islam ditinjau dari aspek teologi

12
Islam ditinjau dari aspek teologi MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam Dosen Pengampu : H. Muslich, Prof., DR., M.A Disusun oleh : M. FARID WAFI ALHAKIM (112211029) DIVA MEIGA ROSMAWATI (1402026099) FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014

Upload: farid-okley

Post on 20-Jul-2015

338 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Islam ditinjau dari aspek teologi

Islam ditinjau dari aspek teologi

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu : H. Muslich, Prof., DR., M.A

Disusun oleh :

M. FARID WAFI ALHAKIM (112211029)

DIVA MEIGA ROSMAWATI (1402026099)

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

Page 2: Islam ditinjau dari aspek teologi

1

Islam Ditinjau dari Aspek Teologi

I. Pendahuluan

Dalam penyelesaian sengketa antara Ali ibn Abi Talib dan Mu’awiah Ibn Abi

Sufyan dengan jalan arbitrase oleh kaum khawarij dipandang bertentangan dengan ajaran

islam. Di dalam surat Al-Maidah ayat 44 mengatakan :

barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka

itu adalah orang-orang yang kafir.

Penyelesaian sengketa dengan arbitrase bukanlah penyelesaian menurut apa yang

diturunkan Tuhan dan oleh karena itu pihak-pihak yang menyetujui arbitrase tersebut

telah menjadi kafir dalam pendapat kaum khawarij. Dengan demikian Ali, Mu’awiah,

Abu musa Al-‘Asyari dan ‘amr ibn Al-‘Aas, menurut mereka telah menjadi kaifr. Kafir

dalam arti keluar dari islam, yaitu murtad dan orang murtad wajib dibunuh. Merekapun

memutuskan untuk membunuh ke-empat pemuka itu.

Penentuan seseorang kafir atau tidak kafir bukanlah lagi soal politik, tetapi soal

teologi. Maka pada kesempatan ini kami sebagai pemakalah akan membahas bagaimana

islam itu jika ditinjau dari aspek teologi.

II. Rumusan masalah

A. Apa saja Macam-macam Aliran Teologi dalam Islam ?

B. Bagaimana Sejarah Perkembangan dan munculnya aliran-aliran teologi didalam

islam ?

C. Apa sajakah Aliran-aliran yang ada pada masa sekarang ?

III. Pembahasan

A. Macam-macam Aliran Teologi dalam Islam

1. Khwarij

Kaum Khawarij berpecah dalam beberapa golongan, yaitu ; Muhakkimah,

Azariqah, Najdah, Sufriah dan Ibadiah.

2. Murji’ah

Page 3: Islam ditinjau dari aspek teologi

2

Kaum Murji’ah terpecah juga dalam beberapa golongan, yaitu ; Al-Jahmiah, Al-

Salihiah, Al-Yunusiah dan Al-Khassaniah.

3. Mu’tazilah

Dalam aliran Mu’tazilah ini muncul dua faham akibat dari beberapa pemikiran-

pemikiran dari falsafat Yunani, yaitu ; Faham qadariah dan faham Jabariah.

4. Al-Asy’ariah

5. Al-Maturidiah.1

B. Sejarah Perkembangan teologi didalam islam

Persoalan politik didalam islam akhirnya meningkat menjadi persoalan

teologi dalam islam. Penentuan seorang kafi atau tidak kafir bukanlah lagi soal

politik, tetapi soal teologi. Kafir ialah orang yang tidak percaya dan lawannya adalah

mu’min, orang yang percaya. Dalam Al-Qur’an kedua kata senantiasa dikontraskan.

Didalamnya kata kafir dipakai terhadap orang yang tidak percaya pada Nabi

Muhammad dan ajaran yang beliau bawa, yaitu orang yang belum menjadi mu’min

atau masuk islam. Dengan kata lain kata kafir dipakai untuk golongan diluar islam.

Tetapi kaum khawarij memakai kata itu untuk golongan yang berada dalam islam

sendiri. Di kalangan orang islam dalam faham khawarij telah ada orang yang bersifat

kafir. Dengan demikian kata kafir mulai berubah dalam arti.2

Dalam perkembangan selanjutnya Kaum Khawarij berpecah kedalam

beberapa golongan. Konsep kafir turut pula mengalami perubahan lebih lanjut.

