pemberian pendapat dan pertimbangan badan pemeriksa keuangan kepada pemerintah pada kasus bail-out...

17
Pemberian Pendapat dan Pertimbangan Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah pada Kasus Bail-Out Bank Century Seminar Pemeriksaan Keuangan Negara Tugas Individu - Akhir Semester Ellen Maharani IX C 09 09460004964

Upload: ellenmaharani

Post on 27-Jul-2015

514 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bail-out Bank Century menjadi sebuah fenomena yang mengemuka. Badan Pemeriksa Keuangan sebagai auditor eksternal pemerintah mau tidak mau harus ikut campur di dalamnya. Kewenangan yang ada meliputi pemberian pendapat dan pertimbangan atas kasus tersebut.

TRANSCRIPT

Page 1: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

Pemberian Pendapat dan Pertimbangan Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah

pada Kasus Bail-Out Bank Century

Tugas Individu - Tengah Semester

Ellen Maharani IX C – 09

09460004964

Seminar Pemeriksaan Keuangan Negara

Tugas Individu - Akhir Semester

Ellen Maharani IX C – 09

09460004964

Page 2: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

i

ABSTRAKSI

Setiap pihak memiliki persepsi masing-masing atas kasus Bail-Out Bank Century.

Fakta yang pasti adalah Komite Stabilitas Sistem Keuangan telah mengeluarkan sekitar

enam trilun rupiah untuk mencegah agar bank yang mengalami masalah tersebut tidak

ditutup dengan alasan akan memberikan dampak sistemik bagi perbankan nasional secara

keseluruhan. Kebijakan Bail-Out didasarkan pada data dan informasi yang diberikan oleh

Bank Indonesia. Beberapa pihak yang berada di sisi kontra percaya bahwa Bank Century

hanyalah pasir dalam luasnya pantai perbankan nasional. Namun di sisi pihak yang

mendukung, kondisi makroekonomi dan perbankan nasional yang sangat rentan dan tertekan

saat itu justru yang memaksa kebijakan Bail-Out dilaksanakan. Adanya potensi kerugian

negara dalam jumlah yang tidak sedikit, mau tidak mau menyeret Badan Pemeriksa

Keuangan untuk turun tangan dalam bentuk pemeriksaan investigatif atas hipotesis publik

yang mengemuka bahwa kebijakan Bail-Out bukanlah keputusan yang tepat.

Temuan hasil pemeriksaan investigatif mendukung hipotesis publik yang telah mengemuka.

Pendapat dan pertimbangan yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan pun mengarah ke

pernyataan tersebut.

Keywords : Bail-Out, Badan Pemeriksa Keuangan, Pendapat, Pertimbangan, Temuan.

Page 3: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

ii

DAFTAR ISI

Cover

Abstraksi ............................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................... ii

Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

Metode Penulisan dan Pembatasan Masalah ........................................................................ 2

Landasan Teori...................................................................................................................... 2

Pengertian Pendapat ......................................................................................................... 2

Pengertian Pertimbangan ................................................................................................. 2

Ketentuan atas Pendapat dan Pertimbangan .................................................................... 3

Data dan Fakta ...................................................................................................................... 4

Perekonomian Global ....................................................................................................... 4

Perekonomian Nasional ................................................................................................... 4

Kondisi Perbankan ........................................................................................................... 5

Kondisi Bank Century dan Kebijakan Bail-Out ............................................................... 6

Pembahasan........................................................................................................................... 7

Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century ................ 7

Analisis Dampak Sistemik ............................................................................................... 10

Penghitungan Biaya Bail-Out Bank Century ................................................................... 11

Politisasi Pendapat dan Pertimbangan BPK ..................................................................... 11

Kesimpulan ........................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka

Page 4: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

1

A. Pendahuluan

Sebelum membahas perihal Pemberian Pendapat dan Pertimbangan Badan Pemeriksa

Keuangan kepada Pemerintah pada Kasus Bail-Out Bank Century, terlebih dahulu akan

dipaparkan latar belakang pemberian pendapat dan pertimbangan oleh lembaga pemeriksa

pemerintah dan pembatasan pembahasan masalah dalam jurnal ini.

1. Latar Belakang

Leo Herbert memperkenalkan teori keseimbangan antara auditor, auditee dan pihak

yang meminta pertanggungjawaban. Pemerintah sebagai pihak yang diberikan amanat

untuk mengelola keuangan negara harus melaporkan akuntabilitas pengelolaan keuangan

negara kepada publik yang diwakili oleh DPR. Informasi yang dimuat dalam laporan

akuntabilitas tersebut harus dapat diyakini keandalannya. Oleh karena itu, dibutuhkan

pihak yang independen untuk memberikan atestasi atas informasi tersebut, dengan cara

melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang mempertanggungjawabkan pengelolannya.

