budi luhur 1

32
Pemanfaatan Nilai-Nilai Luhur Warisan Budaya dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Oleh: Sindu Galba A. Pendahuluan Masyarakat dan kebudayaan adalah dua konsep yang berbeda tetapi satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Ada masyarakat ada kebudayaan. Sulit dibayangkan bagaimana sebuah masyarakat tanpa kebudayaan dan sebaliknya. Dengan kata lain, kebudayaan tidak pernah ada tanpa masyarakat pendukungnya. Fungsi kebudayaan dalam sebuah masyarakat adalah sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku (Suparlan, 1995). Ini artinya, fungsi kebudayaan dalam suatu masyarakat sangat penting (vital). Oleh karena itu, betapun sederhananya suatu masyarakat pasti akan menumbuh- kembangkannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kebudayaan, antara lain: geografis dan kesejarahan. Keadaan geografis dan kesejarahan yang berbeda pada gilirannya akan membuahkan kebudayaan yang berbeda. Padahal, kondisi geografis dan kesejarahan masyarakat kita (Indonesia) berbeda-beda. Kondisi yang demikian pada gilirannya membuat masyarakat Indonesia bersifat majemuk (Boedhisantoso, 1998). Kemajemukan itu, tidak hanya ditandai oleh adanya berbagai macam agama dan adat- istiadat, tetapi juga sukubangsa yang satu dengan lainnya mengembangkan budaya yang berberda. Budaya yang ditumbuh- kembangkan oleh orang Jawa berbeda dengan orang Minangkabau, berbeda dengan orang Batak, dan seterusnya. Melalatoa (1995) menyebutkan bahwa di Indonesia sedikitnya ada 500 sukubangsa. Kondisi masyarakat Indonesia yang multietnik dan sekaligus multikultural ini di satu pihak memang sangat membanggakan. Akan tetapi, di lain pihak justeru sulit untuk menentukan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Sesungguhnya integrasi dan jatidiri bangsa Indonesia telah dicetuskan jauh sebelum Indonesia merdeka melalui “Sumpah Pemuda”, Namun, dewasa ini justeru hal-hal yang mengarah ke disintegrasi dan disjatidiri semakin marak. Hal itu tercermin tidak hanya dari sebagian orang

Upload: ndhafebiana

Post on 02-Jul-2015

1.310 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: budi luhur 1

Pemanfaatan Nilai-Nilai Luhur Warisan Budaya dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Oleh: Sindu Galba

A. PendahuluanMasyarakat dan kebudayaan adalah dua konsep yang berbeda tetapi satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Ada masyarakat ada kebudayaan. Sulit dibayangkan bagaimana sebuah masyarakat tanpa kebudayaan dan sebaliknya. Dengan kata lain, kebudayaan tidak pernah ada tanpa masyarakat pendukungnya. Fungsi kebudayaan dalam sebuah masyarakat adalah sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku (Suparlan, 1995). Ini artinya, fungsi kebudayaan dalam suatu masyarakat sangat penting (vital). Oleh karena itu, betapun sederhananya suatu masyarakat pasti akan menumbuh-kembangkannya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kebudayaan, antara lain: geografis dan kesejarahan. Keadaan geografis dan kesejarahan yang berbeda pada gilirannya akan membuahkan kebudayaan yang berbeda. Padahal, kondisi geografis dan kesejarahan masyarakat kita (Indonesia) berbeda-beda. Kondisi yang demikian pada gilirannya membuat masyarakat Indonesia bersifat majemuk (Boedhisantoso, 1998). Kemajemukan itu, tidak hanya ditandai oleh adanya berbagai macam agama dan adat-istiadat, tetapi juga sukubangsa yang satu dengan lainnya mengembangkan budaya yang berberda. Budaya yang ditumbuh-kembangkan oleh orang Jawa berbeda dengan orang Minangkabau, berbeda dengan orang Batak, dan seterusnya. Melalatoa (1995) menyebutkan bahwa di Indonesia sedikitnya ada 500 sukubangsa.

Kondisi masyarakat Indonesia yang multietnik dan sekaligus multikultural ini di satu pihak memang sangat membanggakan. Akan tetapi, di lain pihak justeru sulit untuk menentukan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Sesungguhnya integrasi dan jatidiri bangsa Indonesia telah dicetuskan jauh sebelum Indonesia merdeka melalui “Sumpah Pemuda”, Namun, dewasa ini justeru hal-hal yang mengarah ke disintegrasi dan disjatidiri semakin marak. Hal itu tercermin tidak hanya dari sebagian orang Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI, tetapi juga sikap kita yang semakin hari semakin tidak ramah. Padahal, bangsa Indonesia telah dikenal oleh bangsa lain sebagai bangsa yang ramah. Ini artinya, kehidupan berbangsa dan bernegara kita sedang dalam “masalah”. Padahal, masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

B. Warisan BudayaBanyak definisi kebudayaan karena kebudayaan meliputi keseluruhan aspek hidup manusia. Namun demikian, apapun definisi yang hendak ditujukkan kepada kebutuhan ada satu hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu proses belajar (Galba,2009, lihat juga Koentjaraningrat, 1985, dan Poerwanto, 2002). Ini artinya, kebudayaan tidak datang dengan sendirinya; tetapi harus dipelajari sejak dini. Bahkan, ketika manusia masih dalam bentuk janin. Hal itu tercermin dari adanya berbagai tabu dan upacara yang berkenaan dengan kehamilan.

