pemikiran prof. dr. zakiah daradjat tentang …
TRANSCRIPT
PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN TERHADAP ASPEK
LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
ANGGELA PRATIWI
NIM. TP. 161413
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
i
PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN TERHADAP ASPEK
LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan
ANGGELA PRATIWI
NIM. TP. 161413
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
ii
KEMENTRIAN AGAMA RI
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Hal : Nota Dinas
Lampiran : -
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di –
Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb
Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta
mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat
bahwa Skripsi saudara:
Nama : Anggela Pratiwi
NIM : TP. 161413
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan
Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan Islam
Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi
Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.
Dengan ini kami mengharapkan agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas
dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Jambi, Februari 2020
Mengetahui,
Pembimbing I
Drs. Constantin, M.Ag
NIP. 195712311985031025
PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No.
Revisi
Tgl
Revisi
Halaman
In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03
ii
KEMENTRIAN AGAMA RI
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Hal : Nota Dinas
Lampiran : -
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di –
Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb
Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta
mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat
bahwa Skripsi saudara:
Nama : Anggela Pratiwi
NIM : TP. 161413
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan
Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan Islam
Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi
Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.
Dengan ini kami mengharapkan agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas
dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Jambi, Februari 2020
Mengetahui,
Pembimbing II
Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I
NIP. 196710031997031001
PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No.
Revisi
Tgl
Revisi
Halaman
In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03
ii
KEMENTRIAN AGAMA RI
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Kode
Dokumen
Kode Formulir Berlaku tgl No.
Revisi
Tgl
Revisi
Halaman
In.08-PP-05- 01 In.08-FM-PP-05-03
Nomor: B, 98/D.11/PP.009/V/2020
Skripsi/Tugas akhir dengan judul : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang
Pendidikan Islam: Kajian terhadap Aspek Lingkungan
Pendidikan Islam
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Anggela Pratiwi
NIM : TP. 161413
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Telah diMunaqasyahkan pada : 13 April 2020
Nilai Munaqasyah : 84,46 (A)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
TIM MUNAQASYAH
Ketua Sidang
Dr. H. Kemas Imron Rosadi, M.P
NIP. 196911171994011001 NIP. 196911141994011001
Penguji I Penguji II
Dr. H. M. Junaid, M.Pd.I Nispi Syahbani, S.Ag., M.Pd.I
NIP. 195909121990031002 NIP. 197808202011011005
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Constantin, M.Ag Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I
NIP. 195712311985031025 NIP. 196710031997031001
Jambi, 13 April 2020
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam
Habib Muhammad, M.Ag
NIP. 196911141994011001
Sekretaris Sidang
Habib Muhammad, M.Ag M.Ag
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi seluruhnya merupakan hasil karya
sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebahagian skripsi bukan
hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.
Jambi, Februari 2020
Anggela Pratiwi
NIM. TP. 161413
iii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, skripsi
ini telah selesai, dan karya istimewa ini Penulis persembahkan kepada:
1. Ibunda Ermawati yang telah melahirkan anak bungsunya ke dunia ini. Kepada
Ayahanda Zulkifli (Alm) yang mengajari saya caranya memberikan yang
terbaik pada setiap hal yang ditekuni.
2. Saudari-saudariku: Anggun Zulmalita dan Anggar Juniarti yang selalu tulus
membantu dan senantiasa memberi semangat.
3. Para pejuang toga, rekan-rekan kelas PAI/E 2016 yang telah menemani saya
dari awal perkuliahan hingga saat ini dan telah memberi banyak masukan
selama ini.
4. Kepada sahabat-sahabat menganggumkan yang telah mendukung saya selama
ini. Nama kalian tidak tertulis di sini, tapi selalu terpatri di hati saya.
iv
MOTTO
يجعللهمخرجاوم... )٢:الطلاق(نيتقالل
...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar (Departemen Agama RI, 2005: 558).
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha ‘Alim,
atas iradah-Nya hingga skripsi ini dapat dirampungkan. Shalawat dan salam atas
Nabi SAW pembawa risalah pencerahan bagi manusia.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak banyak melibatkan pihak yang
telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, untuk itu melalui kolom
ini Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph.D selaku Rektor UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. H. Fadlilah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I dan Bapak Habib Muhammad, S.Ag., M.Ag
selaku Kaprodi dan Sekprodi.
4. Bapak Drs. H. Constantin, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah
memberikan bekal pengetahuan selama Penulis mengikuti perkuliahan.
Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan
amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu.
Jambi, Februari 2020
Penulis
Anggela Pratiwi
vi
ABSTRAK
Nama : Anggela Pratiwi
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Agama Islam/Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Judul : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan
Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan
Islam
Pendidikan Islam memegang pengaruh besar terhadap perkembangan
anak. Dewasa ini, banyak sekali anak yang rusak moralnya. Akibatnya anak-anak
berperilaku menyimpang bahkan terjerumus pada tindakan kriminal. Untuk
menumbuhkan pendidikan Islam dalam aspek keluarga, sekolah dan masyarakat
penting bagi pendidik mengenalkan ketiga aspek tersebut, dalam mengenalkan
ketiga aspek tersebut tentulah terdapat banyak pemikiran tokoh yang membahas
mengenai pendidikan anak, salah satu diantaranya adalah Zakiah Daradjat. Zakiah
Daradjat adalah satu-satunya sosok pemikir yang menanamkan konsep pendidikan
berbasis keilmuan Islam terhadap pendidikan anak di keluarga, sekolah dan
masyarakat. Beliau merupakan tokoh perempuan di Indonesia yang menaruh
banyak perhatian dalam berbagai bidang dianaranya bidang pendidikan, moral,
kehidupan anak, remaja, guru, keluarga dan sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep pendidikan
Islam menurut pemikiran Zakiah Daradjat dan bagaimana pengaruh lingkungan
terhadap perkembangan ilmu jiwa agama pada anak serta bagaimana relevansinya
terhadap tujuan pendidikan Islam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian adalah penelitian kepustakaan (library
research). Teknik pengumpulan data dengan cara editing, organizing dan
penemuan hasil penelitian. Teknik analisis data dengan teknik analisis isi (content
analisys).
Hasil penelitian ini dapat disimpulakan bahwa (1) konsep pendidikan anak
dalam aspek keluarga perspektif Zakiah Daradjat meliputi orang tua menjadi
tauladan bagi anak, penanaman jiwa dan taqwa yang diberikan pada anak, (2)
konsep pendidikan anak dalam aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat meliputi
pembinaan mental, moral, pendidikan agama yang dilakukan secara intensif dan
bakat lalu memupuk kecerdasan anak, (3) konsep pendidikan anak dalam aspek
masyarakat perspektif Zakiah Daradjat meliputi mempropagandakan hal-hal yang
membuat kemerosotan moral anak dan memperhatikan pergaulan anak serta
membuat tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan pada anak, dan (4) relevansi
konsep pendidikan anak dalam aspek keluarga, aspek sekolah dan aspek
masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan Islam yaitu
dalam aspek keluarga adalah pengalaman yang diterima anak, dalam aspek
sekolah yaitu kecerdasan, sedangkan dalam aspek masyarakat yaitu pencapaian
pendidikan secara nyata dalam lingkungan masyarakat.
Kata kunci: Konsep Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam
vii
ABSTRACT
Name : Anggela Pratiwi
Study Program/Departement : Islamic Education/Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training
Title : The Thoughts of Prof. Dr. Zakiah Daradjat About
Islamic Education: A Study of Aspects of the
Islamic Education Environment
Islamic education has a major influence on children's development. Today,
many children are morally damaged. As a result, children deviate and even fall
into crime. To foster Islamic education in the family, school and community
aspects it is important for educators to introduce these three aspects, in
introducing these three aspects there must be a lot of thought leaders who discuss
children's education, one of them is Zakiah Daradjat. Zakiah Daradjat is the only
thinker who instills the concept of Islamic scientific-based education to the
education of children in families, schools and communities. She is a female figure
in Indonesia who pays a lot of attention in various fields including education,
morals, the lives of children, adolescents, teachers, families and schools.
This study aims to explain how the concept of Islamic education according
to Zakiah Daradjat's thinking and how it affects the development of psychology
in childern as well it is relevant to the goals of Islamic education. This research
was conducted using a qualitative approach. This type of research is library
research. Data collection techniques by editing, organizing and research findings.
Data analysis techniques with content analysis techniques.
The results of this study can be concluded that (1) the concept of children's
education in the family aspect of Zakiah Daradjat's perspective includes parents
becoming role models for children, soul planting and devotion given to children,
(2) the concept of children's education in the school aspect of Zakiah Daradjat's
perspective includes mental development , moral, religious education that is
carried out intensively and talent and foster children's intelligence, (3) the concept
of children's education in the community perspective Zakiah Daradjat perspective
includes propagating the things that make a child's moral deterioration and pay
attention to the child's association and make places of guidance and counseling in
children, and (4) the relevance of the concept of children's education in the family
aspect, school aspects and community aspects of the perspective of Zakiah
Daradjat with the aim of Islamic education, namely in the family aspect is the
experience received by children, in the school aspect of intelligence, while in the
community aspect of education achievement significantly in li community upport.
Keywords: Concept of Islamic Education, Islamic Education Objectives
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
NOTA DINAS ..................................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... ii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO.............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................................ 6
C. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...................................................................... 7
1. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
2. Kegunaan Penelitian.......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Islam ............................................................................................... 8
1. Defenisi Pendidikan Islam ................................................................ 8
2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ....................................................... 12
3. Tujuan Pendidikan Islam ................................................................ 16
4. Objek dan Lembaga Pendidikan Islam .......................................... 20
C. Studi Relevan................................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ................................................................. 24
B. Setting dan Subjek Penelitian ......................................................................... 25
C. Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 25
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 26
ix
E. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum ................................................................................................ 29
1. Historika Biografi Zakiah Daradjat ....................................................... 29
a. Latar Belakang Keluarga ................................................................ 29
b. Latar Belakang Pendidikan ............................................................. 30
c. Perjalanan Karir ............................................................................... 31
d. Hasil Karya ...................................................................................... 35
2. Deskripsi Data Primer ............................................................................ 36
a. Ilmu Jiwa Agama............................................................................. 36
b. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental ............................... 37
c. Kesehatan Mental ............................................................................ 37
d. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental ..................................... 38
e. Ilmu Pendidikan Islam .................................................................... 38
f. Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah ............................. 39
B. Temuan Khusus dan Pembahasan .................................................................. 40
1. Konsep Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat ........................... 40
2. Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Lingkungan Pendidikan
Islam ........................................................................................................ 48
3. Relevansi Lingkungan Pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat
dengan Tujuan Pendidikan Islam ........................................................... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 77
B. Rekomendasi ................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi
dan perkembangan masyarakat. Hal ini karena pendidikan merupakan suatu
usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terkonsep serta terencana
untuk memberikan pembinaan dan pembimbingan pada peserta didik (anak-
anak) (Efendi, 2016: 35).
Sementara itu, Zakiah (2018: 28) mengemukakan bahwa pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-
nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
Lalu Muhammad (2018: 32), mengatakan bahwa istilah pendidikan
dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-Tarbiyah, al-
Ta’dib, dan al-Ta’lim.Tentunya semua terminologi tersebut memiliki makna
yang berbeda-beda dalam konteks tertentu meskipun pada konteks yang lain
memiliki makna yang sama.
Menurut rumusan Konferensi Pendidikan Islam sedunia yang ke-2,
pada tahun 1980 di Islamabad, pendidikan Islam adalah: Pendidikan harus
ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia
secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal, perasaan, dan fisik
manusia. Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
manusia pada seluruh aspeknya: spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik,
keilmuan, dan bahasa, baik secara individual maupun kelompok, serta
mendorong seluruh aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya merealisasikan
pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat individual maupun
masyarakat dan kemanusiaan secara luas (Abuddin Nata, 2016: 25).
2
Menurut Nata, pendidikan Islam memiliki hubungan yang sangat erat
dengan psikologi agama. Yaitu pada penanaman nilai-nilai kebaikan dan
keadilan dalam diri seseorang. Menurut Quraish Shihab tujuan pendidikan al-
Qur’an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok
sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya,
serta guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah
Swt. Bahkan psikologi agama sering digunakan sebagai salah satu pendekatan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Misalnya dalam perkembangan agama
pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dimulai dari
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Hakikat pendidikan Islam harus mencakup kehidupan manusia
seutuhnya. Pendidikan Islam yang sesungguhnya tidak hanya memperhatikan
satu aspek saja, seperti aspek aqidah, ibadah dan akhlaknya saja, melainkan
harus mencakup seluruhnya bahkan lebih luas dari itu. Akan tetapi, tak jarang
di lapangan, ditemukan bahwa pendidikan nasional maupun pendidikan Islam
hanya memfokuskan pada satu aspek saja, semisal aspek aqidah atau aspek
akhlaknya saja. Padahal pendidikan Islam harus mencakup semua dimensi
manusia, yang pada akhirnya dapat menjangkau kehidupan di dunia dan
akhirat (Zakiah, 2018: 42).
Terkait pendidikan Islam, Tafsir (2014: 12) mengungkapkan hal yang
sama, menurutnya pendidikan Islam harus mempersiapkan manusia supaya
beribadah sebagai hamba-Nya yang taat, sehingga aspek ibadah lebih
didahulukan guna meraih kesempurnaan insan untuk menggapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Namun, teori-teori tersebut bertolak belakang dengan apa yang terjadi
di lapangan. Akhir-akhir ini, di tengah-tengah masyarakat terjadi fenomena-
fenomena yang sangat memilukan, seperti tindakan kekerasan, asusila,
anarkis, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, bentrok antar warga, seks
bebas, dan korupsi bahkan tidak sedikit dari fenomena tersebut menelan
korban jiwa hingga berujung pada kematian. Lantas yang menjadi pertanyaan
sekarang ialah apa gerangan yang menjadi penyebab terjadi itu semua?,
apakah pola asuh dari orang tua dan sekolah yang selama ini salah, atau
3
keadaanlah yang mengharuskan terjadi yang demikian?. Tentu jawabannya
sangat kompleks dan setiap individu memiliki pandangan yang berbeda pula.
Akan tetapi, ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi semua orang tanpa
terkecuali, baik orang tua, tenaga pendidik maupun pemerintah.
Menurut Zakiah Daradjat (2005: 153) terjadinya fenomena-fenomena
tersebut mengindikasikan bahwa jiwa mayoritas masyarakat Indonesia
mengalami gangguan jiwa (kesehatan mental mengalami gangguan).
Terjadinya penyakit atau gangguan jiwa tersebut bukan disebabkan kerusakan
organik pada tubuh, tetapi karena kondisi jiwa, merasa tertekan, kecewa,
gelisah, was-was dan sebagainya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya peranan agama dan pendidikan
Islam, dalam rangka untuk mengatasi problem-problem gangguan jiwa
tersebut. Menurut Zakiah bahwa agama memiliki peran yang sangat mendasar
dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Pengaruh keyakinan agama
diyakini oleh seseorang akan berimplikasi terhadap perilakunya. Oleh karena
itu agama dapat dijadikan dasar pijakan psikologi.
Kemudian melalui jalur pendidikan Islam, yakni bagaimana proses
bimbingan, arahan, pengajaran dan pembinaan terhadap peserta didik itu
dilakukan. Sebab jalur tersebut merupakan jalur yang efektif untuk
digunakan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan mulai dari keluarga. Di sini
orang tua diharapkan dapat menanamkan pendidikan tentang aqidah, budi
pekerti (akhlak atau moral), dan lain sebagainya kepada anaknya. Sebab
keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi perkembangan anak
selanjutnya. Kemudian dilanjutkan di sekolah, tentunya dengan metode atau
pendekatan yang sesuai dengan karakteristik peserta. Maka, Zakiah
menyimpulkan bahwa pendidikan Islam harus bersifat integralistik dan
komprehensif, yaitu mencakup seluruh dimensi, eksistensi, substansi dan
relasi manusia (Nata, 2016: 43).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tegas. Menurut
Zakiah, Islam memiliki tujuan yang jelas dan pasti, yaitu untuk membina
manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek
kehidupannya yang mencakup perbuatan, pikiran, dan perasaan. Ungkapan di
4
atas bila ditelusuri lebih jauh akan memiliki implikasi dan cakupan yang
cukup luas. Membina manusia merupakan sebuah upaya untuk mengajar,
melatih, mengarahkan, mengawasi, dan memberi teladan kepada seseorang
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pembinaan yang hanya
memberikan pelajaran, latihan, dan arahan akan menciptakan manusia yang
tidak berjiwa. Sementara, pembinaan yang memberikan pengawasan dan
teladan yang baik mestinya mencakup semua upaya tersebut di atas.
Lingkungan atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang
meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebab bagaimanapun
bila berbicara tentang lembaga pendidikan sebagai wadah tempat
berlangsungnya pendidikan, maka tentunya akan menyangkut masalah
lingkungan di mana pendidikan tersebut dilaksanakan.
Setiap orang yang berada dalam lembaga pendidikan tersebut
(keluarga, sekolah dan masyarakat), pasti akan mengalami perubahan dan
perkembangan menurut warna dan corak institusi tersebut. Berdasarkan
kenyataan dan peranan ketiga lembaga ini, Ki Hajar Dewantara menganggap
ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan.
Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu
mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya
(Hasbullah, 1999: 37).
Ketiga penanggung jawab ini dituntut melakukan kerja sama di antara
mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling
menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuatnya serta dikontrol oleh
masyarakat sebagai lingkungan sosial anak (Nata,
Untuk itu terdapat kaitan antara pendidikan anak dengan tujuan
pendidikan Islam. Dimana pendidikan anak yang menjadi tanggung jawab
dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat akan mengantarkan pada
ketercapaian tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang
berdasarkan sumber dan dasar pendidikan Islam, oleh beberapa pemikir
pendidikan muslim berlomba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Tetapi
5
hal itu tidak dapat terlepas dari rumusan pendidikan pertama dalam Islam,
Muhammad saw. dan yang pada hakikatnya dari Allah Swt.
