pembelajaran fisika dengan pendekatan …... · pada materi suhu dan kalor) ... dukungan dan...

144
i PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA (Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010 Pada Materi Suhu Dan Kalor) TESIS Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Fisika Oleh : Wagijartini S 830209128 ROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: vanlien

Post on 05-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI

TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN

DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010

Pada Materi Suhu Dan Kalor)

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Fisika

Oleh :

Wagijartini

S 830209128

ROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

ii

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI

TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN

DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010

Pada Materi Suhu Dan Kalor)

Disusun Oleh

Wagijartini NIM : S 830209128

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dosen Pembimbing Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd …………….. ……… 2010

NIP. 19520116 198003 1 001

Pembimbing II Dra. Suparmi, MA, Ph.D ...................... ............ 2010 . NIP. 19520915 197603 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd

NIP. 19520116 198003 1 001

iii

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI

TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN

DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2009/2010

Pada Materi Suhu Dan Kalor)

Disusun Oleh

Wagijartini NIM : S 830209128

Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Prof. Dr. Ashadi …………….. ……… 2010

Sekretaris Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D ...................... ............ 2010 Anggota Penguji

1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd .................... ……… 2010

2. Dra. Suparmi, MA, Ph.D ................... ............ 2010

.

Mengetahui

Direktur Ketua

Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Drs. Suranto, M.Sc,Ph.D Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd

NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19520116 198003 1 001

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Wagijartini

NIM : S 830209128

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul: Pembelajaran

Fisika Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen

Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal Dan Aktivitas Belajar

Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar

Materi “Suhu dan Kalor” pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1

Pati Tahun Ajaran 2009/2010) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tesebut.

Surakarta, Juni 2010

Yang membuat pernyataan

Wagijartini

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Carilah dunia dengan ilmu, cailah akherat dengan ilmu, dan carilah keduanya

dengan ilmu.”

( HR Abu Dawud )

“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu

dengan beberapa derajat.”

( Q.S Al Mujadalah: 11 )

PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang begitu aku sayangi :

· Ibuku yang senantiasa memberikan doa, semangat dan kasih

sayangnya

· Semua teman-teman mahasiswa di Pendidikan Sains Program

Pascasarjana

· Suamiku yang senantiasa memberikan motivasi, semangat

dukungan dan masukan

· Anak-anakku yang senantiasa memberikan doa dan semangat

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah me

limpahan rahmad dan hidayahNYA, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

lancar. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian prasyaratan untuk

mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Berhasilnya usaha penyelesaian penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Drs. Suranto,M.Sc, Ph.D, selaku direktur Program Pascasarjana UNS

yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menempuh

pendidikan di Program Studi Pendidikan Sains.

2. Prof. Dr. H Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sains Program Pascasarjana UNS dan sebagai pembimbing I yang telah

banyak memberi arahan selama penulis menyelesaikan pendidikan.

3. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D sebagai pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan, pemikiran kepada penulis.

4. Seluruh dosen pengampu mata kuliah di Program Studi Pendidikan Sains

Program Pascasarjana UNS yang telah memberikan bimbingan dan motivasi

selama massa perkuliahan.

5. Semua karyawan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan demi kelancaran tugas-tugas penulis.

vii

6. Kepala SMA Negeri 1 Pati yang memberikan ijin tempat penelitian tesis

kepada penulis.

7. Ibu tersayang yang senantiasa mendoakan yang terbaik serta memberikan

kasih sayang, nasehat dan dorongan serta semangat bagi penulis dalam

menyelesaikan tesis.

8. Keluarga Besar-ku atas cinta, dukungan dan doanya.

9. Siswa-siswi Kelas X SMA Negeri 1 Pati atas kerjasama yang telah diberikan

saat pengambilan data.

10. Semua rekan-rekan mahasiswa angkatan Maret 2009, yang telah banyak

memberi bantuan, dorongan, semangat kepada penulis demi

terselesaikannya proposal ini.

11. Semua pihak yang tdak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam penyusunan proposal ini.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan yang lebih

baik di sisi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Semoga dengan penyusunan tesis ini

nantinya berguna bagi perkembangan pendidikan fisika pada khususnya dan dunia

pendidikan pada umumnya.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ v

KATA PEBGANTAR ...................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. .. viii

DAFTAR TABEL............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah.................................................................. . 8

C. Pembatasan Masalah................................................... ............... 9

D. Perumusan Masalah .................................................. ............... 10

E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 11

F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 12

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori ............ ......................................................... ......... 13

1. Belajar dan Teori-teori Belajar ............................................. 13

2. Pendekatan Inkuiri Terbimbing ...................................... ...... 18

3. Metode Eksperimen ................................................... ........... 22

4. Metode Demonstrasi .............................................................. 25

ix

5. Kemampuan Awal.................................................................. 27

6. Aktivitas Belajar .................................................................. 30

7. Prestasi Belajar .................................................................. .. 33

8. Bahan Ajar Suhu dan Kalor .................................................... 35

B. Penelitian yang Relevan............................................................... 55

C. Kerangka Berpikir ................................................................... 57

D. Hipotesis Penelitian................................................................. ..... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. ... 63

1. Waktu Penelitian .................................................................. 63

2. Tempat Penelitian ................................................................. 64

B. Populasi Dan Sampel .................................................................... 64

1. Penetapan Populasi .................................................................. 64

2. Teknik Pengambilan Sampel ................................................... 64

C. Metode Penelitian ............................................................... .. ..... 65

D. Variabel Penelitian ........................................................................ 66

1. Variabel Bebas ....................................................................... 66

2. Variabel Moderator ................................................................ 66

3. Variabel Terikat ...................................................................... 67

E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................ 67

F. Instrumen Penelitian ....................................................... ............. 68

1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian .......................................... 68

2. Instrumen Pengambilan Data .................................................. 68

G. Uji Coba instrumen ....................................................................... 69

x

1. Instrumen Tes Prestasi dan Kemampuan Awal ...................... 69

2. Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................................... 75

H. Tehnik Analisis Data ..................................................................... 76

1. Uji Prasyarat Analisis .............................................................. 76

2. Uji Hipotesis ............................................................................ 78

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Diskripsi Data ................................................................................. 82

1. Data Prestasi Belajar Fisika ..................................................... 82

2. Data Kemampuan Awal ........................................................... 87

3. Data Aktivitas Belajar...................................................................90

B. Pengujian Prasyarat Analisis ........................................................... 95

1. Uji Normalitas ....................................................................... 95

2. Uji Homogenitas .................................................................... 96

C. Pengujian Hipotesis ....................................................................... 97

1. Analisis Variansi .................................................................. 97

2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan ............................... 99

D. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 102

1. Hipotesis Pertama ................................................................... 104

2. Hipotesis Kedua ....................................................................... 107

3. Hipotesis Ketiga ...................................................................... 108

4. Hipotesis Keempat ................................................................... 108

5. Hipotesis Kelima ...................................................................... 110

6. Hipotesis Keenam ..................................................................... 111

7. Hipotesis Ketujuh ..................................................................... 112

xi

E. Keterbatasan Peneliti ..................................................................... .. 115

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................. 117

A. Kesimpulan .................................................................................. 117

B. Implikasi ........................................................................................ 121

C. Saran ............................................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA .................................................................……………..125

LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 127

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Tes Mapel Fisika SMAN 1 Pati .................. 3

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Belajar ........................................................ 16

Table 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing .......... 21

Tabel 2,3 Langkah-langkah Metode Eksperimen ................................. 24

Tabel 2,3 Langkah-langkah Metode Demonstrasi ................................ 27

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ................................................................. 63

Tabel 3.2 Sketsa Rancangan Penelitian ( Desain Faktorial )................ 66

Tabel 3.3 Indeks Daya Pembeda Soal .............................................. 73

Tabel 3.4 Tingkat Kesukaran Soal ....................................................... 74

Tabel 3.5 Letak Data Rancangan ANAVA Tiga Jalan Isi Sel

Tidak Sama.......................................................................... 81

Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa .................................. 83 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas

dengan Metode Demonstrasi ................................................ 83 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas

dengan Metode Eksperimen ................................................ 84

Ttabel 4.4a. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa ............................ 87 Tabel 4,4b. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal

Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi ........................... 87

Tabel 4.5a Deskripsi Data K A Siswa Metode Eksperimen ................... 88 Tabel 4.5b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal..................... 88 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Tinggi dan Rendah

Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen ............................ 88

xiii

Tabel 4.7a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Metode Demonstrasi...... 91 Tabel 4.7b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi

tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi ...................................................................... 91

Tabel 4.8a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Eksperimen 91 Tabel 4.8b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang

AktivitasBelajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen... 92 Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ....................95 Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ........................................ .96 Tabel 4.11 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Fisiska... 97 Tabel 4.12 One-way ANOVA: PRESTASI versus METODE ...................100 Tabel 4.13 One-way ANOVA: PRESTASI versus KA…………………… 101 Tabel 4.14 Rangkuman Probabilistik Interaksi ...................................... 103

Tabel 4.15a Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Demonstrasi dan

Kemampuan Awal ..................................................................109 Tabel 4.15b Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Eksperimen

dan Kemampuan Awal ...........................................................109

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Termometer Klinik ..............................................................36

Gambar 2.2 Skala Termometer ............................................................... 37

Gambar 2.3 Penerapan Pemuaian ............................................................38

Gambar 2.4 Pemuaian Panjang ............................................................... 39

Gambar 2.5 Pemuaian Luas .....................................................................40

Gambar 2.6 Pemuaian Volume Zat padat ................................................41

Gambar 2.7 Anomali Air V – T .............................................................. 43

Gambar 2.8 Anomali Air r - T ............................................................. 43

Gambar 2.9 Kalorimeter ........................................................................ .45

Gambar 2.10 Eksperimen Joule Pada Keseraraan Kalor Mekanik ........... 46

Gambar 2.11 Diagram Proses Perubahan Wujud ..................................... 47

Gambar 2.12 Grafik Suhu Kalor Es Yang Dipanaskan Sampai Menjadi

Uap Air ............................................................................... 48

Gambar 2.13 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi ..........................`51

Gambar 2.14 Konveksi Dalam Zat Cair .................................................... 51

Gambar 2.15 Model Cerobong Asap ..........................................................52

Gambar 2.16 Sistenm Pendingin Mesin Mobil …………………………..52

Gambar 4.1 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas

dengan Metode Demonstrasi ................................................84

Gambar 4.2 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas

dengan Metode Demontrasi................................................ 85

Gambar 4.3 Hitogram Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas

xv

dengan Metode Eksperim................................................... 85

Gambar 4.4 Hitogram Nilai KA Siswa pada Kelas yang Menggunakan

Metode Demonstrasi........................................................... 89

Gambar 4.5 Hitogram KA Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode

Eksperimen......................................................................... 89

Gambar 4.6 Hitogram Frejuensi KA Fisika pada Kelas yang Menggunakan

Metode Demonstrasi dan Eksperimen................................ 90

Gambar 4..7 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi

tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas

Demonstrasi ....................................................................... 92

Gambar 4.8 .Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi

tentang Aktiviras Belajar Siswa pada Kelompok Kelas

Eksperimen ....................................................................... 93

Gambar 4.9 Histogram Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas dengan

Metode Demonstrasi dan Eksperimen .............................. 93

Gambar 4.10 Grafik Analisis of Mean Metode terhadap Prestasi Belajar

Fisika .. ............................................................................. 94

Gambar 4.11 Grafik Analisis of Mean Kemampuan Awal terhadap

Prestasi Belajar Fisika …………………………………... 101

Gambar 4.12 Grafik Interaksi antara Metode Dengan Aktivitas terhadap

Presatsi Belajar Fisika ………………………………..... 102

Gambar 4.13 Grafik Main Efek Faktor Metode, Kemampuan Awal

dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi............................ 112

Gambar 4.14 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap

xvi

Prestasi Belajar Fisika .................................................... 114 Gambar 4.15 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika ................................................... 114

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ................................................................................... 127

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )........................ 130

Lampiran 3. Lembar Kegiatan Siswa ....................................................... 146

Lampiran 4. Kisi Tes Prestasi ( Kognitif ) ............................................... 164

Lampiran 5. Soal-Soal Tes Prestasi .......................................................... 165

Lampiran 6. Kunci Jawaban Tes Prestasi ................................................. 176

Lampiran 7. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal ......................................... 177

Lampiran 8. Soal-Soal Tes Kemampuan Awal ……………………..…. 178

Lampiran 9. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal ................................ 187

Lampiran 10. Kisi-Kisi Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................ 188

Lampiran 11. Angket Aktivitas Belajar Siswa ............................................ 189

Lampiran 12. Analisis Tes Prestasi ............................................................. 194

Lampiran 13. Analisis Kemampuan Awal................................................... 196

Lampiran 14. Uji Reliabilitas Angket Aktivitas Belajar ............................. 198

Lampiran : 15 Data Induk Penelitian ………………………………… 202

Lampiran 16 Uji Normalitas ...................................................................... 206

Lampiran 17 Uji Homogenitas ................................................................... 213

Lampiran 18 Hasil Analisis Data .............................................................. 217

Lampiran 19 Probabilistik ........................................................................ 218

xviii

ABSTRAK Wagijartini. S. S 830209128.” Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal Dan Aktivitas Belajar Siswa ( Studi Kasus Pada Materi Suhu Dan Kalor Kelas X Semester 2 SMA Negeri 1 Pati Tahun 2009/2010)”. Tesis. Surakarta : Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Mei 2010, Pembimbing : I. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, II. Dra. Suparmi, M.A, Ph. D. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, (2). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah, (3). Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi dan rendah, (4). Interaksi antara metode dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa, (5). Interaksi antara metode dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa, (6). Interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (7). Interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran 2009/2010 sebanyak 9 kelas. Sampel penelitian ini sitentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari empat kelas. Kelas eksperimen 1 menggunakan metode eksperimen dan kelas eksperimen 2 menggunakan metode demonstrasi. Masing-masing kelas terdiri dari 34 siswa. Teknik pengumpulan data untuk prestasi belajar dan kemampuan awal menggunakan metode tes, sedang untuk aktivitas belajar menggunakan angket. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan minitab 15. Uji lanjut anava menggunakan uji Scheffe dengan bantuan software minitab 15. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan : (1).Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi (pvalue = 0.000), (2). Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah (pvalue = 0.000), (3). Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi dan rendah (pvalue = 0.396), (4). Tidak ada interaksi antara metode dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.788), (5). Ada interaksi antara metode dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.036), (6). Tidak ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.840), (7). Tidak ada interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa (pvalue = 0.263).

xix

Kata kunci: inkuiri terbimbing, eksperimen, demonstrasi, kemampuan awal, aktivitas belajar, suhu dan kalor.

ABSTRACT

Wagijartini S. S 830209128. Physics Learning With Guided Inquiry Approach Using Experiment and Demonstration Method Overviewed from Prior Knowledge and Student Activity (A Case Study in Temperature and Heat Material Grade X Semester 2 Pati 1 Senior High School Academic Year 2009/2010)”. Thesis Surakarta, Science Education Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret Universty,. 2010, Advisor: I. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, II. Dra. Suparmi, M.A, Ph. D. The objectives of the research are to know: (1). The difference of student‘s achievement between student who learn using experiment and demonstration methods, (2). The difference of student’s achievement between student’s who has high and low student’s prior knowledge, (3). The difference of student’s achievement between student having high and low student’s activity, (4). The interaction between method and prior knowledge toward student’s achievement, (5). The interaction between method and activity toward student’s achievement, (6). The interaction between prior knowledge and activity toward student’s achievement, (7). The interaction between method, prior knowledge and activity toward student’s achievement. The research use experiment method. Populations of this research were all of students grade X Pati 1 Senior High School Academic Year 2009/2010. The sample of this research was taken using cluster random sampling technique consisted of 4 classes. First experiment class used experiment method, and second experiment class used demonstration method. Each class consisted of 34 students. The data collected using test for student achievement, student’s prior knowledge, and questioner for student’s activity. Hypothesis test of this research used anova three ways with different cell contents with the help of Minitab 15 software. And continued using Scheffe test with help Minitab 15 software. Based on data analysis the result can be concluded that: (1) there is difference in student’s achievement between the student learn using experiment and demonstration method (pvalue = 0.000, a = 0,05), (2). There is difference in student’s achievement between student having high and low prior knowledge (pvalue = 0.000), (3). There is no difference student’s achievement between student having high and low student’s activity (pvalue = 0.396), (4). There is no interaction between method and prior knowledge toward student’s achievement (pvalue = 0.788), (5). There is an interaction between method and activity toward student achievement (pvalue = 0.036), (6). There is no interaction between prior knowledge and activity toward student’s achievement (pvalue = 0.840), (7). There is no interaction between method, prior knowledge and activity toward student’s achievement (pvalue = 0.263).

xx

Key words: Guidance inquiry, experiment, demonstration, prior knowledge, student activity. Key words: Guided inquiry, experiment, demonstration, prior knowledge, student activity, temperature and heat

xxi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah Menengah Atas ( SMA ) merupakan suatu lembaga pendidikan

menengah yang secara formal bertanggung jawab memberikan bekal pengetahuan

dasar untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan

pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran

IPA yang diberikan di SMA mempunyai fungsi memberikan pengetahuan kepada

siswa agar dapat mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk

memperoleh, menghayati dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum

serta asas-asas Fisika, melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam

memecahkan masalah yang dihadapi, meningkatkan kesadaran siswa tentang

keteraturan alam dan keindahannya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan

mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa, memupuk daya kreasi dan kemampuan

bernalar, menunjang mata pelajaran IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam ) lain seperti

Biologi, Kimia dan mata pelajaran lainnya ( selain IPA ) serta membantu siswa

memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang teknologi. ( Depdiknas,

2003:1)

Tujuan pengajaran fisika di SMU yang tertuang dalam GBPP 1994 adalah

“agar siswa menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta

mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi dengan sikap ilmiah untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih menyadari

keagungan Tuhan Yang Maha Esa”. ( Depdiknas, 2003:2). Selain itu pengajaran

xxii

fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan Fisika seperti

yang ada dalam Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian adalah

untuk, ”mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan

eksperimentasi serta berpikir taat asas” (Depdiknas , 2003: 2).Dari pernyataan-

pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengajaran Fisika di SMA berfungsi

untuk memberikan pengetahuan dasar kepada siswa dan melatih siswa untuk

melakukan penelitian sesuai proses/metode ilmiah baik didalam laboratorium

maupun di alam sekitar kehidupan siswa . Selain itu siswa diharapkan mampu

mengembangkan pengetahuan dasar tersebut sehingga akan terbentuk sikap ilmiah

dalam diri siswa yang dapat diterapkan dalm kehidupan sehari-hari dan dapat

digunakan untuk mengembangkan daya kreasi dan inovasi yang dimiliki siswa

sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi

seperti sekarang ini.

Peneliti beranggapan, pembelajaran fisika di SMA secara umum masih

belum optimal. Indikatornya adalah masih rendahnya hasil prestasi belajar Fisika

siswa dan nilai rata-rata Ujian Nasional 2007/2008 untuk Fisika adalah yang

terendah diantara mata pelajaran yang lain. Nilai rata-ratanya masih dibawah 7

yaitu 6,49 dari data yang ada di BSNP ( badan Standart Nasional Pendidikan).

Dimana nilai rata-rata ini dibawah nilai mata pelajaran Biologi dan Kimia, yang

sama-sama baru di UN kan tahun 2007/2008. Khususnya untuk pembelajaran

fisika kelas X, guru masih menggunakan cara konvensional untuk menjelaskan

materi seperti suhu dan kalor, listrik dinamis, alat-alat optik, dan hukum Newton.

Sehingga prestasi belajar fisika yang dicapai oleh siswa belum optimal. Sebagai

contoh siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati prestasi belajar fisikanya masih belum

xxiii

memenuhi harapan. Hal ini dapat dilihat dari data nilai Fisika materi Suhu dan

Kalor, siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati masih banyak yang belum tuntas atau

belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 70. Siswa yang mendapat

nilai kurang dari 70 untuk tahun pelajaran 2007/2008 dari 377 ada 152 siswa ,

sedang untuk tahun 2008/2009 dari 306 ada 126 siswa. Ini berarti ada 40,32%

yang belun tuntas untuk tahun pelajaran 2007/2008, sedang untuk tahun

2008/2009 ada 41,18%. Disamping itu nilai rata-rata tes Fisika kelas X siswa

SMA N 1 Pati juga belum memuaskan, karena nilai rata-ratanya hanya sedikit

diatas KKM. Tabel 1.1 memuat nilai tes Fisika Kelas X untuk tahun pelaajaran

2007/2008 dan 2008/2009.

Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Tes Mapel Fisika SMAN 1 Pati

Nilai Rata-rata Semester No. Tahun Pelajaran Kelas

Gasal Genap

1 2007/2008 X 70,2 70,9

2 2008/2009 X 70,8 71,4

Sumber: Dokumen SMA Nageri 1 Pati

Permasalahan tersebut terjadi kareana adanya beberapa faktor penyebab.

Faktor-faktor penyebab tersebut bisa berupa faktor internal dan eksternal. Faktor

internal antara lain adalah konsentrasi, perhatian, ingatan, IQ, bakat, kemampuan

awal yang dimiliki, motivasi, dan aktivitas belajar siswa yang masih kurang.

Faktor eksternal bisa berupa pemilihan metode yang digunakan oleh guru kurang

tepat, penggunaan laboratorium yang kurang optimal dan pengajaran yang masih

berpusat pada guru ( teacher centered). Pembelajara Fisika harus mencerminkan

proses Fisika, yaitu proses dimana siswa diajak terlibat aktif dalam pembelajaran

xxiv

dan diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman dan penemuan tentang

sesuatu yang baru bagi dirinya.

Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, maka seorang guru

hendaknya tidak hanya sekedar menyampaikan informasi materi kepada anak

didik tetapi harus betul-betul membimbing siswa belajar melalui proses Fisika

sesuai dengan metode ilmiah . Artinya siswa mampu merumuskan suatu masalah,

kemudian merumuskan hipotesis, melakukan suatu eksperimen serta menganalisis

dan menarik suatu kesimpulan . Pembelajaran Fisika yang disajikan oleh guru

hendaknya yang menarik, inovatif dan dapat memotivasi belajar siswa. Seorang

guru harus dapat memilih pendekatan pembelajaran yang inovatif dan tepat,

karena ketidaksesuaian dalam penentuan pendekatan justru membuat siswa tidak

tertarik terhadap materi yang diberikan oleh guru, yang berakibat menurunnya

minat dan aktivitas belajar sehingga menurun pula prestasi belajar fisika siswa.

Ada beberapa pendekatan belajar antara lain inkuiri, pembelajaran berbasis

masalah ( PBL ), kontekstual dan kooperatif. Salah satu pendekatan yang sesuai

dengan karakteristik Fisika dan merupakan pembelajaran yang inovatif adalah

pembelajaran melalui proses penemuan secara ilmiah yaitu pembelajaran dengan

pendekatan inkuiri terbimbing. Pada pendekatan pembelajaran ini siswa bebas

memilih atau mengatur obyek belajarnya, mulai dari penentuan masalah, proses

pengumpulan data, analisis sampai eksperimen dan mengambil kesimpulan.

Dengan pendekatan inkuiri terbimbing, siswa mendapatkan pengalaman pertama

dalam penemuan dengan bimbingan guru. Pembelajaran dengan pendekatan

inkuiri terbimbing ini perlu karena Fisika adalah merupakan ilmu yang diperoleh

xxv

dari sekumpulan pengetahuan sebagai hasil penelitian para ahli melalui metode

ilmiah.

