pembelajaran konstektual

16
1 PEMBELAJARAN EFEKTIF (PEMBELAJARAN KONTEKTUAL DAN BERFIKIR KRITIS) A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SLTP membawa konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang berbeda pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada mengajar (Laster, 1985). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu : a. Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. b. Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat. Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang

Upload: gigyh-ardians

Post on 20-Jul-2015

168 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembelajaran Konstektual

1

PEMBELAJARAN EFEKTIF

(PEMBELAJARAN KONTEKTUAL DAN BERFIKIR KRITIS)

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SLTP membawa

konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model pembelajaran yang

mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model

pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based program). Model pembelajaran

berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung

berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis

kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk

silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang

berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses

pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai

dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam

merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan

karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru

dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain : (a) peranan guru

sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai

pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang

kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang

berbeda pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada

mengajar (Laster, 1985).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran

peran guru dalam pembelajaran, yaitu :

a. Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai

obyek pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam diri siswa terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh

katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan

dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang

dimilikinya.

b. Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan

dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di

masyarakat. Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa

kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui

kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang

Page 2: Pembelajaran Konstektual

2

dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian

dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi

diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mengembangkan potensi

masyarakatnya.

1. Prinsip pembelajaran KBK

Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai kefektifan dan

efisiensi pengelolaan KBK di SLTP, antara lain :

a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya orientasi

pembelajaran terfokus kepada siswa. Siswa menjadi subyek pembelajaran dan

kecepatan belajar siswa yang tidak sama perlu diperhatikan.

b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan

pembelajaran/KBM dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran yang

berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu tujuan akhir,

yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.

a. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki peluang untuk

melakukan pembelajaran secara individual.

b. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu pada

ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah. Setiap

individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu kemampuan

dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.

c. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil pembelajaran

mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu

dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.

d. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui

pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan belajar

tertentu.

e. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan menerapkan

prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan tuntutan perkembangan.

B. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. Belajar Aktif

Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan

itu bersifat tetap dan berbekas. Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk

melakukan proses perubahan tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman

berinteraksi dengan lingkungannya.

Page 3: Pembelajaran Konstektual

3

Belajar merupakan usaha seseorang untuk membangun pengetahuan dalam

dirinya. Dalam proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan,

pengetahuan, dan keterampilan siswa, baik dari segi kognitif, psikomotor maupun

afektif.

Belajar aktif (sering dikenal sebagai “cara belajar siswa aktif”) merupakan suatu

pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif

menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari

belajar aktif. Untuk dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang

sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa

berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang

akan dipelajarinya.

Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by doing (1859-

1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan menghafal”. Dewey

merupakan pendiri sekolah Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by

doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan.

Keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya

secara aktif dalam suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk

menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan

guru dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.

Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan

kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk

sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.

Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal

dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Di samping itu

siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang

terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis,

tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran

informasi yang bermakna baginya.

Selanjutnya, belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar

secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan

efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara

sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna

bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan :

a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses

pembelajaran.

b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru

c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan

pengetahuan yang diperoleh di masyarakat

Page 4: Pembelajaran Konstektual

4

d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan

kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat

e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap

dan utuh

f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal

sesuai dengan kemampuannya

g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.

Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang

efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai

kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina

profesionalisme guru.

2. Pembelajaran

Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh informas i, ide,

keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan cara-cara

belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk

membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih,

menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang

diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada

kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti

dari perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat

perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.

Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu

sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin

dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh

perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari

siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi

pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata

interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.

Pembelajaran perlu direncanakan dan dirancang secara optimal agar dapat memenuhi

harapan dan tujuan.

Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik,

karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam

belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan

nyata) secara maksimal.

Page 5: Pembelajaran Konstektual

5

b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa karena

pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses konstruksi,

dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.

c. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media

dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar

secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh guru

yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar siswanya.

d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis

untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam

bingkai belajar sepanjang hayat (life long contiuning education).

3. Pembelajaran Efektif

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh

keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta merupakan

pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif

apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

(Reiser Robert, 1996).

a. Ciri-ciri pembelajaran efektif :

o Aktif bukan pasif

o Kovert bukan overt

o Kompleks bukan sederhana

o Dipengaruhi perbedaan individual siswa

o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar

b. Kriteria :

o Kecermatan penguasaan

o Kecepatan unjuk kerja

o Tingkat alih belajar

o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)

4. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi

siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja

dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran

lebih dipentingkan daripada hasil.