Selanjutnya, tujuan pendidikan menurut Zakiah juga agak berbeda
dengan tujuan Pendidikan Nasional yang lebih menekankan pada aspek
kecerdasan (intelektual) dan pengembangan manusia seutuhnya. Di samping
itu, rasa tanggung jawab yang dikembangkan hanya mengarah kepada
masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, Pendidikan
Nasional kurang bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Inilah
yang barangkali sedikit membedakan antara tujuan pendidikan Islam bagi
Zakiah.
Tujuan pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat adalah sesuatu
yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.
Sedangkan menurut H.M. Arifin, tujuan tujuan itu bisa jadi menunjukkan
kepada futuritas (masa depan) yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak
dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.
Permasalahan-permasalah dalam pendidikan yang terjadi dalam
kehidupan anak, sehingga mengalami kemerosotan moral dan krisis identitas
pada diri anak. Hal ini terlihat semakin bertambahnya anak-anak dalam
penggunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan baik terhadap teman sebaya
maupun lingkungan sekitarnya. Di sinilah dijelaskan bagaimana pentingnya
pendidikan anak yang terdapat dalam aspek keluarga, aspek sekolah dan
aspek masyarakat dalam memahami tangggung jawabnya, akan tetapi jika
didalam keluarga, sekolah maupun masyarakat mengabaikan pendidikan anak
maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik.
Banyaknya permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan tanda
tanya besar, mengapa anak-anak berperilaku menyimpang bahkan menjurus
pada tindakan kriminal dan bagaimana pendidikan yang diperoleh dalam
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakatnya. Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu memberikan anggapan pendidikan anak yang seperti apa yang
harus diberikan, agar setiap lingkungan selalu mengutamankan pendidikan
anak dan anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak untuk masa
depan mereka.
6
Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa begitu pentingnya
pendidikan anak dalam berbagai aspek, baik dari aspek keluarga, aspek
sekolah maupun aspek masyarakat. Pendidikan anak adalah proses
pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan
kepada anak didik secara formal maupun non formal dengan tujuan
membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan
atau keahlian tertentu sebagai bekal kehidupan anak dimasyarakat.
Adapun sebabnya penulis memilih Zakiah Daradjat karena peneliti
mengamati bahwa tokoh tersebut layak untuk diteliti, di antaranya ia salah
satu tokoh di Indonesia yang banyak menaruh perhatian dalam berbagai
bidang di antaranya pendidikan, moral, kehidupan anak, remaja, guru,
keluarga dan sekolah, terbukti dalam beberapa karya-karya buku beliau
diantaranya: Perawatan Jiwa untuk Anak-Anak, Ilmu Pendidikan Islam,
Membina Nilai- Nilai moral di Indonesia, Kepribadian Guru, Problema
Remaja di Indonesia, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah serta
masih banyak lagi. Di lihat dari latar belakang hidupnya Zakiah Daradjat
berkiprah dalam dunia pendidikan dan memiliki keahlian dari segi psikolog.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melihat,
menganalisis, “membaca” konsep menurut Zakiah Daradjat di dalam
pandangannya terhadap dunia pendidikan, khususnya yang berfokus pada
pendidikan anak serta mengaitkan pembahasannya dengan tujuan pendidikan
Islam. Dengan demikian peneliti mengangkat sebuah judul yaitu “Pemikiran
Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Pendidikan Islam: Kajian terhadap Aspek
Lingkungan Pendidikan Islam”.
B. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini mengarah pada sasaran dan tujuan yang
diharapkan maka perlu adanya fokus dalam penelitian yang akan dibahas.
Masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah bagaimana pemikiran Prof. Dr.
Zakiah Daradjat tentang pendidikan Islam: kajian terhadap aspek lingkungan
pendidikan Islam.
7
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut di atas, maka
rumusan masalah yang menjadi titik tekan dalam penelitian ini ialah:
1. Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat?
2. Bagaimana pemikiran Zakiah Daradjat tentang aspek lingkungan
pendidikan Islam?
3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat
dengan tujuan pendidikan Islam?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan lingkup masalah yang diteliti, maka penelitian ini
bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan Pemikiran Prof. Dr.
Zakiah Daradjat pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang pendidikan
Islam: kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu; pertama,
secara teoritis, dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam para
akademisi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, terutama prodi Pendidikan
Agama Islam. Kemudian, dapat menjadi stimulus bagi penelitian
selanjutnya sehingga kajian-kajian secara mendalam tentang pemikiran
Islam lebih banyak lagi.
Kedua, secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara
umum, sehingga mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan
Islam.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Islam
1. Defenisi Pendidikan Islam
Konsep pendidikan Islam itu mengacu pada makna dan asal kata
yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan dengan
ajaran Islam (Jalaluddin, 2003: 70). Defenisi pendidikan dapat diartikan
sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia
yang berbudaya tinggi, sebab pendidikan menumbuhkan kepribadian dan
menanamkan rasa tanggung jawab (Zakiah, 2018: 7).
Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan
pen-, akhiran –an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina dan
melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Secara terminologis
dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan,
pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara
formal maupun non formal dengan tujuan membentuk anak didik yang
cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu
sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat (Tafsir, 2014: 12).
Kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogos
yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Dalam paedagogos adanya
seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang
pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.
Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya
membimbing, memimpin). Perkataan yang mulanya berarti “rendah”
(pelayan, bujang), sekarang dipakai untuk pekerjaan mulia. Paedagog
(pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing
anak. Sedangkan pekerjaan membimbing disebut paedagogis. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education”
yang berarti pengembangan atau bimbingan (Jalaluddin, 2003: 70).
9
Menurut Zakiah Daradjat pengertian pendidikan dari segi bahasa,
maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu
diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita
gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata
kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim”
dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa
Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” (Zakiah Daradjat, 2018: 25).
Pendidikan Islam menurut Zakiah dalam bukunya yang berjudul
Ilmu Pendidikan Islam adalah pendidikan islam yang lebih banyak
ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal
perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.
Harisah (2018: 114) menjelaskan bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Marimba sebagaimana dikutip Harisah
menekankan pengertian pendidikan pada pengembangan jasmani dan
rohani menuju kesempurnaannya, sehingga terbina kepribadian yang
utama, suatu kepribadian yang seluruh aspeknya sempurna dan
seimbang. Untuk mewujudkan kesempurnaan tersebut dibutuhkan
bimbingan yang serius dan sistematis dari pendidik.
Berdasarkan tujuan dan sasaran dari pendidikan, Zakiah (2016: 7)
mengartikan bahwa pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan
mewarnai corak kepribadiannya.
Sementara itu, Hasbullah (2001: 7) mengatakan dengan lugas
bahwa pendidikan Islam ialah pendidikan yang falsafah dasar, tujuan-
tujuannya dan prinsip-prinsip dalam melaksanakan pendidikan
didasarkan atas nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah. Menurut Hasbullah, bahwa pendidikan agama Islam
merupakan salah satu bagian pendidikan Islam. Istilah “pendidikan
Islam” dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu:
10
a. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam,
dan sistem pendidikan Islam, yakni pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental
yang terkandung dalam sumber dan dasarnya, yaitu al-Qur’an dan
as-Sunnah.
b. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya
mendidik tentang agama Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way
of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
c. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat
Islam. Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan
umatnya, baik Islam sebagai agama ajaran maupun sebagai sistem
budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sampai
sekarang.
Sedangkan hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia
tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam yaitu sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam.
Istilah mengarahkan, melatih, mengasuh, atau mengawasi
mengandung pengertian usaha memengaruhi jiwa anak didik melalui
setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu
menanamkan taqwa, akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga
terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai
ajaran Islam (Zakiah, 2016: 15).
Pendidikan Islam, menurut Prof. Dr.Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaebani yang diterjemahkan oleh Ramayulis, diartikan sebagai usaha
mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya
melalui proses kependidikan, perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai
Islami. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa
11
kemampua-kemampuan mendasar dan kemampuan belajar, sehingga
terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk
individual dan sosial dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia
hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami, yaitu
nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlakul karimah
(Nata, 2016: 34).
Dengan demikian, pendidikan Islam sebagai sistem pendidikan
dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kehidupannya.
Berdasarkan definisi di atas maka teori-teori pendidikan Islam
sekurang-kurangnya haruslah membahas hal-hal sebagai berikut:
Pendidikan dalam keluarga:
1) Aspek jasmani
2) Aspek akal
3) Aspek hati
Pendidikan dalam masyarakat:
1) Aspek jasmani
2) Aspek akal
3) Aspek hati
Pendidikan di sekolah:
1) Aspek jasmani
2) Aspek akal
3) Aspek akal
Jadi, dalam sembilan masalah atau bab yang perlu diuraikan teori-
teorinya. Setiap masalah sekurang-kurangnya membicarakan hal-hal
berikut:
a) Tujuan
b) Pendidik
c) Anak didik
d) Bahan
e) Metode
12
f) Alat
g) Evaluasi (Ahmad Tafsir, 2014: 32).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu pengertian,
bahwa yang dimaksud pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman
nilai-nilai Islam, melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang
dilakukan dengan sadar dan penuh dengan rasa tanggung jawab agar
peserta didik mampu menghayati, memahami serta mengimani ajaran
Islam tersebut, dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan
dan pengembangan, pikir dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi
muslim sejati, yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan
penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Islam merupakan agama yang universal diwahyukan Allah SWT
kepadaNabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia
diseluruh muka bumi ini sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat.
Untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan tersebut diperlukan
adanya suatu usaha, yang merupakan kewajiban bagi manusia dab
sebagai pelaksanaanya manusia harus berpedoman kepada tata aturan
yang telah ditetapkan oleh sang pencipta yaitu Allah SWT, karena
dalam melakukan suatu perubahan kearah yang lebih baik, manusia
sendiri yang melakukannya.
Pendidikan merupakan suatu usaha sekaligus proses pencapaian
perubahan dan perbaikan demi mencapai kebahagiaan hidup yang
dilakukannya secara sadar dan teratur dari sejak dilahirkan hingga akhir
hayat. Oleh karena tugas yang cukup berat dan mulia itu maka diperlukan
suatu landasan, dasar atau fondasi tempat berpijak, sehingga apa yang
menjadi tujuan dari pendidikan tidak menyimpang dan keluar jalur. Dasar
ataupun landasan itu sendiri yaitu:
13
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam dan sebagai
pedoman terlengkap, yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan
bersifat universal. Tentunya, dasar pendidikan Islam harus
bersumber kepada al-Qur’an (Haidar dan Nurgaya, 2012: 10). Pada
awal pertumbuhan Islam, Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik
pertama telah menjadikan al-Qur’an sebagai dasar pendidikan
Islam. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan
Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur’an itu sendiri, seperti kalam
Allah Swt dalam surat Shaad 29:
د ي ل ك ار ب م ك ي ل إ اه ن ل ز ن أ اب ت وبك اتهر رآاي ك ذ ت ي ل و
باب ل ولوال )٢٩:ص (أ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”
(Departemen Agama RI, 2005: 455).
Kelebihan al-Qur’an terletak pada metode yang
menakjubkan dan unik sehingga dalam konsep pendidikan yang
terkandung di dalamnya, al-Qur’an mampu menciptakan individu
yang beriman dan senantiasa bertauhid kepada Allah Swt, serta
mengimani akhirat. Al-Qur’an telah memberikan kepuasan
penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia
tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai pengutamaan afeksi
dan emosi manusiawi. Al-Qur’an mengawali konsep
pendidikannya dari hal-hal yang bersifat konkrit, seperti hujan,
angina, tumbuh-tumbuhan, guntur atau kilat menuju hal yang
abstrak seperti keberadaan, kebesaran, kekuasaan dan berbagai
sifat kesempurnaan Allah Swt. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi
14
sumber dari seluruh jenis dan proses pendidikan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat.
b. As-Sunnah
Selain al-Qur’an, dasar pendidikan Islam yang kedua ialah
as-Sunnah. As-Sunnah merupakan perbuatan, perkataan, atau
pengakuan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam
proses perubahan sikap hidup sehari-hari. Allah Swt menjadikan
Muhammad Saw sebagai suri teladan bagi umatnya. Maka, Nabi
Muhammad Saw sebagai figure dalam dunia pendidikan dan beliau
juga menjunjung tinggi terhadap pendidikan dan pengajaran,
sebagaimana kalam Allah Swt:
ح أسوة الل رسول في لكم كان سلقد لنة (نكامن
حزاب )١٢ :الأ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu…” (Departemen Agama RI, 2005: 420).
Dalam dunia pendidikan as-Sunnah memiliki dua manfaat
pokok, yaitu; pertama, as-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan
kesempurnaan pendidikan Islam sesuai konsep al-Qur’an serta
lebih merinci pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an.
Kedua, as-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam
penentuan metode pendidikan (an-Nahlawi, 2004: 31).
c. Ijtihad
Para fuqoha’ mengartikan ijtihad sebagai usaha berpikir
dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan
syari’at Islam. Dalam mengkaji hal-hal yang belum ditegaskan
hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka, perlu ada
penentapan hukum yang harus dilakukan, yakni dengan ijtihad.
15
Ijtihad dapat dilakukan dengan ijma’, qiyas, istishan, dan lain-lain
(Zakiah, 1986: 181).
Urgensi ijtihad dalam bidang pendidikan sangat diperlukan,
sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
adalah bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja (Zakiah, 2018:
22). Dengan demikian, untuk melengkapi dan
mengkomprehensifkan hal-hal dalam pendidikan sangat dibutuhkan
ijtihad. Sebab globalisasi al-Qur’an dan as-Sunnah belum
menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai (Hanafi, dkk.
2018: 421).
Di samping itu, pendidikan Islam di Indonesia juga
mengacu kepada Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
pasal 36 ayat 3 tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penyusunan kurikulum, dalam Undang-Undang sebagai berikut:
“Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak
mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan
daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan
global dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”.
Serta pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum sebagai berikut:
“kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat; 1)
pendidikan agama, 2) pendidikan kewarganegaraan, 3) bahasa, 4)
matematika, 5) ilmu pengetahuan alam, 6) ilmu pengetahuan
sosial, 7) seni dan budaya, 8) pendidikan jasmani dan olahraga, 9)
keterampilan atau kejujuran, 10) muatan lokal” (UU RI Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003).
Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa,
sumber nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
kependidikan Islam secara general adalah al-Qur’an, al-Hadits
16
serta hasil ijtihad para ulama Islam. Di dalam ketiga sumber
tersebut, al-Qur’an diposisikan sebagai sumber ideal, hadits
sebagai sumber oprasional dan ijtihad sebagai sumber dinamika
perkembangan pendidikan Islam. Hasil ijtihad akan dikatakan
sebagai sumber dinamika pendidikan Islam, karena pemikiran
manusia (ulama) dalam kurun waktu tertentu dalam konteks sosia-
historisnya selalu mengalami perubahan. Hal ini menghendaki
pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu berkembang, agar
bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan pelaksaan pendidikan
Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam harus sesuai dengan falsafah dan
pandangan hidup yang berdasarkan hidupyang digariskan oleh al-Qur’an
Jalaluddin (2003: 80). Sementara itu, Jalaluddin membagi tujuan
pendidikan Islam menjadi tiga, di antaranya, pertama; bersifat fitrah,
yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan dengan fitrah
kejadiannya. Kedua; merentang pada dua dimensi, yaitu tujuan akhir bagi
keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Ketiga; mengandung nilai-nilai
yang bersifat universal yang tak terbatas oleh ruang lingkup geografis
dan paham-paham (isme) tertentu.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk
mencapai tujuan-tujuan yang lain. Di samping itu, tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa
yang dicitacitakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan
penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan Islam menurut beberapa tokoh diantaranya:
Naquib Al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
“manusia yang baik”. Kemudian Marimba mengatakan tujuan pendidikan
Islam adalah terciptanya orang yang berkepribadian muslim. Al-Abrasy
menghendaki tujuan (goal) akhir pendidikan Islam itu adalah
17
terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (akhlak al-kharimah). Munir
Musyi mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia
yang sempurna (al-Insan al-Kamil).
Sama halnya dengan Jalaluddin dan Said, Ahmad Tafsir (2014: 46-
51) juga mengklasifikasi tujuan pendidikan Islam menjadi dua, yakni
bersifat umum dan khusus. Tujuan pendidikan Islam yang umum harus
diketahui terlebih dahulu ciri manusia sempurna menurut Islam, yaitu
dengan mengetahui hakikat manusia menurut Islam. Sedangkan tujuan
pendidikan Islam yang bersifat khusus dengan mengetahui tugas manusia
sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai pengalaman ibadah kepada
Tuhan dalam arti yang luas, sebagaimana kalam-Nya:
ليعبدون نسإل وال )٥٦:لذارياتا (وماخلقتالجن
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (Departemen Agama RI, 2005: 523).
Maka, dalam kerangka inilah tujuan pendidikan Islam haruslah
mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar menjadi hamba
Allah (ibad ar rahman) sehingga lebih didahulukan aspek ibadah dalam
kesempurnaan insan untuk menggapai kebahagian dunia dan akhirat
(Tafsir, 2014: 47).
Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Education
Theory, a Qur‟anic Outlook, menyatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam harus meliputi empat aspek, yaitu:
a) Tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah).
Tujuan pendidikan Islam perlu dikaitkan dengan tugas
manusia selaku khalifah di muka bumi yang harus memiliki
kemampan jasmani yang sehat, ketrampilan-ketrampilan fisik,
disamping rohani yang teguh, dan juga untuk membentuk manusia
muslim yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki ketrampilan
yang tinggi. Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Nawawi yang
menafsirkan “al-qawy” sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh
18
kekuatan fisik. Terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 247 dan QS. Al-
Anfal: 60.
b) Tujuan rohaniyah (al-ahdaf al-ruhaniyyah)
Perhatian dari tujuan ini berkaitan dengan kemampuan
manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah
keimanan dan ketaatan kepada Allah, dengan tunduk dan patuh
kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkan-Nya (cita-cita ideal
dalam al-Qur’an, QS. Al-Imran: 19) dan mengikuti teladan
Rasullulah. Muhammad Qutb berasumsi bahwa tujuan pendidikan
ruhiyyah mengandung pengertian “ruh” yang merupakan mata rantai
pokok yang menghubungkan manusia dengan Allah, dan pendidikan
Islam harus bertujuan untuk membimbing manusia sedemikian rupa
sehingga ia selalu tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya.