Penelitian Ian J.Quitadamo, Celia L. Faiola, James E. Johnson, and Martha

J. Kurtz (2008: 327), dikutip dari Life Sciences Education, Volume 7, tentang CBI

(Community-based Iquiry) meningkatkan cara berpikr kritis dalam pembelajaran

biologi menyimpulkan bahwa ” ternyata Inquiry tidak hanya meningkatkan

prestasi belajar tapi dapat meningkatkan cara berpikir kritis mahasiswa di

Universitas Regional Pasifik Barat Laut As”. Penelitian Anne (Amy) Cox-

Petersen, Brenda Spencer.Science Activities . Washington: Summer (2006:21)

menyimpulkan bahwa” model pembelajaran yang mengintegrasikan segala

pengetahuan yang ada dan siswa berinteraksi dengan teman sebaya mereka secara

inkuri, diskusi dan menggunakan sumber cetak dapat meningkatkan

pembelajaran”.

Menurut hasil penelitian, siswa-siswa menyatakan bahwa inkuiri yang berdasarkan kegiatan laboratorium adalah lebih permanen, lebih menyenangkan, dan lebih terpusatkan pada siswa dari pada metode tradisional, bahwa berkat metode ini, mereka belajar dengan bekerja-sama dan mengambil keuntungan dari berbagai aspek dengan berdiskusi, bahwa mereka puas dengan posisi binbingan guru dalam implementasinya. dan bahwa sikap mereka yang berkaitan dengan biologi meningkat secara positif. Jerry P Suits. School Science and Mathematics. Bowling Green: Oct 2004. Vol. 104, Iss. 6; pg. 248, 10 pgs

Seorang guru yang mau mengajar selain memperhatikan pemilihan

pendekatan, juga harus dapat memilih metode yang tepat. Pemilihan metode yang

akan digunakan harus sesuai dengan tujuan pengajaran. Ada beberapa metode

yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran

tersebut adalah metode disvovery, penugasan, tanya jawab, diskusi, demonstrasi

dan eksperimen. Seorang guru dalam memilih metode harus dapat menyesuaikan

xxvi

dengan jenis atau sifat dari bahan pengajaran. Fasilitas pengajaran yang lengkap,

seperti laboratorium dengan peralatannya dan media siap pakai yang sesuai

dengan materi pelajaran akan memberi dorongan serta peluang kepada guru untuk

memilih berbagai metode pengajaran yang akan digunakan sehingga diharapkan

proses belajar mengajar dapat berjalan lancar dan hasil belajar siswa dapat

optimal. Metode pengajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah demonstrasi

dan eksperimen, karena sesuai dengan karakteristik pelajaran IPA khususnya

fisika yang meliputi proses, produk dan sikap ilmiah. Metode demonstrasi adalah

suatu tehnik penyajian pelajaran dimana seorang guru/kelompok siswa

memperagakan kepada seluruh siswa sesuatu proses sehingga siswa dapat

mengamati dan merasakan proses tersebut. Sedangkan metode eksperimen adalah

suatu tehnik mengaajar yang menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung

untuk mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan. Dengan

eksperimen dan demonstrasi, siswa dapat mengamati,mengukur dan menganalisis

secara langsung yang didukung dengan sikap ilmiah.

Pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan

demonstrasi lebih berpusat pada siswa dan memberi kesempatan kepada siswa

untuk terlibat langsung dalam proses: mengamati, manafsirkan pengamatan,

meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menemukan konsep, merencanakan

penelitian, berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan dan pendapat. Peneliti

sering menjumpai pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah guru yang

melakukan percobaan di depan siswa, tetapi peneliti ingin mencoba melakukan

penelitian dengan siswa yang melakukan demonstrasi di depan teman-temannya.

xxvii

Jadi baik eksperimen maupun demonstrasi , siswa tetap menjadi pusat

pembelajaran dengan bimbingan guru.

Selain pendekatan dan metode, yang perlu diperhatikan oleh guru adalah

faktor internal seperti kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Dengan

kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa ini akan sangat mendukung dalam

proses maupun hasil pembelajaran pada materi yang akan diajarkan. Disamping

itu aktivitas belajar siswa juga perlu diperhatikan, karena jika siswa aktif belajar

dan aktif ketika sedang diajar ( aktif mendengarkan, menulis, membaca,

melakukan percobaan, mengingat dan memberikan saran ) maka pembelajaran

akan berjalan dengan lancar dan siswa akan dengan mudah mengikuti dan

menguasai pelajaran Fisika.Untuk mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat

berlansung lancar dan sejauh mana siswa berhasil menguasainya maka diperlukan

alat ukur keberhasilan siswa dalam belajar yaitu dengan tes prestasi belajar yang

meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Tes prestasi belajar merupakan

salah satu alat pengukuran dibidang pendidikan yang sangat penting artinya

sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan (Saifuddin,2005:9).

Kemudian menurut Gronlund (1977) yang ditulis oleh Saifuddin bahwa tes harus

mengukur hasil belajar yang telah dibatasi dengan jelas, berisi item-item yang

cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan. Sehingga peneliti berusaha

untuk dapat memilih soal-soal yang benar-benar dapat mengukur kemampuan

siswa dalm pemahaman tentang suatu materi fisika.

Peneliti sangat tertarik dengan materi Suhu dan Kalor, yang terdiri dari

suhu, kalor dan perpindahan kalor. Konsep suhu dan kalor sudah dikenal oleh

siswa sejak di SMP yang banyak dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupan

xxviii

sehari-hari. Namun demikian pada materi ini siswa masih banyak yang

mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Suhu adalah derajat panas dinginnya

suatu benda atau ukuran energi kinetik rata-rata seluruh molekul. Istilah kalor

sering dicampur adukkan dengan suhu. Kalor adalah energi dalam yang

dipindahkan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah ketika kedua

benda disentuhkan (dicampur). Berdasarkan pada uraian diatas, penulis

menyimpulkan bahwa prestasi belajar fisika siswa dapat ditingkatkan melalui

pendakatan dan metode yang tepat, yang tentunya tidak lepas dari kemauan siswa

secara intrinsik untuk belajar fisika. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan

penelitian tentang pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam proses

pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran fisika banyak pilihan pendekatan yang dapat digunakan

seperti pendekatan inkuiri, PBL,kontekstual dan kooperatif, namun guru selalu

melaksanakan pembelajaran secara monoton.

2. Siswa cepat bosan untuk belajar fisika karena dijejali dengan rumus-rumus

tanpa adanya variasi penggunaan metode. Padahal ada beberapa metode yang

dapat digunakan dalam pembelajaran fisika seperti eksperimen, demonstrasi,

diskusi, pemberian tugas, tanya jawab dan discovery.

3. Banyaknya guru yang masih enggan menggunakan laboratorium

xxix

4. Siswa belum memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia secara

maksimal.

5. Pelajaran fisika merupakan pelajaran yang masih dianggap sulit oleh siswa.

6. Minat belajar siswa disekolah terhadap fisika masih kurang.

7. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti kemampuan

awal, aktivitas belajar, motivasi, IQ, kreativitas, bakat, konsentrasi dan

perhatian, tetapi guru belum memperhatikan kondisi awal dan faktor-faktor

internal yang sangat bervariasi antara siswa satu dengan yang lain

8. Rata-rata prestasi belajar fisika pada siswa SMA Negeri 1 Pati belum

memuaskan..

9. Prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor

masih rendah, yang ditandai dengan nilai rata-rata raport dan NEM masih

belum sesuai dengan yang diharapkan kurikulum.

C. Pembatasan Masalah

Dengan melihat banyaknya permasalahan yang muncul dalam penelitian

ini, maka perlu pembatasan masalah. Hal ini diperlukan untuk memperoleh suatu

kedalaman dalam pengkajian masalah dan agar tidak menyimpang dari tujuan.

Adapun pembatasan masalah tersebut antara lain:

1. Pendekatan yang diterapkan dalam proses pembelajaran fisika adalah

pendekatan inkuiri terbimbing.

2. Metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran fisika

adalah eksperimen dan domonstrasi.

xxx

3. Kemampuan awal siswa yang ditinjau adalah kemampuan kognitif (nilai) tes

kemampuan awal hanya diambil yang tinggi dan rendah.

4. Aktivitas belajar siswa hanya diambil yang tinggi dan rendah.

5. Prestasi belajar fisika dibatasi pada hasil belajar siswa pada aspek kognitif

kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok bahasan

Suhu dan Kalor.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran

dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan

demonstrasi?

2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

kemampuan awal tinggi dan rendah?

3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas

belajar tinggi dan rendah?

4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan

kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa?

5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan

aktivitas terhadap prestasi belajar siswa?

xxxi

6. Apakah ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi

belajar siswa?

7. Apakah ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan

awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan arah dari suatu kegiatan, maka harus ditentukan

terlebih dahulu supaya kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terarah.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi.

2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi

dan rendah.

3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar tinggi

dan rendah.

4. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan

awal terhadap prestasi belajar siswa.

5. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan aktivitas

terhadap prestasi belajar siswa.

6. Interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

xxxii

7. Interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal

dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan, diharapkan dapat bermanfaat bagi semua

pihak terutama bagi dunia pendidikan pada umumnya. Adapun manfaat yang

diharapkan dari penulis adalah sebagai berikiut:

1. Manfaat Teoritis

a. Mengetahui pengaruh pendekatan inquiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan aktivitas

belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa yang pada aspek kognitif .

b. Memberikan gambaran tentang penggunaan pendekatan dan metode

pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan awal dan aktivitas belajar

siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan alternatif pembelajaran fisika yang melibatkan peran aktif siswa.

b. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Memberikan motivasi kepada para guru untuk lebih giat memanfaatkan

laboratorium dalam proses pembelajaran secara maksmal.

xxxiii

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Belajar dan Teori-Teori Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang dapat memberikan pengalaman nyata

dan melibatkan perubahan tingkah laku pada siswa sehingga mereka dapat bekerja

sama, berinisiatif, menyelesaikan masalah, mengambil keputusan dan

memperoleh ketrampilan. Belajar pada dasarnya tidak memandang siapa yang

belajar dan dimana tempatnya, dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat

melakukannya. Mengenai pengertian belajar, berikut dikutip dari beberapa pakar

pendidikan:

Tarani Rusyan, Atang Kusnindar dan Zainal Arifin ( 1989: 8)

mengemukakan bahwa “Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah

laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian

terhadap sikap nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam

berbagai aspek kehidupan”. Menurut Gagne(1977) yang dikutip oleh Ngalim

Purwanto (1990: 84) menyebutkan bahwa “Belajar terjadi apabila situasi stimulus

bersama isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya

(performance-nya ) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu

sesudah ia mengalami situasi tadi”. Dengan kata lain Gagne berpendapat bahwa

xxxiv

belajar terjadi apabila siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik

setelah ia mengalami proses belajar tersebut.

Menurut Hilgrad dan Bower yang dikutip oleh Ngalim Purwanto

(1990:84) menyebutkan bahwa:

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Berdasarkan pendapat Hilgrad dan Bower tersebut dapat diartikan bahwa belajar

merupakan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman yang

berulang-ulang dan bukan karena kecenderungan respon bawaan, kematangan

atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Pengertian belajar menurut pendapat Roestiyah N.K (1989:141) yaitu

“Belajar adalah suatu proses dimana guru terutama melihat apa yang terjadi

selama murid menjalani pengalaman edukatif, untuk mencapai sesuatu tujuan“.

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses aktivitas,

yang membawa pola perubahan pada pengetahuan selama pengalaman belajar itu

berlangsung. Pendapat Morgan yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990: 84)

menyebutkan bahwa “Belajar adalah setiap perubahan relatif menetap dalam

tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

Berdasarkan pendapat Morgan diatas dapat diartikan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.

Timbulnya keaneragaman pendapat para ahli merupakn fenomena yang

wajar karena adanya perbedaan sudut pandang . Namun pada dasarnya pendapat

mereka saling melengkapi. Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan

xxxv

secara umum, belajar dapat diartikan sebagai perubahan seluruh tingkah laku

individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan. Perubahan tingkah laku meliputi perubahan pengetahuan ,

pemahaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan dan kecakapan. Belajar adalah suatu

proses bukan suatu hasil yang merupakan dasar perkembangan hidup manusia.

Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan

menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

b. Teori Belajar

Teori-teori belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran fisika

antara lain:

1) Teori Belajar Ausubel

Ausubel, menyatakan bahwa:

Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau penyajian materi pelajaran pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat menguraikan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. (Ratna Wilis Dahar, 1989).

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan

pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu

dalam bentuk final, maupun dalam bentuk penemuan yang mengharuskan siswa

untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada

tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi tersebut pada

pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. Disini

terjadi belajar bermakna, yaitu suatu proses mengaitkan informasi baru pada

konsep-konsep yang relevan dengan struktur kognitif seseorang. Tetapi siswa

xxxvi

dapat pula mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut tanpa

menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitifnya

(dalm hal ini terjadi belajar hafalan). Bentuk-bentuk belajar diatas dapat

dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Belajar

Belajar dapat berupa Belajar Hafalan Belajar Bermakna

No Secara Penerimaan

Secara Penemuan Secara Penerimaan

Secara Penemuan

1.

Materi disajikan dalam bentuk final

Materi ditemukan oleh siswa

Materi disajikan dalam bentuk final

Materi ditemukan oleh siswa

2.

Siswa menghafal materi yang disajikan

Siswa menghafal materi

Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitifnya

Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitifnya

Pembelajaran Fisika materi Suhu dan Kalor sangat erat kaitannya dengan

peristiwa yang ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran

dengan menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, akan memberikan

tambahan bermakna pada penguasaan konsep suhu dan kalor. Apa yang dipelajari

siswa pada suhu dan kalor dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ini

merupakan konsep pembelajaran bermakna seperti yang dikemukakan oleh

Ausubel.

2) Teori Belajar Bruner

Bruner mengusulkan teori yang disebut “Free Discovery Learning”.

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk

teori, konsep, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang

xxxvii

menggambarkan atau mewakili sumbernya. Dengan kata lain siswa dibimbing

secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.Untuk memahami suatu

konsep, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi dari konsep tersebut tetapi

langsung mempelajari contoh-contoh konkret dari konsep tersebut baru kemudian

dibimbing untuk memahami definisi dari konsep tersebut. Hal ini merupakan

kebalikan dari “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan), yang

berjalan secara deduktif.

Menurut Bruner, proses belajar siswa tersebut melibatkan tiga hal yang

berlangsung hampir bersamaan, yaitu: (a) memperoleh informasi baru, (b)

transformasi informasi, (c) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Siswa

diberi kebebasan untuk menuangkan pikiran dan kreatifitasnya dalam

pembelajaran melalui metode eksperimen dan demonstrasi, sehingga konsep suhu

dan kalor dapat dipahami oleh siswa secara lebih mendalam. Dengan mengunakan

metode eksperimen dan demonstrasi, siswa diajak berpikir secara induktif dan

deduktif hingga ditemukan suatu kesimpulan yang tidak lain merupakan konsep

atau pengetahuan baru.

3) Teori Belajar Piaget

Jean Peaget menyatakan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga

tahapan, yaitu: asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses

penyatuan (pengitegrasian) informasi baru ke stuktur kognitif yang sudah ada

dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam

situasi baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi

dengan akomodasi (penyeimbangan). Menurut J. Piaget, proses belajar harus

disesuaikan dengan taraf perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Piaget

xxxviii

membagi perkembangan kognitif manusia dalam empat tahap yang berurutan.

Untuk setiap manusia urutan tahap-tahap itu sama,tetapi usia untuk masuk ke

tahap yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan keturunan.

Empat tahap yang dimaksud Piaget adalah: (a) Tahap Sensorimotor (0-2

tahun), selama periode ini anak bergerak dan bertindak dengan indra-indranya

(sensori) dan dengan tindakan-tindakan (motor); (b) Tahap pra Operasional (2-7

tahun), pada tahap ini anak belum mampu melakukan operasi matematika seperti

menambah, mengurangi, dan lain sebagainya; (c) Tahap operasional (7-11 tahun),

tahap ini merupakan permulaan anak mulai berpikir secara rasional, tetapi belum

dapat berurusan dengan materi-materi abstrak seperti hipotesis. Pada periode ini

sifat egosentris dalam berkomunikasi berubah menjadi sosiosentris; (d) Tahap

Operasional Formal (11 tahun keatas), anak pada periode ini tidak perlu berpikir

dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Anak sudah

mempunyai kemampuan untuk berpikir secara abstrak.

Siswa SMA sudah memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak,

sehingga dengan pendekatan inkuiri terbimbing melaui metode eksperimen dan

demonstrasi siswa dapat menemukan konsep kemudian mengintegrasikannya

dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya Pengetahuan yang dimiliki

siswa sebelum menerima materi suhu dan kalor pada bahasan ini penulis sebut

sebagai kemampuan awal siswa.

2. Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Pendekatan Inquiry terbimbing (Guided Inquiry), merupakan pendekatan

dalam proses belajar mengajar dimana siswa memperoleh petunjuk-petunjuk

seperlunya, biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membimbing

xxxix

Pada. awalnya agak banyak diberikan bimbingan, kemudian lambat laun

dikurangi. Pendekatan ini digunakan terutama bagi para siswa yang belum

terbiasa atau belum berpengalaman belajar dengan Inquiry. Dengan bimbingan

yang diberikan guru, diharapkan siswa mampu berpikir dan menemukan cara

penelitian yang tepat untuk menemukan konsep.

Peranan seorang guru sangat menentukan dalam pembelajaran inquiry

terbimbing. Peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran

tersebut adalah sebagai berikut: 1) sebagai motivator dalam kegiatan belajar

mengajar, siswa diberi rangsangan supaya siswa aktif dan bergairah dalam

mengikuti pelajaran; 2) sebagai fasilitator dengan membimbing dan menunjukkan

jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berfikir siswa; 3) penanya yaitu

untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi

keyakinan pada diri sendiri; 4) sebagai administrator yang bertanggung jawab

terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas; 5) sebagai pengaruh untuk memimpin

arus berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan ; 6) sebagai manajer untuk

mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas; 7) memberi reward, yaitu

memberi penghargaan pada prestasi yang telah dicapai dalam rangka peningkatan

semangat heuristik, motivasi yang kuat pada siswa.

Pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Supriyadi (2007: 56)

mempunyai ciri-ciri antara lain : 1) ruang lingkup untuk melakukan suatu

penyelidikan atau pengamatan diberikan kepada siswa; 2) siswa melakukan suatu

restrukturisasi masalah-masalah; 3) siswa melakukan identifikasi masalah yang

berdasarkan penyelidikan atau pengamatan; 40 siswa melakukan ”trial error” atau

berspekulasi berbagai cara untuk memecahkan masalah dan kesulitan. Menurut

xl

Trowbrigde dan Bybee hal 180 yang dikutip Paul Suparno (2006: 70) unsur-unsur

yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh agar pendekatan inquiry

terbimbing yang direncanakan dapat berjalan lancar dan mendukung pembelajaran

siswa adalah : 1) Persoalan yang mau diteliti: harus real dan nyata, punya arti bagi

siswa dan dapat diteliti siswa; 2) Informasi tentang latar belakang menjadi

penting: buku dan bacaan yang diperlukan; 3) Material: alat dan bahan yang

diperlukan disediakan agar tidak bingung mencari; 4) pertanyaan pengarah: perlu

disiapkan guru agar siswa terfokus; 5) hipotesa siswa perlu dilihat oleh guru dan

dimengerti maksudnya oleh siswa lainnya;6) data perlu dikumpulkan dengan baik

oleh siswa; 7) Pengambilan kesimpulan perlu diperhatikan apakah logis atau

tidak. Siswa perlu dibimbing untuk mendapatkan kesimpulan bagi diri mereka

sendiri; 8) LKS dapat disiapkan untuk membantu siswa dalam proses inquiry.

Strategi inquiry terbimbing adalah strategi yang dipakai dalam proses

pembelajaran fisika dalam arti yang luas, karena strategi ini merupakan strategi

dasar yang berlandaskan metode ilmiah. Selain itu digunakan dalam rangka

membentuk keilmuan yang berupa ketrampilan proses, menunjukkan kejadian,

pembelajaran yang induktif dan deduktif, dan pembelajaran untuk menyelesaikan

masalah atau poblem solving dengan arahan dan bimbingan seorang guru.

Pendekatan inquiry terbimbing memiliki keunggulan antara lain: dapat

membentuk dan mengembangkan ”self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa

dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik, membantu

dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru,

mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisistif sendiri, bersikap

obyektif, jujur dan terbuka, memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, situasi

xli

belajar lebih merangsang, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu,

memberikan kebebasan pada siswa untuk belajar sendiri, menghindari siswa dari

cara belajar tradisional, dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya

sehingga mereka dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi.

Tabel 2.2.menunjukkan sintaks (aliran kegiatan) pembelajaran inkuiri terbimbing.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

No Langkah Pokok Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Perumusan masalah - Memberi motivasi

- Menjelaskan prosedur eksperimen

- Menyajikan situasi masalah dengan pertanyaan dan mengajukan permasalahan

- Mendengarkan dan mengikuti petunjuk guru.

- Mengidentifikasikan masalah untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan Hipotesis - Membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis

- Merumuskan hipotesis

3. Pengumpulan data melalui eksperimen

- Menyediakan alat dan bahan

- Meminta masing-masing kelompok siswa untuk melakukan eksperimen dalam pengambilan data

- Mengambil alat dan memeriksanya.

- Membaca petunjuk. - Melakukan kegiatan sesuai

dengan prosedur LKS. - Mengumpulkan data dan

informasi 4. Mengolah dan

menganalisis data - Memberi alat dan bahan - Meminta masing-masing

kelompok siswa untuk melakukan eksperimen dalam pengembalian data.

- Membimbing siswa dalam menganalisis data

- Berdiskusi untuk mengolah dan menganalisis data hasil kegiatan

5. Membuat kesimpulan - Memberi arahan dalam menarik kesimpulan

- Membuat kesimpulan

6. Mengkomunikasikan atau menulis dalam bentuk laporan

- Membimbing siswa dalam membuat laporan hasil kegiatan.

- Menyusun laporan hasil kegiatan.

Kelemahan dari pendekatan inquiry terbimbing antara lain: diperlukan kesiapan

mental siswa yang cukup dalam proses pembelajaran , jika pendekatan ini

diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar kemungkinan besar tidak

berhasil, lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap serta

keterampilan yang memberi kesan terlalu idealis

xlii

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan

inquiry terbimbing menggunakan pendekatan induktif dan deduktif dalam

menemukan pengetahuan dan kondisi yang memungkinkan siswa untuk

menganalisis dan memecahkan masalah secara sistematik. Pembelajaran inquiry

terbimbing menekankan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga

konsep yang dipelajari lebih tertanam dalam diri siswa. Jadi bukan pembelajaran

yang berpusat pada guru, melainkan kepada siswa. Disamping itu dengan

pendekatan inquiry juga dapat meningkatkan cara berpikir kritis siswa.

3. Metode Eksperimen

Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain

(1996), adalah “Cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan pecobaan

dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.”Sedangkan

menurut Roestiyah N.K (2001:79) metode eksparimen diartikan sebagai”Salah

satu cara mengajar, dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal;

mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil

pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.”

Bedasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa yang dimaksud dengan metode eksperimen atau percobaan adalah suatu

tehnik mengajar yang menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung untuk

mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan. Metode ini

merupakan suatu metode mengajar yang termasuk paling sesuai untuk pelajaran

IPA.

xliii

a. Tujuan Penggunaan Metode Eksperimen

Penggunaan metode eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar

bertujuan untuk:( 1) Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dari berbagai fakta,

informasi, atau data yang diperoleh melalui pengamatan pada proses eksperimen,

(2) Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan

melaporkan percobaan, (3) Melatih peserta didik mengunakan logika berpikir

induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang

terkumpul melalui percobaan.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen

Kelebihan dari metode eksperimen yang digunakan dalam proses belajar

mengajar adalah: 1) Membuat peserta didik percaya pada kebenaran dan

kesimpulan percobaannya sendiri, tidak hanya menerima begitu saja penjelasan

dari guru atau buku, 2) Peserta didik terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta,

informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya, 3)

Mampu melatih peserta didik untuk menggunakan dan melaksanakan prosedur

metode ilmiah serta berpikir ilmiah, sehingga terlatih untuk membuktikan ilmu

secara ilmiah, 4) Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif,

realistis, dan menghilangkan verbalisme, 5) Hasil belajar akan melekat lebih lama

pada anak didik.

Disamping memiliki kelebihan ternyata metode eksperimen juga

memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut adalah: 1) Memerlukan peralatan,

bahan, dan saran eksperimen yang mencukupi bagi setiap siswa atau kelompok

siswa. Jika hal ini tidak terpenuhi akan mengurangi kesempatan siswa untuk

dapat bereksperimen, 2) Dapat menghambat laju pembelajaran apabila dalam

xliv

pelaksanaannya ternyata ada eksperimen yang memerlukan waktu lama, 3)

Kekurang pengalaman guru maupun peserta didik dalam melaksanakan

eksperimen, akan menimbulkan kesulitan tersendiri pada pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar, 4) Kegagalan atau kesalahan dalam eksperimen akan

mengakibatkan perolehan hasil belajar ( berupa informasi, fakta, atau data) yang

salah atau menyimpang.

c. Prosedur Pemakaian Metode Eksperimen

Ada beberapa prosedur/langkah yang harus dilakukan pada pemakaian

metode eksperimen agar mendapatkan hasil yang optimal. Langkah-langkah

tersebut seperti dalam tabel 2.3.

d. Pelaksanaan Eksperimen

1) Siswa memulai percobaan, 2) Pada waktu percobaan, guru

memperhatikan, apabila perlu mendekati untuk mengamati proses yang dilakukan

siswa, 3) Selama percobaan berlangsung, guru hendaklah memperhatikan situasi

secara keseluruhan. Tabel 2.3 menunjukkan langkah-langkah metode demonstrasi.

Tabel 2.3 Langkah-langkah Metode Eksperimen

Tahap pembelajaran Tahap Eksperimen Menjelaskan tujuan Eksperimen

Awal · Pembukaan · Menyajikan pengetahuan

prasyarat/rasional

· Menjelaskan tujuan eksperimen

· Memotivasi siswa dengan pertanyaan

Inti Pelaksanaan Eksperimen · Menyediakan alt-alat serta bahan yang akan digunakan, mengisi LKS dengan data-data

· Menganalisis data-data hasil kegiatan Eksperimen

Penutup Memberikan kesempatan kepada siswa menyimpulkan hasil

Kegiatan pemantapan

xlv

e. Tindak Lanjut eksperimen.

1) Meminta siswa mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa

guru, 2) Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, 3)

Memeriksa dan mengumpulkan kembali segala peralatan yang digunakan dan

membersihkannya terlebih dahulu apabila kotor.

4. Metode Demonstrasi

a. Pengertian Metode Demonsrasi

Metode ini banyak digunakan dalam menyajikan pembelajaran IPA.

Metode ini menghindarkan siswa dari kemampuan yang bersifat verbal, sebab

siswa dihadapkan pada fakta yang nyata. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan

Aswan Zain (1996:45) metode demonstrasi adalah”cara penyajian pelajaran

dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi,

atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang

sering disertai penjelasan lisan”. Sementara menurut Roestiyah N.K (2001:80)

metode demonstrasi adalah” cara mengajar dimana seorang instruktur/tim guru

menunjukkan, memperlihatkan sesuatu proses sehingga seluruh siswa dapat

melihat, mengamati, mendengar, mungkin meraba-raba dan merasakan proses

yang dipertunjukkan guru”. Menurut Anna Poedjiadi (2002: 51) “ Apabila alat

dan bahan yang dimiliki suatu sekolah tidak mencukupi, seorang guru dapat

memberikan pengalaman kepada para siswa dengan observasi dan interaksi aktif

melalui demonstrasi”.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode demonstrasi

adalah suatu tehnik penyajian pelajaran dimana guru/kelompok siswa

memperagakan kepada seluruh siswa sesuatu proses sehingga siswa dapat

xlvi

mengamati dan merasakan proses tersebut. Metode demonstrasi digunakan dengan

pertimbangan sekolah tidak memiliki alat dalam jumlah yang memadai untuk

menggunakan metode eksperimen.

b. Tujuan Penggunaan Metode Demonstrasi

Tujuan penggunaan metode demonstrasi antara lain: 1) Siswa mampu

memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu, 2) Siswa dapat

menyaksikan kerja suatu alat atau benda 3) Siswa dapat mengamati bagian-bagian

dari suatu benda atau alat, 4) Bila siswa melakukan sendiri demonstrasi, maka ia

dapat mengerti juga penggunaan suatu alat

c. Keunggulan dan Kekurangan Metode Demonstrasi

Keunggulan dari metode demonstrasi yang digunakan dalam kegiatan

belajar mengajar adalah: 1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan

lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme, 2) Siswa lebih mudah

memahami apa yang dipelajari, 3) Proses pengajaran menjadi lebih menarik, 4)

Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dan

kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.

Disamping memiliki kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki

kekurangan, antara lain: 1) Metode ini memerlukan ketrampilan guru secara

khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan

tidak efektif, 2) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak

selalu tersedia dengan baik, 3) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan

perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang,

yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam mata pelajaran lain.

xlvii

d. Prosedur Pemakaian Metode Demonstrasi

Untuk mendapatkan hasil belajar yang efektif pada pemakaian metode

demonstrsi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah

tersebut seperti dalm tabel 2.4.

Tabel 2.4 Langkah-langkah Metode Demonstrasi Tahap Pembelajaran Tahap Demonstrasi Keterangan Awal · Pembukaan

· Menyajikan pengetahuan prasyarat/rasional

· Menjelaskan tujuan demonstrasi

· Menggali pengetahuan awal siswa, berupa kemampuan prasyarat/pengetahuan awal tentang konsep yang dipelajari

Inti · Pelaksanaan demonstrasi · Memberi kesempatan siswa

untuk berlatih dalam kondisi terkontrol

· Penyajian, penjelasan konsep · Kegiatan /latihan siswa untuk

merefleksikan materi yang telah didemonstrasikan, mencatat data, menganalisis data dan penarikan kesimpulan

Penutup Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan yang didapat dari demonstrasi dan pengalaman kesituasi yang lebih kompleks

Kegiatan pemantapan tugas rumah, proyek, dll

5. Kemampuan Awal

Dalam melakukan segala aktivitas kemampuan awal seseorang, sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan aktivitas yang dilakukan selanjutnya.

a. Pengertian Kemampuan Awal

Menurut Gagne yang dikutip Ratna Wilis Dahar (1989: 134) “Penampilan-

penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan

(capabilities)”. Pengetahuan dan kemampuan baru membutuhkan kemampuan

yang lebih rendah dari kemampuan baru tersebut. Dalam pengajaran Fisika

xlviii

kemampuan awal merupakan pengetahuan atau konsep Fisika yang akan

digunakan untuk menjelaskan konsep Fisika yang lain.

Menurut Pophan dan Baker (Hadi, dkk, 1992) berdasarkan data tes awal

guru dapat menentukan 1) apakah siswa-siswanya telah memiliki ketrampilan

yang diperlukan demi berhasilnya program pengajaran yang disusunya. 2)

Sudahkah siswanya mencapai tujuan-tujuan yang seharusnya sudah dicapai dalam

pelajaran-pelajaran sebelumnya? Apabila siswa telah gagal menguasai perilaku-

perilaku prasyarat maka pelaksanaan pembelajaran berikutnya akan mengalami

hambatan. Jadi kemampuan awal adalah kemampuan atau hasil belajar yang

didapat sebelum mendapat kemampuan baru yang lebih tinggi dan akan

menentukan keberhasilan pada pengajaran berikutnya.

1) Peranan Kemampuan Awal dalam Belajar

Dalam proses belajar mengajar, siswa akan lebih mudah memahami atau

mempelajari materi selanjutnya, jika proses belajar didasarkan pada materi yang

sudah diketahui sehingga kemampuan awal berpengaruh terhadap proses

selanjutnya dan ikut berperan dalam keberhasilan belajar siswa. Kemampuan yang

diperoleh siswa dari pengalaman sebelumnya merupakan titik tolak untuk

membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya. W.S Winkel (2007)

menyatakan bahwa: setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri

atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk

dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional

(tingkah laku final). Oleh karena itu keadaan siswa pada awal proses belajar

mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan,

perumusan dan pencapaian tujuan instruksioanal (tingkah laku final).

xlix

Berdasarkan pendapat W.S Winkel, maka apabila kemampuan awal siswa

tinggi, dalam proses belajar mengajar berikutnya siswa tersebut tidak akan

mengalami kesulitan. Pada tahap berikutnya siswa tinggal mengembangkan

kemampuan awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai. Namun apabila kemampuan awal siswa rendah, maka siswa akan

mgelami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga perlu waktu

lama untuk memperoleh tujuan yang hendak dicapai.

2) Pengukuran Kemampuan Awal

Menurut Abdul Ghafur (1989:122) terdapat langkah-langkah untuk

mengetahui kemampuan awal, yaitu: 1) Catatan atau dokumen yang ada, adalah

nilai surat tanda tamat belajar (ijasah), nilai rapor, nilai tes masuk penerimaan

siswa baru, nilai tes intelegensi, dan catatan prestasi kegiatan, 2) Tes prasyarat

(pre-requisite test) dan tes awal(pre-test). Tes prasyarat berfungsi untuk

mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang

diperlukan. Tes awal berfungsi untuk mengetahui seberapa besar siswa telah

memiliki pengetahuan atau ketrampilan mengenai materi pelajaran yang akan

diberikan.

Pada penelitian ini kemampuan awal yang digunakan adalah kemampuan

yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima materi berikutnya. Kemampuan

awalnya adalah dari nilai tes kemampuan awal yang telah dimiliki siswa dan

berhubungan dengan materi Suhu dan Kalor. Kemampuan awal ini yang

diharapkan dapat mendukung proses belajar mengajar pada materi Suhu dan

Kalor.

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Awal

l

Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat, antara individu satu

dengan yang lain mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Menurut Ngalim

Purwanto (1990: 21) perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang

saling mempengaruhi diantaranya: 1) Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan

cirri-ciri yang dibawa sejak lahir. Hal ini merupakan proses penurunan sifat-sifat

dan cirri-ciri dari satu generasi ke generasi berikutnya, 2) Kematangan, setiap

orang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kadar gizi mempunyai

pengaruh besar terhadap perkembangan jasmani, rohani dan juga perkembangan

intelektualnya. Sehingga orang akan berkembang sesuai dengan kematangan fisik

dan mentalnya, 3) Pembentukan adalah keadaan diluar diri seseorang yang dapat

mempengaruhi perkembangan, misalnya: lingkungan.

6. Aktivitas Belajar

Pengalaman empiris ketika berhadapan dengan siswa dalam kegiatan

belajar mengajar, yaitu ada siswa yang diam tanpa aktivitas apapun. Setelah diberi

pertanyaan atau diminta memberi komentar tentang kasus yang menjadi

pembicaraan, siswa tersebut terkejut. Kondisi demikian menunjukkan siswa tidak

aktif dalam proses pembelajaran. Karena aktivitas pada hakekatnya merupakan

crri-ciri yang tampak dan dapat diamati serta diukur oleh siapapun berkenaan

dengan pembelajaran. Jadi aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat

penting dalam interaksi belajar mengajar.

Pengertian keaktifan menurut Sardimann(1989 : 201) dalam Zahera Sy

(2000 : 27) adalah keterlibatan belajar yang mengutamakan keterlibatan fisik

maupun mental secara optimal. Pengertian lain dikemukakan oleh Wijaya (1988 :

187) dalam Zahera Sy (2000 : 27) yaitu:

li

Keterlibatan intelektual dan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar, asimilasi (menyerap) dan akomodasi (menyesuaikan) kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan seta pengalaman langsung dalam pembentukan ketrampilan dan penghayatan serta internalisasi, nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.

Belajar berdasarkan aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika

belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin, dan membuat seluruh

tubuh pikiran terlibat dalam proses belajar (Dave, 2003 : 90). Adapun delapan

jenis aktivitas kegiatan belajar kelompok yang dikemukakan oleh Paul B.

Diedrich (Sardiman, 2005 : 101) yaitu: a.Visual activities (aktivitas visual),

misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan. b. Oral

activities (aktivitas lisan), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. c.

Writing activities ( aktivitas menulis), misalnya mengerjakan tugas, membuat

catatn atau ringkasan, menyusun hipotesis, membuat kesimpulan, membuat

laporan. d. Listening activities ( aktivitas menulis), meliputi mendengarkan

penjelasan atau pendapat, e. Drawing activities (aktivitas menggambar), misalnya

menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram, f. Motor activities (aktivitas

gerak), misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi. g. Mental activitie

(aktivitas mental), misalnya mengingat, memecahkan persoalan, menganalisis,

melihat hubungan, dan mengambil keputusan. h. Emotional activiteis (aktivitas

emosi), meliputi perhatian, bersemangat, kesiapan (tenang atau gugup). Delapan

aktivitas belajar diatas yang dipakai dalam penelitian ini.

Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti di atas, menunjukkan bahwa

aktivitas dalam kegiatan belajar cukup kompleks dan bervariasi. Model

pembelajaran Inquiry lebih mengutamakan pada aktivitas belajar siswa. Penilaian

lii

(assessment) dalam Inquiry meliputi laporan individu dan grup, presentasi, kerja

sama keaktifan siswa, dan lain sebagainya. Tiap-tiap individu dalam grup akan

dievaluasi dalam hal: a. sejauh mana siswa dapat menganalisis problem yang

dihadapi, b. inovasi siswa dalam menyelesaikan masalah, c. bagaimana siswa

secara kritis mengevaluasi kinerja kelompok, d. siswa mampu menghubungkan

teori yang diperoleh dengan kasus yang dihadapi, e. siswa dapat mempergunakan

kemampuan secara menyeluruh dalam mengatasi masalah yang dihadapi (Savin

B, 2000: 18). Kadar keaktifan siswa pada dasarnya adalah ciri-ciri yang tampak

dan dapat diamati, serta dapat diukur oleh siapapun yang terlibat dalam

pembelajaran, termasuk guru. Pada pembelajaran Iquiry yang menggunakan

metode eksperimen dan demonstrasi, aktivitas setiap siswa akan dapat terlihat

pada waktu melakukan percobaan.

Seperti yang dikemukakan Sriyono, dkk ( 1992: 119) bahwa indikator

keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari: a. keinginan, keberanian, menampilkan

minat, kebutuhan, dan permasalahannya, b. keinginan dan keberanian serta

kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan

belajar, c. menampilkan berbagai usaha dan tingkat kreativitas belajar dalam

menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai

keberhasilan, d. keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru

atau pihak lainnya (kemandirian belajar).

7. Prestasi Belajar

Proses pembelajaran akan menghasilkan produk berupa hasil belajar yang

dinyatakan dengan prestasi belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa

diperlukan evaluasi atau penilaian. Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk

liii

memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses belajar peserta

didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi

informasi yang bermakna dalam mengambil keputusan prestasi belajar siswa

sesuai denngan tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.

Menurut Gagne dan Briggs (1979) ada 5 (lima) kategori kapabilitas hasil

belajar, yaitu: a. ketrampilan intelektual (intellectual skills), b. strategi kognitif

(cognitive strategies), c. informasi verbal (verbal information), d. ketrampilan

motorik (motor skill), e. sikap (attitudes). Sementara itu Bloom dengan kawan-

kawannya sebagaimana dikutip oleh Degeng (1989), mengklasifikasikan hasil

belajar menjadi tiga domain atau ranah yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan

sikap. Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan

ketrampilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan

manipulatif atau ketrampilan motorik; dan ranah sikap berkaitan dengan

pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi. Untuk menghasilkan kelima

kategori kapabilitas atau kelima ranah hasil belajar tersebut dtentukan atau

dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan prasyarat atau kemampuan

awal dari masing-masing kategori hasil belajar yang telah dimiki oleh siswa, yang

berkaitan dengan kapabilitas atau ketrampilan yang sedang dipelajari.

Sedangkan menurut Lazarowitz dan Tamir (1994), ada lima faktor yang

dapat memfasilitasi keberhasilan pembelajaran sains yang melibatkan kegiatan

laboratorium. Kelima faktor tersebut adalah kurikulum, sumber daya, lingkungan

belajar, keefektifan mengajar, dan strategi asesmen. Siswa yang sedang

melakukan aktivitas belajar, tentunya mempunyai harapan untuk mencapai hasil

yang maksimal atau disebut prestasi belajar. Prestasi belajar tidak semata-mata

liv

berbentuk skor, namun bisa juga berbentuk pujian, hadiah atau penghargaan lain.

Senada yang dikemukakan oleh Sutartinah, T (1984: 31), bahwa prestasi belajar

adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk

simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah

dicapai oleh pesetra didik dalam periode tertentu. Sedangkan menurut Saefuddin

Azwar (2000: 9), mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan performan

maksimal dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan

Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor

yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) dan faktor yang berasal dari luar

siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa bersifat

biologis seperti kemampuan awal yang dimiliki siswa, aktivitas belajar, motivasi,

kreativitas, IQ, sikap ilmiah, perhatian, konsentrasi, bakat dan sebagainya.

Sedangkan yang berasal dari luar diri siswa antara lain adalah faktor keadaan

keluarga, lingkungan sekolah , masyarakat dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut

perlu diperhatikan oleh guru agar prestasi yang dicapai siswa maksimal.

Penilaian hasil belajar dilakukan oleh seorang guru pada saat atau setelah

pembelajaran dengan tujuan mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa,

ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih

kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian belajar siswa,

seorang guru dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah

yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan

motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Penilaian hasil belajar

yang dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang

meliputi: a. Kemampuan Kognitif (kemampuan berfikir: Pengetahuan,

lv

Pemahaman, Aplikasi, Analisis, sintesis, dan Evakuasi), b. Kemampuan

Psikomotor (gerak adaptif atau gerak terlatih dan ketrampilan komunikasi

berkesinambungan ), c. Kondisi Afektif ( sikap, minat, dan nilai-nilai). Kondisi

afektif tidak dapat diketahui dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket.

Ketiga komponen penilaian hasil belajar siswa dalam bentuk prestasi belajar harus

muncul sesuai dengan kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum KTSP 2006.

Prestasi belajar dalam pengertian peneliti adalah hasil yang dicapai siswa dalam

melakukan interaksi dengan sumber-sumber belajar, baik berupa textbook, jurnal,

diskusi teman sejawat atau guru, atau sumber lain sehingga terjadi perubahan

kecakapan, sikap ilmiah, yang dinyatakan dengan angka, pujian, atau penghargaan

lainnya.

8. Bahan Ajar Suhu dan Kalor

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Suhu dan

Kalor.Penjelasan konsep dasar dari materi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pemuaian Zat Padat, Cair dan Gas

1) Termometer

lvi

Perubahan sifat fisis zat karena dipanaskan disebut sifat termometrik zat.

Misalnya perubahan volum zat cair, panjang logam, hambatan listrik logam,

tekanan gas pada volum tetap, volum gas pada tekanan tetap, dan warna kawat

yang berpijar. Berdasarkan sifat termometrik zat inilah dibuat suatu instrumen

untuk mengukur suhu suatu benda, yang disebut termometer. Termometer

memanfaatkan sifat termometrik zat yang berubah secara seragam terhadap suhu.

Gambar 2.1 Termometer Klinik

Gambar 2.1 contoh termometer Celcius yang menggunakan pemuaian volum

raksa, yang mempunyai titik didih pada skala 1000 dan titik beku pada skala 00

2) Skala termometer

Suhu biasanya diukur pada skala Celcius atau skala Fahrenheit. Untuk

keperluan ilmu pengetahuan digunakan skala mutlak Kelvin. Dalam menentukan

skala termometer diperlukan dua titik tetap, yaitu suhu es yang sedang mencair

sebagai titik tetap bawah dan suhu uap dari air yang sedang mendidih sebagai titik

tetap atas. Pada skala Celcius, suhu es yang sedang cair ditetapkan 0, dan suhu air

mendidih ditetapkan 100. Antara kedua suhu ini dibagi atas 100 skala dengan tiap

skala menyatakan 1°C. Pada skala Fahrenheit, suhu es yang sedang mencair

lvii

ditetapkan 32, dan suhu air mendidih ditetapkan 212. Antara kedua suhu ini dibagi

atas 180 skala dengan tiap skala menyatakan 1°F.

Pada gambar 2.2 hubungan skala Fahrenheit dan skala Celcius dinyatakan oleh

persamaan:

(tF – 32 ) : tC = 180 : 100

(tF – 32) : tC = 9 : 5 (2.1)

dengan : tF : suhu Fahrenheit, tC : suhu Celcius.

Gambar 2.2 Skala Termometer

Lord Kelvin tidak mengkalibrasi termometer dengan suhu es mencair atau

suhu air mendidih, tetapi mengkalibrasi termometer menggunakan suhu nol

mutlak. Suhu nol mutlak adalah suhu paling rendah yang mungkin dimiliki oleh

zat. Pada suhu mutlak, energi kinetik partikel sama dengan nol sehingga tidak ada

lagi kalor yang dapat diukur. Suhu nol mutlak kira-kira – 273,15°C. Pada skala

Kelvin, suhu terendah yaitu suhu nol mutlak diberi 0, sehingga 0K= -273,15°C.

Satu skala pada skala Kelvin sama dengan satu skala pada skala Celcius.

Hubungan antara skala Kelvin dan skala Celcius dinyatakan oleh persamaan :

T= t + 273 (2.2)

Dengan: T : suhu Kelvin, t : suhu Celcius

lviii

(perhatikan 273,15 dibulatkan menjadi 273). Skala Kelvin disebut juga skala

termodinamik atau skala mutlak.

3) Pemuaian

Umumnya zat akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian dapat

menimbulkan masalah, tetapi juga dapat dimanfaatkan. Masalah-masalah yang

ditimbulkan pemuaian antara lain: rel kereta api dan jembatan beton melengkung,

kaca jendela rumah atau mobil retak, pipa minyak membengkok, kawat telepon

sengaja dibiarkan kendor agar tidak putus ketika menyusut. Manfaat pemuaian

antara lain: pengelingan pelat logam pada pembuatan badan kapal, keping bimetal

yang dimanfaatkan pada saklar termal, termostat bimetal, termometer bimetal, dan

lampu sen mobil; pemanasan ban baja sehingga memuai dan roda pas masuk ke

ban baja dan ketika ban baja dingin, ia akan menyusut dan memegang roda

dengan kuat. Gambar 2.3 (a) menunjukkan pemuaian pada rel kereta api di

Asbury Park, New Jersey pada panas yang ekstrim di bulan Juli yang

mengakibatkan rel kereta melengkung, (b) pemuaian pada dinding(tembok) akibat

perubahan suhu.

