pemeriksaan fungsi luhur
TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau
tanggapan atas segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnya
sendiri sehingga dia mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal.
Termasuk di dalam fungsi luhur adalah:
1. Fungsi bahasa
2. Fungsi memori (ingatan)
3. Fungsi orientasi (pengenalan)
Pemeriksaan fungsi bahasa
Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa akibat
kerusakan di otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otot-otot
bicara, artikulasi maupun gangguan penurunan inteligensia.
Ada 2 jenis afasia:
1. Afasia motorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi
pikirannya.
- Afasia motorik kortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya
baik secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di cortex cerebri
dominan.
- Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) : Penderita tidak dapat
mengeluarkan isi pikirannya secara verbal namun masih dapat dengan tulisan
maupun isyarat. Letak lesi di subcortex hemispher dominan.
- Afasia motorik transkortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi
pikirannya tetapi masih dapat membeo. Letak lesi ditranskortikalis kartek
Broca dan Wernicke.
Cara pemeriksaan:
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai hal-
hal yang sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak bisa
disuruh menuliskan jawaban atau dengan isyarat.
Syarat pemeriksaan:
Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling
dimengerti.
2. Afasia sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang
lain walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.
- Afasia sensorik kortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk
secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke
(sensorik).
- Afasia sensorik subkortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan secara
verbal, sedangkan tulisan dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex
Wernicke.
- "Buta kata-kata" (word Blindness)
Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa visual. Hal ini
jarang terjadi.
Cara pemeriksaan:
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak
bisa baru diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama
dengan afasia motorik.
Gangguan bahasa lainnya
1. Apraksia
Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor.
Cara: beri perintah untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya membuka
kancing
baju,dll.
2. Agrafia
Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).
Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang didiktekan.
3. Alexia
Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.
Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah
dikenalnya.
4. Astereognosia
Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.
Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan cara
merabanya.
5. Abarognosia
Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya
(perabaan).
Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.
6. Agramesthesia
Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.
Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya
dengan mata tertutup.
3. Asomatognosia
Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau kanan.
Pemeriksaan fungsi memori
Secara klinis gangguan memori (daya mengingat) ada 3 yaitu:
1. Immediate memory (segera)
2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)
3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)
Cara pemeriksaan :
1. Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu
seperti mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan.
Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di
bawah ini: (disebut digit span)
3-7
2-4-9
8-5-2-7
2-8-6-9-3
5-7-1-9-4-6
8-1-5-9-3-6-7
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.
2. Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari
yang lalu.
Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang
dikerjakan/dialami beberapa
menit/jam/hari yang lalu.
3. Remote memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu
(bertahun-tahun).
Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa
kecilnya. (Tentunya pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).
Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar)
sedangkan memori yang dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut.
Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya
kemudian
benda - benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian penderita disuruh
mengulang
nama-nama benda tersebut.
Pemeriksaan fungsi orientasi
Secara klinis pemeriksaan orientasi ada 3 yaitu: Personal, tempat, waktu
Cara: penderita disuruh mengenali orang-orang yang berada di sekitarnya yang
memang dikenalnya (seperti istrinya, anak, teman, dll), Penderita juga disuruh
mengenali tempat dimana ia berada atau tempat-tempat lainnya. Penderita juga
disuruh menyebutkan waktu/saat penderita diperiksa seperti siang/malam/sore.
Catatan:
Kesemua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita yang
mempunyai kesadaran penuh atau baik dan tidak mengalami gangguan mental,
kemunduran inteligen maupun kerusakan organ-organ atau persarafan perifer yang
terkait. Harus diingat bahwa pemeriksaan fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-
fungsi cortex cerebri yang terkait.
PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI
Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik dan
sinergik dalam melakukan gerakan. Pusat koordinasi adalah cerebellum.
Gangguan koordinasi dibagi menjadi:
1. Gangguan equlibratory coordination (mempertahankan keseimbangan, khususnya pada posisi berdiri), diperiksa dengan:
a. Tes Romberg
Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat. Pertama kali
dengan mata terbuka kemudian penderita diminta menutup matanya.
Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa menyentuh
penderita. Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi.
b. Tes tandem walking
Penderita diminta berjaln pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara
menempatkan satu tumit langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan,
baik dengan mata terbuka atau tertutup
2. Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari
anggota gerak, terutama gerakan halus), diperiksa dengan:
a. Finger-to-nose test.
Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan
posisi abduksi dan ektensi secara komplit, mintalah pada pasien untuk
menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-
mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik
dengan mata terbuka dan tertutup.
b. Nose-finger-nose-test
Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya,
pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dan kembali menyentuh
ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam jarak
maupun bidang gerakan.
c. Finger-to-finger test
Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan
diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu
tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan gerakan
perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
d. Diadokokinesis
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi
dan supinasi dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat
mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup. Diadokokinesis pada lidh
dapat dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah
atau menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin.
Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan
menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak tangan secara berselingan
bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan tepukan cepat jari-
jari tangan ke jempol.
e. Heel-to-knee-to-toe test
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral,
kemudian diteruskan dengan mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari
kakinya. Variasi dari test ini adalah toe-finger test, yaitu penderita diminta
untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara
membuat lingkaran di udara dengan kakinya.
f. Rebound test
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan
bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas lain, kemudian
pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta menahannya,
kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi
sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak
terpukul oleh lengan penderita sendiri bila ada lesi cerebellum.