Beberapa indikasi pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua (QS.
Al-Baqarah: 10), berupaya memurnikan dan mensucikan diri
manusia secara individual dari sikap negatif (QS. Al-Baqarah: 126),
dan dari sinilah penyebutan tazkiyah (purification) dan hikmah
(wisdom).
c) Tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah)
Tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia
(kecerdasan) yang ada dalam sikap manusia. Agar dapat memahami
dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya
ini. Alam dan isinya merupakan sebuah buku besar yang harus
dijadikan objek pembacaan dan pengamatan serta renungan akal
fikiran manusia sehingga akan diperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin berkembang dan maju. Firman Allah yang
mendorong pendidikan akal terdapat kurang lebih sekitar 300 kali.
Dengan melalui observasi dengan panca indera, manusia
dapat dididik dengan menggunakan akal kecenderungannya untuk
meneliti, menganalisis keajaiban ciptaan Allah di dalam alam
semesta yang berisi khazanah ilmu pengetahuan yang menjadi bahan
pokok pemikiran yang analisis kritis untuk dikembangkan menuju
19
bentuk-bentuk teknologi dan hasil lain yang lebih maju. Dalam
pendidikan akal ini ada beberapa tahapan penting, yaitu: (1)
pencapaian kebenaran ilmiah (iim al-yaqin) (QS. Al-Takatsur: 5); (2)
pencapaian kebenaran empiris („aim al-yaqin) (QS. Al-Takatsur: 7);
dan (3) pencapaian kebenaran metaempiris atau filosofis (haqq al-
yaqin) (QS. Al-Waqi’ah: 95).
Implikasi pendidikan bagi akal, akal adalah suatu daya yang
amat dahsyat yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Oleh karena
itu pendidikan akal, hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal
dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan. Petunjuk
pendidikan akal dalam Islam sebagai berikut:
1) Pendidikan Islam berusaha untuk melatih manusia untuk
memikirkan segala sesuatu dan memeriksa bagian-bagiannya,
serta memahami apa yang dikatakan kepadanya serta tidak
menerimanya tanpa bukti.
2) Akal dilatih berdasarkan pengamalan, penginderaan dan
kemudian memberikan kebebasan kepada akal untuk
mengarahkan dan menyusun semua temuan penginderaan itu.
3) Pendidikan akal juga tertuju kepada pendidikan kata hati
(nurani). Dalam Al-Qur’an diakui bahwa Nur Ilahi mempunyai
peranan penting dalam pengembangan
d) Tujuan sosial (al-adhaf al-ijtima‟iyyah)
Tujuan sosial ini merupakan pembentukan kepribadian yang utuh
dari roh, tubuh dan akal. Adanya identitas dan eksistensi individu
tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural
(majemuk). Tujuan ini sangat penting eksistensinya karena manusia
sebagai khalifah Tuhan di bumi, harus memiliki kepribadian yang utama
dan seimbang. Sehingga manusia tidak akan mungkin menjauhkan diri
dari kehidupan bermasyarakat. Individu merupakan bagian integral dari
anggota kelompok di dalam keluarga dan masyarakat, atau sebagai
anggota keluarga dan pada waktu yang sama sebagai anggota masyarakat.
Kesesuaian dengan cita-cita sosial diperoleh dari individu-individu. Maka
20
persaudaraan dianggap sebagai salah satu kunci konsep sosial dalam Islam
yang menghendaki setiap individu memperlakukan individu yang lain
dengan cara-cara tertentu.
Dan di sinilah konsep etika, akhlak, dan moral Islam berperan
penting. Keserasian dalam individu dengan masyarakat tidak mempunyai
sifat yang kontradiktif antar tujuan sosial dan tujuan individual.
Pendidikan menitikberatkan perkembangan karakter yang unik, agar
manusia mampu beradaptasi dengan standart masyarakat bersama-sama
dengan cita-cita yang ada padanya. Keharmonisan yang seperti inilah yang
merupakan karakteristik pertama yang akan dicari dalam tujuan
pendidikan Islam.
4. Objek dan Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan
berlangsung secara efektif, konsisten dan berkesinambungan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan ialah institusi atau lembaga
pendidikan Islam. Telaah pendidikan Islam mengarah pada objek konkret
satu bentuk dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bereksistensi
dalam wujud fisik. Telaah ini menunjukkan tempat di mana integrasi
jasad dan ruh pendidikan itu berada yang secara khusus tertuju pada
lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah, pesantren, majelis taklim
(Daulay dan Nurgaya, 2012: 153).
Pendidikan Islam merupakan lembaga pendidikan yang dikelola,
dilaksanakan dan diperuntukkan bagi umat Islam. Pendidikan Islam
memandang keluarga, masyarakat, dan tempat-tempat peribadahan
seperti taman pendidikan al-Qur’an (TPA) sebagai lembaga pendidikan
di luar sekolah. Sedangkan bentuk lembaga pendidikan Islam di dalam
sekolah, seperti sekolah Islam, madrasah, lembaga pendidikan kejuruan
(LPK) Islam, balai latihan kerja (BLK) Islam, perguruan tinggi Islam
(Nahlawi, 2004: 145).
Sedangkan Daulay dan Nurgaya (2016: 12), membedakan lembaga
pendidikan Islam di Indonesia dalam tiga kelompok, yaitu; a. sekolah
21
Islam dan atau madrasah, b. pesantren, c. pendidikan non formal, seperti
pendidikan di keluarga, TPA atau majelis taklim.
C. Studi Relevan
Penelitian yang mengangkat ide-ide pembaharuan pendidikan Islam
dari pemikiran tokoh sudah banyak dilakukan. Setidaknya ada empat
penelitian yang pernah membahas tentang pemikiran dari Zakiah Daradjat
dan empat penelitian lainnya yang telah membahas berkaitan dengan
permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini, di antaranya :
1. Iwan Janu Kurniawan (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012)
dalam sebuah skripsinya yang berjudul “Pemikiran Prof. Dr. Zakiah
Daradjat tentang pendidikan Islam dalam perspektif psikologi agama”,
menjelaskan tentang peranan psikologi dan agama dalam pembinaan
mental, serta peningkatan religiusitas dan pembinaan mental melalui
pendidikan agama.
2. Siti Magfirah (UIN Suka, 2003) dalam sebuah skripsinya yang berjudul
“Pembinaan mental keagamaan pada remaja menurut Zakiah Daradjat”,
menjelaskan bahwa pembinaan mental keagamaan pada remaja adalah
usaha yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan kecakapannya menjadi lebih baik lagi, atau
menyempurnakan sesuatu yang telah ada pada remaja sebelumnya.
Pembinaan tersebut dilakukan secara terus menerus sejak seseorang itu
lahir sampai meninggal, terutama pada usia pertumbuhannya.
3. Fatmawati (UIN Suka, 2004) dalam sebuah skripsinya yang berjudul
“Pendidikan Agama pada Usia Remaja (Studi Pemikiran Prof. Dr. Zakiah
Daradjat)”, menjelaskan bahwa pendidikan agama pada usia remaja
merupakan usaha untuk memperkuat nilai-nilai agama pada remaja harus
dilakukan sejak dini, sehingga dalam sikap dan perbuatannya selalu
terkontrol oleh norma-norma agama.
4. Siti Rofi’ah (UMS, 2004) dalam sebuah skripsinya yang berjudul
“Pemikiran Zakiah Daradjat tentang Pendidikan Anak dalam Keluarga”,
menjelaskan bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar, pertama
22
dan utama bagi proses perkembangan anak. Di dalam keluargalah, anak
pertama kali mendapatkan didikan dan bimbingan. Sebab, di keluargalah
sebagai tempat belajar segala sikap untuk berbakti kepada tuhan yang
merupakan perwujudan nilai yang tinggi. Dan keluarga pula lah sebagai
wadah untuk belajar dalam rangka membentuk dan mengembangkan
dirinya.
5. Imam Suprayogi (UMS, 2005) dalam sebuah skripsinya yang berjudul
“Pemikiran Rosyid Ridho tentang Pembaharuan Pendidikan Islam”,
menjelaskan bahwa pemikiran Rosyid Ridho tentang pembaharuan
pendidikan Islam yang memfokuskan pada pembaharuan tujuan
pendidikan, kurikulum, pendidikan, dan sistem pendidikan yang non
dikotomis. Dengan tujuan mendorong pengembangan pemikiran pemikiran
dalam rangka kemajuan pendidikan umat Islam. Pemikiran Rosyid Ridho
ini berawal dari kegelisahannya terhadap perkembangan dunia muslim
pada khususnya masalah pendidikan. Sistem tradisional konservatif
menjadi corak pendidikan Islam pada waktu itu.
6. Surya Darma (UMS, 2007), dalam sebuah skripsinya yang berjudul
“Pemikiran Munir Mulkhan tentang Pendidikan Multikultural”,
menjelaskan bahwa Munir Mulkhan berpandangan pada teologi
pendidikan Islam, kritik terhadap pendidikan Islam, kesalahan
multikultural, humanisasi pendidikan Islam, kearifan tradisional dalam
pendidikan.
7. Abdul Hakim MN (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep
Pendidikan Islam menurut Abdul Malik Fadjar”, menjelaskan
bahwasannya menurut Abdul Malik Fadjar, peran pendidik yang paling
utama adalah menanamkan rasa dan amalan hidup beragama bagi peserta
didiknya. Dalam hal ini yang dituntut ialah bagaimana setiap guru mampu
membawa peserta didik untuk menjadikan agamanya sebagai landasan
moral, etik, dan spiritual dalam kehidupan kesehariannya. Abdul Malik
Fajdar memberikan suatu konsep sintesis antara perguruan tinggi dengan
pesantren yang ideal. Menurutnya yang terpenting sintesis itu harus betul-
betul mampu menggambarkan integrasi keilmuan. Karena itu, sintesis
23
tersebut hendaknya mampu melakukan dekontruksi terhadap realitas
keilmuan yang bersifat dualisme-dikotomis.
8. Maria Ulfa (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep
Pendidikan menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas”, menyimpulkan
bahwa terma yang paling tepat bagi istilah pendidikan Islam adalah ta’dib.
Ia sangat tidak setuju dengan istilah ta’lim dan tarbiyah sebagaimana yang
telah disepakati selama ini oleh mayoritas cendekiawan muslim dunia.
Terma ta’dib menurut Al-Attas lebih tepat untuk karena memiliki bobot
baik historis dan filosofis.
Dengan memperhatikan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan
bahwa penelitian tentang konsep pendidikan Islam pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengambil fokus penelitian yang
sedikit berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Maka dari itu,
penulis mengambil objek mengenai pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat
tentang konsep pendidikan Islam dan relevansinya dengan tujuan pendidikan
Islam.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
filosofis. Yang dimaksud dengan filosofis adalah menganalisis sejauh
mungkin pemikiran yang diungkapkan sampai kepada landasan yang
mendasari pemikiran tersebut (Peter Connolly, 2011: 151).
Penelitian ini termasuk jenis penelitian bibliografis, karena penelitan ini
dilakukan untuk mencari, menganalisis, membuat intrapensi, serta
generalisasi dari fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh
pemikir dan ahli (Tarjo, 2019: 27).
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang menggunakan
pendekatan kualitatif. Melalui kualitatif ini diharapkan terangkat gambaran
mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran penelitian tanpa
tercemar oleh pengukuran formal. Penelitian ini didasarkan pada persepsi
emik yang bertujuan untuk mengungkapkan dan mengurai sistem perilaku
bersama satuan strukturnya dan kelompok satuan-satuan itu. Peneliti
bermaksud memahami situasi secara mendalam, menemukan pola dan teori.
Selain itu, peneliti menggunakan pendekatan analitis. Pendekatan
analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara
pandang, cara pengarang menampilkan gagasan-gagasannya atau
mengimajinasikan ide-idenya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari
setiap elemen ektrinsik itu sehingga mampu membangun totalitas bentuk
maupun totalitas maknanya (Sugiyono, 2014: 224).
Desain penelitian bertujuan untuk meneliti masalah atau situasi untuk
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baik, serta mengetahui
pernyataan yang jelas tentang masalah yang dihadapi dalam buku-buku karya
Zakiah Daradjat ini.
25
B. Setting dan Subjek Penelitian
Sesuai dengan objek kajian skripsi, maka penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan (library research). “Library research” adalah
penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data
penelitiannya. Tegasnya, riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada
bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan
(Mestika, 2008: 1).
Dilihat dari tempat di mana penelitian ini dilakukan, maka penelitian
termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan analisis data
kualitatif, yaitu penelitian yang memfokuskan pembahasan pada literatur-
literatur baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun tulisan-tulisan lainnya.
Yang dilakukan dengan membaca buku-buku karangan Prof. Dr. Zakiah
Daradjat itu sendiri sebagai data primer serta buku dan jurnal yang mengenai
pendidikan Islam terutama yang diwarnai oleh psikologi agama.
C. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian kepustakaan ini, penulis menggunakan metode
dokumenter atau yang lebih populernya dengan metode dokumentasi
(Arikunto, 2010: 131), yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis
yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen,
foto-foto, buku-buku, majalah, ensiklopedi, karya tulis dan lain-lain (Mestika,
2008: 2).
Sumber data yang digunakan terdiri dari macam, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer ialah seluruh buku
karangan sendiri dari Zakiah Daradjat yang berjumlah 32 buah. Namun, pada
penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada 7 buku yakni, pertama; Ilmu
Jiwa Agama. Kedua; Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Ketiga;
Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Keempat; Ilmu Pendidikan Islam,
yang membahas konsep pendidikan Islam yang didasarkan pada pandangan
tentang manusia dalam perspektif ilmu jiwa. Kelima; Kesehatan Mental.
Keenam: Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Ketujuh:
Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia.
26
Sedangkan sumber data sekunder yaitu literatur-literatur yang terdiri
dari buku-buku, jurnal, artikel baik itu yang dimuat di media cetak maupun
media elektronik, yang memiliki relevansi dan menunjang dari penelitian ini.
Yaitu tulisan yang membahas tentang pendidikan Islam dan psikologi serta
yang sangat urgen ialah tulisan yang memuat tentang sosok Zakiah, baik itu
tentang kepribadian maupun pemikirannya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter
(metode dokumentasi). Teknik dokumenter adalah cara mengumpulkan data
melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip, dan termasuk buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum dan lain-lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan
alat pengumpul data yang utama. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Inventarisasi data: mengumpulkan data dan menginventarisir
semua data yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti
mengumpulkan berbagai data baik yang berupa sumber buku,
naskah penelitian, dokumen, surat kabar, essai atau jurnal untuk
dikaji lebih mendalam.
2. Pemisahan dan klasifikasi data: memilah data yang telah diperoleh
menjadi data primer, data sekunder dan data pendukung.
3. Mereduksi data: dengan membuang data yang tidak perlu dan tidak
terpakai yang tidak memiliki hubungan dengan penelitian.
4. Unitisasi data: yaitu mengunit-unitkan data sesuai dengan bab
bahasan pada penelitian yang dilakukan.
5. Inferensi data: menganalisis semua data yang ada baik itu data
primer maupu data sekunder dengan metode penelitian yang
peneliti gunakan dalam rangka memperoleh kesimpulan akhir.atau
menganalisis data untuk mendapatkan temuan hasil penelitian yang
diperoleh dari analisis kemudian diuraikan kembali dalam bentuk
tulisan yang sistematis.
27
6. Kesimpulan penelitian: akumulasi dari hasil analisis penelitian
(Lalu Muhammad, 2018 : 41-43).
Penelitian kepustakaan tidak menggunakan populasi, tetapi hanya
menggunakan sampling. Sampling yang digunakan berbeda pemahamannya
dengan sampling yang digunakan dalam penelitian lapangan (field research).
Sampling yang digunakan berupa sampling teoritis (theoretical sampling).
Yaitu sampel yang seutuhnya merujuk kepada teori atau konsep yang relevan
dengan penelitian yang dipilih menjadi fokus. Sampling teoritis ini khusus
dikreasikan dalam penelitian heurmeunetik (filsafat), dokumen studi dan
penelitian kepustakaan yang berbasis deskriptif kualitatif.
E. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah seluruh rangkaian kegiatan sebagai
upaya menarik kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang
mendukung penelitian ini. Dalam menganalisis data digunakan analisis isi
atau content analysis. Content analysis adalah suatu teknik untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan
konteksnya (Riduwan, 2018: 76). Adapun syarat Content Analisis:
1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang
terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang
menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data
tersebut.
3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-
bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi
tersebut bersifat sangat khas/spesifik.
Analisis data yang telah dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini
juga menggunakan metode analisis kualitatif (Moleong, 2017: 3).
Menjelaskan metode analisa kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.
28
Dalam melakukan analisis data, ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan oleh peneliti, yaitu:
a) Meringkas data,hal ini dilakukan agar data yang akan dipresentasikan
dapat dipahami dan diinterpretasikan secara objektif, logis dan
professional. Seiring dengan itu, data dapat dihubungkan dan memiliki
ketersambungan dengan pembahasan-pembahasan yang lain.
b) Menemukan atau membuat berbagai pola, topik, tema yang akan
digunakan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan peneliti, ditarik
berbagai pola, tema atau topik-topik pembahasan. Penarikan berbagai
pola, tema dan topik harus relevan dengan masalah yang telah dibangun
sebelumnya.
c) Mengembangkan sumber atau data, sumber data yang telah diperoleh,
dikembangkan berdasarkan jenisnya (primer/sekunder). Hal ini dilakukan
untuk mengurangi atau menghindari berbagai kemungkinan
kesalahpahaman dalammenarik sintesis sebuah pendapat atau teori yang
dikemukakan oleh pakar maupun sumber-sumber dokumentasi yang
mendukung.
d) Menguraikan data atau mengemukakan data seadanya, data sesuai
sumber yang diperoleh. Teknik dalam menguraikan data dapat secara
langsung atau tidak langsung. Sesudahnya baru dilakukan analisis
pengembangan (generalisasi) lalu diakhiri dengan sintesis (simpul).
e) Menggunakan pendekatan berpikir sebagai ketajaman analisis (Arikunto,
2010: 199).