Kebudayaan bersifat dinamis (bukan statis). Artinya, ia senantiasa akan mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan pada dasarkan disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan ekternal. Perubahan yang disebabkan oleh faktor internal sering disebut perubahan secara alami. Jadi,

Page 2: budi luhur 1

kebudayaan secara alami akan mengalami perubahan. Namun, perubahan ini akan membutuhkan waktu yang relatif lama karena membutuhkan orang-orang yang brillian. Padahal, orang-orang seperti itu sangat langka. Sedangkan, perubahan yang disebabkan oleh faktor eksternal sering disebut dengan difusi (kontak-kontak dengan kebudayaan lain). Perubahan ini membutuhkan waktu yang relatif cepat. Mengingat bahwa kebudayaan cepat atau lambat akan mengalami perubahan, maka perlu adanya usaha untuk “mengarahkannya” agar kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Indonesia tidak lepas dari akarnya.

Dalam berbagai kesempatan (diskusi, seminar, dan sejenisnya) kontak-kontak kebudayaan, dalam konteks ini pengaruh budaya asing (Eropah dan Amerika) seringkali dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Malahan, ada yang mengatakan bahwa budaya “barat” merupakan salah satu faktor yang pada gilirannya membuat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita, khususnya di kalangan remaja, semakin jauh dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Akan tetapi, menurut saya pengaruh unsur-unsur budaya asing tidak perlu menjadi momok (sesuatu yang menakutkan). Mengapa? Kalau kita mau jujur sebenarnya kita banyak menyerap unsur-unsur budaya asing, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Apa yang kita pakai misalnya, bukankah pantalon (celana panjang) dan kemeja dari bangsa lain (Portugis)? Ini artinya, tidak semua unsur budaya asing menjadi masalah. Adapun yang menjadi masalah adalah dewasa ini, dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, arus budaya asing semakin deras. Hal itu masih ditambah dengan arus globalisasi di segala bidang kehidupan yang tidak bisa hindari. Sementara, mayarakat kita, khususnya remaja (maaf), belum siap dalam arti budaya. Kondisi seperti inilah yang pada gilirannya membuat remaja kita menyerap secara mentah-mentah budaya asing. Malahan, ada kecenderungan apa yang berbau asing dianggapnya sebagai sesuatu yang afdol (“lebih berbudaya”, “lebih bergengsi” ketimbang budaya sendiri). Padahal, kalau kita berbicara tentang budaya tidak ada yang lebih tinggi dan sebaliknya (relativisme budaya). Seni patung masyarakat Roma tidak lebih tinggi dari seni patung orang Asmat. Seni tari Serimpi dan tarian tradisional lainnya tidak lebih rendah dari ballet. Demikian juga, nilai-nilai luhur budaya bangsa kita tidak lebih rendah dari nilai-nilai luhur budaya bangsa lain. Masing-masing mempunyai keunikan dan atau kekhasan tersendiri yang sekaligus berfungsi sebagai jatidiri bangsa yang bersangkutan.

Wujud kebudayaan pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni: tangible (kebendaan) dan intangible (non-benda). Sesuai dengan judul makalah ini, maka yang akan dibahas pada kesempatan ini adalah wujud kebudayaan yang bersifat intangible (wujud budaya yang ideal), yaitu nilai-nilai, khususnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Wujud ini sifatnya abstrak. Ia ada di benak setiap orang’ Oleh karena tidak dapat diraba dan atau difoto. Ia baru kelihatan manakala diekspresikan atau diwujudkan dalam bentuk aktivitas (tingkah laku). Oleh karena itu, Koentjaraningrat (1985) membagi wujud kebudayaan ada tiga, yaitu wujud: ideal (sistem nilai), aktivitas (sistem sosial), dan kebendaan (materi).

Nenek moyang kita sebenarnya telah mewariskan nilai-nilai luhur1 kepada kita semua. Nilai-nilai itu antara lain: kegotong-royongan (kebersamaan), persatuan dan persatuan, saling-monghormati, kesantunan, kedemokrasian (kemufakatan), keseimbangan, kejujuran, keadilan, keramah-tamahan. Namun dewasa ini, ada kecenderungan nilai-nilai tersebut tidak atau belum diamalkan sebagaimana mestinya, sehingga kehidupan dalam bermasyarakat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan (tata tentrem kerta raharja). Bahkan, ada kecenderungan

Page 3: budi luhur 1

“dibaikan”. Hal itu antara lain tercermin dari adanya tawuran pelajar antarsekolah di berbagai tempat, terutama di ibukota. Tampaknya kekerasan tidak hanya dilakukan oleh antarpelajar pria saja; pelajar putri pun tidak mau ketinggalan sebagaimana yang terjadi di daerah Pati (Jawa Tengah). Malahan, mereka mendirikan geng yang menggunakan nama kaisar (Romawi), yaitu “Nero”2.Para demontrans juga tidak kalah serunya. Demontrasi yang mereka lakukan seringkali berujung anarkis; yang lebih memprihatikan adalah sikap dan perilaku beberapa wakil rakyat yang tidak hanya mempertontonkan perilaku yang tidak terpuji dalam sidang Pansus Century (bertengkar dan menggunakan kata-kata yang tidak pantas), tetapi juga ada yang terlibat (kalau tidak dapat dikatakan banyak yang terlibat) masalah Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Semua itu menunjukkan bahwa jatidiri bangsa kita dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sedang dalam masalah. Untuk itu, usaha atau kegiatan yang berkenaan dengan revitalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa perlu dilakukan. Salah satu diantaranya adalah kegiatan ini, yaitu Peningkatan Penanaman Watak dan Pekerti Bangsa yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan senada juga dilakukan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Yogyakarta dan BPSNT-BPSNT lainnya di Indonesia.

C. Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa dan Kehidupan Berbangsa dan BernegaraMasyarakat Indonesia adalah majemuk. Kemajemukan itu antara lain tidak hanya ditandai oleh adanya agama yang berbeda, tetapi juga sukubangsa yang satu dengan lainnya mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Ini artinya dalam masyarakat majemuk di dalamnya terdapat kebudayaan yang majemuk, yaitu: kebudayaan daerah (lokal), umum lokal, dan nasional yang penggunaannya bergantung pada suasana-suananya. Dalam suasana keluarga atau adat misalnya, acuan yang digunakan adalah budaya daerah. Kemudian, dalam suasana umum (tempat-tempat umum) acuan yang digunakan adalah budaya umum lokal. Dan, dalam suasana-suasana resmi acuan yang digunakan adalah kebudayaan nasional.

Mengingat fungsi kebudayaan adalah sebagai acuan dalam bersikap dan bertingkah laku, maka setiap sukubangsa pasti akan mengembangkan nilai-nilai yang kemudian dijadikan sebagai acuan berintekraksi dengan sesamanya. Nilai yang dikembangkan oleh suatu masyarakat bisa saja tidak sesuai dengan masyarakat lainnya. Misalnya, “meminta” pada masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang “tabu”, tetapi pada masyarakat Batak hal itu tidak menjadi masalah karena mereka mempunyai ungkapan “Kalau tidak diminta tidak akan dikasih”. Meskipun demikian ada nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu masyarakat sukubangsa dianggap baik pula oleh masyarakat sukubangsa lainnya. Nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang multietnik dan sekaligus multikultural itu sering disebut sebagai nilai-nilai luhur (adiluhung). Nilai-nilai itu, sebagaimana telah disinggung pada bagian atas, adalah: kegotong-royongan (kebersamaan), persatuan dan persatuan, saling-monghormati, kesantunan, kedemokrasian (kemufakatan), keseimbangan, kejujuran, keadilan, dan keramah-tamahan.

Setiap komunitas atau masyarakat, baik yang masih diupayakan untuk berkembang (masyarakar terasing) maupun yang sudah maju, baik masyarakat bangsa maupun masyarakat negara, pada dasarnya menghendaki suasana kehidupan yang, selaras, serasi, dan harmonis (tata tentrem kerta raharja), serta adil dan makmur (bukannya suasana kehidupan yang meresahkan). Untuk itu, perlu dikembangkan nilai-nilai luhur yang dapat mendukungnya. Nilai-nilai itu, sebagaimana telah disinggung pada bagian atas, adalah: kegotong-royongan (kebersamaan), persatuan dan

Page 4: budi luhur 1

persatuan, saling-monghormati, kesantunan, kedemokrasian (kemufakatan), keseimbangan, kejujuran, keadilan, dan keramah-tamahan. Sulit dibayangkan bagaimana sebuah masyarakat yang menghendaki kehidupan bersama yang tata tentrem kerta raharjo tanpa mengacu kepada nilai-nilai luhur budaya bangsa. Oleh karena itu, walaupun arus globalisasi di segala bidang kehidupan tidak bisa kita hindari. Namun, dalam kehidupan bermasyarakat (berbangsa dan bernegara) kita mestinya tetap berpegang pada nilai-nilai budaya bangsa. Untuk itu, nilai-nilai luhur budaya bangsa perlu ditanam-manfaatkan (dikenalkan, dihayati, dan diamalkan), tidak hanya oleh generasi muda tetapi juga generasi tua dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, di samping persatuan dan kesatuan kita tetap terjaga, kebudayaan kita tumbuh-kembangkan tidak lepas dari akarnya. Dalam konteks ini bangsa Indonesia maju, dapat berperan aktif dalam globalisasi, tetapi tetap berkepribadian bangsa Indonesia.

D. PenutupKehidupan berbangsa dan bernegara kita dewasa ini sungguh memprihatikan. Padahal, nenek moyang kita telah mewariskan nilai-nilai luhur, seperti: kegotong-royongan (kebersamaan), persatuan dan persatuan, saling-monghormati, kesantunan, kedemokrasian (kemufakatan), keseimbangan, kejujuran, keadilan, dan keramah-tamahan.

Nilai-nilai luhur budaya bangsa ada kecenderungan diabaikan oleh, tidak hanya generasi muda tetapi juga generasi tua. Padahal, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara nilai-nilai tersebut dapat dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, revitalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa perlu dilakukan agar kehidupan berbangsa bernegara kita sesuai dengan kepribadian bangsa.