Pemeriksaan atas pengelolaan dan akuntabilitas keuangan negara dilaksanakan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai auditor eksternal yang independen dari

pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK kemudian disampaikan kepada DPR. Di samping

itu, apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana

atau kerugian negara, maka BPK wajib melaporkan hal tersebeut kepada aparat penegak

hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Teori keseimbangan ini, tidak berjalan sebagaimana mestinya sejak bertahun-tahun

yang lalu di Indonesia. Kedudukan dan wewenang BPK kemudian diperjelas melalui

paket undang-undang keuangan negara sebagai badan pemeriksa eksternal pemerintah.

“BPK has also played an active role in supporting the government by being the

subject expert in publishing a package of three regulations, namely Law No. 17

2003 on State Finance, Law No. 1 2004 on the State Treasury and Law No. 15 2004

on State Finance Management and Accountability Audit, enabling BPK to play a

larger role in supporting the government’s effort to improve the management of

state finances and make them more efficient, economic, effective, transparent and

accountable by In light of the state objectives of national justice and prosperity, as

mandated in the Preamble of the 194 5 Constitution of the Republic of Indonesia,

BPK did not think Law No. 5 1973 on the Audit Board of the Republic of Indonesia

contributed to the development of government at either central or local level. The

House of Representatives and government therefore enacted Law No. 15 2006 on

the Audit Board of the Republic of Indonesia“ ( peer review of the audit board of

the republic of indonesia, 55).

Perubahan ini semakin meningkatkan urgensi atas pentingnya pemberian pendapat dan

pertimbangan BPK kepada pemerintah. Dimana masa lalu, pemberian pendapat dan

Page 5: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

2

pertimbangan ini tidak dapat dilakukan, mengingat tidak adanya objek pemeriksaan

(laporan keuangan pemerintah tidak tersedia), pembatasan ruang lingkup pemeriksaan

sampai pengebirian dari fungsi yang semestinya. Sejak hadirnya paket undang-undang

keuangan negara, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemeriksaan keuangan negara

telah menjadi amanat undang-undang yang harus dipatuhi demi terwujudnya

akuntabilitas dan transparasi yang menjadi tuntutan publik, terutama bagi kasus-kasus

yang mengindikasikan adanya kerugian negara di dalamnya.

2. Metode Penulisan dan Pembatasan Masalah

Jurnal ini disusun dengan metode analisis teoritis dengan didukung data sekunder

yang diperoleh dari jurnal, peraturan perundang-undangan dan observasi informasi

melalui situs online yang sekiranya mendukung pembahasan dan analisis. Jurnal ini akan

dibatasi hanya mengenai Pemberian Pendapat dan Pertimbangan Badan Pemeriksa

Keuangan kepada Pemerintah pada Kasus Bail-Out Bank Century.

B. Landasan Teori

Teori keseimbangan yang menjelaskan hubungan auditor, auditee dan pihak yang

meminta pertanggungjawaban telah mengawali urgensi pentingnya Pendapat dan

Pertimbangan BPK kepada Pemerintah. Berikut akan dipaparkan mengenai definisi-definisi

atas kata kunci yang kerapkali digunakan yaitu pendapat dan pertimbangan serta ketentuan

yang melimitasinya.

1. Pengertian Pendapat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendapat berarti “Anggapan, buah pemikiran

atau perkiraan tentang sesuatu, kesimpulan setelah menyelidiki dan

mempertimbangkan”. Menurut Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15

Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK dapat memberikan pendapat

kepada DPR, Pemerintah Pusat, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha

Milik Negara, Badan Layanan Umum di lingkup pemerintah pusat, Yayasan, dan

lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya. Pendapat yang

dimaksud lebih luas lagi dari sekadar opini. Pendapat dapat diberikan BPK kepada objek

dengan tujuan perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi,

likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan

bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

2. Pengertian Pertimbangan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pertimbangan berarti “pendapat tentang baik-

buruk”. Masih di bagian yang sama Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia

Page 6: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

3

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK dapat memberikan

pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai

kerugian negara/daerah.

3. Ketentuan atas Pendapat dan Pertimbangan

Pendapat dan Pertimbangan dalam jurnal ini diartikan secara sempit khusus bagi

pemeriksaan investigatif yang dilakukan on-call jika dibutuhkan oleh pihak yang

meminta pertanggungjawaban dalam hal ini DPR terkait dengan adanya potensi kerugian

negara. Untuk dapat memberikan pendapat dan pertimbangannya kepada pemerintah

dalam jurnal ini khususnya DPR, BPK harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, yaitu :

a. Bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan

organisasi sehingga hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan

dipandang tidak memihak oleh pihak manapun serta bebas dari tekanan politik

(Independensi dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 01 Standar Umum; Halaman

24).

b. Dilaporkan dalam laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil

pemeriksaan guna menghindari kesalahpahaman, bahan untuk melakukan tindakan

perbaikan oleh instansi terkait, serta memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk

menentukan pengaruh (Bentuk Pelaporan dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 05

Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja; Halaman 82). Pelaporan ini harus bebas

dari communication gap. Sebagaimana dinyatakan bahwa :

The utility of BPK’s reports to its stakeholders would be improved if the causes

and effects of findings and opinions were clarified. Parliament (DPR)

generally has only a limited interest in BPK’s reports because they are too

technical and there are no sanctions. To enhance the impact of its reports,

BPK recently organised a two-month tv series to provide an explanation of

several of its audit reports. (Communication on Peer Review of the Audit

Board of the Republic of Indonesia, page 12)

c. Bukti harus cukup, kompeten, dan relevan (Pengujian Bukti dalam Pernyataan

Standar Pemeriksaan 04 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja; Halaman 75)

yang disertai dengan dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja

pemeriksaan terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan dengan

tujuan mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan

Page 7: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

4

(Dokumentasi Pemeriksaan dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 02 Standar

Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan; Halaman 42).

d. Faktor kuantitatif dan kualitatif mengenai signifikan atau tidaknya ketidakpatutan

yang mungkin terjadi dan apakah pemeriksa perlu untuk memperluas langkah dan

prosedur pemeriksaan mengenai indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari

ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri

proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya

(Ketidakpatutan dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 06 Standar Pelaksanaan

Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; Halaman 103).

e. Dalam memberikan pertimbangannya, perlu dipertimbangkan informasi yang

seharusnya atau tidak seharusnya diketahui publik (Pelaporan Informasi Rahasia

dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 03 Standar Pelaporan Pemeriksaan

Keuangan; Halaman 53) dengan mempertimbangkan hasil pekerjaan pihak lain

maupun sebelumnya (Pertimbangan atas Hasil Pekerjaan Pihak Lain dalam

Pernyataan Standar Pemeriksaan 04 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;

Halaman 69).

Pendapat dan pertimbangan yang diberikan BPK seharusnya memenuhi ketentuan-

keteuan di atas untuk dapat dipertanggungjawabkan di mata publik serta mendukung data

dan fakta dalam persidangan kasus terkait.

D. Data dan Fakta

Berikut akan dijabarkan data dan fakta yang melatarbelakangi penetapan kebijakan Bail-

Out Bank Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK). Keputusan Bail-Out ini

didasarkan atas informasi yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI).

1. Perekonomian Global

Hingga menjelang kuartal IV/2008, perkembangan perekonomian global menunjukkan

keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini diawali dengan adanya “gagal bayar”

dari home buyers di Amerika Serikat sejak paruh III tahun 2007 yang memicu terjadinya

krisis kepercayaan investor dan keketatan likuiditas di pasar keuangan global. Crash

pasar keuangan yang terjadi di Amerika Serikat tersebut terjadi setelah Lehman Brothers

ditutup. Krisis keuangan dunia menjadi semakin memburuk sejak Oktober 2008 yang

tercermin dari kerugian kredit yang melonjak sebagai akibat insolvabilitas dan penutupan

operasi beberapa perusahaan keuangan raksasa, pengalihan risiko dan ketatnya likuiditas

global. Menyikapi kondisi keuangan global yang memburuk tersebut, semua negara

melakukan konsolidasi kebijakan untuk meminimalkan dampak ketidakstabilan di pasar

Page 8: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

5

keuangan dan menjaga stabilitas makro dengan cara menjaga kecukupan likuiditas di

pasar keuangan, mengurangi risiko dan menjaga kepercayaan deposan dengan

menurunkan suku bunga kebijakan, menambah Commercial Paper Funding,

menurunkan Giro Wajib Minimum, melakukan penjaminan deposito dan antar bank,

menerapkan blanket guarantee, intervensi valuta asing, bantuan IMF hingga bail out

terhadap sistem perbankan.

2. Perekonomian Nasional

Dampak krisis keuangan global juga menimpa perekonomian Indonesia. Terlebih lagi

disaat negara sekitar kawasan telah memberlakukan full blanket guarantee sedangkan

Indonesia hanya meningkatkan batas penjaminan dana pihak ketiga. Pemburukan kondisi

makro–ekonomi Indonesia ditandai dengan adanya tekanan terhadap pasar valas dan

stabilitas nilai tukar, pasar modal, kondisi global bond, memburuknya likuiditas dan

ketatnya pasar uang, melemahnya kinerja neraca pembayaran, dan pada akhirnya

menyebabkan resiko-resiko perbankan cenderung meningkat secara drastis. Tekanan

terhadap pasar valuta asing Indonesia pada kurun waktu tersebut diawali dengan adanya

penarikan modal oleh investor asing (capital outflow) karena menganggap adanya

peningkatan risiko pada negara-negara berkembang. Dengan kondisi ekonomi dan

keuangan global yang terus memburuk, kondisi sistem keuangan domestik terus tertekan.