(a) (b)

Gambar 2.3 Penerapan Pemuaian

a) Pemuaian panjang zat padat

lix

Zat padat yang dipanaskan mengalami pemuaian panjang, pemuaian luas,

dan pemuaian volum. Jika suatu benda padat dipanaskan sehingga mengalami

kenaikan suhu DT, maka pertambahan panjangnya DL adalah sebanding dengan

panjangnya semula L0 dikalikan dengan kenaikan suhunya DT.

DL = α L0 DT (2.3)

Pada persamaan 2.3 DL sebanding dengan DT, dan α adalah koefisien muai

panjang (/°C atau /°K, °C-1 atau K-1). Nilai α bergantung pada jenis zat, misalnya

α untuk alumunium adalah 24 x 10-6 oC-1 sedang α untuk baja adalah 12x10-6 °C-1.

Perhatikan pada persamaan di atas,

DL = L – L0 (2.4)

DT = T - T0 (1.5)

Perlu Anda perhatikan bahwa beda suhu DT dalam °C adalah sama dengan beda

suhu dalam K.Gambar 2.4 menunjukkan batang panjangnya L0, dipanaskan

sehingga suhunya berubah sebesarDT, maka batang memuai sebesar DL.

Gambar 2.4 Pemuaian Panjang

(1) Pemuaian luas zat padat

Untuk zat padat yang memiliki ukuran dua dimensi, misalnya kaca

jendela, akan mengalami pemuaian luas jika dipanasi. Jika benda padat dua

dimensi dipanaskan sehingga mengalami kenaikan suhu DT, maka pertambahan

luasnya DA, adalah sebanding dengan luasnya semula A0 dikalikan dengan

kenaikan suhunya DT.

lx

DA = βA0DT (2.6)

Pada persamaan 2.6 DA sebanding dengan DT , β adalah koefisien muai luas.

Nilai β kira-kira sama dengan 2 kali nilai α.

β =2 α (2.7)

Perhatikan. pada persamaan (2.6) berlaku:DA = A - A0 dan D T = T – T0

( a ) ( b )

Gambar 2.5 Pemuaian Luas

Gambar 2.5 (a) benda berbentuk bujur sangkar tipis dengan sisi L0,dipanaskan

sehingga suhunya berubah sebesar DT , maka bujur sangkar akan memuai pada ke

dua sisinya sebesar DL, (b) benda berbentuk cincin dengan jari-jari lingkaran

dalam dan luar adalah a dan b, dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar DT,

maka jari-jari cincin memuai menjadi a + D a dan b + D b.

(2) Pemuaian volum zat padat

Persamaan yang berlaku untuk pemuaian volum zat padat mirip seperti pada

pemuaian panjang zat padat. Pertambahan volum zat padat DV jika dipanaskan

dinyatakan oleh persamaan.

lxi

DV = γV 0 D T (2.8)

Pada persamaan 2.8 menunjukkan DV berbanding lurus dengan DT, γ adalah

koefisien muai volum. Nilai γ kira-kira sama dengan 3 kali nilai α.

γ = 3α (2.9)

DV = V - V0 dan D T = T - T0

Gambar 2.6 Pemuaian Volum Zat Padat

Gambar 2.6 menunjukkan benda berbentuk kubus dengan sisi L0 dipanaskan

sehingga suhunya berubah sebesar DT, maka kubus akan memuai pada ketiga

sisinya sebesar DL.

b) Pemuaian volum zat cair

Zat cair tidak mengalami pemuaian panjang dan pemuaian luas, tetapi

hanya mengalarni pemuaian volum. Itulah sebabnya untuk zat cair hanya dikenal

koefisien muai volum γ, misalnya koefisien muai volum air adalah 2,1 x 10-4/oC.

Umumnya zat cair memuai jika dipanaskan. Persamaan untuk menghitung

pertambahan volum zat cair DV jika dipanaskan persis seperti untuk pertambahan

volum zat padat (Persamaan 1.8). Hal penting yang perlu Anda ketahui adalah

bahwa pemuaian volum zat cair jauh lebih besar daripada pemuaian volum zat

lxii

padat. Itulah sebabnya air dalam panci yang sedang dimasak akan tumpah pada

saat air akan mendidih.

c) Pemuaian gas

Jika gas pada tekanan P1, volum V1, dan suhu mutlak T1 dipanaskan

sehingga tekanannya menjadi P2, volum V2, dan suhu mutlak T2, maka hubungan

antara kedua keadaan gas ini (keadaan 1 dan keadaan 2) dinyatakan oleh hukum

Boyle – Gay Lussac. Dari persamaan:

Pt = P0 ( 1 + vg . D t ) t1 = 0, t2 = t, D t = t2 – t1 = t – 0 = t

Vt = V0 ( 1 + Pg . D t ) vg = Pg = 2731

maka : Pt = P0 ( 1 + 273

t) = P0 (

273273 t+

) =0

0

T

TP t

0

0

T

P =

t

t

T

P atau

TP

= C ( 2.10 )

Vt = V0 ( 1 + 273

t) = V0 (

273273 t+

) = 0

0

T

TV t

0

0

T

V =

t

t

T

V atau

TV

= C ( 2.11)

Dari persamaan ( 2.10 ) dan (2.11) diperoleh :

2

22

1

11 ..

T

VP

T

VP= atau C

TVP=

. ( Hukum Boyle- gay Lussac ) (2.12)

Persamaan (2.12) menunjukkan hasil kali tekanan dan volume gas adalah

berbanding lurus dengan suhu mutlak atau hasil kali tekanan dan volume gas

dibagi suhu mutlak adalah konstan.

4) Anomali Air

lxiii

Umumya zat yang dipanaskan akan memuai, tetapi tidak demikian

halnya dengan air. Antara suhu 0°C dan 4°C air menyusut, bila dipanaskan air

mencapai volum minimum pada suhu 4°C (lihat Gambar 2.7), di atas 4°C air

memuai bila dipanaskan. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali

air (anomali berarti ketidakteraturan). Zat lain yang memiliki sifat anomali seperti

air adalah paraffin dan bismuth.

Gambar 2.7 Anomali Air (GrafikV-T)

Keterangan gambar 2.7 air akan menyusut ketika dipanaskan dari suhu 00C

hingga mencapai volume minimum pada suhu 40C, diatas 40C air akan memuai

jika dipanaskan seperti halnya zat cair lainnya.

Gambar 2.8 Anomali Air ρ – T

lxiv

Pada gambar 2.8 massa air tetap selama penyusutan, dan volume minimum air

terjadi pada suhu 4°C, maka ini berarti massa jenis air mencapai maksimum pada

suhu 4°C.

b. Kalor

1) Pengertian suhu, Energi dalam, dan kalor.

Dalam setiap materi, molekul-molekul bergerak secara tetap. Secara

mudah, suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata seluruh molekul, Suatu benda

yang suhunya lebih tinggi memiliki molekul-molekul dengan energi kinetik lebih

tinggi. Energi dalam menyatakan total energi, yaitu jumlah energi kinetik dan

energi potensial, yang dimiliki oleh seluruh molekul-molekul yang terdapat dalam

benda.

Kalor adalah suatu istilah yang sering dicampuradukkan dengan suhu

(kadang-kadang dengan energi dalam). Kalor adalah energi dalam yang

dipindahkan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah ketika kedua

benda disentuhkan (dicampur). Walaupun kalor dan suhu adalah besaran yang

berbeda, keduanya berhubungan. Biasanya ketika kita memberi kalor pada suatu

benda, suhunya naik. Satu kalori didefinisikan sebagai jumlah kalor yang ketika

diberikan pada 1 gram air yang akan menaikkan suhu air tersebut 1 derajat

celcius.

Dalam SI. satuan kalor adalah joule (disingkat J), di mana

I kalori = 4,184 J (sening dibulatkan 4,2 J).

Ketika 1 kilokalori (4.180 J) kalor diberikan kepada 1 kg air, suhu air akan

naik 1 K (atau 1oC). Tetapi untuk menaikkan suhu 1 kg gliserin 1 derajat hanya

lxv

diperlukan kira-kira 2.510 J. Dan untuk menaikkan suhu 1 kg alumunium satu

derajat hanya diperlukan 900 J. Kalor jenis didefinisikan sebagai kalor yang

diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat sebesar 1 Kelvin (atau 1 derajat

Celcius). Kalor jenis diberi lambang c. Jadi, cair = 4 180 J kg-1K-1, cgliserin = 2 510 J

kg-1K-1, dan caIumunium = 900 J kg-1K-1.

Kapasitas kalor (diberi lambang C) didefinisikan sebagai kalor yang

diperlukan untuk menaikkan suhu seluruh benda sebesar satu derajat. Kapasitas

kalor dinyatakan dalam J K-1 atau J (°C) -1. Untuk benda bermassa m, hubungan

antara kapasitas kalor C dan kalor jenis c adalah :

C=mc (2.11)

2) Kalor yang diterima atau dilepas

Kalor oleh suatu benda bermassa m dan memiliki kalor jenis c, yang

mengalami perubahan suhu D t derajat dinyatakan oleh:

Q=mcD t (2.12)

Jika diketahui C adalah kapasitas kalor benda, maka

Q=CD t (2.13)

Perubahan suhu D t adalah

D t = suhu akhir – suhu awal (2.14)

Alat yang digunakan untuk mengukur kalor disebut calorimeter. Umumnya

kalorimeter digunakan untuk menentukan kalor jenis suatu zat.

lxvi

Gambar 2.9 Kalorimeter

Gambar 2.9 menunjukkan kalorimeter yang terdiri dari sebuah bejana logam yang

kalor jenisnya diketahui. Bejana ini biasanya ditempatkan di dalam bejana lain

yang lebih beasar. Kedua bejana ini dipisahkan oleh bahan penyekat (insulating

enclouser), misalnya gabus atau wol. Zat yang akan ditentukan kalor jenisnya

dipanaskan sampai suhu tertentu, kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter

yang berisi air, yang suhu dan massanya sudah diketahui. Kalorimeter diaduk

sampai suhunya tidak berubah lagi.

Hukum kekekalan energi untuk kalor menyatakan bahwa untuk berbagai

benda yang dicampur dan diisolasi sempurna terhadap lingkungan, banyak kalor

yang dilepas benda sama dengan banyak kalor yang diterirna benda lainnya.

Qlepas = Qterima (2.15)

Persamaan 2.15 menyatakan hukum kekekalan energi pada pertukaran kalor,

benda yang suhunya tinggi akan melepas energi QL, dan benda yang suhunya

rendah akan menerima energi QT. Persamaan ini disebut persamaan Azas Black.

lxvii

Gambar 2.10 Eksperimen Joule Pada Kesetaraan Kalor Mekanik

Pada gambar 2.10 adalah alat yang digunakan oleh Joule untuk mengukur

kesetaraan kalor mekanik. Cara kerjanya beban–beban yang jatuh akan

merotasikan sekumpulan pengaduk( paddles) di dalam sebuah wadah air (water)

yang diisolasi.di dalam satu siklus, beban-beban yang jatuh tersebut melakukan

sejumlah kerja sebesar W = mgh pada air yang mengakibatkan terjadinya

kenaikan suhu sebesar D t sehingga menghasilkan energi kalor Q. Energi kalor ini

dipindahkan kepada sistem tersebut. Jadi kita mengukur W, mengamati D t, dan

menghitung Q Hasilnya setelah dikonversi 1 kalori = 4,184 joule.

3) Perubahan wujud

Pada gambar 2.11 proses perubahan wujud dari padat menjadi cair disebut

melebur, dari cair menjadi gas disebut menguap, dan dari padat menjadi gas

disebut menyublim seperti ditunjukkan oleh arah anak panah ke kanan. Untuk

proses sebaliknya perubahan wujud dari gas menjadi cair disebut mengembun,

dari cair menjadi padat disebut membeku, dan dari gas menjadi padat disebut

menyublim seperti ditunjukkan oleh arah anak panah ke kiri. Proses perubahan

wujud yang ditunjukkan oleh anak panah ke kanan berarti memerlukan kalor,

sebaliknya yang ditunjukkan oleh anak panah ke kiri, berarti melepaskan kalor.

Gambar 2.11 Diagram Proses Perubahan Wujud

lxviii

Pada gambar 2.12 menunjukkan grafik dari sebongkah es pada suhu -200C yang

secara kontinyu dipanaskan (diberi kalor). Tampak bahwa grafiknya menunjukkan

suatu pola yang teratur. Pada garafik AB dan CD, kalor yang ada digunakan suatu

pola untuk menaikkan atau menurunkan suhu, sehingga berlaku Q = m c D t.

Sedangkan pada grafik BC dan DE, kalor yang ada tidak digunakan untuk

menaikkan atau menurunkan suhu benda tetapi hanya digunakan untuk mengubah

wujud, sehingga berlaku Q = m L.

Gambar 2.12 Grafik suhu kalor es yang dipanaskan sampai menjadi uap air

4) Kalor laten

Umumnya, ketika kalor diberikan pada suatu zat, maka zat itu mengalami

kenaikan suhu. Akan tetapi, jika kalor yang diterima oleh suatu zat digunakan

untuk mengubah wujud, misalnya dari es (wujud padat) menjadi air (wujud cair),

maka suhu zat adalah tetap. Kalor yang digunakan oleh zat untuk menguhah

wujud disebut kalor laten (‘laten” berarti “tersembunyi”); kata tersembunyi ini

untuk melukiskan bahwa kalor yang diterima oleh zat untuk mengubah wujud

tidak terlihat sebagai kenaikan suhu. Kalor laten (diberi symbol L) didefinisikan

sebagai banyak energi kalor Q yang diterima atau dilepas tiap satuan massa oleh

suatu zat untuk berubah wujud. Secara matematis ditulis:

lxix

L = m

Q atau Q = m . L (2.16)

Berdasarkan diagram perubahan wujud pada gambar 2.11, ada beberapa

macam kalor laten, yaitu kalor laten lebur atau kalor lebur (diberi simbol Lf, f

berasal dari kata Inggris “freezing”), kalor laten beku atau kalor beku, kalor laten

uap atau kalor uap (diberi simbol Lv, v berasal dan kata Inggris “vapour”), dan

kalor laten embun atau kalor embun. Untuk suatu zat pada tekanan yang sama.

kalor lebur = kalor beku

kalor uap = kalor embun

Pengeringan beku adalah peristiwa menyublim dimanfaatkan orang dalam teknik

pengeringan beku (freeze drying) untuk mengawetkan produk makanan, bunga,

dan plasma darah. Mula-mula produk makanan diawetkan dengan membekukan

kandungan airnya pada suhu yang rendah. Kemudian es yang terkurung dalam

produk makanan dikurangi tekanannya sehingga es langsung menyublim menjadi

uap air (gas). Uap air ini dialirkan keluar dari tempat pengeringan sehingga

tertinggallah produk makanan kering tanpa kehilangan kandungan zat-zat penting

(bau dan citarasa). Oleh karena kering, produk makanan tidak mudah membusuk.

Kelak, jika produk makanan hendak digunakan, kondisinya dapat dipulihkan

dengan menambah air.

c. Perpindahan Kalor

Kalor berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya

rendah. Ada tiga cara perpindahan kalor : (1) konduksi (hantaran), (2), konveksi

(aliran), dan (3) radiasi (pancaran).

a) Konduksi

lxx

Perpindahan kalor dari bagian sendok yang terendam dalam air panas ke

ujung sendok yang Anda pegang tanpa disertai perpindahan partikel, disebut

konduksi atau hantaran. Konduksi dapat terjadi pada zat padat, zat cair, dan gas.

Ada dua proses konduksi. Dalam zat bukan logarn, partikel-partikel yang

dipanaskan bergetar lebih cepat hingga energi kinetik partikel-partikel itu makin

besar. Partikel-partikel ini kemudian memberikan sebagian energi kinetiknya ke

partikel-partikel terdekatnya melalui tumbukan. Demikian seterusnya hingga kalor

mencapai bagian ujung benda yang dingin (tidak dipanasi). Proses konduksi

seperti ini berlangsung lambat karena untuk memindahkan lebih banyak kalor

diperlukan beda suhu yang tinggi

Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang

terdapat di antara kedua ujung.dalam struktur atom logam. Di tempat yang

dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena elektron bebas

mudah berpindah, maka pertambahan energi ini dengan cepat diberikan ke

electron-elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini

kalor berpindah lebih cepat. Zat yang mudah menghantar kalor. seperti logam,

disebut konduktor. Zat yang sukar menghantar kalor disebut isolator, misalnya:

plastik dan kayu.

Laju kalor konduksi adalah laju perpindahan kalor secara konduksi Q/t (J

s -1 = W) yang sebanding dengan luas permukaan A (m2), sebanding dengan beda

suhu antara kedua ujung DT (K), dan berbanding terbalik dengan ketebalan

dinding d (m). Persamaan 2.17 menyatakan persamaan matematisnya.

dTAk

t

QP

D==

.. (2.17)

lxxi

dengan: DTermometer = T1—T2 (2.18)

k adalah konduktivitas termal zat (W m -1 K -1).

Gambar 2.13 adalah sebuah benda yang panjangnya d, luas penampang

A, konduktivitas termal k, ujung yang satu suhunya T1 dan ujung yang lain T2,

maka banyaknya kalor yang dapat dipindahkan selama waktu t adalah

dTAtk

QD

=..

.

Gambar 2.13 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi

b) Konveksi

Proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke bagian fluida lainnya

oleh pergerakan fluida itu sendiri akibat perbedaan massa jenis disebut konveksi

atau aliran. Konveksi hanya terjadi pada zat yang dapat mengalir (disebut fluida),

yaitu zat cair dan gas. Pada gambar 2.14 menunjukkan proses perpindahan kalor

secara konveksi pada peristiwa merebus air. Ketika air pada bagian A dipanasi,

massa jenis air pada A menjadi lebih keci1, hingga air bergerak naik ke atas.

Ternpatnya digantikan oleh air dingin pada bagian B yang memiliki massa jenis

lebih besar.

lxxii

Gambar 2.14 Konveksi dalam Zat Cair

Ada dua jenis konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Pada

konveksi alami, pergerakan atau aliran energi kalor terjadi akibat perbedaan massa

jenis. Pada konveksi paksa, aliran panas dipaksa dialirkan ke tempat yzang dituju

dengan bantuan alat tertentumisalnya dengan kipas angin atau blower.

Gambar 2.15 Model Cerobong Asap

Gambar 2.15 adalah contoh pemanfaatan konveksi alamiah pada cerobong asap.

Kertas berasap digunakan untuk memperlihatkan arus konveksi alami udara.

Udara panas dekat di atas nyala lilin massa jenisnya lebih kecil hingga bergerak

naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh udara dingin di sekitar nyala lilin.

Terjadilah arus konveksi udara yang membawa asap yang berasal dan kertas

menuju cerobong asap.

lxxiii

Gambar 2.16 Sistem Pendingin Mesin Mobil

Gambar 2.16 adalah contoh pemanfaatan konveksi paksa pada sistem pendingin

mesin mobil di mana air diedarkan melalui pipa-pipa air dengan bantuan sebuah

pompa air. Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju

ke radiator. Di dalam sirip-sirip radiator air hangat didinginkan oleh udara dingin

di sekitar radiator yang ditarik oleh kipas angin. Air yang dingin kembali

diedarkan menuju pipa-pipa air yang bersentuhan langsung dengan blok-blok

mesin yang hangat untuk mengulang siklus berikutnya.

Persamaan 2.9 menyatakan laju perpindahan kalor secara konveksi, Q/t (J

s-1 = W) sebanding dengan luas permukaan benda A (m2), yang bersentuhan

dengan fluida, dan beda suhu DT (K) antara benda dan fluida.

P = tQ

= h.A. D T (2.9)

h adalah koefisien konveksi (W m-2 K -1), yang diperoleh secara percobaan,

misa1nya h tubuh manusia = 7,1 W m-2K-1.

c) Radiasi

Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang

e1ektromagnetik. Karena kalor dibawa dalam bentuk gelombang elektromagnetik,

maka radiasi kalor tidak memerlukan medium. Dengan kata lain, radiasi kalor

dapat melalui ruang hampa (vakum). Sebagai contoh, radiasi kalor dari matahari

melalui ruang hampa sehingga sampai ke bumi. Makin baik suatu benda

menyerap radiasi kalor, makin baik pula benda itu memancarkan radiasi kalor.

Penyerap radiasi sempurna disebut benda hitam. Permukaan yang hitam kusam

adalah penyerap dan pemancar kalor radiasi yang sangat baik, sedangkan

lxxiv

permukaan putih mengkilat adalah penyerap dan pemancar kalor yang sangat

buruk.

Persamaan 2.20 menunjukkan laju kalor radiasi Q/t (J s-1 = W), yang dipancarkan

oleh suatu benda yang suhu mutlaknya lebih besar dari 0 K, adalah sebanding

dengan luas permukaannya A (m2) dan sebanding dengan pangkat empat suhu

mutlaknya T4.

P = tQ

= e. s .A.T4 (2.20)

Konstanta s = 5,67 x 10-8 W m-2 K-4 disebut konstanta Stefan Boltzmann.

Lambang e disebut emisivitas, dan memiliki nilai diantara 0 dan 1 (0 ≤ e ≥ 1),

dengan e = 1 untuk benda hitam, dan e mendekati nol untuk benda putih

mengkilat.Persamaan (2.20) dengan jelas menyatakan bahwa setiap benda (padat,

cair, atau gas) yang suhunya di atas 0 K akan memancarkan kalor radiasi.

Pcrsamaan ini dengan jelas menegaskan bahwa benda yang suhunya 0 K tidak

memancarkan kalor radiasi.

Efek rumah kaca adalah sebutan untuk proses penghangatan bumi.

Matahari memancarkan radiasi ultraviolet, cahaya tampak, dan inframerah.

Inframerah yang memiliki gelombang terpanjang (atau energi paling kecil)

menembus atmosfer bumi. Kalor radiasi inframerah diserap oleh permukaan bumi

hingga permukaan bumi menjadi hangat. Pada gilirannya, permukaan bumi akan

memancarkan kembali energi kalornya dalam bentuk radiasi inframerah dengan

panjang gelombang yang lebih besar (atau energi kalor yang lebih kecil dari

semula), dinamakan radiasi membumi. Radiasi membumi sebagian besar

menembus atmosfer dan lolos ke angkasa luar, sedangkan sebagian kecil

lxxv

terperangkap oleh gas-gas rumah kaca (karbon dioksida, uap air, methanol.

nitrogen oksida) yang terdapat di atmosfer. Akibatnya, bumi menjadi hangat.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan pendekatan dan metode pembelajaran ini

adalah:

1. Penelitian dari Indah Slamet Budiarti tentang ”Pembelajaran Fisika dengan

Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi

Ditinjau Dari Kemampuan Awal Penggunaan Alat Ukur Terhadap Prestasi

Belajar Siswa”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan prestasi belajar fisika pada penggunaan model pembelajaran

inquiry terbimbing dengan metode eksperimen dan demonstrasi pada materi

Suhu dan Kalor. Perbedaan dari penelitian tersebut dengan yang dilkukan

peneliti adalah pada variabel. Peneliti mnggunakan variabel kemampuan awal

secara menyeluruh tidak hanya pada kemampuan penggunaan alat ukur dan

aktivitas belajar sangat diperlukan dalam pembelajaran ekperimen dan

demonstrasi..

