pembangunan ditinjau kembal1

7
 PEMBANGUNAN DITINJAU KEMBALI Buku pembangunan ditinjau kembali menjelaskan tentang munculnya bantuan luar negeri dari AS yang ditujukan untuk negara-negara dunia ketika yang masih berkutat dengan masalah kemiskinan. Latar belakang AS ingin memberikan bantuan luar negeri yaitu mengadopsi Marshall Plan sekitar 25 tahun lalu. #Marshall Plan  Rencana ini dilakukan dengan dalih untuk membangun kembali Eropa yang hancur usai Perang Dunia II, tetapi pada kenyataannya rencana itu semata-mata untuk mencegah dibangunnya Eropa oleh negara-negara yang berideologi sosialis-komunis. Rencana untuk menegakkan kembali Eropa dimana demokrasi akan menyubur dan dengan demikian akan menjadi cukup kuat untuk melawan komunisme. AS berpikir, jika kata EROPA diganti dengan kata DUNIA, maka kedua unsur ini telah menjadi dasar alasan bagi program bantuan luar n egeri kepada nega ra-negara miskin di dun ia. Intinya, ingin memindahkan sejarah dan cara-cara ekonomi barat (Eropa) ke negara-negara yang baru merdeka pasca PD II. Dengan menerapkan perencanaan pembangunan ekonomi yang dahulu dilakukan negara-negara barat. Latar Belakang Masalah (Underlying Constraint) Dalam proses pembangunan ekonomi, negara membutuhkan investasi dalam bentuk modal kapital dan modal manusia dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada kenyataannya, tidak semua negara sanggup membiayai program pembangunannya secara mandiri. Keterbatasan kapasitas fiskal yang dihadapi suatu negara menyebabkan negara tersebut membutuhkan bantuan dari negara lain, yakni berupa bantuan pinjaman atau utang luar negeri. Setelah dua dasawarsa, memasuki zaman pembangunan, negara-negara penerima bantuan mendapatkan kekecewaan terhadap bantuan luar negeri. Faktanya, negara-negara dunia  Kasus di Indonesia (Ga ada di buku, analisa awal aja) Berkaca pada Marshall Plan , ada bukti bahwa pinjaman luar negeri pernah berhasil mengembalikan Eropa Barat ke keadaan semula pasca perang dunia. Bagi Indonesia dan kebanyakan negara berkembang, pinjaman luar negeri juga memberi peluang yang sama, yakni mengubah dari status negara berkembang menjadi negara maju. Namun, bila tidak berhati-hati maka pinjaman luar negeri akan menjadi beban di masa depan, bahkan membawa negara ini ke ambang kebangkrutan dan permasalahan yang ada sulit untuk di selesaikan. Kenapa Indonesia gagal? Karena adanya feodalisme di kalangan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Cerminan feodalisme terlihat dari banyaknya kalangan elit yang memiliki hak istimewa seperti kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR, menteri, bupati, dan gubernur. Sementara itu , B. Herry-Priyono, Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta mengatakan bahwa dalam literatur ekonomi pada tahun 1960-an korupsi disebut dapat melancarkan kinerja bisnis yang dituntut target pencapaian. Menurut literatur itu, korupsi adalah minyak pelumas untuk melancarkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pada realitas di lapangan, korupsi adalah cara mempersingkat bisnis terutama saat menghadapi jalur birokrasi yang panjang. Bagi perusahaan waktu adalah uang, semakin lama prosesnya maka semakin rugi. 