Kondisi neraca pembayaran terus tertekan, cadangan devisa menurun. Peningkatan

pembayaran utang luar negeri dalam Q-IV/2008 diwaspadai, khususnya pengaruhnya

terhadap ketersediaan USD dan kestabilan nilai tukar. Selain itu pelemahan kegiatan

ekonomi berpotensi meningkatkan kredit bermasalah. Belum lagi, memburuknya kondisi

sektor swasta memburuk dengan berbagai penyesuaian dalam bentuk kenaikan upah

buruh, peningkatan biaya produksi dan pemutusan hubungan kerja. Respons dari

Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menenangkan pasar telah dilakukan antara lain

dengan pelonggaran likuiditas, kenaikan batas atas penjaminan simpanan menjadi Rp.2

miliar, pemberian jaminan ketersediaan valas bagi perusahaanperusahaan domestik, dll.

Namun langkah-langkah ini masih membutuhkan waktu sebelum diketahui

efektivitasnya.

3. Kondisi Perbankan

Sejak pertengahan tahun 2008, liquidity gap di industri perbankan mulai meningkat.

Perbankan berupaya memenuhi kebutuhan likuiditasnya melalui Pasar Uang Antar Bank

(PUAB). Namun demikian situasi krisis mengakibatkan seluruh bank di dunia termasuk

bank-bank di Indonesia mempertahankan likuiditas yang ada guna memenuhi

Page 9: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

6

kewajibannya kepada nasabah penyimpan dana. Penurunan rata-rata transaksi PUAB dari

periode Januari-September 2008 dan Oktober-Desember 2008, baik pada PUAB Rupiah

maupun PUAB valuta asing sangat dikhawatirkan akan menimbulkan flight to quality

dari bank-bank kecil dan menengah ke bank-bank besar. Ditengah risiko yang meningkat

tersebut, kinerja industri perbankan secara umum sampai Tw III-2008 baik. Modal

sebagian besar bank masih mencukupi, kredit macet masih rendah (NPL Gross = 3.5 –

4%) dan fungsi intermediasi berjalan baik. Namun pada saat itu ditengarai berbagai

risiko (risiko pasar, risiko kredit) yang sudah mulai meningkat, khususnya menurunnya

rasio alat likuid dibandingkan dengan non core deposits yang mencapai titik terendah

yaitu 84,9% pada November 2008 (rasio alat likuid pada masa-masa normal adalah di

atas 200%).

4. Kondisi Bank Century dan Kebijakan Bail-Out

Jika hanya dilihat dari perspektif fungsinya dalam intermediasi/pemberian kredit, ukuran

bank, substitutability, dan keterkaitan dengan bank/lembaga keuangan lainnya, Bank

Century memang tidak dapat dinyatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

perbankan nasional. Namun, jika dilihat dari perspektif jumlah nasabah dan jaringan

kantor cabang, bank ini termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar (65.000

nasabah) dengan jaringan yang cukup luas di seluruh Indonesia (30 KC). Kondisi Bank

Century pada kenyataannya telah memicu rumor yang menurunkan kepercayaan

masyarakat serta mengganggu kinerja bank-bank lainnya. Walaupun gangguan/shock di

sektor keuangan/perbankan masih bersifat sporadis, pada saat yang bersamaan terdapat

23 bank dan beberapa BPR yang kondisi likuiditasnya sangat rentan terhadap adanya isu-

isu tersebut. Dikhawatirkan eskalasi permasalahan menjadi lebih cepat dan berpotensi

menjalar ke bank-bank lainnya. Situasi seperti ini membuat bank-bank cenderung

menahan likuiditas baik Rupiah atau valas untuk keperluan likuiditasnya masing-masing.

Kondisi seperti ini akan membahayakan bank-bank yang tidak memiliki kekuatan

likuiditas yang cukup. Jika kemudian muncul rumor atau berita negatif mengenai

kegagalan 23 bank di atas dalam settlement kliring, hal ini akan dengan cepat memicu

terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan berpotensi untuk menimbulkan bank

run. Dalam kondisi pasar yang normal, penutupan Bank Century diperkirakan relatif

tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank lain. Namun dalam kondisi pasar

seperti yang disebutkan di atas, yang saat itu cenderung rentan terhadap berita-berita

negatif maka penutupan bank, berpotensi menimbulkan contagion effect berupa upaya

rush terhadap bank-bank lainnya, terutama peer banks atau bank yang lebih kecil.

Page 10: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

7

Dengan demikian, penutupan bank ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran

sistem pembayaran, serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem

perbankan dan sistem keuangan secara keseluruhan. Belum lagi, kondisi makroekonomi

yang sedang mengalami tekanan, serta adanya gangguan pada sistem

perbankan/keuangan dapat memperburuk situasi sehingga dapat menimbulkan

instabilitas yang signifikan. Dengan pertimbangan banyaknya nasabah dan keluasan

jaringan, kondisi perbankan yang sangat rentan dengan isu serta kondisi makroekonomi

yang berada dalam keadaan tertekan, penjaminan melalui kebijakan Bail-Out secara

penuh menjadi sangat penting untuk diterapkan. Walaupun banyak pihak masih yakin

bahwa kebijakan penutupan Bank Century tidak berdampak signifikan terhadap sektor

perbankan secara keseluruhan, namun dari serangkaian langkah kebijakan dan tindakan

yang ditempuh selama ini menghasilkan hal positif bagi stabilitas sistem keuangan dan

perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari indikator dan opini-opini yang muncul

dari para pelaku pasar.