2. Penelitian dari Edy Wiyono tentang ”Pembelajaran Inquiry Pada Pratikum

Fisika Dasar Ditinjau Dari Kemampuan Awal Mahasiswa P.MIPA FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penggunaan model

inquiry terbimbing dengan model pembelajaran penggunaan modul pratikum

dan ada perbedaan pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dan rendah

terhadap kemampuan kognitif mahasiswa PMIPA FKIP Universitas Sebelas

Maret Surakarta pada sub pokok bahasan Optik Geometri. Perbedaannya

lxxvi

peneliti menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi karena sangat sesuai dengan karakteristik materi

Suhu dan Kalor yang pembelajaranya dapat dilakukan dengan pengamatan dan

pengukuran, serta dengan menambahkan variabel aktivitas belajar.

3. Penelitian dari Nurdeli ( 2010 ) tentang ”Pembelajaran Fisika Dengan

Pendekatan Inkuiri terbimbing menggunakan Metode Eksperimen dan

Demonstrasi Ditinjau Dari Kreativitas Dan Motivasi Berprestasi”. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode

eksperimen lebih baik daripada metode demonstrasi terhadap perbedaan

prestasi belajar fisika. Perbedaan dalam penelitian adalah pada variabel

kemampuan awal dan aktivitas belajar yang diperlukan dalam eksperimen dan

demonstrasi serta disesuiakan dengan materi Suhu dan Kalor.

4. Penelitian Widodo (2010) tentang Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan

Kontekstual Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari

Kreativitas Dan Sikap Ilmiah. Hasil analisis data penelitian menunjukkan ada

pengaruh penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi

belajar kimia, metode eksperimen lebih baik dari pada metode demonstrasi.

Perbedaannya pada pendekatan, variabel dan materi yang digunakan. Peneliti

menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan tinjauan kemampuan

awal dan aktivitas belajar karena sangat sesuai dengan materi Suhu dan Kalor

yang bersifat abstrak tetapi pengaruhnya konkret.

5. Penelitian Harsoyo (2010) tentang Pembelajaran Fisika Melalui Metode

STAD (Student Team Achievement Divisions) Dan Jigsaw Ditinjau Dari

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Dan Aktivitas Belajar. Hasil

lxxvii

penelitian menunjukkan: a. tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap

prestasi kognitif, afektif dan psikomotor, b. Tidak ada interaksi antara model

pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif, c. Tidak ada

interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas

belajar terhadap prestasi kognitif, d. tidak ada interaksi model pembelajaran,

kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap

prestasi kognitif..Perbedaannya ada pada metode eksperimen dan demonstrasi

yang sangat sesuai dengan materi Suhu dan Kalor, karena pada kompetensi

dasar ini siswa dituntut untuk melakukun percobaan pengukuran suhu dan

penemuan kalor jenis benda..

C. Kerangka Berpikir

1. Materi Suhu dan Kalor adalah abstrak tetapi efeknya bersifat konkrit,

maka pembelajarannya dapat diperoleh melalui proses, dengan melakukan

pengamatan dan pengukuran atau penggunaan media. Dalam penelitian ini

pembelajaran melalui pengamatan dan pengukuran, yang dapat dilaksanakan

dengan inkuiri terbimbing lewat eksperimen dan demonstrasi. Keunggulan metode

eksperimen, semua siswa bisa berinteraksi dan terlibat aktif secara langsung

dalam melakukan pengamatan, mengumpulkan fakta, informasi atau data,

menemukan sendiri pengetahuan atau konsep sehingga pemahamannya lebih

mendalam, dapat mengembangkan ketrampilan inquiry dan melaksanakan

prosedur metode ilmiah serta berpikir ilmiah Konsep yang sudah diperoleh ini

dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

pembelajarnnya menjadi pembelajaran yang bermakna sesuai dengan teori belajar

lxxviii

Ausebel. Disamping itu siswa SMA Negeri 1 Pati sudah dapat berfikir secara

abstrak, tentunya mereka dapat mengintegrasikan dan mengakokodasikan konsep

yang baru diperoleh dengan kemampuan yang sudah dimiliki dari SMP, sehingga

terbentuk pengetahuan baru sesuai dengan teori belajar Piaget. Sedangkan

keunggulan metode demonstrasi siswa dirangsang untuk aktif mengamati, lebih

mudah memahami apa yang dipelajari, pengjaran menjadi lebih konkret dan

menarik.

Dengan mengunakan pembelajaran inquiry kelompok belajar dapat

dikembangkan melalui kerja sama antara siswa dalam kelompok-kelopok kecil

dapat berdiskusi dalam menganalsis dan menafsirkan hasil-hasil eksperimen

sehingga pemahaman siswa terhadap konsep Suhu dan Kalor lebih mendalam.

Berkaitan dengan keunggulan pembelajaran yang dilaksanakan dengan

pendekatan inquiry terbimbing melalui metode eksperimen, maka diduga metode

eksperimen dapat lebih meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa SMA Negeri 1

Pati pada materi Suhu dan Kalor dibandingkan dengan pembelajaran yang

menggunakan metode demonstrasi.

2. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan atau hasil belajar yang

didapat sebelum memperoleh kemampuan baru yang lebih tinggi dan akan

menentukan keberhasilan pada penagajaran berikutnya. Pada materi suhu dan

kalor, siswa di SMP sudah mengetahui kemampuan dasar untuk perhitungan –

perhitungan sederhana yang kemudian diterapkan di SMA untuk perhitungan yang

lebih rumit. Jadi kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelumnya sangat

mendukung pencapaian pengetahuan pada proses belajar mengajar berikutnya.

Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, dalam proses belajar mengajar

lxxix

berikutnya tidak akan mengalami kesulitan, tinggal mengembangkan kemampuan

awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai. Siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah, akan mengalami

kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena perlu waktu lama untuk

memperoleh tujuan yang hendak dicapai. Kemampuan awal berpengaruh terhadap

peningkatan prestasi belajar fisika, sehingga kemampuan awal berhubungan

positif terhadap prestasi belajar fisika atau dengan kata lain siswa yang

mempunyai kemampuan awal tinggi diharapkan akan menghasilkan prestasi

belajar fisika pokok bahasan ”Suhu dan Kalor” yang tinggi pula.

3. Aktivitas belajar adalah kegiatan dalm proses belajar yang melibatkan

gerak fisik maupun mental/pikiran secara optimal dengan memanfaatkan indra

sebanyak mungkin. Aktivitas belajar siswa akan mendorong keingintahuan dan

keberanian serta kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan

kelanjutan belajar untuk mencapai tujuan belajar/berprestasi. Aktivitas belajar

tinggi akan mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai. Siswa yang mempunyai

aktivitas yang tinggi akan lebih cepat dalam menerima pelajaran, karena memiliki

kemauan tinggi dalam menggunakan segala pikiran dan indera yang dimiliki

untuk menguasai materi pelajaran seperti suhu dan kalor. Siswa dapat melakukan

aktivitas pengukuran dan mengerjakan soal-soal. Semakin tinggi aktivitas belajar

siswa maka semakin cepat pula ketercapaian penguasaan konsep materi suhu dan

kalor, sehingga diharapkan dapat menghasilkan prestasi belajar yang tinggi pula.

4. Penggunaan metode eksperimen demonstrasi pada materi suhu dan kalor

sesuai dengan karakteristik IPA. Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat,

akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara maksimal. Dalam

lxxx

kegiatan eksperimen dan demonstrasi kemampuan awal siswa pada materi suhu

dan kalor sangat diperlukan. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tentang

materi sushu dan kalor, apabila dikenai pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, akan memungkinkan

lebih mudah dalam mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya dan

menyerap pengetahuan baru. Sehingga diharapkan terdapat interaksi antara

metode pembelajaran dengan kemampuan awal siswa yang tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajarnya.

5. Pada sistem pendidikan sekarang ini, yang menggunakan kurikulum

tingkat satuan pendidikan, pada pembelajaran fisika lebih menekankan pada

penggunaan metode eksperimen dan demonstarasi. Pada penelitian ini

menggunakan materi suhu dan kalor kelas X, maka metode eksperimen dan

demonstrasi diperlukan dalam proses belajar mengaja, karena dalam materi

tersebut membutuhkan eksperimen atau demonstasi untuk memperoleh suatu

konsep baru. Interaksi penggunaan metode dengan aktivitas belajar siswa terlihat

pada saat kegiatan dan pemecahan masalah. Sehingga diharapkan terdapat

interaksi antara metode pembelajaran dengan aktivitas yang tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar fisika siswa.

6. Ada beberapa faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

siswa. Faktor intern tersebut antara lain kemampuan awal dan aktivitas belajar

siswa. Siswa dengan kemampuan awal yang tinggi, dimungkinkan juga akan

memiliki aktivitas belajar yang tinggi, karena siswa yang memiliki kemampuan

awal tinggi akan mempunyai semangat yang tinggi pula untuk melakukan

kegiatan aktivitas belajar. Tidak menutup kemungkinan siswa dengan kemampuan

lxxxi

awal rendah, akan memperoleh prestasi belajar fisika yang tinggi, karena siswa

tersebut senang melakukan aktivitas belajar. Sehingga diharapkan terdapat

interaksi diantara kedua faktor intern tersebut.

7. Metode pembelajaran fisika disekolah menengah lebih mengedepankan

dan mengarah pada metode pembelajaran yang membimbing siswa untuk

mengkonstruksiksn pengetahuannya sendiri. Sehingga diharapkan siswa akan

betul-betul faham pada konsep yang diperoleh, pengetahuannya akan bertahan

lama, dan tidak bersifat hafalan. Pada pembelajaran IPA disekolah menengah

yang perlu ditekankan adalah mengenai kemampuan kognitif dan psikomotor

siswa. Hal ini berarti bahwa dalam proses belajar mengajar lebih menekankan

pada hasil prestasi belajar dan kemampuan siswa dalam melakukan praktek atau

percobaan. Diharapkan pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing

memggunakan metode eksperimen dan demonstrasi akan menghasilkan prestasi

belajar yang lebih baik pada siswa yang memiliki kemampuan awal dan aktivitas

belajar yang tinggi dan rendah. Kemampuan awal dan aktivitas belajar

mempunyai peran yang sama dalam proses belajar mengajar. Kemampuan awal

dan aktivitas yang tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi

pula.Tetapi tidak menutup kemungkinan siswa dengan kemampuan awal rendah

yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dapat memperoleh prestasi yang

tinggi karena siswa tersebut senang melakukan aktivitas belajar. Demikian juga

sebaliknya siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah , tetapi mempunyai

kemampuan awal tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.

lxxxii

Sehingga diharapkan ada interaksi antara metode, kemampuan awal dan aktivitas

terhadap prestasi belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Dari kajian teori dan kerangka berpikir diatas dapat disusun hipotesis,

sebagai berikut:

8. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi.

9. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal

tinggi dan rendah.

10. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktvitas belajar

tinggi dan rendah.

11. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan

awal terhadap prestasi belajar siswa.

12. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan aktivitas

terhadap prestasi belajar siswa.

13. Ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar

siswa.

14. Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal

dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.

lxxxiii

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester 2 Tahun pelajaran 2009/2010 yaitu

bulan Januari 2010 sampi dengan Juni 2010 dengan jadwal penelitian seperti

dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

BULAN N0 Kegiatan

Sep

Okt

Nop

Des

Jan

Peb

Mar

Apr

Mei

Jun

1 Pengajuan Judul

2 Penyusunan Proposal

3 Perizinan

4 Seminar Proposal

5 Penyusunan instrument penelitian

6 Penyusunan instrument tes

7 Uji coba instrument

8 Analisis uji coba

9 Proses pembelajaran Eksperimen

10 Proses pembelajaran demonstrasi

11 Pengambilan data

12 Analisis data

13 Penusunan laporan

lxxxiv

2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pati dengan alamat Jl. P.

Sudirman No. 24 Pati. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa SMA Negeri 1

Pati merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional, sehingga diharapkan

dengan penelitian ini dapat menjadi lebih bermanfaat. Pembelajara fisika dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi ini

dapat digunakan sebagai rujukan pembelajaran yang efektif dan efisien bagi guru-

guru IPA, khususnya fisika di SMA Negeri 1 Pati.

B. Populasi dan Sampel

1. Penetapan Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1

Pati tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa

sebanyak 293 siswa.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diambil dengan teknik Cluster Random Sampling,

maksudnya dalam menentukan anggota sampel diambil secara acak dengan

diundi. Dari populasi di atas diambil dua kelompok kelas yang akan diberi

perlakuan metode yang berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang sama.

Kelompok kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan kelompok kelas yang kedua diberikan

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi.

Untuk masing-masing kelompok terdiri dari dua kelas yang digunakan sebagai

lxxxv

sampel penelitian. Masing-masing kelas terdiri dari 34 siswa, sehingga jumlah

sampel ada 136 siswa.

C. Metode dan Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,

artinya mencobakan sesuatu terhadap sampel, kemudian diambil datanya dan

dilihat perubahan yang terjadi. Sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam

penelitian ini, yang menekankan pada proses maka pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk membandingkan antara

metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal tinggi dan kemampuan

awal rendah serta aktivitas belajar siswa tinggi dan aktivitas belajar siswa rendah.

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan dengan

desain faktorial (2 x 2 x 2), factor (A x B x C). Faktor pertama adalah metode

pembelajaran yang digunakan(A), yaitu metode eksperimen(A1) dan metode

demonstrasi (A2). Faktor kedua adalah kemampuan awal siswa (B) dengan

kategori tinggi (B1) dan kategori rendah (B2). Faktor ketiga adalah aktivitas

belajar siswa (C) dengan kategori tinggi (C1) dan kategori rendah (C2).Pada akhir

pembelajaran kedua kelompok diukur dengan alat ukur yang sama, apabila hasil

analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, maka diadakan uji

komparasi ganda. Adapun sketsa rancangan penelitian / desain faktorial ini

dinyatakan dalam tabel 3.2. Dari tabel tersebut peneliti akan mencari hubungan

atau interaksi antara metode, kemampuan awal, aktivitas terhadap prestasi belajar

fisika kelas X siswa SMA Negeri 1 Pati.

lxxxvi

Tabel 3.2 Sketsa Rancangan Penelitian (Desain Faktorial)

Pendekatan Inkuiri Terbimbing (A )

Metode Eksperimen

(A1)

Metode Demonstrasi

(A2)

Tinggi (B1) Kemampuan Awal (B)

Rendah (B2)

Tinggi (C1) Aktivitas Belajar (C)

Rendah (C2)

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 variabel yaitu:

1. Variabel Bebas

Metode pembelajaran:

a. Definisi: Prosedur atau cara yang digunakan untuk menyampaikan materi

pelajaran.

b. Kategori:

1) Metode eksperimen

2) Metode demonstrasi

3) Skala pengukuran : Nominal

2. Variabel Moderator

a. Kemampuan Awal:

1) Definisi: Kemampuan yang dimiliki sebelum mendapatkan kemampuan baru

yang lebih tinggi..

2) Kategori:

lxxxvii

a) Kategori tinggi: Nilai test ³ mean

b) Kategori rendah: Nilai test < mean

c) Skala pengukuran : Nominal

b. Aktivitas Belajar:

1) Definisi: keaktifan siswa dalam belajar sebelum dan pada saat mengikuti

kegiatan pembelajaran fisika.

2) Kategori:

a) Kategori tinggi: Nilai angket ³ mean

b) Kategori rendah: Nilai angket < mean

3) Skala pengukuran : Nominal

3. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa pada

materi Suhu dan Kalor yang berisi enam kemampuan.

a. Devinisi: kemampuan siswa setelah mengalami proses belajar fisika pada

materi Suhu dan Kalor yang berisi 6 kemampuan: pengetahuan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Indikator: Nilai kemampuan kognitif siswa pada materi Suhu dan Kalor

c. Skala pengukuran: Interval.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ada dua macam yaitu angket

dan tes. Teknik angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas

belajar siswa. Teknik tes digunakan untuk pengambilan data tentang kemampuan

awal siswa dan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar yang diukur meliputi

lxxxviii

kemampuan kognitif siswa yang berisi tingkat pengetahuan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi yang semuanya berupa tes obyektif berbentuk

pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban dengan alasan untuk setiap butir

soalnya. Tes obyektif ini dipilih dengan pertimbangan materi yang diujikan dapat

menyeluruh, penilaiannya dapat bersifat obyektif dan jawaban siswa dapat cepat

dan mudah dikoreksi.

F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian

Instrumen pelaksanaan penelitian ini meliputi: Silabus, RPP (Rencana

Pelaksanaan Pebelajaran) dan LKS. Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang

di dalamnya berisi Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD), Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator,

Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan

pembelajaran baik di kelas, laboratorium, atau lapangan untuk setiap kompetensi

dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang didalam RPP memuat hal-hal yang

langsung berhubungan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian

penguasaan suatu Kompetensi Dasar.

2. Instrumen Pengambilan Data

a. Instrumen Kemampuan Awal

Instrumen berupa tes kemampuan awal yang digunakan untuk

mendapatkan data mengenai kemampuan awal dan tingkat penguasaan awal siswa

pada materi Suhu dan Kalor.

lxxxix

b. Instrumen Aktivitas Belajar Siswa

Pengambilan data tentang aktivitas belajar siswa menggunakan angket

yang disusun berdasarkan jenis-jenis aktivitas kegiatan belajar, diantaranya

mencakup aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menggambar, gerak, mental dan

emosi.

c. Instrumen Prestasi Belajar

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa tes dalam bentuk

pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Soal tes disusun berdasarkan materi

yang ada pada silabus sain fisika SMA kelas X Kurikulum KTSP. Instrumen ini

digunakan untuk mendapatkan data mengenai prestasi belajar fisika yang

mengukur kemampuan kognitif siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran

2010 pada materi Suhu dan Kalor.

G. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen angket aktivitas belajar siswa, tes kemampuan awal

dan tes prestasi belajar fisika aspek kognitf digunakan, maka perlu diadakan uji

coba soal dan angket di sekolah lain untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya

pembeda, derajat kesukaran dari tes tersebut. Pelaksanaan uji coba instrumen

harus dilaksanakan pada sekolah yang memiliki level sama dengan sekolah tempat

penelitian yaitu siswa kelas X, SMA Negeri 2 Pati tahun pelajaran 2009/2010.

1. Instrumen Tes Prestasi dan Kemampuan Awal

a. Uji Validitas

Validitas sering diartikan sebagai kesahihan. Suatu alat ukur dikatakan

memenuhi kriteria validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak mengukur

xc

obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu. Sedangkan

suatu item dikatakan memenuhi kriteria validitas tes jika item tersebut dapat

menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik, hal ini dapat diketahui dari

seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal tes tersebut dalam mencapai

keseluruhan skor seluruh tes.

Untuk menguji validitas item dalam penelitian ini digunakan teknik

korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang dikutip oleh Masidjo dalam

Widodo (2010) yang dinyatakan sebagai berikut:

rxy = ( )( )

( ) ( ) ( )( )2222 ååå åå åå

--

-

yynxxn

yxxyn

dimana : rxy = angka validitas item, n = cacah subyek yang dikenai tes, x =

skor item ( dari subyek uji coba ), y = skor total ( dari subyek uji coba ). Kriteria

harga dari rxy, yaitu : item tes dikatakan valid jika rxy –obs> rxy-tabel pada taraf

signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel

diperoleh hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 butir soal terdapat 9 soal

yang tidak valid yaitu nomor 2,15,24,25,30,31,34,40 dan 41. Pada penelitian ini

soal yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 41 butir soal,

yaitu nomor 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,16,17,18,19,20,21,22,23, 24,26,27,28,

29,32,33,36,37,38,39,40,42,43,44,45,46,47,48,49 dan 50. Data ada pada lampiran

12. Sedangkan untuk soal tes kemampuan awal, dari 50 soal terdapat 8 soal yang

tidak valid yaitu nomor 1,2,11,18,21,37,42 dan 44. Pada penelitian ini soal yang

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian sebanyak 42 butir soal, yaitu

nomor 3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,19,20,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,

xci

32,33,34,35,36,38,39,40,41,43,45,46,47,48,49 dan 50. Data dapat dilihat pada

lampiran 13.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan artinya suatu tes memilki

keterandalan bila tes tersebut dipakai untuk mengukur berulang-ulang hasilnya

sama. Dengan demikian reliabilitas dapat pula diartikan dengan keajegan atau

stabilitas. Untuk mengukur reliabilitas soal obyektif yang skornya 1 dan 0

digunakan rumus Kuder Richardson 20 (K-R 20) dalam Wiodo (2010), yaitu:

r11 = úûù

êëé-1nn

úúû

ù

êêë

é -å2

2

t

iit

s

qps

dengan : r11 : indeks reliabilitas instrumen

pi : proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i

qi : proporsi banyaknya subyek yang menjawab salah (qi =1-pi)

n : Banyaknya butir instrumen

2ts : variansi total (Budiyono, 2003:69)

Suatu instrumen dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya

dengan uji reliabilitas jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7 atau r11 > 0,7.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel diperoleh hasil

bahwa untuk soal tes prestasi memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,846. Dengan

demikian dapat diambil kesimpulan bahwa butir soal memiliki tingkat reliabilitas

yang tinggi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan untuk

soal tes kemampuan awal memiliki tingkat reliabilitas sebesar 0,936. Dengan

demikian dapat diambil kesimpulan bahwa butir soal memiliki tingkat reliabilitas

yang tinggi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13.

xcii

c. Uji Daya Pembeda (DP)

Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah, yang

besarnya ditunjukkan dengan indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi adalah

angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda. Seluruh peserta tes dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu antara atas dan bawah. Siswa-siswa yang tergolong

kelompok atas adalah siswa-siswa yang memiliki skor tinggi, sedangkan siswa-

siswa yang tergolong kelompok bawah adalah siswa-siswa yang memiliki skor

rendah.