Praktek Budi Luhur di   Masyarakat Posted by kholil under Perkelink Leave a Comment

Pada dasarnya manusia diciptakan disamping dalam keadaan makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa adanya bantuan dari sesamanya, sehingga perlu adanya interaksi yang positif dalam kehidupan. Antara sesama manusia mempunyai sifat saling membutuhkan. Sebagai muslim yang beriman dan hidup di lingkungan masyarakat majemuk harus dapat membawa diri dan bisa meningkatkan kepedulian sosial. Hal ini sangat penting disamping menetapi kewajiban yang telah dituntukan agama juga untuk mendapatkan simpati positif di masyarakat. Citra Islam yang rahmatan lil alamin dapat bisa terwujud. Kegiatan yang berhubungan syi’ar ibadah dan amar makruf nahi munkar dapat berjalan dengan aman dan lancar. Dengan demikian agama Islam yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Al Hadits dapat berkembang dan diterima di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai tingkat, macam sosial ekonominya.

Harus dipahami bahwa budi luhur adalah perintah agama. Sedangkan pengertian budi luhur disini adalah segala perilaku/perbuatan yang sesuai dengan peraturan agama dan menetapi peraturan pemerintah yang sah, mulai dari pemerintah tingkat pusat hingga tingkat RT serta norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat setempat.

Page 5: budi luhur 1

Untuk mewujudkan hal tersebut seorang mukmin dituntut untuk proaktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di masyarakat baik dalam bentuk materi, tenaga maupun pikiran berupa ide-ide yang positif. Sikap yang acuh tak acuh terhadap kegiatan yang ada di lingkungan sekitar justru tidak dibenarkan dalam agama, malah akan menimbulkan penilaian dan pandangan yang negatif yang pada akhirnya akan menimbulkan antipati masyarakat. Dalam penerapan budi luhur bermasyarakat tentunya harus menghindari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syari’at Islam. Rosululloh SAW telah memerintahkan kepada umatnya untuk memuliakan tetangga dan tidak menyakiti hatinya sebagaimana telah diterangkan dalam sabdanya :

جاره يؤذ فال االخر واليوم بالله يؤمن كان من

“Barang siapa yang beriman terhadap Alloh dan hari akhir maka jangnlah menyakiti tetangganya” (HR Bukhori)

مسلما تكن جاورك من جوار واحسن

“Dan berbuat baiklah pada orang yang menjadi tetanggamu maka menjadi orang Islam yang sempurna” (HR Ibnu Majah)

Berikut ini beberapa contoh penerapan sikap budi luhur dalam bermasyarakat yang tidak bertentangn dengan agama :1. Apabila bertemu dengan tetangga menyapanya2. Apabila bertemu dengan sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan dan permisi3. Apabila naik kendaraan di dalam kampung dengan kecepatan rendah dan tidak menggeber-nggeberkan gasnya4. Melayat warga yang meniggal dunia dan memberikan sumbangan sepantasnya5. Menjenguk dan membantu warga yang sakit6. Memberikan sumbangan untuk pembangunan/perbaikan rumah ibadah, jalan, pos kamling, jembatan dan lain-lain7. Ikut berperan serta dalam gotong royong dan kerja bakti8. Membantu warga yang terkena bencana alam9. Mengikuti pertemuan warga dan aktif memberikan ide-ide yang baik10. Menjaga keamanan lingkungan misalnya ronda11. Meminta ijin apabila tidak bisa mendatangi undangan acara yang sudah rutin12. Apabila ada undangan suatu acara yang bertentangan dengan syari’at Islam, hendaknya minta ijin dengan alasan yang dapat diterima dan tidak menyakitkan hati13. Berusaha menjadi penengah dalam kehidupan bermasyarakat, tidak memihak/ngeblok salah satu golongan14. Apabila mempunyai rejeki yang lebih memberi santunan kepada tetangga dan yang kurang mampu15. Menyadari kekurangan diri sendiri dan mudah memaafkan orang lainDan masih banyak contoh lagi penerapan budi luhur di masyarakat yang diajarkan oleh agama.

Dalam Al Qur’an diterangkan sebagai berikut:

Page 6: budi luhur 1

يحب الناسالله عن والعافين والغيظ والكاظمين والضراء السراء في ينفقون الذينالمحسنين“Orang-orang yang menginfaqkan dengan samar ataupun terang-terangan dan orang yang bisa menahan marah dan memaafkan dari kesalahan manusia, Alloh senang terhadap orang yang berbuat baik” (Surat Ali Imron ayat 134)

CONTOH SIKAP BUDI PEKERTI YANG LUHUR DALAM MASYARAKAT1. Apabila bertemu dengan tetangga menyapanya 2. Apabila melewati sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan dan permisi 3. Apabila naik kendaraan di kampung dengan kecepatan rendah dan tidak menggeber-geberkan gasnya 4. Melayat warga yang meninggal dan memberikan sumbangan 5. Menmbantu dan menjenguk warga yang sakit 6. Memberikan sumbangan untuk pembangunan / perbaikan rumah ibadah, jalan, pos kamling, jembatan dll 7. Ikut serta dalam gotong royong / kerja bakti 8. Membantu warga yang terkena bencana alam 9. Mengikuti pertemuan RT dan aktif memberikan ide-ide yang baik 10. Menjaga keamanan lingkungan ( misalnya ronda ) 11. Minta ijin apabila tidak dapat mendatangi undangan pada acara yang sudah rutin 12. Apabila ada undangan suatu acara yang bertentangan dengan syari’at islam, hendaknya minta ijin dengan alasan yang dapat di terima dan tidak menyakitkan hati 13. Berusaha menjadi penengah dalam kehidupan bermasyarakat, tidak memihak / ngeblok salah satu golongan 14. Apbila mempunyai rizqi yang lebih memberi santunan kepada tetangga 15. Menyadari kekurangan kita dan mudah memaafkan orang lain Mudah2an tulisan ini bermanfaat buat kita semua. Terutama dalam rangka kita membangun citra yang baik di mata masyarakat. Dan lebih penting dan mendasar lagi bahwa kita berbuat budi luhur ini tdk hanya sebatas untuk citra saja, tapi itu adalah merupakan implementasi dari keimanan kita masing2.

