pembahasan_4

26
Nisa Wulandari 240210120128 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Karbohidrat mempunyai sifat fungsional yang penting dalam proses pengolahan makanan, seperti sebagai bahan pengisi, pengental, penstabil emulsi, pengikat air, pembentuk flavor, aroma, dan tekstur (seperti sifat renyah, lembut, dan pembentuk gel). Karbohidrat juga penting sebagai sumber pemanis alami, bahan baku proses fermentasi, berperan dalam menentukan karakteristik rheologi dari berbagai jenis bahan atau produk pangan, serta terlibat dalam reaksi pencoklatan yang umum terjadi dalam proses pengolahan pangan (Andarwulan, 2011). Berdasarkan struktur kimia, nilai gizi dan penggunaannya dalam tubuh, karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat yang dapat dicerna (digestible carbohydrate) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (non-digestible carbohydrate). Karbohidrat yang dapat dicerna adalah karbohidrat yang dapat dipecah oleh enzim α-amilase di dalam sistem pencernaan manusia dan menghasilkan energi. Karbohidrat yang termasuk ke dalam kelompok yang dapat dicerna adalah monosakarida (seperti glukosa dan fruktosa), disakarida (seperti sukrosa, laktosa, dan maltosa), dan polisakarida (seperti pati dan dekstrin). Karbohidrat yang tidak dapat dicerna sering juga dikelompokkan sebagai serat makanan atau dietary fiber. Karbohidrat ini tidak dapat

Upload: riufa

Post on 14-Apr-2016

225 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gjrkjltrkjhlk

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Karbohidrat mempunyai sifat fungsional yang penting dalam proses

pengolahan makanan, seperti sebagai bahan pengisi, pengental, penstabil emulsi,

pengikat air, pembentuk flavor, aroma, dan tekstur (seperti sifat renyah, lembut,

dan pembentuk gel). Karbohidrat juga penting sebagai sumber pemanis alami,

bahan baku proses fermentasi, berperan dalam menentukan karakteristik rheologi

dari berbagai jenis bahan atau produk pangan, serta terlibat dalam reaksi

pencoklatan yang umum terjadi dalam proses pengolahan pangan (Andarwulan,

2011).

Berdasarkan struktur kimia, nilai gizi dan penggunaannya dalam tubuh,

karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat yang dapat dicerna

(digestible carbohydrate) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (non-

digestible carbohydrate). Karbohidrat yang dapat dicerna adalah karbohidrat yang

dapat dipecah oleh enzim α-amilase di dalam sistem pencernaan manusia dan

menghasilkan energi. Karbohidrat yang termasuk ke dalam kelompok yang dapat

dicerna adalah monosakarida (seperti glukosa dan fruktosa), disakarida (seperti

sukrosa, laktosa, dan maltosa), dan polisakarida (seperti pati dan dekstrin).

Karbohidrat yang tidak dapat dicerna sering juga dikelompokkan sebagai serat

makanan atau dietary fiber. Karbohidrat ini tidak dapat dipecah oleh enzim α-

amilase yang ada di dalam tubuh manusia. Diantara karbohidrat yang termasuk

dalam kelompok yang tidak dapat dicerna adalah selulosa, hemiselulosa, lignin,

dan substansi pektat (Andarwulan, 2011).

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya

karbohidrat dalam suatu bahan pangan antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik,

cara enzimatik atau biokimiawi, dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat

yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan

pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.

Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu

keadaan tertentu (Sudarmadji, 1989). Praktikum kali ini melakukan analisis

terhadap kadar gula pereduksi dan gula total, kadar pati, dan kadar serat kasar.

5.1. Penentuan Kadar Gula Pereduksi dan Gula Total

Page 2: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya

berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Penentuan kadar

gula pereduksi dan gula total ini menggunakan cara Luff Schoorl, dimana metode

ini merupakan salah satu penentuan kadar karbohidrat dengan cara kimiawi

dengan oksidator kupri. Pada penentuan gula cara Luff Schoorl, yang ditentukan

bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida

dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan

sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya

dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel

ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Sampel

yang diuji pada penentuan kadar gula reduksi dan kadar gula total antara lain:

Good day, Buavita, Indomilk, Teh Pucuk, dan Sprite. Masing-masing sampel ini

diuji oleh dua kelompok.