Dengan pertimbangan data-data di atas, KKSK percaya bahwa tindakan keputusan Bail-Out

Bank Century telah tepat adanya.

E. Pembahasan

Untuk memperoleh fakta baru dari perspektif yang berbeda, KPK dalam suratnya No. R-

2285/01-43/06/2009 tanggal 5 Juni 2009 dan permintaan DPR dalam suratnya No.

PW/5487/DPRRI/IX/2009 tanggal 1 September 2009, meminta BPK untuk melakukan

pemeriksaan investigasi. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, keputusan Bail-Out dilakukan

atas pertimbangan data dan informasi yang diperoleh dari BI. Pembahasan akan dilakukan

dengan pendekatan komparabilitas temuan hasil pemeriksaan investigasi BPK yang

dijadikan dasar pemberian pendapat dan pertimbangan dengan perspektif yang dimunculkan

oleh BI. Temuan-temuan yang diperoleh, mencakup :

1. Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century

Pemberian FPJP adalah salah satu cara penyelamatan sistem perbankan, keuangan, dan

perekonomian nasional secara keseluruhan. Dalam Laporan Temuan Audit Investigasi

BPK terkait FPJP, secara garis besar terdapat 3 hal yang menjadi pendapat dan

pertimbangan atas kesimpulan, yaitu yang terkait dengan:

a. Pemberian FPJP dilakukan dengan cara merubah ketentuan.

BPK yakin bahwa pemberian FPJP dimungkinkan dengan merubah peraturan

sepihak oleh BI dimana wewenang ini kemudian merupakan pelaksanaan dari

amanat PERPU No.2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU BI yang pada dasarnya

Page 11: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

8

mempermudah akses perbankan dalam mendapatkan likuiditas dalam periode krisis.

Oleh karena itu, persyaratan yang diberlakukan di dalam aturan FPJP periode krisis

diperlonggar agar maksud dan tujuan PERPU dalam mencegah dan mengatasi

ketidakstabilan sistem keuangan dapat tercapai. FPJP merupakan bagian dari

kebijakan yang diambil oleh BI dan Pemerintah sebagai respon kondisi makro yang

sudah mengkhawatirkan, sehingga kebijakan tersebut ditujukan untuk melakukan

penyelamatan sistem keuangan tidak untuk kepentingan individual lembaga

keuangan baik bank maupun non-bank. Perubahan dasar pelaksanaan kebijakan ini

yangh disinyalir tidak sesuai prosedur oleh BPK. Jika dasar pelaksanaannya tidak

sesuai prosedur, jelas kebijakan yang diambil berdasar peraturan tersebut pun

masoih dipertanyakan keabsahannya.

Menurut Bank Indonesia, beberapa hal yang tidak digali dan dimuat secara lengkap

oleh BPK terhadap dasar peraturan FPJP ini menyangkut:

i. Latar Belakang PERPU No.2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU Bank

Indonesia yang erat kaitannya dengan FPJP

ii. Pertimbangan perkembangan kondisi makro-ekonomi dan perbankan yang

terjadi sebagai dasar pengambilan keputusan

iii. Tidak mengungkapkan proses penyusunan sistem Laporan Bulanan Bank

Umum yang memiliki time-lag 25 hari sebagai dasar formal penetapan neraca

Bank Umum yang kemudian digunakan sebagai dasar pembuatan rasio

keuangan pokok untuk keperluan pengawasan.

iv. Kutipan transkrip hanya sepotong-potong, sehingga membuat kesimpulan

yang tidak sesuai

v. Pemahaman hukum yang lemah terhadap karena BPK hanya mendasarkan

kepada memorandum internal BI

b. Persetujuan pemberian FPJP Tidak Memenuhi Persyaratan CAR

Salah satu persyaratan pemberian FPJP oleh KKSK adalah nilai CAR. Nilai CAR

Bank Century diketahui bernominasi negatif pada saat pengambilan keputusan Bail-

Out. Hal ini diakibatkan karena informasi yang diberikan BI pada saat rapat

pengambilan keputusan Bank Century kepada KKSK terkait CAR tidak update

karena sistem informasi pengawasan perbankan yang terkendala. Permintaan data

CAR kepada Bank Century juga tidak dapat dipenuhi hingga saat pengambilan

keputusan. Sistem informasi pengawasan bank yang tidak real time membuat

indikator pertimbangan persetujuan FPJP didasarkan pada posisi September 2008

Page 12: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

9

yaitu positif 2,35%. Sedangkan data hasil penghitungan posisi 31 Oktober 2008 oleh