Page 6: Pembelajaran Konstektual

6

Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah

konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya

sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa

sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi

yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,

dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa

yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa

memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti.

Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.

Dalam upaya ini, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja

bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu

yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa

kata guru.

Pembelajaran kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model

pembelajaran, pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan membekali

siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu

permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.

a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional

Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional

yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut.

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual

Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori spasial

Pemilihan informasi ditentukan oleh guru

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa

Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu

Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan

Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa

Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian ulangan

Menerapkan penilaian auntentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah

Page 7: Pembelajaran Konstektual

7

b. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme

(contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar

(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang

sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan

pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam

pembelajarannya. Model pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum

apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1). Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan

dan keterampilan barunya

2). Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

3). Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

4). Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)

5). Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

6). Lakukan refleksi di akhir pertemuan

7). Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang

menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan

sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Untuk itu

guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal

sebagai berikut.

1). merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental

siswa (developmentally appropriate)

2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent learning

group)

3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self

regulated learning) yang mempunyai karakteristik : kesadaran berfikir,

penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.

4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student)

Page 8: Pembelajaran Konstektual

8

5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal,

linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika,

intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)

6). Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa,

perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.

7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

1). Adanya kerjasama

2). Saling menunjang

3). Menyenangkan, tidak membosankan

4). Belajar dengan bergairah

5). Pembelajaran terintegrasi

6). Menggunakan bebagai sumber

7). Siswa aktif

8). Sharing dengan teman

9). Siswa kritis, guru kreatif

10). Laporan kepada orang tua berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan

praktikum, dan karangan siswa, dll.

f. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang mempunyai

karakteristik sebagai berikut :

1). Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

2). Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif

3). Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta

4). Berkesinambungan

5). Terintegrasi

6). Digunakan sebagai umpan balik.

Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi :

1). Penilaian kinerja (performance assessment)

2). Observasi Sistematik (Systematic observation)

3). Portofolio (portofolio)

4). Jurnal Sain (Journal)

5). Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi

Page 9: Pembelajaran Konstektual

9

4. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa

Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan

kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif merupakan komponen

utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berfikir tingkat tinggi harus

dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini merupakan tugas guru, karena guru harus

megembangkan potensi siswa semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang

tinggi pada setiap diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat

mengembangkan siap kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat

dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak kanan

mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan otak kiri

mengembangkan kemampuan berfikir rasional, analitis, linier. Otak kiri mengendalikan

wicara dan otak kanan mengendalikan tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan

proses berfikir otak kiri dan kanan.

Berfikir Konvergen

(Proses di belahan otak Kiri)

Berfikir Divergen

(Proses di belahan otak kanan) 1. tertarik pada proses penemuan yang

bersifat bagian-bagian dari suatu

komponen.

2. proses berfikir analisis

3. proses berfikir yang mementingkan

tata urutan secara sekuensial dan

serial

4. proses berfikir temporal, terikat pada

waktu kini

5. proses berfikir verbal, matematis,

notasi musikal.

1. tertarik pada proses

pengintegrasian dari bagian-

bagian suatu komponen menjadi

satu kesatuan yang bersifat utuh

dan menyeluruh

2. proses berfikir yang bersifat

relasional, konstruksional, dan

membangun suatu pola.

3. proses berfikir simultan, dan

paralel

4. proses berfikir lintas ruang, tidak

terikat pada waktu kini

5. proses berfikir yang bersifat visual,

lintas ruang dan musikal.

Page 10: Pembelajaran Konstektual

10

Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis

pada diri siswa.

PERILAKU TERKAIT DENGAN

Bosan dengan tugas rutin; menolak

membuat pekerjaan rumah

Tidak berminat terhadap detail dan

pekerjaan kotor

Membuat lelucon atau komentar

pada saat tidak tepat

Menolak otoritas, tidak konformistis,

keras kepala

Sukar beralih pada topik lain

Emosional sensitif, overacting, cepat

marah atau menangis kalau ada

yang salah

Kecenderungan dominasi

Sering tak setuju ide orang lain atau

tak setuju ide gurunya

Kritis terhadap diri, tak sabar

menghadapi kegagalan

Kritis terhadap guru dan orang lain.

