pemikiran marchiavelli

12
Riwayat & Pemikiran Niccolo Machiavelli Niccolò Machiavelli lahir di Florence pada tanggal 3 Mei 1469, anak kedua dari Bernardo Machiavelli dan Bartolomea de’ Nerli. Keluarga Machiavelli merupakan bagian dari kelas menengah-ningrat dari Oltrano sebuah distrik di Florence. Ayah Niccolò yaitu Bernardo merupakan seorang ahli hukum yang berasal dari keluarga bangsawan. Situasi Italia ketika itu mengalami instabilitas sosio-politis. Italia terpisah menjadi lima negara utama (Bangsawan Milan, Republik Venesia, Negara Kepausan, Republik Florence, dan Kerajaan Naples) serta beberapa kota merdeka atau setengah- merdeka seperti: Genoa, Lucca, Bologna, Ferrara, dan Siena. Keluarga Machiavelli di Florence memang termasuk keluarga ningrat tetapi kehidupan keluarga Bernardo tidaklah kaya dan berkuasa, bahkan menurut perspektif Niccolò dia justru hidup dalam ‘kemiskinan’. Di dalam suratnya kepada Fransesco Vettori pada tanggal 18 Maret 1513, Niccolò menjelaskan perasaannya tentang masa kecilnya yang lahir dalam kemiskinan, dan pada usia dini harus lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar membaca daripada berkembang seperti anak sebayanya.un demikian ‘kemiskinan’ tidak membuat ayahnya untuk tidak memberikan pendidikan dasar yang baik kepada Niccolò kecil, seperti: ilmu hitung (arithmetic), tata bahasa (grammar), retorika (rhetoric), dan bahasa Latin. Niccolò kecil sangat beruntung mendapatkan pendidikan yang baik, beberapa gurunya diantaranya adalah Maestro Matteo dan Paolo da Ronciglione. Setelah dewasa, Niccolò kemudian melanjutkan pendidikannya ke Studio Fiorentino sebuah universitas yang dipimpin oleh Cristoforo Landino. Disini dia mendapatkan pelajaran sejarah dan filosofi moral berdasarkan silabus humanis. Latar belakang kehidupan pribadinya sangat sedikit diketahui. Ia

Upload: kodrat-alam

Post on 06-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Teori Pemikiran Politik Machiavelli

TRANSCRIPT

Page 1: Pemikiran Marchiavelli

Riwayat & Pemikiran Niccolo Machiavelli

Niccolò Machiavelli lahir di Florence pada tanggal 3 Mei 1469, anak kedua dari Bernardo Machiavelli dan Bartolomea de’ Nerli. Keluarga Machiavelli merupakan bagian dari kelas menengah-ningrat dari Oltrano sebuah distrik di Florence. Ayah Niccolò yaitu Bernardo merupakan seorang ahli hukum yang berasal dari keluarga bangsawan. Situasi Italia ketika itu mengalami instabilitas sosio-politis. Italia terpisah menjadi lima negara utama (Bangsawan Milan, Republik Venesia, Negara Kepausan, Republik Florence, dan Kerajaan Naples) serta beberapa kota merdeka atau setengah-merdeka seperti: Genoa, Lucca, Bologna, Ferrara, dan Siena.