BPK dalam pemeriksaan investigatifnya menunjukkan angka CAR sebesar negatif

3,53%. BPK berpendapat bahwa informasi yang diberikan BI kepada KKSK tidak

valid untuk dijadikan pengambilan keputusan Bail-Out. Di lain pihak, BI mengklaim

bahwa perhitungan CAR dan pemberian informasi telah sesuai dengan prosedur.

c. Nilai Agunan FPJP berada dibawah 150% dari Plafon Kredit

Sesuai dengan Peraturan BI, ketentuan bahwa nilai agunan FPJP paling kurang

sebesar 150% dari plafon, berupa surat berharga (SBI, SUN), surat berharga yang

diterbitkan oleh badan hukum lainnya (obligasi korporasi) dan piutang/hak tagih

yang dimiliki oleh bank kepada debitur (aset kredit) dengan persyaratan aset kredit

sebagai agunan berupa Kolektibilitas Lancar selama minimal 3 (tiga) bulan terakhir

dan sebagainya terkait dengan ketentuan kredit. Jika kemudian bank gagal bayar, BI

dapat melakukan eksekusi atas aset kredit yang menjadi agunan sesuai dengan UU

Jaminan Fidusia yakni pelaksanaan titel eksekutorial, penjualan melalui secara

langsung atau lelang, dan/atau penjualan di bawah tangan. Dalam hal hasil eksekusi

agunan FPJP nilainya tidak mencukupi untuk melunasi FPJP, BI selaku kreditur

tetap mempunyai hak untuk menagih kepada Bank atas FPJP yang belum dilunasi.

BI menilai bahwa BPK RI tidak konsisten dalam menilai jaminan asset kredit. BPK

lebih mendasarkan kepada nilai agunan dari hak tagih kepada debitur yang

diagunkan kepada BI. Cara penilaian jaminan FPJP oleh BPK RI tersebut tidak

sesuai dengan PBI No.10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 sebagaimana telah

diubah dengan PBI No.10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 tentang FPJP

bagi Bank Umum yang mengatur bahwa “aset kredit yang dapat dijadikan jaminan

FPJP wajib memiliki agunan dan nilai jaminan FPJP berupa aset kredit dihitung

berdasarkan baki debet aset kredit”. Dengan demikian sesuai PBI tersebut aset kredit

yang memiliki agunan berapapun nilainya dan apapun jenisnya (baik deposito atau

selain deposito) semuanya dapat digunakan sebagai jaminan FPJP dan dinilai

berdasarkan baki debet aset kredit. Berdasarkan ketentuan tersebut maka nilai

jaminan FPJP berupa aset kredit dengan agunan deposito dari beberapa debitur yang

disebutkan dalam laporan BPK seharusnya dihitung berdasarkan baki debet debitur-

debitur tersebut. Berdasarkan perhitungan tersebut maka agunan (yang berupa hak

tagih kepada debitur) adalah 150% dari nilai FPJP.

Perihal FPJP, BPK dan BI memiliki perspektif yang sama sekali berbeda. Seharusnya hal

tersebut tidak terjadi, karena dalam pemeriksaan pada umumnya, kriteria yang dipakai

Page 13: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

10

sudah seharusnya telah disepakati oleh auditor dan auditee bahkan jika memungkinkan

dengan pihak yang meminta pertanggungjawaban.

2. Analisis Dampak Sistemik

BPK mengklaim bahwa analisis dampak sistemik dibuat terlalu terburu-buru oleh Dewan

Gubernur Bank Indonesia maupun KSSK. Analisis dampak sistemik tidak didasarkan

pada indikator yang ditetapkan oleh peraturan, karena memang belum ada peraturan yang

mengatur. Hal ini menurut BPK dinyatakan sebagai celah peraturan yang dimanfaatkan

KKSK dan BI dalam kasus Bail-Out Bank Century. Pada realitasnya analisis didukung

data dan informasi yang lengkap dan mutakhir baik kuantitas maupun kualitas dari

berbagai sumber (Bank Indonesia, BPS, Bapepam-LK, publikasi luar negeri) guna

mengambil keputusan yang bertujuan untuk mencegah krisis dan memelihara stabilitas

sistem keuangan. Berdasarkan Surat Gubernur Bank Indonesia BI

No.10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008, analisis dampak sistemik terhadap

kegagalan Bank Century dilakukan dengan mempertimbangkan aspek mikro kondisi

bank dan aspek kondisi ekonomi makro yang meliputi lima aspek yaitu institusi

keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil, dan psikologi pasar yang telah

dapat diterima oleh Panitia Kerja RUU - JPSK Komisi XIDPR RI periode 2004 – 2009

seperti tercantum dalam Pasal 7 dan Penjelasan Pasal 7 Draft RUU Jaring Pengaman

Sistem Keuangan (JPSK). Hal tersebut bersumber dari MoU yang dimiliki Uni Eropa

dimana,

“.... Prioritisation in the assessment. In the case of a rapidly unfolding crisis, one

may need to focus the assessment on the most critical parts of the financial system.