Untuk menentukan siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (NKA) atau

kelompok bawah (NKB), masing-masing kelompok diambil 27% dari jumlah

siswa suatu kelompok . pada penelitian ini uji daya beda digunakan untuk menguji

instrumen penelitian yang berupa tes kemampuan awal dan prestasi belajar Fisika

agar bisa membedakan kriteria dari masing-masing soal. Rumus Pearson

Correlation untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :

DP = A

A

NB

- B

B

NB

dengan : DP : Daya Pembeda

NA : banyaknya peserta kelompok atas

NB : banyaknya peserta kelompok bawah

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

xciii

Tabel 3. 3 Indeks Daya Pembeda Soal

Daya Pembeda Soal Tingkat Negati – 0.000 Tidak punya DP 0.001 – 0.200 Jelek 0.201 – 0.400 Baik 0.401 - Sangat baik

Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsof Excel diperoleh

hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 butir soal yang diuji cobakan terdapat 7

butir yang kurang membedakan (jelek), 20 butir soal yang cukup membedakan

(baik), dan terdapat 23 butir soal yang lebih membedakan (sangat baik). Hasil

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan untuk soal

tes kemampuan awal dari 50 butir soal yang diuji cobakan terdapat 7 butir yang

kurang membedakan (jelek), 9 butir soal yang cukup membedakan (baik), dan

terdapat 34 butir soal yang lebih membedakan (sangat baik). Hasil perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

d. Uji Derajat Kesukaran (DK)

Soal yang baik adalah soal yang mempunyai derajat kesukaran memadai,

dalam arti tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran suatu

soal ditunjukkan dengan indeks kesukaran. Indeks kesukaran adalah suatu

bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya suatu soal. Derajat kesukaran

ini dipakai untuk menguji soal dari tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar

fisika sehingga soal tersebut secara umum dapat digolongkan soal sukar, sedang

dan mudah yang dapat dijadikan sebagai alat evaluasi. Untuk mengukur derajat

kesukaran soal digunakan rumus:

IK = NBN

xciv

dengan : IK : Indeks kesukaran N: jumlah seluruh siswa peserta tes

BN : banyaknya siswa yang menjawab benar

Tingkat kesukaran soal didapat dari nilai mean dibagi skor maksimum

menunjukkan tingkat kesukaran soal, semakin besar mean semakin mudah soal

dan semakin kecil mean soal semakin sukar. Menurut ketentuan indeks kesukaran

sering dibuat klasifikasi seperti dalam tabel 3.4, sebagai contoh untuk nilai mean

dibagi skor maksimum antara 0,401-0,600 tingkat kesukaran soal dikategorikan

sedang.

Tabel 3.4 Tingkat Kesukaran Soal

Nilai Mean / skor maksimum Tingkat Kesukaran Soal

0.00 – 0.200 Sangat Sukar

0.201 – 0.400 Sukar

0.401 – 0.600 Sedang

0.601 – 0.800 Mudah

0.801 – 1.000 Sangat Mudah

Berdasrkan hasil perhitungan dengan program Microsoft Excel diperoleh

hasil bahwa untuk soal tes prestasi dari 50 soal yang diuji cobakan terdapat 7 butir

soal yang tergolon mudah, 23 soal tergolong sedang dan 20 soal tergolong sukar.

Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12.Sedangkan untuk soal tes

kemampuan awal dari 50 soal yang diuji cobakan terdapat 25 butir soal yang

tergolon mudah, 18 soal tergolong sedang dan 7 soal tergolong sukar. Hasil

perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13.

2. Angket Aktivitas Belajar Siswa

xcv

a. Uji Validitas

Analisis uji validitas angket aktivitas belajar siswa menggunakan rumus

korelasi Karl Pearson. Konsistensi Internal menunjukkan adanya korelasi prinsip

antara skor masing-masing butir angket tersebut. Rumus korelasi Karl Pearson

yang digunakan untuk menghitung validitas angket tersebut adalah sebagai

berikut:

rxy = ( )( )

( ) ( ) ( )( )2222 ååå åå åå

--

-

yynxxn

yxxyn

dengan : rxy = indeks konsistensi internal butir ke-i

n = cacah subyek yang dikenai angket

x = skor butir ke-i ( dari subyek uji coba )

y = skor total ( dari subyek uji coba )

Butir soal dipakai jika : rxy ³ 0,3.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Microsoft Exel diperoleh

bahwa dari 40 butir soal yang diuji cobakan terdapat 1 butir soal yang tidak valid

yaitu nomor 3 pda penelitian ini soal yang digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian sebanyak 39 butir soal, yaitu nomor

1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,36,37,28,29,30,3

1,32,33,34,35,36,37,38,39,40. Data pada lampiran 14

b. Uji Reliabilitas

Dalam penelitian ini uji reliabilitas angket digunakan rumus Alpha

Chornbach sebagai berikut:

r11 = úûù

êëé-1nn

úúû

ù

êêë

é- å

2

2

1i

i

S

S

xcvi

dengan: r11 = indeks reliabilitas instrumen

n = banyaknya n butir instrumen

S 2i = Variasi butir ke-i, i = 1,2,3, .... n

Si = Variasi skor tabel yang diperoleh subyek uji coba

Suatu instrumen dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya

dengan uji validitas jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7 atau r11> 0,7.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program Microsoft Excel

diperoleh hasil bahwa soal angket aktivitas belajar memiliki tingkat reliabilitas

sebesar 0,914 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal angket aktivitas

memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya dapat

dilihat dalam lampiran 14.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

variansi tiga jalan 2x2x2 dengan sel tak sama. Sebelum melakukan uji anava tiga

jalan, terlebih dahulu akan dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji

homogenitas.

1. Uji Persyaratan Analisis

Sebagai uji prasyarat analisis dilakukan uji kesamaan rata-rata, normalitas,

dan homogensitas. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari

xcvii

populasi yang terdistribusi normal atau tidak, uji normalitas ini dihitung

menggunakan software Minitab 15.Uji normalitas yang sering digunakan sebagai

uji persyaratan yaitu Ryan Joiner. Prosedur uji normalitas populasi adalah sebagai

berikut:

1) Menentukan Hipotesis:

H0 : sample tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal;

H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2) Statistik Uji

Statistik uji menggunakan normality test dengan pendekatan Ryan-

Joiners. Ketentuan pengambilan kesimpulan, H0 ditolak ketika p-Value > 0,05,

dan jika p-Value < 0,05, maka H0 tidak ditolak. Tingkat signifikansi (α) yang

digunakan 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi–variansi

dari sejumlah populasi homogen atau tidak.Jika populasi memiliki varians-vaians

yang sama dikatakan populasi yang homogen.Uji homogenitas yaitu varians

terbesar dibandingkan varians terkecil menggunakan tabel F pada taraf signifikan

(α) 5%. Untuk melakukan uji homogeniitas ini dihitung menggunakan software

Minitab 15, yaitu test of equal variance.

1) Menentukan Hipotesis:

H0 : tidak semua variansi sama ( tidak homogen )

H1 : semua variansi sama ( homogen )

2) Statistik Uji

xcviii

Statistik uji menggunakan test for equal variances. Ketentuan

pengambilan kesimpulan, H0 ditolak jika p-Value > 0,05, dan jika p-Value < 0,05,

maka H0 tidak ditolak.

2. Uji Hipotesis

a. Uji Anava

Dalam penelitian ini untuk menganalisis data sampel digunakan statistik

uji Analisis Variansi Tiga Jalan 2x2x2, dengan frekuensi sel tak sama terhadap

prestasi belajar Fisika pada materi pokok Suhu dan Kalor menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen dan demonstrasi

ditinjau dri kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa. Asumsi pada uji

ANAVA adalah populasi berdistribusi normal, homogen, sampel dipilih secara

acak, variabl terikat bersekala pengukuran interval dan variabel bebas berskala

pengukuran nominal. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

software Minitab 15.

1) Menentukan Hipotesis

Ho: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran

dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan

demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.

H1: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

pada materi Suhu dan Kalor.

Pada analisis variansi tiga jalan terdapat tujuh pasang hipotesis yang

perumusannya adalah:

xcix

a) H0A: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.

H1A: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.

b) H0B: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

kemampuan awal tinggi dan rendah.

H1B : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki kemampuan

awal tinggi dan rendah.

c) H0C: Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

aktivitas belajar tinggi dan rendah.

H1C: Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki aktivitas

belajar tinggi dan rendah.

d) H0AB: Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demontrasi dengan

kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.

H1AB : Ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.

e) H0AC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan

inkuiri terbimbing dengan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

H1AC : Ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing dengan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

c

f) H0BC : Tidak ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap

prestasi belajar siswa.

H1B : Ada interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi

belajar siswa.

g) H0ABC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi,

kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

H1ABC : Ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan pendekatan

inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal dan

aktivitas terhadap prestasi belajar siswa.

2) Statistik Uji

Statistik uji menggunakan GLM (General Linier Model). Ketentuan

pengambilan kesimpulan, H0 ditolak jika p-Value < 0,05, dan jika jika p-Value >

0,05 maka H0 tidak ditolak.

3) Taraf Signifikansi : a = 5% = 0,05

4) Komputasi

Data Sel untuk keperluan analisis diubah dalam bentuk rancangan anava

tiga jalan isi sel tidak sama. Dari tabel 3.5 sebagai contoh A1B1 C1 adalah

kombinasi perlakuan pembelajaran fisika menggunakan pendekatan inquiry

melalui metode eksperimen untuk siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi

dan aktivitas tinggi. Sedang untuk yang lain caranya adalah sama.

Keterangan:

A : Pendekatan pembelajaran B2 : Kemampuan awal rendah

A1 : Metode pembelajaran eksperimen C : Aktivitas belajar

ci

A2 : Metode pembelajaran demonstrasi C1 : Aktivitas belajar tingg

B : Kemampuan awal C2 : Aktivitas belajar rendah

B1 : Kemampuan awal tinggi

Tabel 3.5. Letak Data Rancangan ANAVA Tiga Jalan Isi Sel Tidak Sama

B B1 B2

C C1 C2

C1 C2

A1 A1B1C1 A1B1C2

A1B2C1 A1B2C2

A

A2 A2B1C1 A2B1C2

A2B2C1 A2B2C2

b. Uji Lanjut

Setelah dilakukan uji analisis varians bila diperoleh H0 ditolak maka

tahapan selanjutnya adalah uji lanjut Anava ( analys of mean ) dengan

menggunakan sofware program Minitab 15.

cii

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Berkaitan dengan hipotesis pada Bab III dan perolehan data hasil

penelitian, maka Bab IV ini akan menyajikan deskripsi data dan keputusan uji

hasil penelitiaan.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari (1) data prestasi atau

hasil belajar fisika pada materi Suhu dan Kalor, (2) data nilai kemampuan awal

siswa, dan (3) data skor angket aktivitas. Data tersebut diperoleh dari penelitian

terhadap kelas yang proses pembelajarannya menggunakan metode demonstrasi.

dan eksperimen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat

kelas, yaitu kelas X-,4 X-5, X-8 dan X-9. Kelas X-4 dan X-5 sejumlah 68 siswa,

digunakan sebagai subyek penelitian dengan metode demonstrasi; serta kelas X-8

dan X-9 sejumlah 68 siswa, digunakan sebagai subyek penelitian dengan metode

eksperimen. Secara rinci dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Data Prestasi Belajar Fisika

Data prestasi belajar Fisika diperoleh setelah siswa menerima perlakuan

dalam pembelajaran yaitu pembelajaran dengan pendekatan inkuiri melalui

metode demonstrasi dan eksperimen untuk kelas eksperimen. Data prestasi belajar

yang dideskripsikan dalam tabel maupun histogram adalah data prestasi belajar

ranah kognitif. Deskripsi data prestasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.1. Prestasi

pencapaian hasil belajar Fisika meteri pokok Suhu dan Kalor pada kelas dengan

metode demonstrasi menghasilkan nilai terendah 48, nilai tertinggi 90; nilai rata-

rata 69,794; dan standar deviasinya 7,171. Selanjutnya, prestasi pencapaian hasil

ciii

belajar untuk kelas dengan metode eksperimen menunjukkan bahwa nilai terendah

58, nilai tertinggi 90; nilai rata-rata 75,382; dan standar deviasinya 7,519.semakin

kecil standar deviasinya maka data semakin akurat Pada lampiran 15 berisi data

prestasi siswa untuk metode eksperimen dan demonstrasi.

Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa

Descriptive Statistics: PRESTASI Variable METODE N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median PRESTASI DEMONSTRASI 68 0 69.794 0.870 7.171 48.000 65.000 70.000 EXPERIMEN 68 0 75.382 0.912 7.519 58.000 70.000 78.000 Variable METODE Q3 Maximum PRESTASI DEMONSTRASI 75.000 90.000 EXPERIMEN 80.000 90.000

Sebaran frekuensi data prestasi belajar Fisika pada materi pokok Suhu dan

Kalor untuk kelas dengan metode demonstrasi dapat dilihat pada tabel 4.2.

Sedangkan, distribusi frekuensi prestasi belajar Fisika untuk kelas dengan metode

eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.3. Sebagai contoh pada tabel 4.2 dari 68

siswa ada 6 yang mencapai nilai untuk interval 51-60 berati ada 8,8%.Untuk

memperjelas pendeskripsian, uraian hasil diskripsi selain disajikan dalam bentuk

tabel juga diperjelas dengan gambar histogram 4.1, 4.2 dan 4.3

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demonstrasi

Tab

el 4.3

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)

41- 50 1 1.5

51- 60 6 8.8

61- 70 34 50.0

70- 80 25 36.8

81-90 2 2.9

91- 100 0 0.0

Jumlah 68 100

civ

Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Eksperimen

9080706050

25

20

15

10

5

0

PRESTASI METODE DEMONSTRASI

Freq

ue

ncy

Mean 69.79StDev 7.171N 68

Histogram of PRESTASI METODE DEMONSTRASINormal

Gambar 4.1 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi

Keterangan gambar 4.1, prestasi metode demonstrasi untuk nilai 70 ada sekitar 20

siswa dan freuensinya terbanyak.

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)

41- 50 0 0.0

51- 60 1 1.5

61- 70 19 27.9

71- 80 33 48.5

81- 90 15 22.1

91- 100 0 0.0

Jumlah 68 100

cv

90858075706560

12

10

8

6

4

2

0

PRESTASI METODE EKSPERIMEN

Freq

ue

ncy

Mean 75.38StDev 7.519N 68

Histogram of PRESTASI METODE EKSPERIMENNormal

Gambar 4.2 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Eksperimen

Keterangan gambar 4.2 , prestasi metode eksperimen untuk nilai 77-78 ada 11 siswa dan frekuensinya terbayak.

90.082.575.067.560.052.5

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0.00

PRESTASI

De

nsi

ty

69.79 7.171 6875.38 7.519 68

Mean StDev N

DEMONSTRASIEXPERIMEN

METODE

Histogram of PRESTASINormal

Gambar 4.3 Histogram frekuensi Prestasi Belajar Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen

cvi

Perbandingan hasil belajar Fisika antara kelas dengan metode

pembelajaran demonstrasi dan eksperimen akan menjadi lebih jelas apabila

diamati melalui mean dari dua kelompok sampel kelas yang diteliti tersebut. Nilai

rata-rata kelas dengan metode pembelajaran demonstrasi adalah 69,79 sedangkan

mean kelas dengan metode pembelajaran eksperimen adalah 75,38. Hal itu dapat

dilihat pada diagram perbandingan mean antara kelas dengan metode

pembelajaran demonstrasi dan kelas dengan eksperimen pada gambar 4.3.

Prestasi belajar kelas dengan metode eksperimen hasilnya lebih tinggi. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam merumuskan masalah,

kemampuan dalam memecahkan masalah, dan aktivitas siswa pada kelas dengan

metode eksperimen ini tingkat keberhasilannya lebih baik. Pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen ini menekankan pada

kegiatan pembelajaran yang berusaha membimbing siswa dalam menemukan dan

memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran

melalui metode eksperimen. Berdasarkan hasil pembelajaran di atas, metode

eksperimen sangat mendukung pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing,

sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam kegiatan eksperimen, siswa

dapat melakukan pengamatan, mendata, mengidentifikasikan hasil pendataan,

menganalisis data yang diperoleh, dan dapat menarik kesimpulan. Hal tersebut

merupakan bentuk partisipasi aktif siswa dalam menemukan dan memecahkan

masalah yang dihadapi. Kegiatan dalam bereksperimen itu menjadi pengalaman

hidup yang bermakna. Pengalaman itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa.

Disamping itu dari foto penelitian terlihat bahwa pada metode eksperimen hampir

semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan, sedang pada metode

cvii

demonstrasi hanya siswa tertentu yang terlibat dalam pengamatan untuk yang lain

kurang begitu memperhatikan.

2. Data Kemampuan Awal

Data kemampuan awal siswa diperoleh dari pemberian tes kepada siswa

tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi suhu dan kalor yang sudah

diperoleh di SMP. Pembagian kategori kemampuan awal dikelompokkan menjadi

kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah. Kemampuan awal kategori

tinggi jika nilai tes tentang kemampuan awal ≥ mean. Kategori kemampuan awal

rendah jika nilai tes tentang kemampuan awal < mean. Dari hasil penghitungan,

nilai rata-rata kemampuan awal siswa dari gabungan kelas demonstrasi dan kelas

eksperimen adalah 63,65. Deskripsi data kemampuan awal dapat dilihat pada

tabel 4.4 dan jumlah setiap kategori dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.4a. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Metode Demonstrasi

Descriptive Statistics: : Kemampuan Awal Metode Demonstrasi Variable METODE N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Kemampuan Awal DEMONSTRASI 68 0 63.51 1.08 8.90 40.00 58.00 EXPERIMEN 68 0 63.78 1.03 8.47 40.00 58.00 Variable METODE Median Q3 Maximum Kemampuan Awal DEMONSTRASI 65.00 70.00 80.00 EXPERIMEN 65.00 70.00 80.00

Tabel 4.4b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif

25 - 40 1 1.5

41 - 50 5 7.4

51 - 60 20 29.4

61 - -70 28 41.2

71 - 80 14 20.6

81 - 90 0 0.0

Jumlah 68 100

cviii

Tabel 4.5a Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Metode Eksperimen

Descriptive Statistics: Kemampuan Awal Metode Eksperimen KEMAMPUAN Variable AWAL N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE EKSPERIMEN RENDAH 23 0 71.04 1.41 6.77 58.00 65.00 TINGGI 45 0 77.60 1.04 6.95 60.00 73.00 KEMAMPUAN Variable AWAL Median Q3 Maximum METODE EKSPERIMEN RENDAH 70.00 78.00 83.00 TINGGI 78.00 83.00 90.00

Tabel 4.5b Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal

Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen

Jadi, dari data despkripsi dan distribusi frekuensi kemampuan awal siswa

dengan metode demonstrasi dan eksperimen, diperoleh hasil sesuai tabel di

bawah:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Tinggi dan Rendah

Untuk memperjelas distribusi nilai di atas, berikut adalah histogram

kemampuan awal yang disajikan pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6.

Kelompok Kelas Demonstrasi

Kelompok Kelas Eksperimen

Kemampuan Awal Frekuensi

Persentase (%)

Frekuensi Persentase

(%)

Tinggi 42 61,76 45 66,18

Rendah 26 38,24 23 33,82

Jumlah 68 100 68 100

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif

25 - 40 1 1.47

41 - 50 5 7.35

51 - 60 17 25.00

61 - -70 36 52.94

71 - 80 9 13.24

81 - 90 0 0.00

Jumlah 68 100

cix

8070605040

16

14

12

10

8

6

4

2

0

KEMAMPUAN AWAL - DEMONSTRASI

Freq

ue

ncy

Mean 63.51StDev 8.900N 68

Histogram of KEMAMPUAN AWAL - DEMONSTRASINormal

Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Awal Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode Demonstrasi

Keterangan gambar 4.4 untuk kemampuan awal pada metode demonstrasi nilai

63-73 ada 28 siswa dan mencapai frekuensi maksimum.

8070605040

20

15

10

5

0

KEMAMPUAN AWAL - EKSPERIMEN

Freq

ue

ncy

Mean 63.78StDev 8.471N 68

Histogram of KEMAMPUAN AWAL - EKSPERIMENNormal

Gambar 4.5 Histogram Kemampuan Awal Siswa pada Kelas yang Menggunakan Metode Eksperimen

cx

Keterngan gambar 4.5 untuk kemampuan awal pada metode eksperimen nilai 63-

73 ada 35 siswa dan mencapai frekuensi maksimum.

82.575.067.560.052.545.0

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0.00

Kemampuan Awal

De

nsi

ty

63.51 8.900 6863.78 8.471 68

Mean StDev N

DEMONSTRASIEXPERIMEN

METODE

Histogram of Kemampuan AwalNormal

Gambar 4.6 Histogram Frekuensi Kemampuan Awal Fisika pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen

Keterangan gambar 4.6, nilai kemampuan awa untuk metode eksperimen dan

demonstrasi mempunyai rata-rata yang seimbang yaitu 63,51 dan 63,78.

3. Data Ativitas Belajar

Data aktivitas siswa diperoleh setelah siswa mengisi angket aktivitas

yang telah diberikan, dan untuk memperoleh hasil yang optimal tentang aktivitas

siswa, peneliti juga mengadakan observasi pada siswa sebelum pembelajaran

materi Suhu dan Kalor dimulai. Data aktivitas siswa dikelompokkan dalam dua

kategori berdasarkan pada meannya, yaitu aktivitas tinggi dan aktivitas rendah.

Aktivitas dikategorikan tinggi, jika skor yang diperoleh siswa sama atau lebih

besar daripada skor rata-rata angket dan hasil observasi aktivitas siswa. Aktivitas

dikategorikan rendah jika skor yang diperoleh siswa kurang dari skor rata-rata

cxi

angket dan hasil observasi tentang aktivitas. Dari hasil penghitungan, skor rata-

rata angket dan hasil observasi tentang aktivitas siswa dari gabungan kelas

demonstrasi dan kelas eksperimen adalah 78,64. Data selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran. Sebaran frekuensi dari data skor angket dan hasil observasi tentang

aktivitas untuk kelompok kelas metode demonstrasi dapat dilihat pada tabel 4.7,

sedangkan tabel 4.8 untuk kelompok kelas metode eksperimen. Untuk

memperjelas tabel tersebut, histogram 4.7, 4.8 dan 4.9 dapat membantu

pemahaman deskripsi skor angket dan hasil observasi tentang aktivitas.

Tabel 4.7a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Demonstrasi

Descriptive Statistics: AKTIVITAS BELAJAR METODE DEMONTRASI Variable AKTIVITAS N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE DEMONTRASI RENDAH 34 0 68.18 1.29 7.53 48.00 63.00 TINGGI 34 0 71.41 1.12 6.50 55.00 68.00 Variable AKTIVITAS Median Q3 Maximum METODE DEMONTRASI RENDAH 69.00 73.50 83.00 TINGGI 71.50 75.00 90.00

Tabel 4.7b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar

Siswa pada Kelompok Kelas Demonstrasi

Tabel 4.8a Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Metode Eksperimen

Descriptive Statistics: AKTIVITAS BELAJAR SISWA METODE EKSPERIMEN Variable AKTIVITAS N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 METODE EKSPERIMEN RENDAH 28 0 76.18 1.39 7.35 63.00 70.00 TINGGI 40 0 74.83 1.21 7.68 58.00 68.00 Variable AKTIVITAS Median Q3 Maximum METODE EKSPERIMEN RENDAH 78.00 82.25 88.00 TINGGI 78.00 80.00 90.00

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif

61 - 70 9 13.24

71 - 80 31 45.59

81 - 90 24 35.29

91 - 100 4 5.88

Jumlah 68 100.00

cxii

Tabel 4.8b Distribusi Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen

Sedangkan untuk memperjelas distribusi frekuensi aktivitas tersebut di

atas disajikan dalam bentuk histogram pada gambar 4.7, 4.8. dan 4.9.

9688807264

16

14

12

10

8

6

4

2

0

AKTIVITAS - DEMONSTRASI

Freq

ue

ncy

Mean 78.47StDev 7.675N 68

Histogram of AKTIVITAS - DEMONSTRASINormal

Gambar 4.7 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas Demonstrasi

Keterngan gambar 4.7, aktivitas belajar metode demonstrasi mencapai frekuensi

maksimum pada skor 72 dan 80 ada 14 siswa.

Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif

51- -60 1 1.47

61 - 70 6 8.82

71 - 80 31 45.59

81 - 90 26 38.24

91 - 100 4 5.88

Jumlah 68 100.00

cxiii

9688807264

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

AKTIVITAS - EKSPERIMEN

Freq

ue

ncy

Mean 79.84StDev 6.936N 68

Histogram of AKTIVITAS - EKSPERIMENNormal

Gambar 4.8 Histogram Frekuensi Skor Angket dan Hasil Observasi tentang Aktivitas Belajar Siswa pada Kelompok Kelas Eksperimen

Keterngan gambar 4.8, aktivitas belajar metode eksperimen mencapai frekuensi

maksimum pada skor 80 ada 16 siswa.

105907560453015

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0.00

AKTIVITAS

De

nsi

ty

77.44 11.76 6879.84 6.936 68

Mean StDev N

DEMONSTRASIEXPERIMEN

METODE

Histogram of AKTIVITASNormal

Gambar 4.9 Histogram Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas dengan Metode Demostrasi dan Eksperimen

cxiv

Keterngan gambar 4.9, skor aktivitas belajar pada metode eksperimen

kerapatannya 0,058 sedang pada metode demonstrasi 0,035, untuk skor rata-

ratany a 79,84 dan 77,44.

Untuk lebih mudah membandingkan hasil skor angket dan hasil observasi

tentang aktivitas siswa antara kelompok kelas demonstrasi dengan kelompok kelas

eksperimen, dapat memperhatikan skor rata-rata pada kelompok kelas demonstrasi

dan kelompok kelas eksperimen. Skor angket dan hasil observasi tentang aktivitas

untuk kelompok kelas demonstrasi adalah 78,47 sedangkan kelompok kelas

eksperimen adalah 79,84, sehingga diperoleh hasil rata-rata 79,15. Histogram

batang di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata aktivitas siswa kelompok kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata kelompok kelas demonstrasi.

Aktivitas dapat dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat mengembangkan aktivitasnya. Guru dalam hal ini

dapat menciptakan kondisi belajar yang tepat melalui penggunaan atau pemilihan

strategi pembelajaran (metode) yang tepat pula. Metode pembelajaran itu antara

lain : teknik belajar kelompok, diskusi, demonstrasi, observasi dan eksperimen.

Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran

dimana siswa menemukan sendiri konsep, pengetahuan dan pengalaman baru

dengan bimbingan guru. Data penelitian ini mengelompokkan skor angket dan

hasil observasi tentang aktivitas siswa dalam dua kategori, yaitu tinggi dan

rendah. Hal itu didasarkan pada mean atau rata-rata skor. Padahal, masih terdapat

satu kategori lagi jika didasarkan pada standar deviasinya, yaitu kategori sedang.

Kategori sedang ini didasarkan pada rentang nilai antara mean ± 1 SD (standar

deviasi). Sehingga, penelitian ini belum dapat menyimpulkan pengaruh hubungan

cxv

antara aktivitas siswa dengan prestasi belajar Fisika secara detail karena kategori

tinggi dan rendah bedanya sangat dekat atau sangat kecil..

B. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini

menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Komputasi

selengkapnya terdapat pada lampiran 16 dan ringkasan hasilnya di sajikan pada

tabel 4.9.

Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

No. Respon Faktor Metode p-value Ryan-Joiner Distribusi Data

1. Prestasi KA-Akti Tinggi Eksperimen >0,100 0,981 Normal

2. Prestasi KA-Akti Rendah Eksperimen >0,100 0,989 Normal

3. Prestasi KA-Akti Tinggi Demonstrasi >0,100 0,984 Normal

4. Prestasi KA-Akti Rendah Demonstrasi >0,100 0,990 Normal

5 Prestasi Akti-KA Tinggi Eksperimen >0,100 0,979 Normal

6. Prestasi Akti-KA Rendah Eksperimen >0,100 0,992 Normal

7 Prestasi Akti-KA Tinggi Demonstrasi >0,100 0,978 Normal

8 Prestasi Akti-KA Rendah Demonstrasi >0,100 0,972 Normal

9 Prestasi KA T-Akti T Eks-Demons >0,100 0,987 Normal

10 Prestasi KA R-Akti T Eks-Demons >0,100 0,984 Normal

11 Prestasi KA T-Akti R Eks-Demons >0,100 0,994 Normal

12 Prestasi KA R-Akti R Eks-Demons >0,100 0,978 Normal

13 Prestasi KA-Akti Tinggi Eks-Demons >0,100 0,997 Normal

14 Prestasi KA-Akti Rendah Eks-Demons >0,100 0,995 Normal

cxvi

Dari hasil Uji Normalitas data kemampuan awal, aktivitas, dan prestasi di atas,

yang diuji dengan kreteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05.

Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data prestasi,

kemamapuan awal, dan aktivitas berdistribusi normal. Kriteria uji normalitas

adalah ”tolak hipotesis null ( data tidak berdistribusi normal ) jika p-value > alpha

5 %”.

2. Uji Homogenitas

Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi dari variasi homogen atau tidak. Uji

homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F atau uji Barlett. Adapun

sebagai pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk

uji ini adalah prestasi belajar fisika khususnya materi Suhu dan Kalor, sedangkan

sebagai faktornya adalah metode pembelajaran (demonstrasi dan eksperimen),

kemampuan awal dan aktivitas siswa. Hasil uji homogenitas disajikan dalam tabel

4.10 dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada lampiran 17 hasil analisa data.

Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas

p-value No. Respon Faktor F –test atau

Barlett’s-test Levene’s test Keputusan

1. Prestasi Eks-Ka_Akti 0.904 0.375 Homogen

2. Prestasi Demon-KA-Akti 0.757 0.760 Homogen

3. Prestasi Eks-Demon-Akti T-KA

0.870 0.911 Homogen

4. Prestasi Eks-Demon-Akti T-KA

0.630 0.280 Homogen

Keterangan tabel 4.10: KA: Kemampuan Awal Akti : Aktivitas

cxvii

Dari tabel 4.10 di atas terlihat bahwa semua nilai p value > 0,05 sehingga

semua Ho (data tidak semua variansi sama atau tidak homogen) yang diajukan

ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi, kemampuan awal dan

aktivitas siswa terpenuhi, sehingga dapat dilakukan uji selanjutnya, yaitu uji

ANOVA.

C. Pengujian Hipotesis

Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak

hanya antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga,empat, atau lebih. Salah

satu alternatif pengujian yang disertakan Minitab 15, untuk kasus yang

diperkirakan di atas adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA.

1. Analisis Variansi

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan anova tiga jalan,

sebab faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga

faktor, yaitu metode, kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa. Adapun

rangkuman hasil analisis variansi tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat

dicermati pada tabel 4.14, sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada lampiran

18 hasil analisis data.

Tabel 4.11 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Belajar Fisiska

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P METODE 1 1061.76 877.07 877.07 19.33 0.000 KEMAMPUAN AWAL 1 1159.48 1091.66 1091.66 24.07 0.000 AKTIVITAS 1 37.81 32.87 32.87 0.72 0.396 METODE*KEMAMPUAN AWAL 1 6.98 3.28 3.28 0.07 0.788 METODE*AKTIVITAS 1 162.07 203.61 203.61 4.49 0.036 KEMAMPUAN AWAL*AKTIVITAS 1 2.95 1.85 1.85 0.04 0.840 METODE*KEMAMPUAN AWAL*AKTIVITAS 1 57.42 57.42 57.42 1.27 0.263 Error 128 5806.47 5806.47 45.36 Total 135 8294.94 S = 6.73521 R-Sq = 30.00% R-Sq(adj) = 26.17%

cxviii

Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan

Hipotesis penelitian sebagai berikut:

a) H0A: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor, ditolak sebab p-

value metode = 0,000 < 0,050

b) H0B: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

kemampuan awal tinggi dan rendah., ditolak sebab p-value kemampuan

awal = 0,000 < 0,050

c) H0C: tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

aktivitas tinggi dan rendah, tidak ditolak sebab p-value aktivitas = 0,396 >

0,050

d) H0AB: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan

Kalor, tidak ditolak sebab p-value metode pembelajaran dengan kemampuan

awal = 0,786 > 0,050

e) H0AC: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu

dan Kalor, ditolak sebab p-value metode pembelajaran dengan aktivitas =

0,036 < 0,050

cxix

f) H0BC: tidak ada interaksi antara kemampuan awal dengan aktivitas terhadap

prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor, tidak ditolak sebab p-value

kemampuan awal dengan aktivitas = 0,840 > 0,050

g) H0ABC: tidak ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi,

kemampuan awal dan aktitivitas terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu

dan Kalor, tidak ditolak sebab p-value metode pembelajaran, kemampuan

awal dan aktivitas = 0,263 > 0,050

Oleh karena hasil dari nilai probabilitasnya ada yang lebih kecil daripada

alpha (p-value < α)atau terdapat H1 yang tidak ditolak, maka diperlukan uji

statistik lebih lanjut untuk mengetahui metode, kemampuan awal, dan aktivitas

mana yang relatif dan cenderung memberikan pengaruh yang signifikan, dan

bagaimana bentuk interaksi antara faktor terhadap prestasi belajar Fisika.

2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan

Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui

karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini, uji

komparasi ganda dilakukan pada hipotesis HIA, H1B, dan H1AC, dengan uraian

sebagai berikut:

a) Hasil anova tiga jalan yang perlu diuji lanjut adalah untuk hasil Anova tiga

jalan pada HIA, yaitu : ”ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang

diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor.” Hasil uji anova

dan uji lanjut dipaparkan di tabel 4.12 dan gambar 4.10.

cxx

Tabel 4.12 One-way ANOVA: PRESTASI versus METODE

Source DF SS MS F P METODE 1 1061.8 1061.8 19.67 0.000 Error 134 7233.2 54.0 Total 135 8294.9 S = 7.347 R-Sq = 12.80% R-Sq(adj) = 12.15% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+- DEMONSTRASI 68 69.794 7.171 (------*------) EXPERIMEN 68 75.382 7.519 (-------*------) --------+---------+---------+---------+- 70.0 72.5 75.0 77.5 Pooled StDev = 7.347

EXPERIMENDEMONSTRASI

76

75

74

73

72

71

70

69

METODE

Mea

n

71.342

73.834

72.588

One-Way Normal ANOM for PRESTASIAlpha = 0.05

Gambar 4.10 Grafiks Analisis of Mean Metode terhadap Prestasi Belajar Fisika

Keterangan gambar 4.10, pada metode eksperimen pengaruhnya positif karena

presatsinya melewati/di atas garis merah dan pada metode demonstrasi

pengaruhnya negatif karena prestasinya ada yang dibawah garis merah.

b) Hasil Anova tiga jalan yang perlu diuji selanjutnya adalah untuk hasil anova

tiga jalan pada HIB, yaitu : ” ada pengaruh kemampuan awal tinggi dan

rendah terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor”. Hasil uji

anava dan uji lanjut dipaparkan di tabel 4.13 dan gambar 4.11.

cxxi

Tabel 4.13 One-way ANOVA: PRESTASI versus KEMAMPUAN AWAL Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 1261.1 1261.1 24.03 0.000 Error 134 7033.8 52.5 Total 135 8294.9 S = 7.245 R-Sq = 15.20% R-Sq(adj) = 14.57% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- RENDAH 49 68.531 6.935 (-------*-------) TINGGI 87 74.874 7.413 (-----*------) ----+---------+---------+---------+----- 67.5 70.0 72.5 75.0 Pooled StDev = 7.245

TINGGIRENDAH

76

75

74

73

72

71

70

69

68

KEMAMPUAN AWAL

Mea

n

71.534

73.643

72.588

One-Way Normal ANOM for PRESTASIAlpha = 0.05

Gambar 4.11 Grafik Analisis of Mean Kemampuan Awal terhadap Prestasi Belajar Fisika

Keterangan gambar 4,11, pada kemampuan awal tinggi pengaruhnya positif

karena presatsinya melewati/di atas garis merah dan pada kemampuan awal

rendah pengaruhnya negatif karena prestasinya ada yang dibawah garis merah.

c) Hasil Anova tiga jalan yang perlu diuji selanjutnya adalah hasil anova tiga

jalan pada HIAC, yaitu:”ada interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

cxxii

dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi fisika materi Suhu dan

Kalor”. Hasil uji anava dan uji lanjut dipaparkan di gambar 4.12.

Pada gambar 4.12 terlihat garis hitam dan merah saling berspotongan, ini

menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara penggunaan metode eksperimen dan

demonstrasi dengan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA

Negeri 1 Pati materi Suhu dan Kalor.

EXPERIMENDEMONSTRASI

77

76

75

74

73

72

71

70

69

68

METODE

Me

an

12

AKTIVITAS

Interaction Plot for PRESTASIData Means

Gambar 4.12 Grafiks Interaksi antara Metode dengan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh

penggunaan metode Demonstrasi dan Eksperimen terhadap prestasi belajar fisika,

apakah ada pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, apakah

ada pengaruh aktivitas terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada interaksi antara

metode dan kemampuan awal siswa, apakah ada interaksi antara metode dan

cxxiii

aktivitas belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara metode pembelajaran,

kemampuan awal, dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika. apakah ada

pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada pengaruh

aktivitas terhadap prestasi belajar fisika, apakah ada interaksi antara metode dan

kemampuan awal siswa, apakah ada interaksi antara metode dan aktivitas belajar

siswa, dan apakah ada interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan awal,

dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika.

Tabel 4.14 Rangkuman Probabilistik Interaksi

No Respon Faktor N Mean St Dev p-value R = 9 72.667 4.848 1. Prestasi Metode eksperimen, KA

Rendah-Aktivitas T=14 70.000 7.746

0.368

R= 13 63.692 6.434 2. Prestasi Metode eksperimen, KA Rendah-Aktivitas T= 13 68.923 5.423

0.035

3. Prestasi KA Rendah – Aktivitas Tinggi 27 69.481 6.624 1.000

4. Prestasi Metode eksperimen- KA Rendah-Aktivitas Tinggi

14 70.000 7.746 1.000

5. Prestasi KA Tinggi-Aktivitas Rendah 40 74.225 8.059 1.000

6. Prestasi Metode eksperimen- Ka Tinggi- Aktivitas Rendah

19 77.8 7.848 1.000

7. Prestasi Metode demonstrasi-KA Tinggi-Aktivitas Rendah

21 70.952 6.895 1.000

Metode demonstrasi-KA-Aktivitas Tinggi

42 72.952 6.673 8. Prestasi

Metode eksperimen- KA-Aktivitas Tinggi

52 77.423 6.313

0.001

19 0.844 7.848 9. Prestasi Metode Eksperimen-KA tinggi-Aktivitas 26 77.42 6.376

0.844

T=21 70.952 6.895 10. Prestasi Metode Demonstrasi-KA Rendah-Aktivitas R=21 72.952 6.756

0.348

Metode Demonstrasi-KA-Aktivitas Rendah

26 63.692 6.304 11. Prestasi

Metode eksperimen-KA-Aktivitas Rendah

18 72.667 4.703

0.000

T=26 0.552 5.314 12 Prestasi Metode demonstrasi-KA Rendah-Aktivitas Tinggi

R=28 70.000 7.601

0.552

cxxiv

Untuk memahami lebih detail, pola interaksi informasi hasil uji Anova

satu jalan tersebut dapat memperhatikan tabel 4.14 dan komputasi lebih lengkap

pada lampiran18. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode demonstrasi untuk kelas eksperimen I dan metode eksperimen

untuk kelas eksperimen II. Pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan

sebelum pembelajaran berlangsung dengan memberikan tes, sedangkan untuk

mengetahui aktivitas belajar siswa dilakukan dengan memberikan angket aktivitas

sebelum berlangsung pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor. Untuk

memperoleh data yang lebih valid, di sini peneliti juga menggunakan pengamatan

melalui data observasi siswa tentang aktivitas belajar pada siswa pada saat

dilakukan pembelajaran fisika tentang materi Suhu dan Kalor. Setelah

pembelajaran selesai, tes kemampuan kognitif dilakukan kepada siswa untuk

mengukur prestasi belajar fisika.

1. Hipotesis Pertama

Berdasarkan hasil analisis data anava tiga jalan dengan sel tak sama

diperoleh p-value metode pembelajaran = 0,000 < 0,050, maka Ho (tidak ada

pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar) ditolak,

yang berarti bahwa ada pengaruh pembelajaran fisika yang diberi perlakuan

menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi dan

eksperimen terhadap prestasi belajar Suhu dan Kalor. Hasil uji lanjut yang

dilakukan (tabel 4.15) memberi informasi bahwa kelas demonstrasi maupun kelas

eksperimen memiliki hasil p-value 0,000. Hasil tersebut jelas menggambarkan

perbedaan kekuatan atau pengaruh kedua metode tersebut berimbang. Perbedaan

pengaruh metode khususnya terlihat pada kemampuan awal dan aktivitas belajar

cxxv

siswa yang rendah, karena diperoleh (p-value = 0,000). Hasil ini juga dapat

dikuatkan dengan grafik analisis of mean seperti dipaparkan dalam gambar 4.9

ada yang melewati garis merah, berarti metode berpengaruh signifikan terhadap

prestasi belajar.

Metode eksperimen adalah cara penyajian materi dimana siswa

melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri pernyataan atau hipotessis

yang dipelajari. Dengan metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk

mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati obyek,

menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan. Dengan menemukan

konsep sendiri maka pembelajaran ini sesuai dengan teori belajar penemuan yang

dikemukakan oleh Bruner.Kelebihan metode eksperimen diantaranya adalah dapat

melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah, siswa dapat membuktikan

sendiri kebenaran dari suatu teori sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu

yang tidak pasti kebenarannya, siswa lebih aktif berpikir dan berbuat, memperoleh

pengetahuan, mendapatkan pengalaman praktis dan ketrampilan menggunakan

alat-alat.

Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu

peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan

agar dapat diketahui dan dipahami oleh siswa secara nyata atau tiruan.Metode

demonstrasi mempunyai tujuan agar siswa mampu memahami tentang cara

mengatur dan menggunakan alat-alat dan dapat mengetahui kebenaran dari suatu

teori.Metode demonstrasi mempunyai kekurangan antara lain: derajat

visibilitasnya kurang, siswa tidak dapat mengamati keseluruhan peristiwa yang

didemonstrasikan, kadang-kadang terjadi perubahan yang tak terkontrol.Metode

cxxvi

demonstrasi tidak seharusnya dilakukan apabila alat-alat yang digunakan tidak

dapat diamati secara seksama.

Penggunaan metode pembelajaran bertujuan untuk membantu dan

memudahkan siswa dalam menginternalisasikan informasi dan untuk

menumbuhkan keyakinan bahwa mereka dapat mencapai sukses dengan

kemampuan mereka sendiri. Metode Demonstrasi dan Eksperimen dapat

mempercepat pemahaman siswa terhadap materi fisika tentang suhu dan kalor,

karena mengedepankan urutan proses yang jelas. Dengan cara ini siswa akan

merasa bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan. Pada dasarnya

penggunaan metode pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen akan

menghasilkan motivasi diri siswa yang lebih tinggi dalam memecahkan persoalan

pembelajaran fisika tentang materi suhu dan kalor. Dapat dicermati

kecenderungan penggunaan metode eksperimen berpengaruh positif, sedangkan

metode demonstrasi berpengaruh negatif. Hal itu dapat diperhatikan dari nilai

rata-rata untuk metode demonstrasi lebih rendah daripada penggunaan metode

eksperimen, yang diperjelas dari lampiran contoh hasil pekerjaan siswa pada kelas

yang menggunakan metode eksperimen hasilnya lebih bagus dari pada kelas

demonstrasi. Untuk lebih jelasnya, hal itu dapat diperhatikan gambar 4.9.

Perbedaan metode pembelajaran menyebabkan perbedaan prestasi belajar siswa.

Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap metode mempunyai

karakteristik yang berbeda. Metode eksperimen mempunyai kelebihan karena

siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran bila dibandingkan dengan metode

demonstrasi yang hanya sebagian kecil siswa saja yang aktif mendominasi

kegiatan. Dengan keaktifan siswa maka dapat memberiken pengelemen bagi siswa

cxxvii

dan dapat meningkatkan prestasi belajar bila dibandingkan dengan metode

demonstrasi. Dalam praktiknya kedua model pembelajaran ini dapat digunakan

dalam pembelajaran fisika, khususnya materi Suhu dan Kalor. Jadi boleh dipilih

salah satu sebagai metode pembelajaran dengan penekanan bahwa metode

eksperimen sebagai pilihan utamanya.

2. Hipotesis Kedua

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan

awal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X materi Suhu

dan Kalor (p-value kemampuan awal siswa = 0,000 < 0,050) dalam proses

pembelajaran. Kemampuan awal siswa diharapkan memberikan pengaruh

terhadap prestasi belajar fisika tentang Suhu dan Kalor, dan pada kenyataannya

memberikan pengaruh. Dan ketika dilakukan uji lanjut hasilnya juga sama

dengan uji sebelumnya, yaitu (p-value = 0,000) ada pengaruh kemampuan awal

tinggi dan rendah terhadap prestasi, sama saja pengaruhnya. Siswa dengan

kemampuan awal tinggi dan rendah cenderung mendapatkan prestasi yang

berbeda (74,874 dan 68,531) untuk metode pembelajaran Demonstrasi dan

Eksperimen. Hal ini dapat dicermati pada uji hipotesis (tabel 4.18) atau uji lanjut

anava ( tabel 4.16) dan pada gambar 4.10 dalam uraian sebelumnya. Semakin

tinggi kemampuan awal siswa semakin baik prestasi yang diperoleh dalam

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa kemampuan awal

akan berpengaruh terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor, dan

siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan memperoleh prestasi yang

lebih tinggi dibandingkan dengan siawa yang kemampuan awalnya rendah, karena

cxxviii

siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi akan lebih mudah menerima dan

mempelajari materi Suhu dan Kalor.

3. Hipotesis Ketiga

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh aktivitas

belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika ditolak karean p-value

aktivitas belajar siswa = 0,396 > 0,050). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh aktivitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X

materi Suhu dan Kalor, bisa dilihat dalam table 4.14. Siswa yang mempunyai

aktivitas belajar tinggi dan rendah cenderung akan memperoleh prestasi yang

sama. Hal ini tidak sesuai dengan harapan peneliti, bahwa ada pengaruh aktivitas

belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika. Kemungkinan ini dapat

terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencapaian prestasi

belajar dalam diri siswa selain aktivitas belajar yang digunakan dalam penelitian

ini.

4. Hipotesis Keempat

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada interaksi antara metode

pembelajaran dan kemampuan awal ditolak, karena diperoleh p value antara

metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa = 0,788 > 0,050, yang artinya

tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap

prestasi belajar fisika materi suhu dan kalor, bisa dilihat pada tabel 4.14.

Meskipun tidak terjadi interaksi, namun dari hasil uji lanjut dan analisis mean

(rata-rata) yang diperoleh memperlihatkan informasi bahwa ada pengaruh metode

demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan kemampuan awal rendah, karena

diperoleh (p-value = 0,035). Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan rendah

cxxix

cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda untuk metode pembelajaran

Demonstrasi dan Eksperimen. Untuk metode demonstasi, prestasi rata-rata dari

siswa yang kemampuan awalnya tinggi adalah 71,952, sedangkan siswa yang

kemampuan awalnya rendah 66,308. Untuk metode pembelajaran Eksperimen,

prestasi rata-rata dari siswa yang kemampuan awalnya tinggi adalah 77,640 dan

siswa yang kemampuan awalnya rendah adalah 71,043. Hal ini dapat dicermati

pada uji ANAVA satu jalan (tabel 4.14) atau uji interaksi ( tabel 4.18), dan lebih

jelasnya bisa dilihat pada tabel 4.15a dan 4.15b di bawah.