Keluarga Machiavelli di Florence memang termasuk keluarga ningrat tetapi kehidupan keluarga Bernardo tidaklah kaya dan berkuasa, bahkan menurut perspektif Niccolò dia justru hidup dalam ‘kemiskinan’. Di dalam suratnya kepada Fransesco Vettori pada tanggal 18 Maret 1513, Niccolò menjelaskan perasaannya tentang masa kecilnya yang lahir dalam kemiskinan, dan pada usia dini harus lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar membaca daripada berkembang seperti anak sebayanya.un demikian ‘kemiskinan’ tidak membuat ayahnya untuk tidak memberikan pendidikan dasar yang baik kepada Niccolò kecil, seperti: ilmu hitung (arithmetic), tata bahasa (grammar), retorika (rhetoric), dan bahasa Latin. Niccolò kecil sangat beruntung mendapatkan pendidikan yang baik, beberapa gurunya diantaranya adalah Maestro Matteo dan Paolo da Ronciglione. Setelah dewasa, Niccolò kemudian melanjutkan pendidikannya ke Studio Fiorentino sebuah universitas yang dipimpin oleh Cristoforo Landino. Disini dia mendapatkan pelajaran sejarah dan filosofi moral berdasarkan silabus humanis. Latar belakang kehidupan pribadinya sangat sedikit diketahui. Ia diketahui pada tahun 1502 menikahi Mrietta Corsini yang kelak melahirkan 6 anak baginya.

Selama masa hidup Machiavelli -pada saat puncak-puncaknya Renaissance Italia- karena Italia terbagi-bagi dalam negara-negara kecil, berbeda dengan negeri yang bersatu seperti Perancis, Spanyol atau Inggris. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam masanya Italia lemah secara militer padahal brilian di segi kultur.

Di kala Machiavelli muda, Florence diperintah oleh penguasa Medici yang masyhur, Lorenzo yang terpuji. Tetapi Lorenzo meninggal dunia tahun 1492, dan beberapa tahun kemudian penguasa Medici diusir dari Florence, Florence menjadi republik (Republik Florentine) dan tahun 1498, Machiavelli yang berumur dua puluh sembilan tahun memperoleh kedudukan tinggi di pemerintahan sipil Florence. Selama empat belas tahun sesudah itu dia mengabdi kepada Republik Florentine dan terlibat dalam pelbagai missi diplomatik atas namanya, melakukan perjalanan ke Perancis, Jerman, dan di dalam negeri Italia.

Tahun 1512, Republik Florentine digulingkan dan penguasa Medici kembali pegang tampuk kekuasaan, Machiavelli dipecat dari posisinya, dan di tahun

Page 2: Pemikiran Marchiavelli

berikutnya dia ditahan atas tuduhan terlibat dalam komplotan melawan penguasa Medici. Dia disiksa tetapi tetap bertahan menyatakan tidak bersalah dan akhirnya dibebaskan pada tahun itu juga. Sesudah itu dia pensiun dan berdiam di sebuah perkebunan kecil di San Casciano tidak jauh dari Florence.

Selama empat belas tahun sesudah itu, dia menulis beberapa buku, dua diantaranya yang paling masyhur adalah The Prince, (Sang Pangeran) ditulis tahun 1513, dan The Discourses upon the First Ten Books of Titus Livius (Pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama Titus Livius). Diantara karya-karya lainnya adalah The art of war (seni berperang), A History of Florence (sejarah Florence) dan La Mandragola (suatu drama yang bagus, kadang-kadang masih dipanggungkan orang). Tetapi, karya pokoknya yang terkenal adalah The Prince (Sang Pangeran), mungkin yang paling brilian yang pernah ditulisnya dan memang paling mudah dibaca dari semua tulisan filosofis.

The Prince dapat dianggap nasihat praktek terpenting buat seorang kepada negara. Pikiran dasar buku ini adalah, untuk suatu keberhasilan, seorang Raja  harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala, sesuatunya atas kekuatan dan kelicikan. Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya, negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.

Machiavelli menasihatkan sang Raja agar mendapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya. Dia mengusulkan, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur langkah kekejaman sekaligus sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang.

Untuk mencapai sukses, seorang Raja harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia. Machiavelli memperingatkan Raja agar menjauhkan diri dari penjilat dan minta pendapat apa yang layak dilakukan.

Machiavelli memperbincangkan apakah seorang Raja itu lebih baik dibenci atau dicintai. Ia mengatakan bahwa orang selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi lebih aman ditakuti daripada dicintai, apabila kita harus pilih salah satu. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan dengan kepentingannya. Tetapi takut didorong oleh kecemasan kena hukuman, tidak pernah meleset.