Artikel:PENDEKATAN PENANAMAN NILAI DALAM PENDIDIKAN

Judul: Pendekatan Penanaman Nilai Dalam PendidikanBahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.Nama & E-mail (Penulis): Trimo, S.Pd.,M.Pd. Saya Kepala Sekolah di Kabupaten Kendal Jawa Tengah Topik: Budi Pekerti Tanggal: 3 Agustus 2007

PENDEKATAN PENANAMAN NILAI DALAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAHOleh: Trimo, S.Pd.,M.Pd

Page 7: budi luhur 1

Abstrak: Secara substansial, pendidikan budi pekerti berorientasi pada pentingnya siswa memiliki sikap dan perilaku positif terhadap diri dan orang lain. Terkait dengan itu maka guru perlu mengenal berbagai pendekatan nilai, di antaranya: pendekatan penanaman nilai, pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan klarifikasi nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat. Kelima pendekatan tersebut dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa sehingga dimungkinkan guru dapat menerapkan pendekatan secara kolaboratif. Penerapan pendidikan budi pekerti perlu dilakukan secara holistic dan didisain dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.

Kata-kata kunci: pendekatan nilai, budi pekerti

PENDAHULUAN

Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti.

PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN NILAI

Setidaknya ada lima pendekatan dalam penanaman nilai yakni: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach),(2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) (Superka, et. al. 1976).

1. Pendekatan Penanaman Nilai

Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional. Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976). Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths et al. (1978) kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. Menurut beliau, setiap generasi mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan kepada generasi muda bukannya nilai, melainkan proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai dengan tempat dan zamannya.

2. Pendekatan Perkembangan Kognitif

Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan

Page 8: budi luhur 1

ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).

Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).

Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977). Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut: (1) Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya. (3) Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.

Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat berpikir adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada heteronomi.

3. Pendekatan Analisis Nilai

Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral yang bersifat perseorangan. Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut:

Langkah Analisis Nilai Tugas Penyelesaian Masalah Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait Mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait Mengumpulkan fakta yang berhubungan Mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan Menguji kebenaran fakta yang berkaitan Mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan Mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan Merumuskan keputusan moral sementara Mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan Mengurangi

Page 9: budi luhur 1

perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima

4. Pendekatan Klarifikasi Nilai

Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Ada tiga proses klarifikasi nilai menurut pendekatan ini. Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh subproses sebagai berikut:

Pertama : Memilih

1. dengan bebas

2. dari berbagai alternatif

3. setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya

Kedua : Menghargai

4. merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya

5. mau mengakui pilihannya itu di depan umum

Ketiga : Bertindak

6. berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya

7. diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup (Raths, et. Al., 1978)

5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat

Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.

Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial.

Menurut Elias (1989), walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan "moral reasoning" dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang demokratis.

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Tujuan Pendidikan Budi Pekerti adalah penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat Indonesia. Metode yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.

Page 10: budi luhur 1

Metode yang digunakan dalam Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif. Misalnya mengangkat dan mendiskusikan kasus atau masalah Budi Pekerti dalam masyarakat yang mengandung dilemma, untuk didiskusikan dalam kelas. Penggunaan metoda ini akan dapat menghidupkan suasana kelas. Namun berbeda dengan Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif di mana yang memberi kebebasan penuh kepada siswa untuk berpikir dan sampai pada kesimpulan yang sesuai dengan tingkat perkembangan moral reasoning masing-masing, dalam pengajaran Pendidikan Budi Pekerti siswa diarahkan sampai pada kesimpulan akhir yang sama, sesuai dengan nilai-nilai sosial tertentu, yang bersumber dari Pancasila dan budaya luhur bangsa Indonesia.

Metoda pengajaran yang digunakan Pendekatan Analisis Nilai, khususnya prosedur analisis nilai dan penyelesaian masalah yang ditawarkan, bermanfaat jua untuk diaplikasikan sebagai salah satu strategi dalam proses pengajaran Pendidikan Budi Pekerti. Seperti telah dijelaskan, dalam mata pelajaran ini, aspek perkembangan kognitif merupakan aspek yang dipentingkan juga, yakni untuk mendukung dan menjadi dasar bagi pengembangan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ingin ditanamkan. Hal ini sejalan dengan penegasan Haydon (1995) bahwa pengetahuan dan pemahaman konsep adalah penting dalam pendidikan moral, untuk membentuk sikap moral yang lebih stabil dalam diri seseorang.

Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Klarifikasi Nilai, dengan memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajarannya yang relevan, dapat diaplikasikan juga dalam pengajaran Pendidikan Budi Pekerti. Namun demikian, seperti dijelaskan oleh Prayitno (1994), penggunaannya perlu hati-hati, supaya tidak membuka kesempatan bagi siswa, untuk memilih nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakatnya, terutama nilai-nilai Agama dan nilai-nilai Pancasila yang ingin dibudayakan dan ditanamkan dalam diri mereka.

Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Pembelajaran Berbuat bermanfaat juga untuk diaplikasikan dalam pengajaran "PPKn/PLPS" di Indonesia, khususnya pada peringkat sekolah lanjutan tingkat atas. Para siswa pada peringkat ini lebih tepat untuk melakukan tugas-tugas di luar ruang kelas, yang dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan lingkungan, seperti yang dituntut oleh pendekatan ini.

PENUTUP

Berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang mempunyai aspek penekanan yang berbeda, serta mempunyai kekuatan dan kelemahan yang relatif berbeda pula. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan oleh berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang dapat digunakan juga dalam pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti. Hal tersebut sejalan dengan pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang proses pembelajarannya memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pelaksanaan program-program Pendidikan Budi Pekerti perlu disertai dengan keteladanan guru, orang tua, dan orang dewasa pada umumnya. Lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat juga memberikan kontribusi positif dalam penerapan pendidikan budi pekerti secara holistik.

Budi Pekerti

Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini.

Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah

Page 11: budi luhur 1

induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.

Pada saat ini dimana  sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).

Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk,  kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.

Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.

Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.

Penanaman Budi Pekerti

Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.

Dirumah dan keluargaSejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.

Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).

Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya)

Page 12: budi luhur 1

adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.

Bahasa kromo dan ngokoPada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.Kromo                     : Kulo bade kesah.Ngoko                     : Aku arep lunga.

Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.

Ora ilok, suatu kearifanOrang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal, mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.

Tembang yang bermakna

 

 

 

 

Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak

Page 13: budi luhur 1

dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).

Atau doa dan  permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).

Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.

Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.

Peduli LingkunganPendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih  dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.

Page 14: budi luhur 1

Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.

Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.

Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.

Pendidikan formalSelain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.

Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan  dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.

Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.

Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.

 

 

Etika PergaulanSebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.

Page 15: budi luhur 1

Pelajaran dari cerita wayangCerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum.Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.

Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :

1. Didunia ini ada baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.

2. Ikutilah contoh dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur, jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan. Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.

3.

Jangan mencontoh sikap para Korawa,seratus orang putra Destarata,yaitu Duryudana dan adik-adiknya beserta kroni-kroninya. Mereka itu tidak jujur, serakah mencari kekayaan materi dan kekuasaan, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.Mereka digambarkan sebagai raksasa. Raksasa dalam bahasa Jawa adalah Buto artinya buta, tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat, yang salah dan yang benar.

4. Dari epoch Ramayana, Prabu Rama, Anoman dan anah buahnya punya watak satria luhur, sebaliknya Rahwana, Sarpakenaka adalah raksasa-raksasa yang rakus dan keji, tanpa rasa kemanusiaan.

5. Penghuni Alam Raya ini tidak hanya manusia, hewan dan mahluk yang kasat mata, tetapi juga ada mahluk-mahluk lain yang biasanya disebut mahluk halus, ada yang baik dan ada yang jahat wataknya.

6. Ada alam Kadewatan yang dihuni dewa dewi yaitu di Kahyangan. Penguasa Jagat Raya adalah Sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara Guru.

7. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugerah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan Tuhan, Sang Pencipta.Garis kehidupan manusia sesuai ketentuan yang diketahui dan diizinkan Tuhan.Titah bisa berkomunikasi dengan Sang Penguasa Jagat Raya, Tuhan melalui perantaraan dewa dewi ataupun secara langsung. Ini tentu merupakan anugerah Gusti kepada titahnya yang terpilih, tidak sembarang orang.Pemberitahuan Ilahi juga bisa diterima melalui wahyu secara langsung ataupun lewat mimpi.Dalam cerita wayang, seseorang bisa dikontak oleh utusan Kahyangan setelah bertapa ditempat yang sepi untuk beberapa saat(.Dewa-dewi dalam pengertian lain bisa disebut Malaikat atau Angels).

8. Manusia yang sudah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dibumi ini oleh Sang Pencipta, tidak layak kalau menyia-nyiakan hidupnya. Dia harus menjadi manusia yang berbudi

Page 16: budi luhur 1

pekerti, melaksanakan darma anak manusia untuk memayu hayuning bawana . ( Melestarikan bumi dan mempercantik kehidupan dibumi.)

                                                                            .Legenda –legenda tanah Jawa menggambarkan :

1. Adanya raja-raja dan penguasa yang adil dan tidak adil;ada yang baik, bijak, tetapi ada juga yang bengis dan kejam.’

2. Kejujuran dan kelicikan.3. Pahlawan dan pengkhianat4. Negeri aman, adil makmur dan negeri yang serba semrawut dan kacau.5. Kekuasaan untuk rakyat dan penyalahgunaan kekuasaan. 6. Masyarakat adil makmur tata tentram kerta raharja adalah suasana kehidupan masyarakat yang

didambakan orang Jawa.

Tatakrama dan Tata Susila

Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.

Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :

1.

Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo, yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena minuman keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.

2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan semua harta milik itu tidak kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.

3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar adalah

Page 17: budi luhur 1

dikarenakan oleh sikap manusia’Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.

4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.

5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat.Sikap yang demikian ,mudah menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar.

6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain : sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional ,bahkan internasional.

Kembali ke Budi Pekerti

Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang  baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya  para politikus.  Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang  : Ini zaman edan !

Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin  lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.

Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada  sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ). 

Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.