These are likely to be the (major) banks, the markets they use for their daily funding

and active balance sheet management, and the related infrastructure (e.g. large

value payment systems). In such a situation, one may also need to place more

reliance on qualitative judgements rather than on up-to-date quantitative

information....(Page 34 MoU on Cooperation Between the Financial Supervisory

Authorities, Central Banks and Finance Ministries of The European Union – 1 Juni

2008).....”

Data kuantitatif yang menjadi dasar analisis adalah :

a. kondisi makro ekonomi

meliputi indikator seperti pertumbuhan ekonomi, kondisi neraca pembayaran, nilai

tukar rupiah, kondisi pasar modal, dan kondisi pasar keuangan internasional

b. penurunan DPK

sebagai indikator penurunan kepercayaan yang bersumber dari Laporan Bulanan

Bank Umum maupun hasil pengamatan langsung oleh pengawas BI

Page 14: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

11

c. interbank stress-testing

dampak contagion yang bersumber dari hasil kajian Bank Indonesia dengan

menggunakan data-data dari Laporan Bulanan Bank Umum

d. simulasi ketahanan likuiditas perbankan

dilakukan terhadap delapan belas bank peer dan lima bank dengan total aset yang

hampir sama dengan Bank Century

e. dampak terhadap sistem pembayaran

bersumber dari data Real Time Gross-Settlement dan Kliring yang diselenggarakan

oleh Bank Indonesia.

Lagi-lagi perbedaan persepsilah yang menjadi sumber perbedaan pendapat.

3. Penghitungan Biaya Bail-Out Bank Century

Menurut hasil pemeriksaan investigasi BPK, keputusan untuk menyelamatkan Bank

Century tidak didasarkan oleh besarnya biaya penyelamatan tetapi atas dasar penetapan

Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sebagaimana diatur dalam pasal

22 ayat (1) b Undang-Undang RI No.24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan. Sementara itu menurut Bank Indonesia, tidak tepat jika disimpulkan bahwa

penghitungan biaya penyelamatan Bank Century tidak didasarkan pada data yang

sesungguhnya karena perhitungan tersebut sebenarnya telah didasarkan pada

data/informasi yang ada pada saat itu, sebagai berikut:

a. SSB valas jatuh tempo pada bulan November 2008 (USD45 juta) dan Desember

2008 (USD40,36 juta) yang diperkirakan tidak akan terbayar dan apabila tidak

terbayar, maka SSB tersebut dikategorikan Macet. Atas dasar pengetahuan tersebut,

dengan mengikuti prinsip konservatif, BI memperkirakan kebutuhan modal adalah

sebesar Rp 1,77 Trilyun (Rp.632 miliar + Rp.1,138 triliun).

b. Bank memerlukan tambahan likuiditas sebesar Rp.4,79 Trilyun, sehingga secara

total kebutuhan dana untuk penyelamatan bank diperkirakan sebesar

Rp.6,56.Trilyun. Disepakati juga bahwa jumlah tersebut akan terus bertambah

seiring dengan pemburukan kondisi bank selama bulan November 2008.

Selain mempertanyakan keabsahan perhitungan di atas, BPK juga mempermasalahkan

alasan peningkatan kebutuhan dana penyelamatan Bank Century dari tadinya sebesar

Rp632milyar menjadi Rp6,7triliun, yang meningkat lebih dari 10 kali lipat.

4. Politisasi Pendapat dan Pertimbangan BPK

Juri pada persidangan kasus pidana di Amerika diasingkan selama beberapa saat dari

media untuk menjaga objektivitasnya pada fakta persidangan. Semua fakta bias

Page 15: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

12

walaupun material yang diperolehnya di luar persidangan atau asumsi-asumsi dari

perspektif yang dibangunnya sendiri dikhawatirkan lebih akan memunculkan

subjektivitas dan keputusan dengan dasar perasaan bukannya runtutan logika yang

didukung dengan fakta dan bukti yang ada. Sedang hukum adalah ranah pembuktian atas

runtutan logika. Kasus Bail-Out Bank Century telah mengemuka sejak tahun 2008

sedangkan BPK baru turun tangan sejak dimintanya pemeriksaan investigatif sejak

pertengahan 2008. Kasus yang merebak di masyarakat ini otomatis telah menimbulkan

kesempatan berpersepsi bagi pemeriksa, belum lagi nominal potensi kerugian yang

diblow-up media mencapai triliunan rupiah. Pihak-pihak yang terkait di dalamnya jelas

mengikutsertakan subjektivitas atas apa-apa dan siapa-siapa yang patut dipersalahkan

