pembuktian terbalik dalam persidangan tindak …skripsi.narotama.ac.id/files/12105067 - i wayan...

11
T E S I S PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan sebagai tugas akhir Untuk memperoleh gelar Magister Hukum Bidang Studi Hukum Bisnis OLEH : I WAYAN SULANDRA NIM 12105067 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVESITAS NAROTAMA S U R A B A Y A 2007

Upload: tranhanh

Post on 15-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

T E S I S

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGANTINDAK PIDANA KORUPSI

Diajukan sebagai tugas akhir Untuk memperoleh gelar Magister Hukum

Bidang Studi Hukum Bisnis

OLEH :

I WAYAN SULANDRA NIM 12105067

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVESITAS NAROTAMA

S U R A B A Y A2007

KARYA ILMIAH

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGANTINDAK PIDANA KORUPSI

OLEH :

I WAYAN SULANDRA NIM 12105067

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVESITAS NAROTAMA

S U R A B A Y A2007

PORM PENGAJUAN TESIS

N a m a : I WAYAN SULANDRA.

NIM : 12105067.

Judul : Efektifitas Pembuktian Terbalik Dalam Penyidikan

Tindak Pidana Korupsi.

Disen Pembimbing yang diajukan :

DR. Sadjijono,SH, M.Hum

Surabaya, 3 Maret 2007

Yang mengajukan

I WAYAN SULANDRA

PORM PENGAJUAN TESIS

N a m a : I WAYAN SULANDRA.

NIM : 12105067.

Judul : Efektifitas Pembuktian Terbalik Dalam Penyidikan

Tindak Pidana Korupsi.

Disen Pembimbing yang diajukan :

DR. Sadjijono,SH, M.Hum

Surabaya, 3 Maret 2007

Yang mengajukan

I WAYAN SULANDRA

RINGKASAN

Rumusan tindak pidana korupsi berasal dari rumusan pasal 1 ayat 1 sub a undang-undang Nomor 3 tahun 1971, dan diadakan penyederhanaan dengan membuang unsur / anak kalimat “yang secara langsung atau tidak langsung” (dalam kontek merugikan keuangan negara atau perekonomian negara). Selain itu juga, tidak lagi mencantumkan unsur kesalahan berupa :”diketahui atau patutdisangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” sehingga didalam rumusan yang baru ini tidak terdapat unsur subyektif – kesalahan, semua unsur bersifat obyektif. Perubahan seperti itu menyebabkan cakupan rumusan menjadi bertambah luas dan pengertiannya bertambah abstrak.

Rumusan tindak pidana korupsi merupakan rumusan yang paling abstrak dibandingkan rumusan tindak pidana lainnya, sehingga cakupannya sangat luas. Diharapkan dengan luasnya rumusan ini sangat banyak perbuatan pidana yang dapat masuk kedalam rumusan ini. Dengan rumusan yang sangat luas memang membuka peluang untuk diperdebatkan karena memang multi taksir dalam rangka penerapannya dilapangan. Segi positif dari rumusan seperti ini adalah “cakupannya sangat luas” sehingga lebih mudah menjerat sipelaku dan lebih mudah mengikuti perkembangan masyarakat melalui penafsiran hakim. Segi negatifnya “mengurangi kepastian hukum akibat terbukanya peluang dan kecendrungan yang lebih luas bagi hakim”.

Dalam hal dapat mendatangkan kerugikan keuangan negara dibuktikan olek Jaksa Penuntut Umum bahwa menurut logika kekayaan yang diperoleh oleh terdakwa tidak seimbang dengan sumber penghasilannya yang sah, akan tetapi dalam ulasan pembuktian terbalik terdakwa berkewajiban membuktikan bahwa harta yang dimilikinya semua berasal dari penghasilannya yang sah.

Dalam praktik, selalu ada kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, walaupun sebenarnya kerugian negara itu perlu nyata-nyata sudah timbul, karena perbuatan memperkaya diri sendiri baru dapat terwujud secara sempurna apabila kekayaan telah diperoleh dari perbuatan korupsi itu. Dengan kata lain disatu pihak (terdakwa) memperoleh kekayaan dan dilain pihak negara dirugikan akibat perbuatan itu. Dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yo undang-undang nomor 20 tahun 2001 cakupannya tidak hanya merugikan keuangan negara tapi jauh lebih luas seperti Gratifikasi.

Istilah melawan hukum menggambarkan suatu pengertian tentang sifat tecelanya atau sifat terlarangnya suatu perbuatan. Perbuatan yang tercela adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum yaitu terdakwa tidak berhak untuk melakukan perbuatan dalam rangka memperoleh atau menambah kekayaan dengan cara melakukan perbuatan melawan hukum. Setiap subyek hukum berhak untuk memperoleh dan menambah kekayaannya, tapi tidak dengan cara melakukan perbuatan melawan hukum.