Kreativitas

Toleransi tinggi untuk makna

ganda,

Berfikir bebas, divergen

Berani ambil resiko

Imaginatif, sensitif

Motivasi

Tekun dalam bidang yang

diminatinya

Intens dalam menghayati

perasaan dan nilai

Bebas

Berfikir kritis

Dapat melihat kesenjangan antara

kenyataan dan kebenaran

Mengacu pada hal-hal yang ideal

Mampu menganalisis dan

evaluasi.

KEPUSTAKAAN

Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California : A Sage Publications Company.

Laster, Lan. (1985). The school of the future : some teachers view on education in the

year 2000. UK. Reigeluth, C.M. (1983). Instruction design theories and models, an overview of their

current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Page 11: Pembelajaran Konstektual

11

CONTOH 1 RENCANA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Mata Pelajaran : IPA

Kelas :

Semester :

Waktu : 2 x 40 menit ( 1 kali pertemuan)

A. Tujuan

Siswa dapat membedakan antara tumbuhan berbiji tunggal dengan tumbuhan

berbiji banyak

B. Media

1. lima kantung plastik ukuran 30 x 20 mc

2. biji-bijian masing-masing 20 butir

biji kacang tanah biji aren biji kenari

biji rambutan biji salak

biji jambe biji kedelai

3. lima pasang gambar, yang masing-masing menunjukkan jenis akar tumbuhan

berbiji tunggaldan berbiji jamak.

Catatan : setiap kantung plastik diisi dengan lima butir biji-bijian dari masing-

masing jenis.

C. Skenario Pembelajaran

1. sebagai kegiatan pembuka, guru menanyakan kepada siswa tentang :

a. buah-buahan yang setiap hari dikonsumsinya

b. biji-bijian bahan pembuat makanan

2. siswa dibagi dalam lima kelompok, per kelompok menyebar mencari tempat,

boleh di lantai, boleh menghadap meja (dan atau tiga meja disatukan).

3. siswa menerima satu kantung plastik biji-bijian dsn dua lembar gambar

(gambar akar yang di sampingnya berupa kolom yang bisa diisi biji-bijian)

4. siswa membuka kantung plastik, kemudian mengamati secara teliti biji-bijian

yang ada

5. berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, siswa mengelompokkan biji-

bijian berdasarkan bentuk akar yang ditunjukkan dalam gambar

6. siswa menempatkan biji-bijian yang telah dipisahkannya ke dalam kotak/kolom

yang ada di samping gambar

Page 12: Pembelajaran Konstektual

12

7. siswa membuat catatan tentang pengelompokan jenis biji-bijian dengan istilah

yang ditemukannya sendiri.

8. setelah tiga puluh menit bekerja, siswa menyampaikan secara lisan temuannya

9. guru memberi komentar temuan siswa dengan menyesuaikan istilah yang

digunakan siswa dengan istilah dalam IPA

10. selanjutnya, dengan cara “sharing”, siswa menyebutkan sebanyak mungkin

contoh tumbuh-tumbuhan untuk masing-masing jenis

11. sebagai kegiatan akhir, siswa diminta mengungkapkan sejumlah komoditas biji-

bijian unggulan di Indonesia

D. Penilaian

Penilaian untuk kegiatan ini didasarkan pada :

1. kerja sama dalam kelompok

2. format lembar kerja yang telah diisi siswa

3. catatan yang dibuat siswa

Page 13: Pembelajaran Konstektual

13

CONTOH 2

RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Topik/Kegiatan : Mendeskripsikan Benda Misteri

Kompetensi Dasar : Menulis Paragraf Deskripsi

Bidang Studi : Bahasa Indonesia

Kelas/Caturwulan : 2/2

Waktu : 90 menit

A. Tujuan

Melatih siswa mendeskripskan ciri dan menemukan karakteristik benda-benda,

kemudian mengungkapkannya dalam sebuah paragraf deskriptif.

B. Media

Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan media:

1. 4 buah benda misteri yang dibungkus rapi (korek api, kotak sabun, akar pohon,

dll).

2. 1 lembar pengamatan.

C. Skenario Pembelajaran

1. Guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu, yaitu mendeskripsikan benda

misteri. Kemampuan yang dilatihkan adalah cara mendeskripsikan atau

menemukan ciri benda-benda.

