peminatan kesehatan lingkungan fakultas … · 2015. 2. 4. · universitas islam negeri (uin)...

153
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI 5 POSYANDU DESA TAMANSARI KECAMATAN PANGKALAN KARAWANG TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : RUDIANTO NIM : 109101000075 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M

Upload: others

Post on 06-Sep-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA

DI 5 POSYANDU DESA TAMANSARI KECAMATAN PANGKALAN

KARAWANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

(SKM)

Oleh :

RUDIANTO

NIM : 109101000075

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2013 M

Page 2: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

i

Page 3: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

ii

Page 4: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

iii

Page 5: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, 25 Juli 2013

RUDIANTO, NIM : 109101000075

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan

Pangkalan Karawang Tahun 2013

(xv + 107 halaman, 25 tabel, 2 bagan, 6 lampiran)

ABSTRAK

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan salah satu penyakit

yang sering terjadi pada balita. Di wilayah Puskesmas Pangkalan yang berada di

sekitar industri batu kapur, ISPA masih berada diurutan pertama dari 10 penyakit

lainnya. Debu yang berasal dari pembakaran batu kapur merupakan pencemar

terhadap lingkungan yang perlu diwaspadai karena dapat mengganggu kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi,

status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk, kebiasaan merokok,

bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan hunian dengan gejala ISPA

pada balita di desa tamansari dan dilaksanakan April-Juni 2013. Jenis penelitian

yang digunakan adalah observasional dengan desain cross sectional. Populasi dan

sampel penelitian ini adalah balita yang berusia 1-59 bulan di 5 posyandu desa

tamansari tahun 2013 yaitu 68 balita. Analisis data dilakukan dengan CI=95%

secara univariat dan bivariat serta menggunakan uji chi square dan man whitney

dengan α=0,05.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proporsi balita ISPA sebesar

57,4%, status gizi kurang sebesar 10,3%, status imunisasi tidak lengkap sebesar

11,8%, rata-rata PM10 sebesar 162,50 µg/m3, rata-rata suhu 28,66

0C, rata-rata

kelembaban 86,12%, racun nyamuk bakar sebesar 89,7%, kebiasaan anggota

keluarga yang merokok didalam rumah sebesar 79,4%, yang menggunakan yang

memakai kayu bakar sebesar 14,7%, luas ventilasi, kepadatan hunian, yang tidak

memenuhi syarat sebesar 64,7%, 80,9%.

Faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada balita pada penelitian

ini adalah kepadatan hunia (p=0,032). Sedangkan status gizi, status imunisasi,

PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk, kebiasaan merokok, bahan bakar

memasak dan luas ventilasi : tidak berhubungan secara bermakna dengan gejala

ISPA pada balita. Disarankan kepada puskesmas agar memberikan penyuluhan

kepada masyarakat tentang pentingan kesehatan rumah serta masyarakat perlu

memperbaiki kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.

Kata Kunci : ISPA, status gizi, status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban,

racun nyamuk, kebiasaan merokok, bahan bakar masak, luas ventilasi dan

kepadatan hunian.

Page 6: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

v

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduate thesis, 25 July 2013

RUDIANTO, NIM: 109101000075

FACTORS ASSOCIATED WITH SYMPTOMS OF RESPIRATORY

INFECTIONS (ARI) IN TODDLERS AT THE CASTLE VILLAGE 5 SUB

BASE TAMANSARI KARAWANG IN 2013

(xv + 107 Pages, 25 Table, 2 Charts, 6 Attachments)

ABSTRACT

ARI Acute Respiratory Infection is a disease that often occurs in infants.

Base health centers in areas that are around the limestone industry, ISPA still

comes out the first of 10 other diseases. The soot from burning limestone is a

pollutant to the environment that needs to watch out because it can be detrimental

to health.

This study aims to determine the relationship between nutritional status,

immunization status, PM10, temperature, humidity, mosquitoes toxins, smoking,

cooking fuel, extensive ventilation and occupancy density with symptoms of

respiratory infection in infants in the Castle and village conducted from April to

June 2013. This type of research is an observational cross-sectional design.

Population and sample of this study is that infants aged 1-59 months in 5 villages

posyandu the Castle in 2013 that 68 toddlers. Data analysis was performed with

95% CI = univariate and bivariate and using chi square test and man whitney with

α = 0.05.

These results indicate that the proportion of 57.4% toddlers ARI,

malnutrition status of 10.3%, incomplete immunization status of 11.8%, an

average of 162.50 μg/m3 of PM10, the average temperature is 28 , 66 0C, the

average moisture 86.12%, mosquito poison by 89.7%, the smoking habits of

family members in the home by 79.4%, which use the firewood of 14.7%,

extensive venting, density residential, which does not qualify for 64.7%, 80.9%.

Factors associated with symptoms of respiratory infection in infants in this

study were hunia density (p = 0.032). While nutritional status, immunization

status, PM10, temperature, humidity, mosquitoes toxins, smoking, cooking fuel

and extensive ventilation: not significantly associated with respiratory symptoms

in toddlers. Recommended to the clinic in order to educate the public about the

health interests of the community need to improve the physical condition of the

home that do not qualify.

Keywords: respiratory infections, nutritional status, immunization status, PM10, temperature, humidity, mosquitoes toxins, smoking, cooking fuel, extensive ventilation and occupancy density.

Page 7: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

vi

DATA RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama

TTL

Jenis kelamin

Alamat asal

Agama

Status pernikahan

Nomor Handphone

Email

: Rudianto

: Lampung, 14 Desember 1989

: Laki-laki

: Jln. Merdeka Rt/Rw 007/002 Desa

Pangkalan Panji Kab : Banyuasin

30753 Palembang

: Islam

: Akan Menikah

: 087885918582

: [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

2009 - Sekarang

S1 - Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin

2003 - 2006 SMP Negeri 3 Banyuasin III Pulau Harapan

1997 - 2003 SD Negeri PP Langkan

PENGALAMAN MAGANG

Maret – April 2013 Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Bidang Penyehatan

Lingkungan

2010 – 2013 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Ternak Bebek

Kalung Magelang Jawa Tengah

Page 8: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

vii

PENGALAMAN KUNJUNGAN LAPANGAN

05-12-2011 PT. Chevron Company Oil and Gas Balikpapa Kalimantan

Timur

07-12-2011 PT. PERTAMINA Unit 5 Balikpapa Kalimantan Timur

21-04-2012 PT. JOB Pertamina Petrochina Tuba Jawa timur

07-05-2012 PT. Chevron Gheothermal Indonesia Garut Jawa Barat

28-06-2012 PT. Suralaya Pembangkit Listrik Cilegon Banten

PENGALAMAN ORGANISASI

2004 – 2005 Anggota Pramuka SMP Negeri 3 Pulau Harapan

2006 – 2008 Anggota Paskibra MAN Pangkalan Balai

2006 - 2008 Staff Departemen Kewarga Negaraan OSIS MAN PABA

2010 - 2011 Staff Departemen Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2010 - 2011 Ketua Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) 1 Kecamatan

Ciputat, Kabupaten Tangerang

2009 - Sekarang Anggota Envihsa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009 - Sekarang Ketua Angkatan 2009 Mahasiswa Beasiswa Santri Jadi Dokter

Sumatera Selatan

2013 - Sekarang Ketua Komunitas Generasi Peduli Banyuasin

Page 9: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta

nikmat-Nya kepada seluruh umatnya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya menuju

jalan yang terang penuh Cahaya Illahi.

Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

“Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari

Kecamatan Pangkalan Karawang Tahun 2013” dengan baik dan penuh

perjuangan.

Skripsi ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Teriringi doa, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur penulis

memberikan ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:

1. Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta yang telah

memberikan semangat, bimbingan dan doa yang tiada henti untuk lulus

tepat waktu.

2. Kakak kandung (Suwarni Ningsih, Heri Susanto, Ida susanti, dan

Septiarini) yang telah memberikan dukungan, bantuan dan semangat agar

bisa lulus tepat waktu.

Page 10: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

ix

3. Adik-adik kandungku (Fera Yuliana dan Tomi julianto) yang selalu

memberikan semangat agar bisa lulus cepat.

4. Dini Asmiar, Am. Keb yang selalu memberikan dukungan, semangat dan

doa agar bisa lulus cepat.

5. Dinas Pendidikan Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa

kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Febrianti, SP. Msi. Selaku kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah

memberikan tuntunan dan bimbingan ilmu pengetahuan dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing II yang

telah memberikan tutunan dan bimbingan ilmu pengetahuan dalam

penyusunan skripsi ini.

9. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembina peminatan

kesehatan lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

10. Nenek, Uwak dan Anisa yang telah banyak membantu dan memberikan

izin untuk tinggal dalam pelaksanaan skripsi.

11. Temen-temen dan sahabatku mahasiswa beasiswa sumsel khususnya

angkatan 2009 (Midun, Aan, Rifki, Desly, Zil, Putra, Kiki, Tika, Rafita,

Page 11: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

x

Etika, Vita, Nurul, Rani, Susi, Maya, Ira, Seil, Fitri, Maharani, Ani, Inti,

semangat dan sukses buat kita, Aamiin.

12. Teman-teman mahasiswa Kesehatan Lingkungan 2009 semangat dan

sukses untuk kita semua, Aamiin.

13. Serta segenap pihak yang telah membantu dalam penyusun dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Hanya do’a yang dapat penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, semoga

amal baiknya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Penulis sadar atas segala kekurangan dan keterbatasan yang ada. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk skripsi ini demi

kemajuan dimasa yang akan datang.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 25 Juli 2013

Rudianto

Page 12: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................................... i

ABSTACT.................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP...................................................................................... iii

KATA PENGANTAR.................................................................................. v

DAFTAR ISI................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................

xv

1

A. Latar Belakang.................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................

C. Pertanyaan Penelitian.......................................................................

D. Tujuan Penelitian..............................................................................

1. Tujuan Umum.............................................................................

2. Tujuan Khusus............................................................................

E. Manfaat Penelitian............................................................................

1. Manfaat Bagi Puskesmas............................................................

2. Manfaat Bagi Peneliti.................................................................

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan.............................................

F. Ruang Lingkup Penelitian................................................................

5

6

7

7

7

8

8

9

9

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................

A. Pengertian ISPA...............................................................................

B. Penyebab ISPA................................................................................

C. Klasifikasi ISPA pada Balita............................................................

D. Mekanismes Terjadinya ISPA..........................................................

E. Tanda dan Gejala ISPA....................................................................

F. Masalah ISPA di Indonesia..............................................................

G. Faktor Risiko ISPA...........................................................................

11

11

12

15

17

17

19

22

Page 13: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xii

H. Karakteristik Balita...........................................................................

1. Usia.............................................................................................

2. Status Gizi...................................................................................

3. Status Imunisasi..........................................................................

I. Faktor Pendidikan Ibu......................................................................

J. Sumber Polutan dalam Rumah.........................................................

1. Racun Nyamuk Bakar.................................................................

2. Aspa Rokok................................................................................

3. Bahan Bakar Masak....................................................................

4. PM10..........................................................................................

24

24

25

26

27

28

29

29

31

32

K. Sumber PM10...................................................................................

L. Nilai Ambang Batas PM10...............................................................

M. Hubungan antara PM10 dengan ISPA..............................................

N. Suhu dan Kelembaban......................................................................

O. Kondisi Lingkungan Rumah.............................................................

1. Luas Ventilasi............................................................................

2. Kepadatan Hunian......................................................................

32

32

34

35

36

36

38

P. Kerangka Teori................................................................................. 38

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL....

A. Kerangka Konsep.............................................................................

B. Defenisi Operasional........................................................................

C. Hipotesis...........................................................................................

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.................................................

A. Desain Penelitian..............................................................................

B. Lokasi dan Waktu.............................................................................

C. Populasi dan Sampel Penelitian........................................................

1. Populasi......................................................................................

2. Sampel.......................................................................................

D. Teknik pengambilan sampel.............................................................

E. Instrumen Penelitian.........................................................................

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data................................................

40

40

42

47

48

48

48

48

48

49

50

51

51

Page 14: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xiii

1. Pengukuran PM10......................................................................

2. Termohygrometer.......................................................................

G. Pengumpulan Data............................................................................

1. Data Primer.................................................................................

2. Data Sekunder.............................................................................

H. Pengolahan Data...............................................................................

1. Editing........................................................................................

2. Coding........................................................................................

3. Entry Data...................................................................................

4. Cleaning......................................................................................

I. Analisis Data.....................................................................................

1. Univariat.....................................................................................

2. Bivariat.......................................................................................

51

52

52

52

52

53

53

53

53

54

54

54

54

BAB V HASIL PENELITIAN...................................................................

A. Gambaran Desa Tamansari...............................................................

B. Hasil Analisis Univariat....................................................................

1. Gambaran Kejadian ISPA..........................................................

C. Gambaran Faktor Risiko Kejadian ISPA..........................................

1. Gambaran Usia...........................................................................

2. Gambaran Jenis kelamin.............................................................

3. Gambaran Status gizi..................................................................

4. Gambaran Status imunisasi........................................................

5. Gambaran Pendidikan Ibu..........................................................

6. Gambaran PM10.........................................................................

7. Gambaran Suhu..........................................................................

8. Gambaran Kelembaban..............................................................

9. Gambaran Racun nyamuk..........................................................

10. Gambaran Kebiasaan merokok...................................................

11. Gambaran Bahan bakar memasak..............................................

12. Gambaran Luas ventilasi............................................................

13. Gambaran Kepadatan hunian......................................................

56

56

57

57

58

58

58

59

59

60

61

61

62

62

63

63

64

65

Page 15: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xiv

D. Hasil Analisi Bivariat.......................................................................

1. Hubungan Status gizi dengan kejadian ISPA.............................

2. Hubungan Status imunisasi dengan kejadian ISPA....................

3. Hubungan PM10 dengan kejadian ISPA....................................

4. Hubungan Suhu dengan kejadian ISPA......................................

5. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA.........................

6. Hubungan Racun nyamuk dengan kejadian ISPA......................

7. Hubungan Kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA..............

8. Hubungan Bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA..........

9. Hubungan Luas ventilasi dengan kejadian ISPA.......................

10. Hubungan Kepadatan hunian dengan kejadian ISPA.................

BAB VI PEMBAHASAN...........................................................................

A. Keterbatasan Penelitian....................................................................

B. Analisis Univariat.............................................................................

1. Gambaran Kejadian ISPA pada Balita.......................................

C. Analisis Bivariat...............................................................................

1. Analisis Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA.............

2. Analisis Hubungan Hubungan Status Imunisasi dengan

Kejadian ISPA............................................................................

3. Analisis Hubungan Hubungan PM10 dengan Kejadian ISPA...

4. Analisis Hubungan Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA.....

5. Analisis Hubungan Hubungan Kelembaban dengan Kejadian

ISPA............................................................................................

6. Analisis Hubungan Hubungan Racun Nyamuk dengan

Kejadian ISPA............................................................................

7. Analisis Hubungan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan

Kejadian ISPA............................................................................

8. Analisis Hubungan Hubungan Bakar Bahan Memasak dengan

Kejadian ISPA............................................................................

9. Analisis Hubungan Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian

ISPA............................................................................................

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

77

77

77

77

79

79

81

84

86

88

90

92

95

98

Page 16: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xv

10. Analisis Hubungan Hubungan Kepadatan Hunian dengan

Kejadian ISPA............................................................................

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................

A. Simpulan...........................................................................................

B. Saran.................................................................................................

1. Bagi Responden..........................................................................

2. Bagi Puskesmas..........................................................................

3. Bagi Peneliti Lain.......................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

100

104

104

106

106

106

107

Page 17: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xvi

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Hal

Tabel 3.1 Definisi Operasional............................................................ 42

Tabel 5.1 Distribusi Kejadian ISPA.................................................... 57

Tabel 5.2 Distribusi Usia Balita.......................................................... 58

Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Balita........................................... 58

Tabel 5.4 Distribusi Status Gizi Balita................................................ 59

Tabel 5.5 Distribusi Status Imunisasi Balita....................................... 59

Tabel 5.6 Distribusi Pendidikan Ibu Balita......................................... 60

Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata PM10 dalam Kamar Balita................. 61

Tabel 5.8 Distribusi Rata-rata Suhu dalam Kamar Balita................... 61

Tabel 5.9 Distribusi Rata-rata Kelembaban dalam Kamar Balita....... 62

Tabel 5.10 Distribusi Pemakaian Racun Nyamuk Bakar...................... 62

Tabel 5.11 Distribusi Kebiasaan Merokok didalam Rumah................. 63

Tabel 5.12 Distribusi Bahan Bakar Memasak....................................... 63

Tabel 5.13 Distribusi Luas Ventilasi Kamar Balita.............................. 64

Tabel 5.14 Distribusi Kepadatan Hunian Kamar Balita........................ 65

Tabel 5.15 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA.................... 66

Tabel 5.16 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA........... 67

Tabel 5.17 Hubungan PM10 dengan Kejadian ISPA............................ 68

Tabel 5.18 Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA............................. 69

Tabel 5.19 Hubungan Kelembaban denagn Kejadian ISPA................. 70

Tabel 5.20 Hubungan Racun Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA.. 71

Tabel 5.21 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian ISPA..... 72

Tabel 5.22 Hubungan Bahan Bakar Memasak dengan Kejadian ISPA. 73

Tabel 5.23 Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA.............. 74

Tabel 5.24 Hubungan Kepadatan Hunia dengan Kejadian ISPA.......... 75

Page 18: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xvii

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Judul Bagan Hal

Bagan 2.1

Bagan 2.2

Kerangka teori

Kerangka Konsep

39

41

Page 19: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Kuisoner

Hasil Analisis Statistik

Foto-foto Dokumentasi

Data Kesakitan Puskesmas Pangkalan tahun 2012

Surat Izin Penelitian

Surat keterangan

Page 20: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta

orang meninggal setiap tahun. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi,

anak-anak dan orang lanjut usia, terutama di negara dengan pendapatan per

kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu

penyebab utama rawat jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan

terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008).

World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka

kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di

dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat

di negara berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama

kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes RI,

2001).

Proporsi kematian balita akibat Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKTR) 2007

sebesar 15 %. Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu

penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan, sebanyak 40% - 60%

Page 21: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

2

kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian

rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Depkes RI,

2006).

Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab

kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada

pada daftar 10 besar penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas

yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA atau

Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan

presentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Rima, 2008).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara

langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian yang dilakukan Charles

(2005) menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam

rumah serta pemakaian racun nyamuk bakar merupakan risiko yang bermakna

dengan kejadian ISPA pada balita. Sedangkan Depkes (2002) menyebutkan

bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi rendah

(BBLR), status gizi buruk, status imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan

tempat tinggal dan lingkungan fisik.

Sedangkan menurut Hendrik L. Blum dalam Notoatmodjo (1996),

faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA antara lain faktor

lingkungan seperti kondisi fisik rumah (ventilasi udara, jenis lantai, jenis

dinding, letak dapur, suhu, pencahayaan, kelembaban dan kepadatan hunian).