Page 3: Pemikiran Marchiavelli

Machiavelli mengungkapkan cara bagaimana seorang Raja untuk memegang kepercayaannya. Di sini Machiavelli berkata seorang penguasa yang cermat tidak harus memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu berlawanan dengan kepentingannya. Dia menambahkan, karena tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Raja yang minta maaf karena dia tidak memenuhi janjinya, karena manusia itu begitu sederhana dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya ditipu. Sebagai hasil wajar dari pandangan itu, Machiavelli menasihatkan sang Raja supaya senantiasa waspada terhadap janji-janji orang lain.

The Prince (Sang Pangeran) sering dijuluki orang “buku petunjuk untuk para diktator.” Karier Machiavelli dan pelbagai tulisannya menunjukkan bahwa secara umum dia cenderung kepada bentuk pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktator. Tetapi dia cemas dan khawatir atas lemahnya politik dan militer Italia, dan merindukan seorang Raja yang kuat yang mampu mengatur negeri dan menghalau tentara-tentara asing yang merusak dan menista negerinya. Menarik untuk dicatat, meskipun Machiavelli menganjurkan seorang Raja agar melakukan tindakan-tindakan kejam dan sinis, dia sendiri seorang idealis dan seorang patriot, dan tidak begitu mampu mempraktekkannya sendiri apa yang dia usulkan.

Inovasi Machiavelli dalam buku Discourses on Livy dan The Prince adalah memisahkan teori politik dari etika. Hal itu bertolak belakang dengan tradisi barat yang mempelajari teori politik dan kebijakan sangat erat kaitannya dengan etika seperti pemikiran Aristoteles yang mendefinisikan politik sebagai perluasan dari etika. Dalam pandangan barat, politik kemudian dipahami dalam kerangka benar dan salah, adil dan tidak adil. Ukuran-ukuran moral digunakan untuk mengevaluasi tindakan manusia di lapangan politik. Saat itu, Machiavelli telah menggunakan istilah la stato, yang berasal dari istilah latin status, yang menunjuk pada ada dan berjalannya kekuasaan dalam arti yang memaksa, tidak menggunakan istilah dominium yang lebih menunjuk pada kekuasaan privat.

Machiavelli orang yang pertama kali mendiskusikan fenomena sosial politik tanpa merujuk pada sumber-sumber etis ataupun hukum. Inilah pendekatan pertama yang bersifat murni scientific terhadap politik. Bagi Machiavelli, politik hanya berkaitan dengan satu hal semata, yaitu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Hal lainnya, seperti agama dan moralitas, yang selama ini dikaitkan dengan politik sesungguhnya tidak memiliki hubungan mendasar dengan politik, kecuali bahwa agama dan moral tersebut membantu untuk mendapat dan mempertahankan politik. Keahlian yang dibutuhkan untuk mendapat dan melestarikan kekuasaan adalah perhitungan. Seorang politikus mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan atau apa yang harus dikatakan dalam setiap situasi.

Page 4: Pemikiran Marchiavelli

Machiavelli mengakui bahwa hukum yang baik dan tentara yang baik merupakan dasar bagi suatu tatatan sistem politik yang baik. Namun karena paksaan dapat menciptakan legalitas, maka dia menitikberatkan perhatian pada paksaan. Karena tidak akan ada hukum yang baik tanpa senjata yang baik, maka Machiavelli hanya akan membicarakan masalah senjata. Dengan kata lain, hukum secara keseluruhan bersandar pada ancaman kekuatan yang memaksa. Otoritas merupakan hal yang tidak mungkin jika terlepas dari kekuasaan untuk memaksa. Oleh karena itu, Machiavelli menyimpulkan bahwa ketakutan selalu tepat digunakan, seperti halnya kekerasan yang secara efektif dapat mengontrol legalitas. Seseorang akan patuh hanya karena takut terhadap suatu konsekuensi, baik kehilangan kehidupan atau kepemilikan. Argumentasi Machiavelli dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa politik secara keseluruhan dapat didefinisikan sebagai supremasi kekuasaan memaksa. Otoritas adalah suatu hak untuk memerintah.