Golangan pertama ialah “Muhakkimah” dan mereka memasukkan kedalam

lingkungan kafir orang islam yang mengerjakan dosa besar. Ayat 31 surat An-Nisa’

mengatakan :

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu

mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahanmu

1 http://hanim.blog.unissula.ac.id/2011/10/07/aliran-aliran-teologi-islam/

2 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI-Press : Bandung, hal. 32

Page 4: Islam ditinjau dari aspek teologi

3

Ada pendapat yang mengatakan bahwa dosa besar ialah mempunyai

keyakinan bahwa Tuhan lebih dari satu (syirk-politeisme), karena ayat 48 surat An-

nisa’ mengatakan :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni

segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Tetapi ada hadits-hadits yang mengatakan bahwa dalam dosa besar, selain

syirk, termasuk pula zina, sihir, membunuh manusia tanpa sebab, memakan harta

yatim piatu, riba, meninggalkan medan pertempuran dan menfitnah perempuan baik-

baik.

Maka siapa yang mengerjakan salah satu hal dosa besar tersebut, menurut

golongan Muhakkimah, menjadi kafir. Dengan demikian orang islam yang berzina

dalam faham mereka bukan lagi orang islam tetapi telah menjadi kafir.

Golongan “Azariqah”, sebagai golongan kedua. Term kafir mereka rubah

dengan term musyrik (politeis). Bagi golongan Azariqah, yang menjadi musyrik

bukan hanya orang islam yang melakukan dosa besar, bahkan juga semua orang

islam yang tak sefaham dengan mereka. Dalam pendapat mereka hanya orang

Azariqahlah yang orang islam. Orang yang tidak menganut faham Azariqah

bukanlah orang islam, tetapi orang politeis. Dan mereka tidak segan-segan

membunuh orang yang demikian.

Golongan “Najdah” lebih moderat sedikit dari golongan Azariqah. Dosa kecil

dalam faham mereka, kalau dikerjakan terus-menerus akan membuat pelakunya

menjadi musyrik.

Golongan “sufriah”. Golongan sufriah membagi dosa besar kedalam dua

bagian, dosa yang ada hukumannya didunia dan dosa yang tak ada hukumannya

didunia. Pelaku dosa besar golongan pertama tidak menjadi kafir, yang membuat

orang islam menjadi kafir ialah dosa besar golongan kedua.

Golongan “ibadiah”. Golongan ibadiah adalah golongan paling moderat yang

terdapat dalam kalangan khawarij. Mereka tidak memandang orang islam yang tidak

sefaham dengan mereka musyrik tetapi tidak pula mu’min. Dosa besar tidak

Page 5: Islam ditinjau dari aspek teologi

4

membuat orang islam menjadi musyrik tetapi pelaku dosa besar bukanlah mu’min.

Mereka membagi golongan kafir kedalam dua bagian, kafir al-ni’mah, orang yang

tidak bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan dan kafir al-millah,

yaitu orang-orang yang keluar dari agama.

Kaum khawarij, karena faham dan sikap mereka yang radikal itu, telah hilang

dari sejarah, kecuali golongan ibadiah.3

Perkembangan teologi islam selanjutnya muncul Kaum Murji’ah, yang

timbul sebagai reaksi terhadap kaum khawarij, yang membawa pendapat yang sama

sekali bertentangan dengan pendapat kaum khawarij. Orang islam yang berdosa

besar bagi mereka tidak menjadi kafir tetapi tetap mu’min. Soal dosa besarnya

diserahkan kepada putusan Tuhan kelak dihari perhitungan.

Nama Murji’ah berasal dari kata arja’a yang berarti menunda atau memberi

pengharapan. Mereka disebut kaum Murji’ah karena ajaran mereka memang

menundakan soal dosa besar yang dilakukan orang islam kepada Tuhan dihari

kiamat. Argumen yang dimajukan kaum murji’ah ialah bahwa orang islam yang

melakukan dosa besar masih mengucapkan kedua syahadat, tiada Tuhan selain Allah

dan Muhammad adalah Rosulnya. Orang serupa ini masih orang mu’min dan bukan

kafir atau musyrik.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa kaum Murji’ah berlainan dengan kaum

khawarij lebih mementingkan iman atau keyakinan daripada amal atau perbuatan.