Faktor perilaku seperti kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah,

Page 22: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

3

penggunaan obat nyamuk, jenis bahan bakar memasak, faktor pelayanan

kesehatan seperti status imunisasi dan status gizi.

Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah

lingkungan perumahan, dimana kualitas rumah berdampak terhadap

kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis

lantai, jenis dinding, kepadatan hunia dan jenis bahan bakar memasak yang

diapaki. Faktor-faktor diatas diduga sebagai penyeba terjadinya ISPA

(Depkes RI, 2003).

Industri batu kapur yang berada di desa Tamansari merupakan industri

informal yang dikelola oleh masyarakat dan dalam pengolahannya masih

bersifat tradisional, sehingga jenis polutan PM10 yang ada di udara berisiko

terhadap kesehatan manusia. Efek terhadap kesehatan manusia dipengaruhi

oleh intensitas dan lamanya keterpajanan, selain itu juga dipengaruhi oleh

status kesehatan penduduk terpajan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa keadaan

lingkungan udara yang kurang menguntungkan akan memperburuk kondisi

kesehatan seseorang diperburuk lagi (Kusnoputran, 2000).

Penelitian Abdullah (2003) membuktikan bahwa status gizi,

pemberian ASI, berat badan lahir (BBL), pendidikan ibu, kepadatan hunian,

asap pembakaran, asap rokok, keadaan ventilasi dan letak dapur terhadap

kejadian ISPA. Hasil penelitian Risa (2005) membuktikan bahwa kebiasaan

membuka jendela rumah, jumlah anggota keluarga dan letak ternak kandang

berhubungan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Parung-Jawa Barat.

Page 23: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

4

Kejadian ISPA di Propinsi Jawa Barat masih menjadi urutan pertama

dibandingkan dengan penyakit lainnya yakni sebesar 33,44%, menurut Profil

Kesehatan Jawa Barat tahun 2006, jumlah anak balita penderita ISPA di

Jawa Barat mencapai 199.287 anak, dengan jumlah kematian akibat

pneumonia pada bayi mencapai 63 orang dan pada anak balita mencapai 19

orang. Data Dinas Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa jumlah

penderita ISPA di Kabupaten Karawang pada Tahun 2009 adalah 6.476 kasus.

Berdasarkan data Puskesmas Pangkalan Kecamatan Pangkalan menunjukkan

bahwa ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh

masyarakat khususnya kelompok bayi dan anak-anak. ISPA menempati

urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi pada kelompok umur

1-4 tahun di wilayah kerja puskesmas pangkalan dengan presentase sebesar

54,50% (Laporan Tahunan Puskesmas Pangkalan 2012).

Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu

penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi,

sehingga dalam penanganannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari

masyarakat maupun petugas kesehatan, terutama tentang kondisi pencemaran

udara di dalam rumah balita yang mempengaruhi kejadian ISPA yang

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan rumah dan karakteristik balita.

Dari data laporan puskesmas tahun 2012 maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

gejala ISPA pada balita di 5 Posyandu Desa Tamansari, Kecamatan

Pangkalan, Kabupaten Karawang, tahun 2013.

Page 24: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

5

B. Rumusan Masalah

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masih

tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA pada bayi dan

balita. Kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain yaitu sosial-

ekonomi (pendapatan orang tua, pendidikan orang tua), status gizi, status

imunisasi, tingkat pengetahuan ibu, kepadatan hunian, luas ventilasi,

pemakaian racun nyamuk, kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, suhu

dan kelembapan.

Berdasarkan data laporan Puskesmas Pangkalan tahun 2012,

menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling

sering diderita oleh masyarakat khususnya kelompok bayi dan balita ISPA

menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi pada

kelompok umur 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pangkalan dengan

presentase sebesar 54.50%.

Berdasarkan data inilah maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada balita

di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

Page 25: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

6

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran gejala ISPA pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, tahun 2013?

2. Bagaimanakah gambaran karakteristik balita (usia, jenis kelamin, status

gizi, status imunisasi) di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan,

Kabupaten Karawang tahun 2013?

3. Bagaimanakah gambaran pendidikan ibu di Desa Tamansari, Kecamatan

Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013?

4. Bagaimanakah gambaran kadar PM10 dalam rumah balita di Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013?

5. Bagaimanakah gambaran lingkungan fisik rumah (suhu, kelembaban,

pemakaian racun nyamuk, kebiasaan merokok, pemakaian bahan bakar

memasak, luas ventilasi dan kepadatan penghuni) di Desa Tamansari,

Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013?

6. Apakah ada hubungan karakteristik balita (status gizi dan status

imunisasi) dengan gejala ISPA pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013?

7. Apakah ada hubungan antara kadar PM10 dalam kamar dengan gejala

ISPA pada balita di 5 posyandu, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan,

Kabupaten Karawang tahun 2013?

8. Ada hubungan antara lingkungan fisik rumah (suhu, kelembaban,

pemakaian racun nyamuk, kebiasaan merokok, pemakaian bahan bakar

memasak, luas ventilasi dan kepadatan hunian) dengan gejala ISPA pada

Page 26: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

7

balita di 5 posyandu Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten

Karawang tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA

pada balita di 5 posyandu, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan,

Kabupaten Karawang tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran gejala ISPA pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik balita (usia, jenis kelamin, status

gizi dan status imunisasi) di 5 posyandu Desa Tamansari, Kecamatan

Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran pendidikan ibu balita di Desa Tamansari,

Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

4. Diketahuinya kadar PM10 dalam kamar balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran lingkungan fisik rumah (suhu, kelembaban,

kebiasaan merokok, pemakaian racun nyamuk, pemakaian bahan

bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan penghuni) di 5 posyandu

Page 27: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

8

Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun

2013.

6. Dikethuinya hubungan antara karakteristik balita (status gizi, status

imunisasi) dengan kejadian ISPA pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

7. Diketahuinya hubungan antara kadar PM10 dalam kamar balita

dengan gejala ISPA di 5 posyandu Desa Tamansari, Kecamatan

Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

8. Diketahuinya hubungan antara lingkungan fisik rumah (suhu,

kelembaban, pemakaian racun nyamuk, kebiasaan merokok,

pemakaian bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan

penghuni) dengan gejala ISPA pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Puskesmas

Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan untuk menyusun

perencanaan program program P2 ISPA dalam upaya pencegahan di

Kecamatan Pangkalan khususnya dan daerah lain yang mempunyai

masalah yang sama pada umumnya, sehingga angka kesakitan ISPA dapat

dikurangi.

Page 28: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

9

2. Manfaat Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan

untuk mengaplikasikan teori yang telah didapatkan dalam operasional

kesehatan lingkungan, serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan

bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan referensi mengenai bahaya paparan debu batu

kapur terhadapat kesehatan manusia yang berada dikawasan sekitar

industri batu kapur, khususnya untuk mahasiswa peminatan kesehatan

lingkungan.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala

ISPA pada balita di 5 posyandu desa tamansari, kecamatan pangkalan,

kabupaten karawang tahun 2013, dilakukan oleh mahasiswa peminatan

Kesehatan Lingkungan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Kegiatan penelitain ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2013 di

desa tamansari. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 1-

59 bulan di 5 posyandu desa Tamansari, sedangkan sampel adalah balita yang

dipilih secara random dengan menggunakan metode.

Page 29: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

10

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Jenis data

yang digunakan adalah data sekunder, data primer dari instrument kuisioner,

serta untuk mengetahui kosentrasi debu di udara dilakukan pengukuran

dengan alat Environmental particulate monitor (EPAM) HOC 12 merek SKC,

INC EPAM-5000, untuk mengetahui suhu dan kelembaban menggunakan alat

Thermohygrometer.

Page 30: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut sering disalahartikan sebagai infeksi

saluran pernapasan atas, yang benar adalah ISPA merupakan singkatan dari

Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi

saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi

saluran pernapasan akut adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung

sampai 14 hari, yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ

mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya

seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2006).

Penyakit ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan

dan kematian bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai

kondisi yang melatarbelakanginya seperti malnutrisi juga kondisi lingkungan

baik polusi di dalam rumah berupa asap maupun debu dan sebagainya

(Depkes RI, 2006).

Infeksi saluran pernapasan akut yang diadaptasi dari istilah dalam

Bahasa Inggris yaitu : Acute Respiratory Infection (ARI) mempunyai

pengertian sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

1) Infeksi adalah masuknya kuman atau pathogen ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Page 31: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

12

2) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung alveoli beserta organ

adneksa seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi Saluran

Pernapasan akut secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,

saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ

adneksa saluran pernapasan (repiratory tract).

3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari.

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk pilek, demam dan tidak memerlukan pengobatan dengan

antibiotic, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru

ini tidak diobati dengan antibiotic dan dapat mengakibatkan kematian

(Depkes RI, 2003).

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA

dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia

dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia

tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsillitis dan

penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan

pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini

ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman

Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati

dengan antibiotic penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat

Page 32: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

13

antibiotic. Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat ditularkan melalui air ludah,

darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh

orang sehat ke saluran pernapasannya (Depkes RI, 2003).

Penyebab ISPA dapat berupa bakteri maupun virus. Di Indonesia,

sebagian besar kematian pada balita dipicu karena adanya ISPA bagian

bawah atau pneumonia. Infeksi saluran pernapasan akut menyerang jaringan

paru-paru dan penderita cepat meninggal akibat pneumonia yang terlalu berat.

Pada umumnya ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu ISPA bagian atas dan

ISPA bagian bawah. Klasifikasi ISPA dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Bukan pneumonia yang mencakup kelompok penderita balita dengan

gejala batuk pilek (common cold) yang tidak diikuti oleh gejala

peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam.

2) Pneumonia berat dengan gejala batuk pilek pada balita disertai oleh

peningkatan nafas cepat atau kesukaran bernafas (Depkes RI, 2000).

B. Penyebab ISPA

ISPA dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain :

1) Menurut Nelson (2002), Virus penyebab ISPA meliputi virus

parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, koronavirus, koksakavirus A dan B,

Streptokokus dan lain-lain.

2) Perilaku individu, seperti sanitasi fisik rumah, kurangnya ketersediaan air

bersih (Depkes RI, 2005).

Page 33: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

14

Untuk pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

a) Imunisasi

b) Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) polusi di dalam maupun di

luar rumah

c) Mengatasi demam

d) Perbaikan makanan pendamping ASI

e) Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum

Menurut (Depkes RI, 2006) Penyebab ISPA terdiri dari lebih 300 jenis

bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus

Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Haemophilus, Bordetella dan

Corynebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan

Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Mikoplasma,

Herpesvirus. Berdasarkan penelitian di Pulau Lombok tahun 1997-2003 serta

penelitian di berbagai negara yang dipublikasikan WHO, penyebab ISPA

yang paling umum dan paling sering ditemukan pada balita adalah bakteri

Streptococcus pneumoniae dan Haemophyllus influenzae.

Grup B Streptokokus dan gram negative bakteri Enteric merupakan

penyebab yang paling umum pada neonatus dan merupakan transmisi vertikal

dari ibu sewaktu persalinan. Penumonia pada neonatus berumur 3 minggu

sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri, biasanya bakteri

Streptokokus Pneumoniae. Pada balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus

merupakan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu Respiratory Synctyial

Page 34: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

15

virus. Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya penyebab pneumonia

adalah bakteri (Depkes RI, 2003).

Menurut publikasi WHO penelitian yang dilakukan di berbagai negara

berkembang juga menunjukkan bahwa Streptococcus Pneumoniae dan

Haemophylus Influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan dua

pertiga dari hasil isolasi (73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari

spesimen darah). Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada

anak umumnya disebabkan oleh virus. Di Indonesia, penelitian di Lombok

1997–2003 memperlihatkan usap tenggorok pada usia <2 tahun ditemukan

Streptococcus Pneumoniae (48%) dan Haemophylus Influenzae B (8%)

(Depkes RI, 2006).

C. Klasifikasi ISPA Pada Balita

Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan

yang akan diambil oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis

spesifik penyakit. Klasifikasi ini memungkinkan seseorang dengan cepat

menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu penyakit serius atau

bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Klasifikasi sederhana berupa

tanda dan gejala ISPA yang mudah dikenal untuk mengetahui tindakan

selanjutnya apakah harus diberi antibiotika, dapat dirawat di rumah atau harus

dirujuk ke Rumah Sakit. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas

kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dan kelompok

umur di bawah 2 bulan. Kriteria atau entry Pedoman Pengendalian Penyakit

Page 35: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

16

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) yang dilaksanakan Departemen

Kesehatan untuk tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan pengelola P2 ISPA)

dalam tatalaksana anak dengan batuk dan atau kesukaran bernapas (Depkes

RI, 2007).

Adapun klasifikasi penyakit ISPA adalah sebagai berikut :

1) Untuk kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas:

pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia.

2) Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas: pneumonia berat

dan bukan pneumonia. Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) klasifikasi pneumonia berat pada kelompok umur < 2 bulan

adalah gangguan napas dan mungkin infeksi bakteri sistemik.

Klasifikasi pneumonia berat berdasarkan pada adanya batuk atau

kesukaran bernapas disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian

bawah (chest indrawing) pada anak usia 2 tahun sampai < 5 tahun.

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita

dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas

dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit ISPA lain

di luar pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia (common cold,

pharingitis, tonsillitis, otitis) (Depkes RI, 2004).

Page 36: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

17

D. Mekanisme Terjadinya ISPA

Menurut Lindawaty (2010) Saluran pernafasan dari hidung sampai

bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui

rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang

kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan

partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia

mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah

superior menuju faring.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat

berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi

oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga

menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran

pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan

bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan

dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran

pernafasan (Mukono, 2008).

E. Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam-macam

tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,

sakit telinga dan demam. Berikut gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain

sebagai berikut :

1) Gejala dari ISPA ringan

Page 37: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

18

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu

atau lebih gejala-gejala sebagai beriku :

a) Batuk

b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada

waktu berbicara atau menangis)

c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

2) Gejala dari ISPA sedang

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala

dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk kelompok

umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih

untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12

bulan - < 5 tahun.

b) Suhu tubuh lebih dari 39°C

c) Tenggorokan berwarna merah

d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

3) Gejala dari ISPA Berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut :

Page 38: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

19

a) Bibir atau kulit membiru

b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah

d) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas

e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

f) Tenggorokan berwarna merah

ISPA pada umumnya adalah infeksi bakteri pada berbagai area dalam

saluran pernafasan, termasuk hidung, telinga tengah, pharynx, larynx, trachea,

bronchi dan paru. Gejalanya dapat bervariasi, antara lain meliputi (WHO,

2009).

1) Batuk.

2) Sesak nafas.

3) Tenggorokan kering.

4) Hidung Tersumbat.

F. Masalah ISPA di Indonesia

Menurut Lindawaty (2010) Penyakit ISPA dan gangguan saluran

pernafasan lain selalu menduduki peringkat pertama dari sepuluh penyakit

terbanyak yang dilaporkan oleh pusat pelayanan kesehatan masyarakat seperti

puskesmas, klinik dan rumah sakit. Diketahui bahwa penyebab terjadinya

ISPA dan penyakit gangguan saluran pernapasan lain adalah rendahnya

kualitas udara di dalam rumah dan atau di luar rumah baik secara biologis,

fisik, maupun kimia. Hampir semua penyebab penyakit dan kematian yang

Page 39: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

20

terkait dengan pencemaran udara tersebut tercatat dan dilaporkan oleh

Departemen Kesehatan melalui rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan

propinsi dan kota/kabupaten.

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA di Indonesia mulai tahun

1984, bersamaan dengan dilancarkannya pemberantasan penyakit ISPA di

tingkat global oleh WHO. Pola tatalaksana ISPA tahun 1984

mengklasifikasikan penyakit ISPA dalam 3 tingkatan keparahan, yaitu: ISPA

ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Klasifikasi ini menggabungkan

penyakit infeksi akut paru, infeksi akut ringan, dan infeksi tenggorokan pada

anak dalam satu kesatuan.

Pada lokakarya ISPA Nasional tahun 1988 dalam Lindawaty (2010),

disosialisasikan pola baru tatalaksana kasus ISPA. Tatalaksana pola baru ini

selain menggunakan cara klasifikasi gejala penyakit yang praktis dan

sederhana dengan tepat guna, juga memisahkan antara tatalaksana penyakit

pneumonia dan tatalaksana penderita penyakit infeksi akut telinga dan

tenggorokan.

Lokakarya Nasional ke 3 tahun 1990 di Cimacan telah menyepakati

untuk menerapkan pola baru tatalaksana kasus ISPA di Indonesia dengan

melakukan adaptasi sesuai dengan situasidan kondisi setempat. Dengan

menerapkan pola ini, sejak tahun 1990 Pengendalian Penyakit ISPA

menitikberatkan atau memfokuskan kegiatan penanggulangannya pada

pneumonia balita, karena penyakit pernapasan merupakan penyebab yang

Page 40: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

21

tertinggi kematian pada usia di bawah 5 tahun, dimana sebagian besar

disebabkan karena pneumonia.

Pada tahun 1997 WHO mempublikasikan tatalaksana penderita balita

dengan menggunakan pendekatan Integrated Management Childhood Illness

(IMC) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang sekaligus

merupakan model tatalaksana kasus untuk berbagai penyakit anak, yaitu

ISPA, diare, malaria, campak, gizi kurang dan kecacingan.

Review Nasional Pelaksana MTBS tahun 2003 menyepakati perlunya

MTBS dilaksanakan diseluruh Puskesmas di Indonesia. Namun dalam

penerapannya, untuk memperoleh jaminan pelayanan MTBS yang berkualitas

dan mencakup sasaran yang luas ternyata memerlukan dukungan sumber daya

yang sangat besar, baik untuk biaya pelatihan, proses pelaksanaannya di

puskesmas maupun untuk monitoring dan pembinaan yang berkualitas,

teratur dan berkelanjutan.

Belum meratanya ketersediaan sumber daya yang memadai

menyebabkan pelaksanaan MTBS di daerah tersendat-sendat dan mengalami

banyak hambatan. Bagi kabupaten/kota yang belum mampu melatih dan

melaksanakan MTBS di puskesmas dan tetap harus menyediakan pelayanan

kesehatan yang bermutu bagi balita ISPA maka dapat memilih menggunakan

prosedur Tatalaksana Standar Penyakit ISPA.

Prosedur lama ini, sejak awal dipublikasikan pada tahun 1988 tidak

sepenuhnya ditinggalkan karena memiliki kelebihan yaitu membutuhkan

biaya yang relative lebih murah dalam penyelengaraan pelatihan maupun

Page 41: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

22

pelaksanaan sehari-hari dipuskesmas. Tetapi harus disadari bahwa prosedur

ini memiliki beberapa kekurangan dalam hal keterpaduan dengan penyakit

lain jika dibandingkan dengan MTBS.