Dalam the Prince digambarkan cara-cara agar seorang individu dapat memperoleh dan mempertahankan kekuasaan negara. Situasi sosial dan politik dalam buku tersebut dilukiskan dalam kondisi yang sangat tidak dapat diprediksi dan mudah berubah. Hanya orang hebat dengan pikiran penuh perhitungan yang dapat menaklukkan kondisi sosial politik tersebut. Penolakan Machiavelli terhadap penghakiman etis dalam politik mengakibatkan pemikirannya disebut sebagai pemikiran renaisance yang anti-Christ.

Nilai (virtú), dalam bahasa Machiavelli dipahami sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan keinginannya dalam situasi sosial yang berubah melalui kehendak yang kuat, kekuatan, serta perhitungan dan strategi yang brilliant. Bahkan, untuk mendapatkan cinta seorang perempuan (Fortune), seorang raja yang idela tidak meminta atau memohon, tetapi mengambilnya secara fisik dan melakukan apapun yang dia mau. Skandal tersebut melambangkan potensi manusia yang sangat kuat di lapangan politik.

Virtú, dalam konsepsi Machiavelli adalah kualitas personal yang dibutuhkan oleh seorang raja untuk mengelola negaranya dan meningkatkan kekuasaannya. Raja harus memiliki kualitas virtú yang paling tinggi, bahkan jika dibutuhkan untuk dapat bertindak sangat jahat. Untuk dapat menjadi seseorang yang memiliki kualitas virtú, raja harus bersifat fleksibel (flexible disposition). Orang yang sesuai untuk memegang kekuasaan menurut Machiavelli adalah seseorang yang dapat melakukan berbagai tindakan dari yang baik hingga yang buruk. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan Virtú adalah segala hal yang terkait dengan kekuasaan. Penguasa Virtú dituntut untuk memiliki kompetensi menjalankan kekuasaan. Memiliki Virtú berarti memiliki kemampuan atas segala aturan yang terkait dengan menjalankan kekuasaan secara efektif. Virtú adalah kekuasaan politik.

Kesatuan suatu negara adalah hal mutlak yang harus diwujudkan menurut Machiavelli, karena kekuatan negara terletak pada tangan penguasa yang menguasai negara secara keseluruhan. Di tangan penguasalah nasib negara ditentukan. Hakikat nilai yang harus selalu dijunjung tinggi oleh penguasa dalam

Page 5: Pemikiran Marchiavelli

kehidupan ini adalah negara (kekuasaan). Oleh karena itu, Machiavelli beranggapan bahwa untuk menjunjung tinggi sebuah simbol negara, maka diperlukan cara-cara yang tidak boleh dikaitkan dengan asas nilai atau moral. Menurutnya, penguasa berhak melakukan apapun, baik atau buruk, cara halus atau cara kasar, untuk mempertahankan kekuasaannya dari segala ancaman yang akan mereduksi legitimasinya yang itu dikhawatirkan oleh Machiavelli akan menimbulkan disintegrasi nasional. Nilai-nilai keagamaan, moralitas adalah hal yang harus dipisahkan dari unsur-unsur politik kenegaraan. Agama hanyalah sebagai penopang, atau kendaraan yang mampu digunakan seperlunya, selama itu mendukung pada kepentingan penguasa dalam berkuasa.