Upload: nadya-dewanti-k

Post on 19-Jul-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMBANGUNAN DITINJAU KEMBALI Kasus di Indonesia(Ga ada di buku, analisa awal aja)

Buku pembangunan ditinjau kembali menjelaskan tentang munculnya bantuan luar negeri dari AS yang ditujukan untuk negara-negara dunia ketika yang masih berkutat dengan masalah kemiskinan. Latar belakang AS ingin memberikan bantuan luar negeri yaitu mengadopsi Marshall Plan sekitar 25 tahun lalu. #Marshall Plan Rencana ini dilakukan dengan dalih untuk membangun kembali Eropa yang hancur usai Perang Dunia II, tetapi pada kenyataannya rencana itu semata-mata untuk mencegah dibangunnya Eropa oleh negara-negara yang berideologi sosialis-komunis. Rencana untuk menegakkan kembali Eropa dimana demokrasi akan menyubur dan dengan demikian akan menjadi cukup kuat untuk melawan komunisme. AS berpikir, jika kata EROPA diganti dengan kata DUNIA, maka kedua unsur ini telah menjadi dasar alasan bagi program bantuan luar negeri kepada negara-negara miskin di dunia.

Berkaca pada Marshall Plan , ada bukti bahwa pinjaman luar negeri pernah berhasil mengembalikan Eropa Barat ke keadaan semula pasca perang dunia. Bagi Indonesia dan kebanyakan negara berkembang, pinjaman luar negeri juga memberi peluang yang sama, yakni mengubah dari status negara berkembang menjadi negara maju. Namun, bila tidak berhati-hati maka pinjaman luar negeri akan menjadi beban di masa depan, bahkan membawa negara ini ke ambang kebangkrutan dan permasalahan yang ada sulit untuk di selesaikan. Kenapa Indonesia gagal? Karena adanya feodalisme di kalangan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Cerminan feodalisme terlihat dari banyaknya kalangan elit yang memiliki hak istimewa seperti kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR, menteri, bupati, dan gubernur. Sementara itu, B. Herry-Priyono, Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta mengatakan bahwa dalam literatur ekonomi pada tahun 1960-an korupsi disebut dapat melancarkan kinerja bisnis yang dituntut target pencapaian. Menurut literatur itu, korupsi adalah minyak pelumas untuk melancarkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pada realitas di lapangan, korupsi adalah cara mempersingkat bisnis terutama saat menghadapi jalur birokrasi yang panjang. Bagi perusahaan waktu adalah uang, semakin lama prosesnya maka semakin rugi.

Intinya, ingin memindahkan sejarah dan cara-cara ekonomi barat (Eropa) ke negara-negara yang baru merdeka pasca PD II. Dengan menerapkan perencanaan pembangunan ekonomi yang dahulu dilakukan negara-negara barat. Latar Belakang Masalah (Underlying Constraint) Dalam proses pembangunan ekonomi, negara membutuhkan investasi dalam bentuk modal kapital dan modal manusia dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada kenyataannya, tidak semua negara sanggup membiayai program pembangunannya secara mandiri. Keterbatasan kapasitas fiskal yang dihadapi suatu negara menyebabkan negara tersebut membutuhkan bantuan dari negara lain, yakni berupa bantuan pinjaman atau utang luar negeri. Setelah dua dasawarsa, memasuki zaman pembangunan, negara-negara penerima bantuan mendapatkan kekecewaan terhadap bantuan luar negeri. Faktanya, negara-negara dunia

ketiga yang diberi bantuan tidak dapat mengurangi kemiskinan dengan signifikan. Tetapi sejarah tersebut (yang di adopsi dari Eropa) tidak cocok diterapkan di negara baru, karena Dahulu, di negara barat ketika membangun jumlah penduduknya masih sedikit, sedangkan di negara baru, pertumbuhan penduduknya relatif cepat. Adanya lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) yang merupakan sebuah jebakan. Dengan adanya bantuan luar negeri, laju pertumbuhan ekonom di dunia ketiga memang tinggi tetapi dengan laju pertumbuhan yang tinggi ini, rakyat yang sangat banyak masih tetap miskin, sedangkan yang kaya bertambah kaya, hal ini menunjukkan telah terjadi kesenjangan antara tiap kelompok masyarakat yang semakin melebar (Yang kaya tambah kaya yang miskin tetap miskin). Artinya bantuan luar negeri yang diberikan dengan maksud mengurangi kemiskinan tidak dapat masuk ke inti masalah malah memberi masalah baru seperti pengangguran, ledakan penduduk, banyak pemukiman kumuh, buta huruf, gizi buruk, dan penyakit.