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Historika Biografi Zakiah Daradjat
a. Latar Belakang Keluarga
Zakiah Daradjat dilahirkan di Jorong Koto Marapak, Nagari
Lambah, Ampek Angkek, Agam, Kotamadya Bukit Tinggi Sumatera
Barat, 6 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan
aktivis organisasi Muhammadiyah dan Ibunya, Rafi'ah aktif di
Sarekat Islam. Ia merupakan anak pertama dari pasangan tersebut.
Sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan
dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh Ibunya untuk
menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh
Ayahnya. Zakiah Daradjat meninggal di Jakarta dalam usia 83 tahun
pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan,
jenazahnya dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang
sama. Menjelang akhir hayatnya, ia masih aktif mengajar,
memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum
meninggal, ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina,
Jakarta Selatan pada pertengahan Desember 2012.
Semasa hidup, Zakiah Daradjat tidak hanya dikenal sebagai
psikolog dan dosen, tetapi juga mubaligh dan tokoh masyarakat.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat
menyebut Zakiah Daradjat sebagai pelopor psikologi Islam di
Indonesia. Sementara itu, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar
mencatat, Zakiah Daradjat adalah sosok yang bisa diterima dengan
baik oleh semua kalangan. Umar menambahkan, sosok Zakiah
Daradjat seperti sosok Hamka dalam versi Muslimah (Khairillah,
2014: 36).
30
b. Latar Belakang Pendidikan
Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah.
Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya
belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan
minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.
Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah
menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah tamat
pada 1941, Zakiah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang
Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat.
Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut
mendorongnya untuk menjadi mubaligh.
Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikannya di SMA.
Setelah itu, ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya
untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia
mendaftar ke dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda,
yaitu Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia (UII). Meskipun ia diterima di kedua Fakultas tersebut, ia
akhirnya hanya memilih mengambil Fakultas Tarbiyah PTAIN
Yogyakarta atas saran kedua orang tuanya. Pada tahun 1956, ia
menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan
pendidikan ke Mesir.
Di Mesir ia langsung diterima di Fakultas Pendidikan
Universitas Ain Shams, Ia mengambil spesialisasi Diploma Faculty
of Education dan memperoleh gelar Magister pada bulan oktober
1959 dengan tesis The Problems of Adolescence in Indonesia
(Ensiklopedi Islam, 2008: 285). Tesis ini banyak mendapat sambutan
dari kalangan terpelajar dan masyarakat umum di Cairo waktu itu,
sehingga seringkali menjadi bahan berita para wartawan. Prof.
Zakiah Daradjat sendiri tidak tahu dengan pasti, apa yang
menyebabkan masyarakat terpelajar Mesir tertarik akan isi tesisnya
31
itu entah karena masalah yang dibahas itu cukup menarik bagi
mereka, karena menyangkut Indonesia, yang belum banyak mereka
kenal, sedangkan hubungan antara Republik Persatuan Arab dan
Republik Indonesia waktu itu sedang erat-eratnya. Akan tetapi, besar
kemungkinan yang menyebabkan mereka tertarik, adalah objek
masalah yang diteliti dan diuraikan oleh tesis itu, yaitu problema
remaja, yang bagi orang Mesir waktu itu, memang sedang menjadi
perhatian karena mereka sedang giat membangun, bahkan dalam
kabinet Mesir waktu itu ada Kementrian Pemuda (Zakiah Daradjat,
1995: 5).
Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya
meraih gelar MA pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya
mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan.
Tidak seperti teman-teman seangkatannya dari Indonesia, setelah
menyelesaikan program S-2, Zakiah tidak langsung pulang. Ia justru
malah melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Ketika
menempuh program S-3, kesibukan Zakiah tidak hanya belajar. Pada
tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil
meraih gelar doktornya dalam bidang psikologi dengan spesialisasi
psikoterapi dari Universitas Ain Shams (Nata, 2016: 236).
c. Perjalanan Karir
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah
Daradjat mengabdikan di Kementrian Agama dan mengembangkan
ilmunya untuk kepentingan masyarakat. Sambil bekerja, Zakiah
diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi
bagi karyawan Kementerian Agama. Namun, karena semakin banyak
klien yang datang, ia mulai membuka praktik sendiri di rumahnya di
Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan pada
tahun 1965. Ketika diwawancara oleh Republika pada tahun 1994, ia
menuturkan, “Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata
32
saya menerima tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah
mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan”. Zakiah
mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa, “karena memang
tujuan saya untuk menolong sesama manusia”.
Pada 1967, Zakiah diangkat oleh Menteri Agama Saifuddin
Zuhri sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan
Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama, Pada periode
selanjutnya, Zakiah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan
Agama mulai tahun 1972, dan tahun 1977 sebagai Direktur
Perguruan Tinggi Agama Islam. Pemikiran Zakiah Daradjat di
bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem
pendidikan di Indonesia.
Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, beliau
memanfaatkan sebaik-baiknya untuk pengembangan dan
pembaharuan dalam bidang Pendidikan Islam . Pembaharuan yang
monumental yang sampai sekarang masih terasa pengaruhnya adalah
keluarnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Agama,
Mendikbud, dan Mendagri) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan
Menteri Agama diduduki oleh Mukti Ali. Melalui surat keputusan
tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap
status madrasah, salah satunya dengan memberikan pengetahuan
umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen. Aturan yang
dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini
memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi
umum. Upaya lain yang dilakukan Zakiah Daradjat adalah
Peningkatan mutu Pengelolan (administrasi) dan akademik
madrasah-madrasah yang ada di Indonesia Sehingga mulai munculah
apa yang disebut sebagai Madrasah Model (Nata, 2016: 237).
Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi
Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan Azyumardi Azra,
Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan
33
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Salah satu contoh, untuk
mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-
madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan
menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam
yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia. Melalui
rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga
IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai.
Di luar aktivitasnya di lingkungan kementerian, Zakiah
Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen
keliling pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN) dan
beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan
oleh IAIN Jakarta sebagai guru besar di bidang ilmu jiwa agama.
Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga
akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas
kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah
dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya. Ia aktif
mengikuti seminar seminar di dalam dan luar negeri Ia juga menjadi
ketua umum Perhimpunan Wanita Alumni Timur Tengah (1993-
1998). Selain itu, Zakiah Daradjat sering memberikan kuliah subuh
di RRI Jakarta sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap
pula diminta mengisi siaran Mimbar Agama Islam di TVRI Jakarta.
Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh Bintang Jasa
Maha Putera Utama dari Pemerintah Rapublik Indonesia (Nata,
2016: 238).
Sebagai pendidik dan ahli psikologi Islam, ia mempunyai
sejumlah pemikiran dan ide menyangkut masalah remaja di
Indonesia. Bahkan, ia tercatat sebagai guru besar yang paling banyak
memperhatikan problematik remaja, sehingga sebagian besar
karyanya mengetengahkan obsesinya untuk pembinaan remaja di
Indonesia. Menurutnya, sekarang ini anak manusia sedang
34
menghadapi suatu persoalan yang cukup mencemaskan kalau mereka
tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh masalah akhlak atau
moral dalam masyarakat. Ketenteraman telah banyak terganggu,
kecemasan dan kegelisahan orang telah banyak terasa, apabila
mereka yang mempunyai anak remaja yang mulai menampakkan
gejala kenakalan dan kekurang acuhan terhadap nilai moral yang
dianut dan di pakai orang tua mereka. Di samping itu ia melihat
kegelisahan dan kegoncangan dalam banyak keluarga karena antara
lain kehilangan keharmonisan dan kasih sayang. Banyak remaja
yang enggan tinggal di rumah, senang berkeliaran di jalanan, tidak
memiliki semangat belajar, bahkan tidak sedikit yang telah sesat.
Menurutnya, sebab-sebab kemerosotan moral di Indonesia
adalah: kurangnya pembinaan mental, dan orang tua tidak
memahami perkembangan remaja; kurangnya pengenalan terhadap
nilai-nilai Pancasila; kegoncangan suasana dalam masyarakat;
kurang jelasnya masa depan di mata anak muda dan pengaruh
budaya asing. Untuk mengatasinya ia mengajukan jalan keluar,
antara lain: melibatkan semua pihak (ulama, guru, orang tua,
pemerintah, keamanan dan tokoh masyarakat); mengadakan
penyaringan terhadap kebudayaan asing; meningkatkan pembinaan
mental; meningkatkan pendidikan agama di sekolah, keluarga dan di
masyarakat; menciptakan rasa aman dalam masyarakat;
meningkatkan pembinaan sistem pendidikan nasional; dan
memperbanyak badan bimbingan dan penyuluhan agama (Daradjat,
2001: 60-78).
Pada tindakan nyata ia merealisasi obsesinya itu dalam bentuk
antara lain kegiatan sosial dengan melakukan perawatan jiwa
(konsultasi). Setiap hari ia melayani empat sampai lima pasien.
Masalah yang ditangani mulai dari kenakalan anak sampai gangguan
rumah tangga. Ia aktif memberi bimbingan agama dan berbagai
pertemuan pada remaja dan orang tua, giat mempersiapkan remaja
35
yang baik dengan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Ruhama di
Cireundeu Ciputat.
d. Hasil Karya
Di tengah-tengah kesibukannya, Zakiah juga tercatat sebagai
ilmuwan yang produktif. Hal ini dapat diperhatikan dengan adanya
sejumlah karya ilmiah yang disusunnya. Karya ilmiah tersebut antara
lain:
1) Ilmu Jiwa Agama tahun 1970.
2) Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental tahun 1970.
3) Problema Remaja di Indonesia tahun 1974.
4) Perawatan Jiwa untuk Anak-anak tahun 1982.
5) Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia tahun 1971.
6) Perkawinan yang Bertanggung Jawab tahun 1975.
7) Islam dan Peranan Wanita tahun 1978.
8) Peranan IAIN dalam Pelaksanaan P4 tahun 1979.
9) Pembinaan Remaja tahun 1975.
10) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga tahun 1974.
11) Pendidikan Orang Dewasa tahun 1975.
12) Menghadapi Masa Monopoase tahun 1974.
13) Kunci Kebahagiaan tahun 1977.
14) Membangun Manusia Indonesia yang Bertaqwa Kepada
Tuhan YME tahun 1977.
15) Kepribadian Guru tahun 1978.
16) Pembinaan Jiwa/Mental tahun 1974.
17) Kesehatan Mental tahun 1969.
18) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental tahun 1970.
19) Islam dan Kesehatan Mental tahun 1971.
20) Shalat Menjadikan Hidup Bermakna tahun 1988.
21) Kebahagiaan tahun 1988.
22) Haji Ibadah yang Unik tahun 1989.
36
23) Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental tahun 1989.
24) Doa Menunjang Semangat Hidup tahun 1990.
25) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa tahun 1991.
26) Remaja, Harapan dan Tantangan tahun 1994.
27) Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah tahun 1994.
28) Shalat untuk Anak-Anak tahun 1996.
29) Puasa untuk Anak-Anak tahun 1996.
30) Kesehatan Jilid I, II, III tahun 1971.
31) Kesehatan (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) Jilid IV
tahun 1974.
32) Kesehatan Mental dalam Keluarga tahun 1991 (Khairillah,
2014: 47).
2. Deskripsi Data Primer
a. Ilmu Jiwa Agama
Salah satu karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat yang berjudul
Ilmu Jiwa Agama ini merupakan terbitan Bulan Bintang pada tahun
1970. Dakwah dengan pendekatan ilmu jiwa agama merupakan salah
satu sisi keistimewaan Zakiah Daradjat. Zakiah Daradjat adalah yang
pertama menulis buku mengenai hubungan agama dengan kesehatan
jiwa/mental. Dalam beberapa kesempatan Zakiah Daradjat
menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam
mengenai fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai
pembimbing dalam hidup, penolong dalam kesukaran dan
penenteram batin. Selain itu, “agama harus menjadi pengendali
moral” tegas beliau.
Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, yaitu pertama
mengenai pengertian tentang ilmu jiwa agama, sejarah pertumbuhan
dan perkembangannya dan lapangan penelitian serta metode yang
dipakai dalam ilmu jiwa agama. Bagian kedua khusus mengenai
37
pertumbuhan jiwa agama pada anak, perkembangannya pada remaja
dan orang dewasa.
b. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental
Buku terbitan Bulan Bintang pada tahun 1982 dengan
cetakan pertama pada tahun 1970 ini, membahas mengenai
problematika pembangunan mental masyarakat Indonesia.
Menurutnya, pembangunan mental merupakan hal yang terpenting
dan harus menjadi perhatian bersama, karena mentallah yang
mengendalikan dan mengatur setiap sikap, gerak, dan tindakan
manusia.
Selanjutnya, peran agama sangat menentukan dalam
pembangunan mental itu, karena agama memberikan pedoman-
pedoman dan petunjuk-petunjuk yang dibutuhkan oleh manusia
sebagai syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam menciptakan
mental yang sehat.
c. Kesehatan Mental
Karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat yang diterbitkan oleh
Gunung Agung tahun 1979, merupakan bunga rampai yang
mengandung aneka macam persoalan mengenai Kesehatan Mental
dan Ketenangan Jiwa yang ditulis atas desakan dan saran dari
anggota masyarakat, baik di daerah maupun di pusat.
Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, yaitu pertama
tentang kesehatan mental pada umumnya serta gejala-gejala yang
biasanya ditemui pada orang-orang yang menderita gangguan dan
sakit jiwa. Bagian kedua tentang pengaruh pendidikan terhadap
kesehatan mental, mulai dari pendidikan dalam rumah tangga,
masalah anak-anak dan pentingnya peranan orangtua dalam
membina kepribadian anak-anaknya.
38
d. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental
Buku ini adalah lanjutan dari buku Kesehatan Mental, yang
semula direncanakan akan mencakup segala aneka-warna tentang
Kesehatan Mental dan Ketenangan Jiwa. Jika pada buku pertama,
titik beratnya pada pendidikan, maka dalam buku ini akan membahas
seberapa jauh penguruh keyakinan kepada Tuhan dan kehidupan
beragama terhadap kesehatan mental. Buku inipun lebih banyak
didasarkan atas pengalaman-pengalaman penulis dalam menghadapi
orang-orang yang kehilangan ketentraman batin di dalam hidupnya.
Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah sekedar
memberikan sumbangan pikiran dan pengalaman, yang diharapkan
akan dapat menolong meringankan penderitaan setiap orang yang
merasa kehilangan pegangan dalam hidupnya.
Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, pertama
mengenai gambaran tentang keadaan hidup yang jauh dari agama,
dan betapa perlunya jiwa akan agama.bagian kedua tentang fungsi
agama dalam berbagai aspek kehidupan.
e. Ilmu Pendidikan Islam
Buku yang diterbitkan oleh Bumi Aksara pada tahun 1992ini,
merupakan karya Zakiah Daradjat yang pada awalnya dimaksudkan
sebagai buku daras di lingkungan Institut Agama islam Negeri
(IAIN) yang diharapakan dapat menjadi salah satu pedoman dan
acuan bagi para dosen bdan mahasiswa dalammempelajari dan
mendalami bidang ilmu yang bersangkutan.
Objek kajian tentang ilmu pendidikan Islam tidak terlepas
dari manusia dalam pandangan Islam. Manusia dengan segala
potensi yaitu manusia unggul atau manusis yang tidak berguna.
Buku ini mengarahkan bagaimana pendidikan Islam yang
dikehendaki Allah sehingga dapat menjadi acuan bagi umat Islam
yang peduli dengan pendidikan. Bagi mahasisa jurusan tarbiah, buku
39
ini memberikan pedoman tentang seluk-beluk pendidikaan islam
berkaitan dengan landasan, tujuan, tanggung jawab, keterbatasan,
lingkungan, dan implikasinya.
f. Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah
Pada bab pertama dalam buku terbitan Ruhama ini,
menyajikan tiga hal pokok yang perlu diketahui pendidik. Satu:
dimensi-dimensi manusia. Dua: kebutuhan manusia, jasmani, dan
rohani. Tiga: konsep pendidikan Islam.
Bab kedua buku ini, menyajikan pendidikan dalam keluarga,
mencakuppembentukan keluarga sebagai wadah pertama pendidikan
anak, disusul dengan manfaat penyusuan dan pengasuhan anak oleh
ibunya. Pembentukan kepribadian anak yang dijiwai oleh ajaran
Islam, pembentukan akhlak terpuji, yang merupakan refleksi dari
iman dan takwa kepada Allah, yang akhirnya dikunci dengan uraian
tentang pendidikan anak secara umum.
Bab ketiga membicarakan tentang pendidikan di lembaga
pendidikan formal, mulai dari pendidikan di Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Pada akhir
bagian ini disajikan suatu hal yang amat penting bagi semua guru,
yaitu tentang kompetensi (kewenangan mengajar) guru.
g. Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di
Indonesia
Buku Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam
di Indonesia merupakan buku yang disusun dalam rangka
memperingati 70 tahun Zakiah. Buku terbitan Logos Wacana Ilmu
bukan hanya sekadar berisi biografi Zakiah Daradjat, tetapi
merupakan refleksi dan evaluasi terhadap pemikiran dan peran
Zakiah Daradjat sebagai salah seorang tokoh yang berperan dan
40
menjadi bagian dari mata rantai utama dalam perkembangan
psikologi agama dan pendidikan Islam di Indonesia.