Analogi penguasa ideal yang menarik dari pemikir asal Florence ini adalah Singa dan kancil. Singa adalah simbol kebuasan dan kekejaman untuk mempertahankan kekuasaan. Sedangkan kancil adalah simbol keramahan dan kemurahan hati untuk menarik simpati. Penguasa diharuskan untuk pintar menempatkan posisinya kapan dia harus menjadi singa dan kapan dia harus menjadi seekor kancil. Penguasa harus bisa mencegah ancaman, baik internal maupun eksternal yang akan merusak kesatuan dan keutuhan negara sekalipun dengan cara-cara yang kejam seperti pembunuhan, pembantaian dan lain-lain. Akan tetapi, di saat aman, penguasa juga tidak boleh lupa untuk menarik simpati rakyatnya sebagai sumber legitimasi baginya dengan berbaik hati dan memenuhi keinginan-keinginan rakytanya. Dengan demikian, maka suatu negara itu akan utuh dan solid.

Masalah keamanan nasional, Machiavelli juga berpendapat bahwa kekuatan nasional tidak boleh digantungkan kepada kekuatan pihak lain. Garda bangsa haruslah terdiri dari warga negara itu sendiri, tidak dari warga negara lain yang hanya bekerja sebagai tentara bayaran. Tentara bayaran hanya bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati, tidak ada loyalitas yang murni terhadap seorang penguasa. Maka, negara yang menggantungkan kekuatannya dari tentara bayaran dianggap masih lemah dan akan hancur karena dirinya sendiri sebab terlalu banyaknya alokasi dana yang digunakan dan tidak adanya loyalitas.

Niccolò Machiavelli tidak memberikan alternatif mengenai konsepsi maupun definisi mengenai empat permasalahan mengenai ide tantang dominasi hukum ketuhanan dan hukum alam tentang hukum positif, konflik Gereja-Negara, gagasan tentang bentuk pemerintahan gabungan, dan kondisi feodal negara selama abad pertengahan.  Namun yang harus di apresiasi ketika dia memberikan peta mengenai bagaimana memaksimalkan peran feodalisme dinastik yang melakukan kooptasi terhadap Gereja dan Negara. Pemikirannya yang operasional menyentuh aspek teologis ketika dia menerima bahwa nilai-nilai manusia adalah jahat dalam prilaku kekuasaan. Il Principe menjadi bukti bahwa membuka kenyataan termasuk tabir, borok, dan prilaku kolaborasi penguasa Gereja-Negara dapat menjadi alternatif untuk menemukan solusi demi persatuan tanah Italia yang dapat menyejahterakan rakyat.

Page 6: Pemikiran Marchiavelli

Sedikit filosof politik yang begitu sengit diganyang seperti dialami Machiavelli. Bertahun-tahun, dia dikutuk seperti layaknya seorang turunan iblis, dan namanya digunakan sebagai sinonim kepalsuan dan kelicikan. (Tak jarang, kutukan paling sengit datang dari mereka yang justru mempraktekkan ajaran Machiavelli, suatu kemunafikan yang mungkin prinsipnya disetujui juga oleh Machiavelli).

Kritik-kritik yang dilempar ke muka Machiavelli dari dasar alasan moral tidaklah, tentu saja, menunjukkan bahwa dia tidak berpengaruh sama sekali. Kritik yang lebih langsung adalah tuduhan keberatan bahwa idenya itu bukan khusus keluar dari kepalanya sendiri. Tidak orisinal. Ini sedikit banyak ada benarnya juga. Machiavelli berulang kali menanyakan bahwa dia tidak mengusulkan sesuatu yang baru melainkan sekedar menunjukkan teknik yang telah pernah dilaksanakan oleh para Raja terdahulu dengan penuh sukses. Kenyataan menunjukkan Machiavelli tak henti-hentinya melukiskan usulnya seraya mengambil contoh kehebatan-kehebatan yang pernah terjadi di jaman lampau, atau dari kejadian di Italia yang agak baruan. Cesare Borgia (yang dipuji-puji oleh Machiavelli dalam buku The Prince) tidaklah belajar taktik dari Machiavelli; malah sebaliknya, Machiavelli yang belajar darinya.

