pemeriksaan fungsi luhur

10
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau tanggapan atas segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnya sendiri sehingga dia mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal. Termasuk di dalam fungsi luhur adalah: 1. Fungsi bahasa 2. Fungsi memori (ingatan) 3. Fungsi orientasi (pengenalan) Pemeriksaan fungsi bahasa Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa akibat kerusakan di otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otot-otot bicara, artikulasi maupun gangguan penurunan inteligensia. Ada 2 jenis afasia: 1. Afasia motorik Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi pikirannya. - Afasia motorik kortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya baik secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di cortex cerebri dominan. - Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya secara verbal namun masih dapat dengan

Upload: anne-tjan

Post on 14-Aug-2015

915 views

Category:

Documents


124 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau

tanggapan atas segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnya

sendiri sehingga dia mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal.

Termasuk di dalam fungsi luhur adalah:

1. Fungsi bahasa

2. Fungsi memori (ingatan)

3. Fungsi orientasi (pengenalan)

Pemeriksaan fungsi bahasa

Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa akibat

kerusakan di otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otot-otot

bicara, artikulasi maupun gangguan penurunan inteligensia.

Ada 2 jenis afasia:

1. Afasia motorik

Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi

pikirannya.

- Afasia motorik kortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya

baik secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di cortex cerebri

dominan.

- Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) : Penderita tidak dapat

mengeluarkan isi pikirannya secara verbal namun masih dapat dengan tulisan

maupun isyarat. Letak lesi di subcortex hemispher dominan.

- Afasia motorik transkortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi

pikirannya tetapi masih dapat membeo. Letak lesi ditranskortikalis kartek

Broca dan Wernicke.

Cara pemeriksaan:

Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai hal-

hal yang sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak bisa

disuruh menuliskan jawaban atau dengan isyarat.

Page 2: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Syarat pemeriksaan:

Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling

dimengerti.

2. Afasia sensorik

Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang

lain walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.

- Afasia sensorik kortikalis

Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk

secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke

(sensorik).

- Afasia sensorik subkortikalis

Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan secara

verbal, sedangkan tulisan dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex

Wernicke.

- "Buta kata-kata" (word Blindness)

Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa visual. Hal ini

jarang terjadi.

Cara pemeriksaan:

Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak

bisa baru diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama

dengan afasia motorik.

Gangguan bahasa lainnya

1. Apraksia

Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor.

Cara: beri perintah untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya membuka

kancing

baju,dll.

2. Agrafia

Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).

Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang didiktekan.

Page 3: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

3. Alexia

Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.

Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah

dikenalnya.

4. Astereognosia

Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.

Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan cara

merabanya.

5. Abarognosia

Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya

(perabaan).

Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.

6. Agramesthesia

Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.

Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya

dengan mata tertutup.

3. Asomatognosia

Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau kanan.

Pemeriksaan fungsi memori

Secara klinis gangguan memori (daya mengingat) ada 3 yaitu:

1. Immediate memory (segera)

2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)

3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)

Cara pemeriksaan :

1. Immediate memory

Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu

seperti mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan.

Page 4: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di

bawah ini: (disebut digit span)

3-7

2-4-9

8-5-2-7

2-8-6-9-3

5-7-1-9-4-6

8-1-5-9-3-6-7

dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.

2. Recent memory

Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari

yang lalu.

Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang

dikerjakan/dialami beberapa

menit/jam/hari yang lalu.

3. Remote memory

Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu

(bertahun-tahun).

Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa

kecilnya. (Tentunya pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).

Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar)

sedangkan memori yang dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut.

Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya

kemudian

benda - benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian penderita disuruh

mengulang

nama-nama benda tersebut.

Page 5: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Pemeriksaan fungsi orientasi

Secara klinis pemeriksaan orientasi ada 3 yaitu: Personal, tempat, waktu

Cara: penderita disuruh mengenali orang-orang yang berada di sekitarnya yang

memang dikenalnya (seperti istrinya, anak, teman, dll), Penderita juga disuruh

mengenali tempat dimana ia berada atau tempat-tempat lainnya. Penderita juga

disuruh menyebutkan waktu/saat penderita diperiksa seperti siang/malam/sore.

Catatan:

Kesemua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita yang

mempunyai kesadaran penuh atau baik dan tidak mengalami gangguan mental,

kemunduran inteligen maupun kerusakan organ-organ atau persarafan perifer yang

terkait. Harus diingat bahwa pemeriksaan fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-

fungsi cortex cerebri yang terkait.

PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI

Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik dan

sinergik dalam melakukan gerakan. Pusat koordinasi adalah cerebellum.

Gangguan koordinasi dibagi menjadi:

1. Gangguan equlibratory coordination (mempertahankan keseimbangan, khususnya pada posisi berdiri), diperiksa dengan:

a. Tes Romberg

Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat. Pertama kali

dengan mata terbuka kemudian penderita diminta menutup matanya.

Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa menyentuh

penderita. Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi.

Page 6: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

b. Tes tandem walking

Penderita diminta berjaln pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara

menempatkan satu tumit langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan,

baik dengan mata terbuka atau tertutup

2. Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari

anggota gerak, terutama gerakan halus), diperiksa dengan:

a. Finger-to-nose test.

Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan

posisi abduksi dan ektensi secara komplit, mintalah pada pasien untuk

menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-

mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik

dengan mata terbuka dan tertutup.

b. Nose-finger-nose-test

Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya,

pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dan kembali menyentuh

ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam jarak

maupun bidang gerakan.

c. Finger-to-finger test

Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan

diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu

tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan gerakan

perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.

d. Diadokokinesis

Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi

dan supinasi dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat

mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup. Diadokokinesis pada lidh

Page 7: PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

dapat dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah

atau menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin.

Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan

menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak tangan secara berselingan

bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan tepukan cepat jari-

jari tangan ke jempol.

e. Heel-to-knee-to-toe test

Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral,

kemudian diteruskan dengan mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari

kakinya. Variasi dari test ini adalah toe-finger test, yaitu penderita diminta

untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara

membuat lingkaran di udara dengan kakinya.

f. Rebound test

Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan

bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas lain, kemudian

pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta menahannya,

kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi

sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak

terpukul oleh lengan penderita sendiri bila ada lesi cerebellum.