B. Temuan Khusus dan Pembahasan
1. Konsep Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat
Zakiah Daradjat merupakan salah seorang psikolog muslim. Selain
itu, dia pun memiliki perhatian yang luar biasa terhadap pendidikan
Islam. Karena latar belakang pendidikan Zakiah Daradjat dalam bidang
psikologi, sehingga pemikiran pendidikannya pun cenderung ke arah
pendidikan jiwa terutama kesehatan mental. Adanya kecenderungan
pemikiran yang demikian, agaknya menjadi perbedaan yang signifikan
dari para pemikir pendidikan Islam yang lain.
Pendidikan Islam dalam pemahaman Zakiah mencakup kehidupan
manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah saja, juga
tidak memperhatikan segi ibadah saja, tidak pula segi akhlak saja. Akan
tetapi jauh lebih luas dan lebih dalam daripada itu semua. Dengan kata
lain, bahwa pendidikan Islam harus mempunyai perhatian yang luas dari
ketiga segi di atas. Hal ini menjadi titik tekan Zakiah sebab proses
pendidikan nasional pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya
memberi fokus yang lebih besar pada salah satu segi dari ketiga segi
tersebut.
Konsep pendidikan Islam itu mengacu pada makna dan asal kata
yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan dengan
ajaran Islam (Jalaluddin, 2003: 70). Defenisi pendidikan dapat diartikan
sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia
yang berbudaya tinggi, sebab pendidikan menumbuhkan kepribadian dan
menanamkan rasa tanggung jawab (Zakiah, 2018: 7).
Menurut Zakiah konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
pertama, pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia
sebagaimana ditentukan Islam; kedua, pendidikan Islam menjangkau
kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang; ketiga,
41
pendidikan Islam memperhatikan manusia dalam semua gerak
kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan
orang lain; keempat, pendidikan Islam berlanjut sepanjang hayat, mulai
manusia janin dalam kandungan ibunya, sampai kepada berakhirnya
hidup di dunia; dan kelima, dengan melihat ungkapan di atas, maka
kurikulum pendidikan Islam menghasilkan manusia yang memperoleh
hak di dunia dan hak di akhirat nanti (Zakiah Daradjat, 1995: 35).
Zakiah berpendapat, pendidikan Islam harus ditanamkan sejak kecil
kepada anak-anak sehingga dari unsur-unsur kepribadiannya, akan cepat
bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan-
keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Dengan demikian
hakikat pendidikan Islam berkisar antara dua dimensi hidup; penanaman
rasa takwa kepada Allah SWT. dan pengembangan rasa kemanusian
kepada sesama. Yang pertama dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-
kewajiban formal agama berupa ibadah-ibadah. Sehingga ibadah itu tidak
dikerjakan semata-mata sebagai ritual formal belaka, melainkan dengan
keinsafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi kita.
Sumber nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
kependidikan Islam secara general adalah al-Qur’an, al-Hadits serta hasil
ijtihad para ulama Islam. Di dalam ketiga sumber tersebut, al-Qur’an
diposisikan sebagai sumber ideal, hadits sebagai sumber oprasional dan
ijtihad sebagai sumber dinamika perkembangan pendidikan Islam. Hasil
ijtihad akan dikatakan sebagai sumber dinamika pendidikan Islam,
karena pemikiran manusia (ulama) dalam kurun waktu tertentu dalam
konteks sosia-historisnya selalu mengalami perubahan. Hal ini
menghendaki pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu berkembang,
agar bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan pelaksaan pendidikan
Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Zakiah
Daradjat, 2018: 19).
Bagi Zakiah Daradjat, pendidikan Islam mempunyai tujuan yang
jelas dan tegas. Menurut Zakiah, Islam memiliki tujuan yang jelas dan
42
pasti, yaitu untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang
saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup perbuatan,
pikiran, dan perasaan (Zakiah Daradjat, 1995: 35).
Ungkapan di atas bila ditelusuri lebih jauh akan memiliki implikasi
dan cakupan yang cukup luas. Membina manusia merupakan sebuah
upaya untuk mengajar, melatih, mengarahkan, mengawasi, dan memberi
teladan kepada seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pembinaan yang hanya memberikan pelajaran, latihan, dan arahan akan
menciptakan manusia yang tidak berjiwa. Sementara, pembinaan yang
hanya memberikan pengawasan dan teladan akan menciptakan manusia
yang kurang kreatif. Oleh karena itu, pembinaan yang baik mestinya
mencakup semua upaya tersebut di atas. Dalam pembinaan tersebut
diarahkan kepada pembentukan seorang hamba Allah yang saleh. Untuk
mencapai tingkatan yang saleh ini, penanaman nilai-nilai agama menjadi
syarat utama.
Tanpa penanaman nilai-nilai agama, pencapaian pembentukan
hamba Allah yang saleh menjadi sangat jauh. Seorang hamba yang saleh
berarti dia menyadari kedudukannya di dunia, yakni di samping sebagai
khalifah Allah di bumi juga sebagai hamba Allah yang harus beribadah
kepada-Nya. Kesadaran yang demikian ini akan muncul bila seseorang
telah benar-benar mengerti, memahami, dan menghayati ajaran-ajaran
agama Islam.
Selanjutnya, tujuan pendidikan menurut Zakiah juga agak berbeda
dengan tujuan Pendidikan Nasional yang lebih menekankan pada aspek
kecerdasan (intelektual) dan pengembangan manusia seutuhnya. Di
samping itu, rasa tanggung jawab yang dikembangkan hanya mengarah
kepada masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya,
Pendidikan Nasional kurang bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Inilah yang barangkali sedikit membedakan antara tujuan
pendidikan Islam bagi Zakiah.
43
Berdasarkan tujuan dan sasaran dari pendidikan, Zakiah (2016: 7)
mengartikan bahwa pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan
mewarnai corak kepribadiannya.
Untuk lingkungan pendidikan Islam bagi Zakiah ada tiga yaitu
keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua, sekolah yang menjadi
tanggung jawab para guru atau dosen, dan masyarakat yang menjadi
tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Sedang kurikulum
pendidikan Islam, menurut Zakiah tidak mengenal istilah dikotomi
(Zakiah Daradjat, 1995: 36). Istilah tersebut muncul merupakan
keberhasilan dan warisan penjajah Belanda yang berusaha untuk
memisahkan secara tegas antara ilmu agama dan ilmu modern (umum).
Agar dikotomi tersebut semakin berkurang, maka Zakiah telah
memprakarsai disusunnya buku-buku dasar ilmu umum dengan
pendekatan agama Islam.
Menurut Zakiah, seseorang yang telah mengalami pendidikan
Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya
menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insan kamil artinya manusia
utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan
normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa
pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna
bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan
dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan
dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat
dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di
akhirat kelak.
Bagi peneliti, konsep pendidikan Islam dan kesehatan mental
menurut Zakiah Daradjat, kiranya cukup menjadi sasaran untuk
menggambarkan masalah peran pendidikan Islam dalam kesehatan
mental, karena pembahasan tersebut dalam pandangan Zakiah Daradjat
44
bukan saja berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadits, tetapi juga
berdasarkan pada pendapat pakar dan pemikiran modern tentang
kesehatan mental. Dalam istilah pendidikan dan psikologi tema ini dapat
berarti sebagai pembentukan pribadi muslim dan kepribadian bangsa.
Pendapat Zakiah bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk manusia muslim yang sehat mentalnya (Zakiah
Daradjat, 1982: 17). Sedangkan kesehatan mental merupakan salah satu
sub ilmu jiwa (psikologi).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan
Islam bagi Zakiah harus mencakup seluruh dimensi manusia. Hal ini
mencakup seluruh ilmu agama, ilmu pengetahuan modern, dan teknologi
yang paling canggih. Sedangkan prinsipnya adalah seluruh kandungan
tersebut diberikan secara seimbang, selaras, dan serasi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa konsep
pendidikan Islam menurut Zakiah berupaya mencakup seluruh dimensi,
eksistensi, dan relasi manusia. Konsep pendidikan yang demikian ini
hanya akan terwujud bila proses dan pelaksanaan pendidikan berjalan
secara terus menerus dan pemahaman pendidikan bukan hanya proses
belajar mengajar di sekolah belaka. Pemahaman tentang pendidikan
Islam yang demikian ini pada gilirannya akan menimbulkan kesadaran
umat Islam bahwa pendidikan bukan hanya di sekolah atau madrasah
belaka. Pendidikan Islam harus mencakup seluruh dimensi manusia
artinya pendidikan yang dilaksanakan harus mampu mengembangkan
seluruh dimensi yang ada dalam diri manusia, yaitu fisik, akal, akhlak,
iman, kejiwaan, estetika, dan sosial kemasyarakatan. Ketujuh dimensi
manusia tersebut pada intinya oleh setiap orang.
Pendidikan Islam, bagi Zakiah, pada intinya adalah sebagai wahana
pembentukan manusia yang berakhlak mulia. Akhlak adalah pantulan
iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain
akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan
45
akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan
dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan konsep
pendidikan Islam yang pertama meliputi hakikat pendidikan Islam.
Menurut Zakiah Daradjat, hakikat pendidikan mencakup kehidupan
manusia seutuhnya. Pendidikan Islam yang sesungguhnya tidak hanya
memperhatikan satu segi saja, seperti segi aqidah, ibadah atau akhlak
saja, melainkan mencakup seluruhnya. Dengan kata lain pendidikan
Islam memiliki perhatian yang lebih luas dari ketiga hal tersebut.
Pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia sebagaimana
ditentukan oleh ajaran Islam. Pendidikan Islam juga menjangkau
kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang. Selain itu,
pendidikan Islam memberikan perhatian pada semua aktivitas manusia,
serta mengembangkan hubungan dirinya dengan orang lain. Pendidikan
Islam juga berlangsung sepanjang hayat, mulai dari manusia sebagai
janin dalam kandungan ibunya sampai berakhirnya hidup di dunia ini.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa hakikat
pendidikan menurut Zakiah Daradjat adalah pendidikan yang seimbang,
yaitu pendidikan yang bertujuan menumbuhkan keadaan manusia yang
seimbang antara jasmani dan rohaninya secara seimbang dalam
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kemasyarakatannya. Pemenuhan
kebutuhan hidup secara seimbang ini dengan tuntutan al-Qur’an dan as-
Sunnah.
Konsep pendidikan Islam yang kedua ialah landasan pendidikan.
Menurut Zakiah Daradjat landasan pendidikan Islam adalah Al-quran,
Al-sunnah dan Ijtihad. Menurut Zakaiah Daradjat, ajaran-ajaran yang
berkaitan dengan keimanan di dalam al-Quran tidak sebanyak dengan
ajaran yang menekankan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa
amal dalam Islam amat dipentingkan untuk dilaksanakan, baik yang
berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat, dan alam linkungan.
46
Selanjutnya as-Sunnah sebagai landasan yang kedua yang
berisikan akidah dan syari'ah. Sunnah berisi petunjuk dan pedoman demi
kemaslahatan hidupnya dalam segala aspek dengan tujuan untuk
membina umat manusia seutuhnya atau seorang muslim yang beriman
dan bertaqwa, sedangkan landasan pendidikan berikutnya adalah ijtihad.
Secara harfiah ijtihad berarti usaha yang sungguh-sungguh dan
sekuat tenaga. Sedangkan dalam ilmu fiqih, ijtihad diartikan sebagai
upaya mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan kemampuan untuk
menghasilkan keputusan-keputusan hukum berdasarkan petunjuk al-
Quran dan as-Sunnah.
Dalam bidang pendidikan, Ijtihad ditujukan untuk mengikuti dan
mengarahkan perkembangan zaman yang terus menerus berubah. Dengan
demikian, praktik ijtihad harus berhubungan dengan hal-hal yang secara
langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan
situasi tertentu.
Konsep pendidikan Islam yang ketiga mengenai tujuan pendidikan
Islam. Menurut Zakiah Daradjat, tujuan dasar pendidikan Islam adalah
membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan segala
aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya. Tujuan dasar
ini lebih lanjut diperinci oleh Zakiah Daradjat sebagai berikut:
a. Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah ini harus
sesuai dengan yang dinyatakan dalam hadist Rasulallah SAW. Yang
antara lain menyebut bahwa Islam itu dibangun atas dasar lima pilar,
yaitu mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tanpa
keraguan bahwa tuhan yang wajib dipuja hanya Allah dan
Muhammad SAW adalah rasulnya; mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan puasa selama bulan ramadhan serta
menunaikan ibadah haji.
b. Memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan perbuatan
yang diperlukan untuk mendapatkan rizeki bagi diri dan
keluarganya.
47
c. Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan
peranan kemasyarakatannya dengan baik, berakhlak mulia dengan
titik tekan pada dua sasaran. pertama, akhlak mulia yang diperlukan
untuk berhubungan dengan oring lain diri sendiri, dan ummat .kedua,
akhlak yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah
dan kasih sayang kepada hewan yang kehausan, menyembelih hewan
dengan cara yang menyenangkan, yaitu memotong hewan dengan
pisau yang tajam.
Konsep pendidikan Islam yang keempat, Lingkungan dan tanggung
jawab pendidikan. Menurut Zakiah Daradjat terdapat tiga lingkungan
yang bertanggung jawab dalam mendidik anak. Lingkungan yang
bertanggung jawab tersebut adalah keluarga (ayah dan ibu), sekolah (para
guru), dan masyarakat (tokoh masyarakat dan pemerintah). Peran dan
tanggung jawab dalam bidang pendidikan dari tiga lingkungan tersebut
dapat di kemukakan sebagai berikut:
a. Menurut Zakiah Daradjat, keluarga (kedua orang tua) memiliki
tanggung jawab utama dan pertama dalam bidang pendidikan.
Berbagai aspek yang terkait dangan keluarga selalu
mempertimbangkan dengan perannya sebagai pendidik tersebut.
Zakiah berpendapat bahwa pembentukan identitas anak menurut
Islam dimulai sejak anak dalam kandungan, bahkan sebelum
membina rumah tangga harus mempertimbangkan kemungkinan dan
syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat membentuk pribadi anak.
b. Adapun tanggung jawab guru adalah bidang pendidikan pada
dasarnya adalah tanggung jawab kedua orang tua juga. Keberadaan
guru adalah orang yang memperoleh limpahan tanggung jawab dari
kedua orang tua.berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab
tersebut, maka seorang guru, menurut Zakiah Daradjat, harus
memenuhi empat syarat, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Allah,
berilmu dan berkompeten, sehat jasmani dan rohani serta
kepribadian yang baik.
48
Peneliti berpendapat bahwa tujuan akhir dalam pendidikan Islam
bagi Zakiah Daradjat adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai
dengan petunjuk ajaran Islam, ditujukan kepada perbaikan sikap mental
yang terwujud dalam perbuatan, baik bagi kebutuhan diri sendiri
(individu) maupun orang lain (masyarakat), bersifat teoritis dan praktis,
juga berupa ajaran Islam, yakni iman dan amal dalam membentuk
kepribadian yang Islami.
2. Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Lingkungan
Pendidikan Islam
a. Pendidikan Islam dalam aspek keluarga
Menurut Zakiah Daradjat yang dimaksud keluarga di sini yaitu orang
tua (kedua orang tua, ayah dan ibu). Orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak
mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian, bentuk pertama dari
pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya
pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari
kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik,
melainkan karena secara kodrati suasana yang strukturnya memberikan
kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan
itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak (Zakiah,
2018: 41).
Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek
keluarga menjadi beberapa hal, diantaranya:
1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat berupa:
a) Orangtua dapat menjadi contoh yang baik dalam segala aspek
kehidupannya bagi si anak.
Orang tua menjadi contoh bagi anak-anak, terutama yang
berusia dibawah 6 tahun, belum dapat memahami sesuatu
49
pengertian (kata- kata) yang abstrak, seperti: (benar, salah,
baik dan buruk) misalnya, belum dapat digambarkan oleh
anak-anak, kecuali dalam rangka pengalaman-pengalamannya
sehari-hari dengan orang tua dan saudara-saudaranya (Zakiah,
1982: 89).
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa kepribadian orang
tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur
pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sengaja akan
masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu.
Banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga
yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak dan tentunya
banyak pula pengalaman-pengalaman anak, yang mempunyai
nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan
tertentu yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, baik
melalui latihan-latihan, perbuatan, misalnya kebiasaan dalam
makan-minum, buang air, mandi, tidur dan sebagainya.
Semua itu pun termasuk unsur pembinaan bagi pribadi anak.
Berapa banyak macam pendidikan tidak langsung yang telah
terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah, tentu saja setiap
anak mempunyai pengalamannya sendiri, yang tidak sama
dengan pengalaman anak lain. Pengalaman yang dibawa oleh
anak-anak dari rumah itu, akan menentukan nasibnya
terhadap sekolah atau guru, termasuk guru agama.
b) Orang tua harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya,
justru pendidikan yang diterima dari orang tualah yang akan
menjadi dasar dari pembinaan kepribadian si anak.
Dengan kata lain orang tua jangan sampai membiarkan
pertumbuhan si anak berjalan tanpa bimbingan, atau
diserahkan kepada guru-guru disekolah saja. Inilah
kekeliruan yang banyak terjadi dalam masyarakat kita.
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa keluarga (kedua orang
50
tua, ayah dan ibu) memiliki tanggung jawab utama dan
pertama dalam bidang pendidikan. Berbagai aspek yang
terkait dengan keluarga selalu mempertimbangkan dengan
perannya sebagai pendidik tersebut. Zakiah berpendapat
bahwa pembentukan identitas anak dalam Islam dimulai sejak
anak dalam kandungan, bahkan sebelum membina rumah
tangga harus mempertimbangkan kemungkinan dan syarat-
syarat yang diperlukan untuk dapat membentuk pribadi anak
(Zakiah, 1995: 78).