Kendati Benito Mussolini adalah satu dari sedikit pemuka politik yang pernah memuji Machiavelli di muka umum, karena itu tak meragukan lagi sejumlah besar tokoh-tokoh politik terkemuka sudah pernah membaca The Prince dengan cermat. Konon, Napoleon senantiasa tidur di bantal yang di bawahnya terselip buku The Prince, begitu pula yang dilakukan oleh Hitler dan Stalin. Meski demikian, tidaklah tampak jelas bahwa taktik Machiavelli lebih umum digunakan dalam politik modern ketimbang di masa sebelum The Prince diterbitkan. Ini merupakan alasan utama mengapa Machiavelli tidak ditempatkan lebih tinggi dari tempatnya sekarang di buku ini.

Tetapi, jika efek, pikiran Machiavelli dalam praktek politik tidak begitu jelas, pengaruhnya dalam teori politik tidaklah perlu diperdebatkan. Penulis-penulis sebelumnya seperti Plato dan St. Augustine, telah mengaitkan politik dengan etika dan teologi. Machiavelli memperbincangkan sejarah dan politik sepenuhnya dalam kaitan manusiawi dan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan moral. Masalah sentral, dia bilang, adalah bukan bagaimana rakyat harus bertingkah laku; bukannya siapa yang mesti berkuasa, tetapi bagaimana sesungguhnya orang bisa peroleh kekuasaan. Teori politik ini diperbincangkan sekarang dalam cara yang lebih realisitis daripada sebelumnya tanpa mengecilkan arti penting pengaruh Machiavelli. Orang ini secara tepat dapat dianggap salah satu dari pendiri penting pemikir politik modern.

Machiavelli tidak sejahat itu, didasarkan atas bukti-bukti di dalam buku Principe II, antara lain: Mengenai kekejaman, menurut Machiavelli dapat dilakukan dengan cara yang baik atau tidak baik. Kekejaman itu bisa digunakan dengan baik jika hal tersebut dilakukan sekali, demi keselamatan seseorang atau negara. Oleh karena dengan cara itu kekuasaannya akan bertahan lama. Walaupun penguasa

Page 7: Pemikiran Marchiavelli

mengalami kesulitan, raja tidak boleh kejam, karena kebijaksanaan yang telah ditunjukkan raja pada rakyatnya. Kebaikan raja tersebut akan dipandang sebagai sesuatu yang tidak tulus atau hanya sebatas lip service.

Niccolò Machiavelli juag merupaka seorang tokoh liberal terbaik yang dikenal dengan pendapatnya, Il Principe. Dia adalah pendiri realis filosofi politis yang mendukung pemerintahan republik, angkatan perang negara, divisi kekuasaan, perlindungan milik perorangan, dan pengekangan pembelanjaan pemerintah sebagai kebebasan suatu republik. Ia menulis secara ekstensif pada kebutuhan individu sebagai suatu karakteristik yang penting sebagai kepemerintahan yang stabil. Ia berargumentasi bahwa sebaik-baiknya kebebasan individu masih perlu dilindungi oleh legitasi serta regulasi yang baik dari pemerintah. Dan bahwa orang-orang yang bisa memimpin hukumdengan benar hanyalah orang-orang yang segala ambisi dan keegoisannya bisa dihilangkan dalam memelihara kebebasannya tersendiri. Dia berpendapat bahwa realisme adalah pusat gagasan dalam pelajaran politis dan mengutamakan kebebasan republik (individu) dibawah prinsip.

Anti statis kaum liberal melihat pesan-pesan utama yang dikatakan Machiavelli’s bahwa ia berbicara atas nama suatu status yang kuat dibawah seorang pemimpin kuat, yang menggunakan maksud apapun untuk menetapkan posisinya, sedangkan liberalisme adalah suatu ideologi dari kebebasan individu dan aneka pilihan sukarela atau fakultatif.

Suhelmi, Ahmad.”Pemikiran Politik Barat (Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan)”, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Syam, Firdaus. “Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filasafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3”, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.