Yang menentukan islam atau tidak islamnya seseorang adalah imannya bukan

perbuatan seseorang. Keyakinan yang ada didalam hati itulah yang paling penting.

Dan apa yang ada didalam hati manusia hanya Tuhan yang mengetahuinya yaitu

disamping manusia yang bersangkutan sendiri.

Oleh karena itu kaum murji’ah berpendapat bahwa perbuatan tidak dapat

dipakai sebagai ukuran untuk menentukan islam atau kafirnya seseorang. perbuatan

menurut pendapat mereka tidak mempunyai pengaruh terhadap keyakinan. Iman

seseorang tidak dapat dirusakan oleh dosa yang dilakukannya. Kaum Murji’ah

terpecah juga dalam beberapa golongan seperti “Al-Jahmiah”, “Al-Salihiah”, “Al-

3 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 34

Page 6: Islam ditinjau dari aspek teologi

5

Yunusiah” dan “Al-Khassaniah”. Mereka dapat dibagi kedalam dua golongan besar

yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.4

Golongan “moderat” berpendapat bahwa, selama seseorang mengakui bahwa

tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rosulnya, orang

demikian tetap orang islam. Dosa yang dilakukanya biarpun itu dalam bentuk dosa

besar tidak membuat ia keluar dari islam.

Faham murji’ah bahwa islam atau tidaknya seseorang ditentukan oleh iman

dan bahwa perbuatan tidak merusak iman, membawa golongan-golongan “ekstrim”

kepada faham bahwa perbuatan betul-betul tidak mempunyai pengaruh dalam hal

masuk surga atau neraka diakhirat kelak. Baik dosa besar sesekalipun tidak

mempunyai pengaruh dalam hal ini.

Demikianlah faham kaum Murji’ah dalam bentuk moderat dan ekstrimnya.

Sebagai halnya dengan kaum khawarij, kaum murji’ah juga sudah tidak punya wujud

lagi. Faham mereka dalam bentuk moderatnya diambil kemudian oleh ahli sunnah.

Ahli sunnah berpendapat juga bahwa orang islam yang berdosa besar bukanlah kafir,

tetapi tetap orang islam. Soal dosa besarnya diserahkan kepada Tuhan untuk

diampuni atau tidak diampuni tetapi akhirnya ia masuk surga.5

Sementara itu muncul dalam sejarah teologi islam seseorang bernama wasil

ibn ‘Ata’ yang lahir dimedinah ditahun 700 M. Pada suatu ketika Wasil menyatakan

pendapat bahwa ia tidak setuju dengan faham, baik yang dimajukan kaum khawarij

maupun kaum murji’ah. Berlawanan dengan faham khawarij tetapi sesuai dengan

faham murji’ah, Wasil berpendapat bahwa orang islam yang berbuat dosa besar

tidaklah kafir . tetapi selanjutnya berlawanan dengan faham murji’ah orang demikian

menurut pandangannya bukanlah pula mu’min.

Menurut keyakinannya orang islam yang melakukan dosa besar bekanlah

kafir, bukan pula mu’min tetapi mengambil posisi diantara kafir dan mu’min. Kalau

orang demikian tobat sebelum meninggal ia akan masuk surga, tetapi kalau ia tidak

sempat tobat maka ia akan masuk neraka untuk selama-lamanya.

4 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 35 5 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 36

Page 7: Islam ditinjau dari aspek teologi

6

Wasil dengan pendapatnya yang berbeda ini kemudian mendirikan aliran

teologi lain dalam islam yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Dimasa itu umat

islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-

pemikiran dari agama-agama lain dengan falsafat yunani.6

Sebagai akibat dari kontak ini masuklah kedalam islam faham “qadariah” dan

faham “jabariah” atau fatalisme. Faham qadariah dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhani

dan Ghailan Al-Dimasyqi (abad VIII M). Menurut faham mereka manusialah yang

mewujudkan perbuatan-perbuatannya dengan kemauan dan tenaganya. Manusia

dalam faham qadariah mempunyai kebebasan dalam kemauan dan kebebasan dalam

perbuatan.