Orang tua yang memiliki pengaruh terhadap pendidikan
anak adalah dengan melaksanakan petunjuk Allah dan Rasul-
Nya dalam mendidik anak. Islam mengajarkan bahwa ketika
anak didalam kandungan, kedua orang tua harus banyak
berdoa agar anaknya menjadi anak yang shaleh dan lahir
dengan selamat. Apabila kedua calon orang tua telah
mempunyai kesediaan jiwa untuk menyambut dengan
gembira anak yang akan lahir dan merasa bahwa anaknya itu
adalah amanat Tuhan kepada orang tua, maka si anak akan
lahir dan disambut gembira oleh orang tuanya. Rasa gembira
oleh orang tua itu, merupakan pengalaman positif pertama
dalam pembinaan mental anak. Bagi orang tua muslim,
setelah anaknya lahir, dia dianjurkan mengazankan bayinya
itu ditelinganya kendatipun anak belum dapat mengerti apa-
apa namun suara adzan terdengar olehnya itu telah
merupakan unsur agama yang akan masuk menjadi bagian
pribadinya (Nahlawi, 2004: 56).
Kemudian diberi madu dengan tujuan agar dalam
hidupnya senantiasa mengonsumsi makanan yang halal,
bersih dan bergizi. Setelah itu dicukur rambutnya dengan
tujuan agar mencintai kebersihan, kerapian dan keindahan.
Selanjutnya diakikahi dan diberi nama yang baik dengan
51
maksud untuk menunjukkan rasa suka atas kelahiran anak
tersebut, dan dengan nama yang baik diharapkan agar cita-
cita hidupnya ditujukan untuk mewujudkan kebaikan. Pada
tahap berikutnya anak tersebut harus dikhitan dengan tujuan
agar mencintai kebersihan dan berani berkorban serta tidak
takut menumpahkan darah. Anak tersebut selanjutnya diajari
mencintai Allah, Rasul-Nya dan kedua orang tuanya, serta
diajari pengetahuan agama, ketrampilan, pengalaman, ilmu
pengetahuan dan sebagainya sebagai bekal untuk
membangun masa depannya.
Demikianlah selanjutnya, si anak akan mendengar, melihat
dan merasakan perlakuan orang tua dan orang dewasa lainnya
dalam keluarganya. Semuanya adalah pengalaman-
pengalaman yang merupakan unsur-unsur kepribadiannya
kelak. Anak-anak yang bernasib baik, mempunyai orang tua
yang melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan mereka,
akan mendapatkan unsur-unsur agama dalam pribadinya,
yang berarti bahwa pembinaan mental anak terjadi, melalui
pendidikan non formal yang diberikan oleh orang tua secara
tidak sengaja, melalui kebiasaan hidup mereka sendiri (Nata,
2016: 48).
Metode yang digunakan untuk pendidikan anak aspek
keluarga dalam tujuan pendidikan jasmani yaitu dengan
keteladanan atau contoh yang diperoleh anak dari
pengalaman-pengalaman yang mendidik karena menjadi
dasar dari pembinaan unsur-unsur kepribadian anak.
Materi yang diperoleh anak dalam pendidikan ini, seperti
orangtua memberikan contoh sebelum pelaksanaan ibadah
shalat, misalnya diisyaratkan wudhu yang harus didahului
dengan istinja’, gosok gigi, kumur-kumur, bahkan dalam hal
tertentu harus mandi. Sehingga dengan adanya kebiasaan
52
sehari-hari baik pembelajaran langsung maupun tidak
langsung akan memberikan pengalaman yang berharga bagi
seorang anak.
2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:
a) Penanaman jiwa taqwa, harus dimulai sejak anak lahir.
Sebagaimana diajarkan oleh agama Islam, yang
memerintahkan supaya, setiap bayi lahir harus diadzankan,
demi supaya pengalaman pertama yang diterimanya, adalah
kalimah suci yang membawa kepada taqwa. Penanaman jiwa
taqwa, perlu dilakukan, yaitu taqwa seperti yang disebutkan
dalam surah Al-Baqarah ayat 177, yang dimana ditegaskan
bahwa taqwa itu adalah: (a) Iman kepada Allah SWT, hari
kemudian, malaikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi, (b)
Memberikan harta yang dicintai kepada kaum kerabat anak
yatim, orang miskin, musafir yang kekurangan, orang minta-
minta dan memerdekakan budak, (c) Mendirikan
sembahyang, (d) Mengeluarkan zakat, (e) menetapi janji yang
telah dibuat, (f) Sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
peperangan. Penanaman dasar-dasar taqwa, itu harus sejak si
anak kecil. Yang dalam hal ini pada usia-usia permulaan
ditanamkan dengan contoh-contoh dan latihan yang terus-
menerus dan tetap, yang dilakukan dengan lemah lembut,
jauh dari kekerasan dan paksaan, sesuai dengan pertumbuhan
si anak dari segi psychis.
b) Cara menanamkan jiwa taqwa dan iman.
Penanaman jiwa taqwa dan iman yang akan menjadi
pengendali dalam kehidupan si anak kemudian hari,
hendaklah sesuai dengan perkembangan dan cita-cita khas
usia si anak. Maka untuk itu, perlulah tiap-tiap orang tua, baik
ibu maupun bapak, mengetahui pokok-pokok terpenting
53
tentang Ilmu Jiwa Praktis dan Ilmu Pendidikan, serta
mengerti dan menjalankan ajaran agama (Zakiah, 2005: 66).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
keluarga dalam tujuan pendidikan rohani yaitu pembiasaan
yang berangsur- angsur yang memberikan penjelasan secara
logis. Anak diberikan arti menumbuhkan fungsi iman,
pembiasaan tersebut dilakukan sejak kecil agar menyatu ke
dalam kepribadian anak yang objek keimanan tidak pernah
hilang dan tidak akan berubah manfaatnya, adalah iman yang
ditentukan oleh agama.
Materi yang digunakan untuk menumbuhkan Iman yaitu
mengajarkan 6 pokok keimanan (arkanul iman), yaitu: Iman
kepada Allah SWT, Iman kepada hari kiamat, Iman kepada
Malaikat, Iman kepada Nabi-Nabi, Iman kepada Kitab-Kitab
Suci, dan Iman kepada takdir. Hanyalah iman yang
diproyeksikan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari
dengan pelaksanaannya berpedoman kepada pokok-pokok
ajaran Islam (arkanul Islam) yang lima: dua kalimah
syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji akan selalu membawa
manusia kepada kehidupan yang tenteram dan bahagia
(Zakiah, 1995: 9-10).
3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu batasan usia
dalam perhatian dan bimbingan yang diberikan oleh kedua
orang tua.
Orang tua harus menyadari bahwa anak-anak selalu
membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tuanya sampai
umur kurang lebih 21 tahun (masa-masa pembinaan kepribadian
berakhir). Untuk dapat memberikan pendidikan dan bimbingan
itu, orang tua perlu mengerti betul-betul ciri-ciri pertumbuhan
yang dilalui oleh anak pada tiap-tiap umur. Dengan demikian
54
anak dapat diajarkan kemampuan untuk memilih yang baik dan
yang buruk. Implikasi pendidikan bagi akal, karena akal adalah
suatu daya yang amat dahsyat yang dikaruniakan Allah kepada
manusia. Oleh karena itu pendidikan akal, hendaknya
memperhatikan pembinaan daya akal dan melatihnya, agar dapat
digunakan untuk kebaikan (Zakiah, 1973: 40-43).
Karena menurut Zakiah Daradjat orang tua memiliki
asumsi bahwa tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi
beban orang tua diantaranya: 1) memelihara dan membesarkan
anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung
jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia, 2) melindungi
dan menjamin keamanan, baik jasmani maupun rohani dari
berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan
dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama
yang dianutnya, 3) memberi pengajaran dalam arti luas sehingga
anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan
kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapai, 4)
membahagiakan anak, baik didunia maupun diakhirat, sesuai
dengan pandangan dan tujuan hidup Muslim (Zakiah, 2018: 38).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
keluarga dalam tujuan pendidikan akal yaitu dengan bimbingan
yang dilakukan keluarga secara terus-menerus sesuai dengan
usia anak.
Materi yang diperoleh anak yaitu: 1) pengembangan daya-
daya yang sedang mengalami masa pekanya, 2) pemberian
pengetahuan dan kecakapan yang penting untuk masa depan
anak dan, 3) membangkitkan motif-motif yang dapat
menggerakkan si anak untuk berbuat sesuai dengan tujuan
hidupnya.
4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka
55
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu
perkembangan sikap sosial pada anak terbentuk mulai didalam
keluarga.
Orang tua yang penyayang, lemah lembut, adil dan
bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan
pada anak. Ia akan terlihat ramah, gembira dan segera akrab
dengan orang lain. Karena ia merasa diterima dan disayangi oleh
orang tuanya, maka akan bertumbuh padanya rasa percaya diri
dan percaya terhadap lingkungannya, hal yang menunjang
terbentuknya pribadinya yang menyenangkan dan suka bergaul.
Demikian pula jika sebaliknya orang tua keras, kurang perhatian
kepada anak dan kurang akrab, sering bertengkar satu sama lain
(ibu- bapak), maka anak akan berkembang menjadi anak yang
kurang pandai bergaul, menjauh dari teman-temannya,
mengisolasi diri dan mudah terangsang untuk untuk berkelahi,
dan pribadi negatif, yang condong kepada curiga dan antipati
terhadap lingkungannya.
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
keluarga dalam tujuan pendidikan sosial yaitu dengan
pendekatan yang dilakukan antara orang tua dan anak yang
menimbulkan keakraban interaksi sosial dari keduanya.
Materi yang diterima anak dalam hal pendidikan sosial
dalam keluarga ini seperti anak yang merasa disayangi dan
dihargai oleh orang tua akan merasa bangga dengan dirinya dan
gembira. Maka, sikapnya terhadap dirinya dan orang lain di
sekitarnya akan positif dan menyenangkan. Bila yang terjadi
sebaliknya, misalnya ia tidak diperhatikan, diremehkan, tidak
ditanggapi bila melakukan sesuatu, maka sikapnya terhadap
lingkungannya menjadi negatif.
56
b. Pendidikan Islam dalam Aspek Sekolah
Menurut Zakiah Daradjat tanggung jawab sekolah (para guru) dalam
bidang pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua juga.
Keberadaan guru adalah sebagai orang yang memperoleh limpahan
tanggung jawab dari kedua orang tua. Hal ini terjadi karena adanya
perkembangan zaman yang mengharuskan seorang anak mendapatkan
berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian serta kecakapan yang tidak
sepenuhnya dapat dilakukan oleh kedua orang tua. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam perkembangan masyarakat modern
seperti sekarang ini mengharuskan penyelenggaraan pendidikan
dilakukan oleh tenaga yang profesional, yaitu tenaga pendidikan yang
sengaja disiapkan untuk melaksanakan tugas mendidik. Mereka itu diberi
pengetahuan yang akan diajarkan secara mendalam, kemampuan
mengajarkannya secara efektif dan kepribadian yang relevan dengan
tugasnya itu. Tugas yang demikian itu sulit dilakukan oleh kedua orang
tua yang terbatas pengetahuannya.
Selain itu, pemberian tanggung jawab kepada guru juga karena
pertimbangan efisien. Sebagai contoh, jika sebuah keluarga memiliki
lima anak yang masing-masing memiliki kecenderungan untuk
mendapatkan keahlian yang berlainan-lainan, maka akan sulit sekali
dapat ditangani oleh kedua orang tuanya yang terbatas pengetahuannya
itu. Tugas tersebut harus dilaksanakan oleh guru di sekolah yang sengaja
disiapkan secara profesional untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawab tersebut (Zakiah, 1995: 88).
Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek
sekolah menjadi beberapa hal, diantaranya:
1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka pendidikan
Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:
a) Pendidikan dan pengajaran pada anak dapat membawa pada
pembinaan mental, moral dan pengembangan bakat yang sesuai.
b) Sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan dibersihkan
57
dari tenaga-tenaga (baik tenaga administrativ, maupun staf
pengajar) yang kurang baik moralnya dan kurang mempunyai
keyakinan beragama, erta diusahakan menutup segala
kemungkinan penyelewengan. Karena guru-guru itu adalah
tauladan yang akan ditiru oleh anak-anak.
c) Pelajaran-pelajaran kesenian, olah raga dan rekreasi oleh anak
didik, haruslah mengindahkan peraturan-peraturan moral dan
nilai-nilai agama, sehingga dalam pelaksanaan pelajaran-
pelajaran tersebut baik teori maupun prakteknya dapat
memelihara moral dan kesehatan mental anak-anak didik.
2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu pendidikan agama
yang dilakukan secara intensif.
Ilmu dan amal supaya dapat dirasakan oleh si anak dalam
kehidupan sebagai anak didik di sekolah. Karena, apabila pendidikan
agama diabaikan atau diremehkan oleh sekolah, maka didikan agama
yang diterimanya dirumah, tidak akan berkembang bahkan mungkin
terhalang, apabila jiwa rumah tangga kurang dapat memberikan
dengan cara yang sesuai dengan ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.
Sekolah memiliki tugas untuk memberikan pendidikan agama
kepada anak akan tetapi terdapat banyak perbedaan ketika
mengetahui pendidikan agama yang diterima anak secara non
formal. Ada anak yang membawa sikap positif terhadap agama, cinta
kepada Allah SWT, suka mengerjakan ibadah dan telah banyak
mendengar ajaran agama yang dibawa dari orang tuanya di rumah,
ada pula anak yang tidak mempunyai bekal sama sekali tentang
agama, karena orang tuanya mungkin tidak pernah menyebut nama
Allah dan tidak menunjukkan sikap apapun terhadap agama dan ada
pula anak yang mempunyai orang tua, yang mempunyai sikap
negatif terhadap agama dan sikap tak acuh, sering mencela agama
dan sebagainya (Zakiah, 1982: 86).
58
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah
dalam tujuan pendidikan rohani yaitu dengan bimbingan, latihan dan
pelajaran yang diperoleh anak dari guru di sekolah, dilaksanakan
sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang
amat penting bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
Sedangkan materi yang diberikan pada pendidikan agama dan
pendidikan akhlak ini perlu dikaitkan, karena akhlak adalah refleksi
dari keimanan dalam kehidupan nyata. Agama membantu anak
dalam mengendalikan diri dan Allah yang Maha Penyayang dan
Maha Kuasa. Jika bekal keimanan dan pengetahuan agama yang
sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap maka agama
akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai,
bersikap terutama dalam belajar dan bekerja.
3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka pendidikan
Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu sekolah dapat menjadi
lapangan yang baik bagi pertumbuhan kepribadian anak-anak, di
samping tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan
memupuk kecerdasan dan pengembangan bakatnya.
Pembiasaan pendidikan pada anak, hendaknya setiap pendidik
menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan
pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai
dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan
tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun
sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan
lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Pertumbuhan kecerdasan umur-umur Sekolah Dasar, belum
memungkinkannya untuk berpikir logis dan belum memahami hal-
hal yang abstrak, maka apapun yang dikatakan kepadanya akan
diterimanya saja. Dia belum dapat menjelaskan mengapa ia harus
percaya kepada Tuhan dan belum sanggup menentukan mana yang
buruk dan mana yang baik. Hukum-hukum dan ketentuan agama
59
belum dapat dipahaminya atau dipikirkannya sendiri, dia akan
menerima apa saja yang dijelaskan kepadanya. Misalnya kata jujur,
sopan, baik, buruk, benar, dusta dan sebagainya, yang menunjukkan
nilai-nilai agama dan moral, bagi si anak masih kabur dan tidak
dipahaminya.
Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji,
tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi
perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan
nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela.
Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung kepada
melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik (Zakiah,
2005: 92).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah
dalam tujuan pendidikan akal yaitu pengajaran yang dilakukan oleh
guru kepada anak didik dengan banyaknya latihan-latihan dan
pembiasaan-pembiasaan dalam mengasah kecerdasan sesuai dengan
usia anak.
Materi yang diberikan untuk anak usia Sekolah Dasar usia 6-12
tahun hendaknya yang logis seperti materi eksak dan materi-materi
yang mudah dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
untuk remaja awal dimana masa perkembangan kecerdasan yang
akan mencapai puncaknya yaitu umur 14 tahun mereka telah mampu
mengambil kesimpulan abstrak dari kenyataan yang ditemukannya.
4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:
a) Pergaulan anak-anak didik, hendaklah mendapat perhatian dan
bimbingan dari guru-guru supaya pendidikan itu benar-benar
merupakan pembinaan yang sehat bagi anak-anak.
b) Sekolah harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian
waktu terluang anak-anak, dengan menggerakkan kepada
60
aktivitas-aktivitas yang menyenangkan tapi tidak merusak dan
tidak berlawanan dengan ajaran agama.
c) Memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan, sehingga anak-anak
tidak terpaksa memasuki sekolah-sekolah yang bersifat umum,
yang jika tidak dapat diteruskan kesekolah tinggi, anak-anak itu
tidak akan mampu menggunakan pengetahuan umum yang
didapatkan itu untuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain, supaya
sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak dimana
pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek
kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas kepada
pemompaan pengetahuan saja (Zakiah, 2001: 43).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah
dalam tujuan pendidikan sosial yaitu pembinaan khususnya latihan,
pembiasaan dan penjelasan yang diberikan kepada anak didik yang
menghasilkan interaksi sosial.
Materi yang diberikanmengenai cara hidup aktif, kreatif dan
berdisiplin perlu dikembangkan serta diberi materi mengenai
tanggung jawab atas dirinya sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
c. Pendidikan Islam dalam aspek masyarakat
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara
sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan
kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.
Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem
kekuasaan tertentu.
Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap
pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa
yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat Muslim tentu saja
menghendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan
patuh dalam menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan
61
keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan
sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik
pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara.
Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek
masyarakat menjadi beberapa hal, diantaranya:
1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka pendidikan
Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:
a) Memperbaiki pendidikan masyarakat, sebelum menghadapi
pendidikan anak-anak maka masyarakat yang telah rusak
moralnya itu perlu diperbaiki, mulai dari keluarga, dan orang-
orang terdekat kepada kita. Karena kerusakan masyarakat itu
sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.
b) Propaganda tentang obat-obat dan alat-alat pencegah kehamilan
dikurangi, dan dilarang beredarnya dipasaran bebas, karena hal
tersebut ikut memberi kemungkinan bagi kemerosotan moral
anak- anak.
c) Permainan-permainan dan tempat-tempat yang dapat
mengganggu ketentraman batin si anak dan mendorong kepada
kemerosotan akhlak dilarang.