2. Siswa dibagi dalam empat kelompok, dengan cara guru menghitung siswa satu,

dua, tiga, dan empat. Yang nomor satu, masuk kelompok satu, yang nomor dua

masuk kelompok dua, dan seterusnya.

3. Guru membagi benda yang telah disiapkan. Jangan sampai kelompok lain

‘mengintip’. Kemudian dibagikan juga blanko.

4. Siswa mendeskripsikan benda misteri dengan mengisi blangko yang ada.

Pertama menjelaskan ciri benda dengan dua kata, kemudian dalam kalimat.

Usahakan deskripsinya lengkap, tetapi tidak merujuk pada benda api itu.

5. Setelah 15 menit, secara bergantian masing-masing kelompok mendeskripsikan

secara lisan benda itu. Setelah itu, kelompok lain menebaknya. Sebelum

menebak, kelompok lain boleh bertanya.

6. Siswa menyusun sebuah paragraf deskripsi berdasarkan data yang diperolehnya

secara kelompok.

Page 14: Pembelajaran Konstektual

14

D. Penilaian

Data kemajuan belajar diperoleh dari:

1. Partisipasi setiap siswa dalam kerja kelompok.

2. Lembar pengumpulan data deskriptif.

3. Cara siswa menyampaikan ulasan deskriptif secara lisan.

4. Paragraf deskripsi yang ditulis siswa.

CATATAN:

Setelah berakhir, lakukan refleksi atas pembelajaran itu!

1. Tanyakan kepada siswa, “Apakah kalian senang dengan kegiatan tadi?” Dengan

cara itu, kalian lebih mudah menyusun paragraf deskripsi.

2. Refleksi CTL

Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh

siswa.

Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya,

mengajukan usul, dan menebak.

Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak

dengan kelompok lain.

Page 15: Pembelajaran Konstektual

15

CONTOH 3

RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Topik : Mendeskripsikan Ikan dan Perilakunya

Bidang Studi : Integrasi antara IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia

Waktu : 90 menit

A. Tujuan

Melatih siswa menemukan, menganalisis, mengamati, menggambarkan,

menyajikan secara visual, dan menyajikan di hadapan orang banyak ikan dan

perilakunya.

B. Media

Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan media:

1. Lima topless atau gelas, yang masing-masing sudah diisi seekor ikan (besarnya

disesuaikan dengan gelas).

2. Lima lembar kertas karton (manila) untuk membuat gambar.

3. 5 termometer pengukur suhu air.

4. 5 penggaris.

5. 5 spidol warna (atau lebih).

6. 10 lembar kertas kwarto.

C. Skenario pembelajaran

1. Kelas dibagi lima kelompok.

2. Masing-masing kelompok menghadap meja yang di atasnya telah tersedia 1

toples berisi air dan ikan, penggaris, termometer, dan kertas manila, masing-

masing satu buah. Juga dua lembar kertas kwarto.

3. Selama empat puluh menit, siswa mengamati ikan yang ada di toples. Siswa

diminta mengamati ikan itu, mencatat semua yang mereka amati: ukuran warna,

kira-kira beratnya, dll., dan perilakunya.

4. Siswa menyajikan hasil pengamatan di kertas karton. Kreativitas dalam

menyajikan ide hasil pengamatan sangat dihargai: boleh dengan gambar, bagan,

atau verbal. Juga, apakah siswa mampu membedakan antara data kuantitatif

dan data kualitatif yang mereka temukan.

5. Diwakili oleh salah seorang anggota, setiap kelompok menyajikan hasilnya.

6. Sharing dalam kelas mengenai apa-apa yang bisa diamati dari kehidupan seekor

ikan: warna, ukuran, tebal, berapa kali bernapas setiap menit, dsb.

7. Berikan ‘bonus’ untuk penampil terbaik! (gambar bintang, permen, bolepen, dsb.)

Page 16: Pembelajaran Konstektual

16

D. Authentic Assessment

1. Partisipasi siswa dalam kerja kelompok.

2. Kualitas display hasil pengamatan.

C. Catatan dari RP itu

Ilmu dan pengalaman diperoleh siswa dari menemukan sendiri. Itu berarti

konstruktivisme.

Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh

siswa.

Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya,

mengajukan usul, dan menebak.

Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak dengan

kelompok lain.

Authentic assessment: yang dinilai dari kegiatan itu adalah kerja sama dalam

kelompok dan hasil presentasi siswa.