Tabel 4.15a Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Demonstrasi dan KA One-way ANOVA: PRESTASI METODE DEMOSTRASI versus KA Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 511.7 511.7 11.51 0.001 Error 66 2933.4 44.4 Total 67 3445.1 S = 6.667 R-Sq = 14.85% R-Sq(adj) = 13.56% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+- RENDAH 26 66.308 6.411 (--------*--------) TINGGI 42 71.952 6.818 (------*------) --------+---------+---------+---------+- 66.0 69.0 72.0 75.0 Pooled StDev = 6.667

Tabel 4.15b Anava Satu Jalan Prestasi versus Metode Eksperimen dan KA

One-way ANOVA: PRESTASI METODE EKSPERIMEN versus K A Source DF SS MS F P KEMAMPUAN AWAL 1 654.3 654.3 13.78 0.000 Error 66 3133.8 47.5 Total 67 3788.1 S = 6.891 R-Sq = 17.27% R-Sq(adj) = 16.02% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------ RENDAH 23 71.043 6.765 (---------*--------) TINGGI 45 77.600 6.952 (------*------) ---+---------+---------+---------+------ 69.0 72.0 75.0 78.0 Pooled StDev = 6.891

Apa yang terjadi di sini tidak berbeda jauh dengan pola interaksi pengaruh

antara metode demonstrasi dengan kemampuan awal rendah, di mana penggunaan

cxxx

metode demonstrasi tidak efektif untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi dan

diperoleh informasi bahwa siswa dengan kemampuan awal tinggi efektif lebih

tinggi perolehan rata-rata prestasinya jika diberi pembelajaran dengan metode

eksperimen, jika dilihat berdasarkan kemampuan awal. Sebagai catatan penting di

sini, meski nampak metode demonstrasi seolah memberi efek yang lebih baik,

secara keseluruhan metode Eksperimen memberi pencapaian prestasi yang jauh

lebih baik.

5. Hipotesis Kelima

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada interaksi antara metode

pembelajaran dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika materi Suhu dan Kalor,

karena diperoleh p value = 0,036 < 0,050, yang artinya menolak hipotesis “ tidak

ada interaksi antara metode pembelajaran dengan aktivitas siswa terhadap prestasi

belajar”. Jadi, disini ada interaksi antara metode pembelajaran dan aktivitas siswa

pada prestasi belajar materi Suhu dan Kalor. (bisa dilihat pada tabel 4.14).

Dari hasil uji lanjut dan analisis mean (rata-rata), serta uji interaksi yang

diperoleh memperlihatkan informasi bahwa tidak ada pengaruh metode

demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah, karena

diperoleh (p-value = 1,000) dan tidak ada pengaruh metode eksperimen

khususnya terhadap siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah, karena diperoleh (p-

value = 1,000). Siswa dengan aktivitas tinggi dan rendah cenderung mendapatkan

prestasi yang sama untuk metode pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen,

berarti interaksi yang terjadi disini adalah tidak signifikan.Hal ini dapat dicermati

pada uji ANAVA satu jalan (tabel 4.14) dan uji interaksi ( tabel 4.18),

cxxxi

Apa yang terjadi di sini berbeda jauh dengan pola interaksi pengaruh

antara metode dengan kemampuan awal di atas, di mana penggunaan metode

Eksperimen tidak efektif untuk siswa dengan aktivitas tinggi dan diperoleh

informasi bahwa siswa dengan aktivitas tinggi efektif lebih tinggi perolehan rata-

rata prestasinya jika diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode Demonstrasi jika dilihat berdasarkan aktivitasnya.

Sebagai catatan penting di sini, meski nampak metode demonstrasi seolah

memberi efek yang lebih baik, secara keseluruhan metode Eksperimen memberi

pencapai prestasi yang jauh lebih baik.

6. Hipotesis Keenam

Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kemampuan

awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika tentang materi Suhu dan Kalor

(p-value interaksi antara sikap ilmiah dan kreativitas = 0,840 > 0,050, tabel 4.14).

Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu

kemampuan awal berpengaruh dan aktivitas tidak berpengaruh terhadap prestasi

belajar fisika materi Suhu dan Kalor. Secara detail berdasarkan hasil uji di atas,

kemampuan awal berpengaruh dan aktivitas tidak memberikan pengaruh terhadap

pencapaian prestasi, sehingga logis apabila kedua variabel ini menunjukkan tidak

adanya interaksi terhadap prestasi belajar fisika. Meski demikian, berdasarkan

pada tabel 4.18 yang merangkum hasil probabilistic interaksi, diketahui bahwa

kemampuan awal dan aktivitas berinteraksi pada dua level interaksi.

Interaksi pengaruh tersebut yang pertama terjadi pada level kemampuan

awal rendah pada metode Demonstrasi. Diperoleh hasil pada metode Demonstrasi

antara kemampuan awal rendah terhadap aktivitas p-value = 0,035 dengan hasil

cxxxii

maksimal diperoleh pada aktivitas tinggi. Sedangkan interaksi yang kedua terjadi

pada level kemampuan awal rendah diperoleh hasil antara aktivitas rendah

terhadap metode demonstrasi dan eksperimen p-value = 0,000 dengan hasil

maksimal diperoleh pada metode eksperimen.

7. Hipotesis Ketujuh

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara metode

pembelajaran, kemampuan awal, dan aktivitas (p-value interaksi antara metode,

sikap ilmiah, dan kreativitas = 0,263 > 0,050, tabel 4.14). Seperti yang telah

dijabarkan di atas tidak semua siswa memberi respon positif meskipun memiliki

kemampuan awal, dan aktivitas tinggi terhadap penggunaan metode Eksperimen

dan Demonstrasi sebagai metode pembelajaran yang tujuannya sebagai

perangsang kemampuan awal dan aktivitas siswa selama proses belajar. Hal ini

lebih mudah dipahami dengan memperhatikan gambar 4.13.

EXPERIMENDEMONSTRASI

76

74

72

70

TINGGIRENDAH

TINGGIRENDAH

76

74

72

70

METODE

Me

an

KEMAMPUAN AW AL

AKTIVITAS

Main Effects Plot for PRESTASIData Means

Gambar 4.13. Grafik Main Efek Faktor Metode, Kemampuan Awal dan Aktivitas Belajar

terhadap Prestasi

cxxxiii

Keterngan gambar 4.13 penggunaan metode eksperimen pengaruhnya positif,

prestasi yang diperoleh libih tinggi dibandingkan metode demonstrasi.Untuk

kemampuan awal tinggi memperoleh prestasi yang tinggi pula, sedang untuk

aktivitas pengaruhnya tidak begitu signifikan terlihat dari kemiringan grafik yang

tidak begitu curam, berarti prestasi yang diperoleh untuk aktivitas tinggi dan

rendah tidak jauh bedanya yaitu 73 dan 72.

Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai

berikut: a) Penggunaan metode Eksperimen tepat dijadikan sebagai pilihan utama

jika pembelajaran memperhatikan kemampuan awal dan tingkat aktivitas belajar

siswa. Siswa dengan kemampuan awal yang berbeda akan memberi respon yang

berbeda pula. Sama halnya dengan aktivitas belajar, siswa dengan aktivitas tinggi

dan rendah juga akan memberikan respon yang berbeda. b) Interaksi antara

metode dan aktivitas belajar memberi sumbangan besar terhadap identifikasi

pemahaman siswa akan konsep fisika tentang materi Suhu dan Kalor. Siswa

dengan kemampuan awal dan aktivitas tinggi tidak ada masalah saat diberikan

perlakuan pembelajaran dengan metode Eksperimen maupun Demonstrasi,

meskipun Eksperimen tetap menjadi pilihan utamanya.

Siswa dengan kemampuan awal dan aktivitas belajar yang rendah, akan

sangat terbantu dengan penggunaan metode eksperimen (rata-rata = 71,500),

sedangkan metode Demonstrasi (rata-rata = 66,647, bahkan tidak bisa mencapai

KKM yang ditarget, yaitu 70,00). c) Berdasarkan analisis, ketiga faktor yang

dilibatkan dalam penelitian menimbulkan efek terhadap rata-rata prestasi. Hal itu

dapat diurutkan dari yang paling kuat ke rendah sebagai berikut: metode,

cxxxiv

kemampuan awal, dan aktivitas. Hal ini lebih mudah dipahami dengan

memperhatikan gambar 4.14 dan 4.15 berikut ini.

EXPERIMENDEMONSTRASI

1.40

1.39

1.38

1.37

1.36

1.35

1.34

1.33

1.32

METODE

Me

an

12

AKTIVITAS

Interaction Plot for KEMAMPUAN AWALData Means

Gambar 4.14 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika

75

70

65

TINGGIRENDAH

TINGGIRENDA H

75

70

65

EXPERIMENDEMONSTRA SI

75

70

65

METODE

KEMA MPUA N A WA L

A KTIVIT A S

DEMONSTRASIEXPERIMEN

METODE

RENDAHTINGGI

AWALKEMAMPUAN

RENDAHTINGGI

AKTIVITAS

Interaction Plot for PRESTASIData Means

Gambar 4.15 Grafik Interaksi Metode, KA, dan Aktivitas terhadap Prestasi Belajar Fisika

cxxxv

Keterangan gambar 4.14 untuk aktivitas belajar rendah pada metode eksperimen

dapat mencapai prestasi yang tinggi, tetapi dari hasil uji ANOVA tiga jalan tidak

terjadi interaksi antara aktivitas belajar, kemampuan awal , metode terhadap

prestasi. Hal ini berarti tidak signifikan.

Keterangan gambar 4.15 pada garis yang berpotongan menunjukkan ada interaksi

antara penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi, aktivitas terhadap

prestasi, aktivitas belajar rendah pada metode eksperimen dapat mencapai prestasi

yang tinggi. Untuk kemampuan awal dan metode eksperimen dan demonstrasi

tidak terjadi interaksi.terhadap prestasi.

Meskipun tidak terjadi interaksi, tetapi pada gambar nampak bahwa kedua

garis dengan tegas saling bersilangan dan membentuk sudut hampir 45º pada

wilayah siswa dengan kemampuan awal dan aktivitas rendah pada metode

Demonstrasi dan Eksperimen. Tidak terjadinya interaksi ini berarti tidak

signifikan.

E. Keterbatasan Peneliti

Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi

sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasan . Adapun beberapa hal

yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal dan

aktivitas belajar siswa yang diukur pada level tinggi dan rendah saja, tidak

memberi kesempatan pada terukurnya level menengah pada kedua faktor, padahal

kenyataannya level tinggi dan rendah selisihnya hanya sedikit. Hal ini

menyebabkan biasnya pengaruh kemampuan awal dan aktivitas rata-rata siswa

terhadap pencapaian prestasi.

cxxxvi

Pada proses pembelajaran dengan metode eksperimen tidak dapat

terlaksana secara optimal karena keterbatasan alat, sehingga anak tidak secara

mutlak melakukan kegiatan sendiri tetapi melakukan percobaan secara

berkelompok. Hal itu mengakibatkan pengalaman yang diperoleh tidak dapat

optimal dan berpengaruh terhadap ketercapaian prestasi belajar. Alat uji prestasi

yang berbentuk obyektif masih memungkinkan siswa untuk mengerjakan secara

spekulasi, sehingga ada kemungkinan kemampuan anak tidak mencerminkan

kemampuan yang sebenarnya. Pada penelitian ini prestasi yang diukur hanya pada

aspek kognitif saja. Untuk aspek afektif dan psikomotor tidak diperhatikan karena

kesulitan dalam melakukan uji instrumennya yang meliputi uji validitas,

reliabilitas, daya pembeda dan derajat kesukaran. Sehingga prestasi belajar yang

terukur tidak mencerminkan prestasi belajar siswa secara menyeluruh.

cxxxvii

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian yang telah

diuraikan pada Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan

metode eksperimen memberikan prestasi belajar fisika kelas X pada materi

suhu dan kalor lebih tinggi dari pada yang menggunakan metode demonstrasi.

Rata-rata prestasi belajar siswa pada metode eksperimen 75,382, sedangkan

pada metode demonstrasi 69,794. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan

kekuatan pada kedua metode tersebut. Didukung oleh hasil uji hipotesis

perbedaan prestasi belajar terhadap penggunaan metode tersebut diperoleh

harga p-value 0,000 , ini berarti ada perbedaan pengunaan metode eksperimen

dan demonstrasi terhadap prestasi belajar fisika kelas X pada materi suhu dan

kalor.

2. Pada uji hipotesis perbedaan prestasi terhadap kemampuan awal siswa,

diperoleh hasil p-value = 0,000 < 0,050. Kemampuan awal siswa diharapkan

memberi perbedaan terhadap prestasi belajar, dan ternyata ada perbedaan

prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor terhadap kemampuan

awal. Saat dilakukan uij lanjut hasilnya sama (p-value = 0,000) ada perbedaan

prestasi belajar terhadap kemampuan awal tinggi dan rendah. Dari hasil uji

lanjut dan analisis mean (rata-rata) diperoleh informasi bahwa siswa dengan

kemampuan awal tinggi dan rendah cenderung memperoleh prestasi yang

berbeda (74,874 dan 68,531). Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi

cxxxviii

memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang

mempunyai kemampuan awal rendah, sehingga terdapat pebedaan prestasi

belajar fisika siswa kelas X pada materi suhu dan kalor terhadap kemampuan

awal tinggi dan rendah.

3. Diperoleh hasil p-value = 0,396 > 0,050 pada uji hipotessis perbedaan prestasi

terhadap aktivitas belajar siswa. Hal ini berarti tidak ada perbedaan prestasi

belajar fisika pada materi suhu dan kalor terhadap aktivitas belajar

siswa.Perbedaan prestasi belajar terhadap aktivitas belajar siswa diketahui

tidak memberikan efek yang berbeda terhadap perolehan prestasi belajar fisika

tentang materi suhu dan kalor. Siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi

dan rendah cenderung memperoleh prestasi belajar yang hampir sama. Pada

hasil uji anava tiga jalan dapat diketahui bahwa siswa yang aktivitas

belajarnya tinggi memperoleh rata-rata prestasi 73,257, sedang untuk siswa

yang aktivitas belajarnya rendah memperoleh rata-rata prestasi 71,790.

Perbedaan hasil perolehan prestasi belajar tersebut relatif kecil, sehingga dapat

kita katakan tidak ada perbedaan prestasi belajar fisika siswa kelas X pada

materi suhu dan kalor terhadap aktivitas belajar siswa tinggi dan rendah.

4. Berdasarkan uji hipotesis interaksi antara pembelajaran fisika menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X pada

materi suhu dan kalor diperoleh harga p-value 0,788 > 0,050. Hal ini berarti

bahwa tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran ddan kemampuan

awal terhadap prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor. Meskipun

tidak terjadi interaksi, namun dari hasil uji lanjut dan analisis mean (rata-rata)

cxxxix

yang diperoleh memperlihatkan informasi bahwa ada pengaruh metode

demonstrasi khususnya terhadap siswa dengan kemampuan awal rendah,

karena diperoleh (p-value = 0,035). Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan

rendah cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda untuk metode

pembelajaran Demonstrasi dan Eksperimen. Untuk metode pembelajaran

Demonstasi, prestasi rata-rata dari siswa yang kemampuan awalnya tinggi

adalah 71,952, sedangkan siswa yang kemampuan awalnya rendah 66,308.

Untuk metode pembelajaran Eksperimen, prestasi rata-rata dari siswa yang

kemampuan awalnya tinggi adalah 77,640 dan siswa yang kemampuan

awalnya rendah adalah 71,043.

5. Berdasarkan hasil uji hipotesis interaksi antara pembelajaran fisika

menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan

demonstrasi dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi, p-value = 0.036

< 0,050, ini berarti bahwa ada interaksi antara metode pembelajaran dengan

aktivitas terhadap prestasi belajar fisika tentang materi suhu dan kalor. Dari

hasil uij lanjut dan analisis mean (rata-rata), serta uji interaksi yang diperoleh

memperlihatkan informasi bahwa untuk siswa dengan aktivitas tinggi

mempunyai p-value = 0,001 < 0.050, sedang untuk siswa dengan aktivitas

rendah mempunyai p-value = 0,000 < 0.050, berarti ada interaksi antara

metode pembelajaran dengan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika siswa

kelas X pada materi suhu dan kalor. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan

rendah cenderung mendapatkan prestasi yang berbeda. Rata-rata prestasi

belajar fisika pada siswa yang mempunyai aktivitas tinggi dan rendah pada

metode pembelajaran demonstrasi adalah 72,952 dan 63,692. Sedangkan

cxl

untuk siswa yang mempunyai aktivitas tinggi dan rendah pada metode

pembelajaran eksperimen adalah 72,667 dan 77,423.

6. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara kemampuan awal

dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika kelas X tentang materi suhu dan

kalor.( p-value interaksi antara kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa =

0,840 > 0,050) Faktor intern siswa yang berpengaruh dalam pembelajaran

antara lain kemampuan awal dan aktivitas belajar, ternyata kedua faktor

tersebut tidak dapat berinteraksi terhadap prestasi belajar fisika. Siswa yang

memiliki kemampuan awal tinggi cenderung memperoleh prestasi yang lebih

tinggi dibandingkan siswa yang kemampuan awalnya rendah. Sedangkan

siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi juga akan cenderung

memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula dibandingkan siswa yang

aktivitas belajarnya rendah. Sehingga tidak ada interaksi antara kemampuan

awal dan aktivitas terhadap praestasi belajar fisika siswa kelas X pada materi

suhu dan kalor.

7. Hasil analisis data menunjukkan bawa tidak ada interaksi antara metode

pembelajaran, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar (p-

value interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan awal dan aktivitas

belajar siswa = 0,263 > 0,050). Siswa yang diberi pembelajaran menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen, mempunyai

kemampuan awal dan aktivitas belajar yang tinggi cenderung mendapatkan

prestasi belajar yang lebih baik/tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi

pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

demonstrasi, mempunyai kemampuan awal dan aktivitas belajar yang rendah.

cxli

Jadi tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunkan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, kemampuan awal

dan aktitas terhadap terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas X pada materi

suhu dan kalor.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dalam penelitian ini dapat

dikemukakan implikasi sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi suhu dan kalor. Meskipun kedua metode

pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa dalam memahami konsep

pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor, tetapi metode eksperimen dalam

pembelajaran memberikan prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan

metode demontrasi. Hal ini disebabkan pada pembelajaran yang menggunakan

metode eksperimen lebih mampu merangsang siswa untuk aktif berpikir/belajar

untuk membuktikan sendiri kebenaran teori/onsep suhu dan kalor, sehingga

pemahaman tentang konsep tersebut akan lebih mendalam dan prestasi belajarpun

akan maksimal. Faktor kemampuan awal memberikan prestasi yang berbeda pada

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing menggunakan metode

eksperimen dan demonstrasi pada materi Suhu dan Kalor, sedang aktivitas belajar

tidak memberikan perbedaan pada prestasi belajar fisika siswa. Ada interaksi

antara kemampuan awal dan aktivitas belajar, sehingga kedua faktor intern

cxlii

tersebut perlu diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran agar prestasi

belajar fisika tinggi.

2. Impikasi Praktis

Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah penggunaan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode Eksperimen pada pembelajaran Fisika untuk

materi Suhu dan Kalor. Pada metode eksperimen siswa dapat terlibat langsung

dalam penemuan konsep, sehingga siswa merasa puas dan mudah menerima

konsep tersebut. Sedangkan pada metode demonstrasi siswa hanya mengamati

kegiatan yang dilakukan guru atau siswa lain, sehingga pemahaman konsep

kurang. Metode demonstrasi bisa digunakan dalam pembelajaran jika alat-alat

yang tersedia dilaboratorium tidak memenuhi.

C. Saran

Berdasrkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian ini, maka untuk

perbaikan dan peningkatan dalam pembelajaran fisika dapat dikemukakan saran-

saran sebagai berikut:

1. Saran untuk Guru

Guru dalam melaksanakan pembelajaran tentang materi suhu dan kalor

dapat menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen.

Karena metode ini lebih banyak melibatkan kemampuan dan keatifan siswa secara

utuh untuk menemukan konsep, sedangkan guru dapat berperan sebagai fasilitator.

Agar pembelajaran dapat berjalan lancar, maka guru dituntut untuk menyiapkan

LKS yang dilengkapi dengan gambar dan nama alat secara detail, menyiapkan

peralatan, mencoba terlebih dahulu sebelum siswa melakukan kegiatan

cxliii

eksperimen, menyuruh ketua kelompok untuk mengambil alat dan bahan yang

dibutuhkan dalam percobaan, mengelompokkan siswa yang beragam

kemampuannya dan menentukan ketua kelompok, setiap siswa punya kemampuan

untuk melakukan percobaan, dapat berdiskusi dengan siswa lain dalam

kelompoknya pada saat memecahkan masalah dan menarik kesimpulan.

Penggunaan waktu yang seefektif mungkin karena pada metode eksperimen

dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa untuk menentukan masalah,

merumuskan hipotesis, melakukan percobaan untuk mencari data, mengolah data

dan berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengambil kesimpulan Dalam

merancang pembelajaran guru perlu memperhatikan kemampuan awal dan

aktivitas belajar siswa, karena kemampuan awal berpengaruh terhadap prestasi

belajar siswa, sedang antara aktivitas belajar dan kemampuan awal ada interaksi,

sehingga pembelajaran dapat berjalan lebih optimal. Untuk meningkatkan

kemampuan awal dan aktivitas belajar siwa, guru dapat memberikan tugas untuk

menyelesaikan soal atau permasalahan yang berhubungan dengan materi yang

akan diajarkan secara berkelompok atau individu.

2. Saran untuk Peneliti

Hasil penelitin ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneliti yang

sejenis dengan materi yang berbeda. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan

menambah variabel atribut lainnya seperti sikap ilmiah, motivasi berprestasi,

kemampuan berfikir kritis dan kreativitas siswa. Prestasi ranah afektif dan

psikomotor perlu diteliti ketika penelitian yang dilakukan melibatkan variabel

atribut yang lebih komplek.

3. Saran untuk Lembaga Pendidikan

cxliv

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal dan untuk

meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, maka lembaga pendidikan atau

sekolah perlu memperhatikan fasilitas pembelajaran dan peralatan di laboratorium

fisika. khususnya untuk alat dan bahan yang dibutuhkan dalam eksperimen suhu

dan kalor. Dengan sarana dan prasarana yang cukup dan memadai maka

pembelajaran akan berjalan lebih baik.

4. Saran untuk Siswa

Setiap siswa perlu meningkatakan kemampuan dalam memecahkan

masalah dikehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan konsep-konsep fisika.

Misalnya melakukan pengamatan dan pecobaan yang berkaitan dengan gejala

alam yang ada disekitarnya, seperti terjadinya pemanasan global. Siwa harus lebih

aktif belajar dan mencari informasi untuk memahami konsep yang akan dan

sedang dipelajari. Siswa perlu mempelajari terlebih dahulu materi suhu dan kalor

sebelum melakukan eksperimen. Pada saat melakukan percobaan di laboratorium

siswa harus sungguh-sungguh, jujur, dan teliti agar diperoleh hasil yang baik dan

tujuan pembelajaran sain dapat tercapai.