Uji gula ini bersifat kuantitatif karena akan menghasilkan jumlah zat gula

dalam produk tersebut. Tahap awal yang dilakukan adalah menimbang sampel

sebanyak 2,5 gram dalam labu ukur 250 ml, sampel tersebut ditambah aquades 50

ml dan 5 ml Pb Asetat 5%, lalu dikocok kuat selama satu menit. Pb Asetat

ditambahkan untuk mereduksi kandungan lain selain karbohidrat yang terdapat

dalam sampel. Hal ini dikarenakan kandungan sampel tidak hanya karbohidrat,

banyak juga kandungan lain seperti protein, lemak, mineral, dan lain-lain. Selain

itu fungsi Pb Asetat adalah mengedapkan asam-asam organik dan protein yang

terdapat pada sampel. Setelah itu, ditambahkan Na Phospat 5% sebanyak 5 ml

kemudian kocok kuat kembali selama 1 menit. Larutan Na Phospat 5% berfungsi

menghilangkan timbal berlebih ketika proses sebelumnya. Timbal berlebih harus

dihilangkan karena akan bereaksi dengan I2 membentuk endapan dan

mempengaruhi titik akhir titrasi, sehingga akan mempengaruhi dalam perhitungan

kadar gula tersebut. Setelah itu, ditambahkan akuades sampai tanda batas, kocok

dan saring. Filtrat diambil 50 ml dan dievaporasi diatas hotplate sampai volume

filtrat menjadi setengahnya. Kemudian filtrat didinginkan hingga mencapai suhu

ruang. Filtrat dipindahkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan akuades sampai

tanda batas, dan dikocok hingga homogen. Filtrat ini merupakan bahan siap uji

gula pereduksi (larutan A).

Page 3: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

Larutan yang diuji untuk menentukan kadar gula total diperoleh dengan

memipet larutan A sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass.

Larutan tersebut ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4 N.

Tujuan dari penambahan HCl ini adalah untuk memberikan suasana asam dalam

sampel dan diharapkan dapat melarutkan protein yang terdapat dalam sampel

yang dikhawatirkan bila protein tidak terpisahkan dalam metode ini dapat

dianggap sebagai komponen gula pereduksi, sehingga analisa yang kita lakukan

akan mengalami kesalahan. Penambahan HCl juga berfungsi untuk menghidrolisis

semua gula sehingga semua gula berubah menjadi gula yang bersifat pereduksi

Setelah itu bahan dipanaskan 30 menit setelah itu bahan didinginkan hingga

mencapai suhu 20°C lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml. Bahan

dinetralkan dengan NaOH 4N dan ditepatkan dengan akuades hingga tanda batas,

diperoleh larutan untuk diuji kadar gula totalnya (larutan B).

Kadar gula pereduksi dan gula total ditentukan dengan cara memipet

larutan A (untuk kadar gula pereduksi) dan larutan B (untuk kadar gula total)

sebanyak 15 ml. Larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian

dilakukan penambahan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml dan direfluks selama

15 menit. Tujuan dari penambahan pereaksi Luff Schoorl lalu di refluks ialah

untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO. Tahap selanjutnya

ialah menambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N. CuO akan bereaksi

dengan H2SO4 menghasilkan CuSO4 dan ketika dilakukan penambahan KI, CuSO4

akan bereaksi dengan KI membentuk CuI2. Kemudian dilakukan titrasi dengan

menggunakan natrium tiosulfat 0,087 N hingga berwarna kuning jerami. Ketika

warna sudah berubah menjadi kuning jerami, dilakukan penambahan indikator

amilum 1% sebanyak 2 ml dan titrasi dilanjutkan sehingga warnanya berubah

menjadi putih susu. Penambahan indikator amilum ditambahkan saat pertengahan

titrasi (bukan saat awal titrasi) karena penambahan amilum di awal dapat

mengakibatkan menutupi permukaan senyawa CuI sehingga hasil yang diperoleh

menjadi bias. Amilum juga dapat menyekap semua I2 hasil reaksi sehingga nanti

akan mempengaruhi volume titrasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4

Page 4: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

2CuI2 Cu2I2 + I2

I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

Setelah mendapatkan volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan, maka

dilakukan penentuan kadar gula reduksi dan gula total.

a=(Volume blanko−Volume titrasi)x N Na2 S2O3

0,1

Nilai a tersebut diinterpolasi ke b dengan melihat tabel Luff Schroorl. Setelah

didapatkan nilai b kadar gula reduksi maupun gula total dapat dihitung

menggunakan rumus:

