I” “E” “I” “A”
Bentuk II : “E” “A” “E” “E” “A” “O” “A” “E” “E”
“A” “E” “O” “E” “I” “O” “A” “O” “O”
Bentuk III : “A” “A” “I” “I” “A” “I” “A” “I” “I”
“E” “A” “O” “O” “A” “O” “E” “I” “O”
Bentuk IV : “A” “A” “I” “A” “E” “E” “A” “E” “O”
14
Materi Diskusi dan Tugas
1. Apakah yang dimaksud dengan silogisme?
2. Cobalah Anda ebutkan struktur silogisme lalu jelaskan semuanya!
3. Silogisme dapat dibedakan atas dua macam yaitu silogisme murni dan
silogisme campuran. Coba Anda jelaskan kedua macam silogisme tersebut dan
sebutkan pula pembagian keduanya!
4. Sebutkan pulalah prinsip-prinsip dasar silogisme, lalu jelaskan!
5. Aristoteles mengemukakan tiga bentuk silogisme dan Galen menambahkannya
lagi satu bentuk. Jelaskanlah keempatnya!
6. Buatlah masing-masing satu contoh untuk setiap bentuk silogisme yang Anda
ketahui!
7. Ada berapakah aturan umum silogisme kategoris, lalu jelaskanlah secara
singkat untuk setiap aturan itu!
8. Buatlah masing-masing sebuah contoh serta kemungkinan pelanggaran yang
emnimbulkan kesalahannya!
9. Minimal ada tiga pengertian mood silogisme. Sebutkanlah ketiganya, lalu
jelaskanlah!
10. Cobalah Anda paparkan mood-mood yang valid dari bentuk I, bentuk II,
bentuk III dan bentuk IV lengkap dengan sebuah contoh untuk masing-
masingnya.