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa masyarakat (tokoh
masyarakat dan pemerintah), memiliki peranan yang sangat penting
dalam kegiatan pendidikan. Seorang anak yang telah menyelesaikan
pendidikannya di sekolah atau perguruan tinggi akan kembali ke
masyarakat. Proses pendidikan mereka disekolah atau perguruan
tinggi dianggap belum selesai sebelum ia terjun di masyarakat.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang paling
menentukan. Pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi lebih
banya bersifat teoritis. Sedangkan praktiknya merupakan bagian
yang kecil. Berbeda dengan pendidikan dalam masyarakat yang
banyak menekankan segi praktik yang menentukan keberhasilan
seseorang di masa yang akan datang. Namun demikian, kerjasama
62
antara keluarga, sekolah dan masyarakat adalah proses pendidikan
yang paling ideal demi terwujudnya tujuan pendidikan (Zakiah,
1995: 96-98).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
masyarakat dalam tujuan pendidikan jasmani yaitu pembinaan yang
terus menerus dalam bentuk perkumpulan atau diskusi.
Materi yang diberikan seperti bahaya akibat mengkonsunsi obat-
obatan yang terlarang dan memberikan permainan yang bisa
menyehatkan tubuh anak.
2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu mengutamakan
pendididikan agama.
Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pimpinan dan
penguasanya, menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan
anak- anak terutama pendidikan agama, karena pendidikan moral
tanpa agama, akan kurang berarti, sebab nilai-nilai moral yang
lengkap dan dapat benar-benar dilaksanakan adalah melalui
pendidikan agama.
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
masyarakat dalam tujuan pendidikan rohani yaitu dalam bentuk
ceramah, diskusi dan bimbingan.
Sedangkan materi yang diberikan seperti masyarakat
membiasakan mengajak anak-anak untuk pergi sholat berjamaah,
mendirikan TPA di sekitar tempat masjid-masjid atau mushola-
mushola dengan pengajaran baca tulis Al-Qur’an dan hafalan doa-
doa.
3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka pendidikan
Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu sumber-sumber pendidikan
yang bisa dijadikan pusat perkembangan dan perubahan pemikiran
anak.
Buku-buku, gambar-gambar, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan
63
(literatur) yang akan membawa kepada kerusakan moral anak-anak
perlu dilarang peredarannya. Masalah ini rupanya kurang
diperhatikan belakangan ini sehingga banyak sekali beredar
gambar-gambar dan tulisan-tulisan yang kelihatannya seolah-olah
membawa manusia (terutama anak muda) kepada perbuatan
maksiat. Semuannya itu akan merusak mental dan moral generasi
muda yang sekaligus akan menghancurkan hari depan bangsa kita
(Hanafi, 2018: 36).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek
masyarakat dalam tujuan pendidikan akal yaitu pembelajaran yang
dilakukan di lingkungan masyarakat.
Materi yang diperoleh anak yaitu membiasakan memberikan
majalah-majalah atau buku-buku yang bermanfaat bagi anak,
seperti materi-materi tentang sopan santun, agama, dan yang
berhubungan dengan kemajuan pada pemikiran anak.
4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:
a) Dihindarkan segala kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan
atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran
agama dalam pergaulan anak-anak, terutama ditempat-tempat
rekreasi dan olahraga.
b) Segala mass media, terutama siaran Radio dan TV,
memperhatikan setiap macam uraian, pertunjukan, kesenian
dan ungkapan, jangan sampai ada yang bertentangan dengan
ajaran agama dan membawa kepada kemerosotan moral.
c) Diadakan markas-markas bimbingan dan penyuluhan yang
akan menolong anak-anak mengatasi kesukaran-kesukarannya.
d) Pertentangan golongan dan masyarakat dikurangi, kalau dapat
dibendung sama sekali, maka pertentangan-pertentangan
tersebut akan menyebabkan kegelisahan dan kegoncangan
batin anggota masyarakat, terutama anak-anak muda.
64
Kegoncangan batin itu, selanjutnya akan memudahkan
terpengaruhnya mereka oleh suasana luar yang disangkanya
menyenangkan (Khairillah, 2014: 45).
Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek masyarakat
dalam tujuan pendidikan sosial yaitu penyampaian pendidikan dengan
mengadakan bimbingan dan mendirikan tempat-tempat yang bisa
membantu anak dalam mengatasi kesulitan.
Sedangkan materi yang disampaikan seperti cara yang baik untuk
bersosialisasi dengan sesama teman dan menyelaraskan pendidikan
anak dengan masyarakat agar tidak terjadi kegoncangan pada pola pikir
anak.
3. Relevansi Lingkungan Pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat
dengan Tujuan Pendidikan Islam
a. Relevansi konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga menurut
Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan Islam
1) Tujuan Pendidikan Jasmani
Pada hakikatnya, pendidikan anak dalam aspek keluarga
terdapat dalam peran orang tua, dimana orangtua dapat menjadi
contoh yang baik dalam segala aspek kehidupannya bagi si anak
serta sebelum orang tua memperhatikan pendidikan anak-anaknya,
justru pendidikan yang diterima orang tualah yang akan menjadi
dasar dari pembinaan kepribadian si anak, karena pendidikan orang
tua akan mempengaruhi cara mereka dalam mendidik anak.
Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa kepribadian
orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur
pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sengaja akan masuk
ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Banyak sekali
faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi
pembinaan pribadi anak dan tentunya banyak pula pengalaman-
pengalaman anak, yang mempunyai nilai pendidikan baginya
65
(Zakiah, 1982: 44).
Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan jasmani
yang mengarah pada setiap manusia muslim yang memiliki
kemampuan jasmani yang sehat dan keterampilan- keterampilan
yang tinggi. Sehingga dengan memiliki keterampilan fisik yang
tinggi akan memudahkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan pembinaan kepribadian seseorang, khususnya
bagi seorang anak dimana setiap pengalaman yang dilalui anak, baik
melalui penglihatan, pendengaran maupun perlakuan yang
diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Dengan demikian, relevansi dari konsep pendidikan Islam dalam
aspek keluarga dengan tujuan pendidikan jasmani yaitu terfokus
pada pengalaman- pengalaman yang diterima anak dari keluarga
baik langsung maupun yang tidak langsung dalam kehidupan sehari-
hari anak yang akan berpengaruh pada ketrampilan-ketrampilan daya
pikir anak yang sehat jasmaninya serta pendidikan yang diterima dari
orang tualah yang menjadi dasar dari pembinaan kepribadian anak.
Orang tua harus menyadari bahwa mereka memiliki pengaruh
terhadap pendidikan anak, sehingga ketrampilan fisik dan
kemampuan jasmani anak dapat tertanamkan.
2) Tujuan Pendidikan Rohani
Pendidikan yang pertama kali diberikan kepada anak adalah
pendidikan yang mengenalkan anak kepada sang pencita yaitu Allah
Swt. pengenalan ini harus dimulai sejak anak masih kecil. Dengan
menanamkan jiwa taqwa dan iman kepada Allah, mendirikan sholat
dan aktivitas-aktivitas lainnya yang berhubungan dengan Allah.
Sebagaimana yang telah dikutib oleh Zakiah Daradjat bahwa
penanaman dasar-dasar taqwa, itu harus sejak si anak kecil. Yang
dalam hal ini pada usia-usia permulaan ditanamkan dengan contoh-
contoh dan latihan yang terus-menerus dan tetap, yang dilakukan
66
dengan lemah lembut, jauh dari kekerasan dan paksaan, sesuai
dengan pertumbuhan si anak dari segi psychis (Zakiah, 2001: 56).
Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan rohani yaitu
kemampuan manusia yang menerima agama Islam dengan inti
ajarannya tentang keimanan dan ketaatan kepada Allah, seperti
mengikuti keteladanan Rasullulah, yaitu mengadzani setiap bayi
yang baru lahir, supaya pendidikan pertama yang diterimanya adalah
kalimat suci yang membawa kepada iman dan taqwa.
Sehingga sangat jelas sekali bahwa terdapat relevansi antara
pendidikan Islam dalam aspek keluarga perspektif Zakiah Daradjat
dengan tujuan pendidikan Islam aspek rohani yaitu terfokus pada
keimanan dan ketaqwaan seorang anak. Dimulai dari pembiasaan
penanaman dasar-dasar iman dan taqwa sejak si anak lahir, dengan
tujuan dapat menghubungkan jiwa anak dengan Allah dan
membimbing anak untuk tetap berada di dalam hubungannya dengan
sang pencipta.
3) Tujuan Pendidikan Akal
Dalam hal ini pendidikan anak dalam keluarga yaitu bimbingan
dan perhatian yang diberikankepada anak yang dilakukan secara
intensif, dengan tujuan pembinaan daya akal (kecerdasan anak) yang
disesuaikan dengan usia anak.
Pada usia awal, pertumbuhan kecerdasan anak terlihat jelas pada
tanggapan dan reaksinya terhadap hal-hal yang dapat terjangkau oleh
pancaindranya, dalam arti anak belum mampu memahami hal-hal
yang abstrak yang tidak terjangkau oleh pancaindranya. Sehingga
pengembangan daya tangkap dan berpikir anak membutuhkan hal-
hal yang konkrit, latihan-latihan dan pembiasaan. Dengan
bertambahnya usia anak, kecerdasan yang dimilikinya akan
berkembang dan berfungsi secara sempurna.
Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa
67
Implikasi pendidikan bagi akal adalah suatu daya yang amat dahsyat
yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Oleh karena itu,
pendidikan akal, hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal
dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan.133 Serta
orang tua harus menyadari bahwa anak-anak selalu membutuhkan
perhatian dan bimbingan orang tuanya sampai umur kurang lebih 21
tahun (masa-masa pembinaan kepribadian berakhir) (Zakiah, 2005:
61).
Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal yang
bertumpu pada pengembangan intelegensia yang ada pada sikap
manusia, agar dapat memahami dan menganalisis kejadian-kejadian
ciptaan Allah Swt.
Dengan demikian, terdapat relevansi antara pendidikan Islam
dalam aspek keluarga dengan aspek tujuan pendidikan akal yaitu
dengan pembinaan daya akal dan melatihnya pada usia tertentu anak,
dimana anak membutuhkan perhatian serta bimbingan dari orang tua
dengan tujuan agar anak mengetahui antara kebaikan dan keburukan,
melatih kecerdasan anak, serta dengan akal anak memiliki khazanah
ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pokok pemikiran dalam
mengembangkan bentuk teknologi dan hasil lain yang lebuh maju.
Usia perhatian dan bimbingan tersebut membutuhkan kurang lebih
sampai usia 21 tahun, sehingga akal dapat dibentuk pada diri anak.
4) Tujuan Pendidikan Sosial
Pendidikan anak dalam keluarga pada aspek sosial yaitu
interaksi antara orang tua dan anak yang menimbulkan sikap sosial.
Karena perkembangan sikap ini terbentuk mulai dalam keluarga dan
akan berkembang dalam lingkungan di luar rumah. Keakraban orang
tua kepada anak akan memberikan sikap positif terhadap hubungan
antar ke duanya. Sebaliknya orang tua kurang akrab atau bersikap
acuh-tak acuh terhadap anak akan mempengaruhi kepribadian anak,
68
anak akan berkembang menjadi pribadi yang kurang pandai bergaul,
egois, kurang memiliki interaksi yang baik dengan orang lain serta
mental, moral dan bakat anak.
Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa
pelajaran- pelajaran kesenian, olahraga dan rekreasi oleh anak didik,
haruslah mengindahkan peraturan-peraturan moral dan nilai-nilai
agama, sehingga dalam pelaksanaan pelajaran-pelajaran tersebut
baik teori maupun prakteknya dapat memelihara moral dan
kesehatan mental anak-anak didik (Zakiah, 2018: 52).
Sedangkan aspek tujuan pendidikan jasmani merujuk pada
pembentukan manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya.
Sehingga jika ditelaah lebih lanjut, terdapat relevansi antara
pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan
pendidikan jasmani yaitu sama-sama menjaga kesehatan fisik anak.
Dengan memberikan pendidikan mengenai kesehatan fisik pada anak
akan berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan jiwa anak yang
sejalan pembinaan mental, moral dan bakat anak. Pengajaran
tersebut harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ada dan
sejalan dengan peraturan moral serta nilai-nilai agama.
5) Tujuan Pendidikan Rohani
Sebelum anak-anak mendapatkan pendidikan agama dari
sekolah, mereka sudah memperoleh pendidikan tersebut dari
orangtua masing- masing, yang pengajarannya secara heterogen.
Disini akan menjadi kesulitan bagi guru agama dalam mendidik
anak-anak di sekolah. Akan tetapi seorang guru harus menjaga
semua anak didik dengan aneka ragam pribadi dan sikap mereka
yang dibawa dari rumah yang kemudian anak harus suka dengan
pendidikan agama yang telah diberikanoleh guru agama. Oleh karena
itu, guru agama hendaknya memiliki kepribadian yang baik dan kuat,
sehingga anak-anak tertarik dan simpati padanya.
69
Di samping itu guru juga harus memiliki kemampuan tehnis
tentang memberikan pendidikan agama, sehingga betul-betul
menarik dan serasi, sehingga kepribadian yang beragam tadi secara
berangsur-angsur dan dibinanya kearah sikap yang sama terhadap
agama yaitu sikap positif dan cinta kepada agama.
Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa sekolah
memiliki tugas untuk memberikan pendidikan agama kepada anak
akan tetapi terdapat banyak perbedaan ketika mengetahui pendidikan
agama yang diterima anak secara non formal. Ada anak yang
membawa sikap positif terhadap agama, cinta kepada Allah SWT,
suka mengerjakan ibadah dan telah banyak mendengar ajaran agama
yang dibawa dari orang tuanya di rumah, ada pula anak yang tidak
mempunyai bekal sama sekali tentang agama, karena orang tuanya
mungkin tidak pernah menyebut nama Allah dan tidak
menunjukkan sikap apapun terhadap agama dan ada pula anak
yang mempunyai orang tua, yang mempunyai sikap negatif terhadap
agama dan sikap tak acuh, sering mencela agama dan sebagainya
(Zakiah, 1995: 67).
Sejalan dengan tujuan pendidikan rohani yaitu perhatian tujuan
ini berkaitan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam.
Tujuan pendidikan rohani ini mengandung pengertian ruh yang
merupakan mata rantai yang menghubungkan manusia dengan Allah
Swt.
Sehingga terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam
aspek sekolah menurut Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan
pendidikan rohani yaitu pendidikan agama yang menjadi dasar
hubungan anak dengan Allah Swt. Sekolah diwajibkan untuk
selalu memberikan pendidikan agama yang secara intensif dan
bertahap sesuai dengan tingkatan sekolah masing-masing. Apabila
pendidikan agama ini diabaikan di sekolah, maka pendidikan
agama yang diterimanya dirumah tidak akan berkembang.
70
6) Tujuan Pendidikan Akal
Perkembangan kecerdasan untuk anak usia Sekolah Dasar
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sangat berbeda sehingga
kecerdasan tersebut membutuhkan pembiasaan-pembiasaan dan
latihan-latihan yang sesuai dengan perkembangan usia dan jiwa anak
yang dilakukan di lingkungan sekolah, akal pemikiran anak yang
akan di implementasikan menuju bentuk-bentuk teknologi dan hasil
lain yang lebih maju di era modern ini.
Dengan demikian kecerdasan seorang anak akan berpengaruh
terhadap akal pemikirannya untuk memahami dan menganalisis
fenomena-fenomena ciptaan Allah yang ada di jagad raya ini, serta
dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi di era modern ini.
Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa
sekolah dapat menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan
kepribadian anak- anak, disamping tempat untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang akan memupuk kecerdasan dan pengembangan
bakatnya (Zakiah, 1995: 71).
Hal ini sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal bahwa
kecerdasan diperoleh melalui observasi dengan panca indra yang
memudahkan manusia untuk memahami dan menganalisis
fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini, sehingga akan
diperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
berkembang dan maju.
Tampak jelas adanya relevansi antara pendidikan Islam dalam
aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan
pendidikan akal, yang mana dari keduanya merujuk pada
kecerdasan. Hasil pendidikan anak yang diberikanoleh sekolah, salah
satunya yaitu kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak yang
akhirnya akan berpengaruh pada akal pemikiran anak. Sejalan
71
dengan hasil tujuan pendidikan kecerdasan yang diperoleh melalui
pengamatan dengan panca indra.
7) Tujuan Pendidikan Sosial
Sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak dimana
pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek
kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas kepada pemompaan
pengetahuan saja.
Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat mengenai
lembaga sekolah bertugas mendidik anak dengan memperhatikan
pergaulan anak-anak didik, menggerakkan kepada aktivitas-aktivitas
yang menyenangkan tetapi tidak merusak dan tidak berlawanan
dengan ajaran agama (Zakiah, 2018: 45).
Hal ini sejalan dengan aspek tujuan pendidikan sosial
menitikberatkan pada perkembangan karakter atau kepribadian yang
dimiliki oleh seorang anak.
Relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek sekolah
perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan pendidikan sosial
terletak pada perkembangan kepribadian soaial anak secara positif
yang berkembang di lingkungan sekolah. Dengan bekal kepribadian
yang baik akan memudahkan guru untuk mentransfer ilmu
pengetahuannya kepada anak didik, di samping itu guru juga harus
memperhatikan pergaulan sosial serta guru juga menggerakkan
aktivitas-aktivitas yang menyenangkan ketika pembelajaran
berlangsung yang berkaitan pembelajaran maupun bimbingan.
c. Relevansi Konsep Pendidikan Islam dalam Aspek Masyarakat
dengan Tujuan Pendidikan Islam
1) Tujuan Pendidikan Jasmani
Masyarakat merupakan pendidikan yang paling menentukan setelah
keluarga dan sekolah, karena masyarakat yang banyak menekankan
72
segi praktik yang menentukan keberhasilan seseorang di masa yang
akan datang. Masyarakat mempunyai posisi yang tinggi dalam
mempengaruhi pendidikan anak. Perkembangan kesehatan jasmani
pada anak sangat dibutuhkan, kesehatan tersebut dapat dibuktikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan anak yang terdapat di dalam masyarakat telah
dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa memperbaiki pendidikan anak-
anak yaitu:
a) Dengan memperbaiki pendidikan masyarakat yang telah rusak
moralnya dimulai dari keluarga, dan orang-orang terdekat
kepada kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar
pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.
b) Propaganda tentang obat-obat dan alat-alat pencegah
kehamilan dikurangi, dan dilarang beredarnya dipasaran bebas,
karena hal tersebut ikut memberi kemungkinan bagi
kemerosotan moral anak- anak.