Kadar gulareduksi / total (%)=b x Faktor pengenceranberat sampel (mg )

x100 %

Faktor pengenceran dapat dilihat dari penambahan akuades hingga tanda

batas dalam labu ukur yang volumenya berbeda dari tiap proses. Berdasarkan

perhitungan, didapatkan bahwa untuk menghitung kadar gula total faktor

pengenceran yang digunakan adalah 40. Sedangkan untuk menentukan kadar gula

pereduksi, faktor pengenceran yang digunakan adalah 20. Berikut ini merupakan

tabel Luff Schoorl:

Tabel 1. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan **)

ml 0,1 N Thio *)

glukosa, fruktosa, gula invert

mg C6H12O6

ml 0,1 N Thio *)

glukosa, fruktosa, gula invert

mg C6H12O6

∆ ∆1 2,4 2,4 13 33,0 2,72 4,8 2,4 14 35,7 2,83 7,2 2,5 15 38,5 2,84 9,7 2,5 16 38,5 2,95 12,2 2,5 17 44,2 2,96 14,7 2,5 18 47,1 2,97 17,2 2,6 19 50,0 3,08 19,8 2,6 20 53,0 3,09 22,4 2,6 21 56,0 3,110 25,0 2,6 22 59,1 3,111 27,6 2,7 23 62,2 -12 30,3 2,7 24 - -

*) ml 0,1 N Thio = titrasi blanko-titrasi sampel**) Analisa dengan metode Luff Schoorl(Sumber: Sudarmadji, 1989)

Page 5: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

Pengertian dari kadar gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam

suatu bahan pangan (monosakarida maupun oligosakarida). Sedangkan kadar gula

reduksi adalah kandungan gula yang mampu mereduksi zat lain. Pada umumnya,

gula pereduksi berasal dari golongan monosakarida. Berikut ini merupakan hasil

pengamatan penentuan kadar gula reduksi dan gula total:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total

Kel SampelBerat

Sampel (g)

Larutan A Kadar Gula

Reduksi (%)

Larutan B Kadar Gula Total (%)

Volume Titrasi

(ml)a (ml) b (ml)

Volume Titrasi

(ml)

a (ml) b (ml)

1 Good day 2,5067 25,2 0,783 1,8794 1,4995 23,2 2,52

3 6,055 9,6621

2 Buavita 2,5473 20,9 4,524 11,010 8,6440 22,8 2,871 6,8904 10,82

3 Indomilk 2,5963 24,5 1,392 3,3540 2,5700 23,0 2,69

7 6,4928 9,9723

4 Pucuk Harum 2,5557 25,3 0,696 1,6704 1,2550 23,8 2,00

1 4,8024 7,5164

5 Sprite 2,5322 24,5 1,392 3,3408 2,6386 22,6 3,045 7,3125 11,5512

6 Good day 2,517 24,9 1,044 4,4064 3,5013 23,2 2,52

3 6,0552 9,6229

7 Buavita 2,5092 20,5 4,872 11,880 9,4691 22,8 2,871 6,8964 10,5842

8 Indomilk 2,5123 24,2 1,653 3,9672 3,1582 25,0 2,43

6 4,5492 14,48

9 Pucuk Harum 2,5157 25,0 0,957 2,2970 1,8300 23,9 1,91

4 4,39 6,98

10 Sprite 2,5248 24,6 1,305 3,1320 2,4809 20,0 5,307 12,7368 20,1787

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Perhitungan kadar gula reduksi dan gula total sampel sprite kelompok 10:

Kadar gula reduksi

a=(Volumeblanko−Volume titrasi ) x N Na2 S2 O3

0,1

a=(26,1−24,6)×0,087

0,1

a=1,305 ml

2−1,3051,305−1

=4,8−bb−2,4

b=3,132 mg

Page 6: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

Kadar gulareduksi (% )=b x Faktor pengenceranberat sampel (mg )

x100 %

Kadar gulareduksi (% )=3,132×202524,8

×100 %

Kadar gulareduksi (% )=2,4809 %

Kadar gula total

a=(Volumeblanko−Volume titrasi ) x N Na2 S2 O3

0,1

a=(26,1−20)×0,0870,1

a=5,307 ml

6−5,3075,307−5

=14,7−bb−12,2

b=12,7368 mg

Kadar gulatotal (% )= b x Faktor pengenceranberat sampel ( mg )