Proporsi penyakit sistem pernapasan sebagai penyebab penyakit

kematian pada bayi dan balita berdasarkan hasil ekstrapolasi dari Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan hasil bahwa angka

kematian balita akibat penyakit pernapasan adalah 4,9/1000 balita. Sekitar

80 – 90% dari kematian ini disebabkan oleh pneumonia. Sedangkan

berdasarkan hasil Surkenas 2001 proporsi kematian karena sistem pernapasan

pada bayi (usia<1 tahun) sebesar 23,9% di Jawa-bali, 15,8% di Sumatera

serta 42,6% di kawasan Timur Indonesia. Pada anak balita (usia 1 – 5 tahun)

sebesar 16,7% di Jawa-bali, 29,4% di Sumatera, 30,3% di kawasan Timur

Indonesia. Berdasarkan tempat tinggal, penyakit pernapasan lebih tinggi di

pedesaan yaitu 14,5% dibandingkan dengan perkotaan sebesar 9,0% (Depkes

RI, 2003).

Dari hasil Survey Mortalitas Subdit ISPA Departemen Kesehatan RI

tahun 2005 yang dilakukan di 10 propinsi menunjukkan bahwa pneumonia

masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita (22,5%). Angka

cakupan penemuan penderita pneumonia balita dari tahun ke tahun tidak

menunjukkan adanya peningkatan yang berarti. Mulai tahun 2005, dalam

penentuan target Cakupan Penemuan Penderita Penumonia Balita, ditetapkan

angka 5% dari jumlah penduduk balita (target sebelumnya adalah 10%

jumlah penduduk balita). Hal ini berdasarkan hasil Survey Morbiditas Subdit

Page 42: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

23

ISPA Departemen Kesehatan RI tahun 2004 bahwa angka insiden balita batuk

dengan napas cepat dalam dua minggu sebelum survey sebesar 5,12%

(Depkes RI, 2005).

G. Faktor Risiko ISPA

Bukti substansial menunjukkan bahwa faktor risiko yang

berkontribusi terhadap insiden ISPA adalah kurangnya pemberian ASI

eksklusif, kurang gizi, polusi udara dalam ruangan, berat lahir rendah,

kepadatan hunian dan kurangnya imunisasi campak. ISPA menyebabkan

sekitar 19% dari seluruh kematian pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun,

dan lebih dari 70% terjadi di Sahara Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai faktor termasuk Indonesia

dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan faktor resiko penyebab ISPA baik

untuk meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas)

akibat ISPA. Faktor risiko yang meningkatkan insiden ISPA adalah umur <2

bulan, laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak dapat ASI

memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak

memadai, membendung anak (menyelimuti berlebihan), defisiensi vitamin A,

pemberian makanan tambahan terlalu dini, ventilasi rumah kurang (Depkes

RI, 2004).

Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian ISPA adalah umur

<2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir rendah,

tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan

Page 43: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

24

yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi kurang memadai, menderita

penyakit kronis, aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian

pengobatan yang salah (Depkes R.I, 2004).

H. Karakteistik Balita

1. Usia

Balita berumur 0-24 bulan merupakan kelompok umur yang sangat

rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang

relative tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain. Umur sangat

berpengaruh terhadap kejadian ISPA, bayi lebih mudah terkena ISPA dan

lebih berisiko dibandingkan dengan anak balita. Hal ini disebabkan

imunitas yang belum sempurna. Dalam analisis gizi balita, data SUSENAS

1989-1999 disebutkan bahwa kelompok umur 6-17 bulan dan 6-23 bulan

merupakan saat pertumbuhan kritis, dimana kegagalan tumbuh (growth

failure) umumnya terjadi pada anak-anak di Negara berkembang karena

masalah gizi. Anak balita pada kelompok umur di bawah 2 tahun

menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada tahun 1995 dan 1998

dibanding tahun 1989 dan 1992. Disebutkan pula bahwa proses

pertumbuhan yang sangat cepat terjadi hanya pada 2 tahun pertama

kehidupan manusia, sehingga pada proses pertumbuhan tersebut

dibutuhkan zat gizi yang optimal (Jahari dkk, 2000).

Page 44: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

25

2. Status Gizi

Menurut Arisma (2004) Status gizi masyarakat biasanya

digambarkan dengan masalah gizi yang dialami oleh golongan masyarakat

rawan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah

gizi di Indonesia, disamping kurang vitamin A, anemia gizi dan gangguan

akibat kekurangan iodium. Status gizi balita dipengaruhi oleh pola asuh

anak yang tidak memadai karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan ibu

mengenai gizi serta imunisasi dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak

memadai. Balita dengan keadaan gizi buruk dan gizi kurang (malnutrisi)

lebih mudah terkena infeksi dibandingkan dengan balita dengan gizi baik,

hal ini disebabkan kurangnya daya tahan tubuh balita. Anak balita dengan

status gizi kurang mempunyai risiko menderita pneumonia 3,3 kali

dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik (Sudirman, 2003).

Status gizi balita sampai dengan tingkat malnutrisi dapat diukur

menurut berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan

antropometri. Untuk bayi dan anak-anak dapat dipakai salah satu dari

empat macam indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur

(weight-for-age), tinggi badan menurut umur (height- for- age), berat

badan menurut tinggi badan (weight for height), dan lingkar lengan atas

(mid upper arm circumference). Masing-masing indikator itu memberikan

penjelasan tentang status gizi bayi dan anak-anak. Indikator protein energy

malnutrition (PEM) yang paling sering dipakai adalah berat badan

menurut umur. Nilai rendah angka indikator berat badan menurut umur

Page 45: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

26

(WAZ) mencerminkan terjadinya adaptasi anak terhadap gangguan gizi

jangka panjang dan jangka pendek (Utomo, 1996).

Sedangkan standar baku yang digunakan dalam penentuan status

gizi anak balita pada KMS, berdasarkan hasil kesepakatan diskusi yang

diselenggarakan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI),

bekerjasama dengan UNICEF Indonesia dan LIPI, yaitu (Departemen

Kesehatan, 2000):

a. Gizi baik, bila ada kenaikan berat badan dengan bertambahnya umur

balita, angka/nilai berat badan dan umur balita di dalam kurva hijau

pada KMS.

b. Gizi buruk, bila tidak ada kenaikan berat badan dengan bertambahnya

umur balita, angka/nilai berat badan dan umur balita di luar kurva hijau

pada KMS.

3. Status Imunisasi

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-

sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara

kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-

kuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam tubuh. Kuman disebut

antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka

sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan

antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibody

tidak terlalu kuat, karena tubuh belum beradaptasi. Tetapi pada reaksi yang

Page 46: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

27

ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk

mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibody terjadi dalam

waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah

sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,

dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai

tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau

seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal

(Lindawaty, 2010).

Imunisasi dasar meliputi DPT 3 kali, Polio 3 kali, BCG 1 kali dan

campak 1 kali diberikan kepada balita sebelum berumur 1 tahun. Balita

yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap dan teratur akan

mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi sebesar 80-90% (Purwana,

1999).

I. Faktor Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ketepatan dan ketelitian

dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit yang terjadi pada anak balitanya.

Tingkat pendidikan ibu, dalam hal ini lebih dikaitkan dengan kemampuan

seorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya

memiliki pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat lebih mudah dalam

menyerap dan menerima informasi serta aktif berperan serta dalam mengatasi

masalah kesehatannya dan keluarganya. Saran dan pesan kesehatan yang

disampaikan oleh berbagai media atau petugas kesehatan akan mudah

Page 47: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

28

dimengerti oleh ibu yang berpendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan

tingkat pendidikan rendah (Depkes RI, 2000).

J. Sumber Polutan Dalam Rumah

Menurut Mukono (1997) dalam Lindawaty (2010) Kualitas udara

dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara. Polutan di dalam rumah

kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar rumah. Peningkatan bahan

polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam

rumah seperti asap rokok, asap dapur dan pemakaian obat nyamuk.

Faktor lingkungan tingkat rumah tangga yang berkaitan dengan

pencemaran udara di rumah tangga seperti yang diungkapkan oleh Stephen &

Harpam, 1991 (dalam Handajani, 1996, Safwan, 2003) ialah: 1) Kepadatan

dalam rumah, 2) Merokok, 3) Jenis bahan bakar, 4) Ventilasi rumah, 5)

Kelembaban dalam rumah, 6) Debu rumah.

Kualitas udara pemukiman meliputi udara dalam rumah dan udara di

sekitar pemukiman. Di dalam rumah kualitas udara berkaitan dengan ventilasi

dan kegiatan penghuni di dalamnya. Dengan bertambahnya jumlah penduduk

di pemukiman perkotaan, menyebabkan tingginya kepadatan bangunan

sehingga sulit untuk membuat ventilasi oleh Ehlers, 1976 (dalam Safwan,

2003). Dapat dijelaskan dibawah ini:

Page 48: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

29

1. Racun Nyamuk Bakar

Untuk pengendalian dan pemberantasan nyamuk dalam rumah

sebagian keluarga menggunakan bahan insektisida berupa obat nyamuk

semprot dan obat nyamuk bakar. Obat nyamuk bakar biasanya digunakan

untuk mengendalikan nyamuk dari dalam rumah tetapi disisi lain asap obat

nyamuk dapat menjadi sumber pencemaran udara dalam rumah, yang

sangat membahayakan kesehatan yaitu gangguan saluran pernapasan

karena obat nyamuk jika dibakar mengandung bahan SO2 (sebutan dari

bahan berbahaya (octachloroprophyl ether) dapat mengeluarkan

bischlorometyl ether atau BCME yang walaupun dalam kondisi rendah

dapat menyebabkan batuk, iritasi hidung, tenggorokan bengkak dan

perdarahan (Depkes R.I, 2002).

Beberapa studi yang dilakukan pada anak-anak di Malaysia

terdapat peningkatan prevalensi ISPA pada rumah yang menggunakan

obat nyamuk bakar. Hal ini sejalan dengan penelitian Wattimena (2004)

menyatakan kejadian ISPA pada balita sebesar 7,11 kali dibandingkan

dengan rumah yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar.

2. Asap Rokok

Sumber asap rokok di dalam ruangan lebih membahayakan

daripada di luar ruangan karena sebagian besar orang menghabiskan 60%-

90% waktunya selama satu hari penuh (24 jam) di dalam ruangan. Asap

rokok yang dikeluarkan seorang perokok umumnya mengandung zat-zat

Page 49: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

30

yang berbahaya antara lain tar yang mengandung bahan kimia beracun

dapat merusak sel paru- paru dan menyebabkan sakit kanker, karbon

monoksida (CO) sebagai gas beracun yang mengakibatkan berkurangnya

kemampuan darah membawa oksigen, nikotin merupakan zat kimia

perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah serta membuat

pemakai nikotin kecanduan (Kusnoputranto & Susanna, 2000).

Semua studi mengenai polusi udara dalam ruang oleh asap rokok

menunjukkan bahwa asap rokok merupakan bahaya utama terhadap

kesehatan. Campuran asap tersebut lebih dari 4000 jenis senyawa, banyak

diantaranya telah terbukti bersifat racun atau menimbulkan kanker pada

manusia dan sebagian besar adalah bahan iritan yang kuat.

Sebanyak 43 zat karsinogen telah diidentifikasi, termasuk

diantaranya: nitrosamines, benza pyrene, cadmium, nikel dan zinc. Karbon

monoksida, nitrogen oksida dan partikulat juga merupakan beberapa

diantara bahan-bahan beracun yang terkandung dalam rokok

(Kusnoputranto, 2000).

Laporan penelitian menunjukkan bahwa orang yang merokok dan

orang yang tinggal dengannya akan menerima pajanan yang lebih besar

dari ultrafine partikel dan komponen environment tobacco smokes lainnya

dibandingkan orang yang bukan perokok, oleh karena itu hal ini dapat

merupakan faktorresiko dari timbulnya gejala-gejala gangguan pernapasan

dan penyakit pernapasan pada anak-anak, terutama anak- anak kecil serta

orang tua perokok berhubungan dengan terjadinya penurunanfungsi paru-

Page 50: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

31

paru pada anak-anak dan kerusakan paru-paru yang tidak dapat diobati

(Sneddon et al., 1990).

3. Jenis Bahan Bakar Memasak

Penggunaan bahan bakar dalam rumah tangga untuk beberapa

keperluan seperti memasak dan penerangan biasanya dapat memberi

pengaruh terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah. Pemakaian bahan

bakar tradisional seperti kayu bakar, arang dan lainnya serta bahan minyak

tanah, sering menghasilkan pembakaran kurang sempurna sehingga

banyak menimbulkan sisa pembakaran yang dapat mempengaruhi

kesehatan. Apabila penghawaan rumah tidak baik dan tidak ada lubang

asap di dapur untuk mengeluarkan asap dan partikel-partikel debu dari

dapur, maka asap akan memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi

udara di dalam ruangan tidak baik. Apalagi ibu-ibu sering masak sambil

menggendong anaknya, asap akan memperparah penderita sakit

pernapasan terutama pada balita dan lansia. Sedapat mungkin

menggunakan bahan bakar yangtidak menimbulkan pencemaran udara

indoor atau sisa pembakarannya dapat disalurkan ke luar rumah. Yang

terbaik jenis bahan bakar untuk memasak tentu saja listrik, tetapi terlalu

mahal (Soewasti, S.S., dkk 2000).

Page 51: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

32

4. Partikulat PM 10

PM10 adalah partikulat padat dan cair yang melayang di udara

dengan nilai media ukuran diameter aerodinamik 10 mikron. Partikulat 10

mikron mempunyai beberapa nama lain, yaitu PM10 sebagai inhalable

particles, respirable particulate, respirable dust dan inhalable dust. PM10

memang merupakan kelompok partikulat yang dapat diinhalasi, tetapi

karena ukurannya, PM10 lebih spesifik merupakan partikulat yang

respirable dan prediktor kesehatan yang baik (Koren, 2003).

K. Sumber Partikulat (PM10)

Partikulat PM10 secara alami berasal dari tanah, bakteri, virus, jamur,

ragi, serbuk sari serta partikulat garam dan evaporasi air laut. Sedangkan dari

aktifitas manusia, partikulat dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor,

hasil pembakaran, proses industri dan tenaga listrik. Partikulat PM10

dihasilkan secara langsung dari emisi mesin diesel, industri pertanian,

aktifitas di jalan, reaksi fotokimia yang melibatkan polutan (misalnya: hasil

pembakaran mesin kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik dan ketel

uap industri).

Sumber partikulat sesuai dengan ukuran diameter selengkapnya

adalah sebagai berikut (US.EPA, 2004):

1) Partikulat sangat halus/ultrafine (diameter ≤0,1 µm), berasal dari hasil

pembakaran hasil transformasi SO2 dan campuran organik di atmosfir

serta hasil proses kimia pada temperature tinggi.

Page 52: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

33

2) Partikulat mode akumulasi (diameter 0,1 µm s/d 3 µm), berasal dari

hasil pembakaran batubara, minyak, bensin, solar dan kayu bakar, hasil

transformasi NOx, SO2 dan campuran organic, serta hasil proses pada

temperature tinggi (peleburan logam, pabrik baja).

3) Partikulat kasar/coarse (>3 µm), berasal dari resuspensi partikulat

industri, jejak tanah di atas jalan raya, suspensi dari kegiatan yang

mempengaruhi tanah (pertanian, pertambangan dan jalan tak beraspal),

kegiatan konstruksi dan penghancuran, pembakaran minyak dan

batubara yang tidak terkendali,percikan air laut serta sumber biologi.

L. Nilai Ambang Batas Partikulat (PM10)

Nilai ambang batas PM10 yang dipersyaratkan oleh WHO saat ini

adalah sebesar 20 µg/m3 untuk rata-rata pajanan tahunan dan 50 µg/m

3 untuk

rata-rata pajanan harian selama 24 jam (WHO, 2005). Sedangkan baku mutu

udara ambient di DKI Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta

Nomor 551 tahun 2001 untuk PM10 adalah sebesar 150 µg/Nm3 dalam waktu

pengukuran selama 24 jam (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2001).

Nilai batas konsentrasi PM10 di udara untuk melindungi kesehatan

masyarakat yaitu 70 µg/m3 (WHO, 1987 dalam Purwana, 1999). Hal ini

sesuai hasil penelitian yang menunjukkan tinggi konsentrasi PM10 paling

sensitif dan spesifik untuk menduga terjadinya gangguan pernapasan adalah

70 µg/m3 (Purwana, 2005).

Page 53: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

34

M. Hubungan Antara PM10 Dengan ISPA

PM10 dapat digunakan sebagai indikator perubahan nilai PEFR yang

lebih baik dibandingkan PM 2,5, hal ini karena deposisi partikel yang lebih

besar (PM10) terjadi pada saluran pernafasan bagian atas, yang kemudian

mengaktifasi sekresi mucus dan menimbulkan konstruksi saluran pernafasan

serta pada akhirnyamenurunkan nilai PEFR (Katiyar, et al., 2004).

Berbagai studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara

pajanan PM10 terhadap gangguan saluran pernafasan telah banyak dilakukan,

beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Penelitian Farieda (2009) yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara kadar PM10 dalam rumah dengan kejadian ISPA (p

<0,05) pada balita yang dipengaruhi oleh ventilasi dalam rumah, kepadatan

hunian dan lubang asap dapur.

Penelitian Situmorang, (2003) di Kelurahan Cakung Timur, Jakarta

Timur menyatakan bahwa kejadian ISPA pada balita yang tinggal di dalam

rumah yang konsentrasi PM10 lebih dari 70 µg/m3 adalah 6,1 kali dibanding

balita yang tinggal di rumah yang konsentrasi PM10 kurang atau sama

dengan 70 µg/m3. Dengan mengontrol faktor ventilasi rumah dan status gizi

balita maka angka risiko tersebut akan berkurang menjadi 4,25 kali.

Page 54: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

35

N. Suhu dan Kelembaban

Udara segar berguna untuk menjaga temperature dan kelembaban

dalam kamar. Umumnya temperature kamar 22ºC-30ºC. Suhu udara dalam

ruangan berhubungan dengan faktor kenyamanan dalam ruangan. Suhu udara

yang tinggi menyebabkan tubuh akan kehilangan garam dan air sehingga

akan terjadi kejang dan atau kram dan akan mengalami metabolisme dan

sirkulasi darah.

Pada lingkungan yang ada di dalam ruangan, sekitar 25% dari panas

tubuh diemisikan oleh transpirasi. Sebagai temperatur udara ambient dan

meningkatnya aktifitas metabolisme, transpirasi ditandai dengan tingginya

kelembaban relative, sehingga menghasilkan panas yang tidak nyaman.

Dengan kata lain udara kering pada temperature rendah sampai dengan

normal membuat kehilangan transpirasi dan mengakibatkan dehidrasi

(Pudjiastuti, dkk,1998).