Permainan-permainan dan tenpat-tempat yang dapat
mengganggu ketentraman batin si anak dan mendorong kepada
kemerosotan akhlak dilarang (Zakiah, 1973: 63).
Sejalan dengan aspek tujuan pendidikan jasmani yaitu kekuatan
iman yang ditopang oleh kekuatan fisik. Kesehatan fisik seseorang
akan mempengaruhi aktivitas mereka baik dalam hal ibadah maupun
aktivitas lainnya.
Terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek
masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan
jasmani yaitu kesehatan jasmani dalam diri anak. Kesehatan jasmani
ini dalam masyarakat yang bisa dilihat dari kebiasaan sehari-hari
anak dalam bergaul, interaksi yang baik dengan lingkungan sekitar.
Misalnya, lingkungan anak yang sehat tanpa menggunakan obat-
obatan terlarang seperti narkoba, apabila kesehatan anak terjaga
secara otomatis akhlak yang dimilikinya juga terpuji.
73
2) Tujuan Pendidikan Rohani
Pendidikan rohani yang diberikan masyarakat terhadap anak
yaitu pendidikan agama, hendaknya segala pengaruh yang
bertentangan dengan ajaran agama disingkirkan atau dihilangkan.
Jika tidak demikian, maka pendidikan agama yang dilakukan
dimasyarakat oleh para pendakwah akan sulit untuk
diimplementasikan.
Sebagai contoh pedidikan agama dalam masyarakat yaitu; anak
dan remaja yang telah mengetahui bahwa sifat jujur itu adalah baik
sedangkan sifat berbohong atau tidak jujur itu adalah sifat yang
dilarang oleh agama, akan tetapi mereka banyak melihat dan
mengetahi ada orang-orang yang dikagumi dan disayanginya tidak
jujur, maka mereka akan kecewa. Di samping itu mereka mengetahui
pula bahwa ketidak jujuran itu memberikan banyak keuntungan,
maka anak yang tadinya jujur mungkin akan pula mencoba
perbuatan yang tidak jujur. Di sinilah dibutuhkan pendidikan agama
dalam masyarakat agar menjadi penguat bagi anak-anak yang
memiliki sifat terpuji.
Sebagaimana yang dikutip oleh Zakiah Daradjat yaitu
mengutamakan pendididikan agama dalam masyarakat, termasuk
pimpinan dan penguasanya, menyadari betapa pentingnya masalah
pendidikan anak- anak terutama pendidikan agama, karena
pendidikan moral tanpa agama, akan kurang berarti, sebab nilai-nilai
moral yang lengkap dan dapat benar-benar dilaksanakan adalah
melalui pendidikan agama (Zakiah, 1982: 37).
Hal diatas sejalan dengan aspek tujuan pendidikan rohani yaitu
pendidikan rohani berupaya pendidikan agama Islam yang dapat
memurnikan dan mensucikan diri manusia secara individual dari
sikap negatif. Oleh karena itu, masyarakat memilkul pengaruh besar
dalam memberikan arah terhadap pendidikan anak.
74
Terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek masyarakat
dengan aspek tujuan pendidikan rohani yaitu pendidikan agama yang
harus dimiliki oleh masyarakat dalam mendidik anak-anak,
pendidikan agama ini hendaknya disertai dengan penyiapan situasi
yang sesuai dengan agama atau yang tidak bertentangan dengan
agama.
3) Tujuan Pendidikan Akal Anak mendapatkan pendidikan dalam masyarakat diperoleh dari
pencapaian pendidikan melalui sumber-sumber pendidikan ilmiah
seperti pengalaman-pengalaman langsung dari lingkungan.
Seperti yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa buku-
buku, gambar-gambar, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan (literatur) yang
akan membawa kepada kerusakan moral anak-anak perlu dilarang
peredarannya. Masalah ini rupanya kurang diperhatikan belakangan
ini sehingga banyak sekali beredar gambar-gambar dan tulisan-
tulisan yang kelihatannya seolah-olah membawa manusia (terutama
anak muda) kepada perbuatan maksiat. Semuanya itu akan merusak
mental dan moral generasi muda yang sekaligus akan
menghancurkan hari depan bangsa kita (Zakiah, 2016: 48).
Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal bahwa
di dalam pendidikan akal ada beberapa tahapan peting diantaranya
pencapaian pendidikan ilmiah, pencapaian pendidikan empiris dan
pencapaian pendidikan secara filosofis.
Sehingga terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam
aspek masyarakat dengan aspek tujuan pendidikan akal yaitu
pencapaian pendidikan secara nyata. Dengan memanfaatkan sumber-
sumber pendidikan yang ada, sumber-sumber tersebut akan
mempengaruhi perkembangan cara berpikir anak. Sumber-sumber
tersebut seperti buku-buku, bacaan-bacaan (literatur), dan tulisan-
tulisan harus diperhatikan manfaatnya.
75
4) Tujuan Pendidikan Sosial
Pada pendidikan anak dalam masyarakat pada aspek sosial ini
karakter yang dimiliki anak. Perbuatan-perbuatan dan segala mass
media yang kurang mendukung perkembangan anak dapat
dihilangkan/dihindari apalagi membawa pada kemerosotan moral
anak.
Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa semua
anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina,
membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada
kebaikan, memerintahkan yang makruf dan melarang yang
mungkar dimana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan-
perbuatannya yang khas, perasaannya, pikiran-pikirannya,
keputusan-keputusannya dan maksud-maksudnya, sehingga
mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang
mengelilinginya (Zakiah, 2005: 43).
Tujuan pendidikan Islam yang ditinjau dari aspek tujuan
pendidikan sosial ini merupakan fungsi pendidikan dalam
mewujudkan tujuan sosial yang menitikberatkan pada
perkembangan karakter-karakter manusia yang unik, agar manusia
mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-
sama dengan cita-cita yang ada padanya serta konsep etika, akhlak
dan moral Islam yang memberikan peran penting di dalamnya.
Keharmonisan menjadi karakteristik utama yang ingin dicapai
dalam tujuan pendidikan Islam.
Dengan demikian terdapat relevansi antara pendidikan Islam
perspektif Zakiah Daradjat dalam aspek masyarakat dengan tujuan
pendidikan Islam yang ditinjau dari aspek tujuan pendidikan
sosialnya maka sama-sama terfokus pada perwujudan pendidikan
karakter pada anak. Dalam kehidupan masyarakat dan
membangun bersama cita-cita yang telah di harapkan. Sehingga
76
titik relevansi diantara keduanya merupakan konsep pendidikan
moral (etika) dan pendidikan agama (akhlak). Keserasian antara
anak dengan pendidikan yang ada di dalamnya memudahkan anak
untuk beradaptasi dan memudahkan masyarakat untuk
membimbing dan membangun cita-cita anak.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dibahas pada skripsi ini setelah
peneliti melakukan penelitian mengenai pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat
tentang pendidikan Islam: kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan
Islam, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Konsep pendidikan Islam bagi Zakiah Daradjat adalah pertama:
mencakup semua dimensi manusia. Kedua: menjangkau kehidupan dunia
dan akhirat secara seimbang. Ketiga: memperhatikan manusia dalam
semua gerak kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan
dengan orang lain. Keempat: pendidikan Islam berlangsung sepanjang
hayat. Kelima: pendidikan Islam menghasilkan manusia yang
memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat.
2. Pemikiran Zakiah Darajat mengenai aspek lingkungan pendidikan Islam
yaitu: aspek keluarga, aspek sekolah, dan aspek masyarakat. Di mana
ketiga aspek tersebut meliputi beberapa hal; a) aspek tujuan jasmani, b)
aspek tujuan rohani, c) aspek tujuan akal, dan d) aspek tujuan sosial.
konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga perspektif Zakiah
Daradjat meliputi orang tua menjadi tauladan bagi anak, penanaman jiwa
dan taqwa yang diberikan pada anak. Konsep pendidikan Islam dalam
aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat meliputi pembinaan mental,
moral, pendidikan agama yang dilakukan secara intensif dan bakat lalu
memupuk kecerdasan anak. Konsep pendidikan Islam dalam aspek
masyarakat perspektif Zakiah Daradjat meliputi mempropagandakan hal-
hal yang membuat kemerosotan moral anak dan memperhatikan
pergaulan anak serta membuat tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan
pada anak, dan relevansi konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga,
aspek sekolah dan aspek masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan
tujuan pendidikan Islam yaitu dalam aspek keluarga adalah pengalaman
78
yang diterima anak, dalam aspek sekolah yaitu kecerdasan, sedangkan
dalam aspek masyarakat yaitu pencapaian pendidikan secara nyata dalam
lingkungan masyarakat.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan seperti yang ditulis di atas maka ada
beberapa hal yang perlu penulis sarankan sebagai rekomendasi kepada pihak-
pihak terkait:
1. Konsep pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang pendidikan Islam:
kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan Islam ini, hendaknya
dijadikan pertimbangan oleh para praktisi pendidikan dan dijadikan
sebagai masukan untuk mengatasi probelematika pendidikan
kontemporer yang berkaitan dengan moral anak didik.
2. Sebagai negara yang memiliki masyarakat mayoritas Islam, hendaknya
pendidikan Islam lebih diperhatikan. Tetaplah berpegang teguh pada
landasan yaitu Al-qur’an dan Sunnah sebagai panduan petunjuk jalan
hidup.
3. Pendidik atau orang tua mempunyai otoritas dalam pembinaan mental
pada generasi muda, mengingat betapa pentingnya kesehatan mental.
Jadikan pendidikan Islam bukan hanya sekadar proses belajar mengajar,
tetapi sebagai sebuah proses penanaman religiusitas anak sehingga dapat
memberi efek kebaikan baik fisik maupun mental.
DAFTAR PUSTAKA
An Nahlawi, Abdurahman. (2004). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan
Praktek). Yogyakarta: Rineka Cipta.
Connolly, Peter. (2011). Aneka Pendekatan Studi Agama. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=RctjDwAAQBAJ&printsec=fr
ontcover&dq=Aneka+Pendekatan+Studi+Agama&hl=id&sa=X&v
ed=0ahUKEwjxle2W7Y7oAhWnzTgGHRJNA0gQ6AEIKTAA
Daulay, Haidar Putra., & Pasa, Nurgaya. (2014). Pendidikan Islam dalam
Lintasan Sejarah. Jakarta: KENCANA.
Daradjat, Zakiah. (1973). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta:
Gunung Agung.
--------------------. (1982). Peran Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta:
PT Gunung Agung.
-------------------. (1986). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: PT Bulan
Bintang.
--------------------. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
Jakarta: Ruhama.
-------------------. (1999). Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta Selatan: PT Logos Wacana Ilmu.
---------------------. (2001). Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung
Agung.
-------------------. (2005). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
--------------------. (2016). Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung.
--------------------. (2018). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Agama RI. (2005). Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta:
Maghfirah Pustaka.
Efendi. (2016). Pendidikan Islam Transformatif ala KH. Abdurrahman
Wahid. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=xodfDQAAQBAJ&printsec=f
rontcover&dq=Pendidikan+Islam+Transformatif+ala+KH.+Abdurr
ahman+Wahid.&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjdv9T_6o7oAhU3z
TgGHb2qCHQQ6AEIKTAA
Firdaus. (2014). Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan (Keluarga,
Sekolah, dan Masyarakat), 19-42. Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/177445/urgensi-psikologi-
agama-dalam-pendidikan-keluarga-sekolah-dan-masyarakat
Hadiwijono, Harun. (1980). Sari Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Hanafi, H., Adu, La., & Zainuddin. (2018). Ilmu Pendidikan Islam. Retrieved
from
https://books.google.co.id/books?id=zIOYDwAAQBAJ&printsec=
frontcover&dq=Hanafi,+H.,+Adu,+La.,+%26+Zainuddin&hl=id&s
a=X&ved=0ahUKEwjVt9DV7Y7oAhUuyjgGHUG0CMUQ6AEI
KTAA
Harisah, Afifuddin. (2018). Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar
Pengembangan. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=t8dcDwAAQBAJ&printsec=fr
ontcover&dq=afifuddin+harisah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj_i
pD86I7oAhXEwTgGHXSbB2kQ6AEIKTAA
Hasbullah. (2001). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Jalaluddin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jalaluddin. (2012). Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kartono, Kartini. (2000). Hygiene Mental. Bandung. CV. Mandar Maju.
Khairillah. (2014). Pendidikan Karakter dan Kecerdasan Emosi (Perspektif
Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat). Diakses dari https://idr.uin-
antasari.ac.id/1215/1/Bab%20I%20-%20VI.pdf (1-57)
Kurnia, Rusdi., & Sulfia, Mira. (2017). Konsep Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Pemikiran Zakiah Daradjat. ∙p-ISSN 2442-725X∙e-2621-
7201. Retrieved from
http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index.php/fitra/article/download/48/
34
Lubis, Saiful Akhyar., Khadijah., & Muchsalmina. (2017). Pembinaan
Kesehatan Mental dalam Pendidikan Islam (Studi tentang
Perspektif Zakiah Daradjat). Retrieved from
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attazakki/article/view/852
Maunah, Binti. (2016). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.
Moleong, J. Lexy. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Mubarak. (2019). Urgensi Psikologi Islam dalam Pendidikan Islam. Jurnal
Studia Insania. DOI: http://dx.doi.org/10.18592/jsi.v5i2.1503
Muhammad, Lalu. (2018). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemikiran
Filosofis Kurikulum 2013. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=I2pwDwAAQBAJ&printsec=f
rontcover&dq=lalu+muhammad+filsafat+pendidikan+islam&hl=id
&sa=X&ved=0ahUKEwji79PL647oAhXVwjgGHQHEDRcQ6AEI
KTAA
Nata, Abuddin. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=orJADwAAQBAJ&printsec=f
rontcover&dq=abuddin+nata+ilmu+pendidikan+islam&hl=id&sa=
X&ved=0ahUKEwjPosHg647oAhWcyDgGHe5dAO0Q6AEIKTA
A
Nata, Abuddin. (2016). Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Retrieved
from
https://books.google.co.id/books?id=CMtADwAAQBAJ&printsec
=frontcover&dq=Pendidikan+dalam+Perspektif+Al-
Qur%E2%80%99an&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjWwY_R7I7o
AhXHyDgGHXTTAHIQ6AEIKzAA
Nawawi, Hadari. (1987). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Nunzairina. (2018). Sejarah Pemikiran Psikologi Islam Zakiah Daradjat.
Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 99-112. Retrieved from
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/download/1793/142
9
Riduwan. (2018). Metode & Teknik Penyusunan Proposal Penelitian.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sahlan, Abdul Kadir. (2018). Mendidik Perspektif Psikologi. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=wxRkDwAAQBAJ&printsec=
frontcover&dq=abdul+kadir+sahlan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE
wi246X5647oAhUPyDgGHVINAHgQ6AEIKTAA
Saifuddin, Ahmad. (2019). Psikologi Agama: Implementasi Psikologi untuk
Memahami Perilaku Agama. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=2ce2DwAAQBAJ&printsec=f
rontcover&dq=ahmad+saifuddin&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwji-
qar7I7oAhW0yDgGHapbAKIQ6AEIKTAA
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Subhani, J., & Mohammad,M. (2013). Panorama Pemikiran Islam: dari
Defenisi Agama hingga Konsep Wilayat Al-Faqih. Jakarta: Nur Al-
Huda.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sururi. (2004). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad. (2014). Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tarjo. (2019). Metode Penelitian Sistem 3X Baca. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=SizGDwAAQBAJ&printsec=f
rontcover&dq=metode+penelitian+sistem+3x+baca&hl=id&sa=X
&ved=0ahUKEwj2ltz27I7oAhWxzjgGHWdWAIYQ6AEIKTAA
Tohirin. (2005). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Undang-undang RI. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), No. 20 tahun
2003. (2005). Surakarta: CV Kharisma.
Yusuf, Syamsu. (2004). Mental Hygiene. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Zed, Mestika. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=iIV8zwHnGo0C&printsec=fro
ntcover&dq=mestika+zed&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi8z4mm6
47oAhVS4zgGHXqIDzcQ6AEIKTAA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)
Nama : Anggela Pratiwi
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bayung Lencir, 27-03-1998
Alamat (Asal/Sekarang) : Ds. Senawar Jaya, RT.08, Kec. Bayung
Lencir, Kab. Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan
Pekerjaan :
Alamat Email : [email protected]
No kontak : 0852 7920 9215
Pengalaman – Pengalaman Pendidikan Formal:
1. SD/MI tahun tamat : SD Negeri 1 Senawar Jaya 2009
2. SMP/MTs tahun tamat : SMP Negeri 1 Bayung Lencir 2012
3. SMA/MA tahun tamat : SMA Negeri 1 Bayung Lencir 2015
Pendidikan Non Formal: (Pelatihan, kursus, dll):
1. …………………………………………………………………………..
2. …………………………………………………………………………..
3. …………………………………………………………………………..
Prestasi Akademik/Olah raga/Seni Budaya yang pernah diraih:
1. ………………………………………………………………………….
2. ………………………………………………………………………….
3. ………………………………………………………………………….
Pengalaman Organisasi
1. Ikatan Mahasiswa Bayung Lencir 2017
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan 2018
Motto Hidup
يجعللهمخرجاو... )٢:الطلاق(منيتقالل
...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar (Departemen Agama RI, 2005: 558).