Faham Jabariah dipelopori oleh Al-Ja’d Ibn Dirham (abad VIII M) Dan Jahm

Ibn Safwan (w. 131 H). Menurut faham Jabariah perbuatan manusia diciptakan

Tuhan dalam diri manusia. Dalam faham ini manusia tidak mempunyai kemauan dan

daya untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia menurut Jabariah tah ubahnya

sebagai wayang yang tidak bergerak jika tidak digerakan dalang.kalau dalam faham

qadariah terdapat kebebasan manusia, dalam faham jabariah manusia tidak

mempunyai kebebasan. Semua perbuatannya telah ditentukan Tuhan semenjak azal.

Diatas telah disebut bahwa Wasil membawa ajaran posisi diantara dua posisi

yang dalam istilah arabnya disebut Al-manzilah bain Al-manzilatain. Selain dari itu

ia mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat dalam arti bahwa apa yang

disebut sifat sebebnarnya bukanlah sesuatu yang mempunyai wujud tersendiri diluar

zat Tuhan. Sifat merupakan esensi Tuhan.

Kalau Wasil adalah pemimpin pertama dari kaum Mu’tazilah, pemimpin

kedua ialah Abu Al-Huzail akal manusia cukup kuat untuk mengetahui adanya

Tuhan dan untuk mengetahui kewajiban berterima kasih kepadanya. Juga akal cukup

kuat untuk mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk atau jahat dan untuk

mengetahui kewajiban mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Selanjutnya ia

membawa faham al-salah wa al-aslah, yaitu Tuhan mewujudkan yang baik bahkan

yang terbaik untuk maslahat manusia.

6 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 37

Page 8: Islam ditinjau dari aspek teologi

7

Pemimipin Mu’tazilah lain, Al-Nazzam (185-221 H), menonjolkan faham

keadilan Tuhan dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak berkuasa untuk berlaku

zalim. Perbuatan zalim timbul hanya dari yang mempunyai cacat dan Tuhan tidak

mempunyai cacat. Dari Tuhan timbul hanya perbuatan-perbuatan baik. Selanjutnya

Al-Nazzam mengatakan bahwa kalam Allah atau sabda Tuhan tidak qadim, tetapi

diciptakan. Ini membawa pada faham diciptakannya Al-Quran yang kuat

dipertahankan oleh kaum Mu’tazilah. Kaum mu’tazilah dikenal mempunyai lima

ajaran dasar : al-tauhid, al-‘adl, al-wa’d wa al-wa’id, al-manzilah bain al-manzilatain

dan al-amr bi al-ma’ruf serta al nahy ‘an al-munkar.

Ajaran dasar pertama bertujuan membela kemurnian faham kemahaesaan

Tuhan, sehingga mereka mengatakan Tuhan tidak mempunyai sifat dan hanya

mempunyai esensi. Tuhan bersifat maha adil, dan untuk mempertahankan faham itu

mereka menganut faham qadariah.

Yang dimaksud al-wa’ad wa al-wa’id ialah bahwa Tuhan akan melaksanakan

janji baik dan ancamannya.

Apa yang dimaksud dengan al-manzilah bain al-manzilatain telah

diterangkan diatas, dan ini hubungannya juga erat dengan faham keadilan Tuhan. Al-

amr bi al-ma’ruf wa al-nahy’an al munkar mengandung arti kewajiban menyuruh

berbuat baik dan melarang berbuat jahat.

Pemikiran rasionil Mu’tazilah dan sikap kekerasan mereka, membawa pada

lahirnya aliran-aliran teologi lain dalam islam. Aliran-aliran itu timbul untuk

menjadi tantangan bagi aliran yang bercorak rasionil dan liberal tersebut.7

Tantangan pertama datang di Bagdad dari Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (873-

935 M). Al-Asy’ari pada mulanya adalah pemuka Mu’tazilah, tetapi kemudian

merubah pendapat-pendapat teologinya.

Sebagai lawan dari mu’tazilah Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan tetap

mempunyai sifat-sifat. Tuhan kata Al-Asy’ari tidak mungkin mengetahui dengan

esensinya, Tuhan harus mengetahui dengan sifatnya. Al-Quran bukanlah diciptakan,

tetapi bersifat qadim. Manusia bukanlah pencipta karena tiada pencipta selain dari

Tuhan. Mengenai dosa besar Al-Asy’ari sependapat dengan murji’ah moderat.