Pengaturan kelembaban sangat penting dalam ruangan.Kelembaban

yang tinggi dan debu dapat menyebabkan berkembangbiaknya organisme

pathogen maupun organisme yang bersifat allergen serta pelepasan

formaldehid dari material bangunan. Sedangkan tingkat kelembaban yang

terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringan/iritasi pada membrane mukosa,

iritasi mata dan gangguan sinus. Rumah hendaknya menjadi tempat untuk

menyimpan udara yang segar dengan suhu udara yang nyaman berkisar antara

18ºC-30ºC, sedangkan kelembaban berkisar antara 40ºC-70ºC (Depkes RI,

1999).

Page 55: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

36

O. Kondisi Lingkungan Rumah

1. Luas Ventilasi

Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan

minimum luas lubang ventilasi tetap 5% luas lantai, dan jika ditambah

dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah

pintu/jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi berjumlah

10% luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan proses sirkulasi

udara dalam rumah berjalan tidak normal serta udara dalam rumah terasa

panas, diperberat lagi apabila rumah padat penghuni akan menyebabkan

kurangnya O2 (oksigen) dalam rumah sehingga kadar CO2 yang bersifat

racun bagi penghuni rumah menjadi meningkat. Sirkulasi udara rumah

yang baik akan mengurangi kadar partikulat, sebaliknya apabila ventilasi

tidak memenuhi syarat menyebabkan peningkatan kadar partikulat di

dalam ruangan. Selain itu ventilasi yang baik dapat membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen karena melalui

ventilasi selalu terjadi pertukaran aliran udara yang terus-menerus. Bakteri

yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah

untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap pada kelembaban

(humidity) yang optimum. Udara yang masuk sebaiknya udara yang bersih

dan bukan udara yang mengandung debu atau bau (Soewasti, S.S., dkk,

2000).

Disamping itu tidak cukupnya luas ventilasi akan menyebabkan

kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan

Page 56: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

37

cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media

yang baik untuk bakteri. Ventilasi dalam ruangan harus memenuhi

persyaratan antara lain (Sanropie, 1991):

1) Luas lubang ventilasi yang tetap atau permanent dan lubang ventilasi

insidentil, berjumlah 10% dari luas lantai.

2) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari

pembakaran sampah, asap pabrik, asap knalpot kendaraan, debu dan

lain-lain.

3) Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin.

4) Penempatan ventilasi diusahakan berhadapan antara dua dinding

ruangan.

5) Kelembaban udara jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah.

Ventilasi dapat digolongkan dalam dua sistem antara lain ventilasi alamiah

ialah ventilasi yang terjadi secara alamiah ialah ventilasi yang terjadi

secaraalamiah dimana udara masuk ke dalam ruangan melalui jendela,

pintu ataupun lubang angin yang sengaja dibuat untuk itu. Ventilasi buatan

ialah ventilasi yang dibuat dari alat khusus untuk pengaliran udara

misalnya mesin penghisap udara (exhaust ventilation) dan penyejuk

ruangan (air conditioning). Ventilasi yang baik dengan ukuran 10-20%

dari luas lantai dapat mempertahankan suhu optimum 22- 24ºC dan

kelembaban 60% (Kusnoputranto dan Susana, 2000).

Page 57: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

38

2. Kepadatan Hunian

Berkembangnya industri-industri di suatu daerah akan

menyebabkan urbanisasi penduduk, sehingga penduduk di daerah industri

tersebut akan semakin padat. Hal ini akan mengakibatkan keadaan

perumahan yang padat dan kondisi bangunan yang tidak memadai.

Kondisi demikian sangat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah di

daerah tersebut. Persyaratan kepadatan hunian dinyatakan dalam m2 per

orang. Rumah dikatakan padat penghuninya apabila perbandingan luas

lantai seluruh ruangan rumah dengan jumlah penghuni kecil lebih dari 10

m2/orang, sedangkan ukuran yang dipakai untuk luas lantai ruang tidur

minimal 3 m2 per orang dan untuk mencegah penularan penyakit

(misalnya penyakit pernapasan) jarak antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lain minimum 90 cm (Depkes RI, 2002).

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali

untuk suami, istri, serta balita dibawah umur 2 tahun yang biasanya masih

membutuhkan kehadiran orang tuanya. Apabila ada salah satuanggota

keluarga yang terkena penyakit terutama penyakit saluran pernapasan

sebaiknya jangan tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain.

P. KerangkaTeori

Berdasarkan beberapa teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

Adapun kerangka penelitian dapat dilihat pada bagan:

Page 58: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

39

Bagan 2.1.Kerangka Teori

Sumber : Stephen dan Harpan (1991) dalam Handajani (1996) dan Safwan

(2003), Hendrik L. Blum dalam Notoatmodjo (1996), Mukono (1997), Situmorang

(2003), Depkes, RI (2004), WHO (2008).

Status Sosial

-Pendidikan ibu

-Pendapatan keluarga

Kondisi Lingkungan

Rumah

-Luas Ventilasi

-Kepadatan Penghuni

-Suhu

-kelembaban

Karakteristik Balita

-Umur

-Jenis Kelamin

-Status Gizi

-Status Imunisasi

ISPA

Sumber Polutan

-PM 10

-Kebiasaan Merokok

-Pemakaian Racun

Nyamuk

-Bahan bakar Memasak

Page 59: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

40

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka kerangka konsep yang dibuat

peneliti dalam penelitian ini dimana variabel dependen dalam penelitian ini

yaitu gejala ISPA, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah

status gizi, status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk bakar,

kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan

hunian. Sedangkan variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini yaitu :

1. Usia

Pada penelitian ini usia tidak diteliti karena dari beberapa referensi dan

penelitian lain tidak bibahas mengenai usia.

2. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini jenis kelamin tidak diteliti karena berdasarkan

penelitian dan teori tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan

kejadian ISPA semua memiliki risiko yang sama antara laki-laki dan

perempuan.

3. Pendapatan keluarga

Dalam penelitian ini pendapatan keluarga tidak diteliti karena keterbatasan

peneliti.

Page 60: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

41

Berdasarkan kerangka teori yang ada dan keterbatasan maka kerangka konsep

yang digunakan dalam penelitain ini dapat dilihat pada bagan 3.1. berikut ini:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Gejala ISPA

Status gizi

Kelembaban

Status Imunisasi

Suhu

Racun Nyamuk Bakar

Kebiasaan Merokok

Bahan Bakar Masak

PM 10

Luas Ventilasi

Kepadatan Hunian

Page 61: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

42

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Veriabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

1 Gejala ISPA Anak balita umur 1-59 bulan yang

menderita gangguan saluran pernafasan

yang berhubungan dengan gejala ISPA

dalam kurun waktu 2 minggu terakhir

meliputi batuk, pilek, sakit telinga dengan

atau tanpa demam/panas (Depkes, 2007).

Wawancara Kuisioner Nominal 0. Iya

1. Tidak

2 Status Gizi Keadaan gizi balita yang diukur

secaraantropometri berdasarkan indeks

BB/U (Berat badan (Kg) per Umur (Bulan)

sesuai standar baku WHO-NCHS

Pengukuran

dan melihat

kartu KMS

Panjang Badan

(baby length

board), alat

ukur tinggi

badan/vertical

measures

(microtoise)

Ordinal 0. Gizi Kurang (< - 2,0

SD s/d – 3 SD)

1. Gizi baik ( > -2,0 SD

s/d +2 SD)

Page 62: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

43

No Veriabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

3 Status

Imunisasi

Riwayat imunisasi BCG, DPT, Polio,

Hepatitis dan campak yang diperoleh oleh

balita dapat dilihat pada KMS atau catatan

status kunjungan ke puskesmas atau

fasilitas kesehatan lainnya.

Wawancara KMS Nominal 0. Tidak lengkap

(Imunisasi kurang dari

salah satu sesuai

dengan umur balita)

1. Lengkap (Imunisasi

sesuai dengan Umur

balita saat penelitian).

4 Partikulat

Debu (PM 10)

dalam rumah

Ukuran sewaktu konsentrasi partikulat

berukuran maksimum 10 mikron dalam

satuan µm/m3 diruangan balita sering tidur.

Hasil ukur dibandingkan dengan kadar

debu total (TSP) sebesar 150 µg/m3.

Dengan perkiraan kadar PM10 = 40%

TSP. Maka kadar PM 10 maksimal dalam

rumah adalah 70 µg/m3 (Kepmenkes,

1999)

Pengukuran

langsung

EPAM-5000 Rasio µg/m3

Page 63: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

44

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

5 Suhu Temperatur udara dalam ruanga dengan

tingkat kenyamanan berkisar antara 180-

300

C (Kepmenkes,1999)

Pengukuran Termometer Rasio 0

C

6 Kelembaban Jumlah uap air di udara dalam rumah dan

dinyatakan dalam persen berkisar antara

40%-70% (Kepmenkes 1999)

Pengukuran Hygrometer Rasio %

7 Racun

Nyamuk Bakar

Jenis obat nyamuk yang dipakai di dalam

rumah yang mengandung senyawa kimia

dan partikulat yang dilepaskan ke udara

ketika digunakan termasuk obat nyamuk

bakar (Depkes, RI, 2002)

Wawancara

dan observasi

Kuisioner Nominal 0. Ada (memakai racun

nyamuk bakar)

1. Tidak ada (tidak

memakai racun

nyamuk bakar)

8 Kebiasaan

Merokok

Penghuni tetap yang mempunyai kebiasaan

merokok didalam rumah, yang tinggal

serumah dengan balita (Depkes, 2005)

Wawancara Kuisioner Nominal 0. Ada

1. Tidak Ada

Page 64: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

45

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala

Ukur

Hasil ukur

9 Bahan Bakar

Memasak

Jenis Bahan bakar yang dipergunakan

untuk keperluan rumah tangga sehari-hari

(memasak, penerangan dan sebagainya).

Jenis bahan bakar dibedakan menjadi kayu

bakar, minyak tanah, dan gas. Pada waktu

anggota keluarga menggunakan minyak

tanah saat memasak dianggap ada asap

pencemaran dalam rumah dan pada waktu

anggota keluarga menggunakan kompor

gas saat memasak dianggap tidak ada asap

dalam rumah (Soewati,S.S, dkk,2000).

Wawancara

dan observasi

Kuisioner Ordinal 0. Tidak Memenuhi

Syarat (TMS)(Ada asap

pencemar/kayu bakar

dan minyak tanah).

1. Memenuhi Syarat

(MS)(Tidak ada asap

pencemar/gas).

10 Luas Ventilasi

Rumah

Perbandingan luas lantai kamar dengan

luas jendela dan lubang angin kamar balita

sering tidur untuk aliran udara dari dalam

kamar keluar kamar atau sebaliknya.

Sesuai dengan Kepmenkes (1999) yaitu

minimum 10 % dari luar lantai kamar.

Wawancara,

observasi dan

pengukuran

Meteran dan

kuisioner

Ordinal 0. Tidak memenuhi syarat

(< 10% luas lantai)

1. Memenuhi syarat (>

10% dari luas lantai)

Page 65: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

46

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

11 Kepadatan

hunian

Perbandingan luas lantai rumah (m2)

dengan jumlah orang penghuni

rumah>minimal yang dianjurkan 10 m2/

orang (Kepmenkes, 1999)

Pengukuran

dan

wawancara

Kuisioner dan

meteran

Ordinal 0. Tidak memenuhi syarat

(<10 m2/orang).

1. Memenuhi syarat (> 10

m2/ orang)

Page 66: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

47

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara (status gizi, status imunisasi) dengan gejala ISPA

pada balita di 5 posyandu Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan,

Kabupaten Karawang tahun 2013.

2. Ada hubungan antara kadar PM10 dengan gejala ISPA pada balita di 5

posyandu Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang

tahun 2013.

3. Ada hubungan antara (suhu, kelembaban, racun nyamuk bakar, kebiasaan

merokok, bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan hunian)

dengan gejala ISPA pada balita di 5 psyandu Desa Tamansari, Kecamatan

Pangkalan, Kabupaten Karawang tahun 2013.

Page 67: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

48

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

dengan metode analitik observasional dengan desain studi cross sectional

yaitu penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

gejala ISPA pada balita. Dalam penelitian ini variabel sebab atau risiko dan

akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau disebut juga

variabel dependent dan independent akan dikumpulakn dalam waktu

bersamaan dan secara langsung (Notoatmodjo, S, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di 5 posyandu Desa Tamansari Kecamatan

Pangkalan Kabupaten Karawang Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan April - Juni 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan

peneliti lakukan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua jumlah balita

yang berada di 5 posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Kabupaten

Karawang.

Page 68: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

49

2. Sampel

Besar sampel penelitian ditentukan menggunakan uji hipotesis beda 2

proporsi dengan rumus sebagai berikut (Ariawan, 1998) :

√ ( ) √ ( ) ( )

( )

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diteliti

Zα = Tingkat kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,96)

Zβ = Kekuatan Uji = 80 %

P = Rata- rata pada populasi

P1 = proporsi status gizi kurang dengan gejala ISPA = 74,5% = 0.745

P2= proporsi status gizi baik dengan gejala ISPA = 54,3%= 0.54,3

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka sampel yang dibutuhkan

sebanyak 68 responden.

Page 69: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

50

D. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara

tidak acak (non probability sampling) dengan metode purposive sampling

yaitu suatu metode pengambilan sampel ditentukan oleh orang yang telah

mengenal betul populasi yang akan diteliti (Notoatmojo, 2010).

Puskesmas Pangkalan memiliki wilayah kerja sebanyak 5 posyandu.

Pengambilan sampel secara purposive sampling adalah dengan mengambil

sampel di seluruh posyandu yang berada di Desa Tamansari dan akan dipilih

secara tidak acak. Kemudian anak balita yang datang di 5 posyandu yang

terkena sampel tersebut adalah anak balita yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini responden harus memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan oleh peneliti. Adapun kriteria sampel sebagai berikut :

1. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita berumur

1-59 bulan atau yang mengasuh balita tersebut.

2. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pangkalan, Kecamatan

Pangkalan Kabupaten Karawang, Wilayah yang dimaksud merupakan

posyandu yang berada di Desa Tamansari.

3. Memiliki (KMS) Kartu Menuju Sehat.

Page 70: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

51

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Environmental Particulate Monitor EPAM (HOC 12 merek SKC, INC

EPAM-5000, alat yang digunakan untuk pengetahui kosentrasi PM10.

2. Kuisioner

Berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau

informasi tentang karakteristik balita dan status kesehatan balita serta

kondisi rumah balita.

3. Termohygrometer digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban dan

suhu kamar balita.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Pengukuran PM10

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar PM10 adalah EPAM-

5000, langkah-langkah mengoperasikan EPAM-5000:

a. Nyalakan mesin dengan menekan tombol ON

b. Masukkan Regen PM 10

c. Pilih sampel size (PM10)

d. Pilih calibration (90 detik)

e. Tempatkan alat dikamar balita

Page 71: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

52

2. Termohygrometer

Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban ruang

kamar balita, langkah-langkah

a. Nyalakan alat

b. Tempatkan alat pada kamar balita selama 15 menit

G. Pengumpulan Data

Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berupa data primer dan data sekunder:

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini yakni berupa data yang diperoleh

secara langsung dari orang tua balita mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan gejala ISPA seperti status gizi, status imunisasi,

racun nyamuk bakar, kebiasaan merokok, bahan bakar masak, kepadatan

hunian dilakukan dengan pengisian kuisioner, sedangkan PM10, suhu dan

kelembaban menggunakan dengan melakukan pengukuran menggunakan

alat EPAM-5000, dan alat Termohygrometer.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung oleh

peneliti atau dari penelusuran dokumen kesakitan di Puskesmas Pangkalan,

Page 72: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

53

catatan, dan laporan dari Dinas Kesehatan Karawang, serta data dari

Kelurahan Tamansari.

H. Pengolahan Data

a. Editing

Editing sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih

dahulu dengan tujuan untuk mengkoreksi data yang meliputi kelengkapan

pengisian kuisioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban pada

kuisioner. Sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan ada kesalahan atau

keraguan data.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban

kuisioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam

komputerisasi. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel

independen, dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam

menganalisanya.

c. Entry data

Entry data adalah data yang telah dikode tersebut kemudian

dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan dioleh.

Page 73: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

54

d. Cleaning

Cleaning data adalah proses pengecekan kembali data yang sudah

dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data terdiri dari

mengetahui missing data, mengetahui variasi data dan mengetahui

konsistensi data.

I. Analisis

a. Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan

presentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi.

Variabel tersebut meliputi variabel gejala ISPA pada balita, status gizi,

status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk bakar,

kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan

hunian yang mempengaruhi gejala ISPA serta gambaran gejala ISPA pada

balita.

b. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mencari hubungan

antara variabel status gizi, status imunisasi, racun nyamuk bakar,

kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, luas ventilasi dan kepadatan

hunian yang mempengaruhi gejala ISPA menggunakan uji Chi-Square

Page 74: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

55

(X2), nilai tingkat kemaknaan adalah 0,05 dengan pedoman pengambilan

keputusan berikut :

Apabila nilai p < 0,05 maka hasilnya bermakna secara statistik atau

terdapat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.

sedangkan bila nilai p ≥ 0,05 maka hasilnya tidak bermakna secara statistik

atau tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen.

Sedangkan untuk mencari hubungan antara variabel PM10, suhu

dan kelembaban yang mempengaruhi gejala ISPA terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas karena data-data tersebut bersifat data numerik.

Bila hasil tes normalitas data distribusi normal, maka akan dilanjutkan

dengan uji t-independent untuk menghubungkan antara variabel numerik

dan kategorik. Akan tetapi apabila data tersebut tidak memenuhi asumsi

normalitas data, maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan

menggunakan uji Man Whitney.

Page 75: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

56

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Tamansari

Desa Tamansari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Pangkalan Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Tamansari kurang lebih

5.320 m2

dengan kondisi geografis sebagian besar memiliki sumber daya

alam yang sangat berpotensi secara ekonomis dan sosial yaitu persawahan,

sungai dan bukit batu kapur. Adapun batas wilayah Desa Tamansari adalah

sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Taman Mekar

Sebelah Selatan : Desa Ciptasari

Sebelah Timur : Hutan Negara

Sebelah Barat : Kabupaten Bekasi

Jumlah penduduk Desa Tamansari adalah 6.203 jiwa. Tingkat

pendidikan penduduk sebagian besar lulus sekolah dasar sampai sekolah

menengah pertama. Mata pencarian sebagian besar adalah sebagai petani dan

buruh penambang batu kapur yang ada diwilayah Desa Tamansari yang telah

ada sejak puluhan tahun yang lalu.

Page 76: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

57

B. Hasil Analisis Univariat

Analisis unuvariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

dari setiap variabel independen maupun dependen pada balita di 5 posyandu

Desa Tamansari karawang tahun 2013 dapat dilihat sebagai berikut:

1. Gambaran Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada

Balita

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa prevalensi

gejala ISPA pada balita di 5 posyandu Desa Tamansari tahun 2013 adalah

sebesar 57,4 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.1. berikut

ini :

Tabel 5.1.