Jika diterapkan dalam Strategic Plan : Underlying Constraint Kemiskinan, Kesenjangan, Lingkaran Setan Kemiskinan Strategic Direction Dst....

Ruang Lingkup Masalah Yang menjadi permasalahan yaitu : Bantuan Luar negeri itu apa? Bantuan Luar negeri itu untuk kepentingan siapa? Untuk negara penerima bantuan atau untuk pemberi bantuan? Kalau untuk pemberi bantuan, kenapa negara berkembang mau menerima bantuan itu? Mengapa adanya bantuan luar negeri tidak dapat membantu negara penerima bantuan menjadi lebih baik? Siapa itu masyarakat ganda dan masyarakat membaharu? Apa yang bisa dilakukan untuk dapat lepas dari masalah ini?

Pembahasan Buku Pembangunan Ditinjau Kembali menjelaskan tentang Bantuan Luar Negeri yang bertujuan untuk membangun negara-negara dunia ketiga dalam melaksanakan pembangunannya. Model Dasar Pembangunan Ekonomi Y C I G X MTabungan Pemerintah Tabungan Swasta Pinjaman Luar Negeri FDI Bantuan Luar Negeri

Dalam Negeri Sumber Dana

Rasanya hampir tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa ada negara di dunia ini yang tidak pernah berutang kepada negara lain. Hal ini dikarenakan setiap negara memiliki perencanaan pembangunan yang berbeda- beda, tetapi memiliki kapasitas fiskal yang terbatas. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah memiliki apa yang dikenal sebagai government spending. Jika selisih pengeluaran pemerintah dengan tingkat penerimaan pajak bernilai defisit, maka alternatifnya adalah dengan memanfaatkan pendanaan yang berasal dari luar negeri. Tidak semua negara sanggup membiayai program pembangunannya secara mandiri. Keterbatasan kapasitas fiskal yang dihadapi suatu negara menyebabkan negara tersebut membutuhkan bantuan dari negara lain, yakni berupa bantuan luar negeri. Dalam perkembangannya, kebutuhan akan utang luar negeri tidak hanya diartikan dalam ruang ekonomi saja, tetapi sudah mulai merambat ke dalam ruang politik. Kebijakan utang luar negeri dijadikan sebagai salah satu bargain power yang dimiliki oleh negara-negara kreditur (pada umumnya negara-negara maju) untuk melakukan ekspansi politik luar negeri berdasarkan self-interest-nya masing-masing terhadap negara-negara peminjam (biasanya negara-negara berkembang). Dua alasan mengapa pemerintah di negaranegara berkembang tetap membutuhkan utang luar negeri. Pertama, utang luar negeri dibutuhkan sebagai tambahan modal bagi pembangunan prasarana fisik. Infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam pembangunan. Kedua, utang luar negeri dapat digunakan sebagai penyeimbang neraca pembayaran. Penggunaan bantuan luar negeri sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan

selama digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang produktif. Jika berhasil, output perekonomian akan meningkat dan economic growth akan naik. Adanya bantuan luar negeri tidak dapat membuat negara-negara berkembang menjadi lebih baik karena sistem nilai yang ada (yang dipakai di negara berkembang) tidak mendukung dalam pencapaian tujuan pembangunan negara tersebut dan seharusnya menggunakan pendekatan budaya yang sesuai dengan karakteristik negara itu sendiri. Sistem sendiri menjelaskan tentang adanya hubungan yang saling ketergantungan antara pemerintah dan rakyatnya. Yang dapat menunjang tujuan pembangunan di negara-negara berkembang itu adalah yang pemerintahnya menginginkan agar rakyat mereka terlibat dalam pembangunan. Dengan demikian pembangunan dapat menjadi suatu proses yang mengikutsertakan seluruh rakyat dalam usaha mencapai tujuan. Pada kenyataannya, sistem yang diberlakukan di negara berkembang tidak seperti itu, dimana hanya kalangan elit saja yang menguasai buah-buah pembangunan ekonomi, sosial, dan politis dimana biaya pembangunan tersebut digunakan dari bantuan luar negeri. Konsep pembangunan yang seperti ini sering muncul dalam bahasan para pemimpin nasional. Tetapi pelaksanaannya lemah saja karena pemerintah tidak mampu atau enggan mencari jawaban untuk beberapa pertanyaan pokok, diantaranya : 1. Bagaimana cara bagi pemerintah untuk melimpahkan otonomi lokal tanpa meretakkan negara tersebut? 2. Bagaimana tabungan dapat digalakkan jika pendapatan harus dibagikan secara merata? 3. Bagaimana kebutuhnan GNP yang meningkat secara pesat itu disesuaikan dengan kebutuhan menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang berkembang biak itu? Pertentangan tersebut tidaklah harus ada . Penciptaan suatu negara yang dapat hidup tergantung pada pengerahan tenaga setempat; tingkat tabungan yang tinggi tergantung pada diberikannya perangsang serta peluang menabung kepada rakyat; dan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat tergantung pada pemanfaatan yang baik atas sumber daya yang paling besar di negara tersebut, terutama tenaga kerjanya. Contohnya yaitu Taiwan, Israel, Puerto Rico, Yugoslavia, Korea, dan Mesir yang telah sukses melaksanakan pembangunannya, walaupun kebetulan negara tersebut tergolong kecil. Namun, pada dasarnya prinsip melibatkan rakyat dalam pembangunan seperti yang akan kita bahas adalah sama juga berlakunya bagi negara-negara besar seperti India atau Brazil, meskipun jelas bahwa penerapannya akan lebih rumit berhubung ukuran serta keragaman negara-negara besar itu.

Seharusnya (Strategic Direction)Perencanaan Top Down (Sentralisasi)

Kelembagaan (Sistem Nilai)

-Masyarakat Ganda -Masyarakat Membaharu

Bottom Up (Desentralisasi)

Masyarakat Ganda dan Masyarakat Membaharu Dalam mempelajari sebab-sebab dari perbedaan itu, terdapat garis pembeda antara masyarakat ganda dan masyarakat yang membaharu (dual and modernizing societies). Perbedaan ini didasarkan pada prinsip mengorganisasi dan mengikutsertakan rakyat yang caranya berlainan untuk menganalisa mengapa sejumlah kecil negara miskin telah begitu jauh lebih berhasil dalam mengurangi kemiskinan dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Perbedaan pokok terletak pada cara masyarakat ini dalam memandang tata hubungan antara pemerintah dan rakyat. Tata hubungan dalam masyarakat ganda adalah suatu perpanjangan dari hubungan antara penguasa dengan rakyat dalam masyarakat tradisional dimana pada dasarnya keputusan diambil di atas dan diturunkan kepada rakyat. Dalam masyarakat membaharu terdapat usaha-usaha yang jelas untuk mengikutsertakan rakyat dalam perencanaan masa depan mereka sendiri. Di dalam masyarakat ganda, masyarakat awam hanya mempunyai sedikit pengaruh dalam percaturan negara, bahkan juga dalam kelompok-kelompok masyarakat mereka sendiri. Pemerintah pada masyarakat ganda berusaha menggairahkan pertumbuhan ekonomi tanpa banyak mempercayai kemampuan rakyatnya. Baik investasi maupun keuntungan terpusat di tangan segelintir manusia yang dianggap memiliki keahlian serta prakarsa yang dibutuhkan. Pemerintah dalam masyarakat ganda ini tidak berusaha mengorganisasi rakyat dalam lembaga-lembaga setempat mereka sendiri yang dapat diajak kerja bersama oleh para petugas pemerintah pusat. Sistem yang demikian adalah suatu cara agar rakyat memperoleh beberapa unsur fisik pembangunan yang memang dibutuhkan, tetapi hubungan tradisionil antara pemerintah dengan rakyat (sikap memandang ke bawah dari pejabat pemerintah) tetap tidak berubah. Jadi baik jurang perbedaan sosial maupun ekonomi antara kedua kelompok dalam masyarakat ganda tidak terjembatani. Contohnya : Pembangunan proyek yang begitu sederhana seperti jalan sepanjang satu mil yang hanya membutuhkan beberapa ratus dolar saja membutuhkan persetujuan dari berlapis-lapis petugas pemerintahan pusat.