Dilihat dari sumbernya atau asal sifat terlarangnya melawan hukum dapat dibagi menjadi dua yakni : 1. Jika yang melarang itu hukum tertulis disebut melawan hukum formil karena bertumpu pada

atauran tertulis atau peraturan perundang-undangan.2. Jika sifat terlarangnya berasal dari masyarakat (berupa kepatutan dan nilai-nilai keadilan yang

hidup di masyarakat) maka sifat demikian disebut melawan hukum materiil.Sifat melawan hukum dalam tindak pidana korupsi sebagaimana ditegaskan dalam

penjelasan umum, maupun dalam pasal 2 undang-undang nomor 31 tahun 1999 mempunyai arti ganda yaitu melawan hukum formil maupun materiil. Penjelasan seperti ini dapat mempermudah

pembuktian tentang keberadaan sifat tercelanya suatu perbuatan memperkaya diri sendiri, hal ini menimbulkan penafsiran yang begitu luas sehingga Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan menghilangkan sifat melawan hukum materiil dan kini hanya berlaku sifat melawan hukum pormil sehingga ada kepastian hukum.

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL………………………………………………………………………. i

LEMBARAN PENGESAHAN ……………………………………………….. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………. iii

RINGKASAN ………………………………………………………………. iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

1. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1

2. Rumusan Masalah ………………………………………………… 7

3. Tujuan Penulisan …………………………………………………. 7

4. Manfaat Penulisan ………………………………………………… 8

5. Tinjauan Pustaka ………………………………………………. 8

6. Metode Penelitian ………………………………………………… 12

a. Sumber Bahan Hukum ………………………………………… 12

b. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ………………………… 13

c. Analisa Bahan Hukum …………………………………………. 13

7. Sistimatika Penulisan …………....……………………………….. 13.

BAB II LANDASAN YURIDIS PEMBUKTIAN TERBALIK

DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI …………. 15

1. Landasan Yuridis Pembuktian Terbalik…………………………. 15

2. Teori Pembuktian………………………………………………... 17

3. Pembuktian Terbalik Terbatas dan Berimbang…………………… 28

4. Rumusan Tindak Pidana Korupsi ………………………………... 31

5. Pertanggung Jawaban Subyek Tindak Pidana Korupsi …………… 36

6. Pembagian Tindak Pidana Korupsi ……………………………….. 44

7. Peran Serta Masyarakat………………………………………….. 48

BAB III MEKANISME PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK TINDAK

PIDANA KORUPSI. ……………………………………………….. 53

1. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi …………………… 53

2. Sistim Pembebanan Pembuktian TPK …………………………. 57

3. Mekanisme Pembuktian Terbalik TPK ………………………… 59

4. Mekanisme Penerapan Pembuktian terbalik dalam Gratifikasi …. 67

5. Sistim pembebanan Pembuktian Terbalik Harta Benda yang belum

Dipersangkakan. …………………………………………………. 76

BAB IV PENUTUP …………………………………………………………. 80

1. Kesimpulan …………………………………………………. 80

2. Saran …………………………………………………………. 81.

DAFTAR PUSTAKA

1. Literatur.

Adami Chazawi 2006 “Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”.Alumni Bandung.

Adami Chasawi.2005, “Hukum Pidana Materiil dan Formil” Jakarta Bayumedia .

Andi Hamzah.1985 “Hukum Acara Pidana Indonesia” Jakarta Bayumedia

B,de Bosh-Kemper dalam R Trisna 1966, “Komentar atas Hukum Acara Dalam Pemeriksaan Pengadilan”. Jakarta.

Berda Nawawi Arief, 2003 “Kapita selecta hukum pidana”, PT Citra Aditya B, Bandung

Darwam Prinst 2002 “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, PT.Citra Aditya Bakti Bantung.

Laden Marpaung 1992 “Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya” Sinar Grafika Cetakan Pertama Jakarta.

Muchtar Kusuma Atmadja 1976 “Hubungan Hukum dengan Masyarakat” Jakarta Sinar Grafika.

Mulyatno 1978 “KUHP Terjemahan Mulyatno” Jakarta Bina Aksara.

Mulyatno, 1984 “Azas-azas Hukum Pidana”, Jakarta Bina Aksara.

Martiman Prodjohamidjojo 1993 “ Pembahasan Terori Hukum Acara Pidana Dalam Terori dan Praktek”. Jakarta Pradnyaparamita.

Martiman Prodjohamidjojo 2001 “Landasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek” Cv Mandar Maju Bandung.

M.Yahya Harahap, 1985 “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP” PT Sinar Grafika Jakarta Edisi Kedua.

Laden Marpaung 1992, “Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya” PT Sinar Grafika Cetakan Pertama Jakarta.

R.Wiryono, 2005 “Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. Sinar Grafika Jakarta.

Soeryono Soekamto. 2004, “Efektitas Hukum dan Sanksi”, Jakarta Remaja Karya

Soetanto Soepiandhy 2004, “Meredesain Konstitusi” PT.Kepel Press Cet.Pertama

2. Perundang – undangan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 3 tahun 1971, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korups.

Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Berwibawa.