Distribusi Gejala ISPA pada Balita di Desa Tamansari

Tahun 2013

Gejala ISPA Frekuensi Presentase

Iya 39 57,4%

Tidak 29 42,6%

Jumlah 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.1. diatas dapat diketahui bahwa dari 68 balita,

39 balita (57.4%) mengalami gejala ISPA dan 29 balita (42.6%) tidak

mengalami ISPA.

Page 77: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

58

C. Gambaran Faktor Risiko Gejala ISPA

1. Gambaran Usia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

usia balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.2.

Distribusi usia pada Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Variabel Mean SD Min-Max

Usia (Bulan) 21.23 14.245 1-59

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa rata-rata usia balita 21,23

bulan dengan standar deviasi 14,245. Usia terendah 1 bulan dan tertinggi

59 bulan.

2. Gambaran Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

jenis kelamin balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.3.

Distribusi jenis kelamin pada Balita di Desa Tamansari

Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Jenis kelamin Laki-laki

Perempuan

36

32

52.9 %

47.1 %

Total 68 100 %

Sumber: Data primer Tahun 2013

Page 78: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

59

Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa dari 68 balita, 36 balita

(52,9%) berjenis kelamin laki-laki dan 32 balita (47,1%) berjenis kelamin

perempuan.

3. Gambaran Status Gizi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

status gizi balita di 5 posyandu Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.4.

Distribusi status gizi pada Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Status gizi Kurang

Baik

7

61

10,3 %

89,7 %

Total 68 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa dari 68 balita, 7 balita

(10,3%) gizi kurang atau nilai SD -2,1 dan 61 balita (89,7%) gizi baik atau

nilai SD 2.

4. Gambaran Status Imunisasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

status gizi balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Page 79: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

60

Tabel 5.5.

Distribusi status imunisasi pada Balita di Desa Tamansari

Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Status imunisasi Tidak lengkap

Lengkap

8

60

11,8 %

88,2 %

Total 68 100 %

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa dari 68 balita, 8 balita

(11,8%) imunisasi tidak lengkap dan 60 balita (82,8%) imunisasi lengkap.

5. Gambaran Pendidikan Ibu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

pendidikan ibu balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.6.

Distribusi pendidikan ibu Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Pendidikan

ibu

Rendah

Tinggi

59

9

86,8 %

13,2 %

Total 68 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.6. diketahui bahwa dari 68 responden, 59 ibu

(86,8%) berpendidikan rendah dan 9 ibu (13,2%) bependidikan tinggi.

Page 80: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

61

6. Gambaran PM10

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

PM10 pada kamar balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.7.

Distribusi PM10 dalam kamar balita di Desa Tamanasri

Tahun 2013

Variabel Mean Median SD Min-Max

PM10 (µg/m3) 162,50 117,00 134,20 41-628

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.7. diketahui bahwa kadar PM10 dalam rumah

balita rata-rata 162,50 µg/m3 dengan standar deviasi 134,20. Kadar PM10

terendah 41 µg/m3 dan tertinggi 628 µg/m

3.

7. Gambaran Suhu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

suhu pada kamar balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.8.

Distribusi Suhu kamar Balita di Desa Tamanasri Tahun 2013

Variabel Mean Median SD Min-Max

Suhu (0C) 28,66 28,45 1,84 24,7-32,9

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.8. diketahui bahwa suhu dalam kamar balita

rata-rata 28,660

C dengan standar deviasi 1,84. Suhu terendah 24,70

C dan

tertinggi 32,90

C.

Page 81: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

62

8. Gambaran Kelembaban

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

kelembaban pada kamar balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.9.

Distribusi Kelembaban kamar Balita di Desa Tamanasri

Tahun 2013

Variabel Mean Median SD Min-Max

Kelembaban (%) 86,12 11,23 11,23 58-99

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.9. diketahui bahwa kelembaban kamar balita

rata-rata 86,12% dengan standar deviasi 11,23. Kelembaban terendah 58%

dan tertinggi 99%.

9. Gambaran Racun Nyamuk Bakar

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

yang menggunakan racun nyamuk bakar di Desa Tamansari sebagai

berikut:

Tabel 5.10.

Distribusi racun nyamuk bakar di Desa Tamansari Tahun 2013

Variabel Frekuensi Presentase

Racun nyamuk bakar

Iya

Tidak

61

7

89,7 %

10,3 %

Total 68 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Page 82: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

63

Berdasarkan tabel 5.10. diketahui bahwa dari 68 responden, 61

rumah (89,7%) menggunakan racun nyamuk bakar dan 7 rumah (10,3%)

tidak menggunakan racun nyamuk.

10. Gambaran Kebiasaan Merokok

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

yang terbiasaan merokok didalam rumah di Desa Tamansari sebagai

berikut:

Tabel 5.11.

Distribusi kebiasaan merokok dalam rumah di Desa

Tamansari Tahun 2013

Variabel Frekuensi Presentase

Kebiasaan merokok

Ada

Tidak ada

54

14

79,4 %

20,6%

Total 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tebel 5.11. diketahui bahwa dari 68 responden

terdapat 54 anggota keluarga (79,4%) yang terbiasa merokok di dalam

rumah dan 14 anggota keluarga (20,6%) tidak merokok.

11. Gambaran Bahan Bakar Memasak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

yang menggunakan kayu bakar di Desa Tamansari sebagai berikut:

Page 83: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

64

Tabel 5.12.

Distribusi bahan bakar masak yang menggunakan kayu bakar

di Desa Tamansari Tahun 2013

Variabel Frekuensi Presentase

Bahan bakar masak

Ada

Tidak ada

10

58

14.7 %

85.3 %

Total 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.12. diketahui bahwa dari 68 responden

terdapat 10 keluarga (14,7%) yang menggunakan kayu bakar dan 58

keluarga (85,3%) yang menggunakan gas.

12. Gambaran Luas Ventilasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

luas ventilasi kamar balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.13.

Distribusi luas ventilasi pada Balita di Desa Tamansari

Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Luas ventilasi TMS

MS

44

24

64,7 %

35,3 %

Total 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Page 84: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

65

Berdasarkan tabel 5.13. diketahui bahwa dari 68 responden

terdapat 44 luas ventilasi (64,7%) tidak memenuhi syarat, 24 luas ventilasi

(35,3%) memenuhi syarat yang telah ditentukan.

13. Gambaran Kepadatan Hunian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data

kepadatan hunian kamar balita di Desa Tamansari sebagai berikut:

Tabel 5.14.

Distribusi kepadatan hunian kamar Balita di Desa

Tamansari Tahun 2013

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Kepadatan

hunian

TMS

MS

55

13

80,9 %

19,1 %

Total 68 100 %

Sumber : Data Primer Tahun 2013

.Berdasarkan tabel 5.14. didalam tabel dihasilkan bahwa dari 68

kelurga terdapat 55 keluarga (80,9%) yang tidur dalam satu kamar lebih

dari 2 orang dan 13 keluarga (19,1%) keluarga yang tidur tidak lebih dari 2

orang.

D. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen (status Imunisasi, status gizi, racun nyamuk bakar,

kebiasaan merokok, bahan bakar masak, luas ventilasi dan kepadatan hunian)

Page 85: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

66

dan variabel dependen dengan menggunakan uji chi square. Sedangkan untuk

mngetahui hubungan antara variabel independen (PM10, suhu dan

kelambaban) dan variabel dependen menggunakan uji uji non parametrik

yaitu man-whitney dIkarenakan tidak berdistribusi normal. Hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen pada penelitian ini dapat dilihat

sebagai berikut:

1. Hubungan Status Gizi dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisi hubungan antara status gizi dengan gejala ISPA pada

balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15.

Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Status Gizi

Gejala ISPA

Total

Pvalue Iya Tidak

N % N % N %

Kurang

Baik

5

34

71,4%

55,7%

2

27

28,6%

44,3%

7

61

100%

100%

0,690

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.15. diketahui balita yang status gizi kurang

dan menderita ISPA adalah 71,4% serta balita dengan status gizi kurang

tidak mengalami ISPA adalah 28,6%. sedangkan balita yang status gizi

baik dan menderita ISPA adalah 55,7% serta balita dengan status gizi baik

Page 86: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

67

tidak mengalami ISPA 44,3%. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan

nilai pvalue 0,690 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan gejala ISPA

pada balita di Desa Tamansari tahun 2013.

2. Hubungan Status Imunisasi dengan gejala ISPA pda Balita

Hasil analisi hubungan antara status Imunisasi dengan gejala ISPA

pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16.

Hubungan antara Status Imunisasi dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Status

Imunisasi

Gejala ISPA

Total

Pvalue Iya Tidak

N % N % N %

Tidak lengkap

Lengkap

6

33

75,0%

55,0%

2

27

25,0%

45,0%

8

60

100%

100%

0,451

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.16. diketahui balita yang status imunisai tidak

lengkap dan menderita ISPA sebanyak 75,0% serta balita dengan status

imunisasi tidak lengkap dan tidak mengalami ISPA sebesar 25,0%,

sedangkan balita yang imunisasi lengkap dan menderita ISPA adalah

55,0% serta balita dengan status imunisasi lengkap dan tidak mengalami

ISPA sebanyak 45,0%. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai

Page 87: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

68

pvalue 0,451 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan gejala ISPA

pada balita di Desa Tamansari tahun 2013.

3. Hubungan antara PM10 dengan Kejadian ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara PM10 dengan gejala ISPA pada

balita di Desa Tamansari tahun 2013 diperoleh dengan menggunakan uji

non parametrik yaitu man-whitney hal tersebut dikarenakan data variabel

PM10 merupakan data yang berdistribusi tidak normal. Adapun hasil uji

yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.17.

Hubungan antara PM10 dengan Gejala ISPA pada Balita di Desa

Tamansari Tahun 2013

PM10 (µg/m3) N Rata-rata pvalue

Gejala ISPA

Iya

Tidak

39

29

35,49

33,17

0,633

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.17. diketahui nilai rata-rata PM10 yang

mengalami gejala ISPA adalah 35,49 µg/m3 dan nilai rata-rata PM10 yang

tidak mengalami ISPA adalah 33,17 µg/m3. Berdasarkan hasil uji man

whitney didapatkan nilai pvalue 0,633 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat

disimpulakn bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang

Page 88: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

69

signifikan rata-rata PM10 antara balita yang mengalami ISPA dengan

yang tidak mengalami ISPA di Desa Tamansari tahun 2013.

4. Hubungan antara Suhu dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara suhu dengan gejala ISPA pada

balita di Desa Tamansari tahun 2013 diperoleh dengan menggunakan uji

non parametrik yaitu man-whitney hal tersebut dikarenakan data variabel

suhu merupakan data yang berdistribusi tidak normal. Adapun hasil uji

yang diperoleh dapat dilihat pada tabel tabel 5.18.

Tabel 5.18.

Hubungan antara suhu dengan Gejala ISPA pada Balita di

Desa Tamansari Tahun 2013

Suhu (0C) N Rata-rata Pvalue

Gejala ISPA

Iya

Tidak

39

29

35,00

33,83

0,809

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.18. diketahui nilai rata-rata suhu yang

mengalami ISPA adalah 35,00 0C dan nilai rata-rata suhu yang tidak

mengalami ISPA adalah 33,83 0C. Berdasarkan hasil uji man whitney

didapatkan nilai pvalue 0,809 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulakn

bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

suhu antara balita yang mengalami ISPA dengan yang tidak mengalami

ISPA di Desa Tamansari tahun 2013.

Page 89: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

70

5. Hubungan antara Kelembaban dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kelembaban dengan gejala ISPA

pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 diperoleh dengan menggunakan

uji non parametrik yaitu man-whitney hal tersebut dikarenakan data

variabel kelembaban merupakan data yang berdistribusi tidak normal.

Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel tabel tabel 5.19.

Tabel 5.19.

Hubungan antara Kelembaban dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Kelembaban (%) N Rata-rata Pvalue

Gejala ISPA

Iya

Tidak

39

29

34,26

34,83

0,906

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.19. diketahui nilai rata-rata kelembaban yang

mengalami ISPA adalah 34,26% dan nilai rata-rata kelembaban yang tidak

mengalami ISPA adalah 34,83%. Berdasarkan hasil uji man whitney

didapatkan nilai pvalue 0,906 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulakn

bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kelembaban antara balita yang mengalami ISPA dengan yang tidak

mengalami ISPA di Desa Tamansari tahun 2013.

Page 90: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

71

6. Hubungan antara Racun Nyamuk Bakar dengan Gejala ISPA pada

Balita

Hasil analisis hubungan antara racun nyamuk bakar dengan gejala

ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

5.20.

Tabel 5.20.

Hubungan antara racun nymuk bakar dengan kejadian ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Racun Nymuk

Bakar

Gejala ISPA

Total

pvalue Iya Tidak

N % N % N %

Iya

Tidak

35

4

57,4%

57,1%

26

3

42,6%

42,9%

61

7

100%

100%

1,000

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber : Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.20. diketahui responden yang menggunakan

racun nyamuk bakar dan mengalami ISPA adalah (57,4%) serta responden

yang menggunakan racun nyamuk bakar dan tidak mengalami ISPA

sebanyak 42,6%. Sedangkan responden yang tidak menggunakan racun

nyamuk bakar dan mengalami ISPA sebanyak 57,1% serta responden yang

tidak menggunakan racun nyamuk bakar dan tidak mengalami ISPA

42,9%. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 1,000

(pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

Page 91: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

72

yang signifikan antara racun nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita

di Desa Tamansari tahun 2013.

7. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA pada

Balita

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala

ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

5.21.

Tabel 5.21.

Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Kebiasaan

Merokok

Gejala ISPA

Total

pvalue Iya Tidak

N % N % N %

Ada

Tidak

32

7

59,3%

50,0%

22

7

40,7%

50,0%

54

14

100%

100%

0.559

Jumlah 39 57.4% 29 42,6% 68 100%

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.21. diketahui balita yang anggota keluarganya

merokok dan menderita ISPA adalah 59,3% serta balita yang anggota

keluarganya merokok dan tidak mengalami ISPA adalah 40,7%.

Sedangkan balita yang anggota keluarganya tidak merokok dan mengalami

ISPA sebanyak 50,0% serta balita yang anggota keluarganya tidak

merokok dan tidak mengalami ISPA sebanyak 50,0%. Berdasarkan hasil

uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,559 (pvalue > 0,05). Sehingga

Page 92: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

73

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan merokok anggota keluarga balita dengan gejala ISPA pada

balita di Desa Tamansari tahun 2013.

8. Hubungan Bahan Bakar Masak dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara bahan bakar masak dengan gejala

ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

5.22.

Tabel 5.22.

Hubungan antara Bahan Bakar Masak dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Bahan Bakar

Masak

Gejala ISPA

Total

pvalue Iya Tidak

N % N % N %

Kayu, minyak

Gas

6

33

60,0%

56,9%

4

25

40,0%

43,1%

10

58

100%

100%

1,000

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.22. diketahui responden yang memakai bahan

bakar memasak menggunakan kayu atau minyak dan mengalami ISPA

sebanyak 60,0% serta responden yang memakai bahan bakar memasak

menggunakan kayu atau minyak dan tidak mengalami ISPA sebanyak

40,0% sedangkan responden yang memakai bahan bakar memasak

menggunakan gas dan mengalami ISPA sebanyak 56,9% serta responden

yang memakai bahan bakar memasak menggunakan gas dan tidak

Page 93: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

74

mengalami ISPA sebanyak 43,1%. Berdasarkan hasil uji chi square

didapatkan nilai pvalue 1,000 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara bahan bakar masak

dengan gejala ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013.

9. Hubungan Luas Ventilasi dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara luas ventilasi dengan gejala ISPA

pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.23.

Tabel 5.23.

Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Gejala ISPA pada Balita

di Desa Tamansari Tahun 2013

Luas Ventilasi

Gejala ISPA

Total

pvalue Iya Tidak

N % N % N %

TMS

MS

26

13

59,1%

54,2%

18

11

40,9%

45,8%

44

24

100%

100%

0,799

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.23. diketahui balita yang luas ventilasi kamar

tidak memenuhi syarat dan mengalami ISPA adalah 59,1% serta luas

ventilasi kamar tidak memenuhi syarat dan tidak mengalami ISPA

sebanyak 40,9% sedangkan luas ventilasi kamar yang memenuhi syarat

dan mengalami ISPA sebanyak 54,2% serta luas ventiasi kamar yang

memenuhi syarat dan tidak mengalami ISPA sebanyak 45,8%.

Page 94: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

75

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,799 (pvalue >

0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara luas ventilasi dengan gejala ISPA pada balita di Desa

Tamansari tahun 2013.

10. Hubungan Kepadatan hunian dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian dengan gejala

ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

5.24.

Tabel 5.24.

Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA pada

Balita di Desa Tamansari Tahun 2013

Kepadatan

hunian

Gejala ISPA

Total

pvalue Iya Tidak

N % N % N %

TMS

Ms

28

11

50,9%

84,6%

27

2

49,1%

15,4%

55

13

100%

100%

0,032

Jumlah 39 57,4% 29 42,6% 68 100%

Sumber: Data Primer Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.24. diketahui kepadatan hunian balita yang

lebih dari 2 orang dan mengalami ISPA adalah 50,9% serta kepadatan

hunian yang lebih dari 2 orang dan tidak mengalami ISPA sebanyak 49,1%.

Sedangkan kepadatan hunian yang tidak lebih dari 2 orang dan mengalami

ISPA sebanyka 84,6% serta kepadatan hunian yang tidak lebih dari 2

Page 95: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

76

orang dan tidak mengalami ISPA sebanyak 15,4%. Berdasarkan hasil uji

chi square didapatkan nilai pvalue 0,032 (pvalue < 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan

hunian dengan gejala ISPA pada balita di Desa Tamansari tahun 2013.

Page 96: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

77

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan

peneliti yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak

dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan

hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena

paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu.

2. Pemeriksaan gejala ISPA langsung ditanyakan ke ibu balita, tanpa

mengunakan pemeriksaan dokter untuk memperkuat hasil. Sehingga

mempengaruhi proporsi gejala ISPA.

B. Analisis Univariat

1. Gambaran Gejala ISPA pada Balita di Desa Tamansari

Pada penelitian ini untuk gejala ISPA yaitu dengan

menanyakan pada ibu balita yang pernah dialami balita selama kurun

waktu dua minggu baik itu batuk, pilek, demam dan panas. Pengertian

ISPA sendiri merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan

Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute

Respiratory Infections (ARI). Penyakit Infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

Page 97: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

78

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (WHO,

2003).

Dari hasil wawancara, pada tabel 5.1 bahwa balita yang

mengalami gejala ISPA sebanyak 57,4% dan yang tidak mengalami

gejala ISPA sebanyak 42,6%. Dari hasil laporan puskesmas tahun

2012 bahwa Kejadian ISPA diwilayah puskesmas pangkalan

merupakan penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh

masyarakat khususnya kelompok bayi dan anak-anak. Kejadian ISPA

menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi

pada kelompok umur 1-4 tahun di wilayah kerja puskesmas pangkalan

dengan presentase 54,50% (Laporan Puskesmas, 2012).