Page 18: budi luhur 1

Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan proses belajar budi pekerti / akhlak di sekolah mempersyaratkan adanya dukungan dari institusi di luar sekolah. Dalam hal ini orang tua, lingkungan masyarakat memberikan ruangan kondusif bagi proses penanaman dan pembentukan budi pekerti.Tiga unsur penting dalam pendidikan yaitu: (1) Pendidikan merupakan upaya pengembangan kemampuan pribadi dan prilaku, (2) Pendidikan merupakan proses sosial untuk yang ditujukan bagi penguasaan ketrampilan sosial dan perkembangan diri melalui wahana yang terselesai dan terkontrol, (3) Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memusatkan pada proses perubahan pribadi atau paling tepat pembentukan watak manusia.B. Rumusan Masalah C. Penegasan Istilah1. Pendidikan Budi Pekerti 2. Budi Pekerti 3. Kepribadidian Perseorangan4. Siswa Sekolah Dasar

D. Tujuan

E. Manfaat 1. Teoritis2. Praktisa. Bagi Guru SDb. Bagi Siswa SDc. Bagi Kalayak UmumF. Sistematika Tugas Akhir Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan dan sistematika penulisan tugas akhir.Bab II Kajian teori dan pembahasan, berisi tentang A. Kajian teori tentang pendidikan budi pekerti meliputi pengertian pendidikan budi pekerti, unsur-unsur esensial budi pekerti. B. Kajian teori tentang kepribadian, dasar-dasar kepribadian, teknik mengukur kepribadian, keadaan yang menghasilkan perubahan kepribadian. C. Penanaman pendidikan budi pekerti terhadap kepribadian siswa di SD.Bab III Penutup berisi simpulan dan saran.DAFTAR PUSTAKA, LAMPIRAN-LAMPIRAN DAN BIODATA

BAB IIKAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

Page 19: budi luhur 1

A. Kajian Teori Tentang Pendidikan Budi Pekerti 1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti 2. Unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti a. Perkembangan Kognitif Piaget(1) Periode Sensorimotorik (0 – 11/2 tahun)(2) Peride Operasi Awal (11/2 – 7 tahun)(3) Periode Operasi Konkrit (7 – 12 tahun)(4) Periode Operasional formal (12 tahun ke atas)b. Taraf Perkembangan Moral Kohlbergc. Empati d. Kecerdasan Emosional3. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budi Pekerti a. Nilai dan diskripsi/ indikator pendidikan budi pekerti di sekolah dasarb. Nilai-nilai esensial budi pekerti 4. Metode Pendidikan Budi Pekerti a. Metode Demokrasib. Metode Perencanaan Bersama c. Metode Siswa aktifd. Metode Keteladanan e. Metode Live Inf. Metode Penjernihan Nilai 5. Penilaian dalam Pendidikan Budi Pekerti B. Kajian Teori Tentang Kepribadian1. Pengertian Kepribadian2. Dasar-Dasar Kepribadian Manusia a. Kepribadian Populer (Saguini)b. Keperibadian Kuat (Koleris)c. Keperibadian Sempurna (Malenkolis)d. Kepribadian Damai (Phlegmatis)a. Sagunis Pupulerb. Koleris Kuatc. Melankolis Sempurnad. Phlamatis Damai3. Tekhnik Mengukur Kepribadiana. Teknik verbal b. Teknik visualc. Tes Lam Yang Menggunakan Teknik Visual d. Teknik menggambar 4. Keadaan Yang Menghasilkan Perubahan Kepribadiana. Dua individu berhubungan secara psikologikb. Seorang dari padanya kita namakan konseli berada di dalam keadaan tidak kongruen serta mengalami kecemasan.c. Seorang lagi kita namakan konselor, berada di dalam kongruen.d. Konselor menerima konselingnya tanpa suatu syarat atau prasangkae. Konselor dapat merasakan apa yang dirasakan, dipersepsi dan di alami oleh konseli, dan berusaha menyampaikan perasaannya, persepsinya dan pengalamannya kepada konseli.

Page 20: budi luhur 1

f. Konseli diharapkan dapat merasakan, mempersepsi dan mengalami bahwa konselor memang bersedia menerimanya tanpa syarat dan memang berusaha merasakan, mempersepsi dan mengalami apa yang dirasakan, dipersepsi dan dialami konseli.C. Penanaman Pendidikan Budi Pekerti Terhadap Kepribadian Siswa di SDBAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang di sadari dan dilaksanakan senbagi budi pekerti ini hanya dapat diperoleh melalui peroses yang berjalan sepanjang hidup manusia.Budi pekerti di dapat melalui proses internalisasi dari apa yang diketahui yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupam bersama umat manusia. Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal dengan direncanakan dan dirancang secara matang.Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai esensial dan diskripsi budi pekerti, serta metode penyampaian kegiatan yang dapat digunakan dan ditanamkan. Nilai-nilai yang ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak.Keperibadian mencakup semua kualitas khusus yang dimiliki orang yang mambuatnya berbeda dan orang lain, pesona, energi, disposisi sikap temperamen, kepandaian serta perasaan dan perilaku yang ditunjukkan, estimasi kepribadian penting untuk mendiskripsikan dan memahami perilaku.