dan wajib bertanggungjawab. Dugaan awal dalam pelaksanaan pemeriksaan investigatif

memang menjadi hal yang sah-sah saja namun haris diikuti dengan profesional judgment

yang baik. Pemeriksa sudah seharusnya mempertahankan independensi dan objektivitas

dengan menekankan pada bukti-bukti dan dokumentasi pemeriksaan untuk menyusun

temuan bukan berdasar berita atau informasi yang diperolehnya diluar ranah pemeriksaan

misalnya melalui pemberitaan baik secara cetak maupun elektronik. Pemeriksa wajib

memperoleh data primer yang valid dan dapat dipercaya bukannya data sekunder yang

telah dibumbui banyak pihak mengkhawatirkan bahwa hasil pemeriksaan serta pendapat

dan pertimbangan yang diberikan BPK kepada DPR cenderung dipolitisasi. Padahal

“pemeriksa harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan pemeriksaan dan

melaporkan temuan pemeriksaan, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa rasa

takut akibat tekanan politik tersebut dalam hal ini bebas dari gangguan pribadi karena

keyakinan politik atau sosial yang dimilikinya” (Independensi dalam Pernyataan Standar

Pemeriksaan 01 Standar Umum; Halaman 26, 29). BPK mengklaim bahwa institusinya

tidak akan terpengaruh oleh kepentingan politik dan tetap bekerja secara independen,

berintegritas, profesional serta menjunjung tinggi rahasia pemeriksaan sesuai dengan

Kode Etik BPK, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan peraturan perundangan-

undangan yang berlaku.

C. Kesimpulan

Politisasi terkadang menjadi hal yang lumrah dalam pemerintahan negara berkembang.

Kebijakan-kebijakan yang digelontorkan pemerintah lebih pada suasana politis populish

tanpa mempertimbangkan manfaat jangka panjangnya. Hal tersebut tidak hanya menjadi

masalah eksekutif dan legislatif namun telah menjadi permasalahan bersama lembaga

pemeriksa eksternal pemerintah. Bias politisasi akan sangat berbahaya jika benar-benar

Page 16: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

13

mampu menodai lembaga yang diharapkan independensi dan objektivitasnya dalam

pengawalan penyidikan kasus dengan potensi kerugian negara dengan pemberian pendapat

dan pertimbangannya. Temuan yang dijadikan dasar untuk memberikan pendapat dan

pertimbangan ini harsu diperoleh dengan cara-cara dan teknik yang sesuai dengan Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara untuk dapat dinyatakan sebagai bukti yang valid.

BPK yang merupakan lembaga pemeriksa eksternal pemerintah, menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, memiliki

kewenangan melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara. Kasus

Bail-Out Bank Century termasuk ranah keuangan negara karena berada dibawah wewenang

KKSK dan BI atas penggunaan dana yang berasal dari APBN. Kasus ini memang sudah

bernuansa politis sejak awal sehingga seharusnya dapat menjadi early-warning bagi BPK

sebelum melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan investigatif yang dilakukannya kemudian

akan sangat mempengaruhi keputusan pihak yang meminta pertanggungjawaban yaitu DPR

dan jelas akan mempengaruhi opini publik secara keseluruhan. Pentingnya posisi BPK ini

semakin menjelaskan urgensi pemisahan politisasi tindakannya untuk memberikan temuan

yang fair, valid dan eligible dengan menjunjung tinggi kepentingan publik yang berhak atas

akuntabilitas dan transparansi.

Page 17: Pemberian Pendapat dan Pertimbangan  Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah  pada Kasus Bail-Out Bank Century

©copyright ellen_maharani stan2010

DAFTAR PUSTAKA

Rai, I Gusti Agung. Peran Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Perbaikan Pengelolaan

Keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan. 2009. Jakarta. Diakses dari

www.bpk.go.id/web/files/2009/02/paper-mesir.pdf.

BPK telah menyampaikan Laporan Sementara atas Bank Century kepada DPR. Siaran Pers

Badan Pemeriksa Keuangan. September 2009. Biro Humas Dan Luar Negeri BPK RI.

BPK Serahkan Hasil Audit Bank Century. Warta BPK Edisi XI Tahun 2009. November 2009.

BPK: Diduga Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Mengakibatkan

Potensi Kerugian Negara dan Kekurangan Penerimaan Negara. Siaran Pers Badan

Pemeriksa Keuangan. April 2010. Biro Humas Dan Luar Negeri BPK RI.

Peer Review of the Audit Board of the Republic of Indonesia. July 2009. Hague. the

Netherlands Court of Audit.

Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference bersama Departemen

Keuangan, BI, & LPS Mengenai Hasil Audit Investigasi BPK di Departemen Keuangan.

November 2009. Bank Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

April 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5. Republik

Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Juli 2004. Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa

Keuangan. Oktober 2006. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85.

Republik Indonesia.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 Tentang

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Maret 2007. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 42. Republik Indonesia.