Diperkuat dengan data yang didapat dari dinas kesehatan

kabupaten karawang bahwa kejadian ISPA di Provinsi Jawa Barat

diurutan petama dibandingkan dengan penyakit lain yakni sebesar

33,44% (Dinkes Karawang, 2009).

Gejala ISPA yang terjadi pada balita di 5 posyandu Desa

Tamansari dan hanya ditanyakan kepada ibu balita dalam kategori

mengalami ISPA dan tidak mengalami ISPA hanya sebatas gejala

subjektif yang diperhatikan oleh seorang ibu, harus diperhatikan

secara serius. Walaupun hanya gejala ISPA yang terjadi pada balita

namun ini menjadi indikasi bahwa telah terjadi kejadian ISPA

sebenarnya.

Page 98: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

79

Gejala ISPA tak lepas dari faktor-faktor yang dapat

memicunya. Kadar debu dalam rumah merupakan faktor penting

sebagai pencetus terjadinya gejala ISPA. Kadar debu dalam penelitian

ini dipengaruhi oleh faktor lainya. Berdasarkan hasil pengukuran

PM10 didalam kamar balita, didapatkan kadar PM10 yang melebihi

nilai ambang batas menurut standar WHO yaitu sebesar 70µg/m3. Hal

ini lah yang menjadi asumsi peneliti bahwa balita yang tinggal

disekitar industri batu kapur mengalami ISPA, dimana PM10 sebagai

pemicu terjadinya ISPA pada balita tetapi juga dipengaruhi dengan

faktor risiko lainnya.

C. Analisis Bivariat

1. Analisis Hubungan Status Gizi dengan Gejala ISPA pada Balita

Status gizi anak balita dalam penelitian ini ditetapkan

berdasarkan perbandingan berat badan menurut umur (BB/U)

berdasarkan standar HAZ, WHO-NCHS. Adapun hasil yang diperoleh

yaitu balita yang status gizi nya kurang berjumlah 10,3% sedangkan

balita dengan status gizi baik sebanyak 89,7%.

Berdasarkan tabel 5.15. diketahui balita yang status gizi kurang

dan menderita ISPA adalah 71,4% serta balita dengan status gizi kurang

tidak mengalami ISPA adalah 28,6%. sedangkan balita yang status gizi

baik dan menderita ISPA adalah 55,7% serta balita dengan status gizi

baik tidak mengalami ISPA 44,3%. Berdasarkan hasil uji chi square

Page 99: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

80

didapatkan nilai pvalue 0,690 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status

gizi dengan gejala ISPA pada balita di 5 posyandu desa tamansari

tahun 2013.

Menurut Almatsler (2003), timbulnya gizi kurang tidak hanya

dikarenakan karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit.

Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit,

pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak

yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya

akan melemah sehingga mudah terserang penyakit.

Status gizi merupakan faktor risiko terhadap kejadian ISPA.

Berdasarkan Nuryanto (2012) menyatakan bahwa status gizi kurang

maka akan bersiko untuk terjadinya ISPA. Balita dikatakan status

gizinya baik jika nilai perbandingan antara BB dan umur adalah dengan

SD 2 dan apabila nilai SD -2 maka dikatakan status gizi kurang.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan gejala

ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Nuryanto (2012) yang menyatakan bahwa status gizi kurang

pada balita berisiko mengalami kejadian penyakit ISPA 8,40 kali

dibandingkan balita dengan status gizi baik.

Tidak adanya hubungan antara status gizi dengan gejala ISPA

pada balita, hal ini diduga jika dilihat proporsi antara status gizi baik

Page 100: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

81

dan status gizi kurang lebih besar (>) status gizi baik yaitu sebesar

89,7% dan ini tidak sebanding dengan status gizi kurang yaitu sebesar

10,3%. Sehingga tidak terjadi hubungan yang signifikan jika

dibandingkan juga dengan distribusi gejala ISPA.

Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara

status gizi dengan gejala ISPA, petugas posyandu sebaiknya tetap

melakukan posyandu secara rutin sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan dan menghimbau kepada ibu balita agar tetap menjaga

asupan makanan yang diberikan oleh anak, selain itu petugas posyandu

juga dapat memberikan makanan pendamping asi kepada balita seperti

susu, biskuit dan bubur kacang hijau agar dapat mengurangi status gizi

kurang.

2. Analisis Hubungan Status Imunisasi dengan Gejala ISPA pada

Balita

Pada penelitian ini, variabel status imunisasi merupakan

imunisasi yang diteriama oleh balita sesuai dengan umurnya. Adapaun

hasil yang diperoleh yaitu balita dengan status imunisasi tidak lengkap

yaitu sebesar 11,8% sedangkan balita dengan status imunisasi lengkap

sebanyak 88,2%.

Berdasarkan tabel 5.16. diketahui balita yang status imunisai

tidak lengkap dan menderita ISPA sebanyak 75,0% serta balita dengan

status imunisasi tidak lengkap dan tidak mengalami ISPA sebesar

Page 101: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

82

25,0%, sedangkan balita yang imunisasi lengkap dan menderita ISPA

adalah 55,0% serta balita dengan status imunisasi lengkap dan tidak

mengalami ISPA sebanyak 45,0%. Berdasarkan hasil uji chi square

didapatkan nilai pvalue 0,451 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status

imunisasi dengan gejala ISPA pada balita di 5 posyandu desa tamansari

tahun 2013.

Menurut Purnomo (2006) imunisasi sangat penting diberikan

pada anak untuk memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Cakupan imunisasi yang lengkap, meliputi imunisasi BCG (anti

tuberkulosis), DPT (anti difteri, pertusis dan tetanus), polio (anti

poliomilitis) dan campak (anti campak). Imunisasi menjadi salah satu

faktor sangat penting bagi para ibu untuk menjaga agar bayi dan

balitanya tetap dalam kondisi sehat dan terlindungi dari berbagai

penyakit.

Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan,

imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan

dengan jarak paling cepat empat minggu, imunisasi DPT/HB pada bayi

umur dua, tiga, empat bulan dengan interval minimal empat minggu,

dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan (Depkes RI,

2008).

Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi yang sangat

efektif menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi serta balita dari

Page 102: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

83

berbagai jenis penyakit. Makin lengkap status imunisasi, semakin kecil

risiko terkena penyakit yang dapat dicegah. Sebaliknya risiko terkena

penyakit infeksi juga akan lebih besar, bila imunisasi pada anak tidak

lengkap.

Status imunisasi merupakan faktor yang menjadi risiko

mengalami kejadian ISPA, Pemberian imunisasi pada balita sangat

bermanfaat, sejalan dengan penyakit ISPA sebagai penyebab utama

kematian balita dapat dicegah dengan imunisasi. Meskipun dari hasil

statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna namun status

imunisasi tidak lengkap berisiko dengan kejadian ISPA dibandingkan

dengan balita dengan imunisasi lengkap.

Balita dikatakan baik jika balita mendapatkan imunisasi sesuai

dengan umur, sehingga diharapkan kepada ibu balita agar membawa

anaknya untuk diberikan imunisasi sesuai dengan umur agar kesehatan

balita tetap terjaga.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan gejala

ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejala dengan penelitian Sugiharto

(2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

status imunisasi dengan terjadinya ISPA pada balita.

Tidak adanya hubungan antara status imunisasi dengan gejala

ISPA pada balita, hal ini diduga jika dilihat proporsi antara status

imunisasi lengkap dengan status imunisasi tidak lengkap lebih besar (>)

Page 103: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

84

status imunisasi lengkap yaitu sebanyak 60 balita dan 8 balita tidak

dengan imunisasi lengkap dengan begitu balita mempunyai daya tahan

tubuh yang kuat sehingga tidak terjadi gejala ISPA.

Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara

status imunisasi dengan gejala ISPA, petugas posyandu tetap

melaksanakan imunisasi kepada balita yang masih membutuhkan sesuai

dengan umurnya dan menghimbau kepada ibu balita agar membawa

balitanya dalam pelaksanaan imunisasi dan diberikan imunisasi kepada

anaknya, selain itu petugas posyandu diharapkan melaksanakan

imunisasi dengan menarik agar ibu-ibu tertarik untuk hadir mengikuti

posyandu agar balita dapat mendapatkan imunisasi dengan lengkap

sehingga kejadian ISPA dapat berkurang.

3. Analisis Hubungan PM10 dengan Gejala ISPA pada Balita

Pada penelitian ini, data mengenai parameter PM10 dalam

rumah diukur langsung pada setiap rumah yang diteliti dengan titik

sampling di ruangan balita sering tidur. Kadar PM10 hanya diukur 1

kali dengan metode sewaktu (spot sampling) yang digunakan untuk

memeriksa secara acak keadaan sewaktu zat pencemar udara pada

tempat-tempat pemeriksaan, sehingga diperoleh gambaran kadar PM10

dalam setiap rumah balita.

Berdasarkan tabel 5.17. diketahui nilai rata-rata PM10 yang

mengalami gejala ISPA adalah 35,49 µg/m3 dan nilai rata-rata PM10

Page 104: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

85

yang tidak mengalami ISPA adalah 33,17 µg/m3. Berdasarkan hasil uji

man whitney didapatkan nilai pvalue 0,633 (pvalue > 0,05). Sehingga

dapat disimpulakn bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang

signifikan rata-rata PM10 antara balita yang mengalami ISPA dengan

yang tidak mengalami ISPA di 5 posyandu desa tamansari tahun 2013.

Menurut Gertrudist (2010) PM10 mempunyai peran yang lebih

penting daripada sekedar iritan dan merupakan kelompok risiko

kesehatan terbesar diantara berbagai ukuran partikulat. PM10

merupakan indikator yang paling cocok untuk pengukuran pencemaran

partikulat yang dikaitkan dengan efek terhadap gangguan saluran

pernapasan sehingga kadarnya di dalam rumah tetap harus dijaga

jangan sampai melebihi 70 µg/m3.

Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa PM10 yang

melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan dengan kejadian

ISPA. Semakin lama seorang balita terpajan PM10 maka akan berisiko

terhadap kejadian ISPA, karena persyaratan PM10 dalam ruangan yaitu

sebesar 70 µg/m3 sedangkan rata-rata PM10 hasil pengukuran yaitu

sebesar 162,50 µg/m3.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara kadar PM10 dalam kamar

balita dengan gejala ISPA pada balita. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian Farieda (2009) yang mengatakan ada hubungan yang

bermakna antara PM10 dengan kejadian ISPA pada balita, PM10 yang

Page 105: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

86

tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 56,5 kali untuk terjadi ISPA

dibandingkan PM10 yang memenuhi syarat.

Melihat data diatas dengan adanya perbedaan dengan teori, hal

ini dapat dimungkinkan karena jarak antara wawancara gejala ISPA

dengan saat dilakukan pengukuran terlalu lama yaitu satu minggu, bisa

saja tidak terjadinya hubungan saat dilakukan wawancara balita dalam

kondisi sehat dan mempunyai daya tahan tubuh yang baik sehingga

PM10 tidak menyebabkan gejala ISPA.

Meskipun tidak terdapat hubungan namun dengan demikian

tetap perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi pencemaran

PM10 didalam kamar balita, karena PM10 berisiko terhadap kesehatan

manusia khususnya pada anak-anak. Untuk itu perlu memberikan

penyuluhan dan pengetahuan kepada masyarakat tentang cara

mengurangi pencemaran PM10 dalam kamar balita seperti ventilasi

menggunakan kawat penyaring debu, menanam pohon di depan rumah

yang fungsi pohon tersebut sebagai penghambat agar PM10 tidak

masuk kedalam kamar, selalu membersihkan kamar balita secara rutin.

4. Analisis Hubungan Suhu dengan Gejala ISPA pada Balita

Pada penelitian ini variabel suhu merupakan data numerik hasil

dari pengukuran menggunakan alat Thermometer. Berdasarkan tabel

5.18. diketahui nilai rata-rata suhu yang mengalami ISPA adalah 35,00

0C dan nilai rata-rata suhu yang tidak mengalami ISPA adalah 33,83

0C.

Page 106: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

87

Berdasarkan hasil uji man whitney didapatkan nilai pvalue 0,809

(pvalue > 0,05). Sehingga dapat disimpulakn bahwa pada alpha 5%

tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata suhu antara balita

yang mengalami ISPA dengan yang tidak mengalami ISPA di 5

posyandu desa tamansari tahun 2013.

Suhu udara memiliki peranan sangat penting, suhu akan

berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan

manusia. Suhu ruangan, harus dijaga agar tetap memenuhi syarat

dengan cara membuka jendela atau pintu kamar. Suhu berbanding

terbalik dengan kelembapan apabila suhu tinggi maka kelembapan

rendah dan sebaliknya. Suhu adalah kandungan uap air yang terdapat di

dalam ruang yang besar diukur dengan menggunakan thermometer

dengan satuan pengukuran derajat celcius (ºC). Suhu ruangan yang

ideal adalah berkisar antara 18-30ºC (Keputusan Menteri

No.829/Menkes/SiuVII/1999) tentang persyaratan kesehatan

perumahan.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dengan gejala ISPA

pada balita. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Heru (2012)

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara suhu dengan

kejadian ISPA pada balita.

Melihat data diatas dengan adanya perbedaan dengan teori, hal

ini dapat dimungkinkan saat melakukan pengukuran suhu ruangan

Page 107: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

88

kamar balita dipengaruhi dengan intensitas hujan, karena saat dilakukan

pengukuran suhu terjadi hujan, dilihat dari proporsi suhu bahwa rata-

rata suhu memenuhi syarat kesehatan rumah yaitu 28,66 0

C. Namun

suhu juga sebagai pemicu kejadian ISPA, untuk itu perlu dilakukan

upaya agar suhu didalam kamar balita tetap memenuhi syarat yang telah

ditentukan seperti membuka jendela dan pintu setiap pagi, sehingga

terjadi sirkulasi udara dan suhu tetap stabil.

5. Analisis Hubungan Kelembaban dengan Gejala ISPA pada Balita

Hasil penelitian terkait variabel kelembaban didapatkan dengan

melakukan pengukuran menggunakan alat Hygrometer. Berdasarkan

tabel 5.19. diketahui nilai rata-rata kelembaban yang mengalami gejala

ISPA adalah 34,26% dan nilai rata-rata kelembaban yang tidak

mengalami ISPA adalah 34,83%. Berdasarkan hasil uji man whitney

didapatkan nilai pvalue 0,906 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat

disimpulakn bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang

signifikan rata-rata kelembaban antara balita yang mengalami gejala

ISPA dengan yang tidak mengalami ISPA di desa tamansari tahun 2013.

Menurut Listyowati (2013) Faktor etiologi ini dapat tumbuh

dengan baik jika kondisi yang optimum. Virus, bakteri dan jamur

penyebab ISPA untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya

membutuhkan suhu dan kelembapan optimal. Pada suhu dan

kelembaban tertentu memungkinkan pertumbuhannya terhambat

Page 108: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

89

bahkan tidak tumbuh dan mati. Tapi pada suhu dan kelembaban tertentu

dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan sangat cepat. Hal inilah

yang membahayakan karena semakin sering anak berada dalam ruangan

dengan kondisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama maka anak

terpapar risiko tersebut. Akibatnya makin besar peluang anak untuk

terjangkit ISPA.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan gejala

ISPA. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Heru (2012) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara

kelembapan dengan kejadian ISPA pada balita.

Melihat data diatas dengan adanya perbedaan dengan teori, hal

ini dapat dimungkinkan karena saat melakukan pengukuran kelembaban

berbarengan dengan hujan sehingga kelembaban dipengaruhi dengan

suhu hujan saat dilakukan pengukuran yang semestinya kelembaban

memenuhi syarat karena terjadi hujan maka kelembaban menjadi tinggi.

Namun Kelembaban di dalam ruangan merupakan faktor yang

berpengaruh tehadap kejadian ISPA karena kelembaban sangan erat

kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan faktor etiologi

ISPA yang berupa virus, bakteri dan jamur.

Walaupun tidak terdapat hubungan, tetapi kondisi kelembaban

yang tidak memenuhi syarat dapat mempengaruhi kejadian ISPA

sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya:

Page 109: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

90

a. Masyarakat perlu diberikan pengetahuan tentang upaya-upaya yang

dapat dilakukan untuk mengatur kelembapan dalam rumah sehingga

memenuhi syarat kesehatan seperti memperbaiki ventilasi, membuka

jendela agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah, memasang

genteng kaca atau fiberglasa.

b. Puskesmas diharapakan melakukan pengawasan dan pembinaan

terhadap masyarakat tentang syarat-syarat rumah sehat.

6. Analisis Hubungan Racun Nyamuk Bakar dengan Gejala ISPA

pada Balita

Pada penelitian ini, variabel racun nyamuk bakar merupakan

bahan pestisida yang digunakan responden untuk mengilangkan

nyamuk dan di letakkan dibawah tempat tidur. Adapaun hasil yang

diperoleh yaitu responden yang menggunkan racun nyamuk bakar

sebagai pembasmi nyamuk sebesar 89,7% sedangkan responden yang

tidak menggunakan racun nyamuk bakar sebanyak 10,3%.

Berdasarkan tabel 5.20. diketahui responden yang menggunakan

racun nyamuk bakar dan mengalami ISPA adalah (57,4%) serta

responden yang menggunakan racun nyamuk bakar dan tidak

mengalami ISPA sebanyak 42,6%. Sedangkan responden yang tidak

menggunakan racun nyamuk bakar dan mengalami ISPA sebanyak

57,1% serta responden yang tidak menggunakan racun nyamuk bakar

dan tidak mengalami ISPA 42,9%. Berdasarkan hasil uji chi square

Page 110: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

91

didapatkan nilai pvalue 1,000 (pvalue > 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara racun

nyamuk bakar dengan gejala ISPA pada balita di desa tamansari tahun

2013.

Penggunaan racun nyamuk bakar dapat menyababkan iritan dan

gangguan saluran pernapasan karena Menurut Widodo (2007) racun

nyamuk bakar mengandung insektisida yang disebut d-aletrin 0,25%.

Apabila dibakar akan mengeluarkan asap yang mengandung d-aletrin

sebagai zat yang dapat mengusir nyamuk, tetapi jika ruangan tertutup

tanpa ventilasi maka orang di dalamnya akan keracunan d-aletrin.

Selain itu, yang dihasilkan dari pembakaran juga CO dan CO2 serta

partikulat-partikulat.

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan racun

nyamuk bakar untuk mengendalikan nyamuk dari dalam rumah, disisi

lain racun nyamuk dapat menjadi sumber pencemaran udara dalam

rumah, disebabkan racun nyamuk bakar mengandung bahan CO, SO2,

serta partikulat yang dapat menimbulkan batuk, iritasi hidung dan

tenggorokan.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara racun nyamuk bakar dengan

gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Lina (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bemakna

antara racun nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita.