B. Saran 1. Bagi Kepala Sekolah Untuk memberikan pengawasan secara optimal kepada seluruh warga sekolah berhubungan dengan perilaku warga sekolah sehubungan dengan perilaku warga lingkungan sekolah.2. Bagi Guru Untuk memberikan keteladanan dan pengawsan kepada para peserta didik.3. Bagi Siswa Untuk menerapkan setiap butir budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan sekolah dan juga di luar sekolah 4. Bagi Kalayak Umum Mampui memahami pendidikan budi pekerti yang mana nantinya dapat tercermin dalam perikau baik dalan kehidupan sehari-hari.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2094267-contoh-makalah-pendidikan-budi-pekerti/#ixzz1KXfT8dS6Budi Pekerti Harus Diteladankan, Bukan Diajarkan Jumat, 30 Januari 2009 | 14:24 WIBA A A

BUDAYA kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia sekolah belakangan ini semakin terasa. Banyak oknum anak didik yang sering dinilai  kurang memiliki sopan santun

Page 21: budi luhur 1

baik di sekolah, di rumah maupun  masyarakat. Lebih dari itu anak-anak tersebut juga sering terlibat tawuran,  kasus obat-obatan terlarang dan tindakan negatif lainnya.

Pandangan yang terlalu simple menganggap bahwa kemerosotan akhlak, moral dan etika peserta didik tersebut disebabkan karena gagalnya pendidikan agama (Islam) di sekolah. Pendidikan agama  dituding telah gagal dan mandul  membentuk akhlak dan  kepribadian siswa.

Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama di sekolah memang memiliki kelemahan-kelemahan, sejak dari jumlah jam pelajaran yang sangat minim, juga materi  yang terlalu menekankan pada aspek teoritis dan kognitif semata. Beberapa waktu ke belakang ada wacana untuk menambahkan mata pelajaran pendidikan budi pekerti di sekolah dalam rangka menanggulangi perkembangan negatif anak didik tersebut.

Pendidikan budi  pekerti adalah suatu proses pembentukan  perilaku atau watak seseorang, sehingga dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dan mampu menerapkannya dalam kehidupan. Pendidikan budi pekerti pada hakikatnya merupakan konsekuensi tanggung jawab  seseorang untuk  memenuhi suatu kewajiban.

Budi pekerti lahir karena fakta, persepsi atau kepedulian  untuk melakukan hubungan sosial secara harmonis melalui perilakunya. Parameter budi pekerti yang luhur adalah kesesuaiannya dengan norma, etika, dan ajaran agama yang dianut suatu masyarakat.

Pelaksanaan pendidikan budi pekerti  di sekolah  dapat dilakukan melalui dua  pendekatan. Pertama, melalui integrasi dengan  pelajaran yang memiliki pokok bahasan yang sesuai seperti Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan cara menambah materi titipan.

Kedua, melalui pendekatan modeling, imitasi atau keteladanan (uswah) yang dilakukan oleh guru. Jika guru menggunakan cara yang pertama, maka guru berfungsi sebagai pengajar, sedangkan jika cara yang kedua  yang digunakan maka guru berfungsi sebagai pendidik (Suwandi, 2000).

Budi pekerti merupakan perilaku (behaviour), bukan  pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasi oleh anak didik, maka harus diteladankan bukan diajarkan. Sehingga pendekatan yang kedua lah yang lebih tepat untuk menjalankan pendidikan budi pekerti ini.

Pendidikan Budi Pekerti dalam PAI Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan mata pelajaran normatif yang berusaha membentuk manusia yang beriman dan bertakwa dengan cara mengajarkan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Cakupan materi dalam PAI di sekolah adalah seluruh unsur ajaran dalam Islam dalam skala yang kecil.

Seluruh materi yang ada dalam PAI sejatinya mengajarkan peserta didik agar memiliki budi pekerti yang luhur, karena memang tujuan PAI adalah sejalan dengan pendidikan budi pekerti yaitu membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Page 22: budi luhur 1

Pendidikan akhlak merupakan bagian integral dari materi PAI  yang memiliki peran sentral dalam rangka pembinaan moral anak didik.  Muatan-muatan akhlak dalam PAI jika diterapkan melalui pembelajaran yang tepat, akan dapat menjadi sarana pendidikan budi pekerti. Beberapa materi akhlak dalam PAI adalah tentang akhlak terpuji dan tercela dengan berbagai contoh dan aplikasinya dalam kehidupan.

Etika bermasyarakat, seperti bertetangga, bertamu, berbusana dan bergal dengan  juga menjadi materi yang diajarkan dalam PAI. Bahkan akhlak manusia terhadap tumbuhan dan hewan pun menjadi bahasan dalam  PAI.

Dalam tataran  yang lebih luas, sejatinya semua materi yang ada dalam PAI, mulai dari aqidah, ibadah, muamalah, dan seterusnya dapat diejawantahkan menjadi sarana  pendidikan budi pekerti.

Dengan demikian, konsep pendidikan budi pekerti sebenarnya sudah include dalam PAI terutama materi akhlak. Yang harus dilakukan sekarang adalah lebih serius mengelola proses pembelajaran sehingga dengan keterbatasan jumlah jam PAI yang ada dapat memberikan kontribusi maksimal dalam pembentukan budi pekerti anak didik.

Semua pihak sepakat bahwa budi pekerti dan moralitas anak didik sekarang ini akan menentukan nasib bangsa ini di masa yang akan datang, sehingga menjadi sebuah harga mati untuk membentuk budi pekerti yang luhur pada anak-anak kita. (*)