x100 %

Kadar gulatotal (% )=12,7368 × 402524,8

× 100 %

Kadar gulatotal (% )=20,1787 %

Berdasarkan tabel hasil pengamatan sampel yang memiliki kadar gula

reduksi yang paling besar adalah sampel Buavita sebesar 8,644% (kelompok 2)

dan 9,4691% (kelompok 7). Sedangkan sampel yang memiliki kadar gula reduksi

yang paling kecil adalah Teh Pucuk sebesar 1,6704% (kelompok 4) dan 1,83%

(kelompok 9).

Berdasarkan tabel hasil pengamatan sampel Good day memiliki kadar gula

total dalam 1 ml sebesar 3,8545% (kelompok 1) dan 3,823% (kelompok 6).

Menurut kemasan Good day, sampel ini memiliki kadar gula total sebesar 0,03%

dalam 1 ml. Sampel Buavita berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula

total dalam 1 ml sebesar 4,247% (kelompok 2) dan 4,377% (kelompok 7). Kadar

gula total yang tertera pada kemasan Buavita adalah sebesar 0,0464% dalam 1 ml

sampel. Sampel Indomilk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total

dalam 1 ml sebesar 3,8409% (kelompok 3) dan 5,7636% (kelompok 8). Kadar

gula total yang tertera pada kemasan Indomilk adalah 0,03047% dalam 1 ml

sampel. Sampel Tek Pucuk berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total

Page 7: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

dalam 1 ml sampel sebesar 2,941% (kelompok 4) dan 2,774% (kelompok 9).

Kadar gula total Teh Pucuk menurut kemasan adalah 0,03125% dalam 1 ml.

Sampel Sprite berdasarkan hasil praktikum memiliki kadar gula total dalam 1 ml

sampel sebesar 4,5617% (kelompok 5) dan 7,992% (kelompok 10). Kadar gula

total Sprite menurut kemasan adalah 0,0206% dalam 1 ml Sprite. Data yang

didapatkan saat praktikum semuanya berbeda dengan data pada kemasan sampel

tersebut. Perbedaaan ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain:

1. Tidak terendapkannya kelebihan Pb2+ dari Pb Asetat. Akibatnya Pb2+ akan

mengganggu proses reaksi yang terjadi. Seperti reaksi dengan I2 dan KI. Jika

Pb2+ tidak terendapkan maka dapat bereaksi dengan KI menjadi PbI2.

2. Kurang sempurnanya proses refluks. Akibatnya terdapat monosakarida yang

belum teroksidasi oleh larutan Luff.

3. Pada penetapan kadar gula setelah inversi, penetralan dengan NaOH 30%

kurang sempurna. Karena apabila dalam suasana asam CuO dapat larut

sehingga kehilangan fungsinya sebagai oksidator dan apabila dalam suasana

basa, akan terbentuk Cu(OH)2 sehingga terjadi kesalahan positif. (Riandari,

2010)

5.2. Penentuan Kadar Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang diekstrak dari tanaman,

seperti beras, jagung, ketela pohon, ubi jalar, sagu, dan sebagainya. Pati juga

terdapat pada buah yang masih mentah, misalnya pisang dan sukun. Namun

semakin matang buah, kandungan patinya semakin menurun yang disebabkan

adanya hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang memberikan rasa manis.

Pati tersusun oleh dua kelompok makromolekul yaitu amilosa dan amilopektin.

Kedua makromolekul ini sangat berperan terhadap sifat fisik, kimia, dan

fungsional pati. Amilosa dan amilopektin disusun oleh monomer α-D-glukosa

yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosida. Perbandingan antara

amilosa dan amilopektin berbeda-beda untuk sumber pati yang berbeda. pada

umumnya, kandungan amilopektin lebih besar dibandingkan dengan amilosa (70-

80%) (Andarwulan, 2011).

Tiap jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut

dalamperbandingan yang berbeda-beda. Pati pada beras dan sorgum sebagian

Page 8: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

besar penyusunnya adalah amilopektin. Pemisahan antara fraksi amilosa dan

amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n-butanol atau thymol.

Amilopektin larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa

memberikan warna biru dengan larutan iodin dan amilopektin memberikan warna

merah violet (Sudarmadji, 1989).

Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetri.

Total pati ditentukan dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi

glukosa. Untuk penentuan kadar pati dalam suatu bahan dapat dikerjakan dengan

menghidrolisis pati dengan asam atau enzim sehingga diperoleh gula reduksi.

(C6H10O5)m + m H2O m C6H12O6

Pati GlukosaBM = 162 m BM = 180 m

Setelah diketahui jumlah gula reduksi hasil hidrolisis pati tersebut maka

dapat dihitung jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi

sebesar 0,90. Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul pati

dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan (Sudarmadji, 1989).

Faktor konversi= m BM patim BM gulareduksi

¿ m× 162m×180

¿0.90

Sampel yang digunakan untuk ditentukan kadar patinya antara lain

cookies, mie instant, kentang, ubi, dan wafer. Masing-masing sampel tersebut

diuji oleh dua kelompok. Prosedur yang dilakukan untuk menentukan kadar pati

pada praktikum kali ini adalah menghaluskan sampel, sampel yang telah halus

kemudian dilakukan penimbangan sebanyak 3 gram. Sebanyak 30 ml akuades

ditambahkan ke dalam sampel kemudian dilakukan pengadukan selama 1 jam.

Penambahan akuades ini berfungsi untuk menghilangkan kadar karbohidrat yang

terlarut. Pati bersifat tidak larut air, jika larutan berwarna keruh maka kandungan

amilosa lebih dominan dari amilopektin dan bersifat tidak lengket begitupun

sebaliknya. Sampel yang telah diaduk kemudian dilakukan penyaringan dan

endapan dibilas dengan 250 ml akuades. Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer

asah, ditambahkan HCl 2,5% sebanyak 200 ml, dilakukan refluks selama 2,5 jam,

dan didinginkan. Penambahan HCl berfungsi untuk menghidrolisa pati menjadi

Page 9: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

gula reduksi. Tiga perlakuan yang dapat memotong rantai amilosa dan

amilopektin dalam pati adalah pemanasan, pemotongan dengan enzim, dan asam.

Refluks berfungsi untuk mempercepat reaksi. Prinsip kerja dari refluks adalah

menguapkan zat volatil tanpa mengurangi volume larutan. Larutan sampel yang

telah dingin ditambahkan indikator PP sebanyak 10 tetes dan dilakukan penetralan

dengan NaOH 4 N. Larutan sampel yang telah netral dipindahkan ke dalam labu

ukur 250 ml dan dilakukan penepatan dengan akuades. Larutan sampel tersebut

kemudian dikocok dan dilakukan penyaringan.

Sebanyak 15 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah

dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl lalu direfluks selama 15 menit,

setelah itu didinginkan. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml

H2SO4 6N. Asam sulfat berfungsi sebagai suasana asam pada saat terjadinya

oksidasi kalium iodida menjadi iodium. Iodium mudah menguap, sehingga

penambahan iodium pada analit dilakukan tepat pada saat titrasi akan dilakukan.

Jika setelah penambahan KI titrasi tidak langsung dilakukan menyebabkan ion

iodida yang terbentuk teroksidasi kembali menjadi I2. Reaksi ini dikatalisis oleh

cahaya. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,093 N sampai larutan berwarna

kuning jerami lalu ditambahkan 2 ml amilum 1%. Indikator amilum berfungsi

untuk memperjelas terjadinya perubahan warna pada saat titik akhir titrasi,

kemudian dititrasi lagi sampai larutan berwarna putih susu.

Mula-mula kuproksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari

garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya

kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-

tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan amilum.

Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah

selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penembahan

amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Jika I2 habis warna biru akan

hilang, sehingga titik akhir titrasi dinyatakan dengan warna putih susu.

Setelah didapatkan volume natrium tiosulfat dari hasil titrasi, maka kadar

pati yang terdapat pada masing-masing sampel dapat ditentukan. Penentuan kadar

gula total dirumuskan sebagai berikut:

Page 10: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

a=(Volume blanko−Volume titrasi)x N Na2 S2O3

0,1

Nilai a yang didapat dipakai untuk penentuan nilai b dengan menggunakan

bantuan tabel Luff Schoorl. Setelah nilai b didapat, kadar gula total dapat

diketahui dengan menggunakan rumus:

Kadar gulatotal (% )=b x Faktor pengenceranberat (mg )

x 100 %

Kadar pati dapat diketahui dengan mengalikan kadar gula total dengan

0.90 (faktor konversi). Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat

molekul pati dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan

(Sudarmadji, 1989).