Page 111: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

92

Tidak adanya hubungan antara racun nyamuk bakar dengan

gejala ISPA pada balita, hal ini diduga saat melakukan wawancara

hanya menanyakan apakah ibu menggunakan racun nyamuk bakar akan

tetapi penempatan racun nyamuk bakar tidak langsung kontak dengan

balita.

Meskipun dari uji statistik tidak terdapat hubungan secara

bermakna tetapi sesuai dengan teori dan penelitian-penelitian terdahulu

bahwa asap racun nyamuk bakar berisiko terhadap kesehatan manusia

khusunya pada balita yang daya tahan tubuhnya masih rendah.

Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan racun

nyamuk bakar sebagai pengendali nyamuk. Untuk itu masyarakat agar

dapat mengurangi pemakaian racun nyamuk bakar atau bahkan tidak

menggunakannya lagi dan dapat menggunakan kelambu sebagai

pelindung dari gigitan nyamuk serta membiasakan hidup bersih dan

sehat seperti melaksanakan 3M.

7. Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala ISPA pada

Balita

Pada penelitian ini terkait penelitian kebiasaan merokok anggota

keluarga ditanyakan kepada responden. Adapun hasil yang diperoleh

yaitu anggota keluarga yang terbiasa merokok sebanyak 79,4%

sedangkan yang anggota keluarga yang tidak merokok sebanyak 20,6%.

Page 112: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

93

Berdasarkan tabel 5.21 diketahui balita yang anggota

keluarganya merokok dan menderita ISPA adalah 59,3% serta balita

yang anggota keluarganya merokok dan tidak mengalami ISPA adalah

40,7%. Sedangkan balita yang anggota keluarganya tidak merokok dan

mengalami ISPA sebanyak 50,0% serta balita yang anggota

keluarganya tidak merokok dan tidak mengalami ISPA sebanyak 50,0%.

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,559 (pvalue

> 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kebiasaan merokok anggota keluarga balita dengan

gejala ISPA pada balita di 5 posyandu desa tamansari tahun 2013.

Menurut Kusnoputranto (2000) Asap rokok merupakan salah

satu bahan pencemar dalam ruang. Selain meningkatkan terjadinya

suatu penyakit, adanya asap rokok akan menambah adanya bahan

pencemar di dalam ruangan, serta menambah risiko kesakitan dari

bahan toksik lain.

Gangguan pernapasan ini lebih mudah terjadi pada balita yang

lebih rentan terhadap efek polutan. Selain itu keberadaan balita yang

lebih lama di dalam rumah juga menyebabkan dosis pencemar yang

diterima akan lebih tinggi (balita terpapar lebih lama). Bila balita

menghirup udara yang tercampur partikulat dari asap rokok maka

dimungkinkan terjadi iritasi pada saluran pernapasa, selanjutnya akan

mudah terinfeksi. Lingkungan dalam rumah dan tempat kerja adalah

Page 113: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

94

tempat terbanyak terjadi pemaparan oleh rokok. Pemaparan asap rokok

akan meningkatkan penyakit jantung dan infeksi saluran pernafasan

pada anak (Sarwanto, 2004).

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan

gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Winarni (2009) yang mengatakan bahwa adanya

perokok dalam rumah mengakibatkan risiko balita untuk mengalami

ISPA 3,60 kali dibandingkan dengan tidak adanya perokok dalam

rumah.

Tidak adanya hubungan anatara kebiasaan merokok dengan

gejala ISPA pada balita, hal ini diduga saat melakukan wawancara

hanya menanyakan merokok atau tidak sedangkan jumlah batang rokok

yang dihisap tidak ditanyakan ditambah lagi balita jarang kontak

dengan anggota keluarga yang merokok.

Meskipun berdasarkan uji statistik tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA, namun

tetap dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi pencemaran asap rokok

dalam rumah karena menurut teori dan penelitia-penelitian terhadulu

menjelaskan bahwa balita dengan anggota keluarga yang terbiasa

merokok dalam rumah berisiko terhadap kesehatan terutama bagi anak

balita maka perlu dihindari kontak antara perokok dengan balita.

Page 114: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

95

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya

penyuluhan sebagai berikut:

a. Memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai ISPA

dan penularannya, sehingga masyarakat mengetahui cara-cara

mencegah penularan ISPA seperti:

- Tidak merokok didalam rumah dan tidak berdekatan dengan

balita

- Membeikan pengetahuan kepada anggota keluarga tentang bahaya

merokok dan dianjurkan untuk berhenti merokok

- Mengurangi emisi doplet saat penderita ISPA batuk atau bersi,

seperti menutup mulut dan hidung dengan tangan atau tisu

- Mencuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan

- Penderita ISPA dalam rumah segera berobat agar tidak menjadi

sumber penular dalam rumah.

b. Puskesmas melakukan supervisi dan memberikan bimbingan tentang

ISPA pencegahan dan perawatannya kepada ibu-ibu khususnya yang

mempunyai balita.

8. Analisis Hubungan Bahan Bakar Masak dengan Gejala ISPA pada

Balita

Pada penelitian ini, variabel bahan bakar memasak

dikelompokkan menjadi dua yaitu pamakaian kayu atau minyak dan

pemakaian gas sebagai bahan bakar memasak. Adapaun hasil yang

Page 115: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

96

diperoleh yaitu responden yang memakai kayu atau minyak sebagai

bahan bakar memasak sebanyak 14,7% sedangkan yang memakai gas

sebagai bahan bakar memasak sebanyak 85,3%.

Berdasarkan tabel 5.22. diketahui responden yang memakai

bahan bakar memasak menggunakan kayu atau minyak dan mengalami

ISPA sebanyak 60,0% serta responden yang memakai bahan bakar

memasak menggunakan kayu atau minyak dan tidak mengalami ISPA

sebanyak 40,0% sedangkan responden yang memakai bahan bakar

memasak menggunakan gas dan mengalami ISPA sebanyak 56,9%

serta responden yang memakai bahan bakar memasak menggunakan

gas dan tidak mengalami ISPA sebanyak 43,1%. Berdasarkan hasil uji

chi square didapatkan nilai pvalue 1,000 (pvalue > 0,05). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

bahan bakar masak dengan gejala ISPA pada balita di desa tamansari

tahun 2013.

Menurut Soemirat (2000) pembakaran minyak tanah dan kayu

bakar menghasilkan polutan dalam bentuk debu (partikel) juga

menghasilkan zat pencemar kimia berupa karbonoksida, oksidasulfur,

oksidaoksigen dan hidrokarbon. Semua zat kimia diatas memberikan

dampak pada gangguan saluran pernapasan.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara bahan bakar memasak dengan

gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Page 116: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

97

Castanea (2012) yang menyatakan bahwa balita yang tinggal di dalam

rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau kayu

berpeluang menderita ISPA sebanyak 2,235 kali lebih banyak

dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah yang

menggunakan bahan bakar gas untuk memasak.

Tidak adanya hubungan antara bahan bakar memasak dengan

gejala ISPA pada balita, hal ini diduga karena jumlah responden yang

menggunakan minyak tanah atau kayu bakar jumlahnya sedikit hal ini

disebabkan masyarakat sudah beralih menggunakan gas ukuran 3

kilogram yang disosialisasikan kepada masyarakat oleh pemerintah dan

semakin langkanya ketersediaan bahan bakar minyak tanah.

Meskipun dari uji statistik tidak terdapat hubungan bermakna

antara bahan bakar masak dengan kejadian ISPA pada balita, namun

teori membuktikan bahwa asap yang dikelaurkan dari pembakaran

mengandung banyak gas pencemar dan partikel-partikel yang berisiko

terhadap kesehatan manusia khususnya balita. Dengan demikian tetap

dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kadar partikulat di dalam

rumah dengan cara mengganti bahan bakar memasak dengan yang tidak

menimbulkan pencemaran udara dalam rumah atau sisa pembakarannya

dapat keluar dari dalam rumah melalui ventilasi ruangan sehingga

bahan pencemar dapur dapat lebih banyak keluar dan terdispersi dengan

udara luar (ambien).

Page 117: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

98

9. Analisis Hubungan antara Luas Ventilasi dengan Gejala ISPA

pada Balita

Pada penelitian ini, variabel luas ventilasi merupakan ukuran

luas perbandingan antara kamar dengan ventilasi. Adapaun hasil yang

diperoleh yaitu luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebanyak

64,7% sedangkan luas ventilasi kamar yang memenuhi syarat sebanyak

35,3%.

Berdasarkan tabel 5.23. diketahui balita yang luas ventilasi

kamar tidak memenuhi syarat dan mengalami ISPA adalah 59,1% serta

luas ventilasi kamar tidak memenuhi syarat dan tidak mengalami ISPA

sebanyak 40,9% sedangkan luas ventilasi kamar yang memenuhi syarat

dan mengalami ISPA sebanyak 54,2% serta luas ventiasi kamar yang

memenuhi syarat dan tidak mengalami ISPA sebanyak 45,8%.

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,799 (pvalue

> 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara luas ventilasi dengan gejala ISPA pada balita di desa

tamansari tahun 2013.

Menurut Tulus (2008) pengaruh buruknya ventilasi adalah

kurangnya kadar O2 dan bertambahnya kadar CO2, adanya pengap, suhu

udara ruangan naik dan kelembapan udara ruangan bertambah. Efek

dari pencemaran udara ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan

bernafas, sehingga benda asing termasuk virus, bakteri dan

Page 118: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

99

mikroorganisme lainya tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan.

Hal inilah yang akan memudahkan terjadinya penularan penyakit ISPA.

Luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat disebabkan

karena tipe rumah yang keci karena kepemilikan tanah yang sempit.

Ditambah lagi ada sebagian rumah yang tidak memiliki ventilasi

dikarenakan rumah responden berdekatan dengan pembakaran batu

kapur, sehingga masyarakat tidak membuat ventilasi karena debu akan

mudah masuk kedalam kamar. Ventilasi rumah lebih banyak hanya di

rumah bagian depan. Sementara pada bagian kamar tidak dibuatkan

ventilasi.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan gejala

ISPA pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Nuryanto (2012) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara

luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita.

Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara

luas ventilasi dengan gejala ISPA pada balita, namun dirasa penting

agar responden membuat ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan

yaitu 10% luas lantai kamar. Luas ventilasi rumah yang berfungsi untuk

mengatur udara, karena kondisi dinding rumah dapat memberikan

kontribusi terciptanya kelembaban dan temperatur yang memungkinkan

suatu bibit penyakit akan mati atau berkembangbiak. Luas ventilasi

rumah selain bermanfaat untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya

Page 119: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

100

juga mengurangi kelembaban dalam ruangan. Kelembaban tinggi dapat

disebabkan karena uap air dari keringat manusia maupun pernapasan.

Kelembaban dalam ruang tertutup dimana banyak terdapat manusia di

dalamnya lebih tinggi kelembaban dibanding diluar ruang. Hal ini

semakin membahayakan kesehatan manusia.

10. Analisis Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA

pada Balita

Pada penelitian ini, variabel kepadatan hunian merupakan

perbandingan luas kamar dengan jumlah anggota keluarga yang tidur

dalam satu kamar. Adapun hasil yang diperoleh yaitu didapatkan

kepadatan hunian yang memenuhi syarat sebanyak 80,9 % sedangkan

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat sebanyak 19,1%.

Berdasarkan tabel 5.24. diketahui kepadatan hunian balita yang

lebih dari 2 orang dan mengalami ISPA adalah 50,9% serta kepadatan

hunian yang lebih dari 2 orang dan tidak mengalami ISPA sebanyak

49,1%. Sedangkan kepadatan hunian yang tidak lebih dari 2 orang dan

mengalami ISPA sebanyka 84,6% serta kepadatan hunian yang tidak

lebih dari 2 orang dan tidak mengalami ISPA sebanyak 15,4%.

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai pvalue 0,032 (pvalue

< 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kepadatan hunian dengan gejala ISPA pada balita di

desa tamansari tahun 2013.

Page 120: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

101

Menurut Notoatmojo (2003) kondisi kepadatan hunian sangat

penting terutama menyangkut dengan penularan penyakit infeksi antar

individu. Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh virus, biasanya

disebarkan antar penghuni dan dihantarkan melalui udara, dalam

kondisi dimana rumah dihuni oleh lebih dari batas hunian yang

dipersyaratkan maka disamping mengakibatkan kurangnya konsumsi

oksigen juga apabila salah satu anggota keluarga menderita penyakit

infeksi, akan mudah menularkan kepada anggota yang lain.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan

umur dan jenis kelamin. Ukuran kamar tidur anak yang berumur lebih

kurang 5 tahun minimal 4,5 m2

dan yang lebih dari 5 tahun minimal 9

m2. Kepadatan hunia ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi

jumlah penghuni.

Hasil perhitungan analisis bivariat diperboleh bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan gejala ISPA

pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuryanto (2012)

yang mengatakan bahwa anak yang tinggal di rumah yang padat (<10

m2/orang) akan mendapatkan risiko mengalami ISPA sebesar 3,09 kali

dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat

penghuninya. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Listyowati (2013) dan penelitian Angelina (2011) yang menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian

rumah dengan kejadian ISPA atau Pneumonia pada balita.

Page 121: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

102

Terdapatnya hubungan antara kepadatan hunian dengan gejala

ISPA karena 55 responden kepadatan hunian padat penghuni. Tingkat

kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas

rumah yang tidak sebanding dengan jumlah keluarga yang menempati

rumah. Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang

banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak

seimbang. Kepadatan ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat

menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke

penghuni yang lainnya.

Rumah yang padat penghuni akan menyebabkan sirkulasi udara

dalam ruangan rumah tidak sesuai dengan kata lain pergerakan udara

dalam ruangan tersebut akan terhambat mengakibatkan terjadinya

kepengapan, apalagi diperparah dengan ventilasi yang tidak memenuhi

syarat baik ukuran maupun letaknya akan semakin menyebabkan

terjadinya pencemaran udara di dalam ruang. Sehingga mempermudah

penularan penyakit berbasis lingkungan yang salah satunya adalah

ISPA yang ditularkan melalui transmisi udara.

Semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit

melalui udara akan semakin mudah dan cepat, oleh karena itu

kepadatan hunian dalam tempat tinggal merupakan variabel yang

berperan dalam kejadian ISPA pada balita. Lingkungan fisik rumah

yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu faktor

Page 122: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

103

risiko terjadinya ISPA pada balita yang tinggal didalamnya, untuk itu

perlu dilakukan upaya pencegahan agar kejadian ISPA tidak tinggi.

Page 123: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

104

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 68 responden di 5

posyandu desa Tamansari, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Gambaran balita di Desa Tamansari yang mengalami gejala ISPA

ada 39 balita (57,4%), sedangkan balita yang tidak mengalami

gejala ISPA ada 29 balita (42,6%).

2. Rata-rata PM10 didalam kamar balita sebesar 162,50 µg/m3 dengan

standar deviasi 134,202, nilai minimum 41 µg/m3 dan nilai

maximum 628 µg/m3. Artinya rata-rata konsentrasi PM10 dalam

kamar balita melebihi nilai ambang batas yang ditentukan WHO

yaitu sebesar 70 µg/m3.

3. Rata-rata suhu didalam kamar balita sebesar 28,66 0C dengan

standar deviasi 1,841 dengan nilai minimum 25 0C dan nilai

maximum 33 0C. Artinya tingkat suhu kamar balita di Desa

Tamansari memenuhi persyaratan yang telah ditentukan Depkes RI.

4. Rata-rata kelembaban kamar balita sebesar 86,12% dengan standar

deviasi 11,230 dengan nilai minimum 58% dan nilai maximum

99%.

5. Frekuensi status gizi balita adalah 10,3% balita di Desa Tamansari

mengalami gizi kurang dan 89,7% balita mengalami gizi baik.

Page 124: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

105

6. Frekuensi status imunisasi adalah 11,8% balita di Desa Tamansari

tidak mendapatkan imunisasi lengkap dan 88,2% balita

mendapatkan imunisasi lengkap.

7. Frekuensi memakai racun nyamuk bakar adalah 89,7% responden

di Desa Tamansari menggunakan racun nyamuk bakar sebagai

pembasmi nyamuk dan 10,3% tidak menggunakan racun nyamuk

bakar.

8. Frekuensi kebiasaan merokok adalah 79,4% anggota keluarga

balita di Desa Tamansari terbiasa merokok didalam rumah dan

20,6% anggota keluarga balita tidak merokok.

9. Frekuensi bahan bakar memasak adalah 14,7% keluarga balita di

Desa Tamansari menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar

memasak dan 85,3% menggunakan gas sebagai bahan bakar

memasak.

10. Frekuensi luas ventilasi adalah 64,7% luas ventilasi kamar balita di

desa tamansari tidak memenuhi syarat dan 35,3% luas ventilasi

kamar balita di Desa Tamansari memenuhi syarat yang telah

ditentukan.

11. Frekuensi kepadatan hunian adalah 80,9% kamar balita di Desa

Tamansari padat penghuni dan 19,1% kamar balita sesuai dengan

persyaratan.

12. Faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada balita di 5

posyandu Desa Tamansari tahun 2013 adalah kepadatan hunian.

Page 125: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

106

Adapun faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan gejala ISPA

pada balita di 5 posyandu Desa Tamansari tahun 2013 adalah status

gizi, status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk,

kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, dan luas ventilasi.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti

memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi (Responden) Ibu Balita

a. Diharapkan anggota keluarga tidak merokok didalam rumah,

membuat ventilasi sesuai dengan syarat dan ketentuan

kesehatan.

b. Diharapkan ibu pengasuh selalu memperhatikan kebersihan

balitanya dan selalu membawa balitanya ke posyandu.

c. Diharapkan kepada anggota keluarga saat tidur bersama balita

tidak lebih dari 2 orang saja yang berada di dalam kamar.

2. Bagi Puskesmas Desa Tamansari

a. Pihak puskesmas mengadakan posyandu sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan, selain itu pada setiap posyandu

diharapkan adanya pemberian makanan pendamping asi seperti

biskuit, bubur kacang hijau dan lain sebagainya. Agar ibu dan

balita menjadi semangat untuk mengikuti posyandu.

Page 126: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

107

b. Pihak puskesmas diharapkan memberikan pelatihan dalam

upaya promosi kesehatan kepada masyarakat.

c. Meningkatkan kerjasama lintas sektor seperti kelurahan, tokoh

masyarakat, karang taruna, dalam upaya promosi kesehatan

kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat setempat.

3. Bagi Peneliti Lain

a. Peneliti lain melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ISPA

pada balita dapat dilakukan secara medis untuk memperoleh

data yang objektif.

b. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian kualitatif untuk

menggali lebih dalam permasalahan yang menyebabkan ISPA

pada balita.

Page 127: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, I. (1998). Besar Dan Metode Pada Sampel Peneilitan Kesehatan.

Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Alsagaff, H, Abdul, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:

Airlangga University Press.

Depkes RI. (2000). Informasi tentang ISPA pada Anak Balita. Jakarta: Pusat

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI, (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia

Pada Balita: Jakarta.

Dewi, AC. (2011). Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian ISPA Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas

Gayamsari Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. FKM

UNDIP. 2012.