7 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 40

Page 9: Islam ditinjau dari aspek teologi

8

Faham-faham yang dimajukan Al-Asy’ari ini kemudian mengambil bentuk

aliran teologi yang dikenal dengan nama Al-Asy’ariah. Diantara pemuka-pemuka

Al-Asy’ariah termasyhur terdapat nama-nama Abu Bakar Al-Baqillani (w. 1013 M),

Imam Al-Haramain Al-Juwaini (419-478 H) dan Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111

M).

Tantangan kedua terhadap Mu’tazilah datang dari Abu Mansur Al-Maturidi

(w. 944 M) di samarqand. Dalam soal sifat-sifat Tuhan Al-Maturidi sefaham dengan

Al-Asya’ari. Baginya Al-Quran dalam pendapatnya bersifat qadim dan bukan

diciptakan. Demikian pula dalam hal mengenai dosa besar ia sefaham dengan Al-

Asy’ari. Tetapi dalam hal perbuatan manusia ia berpendapat lain dari Al-Asy’ari.

Pendapatnya lebih dekat dengan Al-Mu’tazilah dalam arti bahwa manusialah yang

sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam soal al-wa’d wa al-wa’id

Al-Maturidi juga tidak sefaham dengan Al-Asy’ari. Sesuai dengan Al-Mu’tazilah ia

berpendapat bahwa janji-janji baik dan ancaman-ancaman Tuhan pasti terjadi kelak.

Jelas kiranya, bahwa Al-Maturidi berlainan dengan Al-Asy’ari tidak

membawa faham yang seluruhnya berlawanan dengan pendapat-pendapat

Mu’tazilah. Dengan demikian aliran teologi Al-Maturidiah terletak diantara aliran

Asy’ariah dan aliran Mu’tazilah. Pemuka-pemuka terbesar dari aliran Maturidiah

adalah antara lain Abu Al-Yurs Al-Badzdawi (421-493 H) dan Najm Al-Din Al-

Nasafi (460-537 H).8

C. Aliran-aliran yang ada pada masa sekarang

Berbeda dengan aliran-aliran teologi lainnya, aliran Asy’ariah dan aliran

maturidiah masih ada dan inilah pada umumnya yang dianut oleh umat islam

sekarang. Aliran maturidiah banyak dianut oleh pengikut-pengikut mazhab Abu

Hanifah. Kedua aliran inilah yang disebut dengan Ahli Sunnah. Tetapi dalam pada

itu faham rasionil yang dibawa oleh kaum mu’tazilah mulai timbul kembali di abad

ke duapuluh ini, terutama dikalangan kaum terpelajar islam. Tetapi bagaimanapun

pengikut Asy’ariah jauh lebih banyak daripada pengikut aliran-aliran lainnya.

8 Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 41

Page 10: Islam ditinjau dari aspek teologi

9

Perbedaan dasar antara aliran Asy’ariah dengan aliran Mu’tazilah terletak

pada pendapat tentang kekuatan akal. Sebagai telah dilihat diatas, kaum Mu’tazilah

amat menghargai akal dan berpendapat bahwa akal manusia dapat sampai kepada

dua ajaran dasar dalam agama yaitu adanya Tuhan dan masalah kebaikan dan

kejahatan. Setelah sampai kepada adanya Tuhan dan apa yang disebut baik serta apa

yang disebut jahat, akal manusia dapat pula mengetahui kewajibannya terhadap

Tuhan dan kewajibannya untuk berbuat baik dan kewajiban untuk menjauhi

perbuatan jahat. Wahyu dalam keempat hal ini datang untuk memperkuat pendapat

akal dan untuk memberi perincian tentang apa yang telah diketahuinya itu.

Kaum Asy’ariah, sebaliknya berpendapat bahwa akal tidak begitu besar daya

kekuatannya. Diantara ke empat masalah diatas akal dapat hanya sampai kepada

adanya Tuhan. Soal kewajiban manusia terhadap Tuhan, soal baik dan buruk (jahat)

dan kewajiban berbuat baik serta kewajiban menjauhi kejahatan, itu tidak dapat

diketahui akal manusia. Itu diketahui manusia hanya melalui wahyu yang diturunkan

Tuhan melalui para Nabi dan Rosul.