Sejauh ini pengaruh utama pembangunan pada pemerintahan masyarakat ganda adalah ditambahkannya sikap murah hati pada fungsi tata tertib dan pengawasan yang bersifat tradisional. Pemerintah yang membaharu menjembatani jurang antara kaum elit tradisional dengan apa yang seharusnya menjadi massa suatu bangsa yang sedang bangkit. Jembatan ini pada intinya terdiri dari pembentukan serta pengukuhan sistem dan lembaga-lembaga setempat di mana rakyat dapat memecahkan masalah lokal mereka sendiri. Lembaga-lembaga dan sistem lokal ini kemudian langsung dipautkan pada tingkat ekonomi dan masyarakat yang lebih tinggi (dikaitkan langsung dengan jaringan regional dan nasional). Pemerintah yang membaharu tidak mencoba untuk bekerja langsung dengan massa rakyat. Mereka lebih banyak bekerja dengan lembaga-lembaga setempat dan mengandalkan pimpinan lembaga-lembaga ini untuk bekerja dengan rakyatnya. Salah satu fungsi lembagalembaga ini adalah untuk membina dasar pengetahuan yang dibutuhkan guna meningkatkan produksi di kalangan masyarakat setempat. Di dalam masyarakat yang membaharu,hubungan antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin ke arah kepercayaan serta rasa hormat yang timbal balik. Sementara rakyat mulai dapat merasakan rasa sewarga (sense of belonging) maka stabilitas sosial dapat dicapai. Masalahnya yaitu ada pada pelaksanaannya. Apa yang pada prinsipnya telah kita ketahui tetapi hal itu tidak kita terapkan. Partisipasi adalah sifat khas dari pemerintah yang membaharu. Partisipasi tidaklah sama dengan demokrasi. Partisipasi dapat dicapai dalam sistem politik modern yang manapun. Untuk bisa lepas dari masalah ini, maka diperlukan sistem nilai yang mendukung. Bantuan luar negeri dapat dipakai untuk pembangunan, dengan syarat input yang digunakan dalam produksi berasal dari negara setempat. Dengan menggunakan seluruh sumber daya dari negara sendiri, pertumbuhan ekonomi akan terus tumbuh dan pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus.

Kesimpulan Agar bantuan luar negeri dapat tepat sasaran dan dapat membantu negara penerima bantuan dalam mengatasi masalahnya, maka diperlukan sistem nilai yang mendukung. Yaitu dengan menggunakan pendekatan budaya. Sistem nilai tersebut adalah mau memperhatikan orang lain. Artinya, pemerintah merangkul rakyatnya untuk bersama-sama mencapai tujuan pembangunan nasional.

Kasus Indonesia (Ga ada di buku) Dalam pembangunan, pada prosesnya seringkali muncul isu Top Down vs Bottom Up. Mengapa muncul isu Top Down vs Bottom Up? Isu Top Down yaitu perencanaan dari atas ke bawah dalam hal ini, pemerintah yang mengambil keputusan dalam perencanaan, misalkan dari elit politik melakukan perencanaan yang seharusnya dialokasikan bagi kalangan bawah. Namun dalam kenyataannya untuk kasus di Indonesia yang terjadi adalah pertumbuhan meningkat tetapi kemiskinan bertambah. Ini mengindikasikan bahwa rencana yang dibuat hanya bermanfaat bagi elit politik sehingga menimbulkan kesenjangan yang makin lebar. Yang terjadi di Indonesia. Perencanaan Top Down Sentralistik Kesenjangan

Isu Bottom Up :