Dewi, CC (2012). Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah dan Perilaku

Orang Tua dengan Kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1, nomer 2, tahun 2012.

FKM UNDIP.

Ernawati dan Farich, A. (2012). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dan

Faktor Anak Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita Di Desa

Way Huwi Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Lampung

Selatan Tahun 2012.

Fardiaz, S. Polusi air dan Udara. Yogyakarta : Kanisius edisi ke lima belas

2012.

Gertrudis, T. (2010). Hubungan Antara Kadar Partikulat PM 10 Udara

Dalam Rumah Tinggal Dengan Kejadian ISPA Disekitar Pabrik

Semen PT Indocement Citeurep. Tesis, FKM UI.

Page 128: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Handayani, Y. (2010). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit

Ispa Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Bangetayu Kota

Semarang, Karya tulis ilmiah.

Isnaini, M. Dan Misrawati (2012). Pengaruh Kebiasaan Merokok Keluarga

Di Dalam Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita. Jurnal.

Karim, L. (2012). Hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada

balita diwilayah kerja puskesmas Marisa kecamatan marisa

Kabupaten Pohuwatu tahun 2012.

Laporan Tahunan. (2012). Laporan tahunan Puskesmas Pangkalan,

Kabupaten karawang.

Lindawaty. (2010). Partikulat (Pm10) Udara Rumah Tinggal Yang

Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa)

Pada Balita (Penelitian Di Kecamatan Mampang Prapatan,

Jakarta Selatan Tahun 2009-2010.Tesis, FKM UI.

Listyowati. (2013). Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tegal Barat Kota Tegal.Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013,

Volume 2, Nomor 1, FKM UNDIP.

Mairuhu, V. (2011). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada

Balita Di Pulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota

Makkasar.

Nindya, T, S dan Lilis, S. (2005). Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak

Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.1, Juli: 43 – 52,

FKM, Universitas Airlangga.

Nur, H. (2004). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan (ISPA) Pada Balita Dikelurahan Pasienan

Tigo Kecamatan Koko Tengah Kota Padang. Skripsi. FKM

UNSU.

Page 129: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Nuryanto (2012). Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal

pembangunan manusia. Vol 6. No 2.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : PT

Rineka Cipta. Edisi pertama Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Jakarta :PT. Rineka Cipta.

Oktavia, D, dkk. (2010). Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Prilaku

Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan

Cambai Kota Prabumulih Tahun 2010. Jurnal

.

Padmonobo,H dkk. (2010). Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik

Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal kesehatan

lingkungan tahun 2012.

Pangestika,YR dan Pawenang, ET. (2010). Hubungan Kondisi Lingkungan

Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Keluarga Pembuat Gula

Aren. Jurnal. Kesehatan lingkungan 2010.

Permatasari, C. (2009). Faktor risiko kejadian ISPA ringan pada balita

dikelurahan Rangkapan Jaya Baru kota Depok 2008. Tesis

universitas Diponegoro semarang 2008.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/Menkes/Per/V/2011. Tentang Pedoman Penyehatan Udara

Dalam Ruang Rumah.

Pramudiani, NA, dan Prameswari, GH. (2011). Hubungan Antara Sanitasi

Rumah Dan Prilaku Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita.

Jurnal kesehatan Masyarakat tahun 2011.

Putro, D. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua

Dengan Uapaya Pencegah Kekambuhan ISPA Pada Anak Di

Wilayah Kerja Puskesmas Purwantoro. Skripsi. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Rerung, R (2012). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada

Balita Di Lembang Batu Sura Tahun 2012. Jurnal.

Page 130: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Sastroasmoro, S dan Ismail, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian

klinis. Jakarta : Sagung Seto. Edisi ke 3.

Safitri, A, D dan Soedjajadi, K. (2007). Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah

Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Balita Di Desa Labuhan

Kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol.3, No.2, hl: 139 – 150.

Sugiharto dan Nurjazuli. (2012). Analisis faktor risiko kejadian Pneumonia

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar

Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.

Sukana, B dan Mardiana. (2011). Kejadian Ispa Dengan Curah Hujan Dan

Kualitas Udara (Pm 10) Dikabupaten Kapuas, Provinsi

Kalimantan Tengah. Jurnal ekologi kesehatan vol. 10 no 3, hl :

195-207.

Sukar, A, et all. (1996). Pengaruh Kualitas Lingkungan Dalam Ruang

(Indoor) Terhadap Penyakit Ispa-Pnemonia Di Indramayu, Jawa

Barat. Penelitian Puslit Ekologi kesehatan, Jurnal.

Sulistyoningsih, H dan Rustandi, R (2010). Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Dtp Jamanis Kabupaten Tasikmalaya Tahun

2010. Jurnal, FKM UNSIL.

Sumargo, J. (1989). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA

Pada Balita Di Kelurahan Kepala Dua Wetan Kecamatan Pasar

Rebo Jakarta Timur. Tesis. Universitas Indonesia.

Suyatno. (2010). Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan

Masyarakat.FKM UNDIP.

Yulaekah, S (2007). Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru

Pada Pekerja Industri Batu Kapur (Studi Di Desa Mrisi

Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan). Tesis.

Yulianti, L dkk (2011). Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang

berhubungan dengan kejadian Pneumonia pada balita diwilayah

Page 131: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

kerja puskesmas pangandaran kabupaten Ciamis. Jurnal

kesehatan lingkungan Indonesia tahun 2012.

Yusup, N A dan Sulistyorini (2004). Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Tahun 2004.

Yuwono, T. (2008). Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang

Berhubungan Dengan Pneumonia Pada Anak Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Kawungaten Kabupaten Cilacap Tahun 2008.

Tesis, Universitas Diponegoro Semarang 2008.

Wahyuni, R (2010). Hubungan Faktor Lingkungan Dan Faktor Perilaku

Keluarga Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas

Ambacang Kecamatan Kuranji Padang. Penelitian keperawatan

komunitas.

Wahyu, R (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA

Bagian Atas Pada Baduta Di Desa Ngrundul Kecamatan

Kebonarum Kabupaten Klaten. Jurnal Vol.4 no.1 juli 2011:101-

110.

Wardhani, E. (2010). Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial-Ekonomi, Dan

Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Insfeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Cicadas Kota Bandung.

Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Nasional Bandung.

Winarni, dkk. (2009). Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua Dan

Anggota Keluarga Yang Tinggal Dalam Satu Rumah Dengan

Kejadian ISPA Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Sempor

II Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Perawat, volume 6 no. 1, Febuari 2010.

Page 132: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

KUISIONER PENELITIAN

Saya Rudianto, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan

Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin

menyampaikan bahwa saya akan melaksanakan penelitian dengan judul “Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA Pada Balita di 5 Posyandu

Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang Tahun 2013”,

yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat. Semua jawaban ibu akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan

kerjasama ibu, saya mengucapkan terima kasih.

Peneliti

Rudianto

Petunjuk pengisisan sebagai berikut :

1. Isilah titik-titik di bawah ini sesuai dengan jawaban atau kondisi responden.

2. Berilah silang ( X ) pada salah satu kolom di lajur kanan, pada pilihan “Ya”

atau “Tidak” sesuai keadaan anda.

LAMPIRAN 1

Page 133: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

IDENTITAS RESPONDEN (IBU)

1. Nama :

2. Tanggal Lahir/Umur : :

3. Alamat :

4. Pendidikan :

5.Pekerjaan :

6. No Hp :

IDENTITAS BALITA

Pertanyaan Kode

1 Nama balita : .....................................

A1 ( )

2 Jenis Kelamin : L / P (dilingkari)

A2 ( )

3 Umur : .............................bulan

A3 ( )

4 Berat badan sekarang/tinggi badan saat

ini : .........Kg/.........cm

A4 ( )

5 Apakah berat badan lahir balita > 2500 gram ?

Iya/Tidak

Berat : .........gram

A5 ( )

6 Pernahkah balita ibu berada di bawah garis merah

KMS pada 1 tahun terakhir ?

a. Ya

b. Tidak

A6 ( )

SD/SMP/SMA/lainnya....................

No. Responden :

Tgl wawancara : 2013

Page 134: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH

1 Apakah ibu terbiasa menggunakan racun nyamuk?

a. Ya

b. Tidak

B1( )

2 Jika ya, racun nyamuk jenis apa yang sering

digunakan?

a. Bakar

b. Semprot

c. Elektrik

B2 ( )

3 Ketika menggunakan racun nyamuk dimana sering

ditempatkan?

a. Kamar Tidur

b. Ruang Keluarga

B3 ( )

4 Jenis bahan bakar apa yang ibu gunakan untuk

memasak?

a. Kayu Bakar

b. Minyak Tanah

c. Gas Elpiji

B4 ( )

5 Apakah ibu sering menggendong anak saat memasak?

a. Iya

b. Tidak

B5 ( )

6 Apakah ada anggota ibu yang biasa merokok?

a. Iya

b. Tidak

B6 ( )

7 Jika iya, dimana sering dia merokok?

a. Di dalam rumah

b. Di luar rumah

B7 ( )

8 Apakah ibu sering membuka jendela setiap pagi?

a. Iya

b. Tidak

B8 ( )

Page 135: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

9 Apakah kamar tidur dihuni lebih dari 2 orang ?

a. Ya

b. Tidak

B9 ( )

KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

1 Apakah anak ibu pernah mengalami sakit batuk

pilek/demam pada kurun waktu 1 tahun terakhir?

a. Ya

b. Tidak

C 1 ( )

2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek tersebut lebih dari

14 hari ?

a. Ya

b. Tidak

C2 ( )

3 Apakah dalam dua minggu terakhir ini anak ibu

mengalami tanda-tanda klinis seperti batuk-batuk atau

pilek, disertai demam?

a. Iya

b. Tidak

C3 ( )

4 Apakah ibu pernah berobat ke dokter?

a. Iya

b. Tidak

C 4 ( )

5 Apakah status imunisasi balita lengkap (BCG, DPT,

Polio, Campak, dan Hepatitis) ? Ya/Bila Tidak

(sebutkan imunisasi yang diberikan pada balita anda)

Tidak : ................................

C 5 ( )

6 Apakah balita Ibu mendapatkan ASI Eksklusif selama

6 bulan ?

a. Ya

b. Tidak

C6 ( )

Page 136: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

PENGUKURAN SANITASI FISIK RUMAH (diisi oleh Peneliti)

No Komponen Hasil Pengukuran

1 PM 10 .............µg/m3

2 Ventilasi Panjang : cm

Lebar : cm

luas : cm2

3 Luas Kamar (m2)

4 Suhu (0C)

5 Kelembapan (%)

LEMBAR OBSERVASI

No Kriteria Cheklist

1 Ventilasi menggunakan kawat penyaring debu.

2 Dipekarangan rumah ada pepohonan.

3 Jarak rumah dipinggir jalan utama.

4 Jarak rumah dengan pembakaran batu kapur.

Page 137: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

UNIVARIAT

1. Kejadian ISPA

statusISPA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid iya 39 57.4 57.4 57.4

tidak 29 42.6 42.6 100.0

Total 68 100.0 100.0

2. Jenis Kelamin

kelaminbalita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 36 52.9 52.9 52.9

perempuan 32 47.1 47.1 100.0

Total 68 100.0 100.0

3. Status Gizi

Statusgizi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kurang 7 10.3 10.3 10.3

Baik 61 89.7 89.7 100.0

Total 68 100.0 100.0

4. Status Imunisasi

statusimunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak lengkap 8 11.8 11.8 11.8

lengkap 60 88.2 88.2 100.0

Total 68 100.0 100.0

LAMPIRAN 2

Page 138: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

5. Pendidikan Ibu

pendidikanibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid rendah sd,smp 59 86.8 86.8 86.8

tinggi sma,d3,s1 9 13.2 13.2 100.0

Total 68 100.0 100.0

6. Numerik (Umur, PM10, Suhu dan Kelembaban)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umurbalita 68 2 59 21.68 14.053

PM10 68 41 628 162.50 134.202

Suhu 68 25 33 28.66 1.841

Kelembapan 68 58 99 86.12 11.230

Valid N (listwise) 68

7. Racun Nyamuk

Racunnyamuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid iya 61 89.7 89.7 89.7

tidak 7 10.3 10.3 100.0

Total 68 100.0 100.0

8. Kebiasaan Merokok

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 54 79.4 79.4 79.4

tidak ada 14 20.6 20.6 100.0

Total 68 100.0 100.0

Page 139: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

9. Bahan Bakar Masak

Bahanbakarmasak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kayu,minyak 10 14.7 14.7 14.7

Gas 58 85.3 85.3 100.0

Total 68 100.0 100.0

10. Luas Ventilasi

Ventilasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tms 44 64.7 64.7 64.7

ms 24 35.3 35.3 100.0

Total 68 100.0 100.0

11. Kepadatan Hunian

Kepadatanhubian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak memenuhi syarat 55 80.9 80.9 80.9

memenuhi syarat 13 19.1 19.1 100.0

Total 68 100.0 100.0

Page 140: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PM10 kelembapan suhu

N 68 68 68

Normal Parametersa Mean 162.50 86.12 28.66

Std. Deviation 134.202 11.230 1.841

Most Extreme Differences Absolute .263 .184 .148

Positive .263 .126 .148

Negative -.183 -.184 -.076

Kolmogorov-Smirnov Z 2.171 1.519 1.223

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .020 .100

a. Test distribution is Normal.

Mann-Whitney Test

Ranks

statusIS

PA N Mean Rank Sum of Ranks

PM10 iya 39 35.49 1384.00

tidak 29 33.17 962.00

Total 68

kelembapan iya 39 34.26 1336.00

tidak 29 34.83 1010.00

Total 68

Suhu iya 39 35.00 1365.00

tidak 29 33.83 981.00

Total 68

Page 141: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Test Statisticsa

PM10 kelembapan suhu

Mann-Whitney U 527.000 556.000 546.000

Wilcoxon W 962.000 1336.000 981.000

Z -.477 -.118 -.242

Asymp. Sig. (2-tailed) .633 .906 .809

a. Grouping Variable: statusISPA

BIVARIAT

1. Status Gizi dengan gejala ISPA

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

statusgizi * statusISPA 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

statusgizi * statusISPA Crosstabulation

statusISPA

Total iya tidak

statusgizi kurang Count 5 2 7

% within statusgizi 71.4% 28.6% 100.0%

baik Count 34 27 61

% within statusgizi 55.7% 44.3% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within statusgizi 57.4% 42.6% 100.0%

Page 142: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .632a 1 .427

Continuity Correctionb .153 1 .695

Likelihood Ratio .657 1 .417

Fisher's Exact Test .690 .355

Linear-by-Linear Association .623 1 .430

N of Valid Casesb 68

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,99.

b. Computed only for a 2x2 table

2. Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

statusimunisasi * statusISPA 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

statusimunisasi * statusISPA Crosstabulation

statusISPA

Total iya tidak

statusimunisasi tidak lengkap Count 6 2 8

% within statusimunisasi 75.0% 25.0% 100.0%

Lengkap Count 33 27 60

% within statusimunisasi 55.0% 45.0% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within statusimunisasi 57.4% 42.6% 100.0%

Page 143: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.154a 1 .283

Continuity Correctionb .481 1 .488

Likelihood Ratio 1.218 1 .270

Fisher's Exact Test .451 .248

Linear-by-Linear Association 1.137 1 .286

N of Valid Casesb 68

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,41.

b. Computed only for a 2x2 table

3. Racun Nyamuk dengan Kejadian ISPA

Crosstab

statusISPA

Total iya tidak

racunnyamuk iya Count 35 26 61

% within racunnyamuk 57.4% 42.6% 100.0%

tidak Count 4 3 7

% within racunnyamuk 57.1% 42.9% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within racunnyamuk 57.4% 42.6% 100.0%

Page 144: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .000a 1 .991

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 .991

Fisher's Exact Test 1.000 .645

Linear-by-Linear Association .000 1 .991

N of Valid Casesb 68

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,99.

b. Computed only for a 2x2 table

4. Kebiasaan Merokok dengan Kejadian ISPA

Crosstab

statusISPA

Total Iya tidak

merokok ada Count 32 22 54

% within merokok 59.3% 40.7% 100.0%

tidak ada Count 7 7 14

% within merokok 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within merokok 57.4% 42.6% 100.0%

Page 145: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .390a 1 .532

Continuity Correctionb .103 1 .748

Likelihood Ratio .387 1 .534

Fisher's Exact Test .559 .371

Linear-by-Linear Association .384 1 .535

N of Valid Casesb 68

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,97.

b. Computed only for a 2x2 table

5. Bahan Bakar Masak dengan Kejadian ISPA

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

bahanbakarmasak *

statusISPA 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

bahanbakarmasak * statusISPA Crosstabulation

statusISPA

Total iya tidak

bahanbakarmasak kayu,minyak Count 6 4 10

% within bahanbakarmasak 60.0% 40.0% 100.0%

gas Count 33 25 58

% within bahanbakarmasak 56.9% 43.1% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within bahanbakarmasak 57.4% 42.6% 100.0%

Page 146: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .034a 1 .855

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .034 1 .854

Fisher's Exact Test 1.000 .569

Linear-by-Linear Association .033 1 .856

N of Valid Casesb 68

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,26.

b. Computed only for a 2x2 table

6. Luas Ventilasi dengan Kejadian ISPA

Crosstab

statusISPA

Total iya tidak

ventilasi tms Count 26 18 44

% within ventilasi 59.1% 40.9% 100.0%

ms Count 13 11 24

% within ventilasi 54.2% 45.8% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within ventilasi 57.4% 42.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .154a 1 .695

Continuity Correctionb .018 1 .892

Likelihood Ratio .154 1 .695

Fisher's Exact Test .799 .445

Linear-by-Linear Association .152 1 .697

N of Valid Casesb 68

Page 147: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,24.

b. Computed only for a 2x2 table

7. Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA

Crosstab

statusISPA

Total iya tidak

kepadatanhubian tidak memenuhi syarat Count 28 27 55

% within kepadatanhubian 50.9% 49.1% 100.0%

memenuhi syarat Count 11 2 13

% within kepadatanhubian 84.6% 15.4% 100.0%

Total Count 39 29 68

% within kepadatanhubian 57.4% 42.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.884a 1 .027

Continuity Correctionb 3.603 1 .058

Likelihood Ratio 5.402 1 .020

Fisher's Exact Test .032 .026

Linear-by-Linear Association 4.812 1 .028

N of Valid Casesb 68

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,54.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 148: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

DOKUMENTASI PENGUMPULAN DATA PRIMER

Foto Proses Wawancara Dan Pemilihan Sampel

Foto Penimbangan Dan Pengukuran Tinggi Badan Balita

LAMPIRAN 3

Page 149: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Foto Kondisi Rumah Responden

Foto Kondisi Ventilasi rumah

Page 150: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP

Foto Pengukuran PM10, suhu dan kelembapan

Page 151: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP
Page 152: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP
Page 153: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS … · 2015. 2. 4. · Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 - 2009 MAN 1 Pangkalan Balai Banyuasin 2003 - 2006 SMP