Kalau kaum Mu’tazilah banyak percaya pada kekuatan akal manusia, kaum

Asy’ariah banyak bergantung pada wahyu. Sikap yang dipakai kaum Mu’tazilah

ialah mempergunakan akal dan kemudian memberi interpretasi pada teks atau nas

wahyu sesuai dengan pendapat akal. Kaum Asy’ariah sebaliknya, pergi terlebih

dahulu kepada teks wahyu dan kemudian membawa argumen-argumen rasionil

untuk teks wahyu itu. Dengan kata lain kalau kaum Mu’tazilah membaca yang

tersirat dalam teks, kaum Asy’ariah membaca yang tersurat.

Pemikiran-pemikiran Mu’tazilah mulai ditimbulkan kembali oleh pemuka-

pemuka pembaharuan dalam islam periode abad kesembilan belas masehi, terutama

Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Ahmad Khan di India. Di abad

keduapuluh ini, penonjolan pemikiran-pemikiran Mu’tazilah diteruskan oleh

pengikut-pengikut Muhammad Abduh di Mesir dan pengikut-pengikut Ahmad Khan

di India dan pakistan.

Pandangan orang terhadap Mu’tazilah telah pula mulai berubah. Kalau

sebelumnya kaum Mu’tazilah dianggap kafir dan buku-buku serta ajaran-ajaran

mereka terlarang, sekarang telah ada pengarang-pengarang bahkan ulama yang

Page 11: Islam ditinjau dari aspek teologi

10

menyokong atau membela mereka. Dari uraian tersebut dapatlah dilihat bahwa

sebagai halnya dalam lapangan hukum islam, dalam teologi islam terdapat pula

beberapa mazhab atau aliran. Aliran-aliran yang ada dan yang mulai timbul kembali

ialah Asy’ariah, Maturidiah dan Mu’tazilah. Ketiga aliran ini, sama halnya dengan

mazhab-mazhab hukum islam, tidak keluar dari ajaran-ajaran islam. Semuanya

masih dalam lingkungan islam dan oleh karena itu tiap orang islam mempunyai

kebebasan untuk memilih aliran teologi atau falsafat hidup yang sesuai dengan

jiwanya.9

IV. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas maka dapa disimpulkan, bahwa macam-macam aliran

teologi didalam islam diantaranya yaitu ; Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Al-Asy’ariah,

Al-Maturidiah.

Kaum Khawarij berpecah dalam beberapa golongan, yaitu ; Muhakkimah,

Azariqah, Najdah, Sufriah dan Ibadiah. Kemudian Kaum Murji’ah terpecah juga dalam

beberapa golongan, yaitu ; Al-Jahmiah, Al-Salihiah, Al-Yunusiah dan Al-Khassaniah.

Selanjutnya pada aliran Mu’tazilah muncul dua faham yaitu ; faham qadariah dan faham

Jabariah. Pemikiran rasionil Mu’tazilah dan sikap kekerasan mereka, membawa pada

lahirnya aliran-aliran teologi lain dalam islam. Aliran-aliran itu timbul untuk menjadi

tantangan bagi aliran yang bercorak rasionil dan liberal tersebut. Tantangan pertama

muncul aliran Al-Asy’ariah dan tantangan kedua muncul Al-Maturidiah.

V. Penutup

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. kami telah berusaha keras demi

terwujudnya makalah yang lebih baik. Apabila masih ada kesalahan dalam pengetikan

maupun bahasa maka kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran bahkan yang tidak

konstruktif sekalipun dari para pembaca, demi perbaikan yang akan datang. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan kita. Khususnya dalam

bidang ilmu Pengantar Studi Islam, Amin

9 http://hanim.blog.unissula.ac.id/2011/10/07/aliran-aliran-teologi-islam/

Page 12: Islam ditinjau dari aspek teologi

11

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, PT UI-Press : Bandung

http://hanim.blog.unissula.ac.id/2011/10/07/aliran-aliran-teologi-islam/