Faktor konversi= m BM patim BM gulareduksi

¿ m× 162m×180

¿0.90

Kadar pati (% )=Kadar gula total (% )× 0.90

Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan penentuan kadar pati:

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kadar Pati

Kel Sampel

Berat Sampe

l (g)

Larutan Sampel Kadar Gula Total (%)

Kadar Pati (%)

Volume

Titrasi (ml)

a (ml) b (ml)

1 Cookies 3,0016 20,6 4,2780 10,395 34,630 31,170

2 Mie instant 3,0144 18,8 5,9520 14,580 48,367 43,531

3 Kentang 3,0063 10,5 13,671 35,0091 11,420 10,278

4 Ubi 3,0682 23,1 1,9530 4,6872 15,2767 13,749035 Wafer 3,0371 22,5 2,5110 6,0264 19,843 17,85876 Cookies 3,0016 21,1 3,8130 9,1512 30,490 27,441

7 Mie instant 3,0144 18,2 6,5100 15,975 52,99562 47,696

8 Kentang 3,0663 10,25 13,9035

35,4395 11,560 10,4041

9 Ubi 3,0682 22,4 2,6040 6,2496 20,370 18,33010 Wafer 3,0371 22,5 2,5111 6,0264 19,843 17,8587(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Perhitungan kadar pati sampel wafer kelompok 10:

Page 11: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

Nilai a

a=(Volume blanko−Volume titrasi)x N Na2 S2O3

0,1

a=(25,2−22,5)×0,0930,1

a=2,511

Nilai b

3−2,5112,511−2

=7,2−bb−4,8

b=6,0264 mg

Kadar gula total

Kadar gulatotal (% )=b x Faktor pengenceranberat sampel ( mg )

x100 %

Kadar gulatotal (% )=6,0264 ×1003037,1

× 100 %

Kadar gulatotal (% )=19,843 %

Kadar pati

Kadar pati (% )=Kadar gula total (% )× 0.90

Kadar pati (% )=19,843 %× 0,90

Kadar pati (% )=17,8587 %

Berdasarkan hasil praktikum, sampel yang memiliki kadar pati terbesar

adalah mie instant (47,696%) dan sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi

(13,74903%). Berdasarkan literatur, ubi memiliki kadar pati antara 9,435-

17,175%. Mie instant terbuat dari bahan utama tepung terigu. Berdasarkan

literatur tepung terigu memiliki kadar pati sebesar 65-70%. Sehingga mie instant

pada saat pengujian memiliki kadar pati tertinggi dibandingkan dengan sampel

yang lain.

Tepung terigu relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya

serap yang terlalu tinggi. Komponen terbesar tepung terigu adalah pati. Pati terdiri

dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut

amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Tepung terigu

(wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum saja (disebut wheat endosperm)

setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat

Page 12: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

(disebut wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang

mengandung banyak vitamin dan mineral (disebut wheat germ). Dengan demikian

tepung terigu pada dasarnya merupakan sumber karbohidrat yang kandungan

patinya tinggi serta protein berbentuk gluten sama dengan tepung gandum.

5.3. Penentuan Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan yang telah diperlakukan

dengan asam dan alkali mendidih, terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan

pentosa (Andarwulan, 2011). Di dalam analisa penentuan serat kasar

diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa

encer dengan kondisi tertentu. Menurut Sudarmadji, langkah-langkah yang

dilakukan dalam analisa adalah:

1. Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel

menggunakan pelarut lemak.

2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan

dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan

tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan

dari pengaruh luar.

Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai, karena

penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena

terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan

yang mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,

maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim

proteolitik. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa

merupakan serat kasar yang mengandung ±97% selulosa dan lignin, sisanya

adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti.

Sampel yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar pada

praktikum kali ini antara lain: kangkung, sawi, wortel, jamur, dan bayam. Masing-

masing sampel tersebut dilakukan penentuan kadar serat kasarnya oleh dua

kelompok. Serat kasar dapat ditetapkan kadarnya secara gravimetri. Pertama,

contoh dihidrolisis dengan asam kuat encer. Sehingga karbohidrat, protein, dan

zat lain dalam contoh makanan terhidrolisis dan larut. Setelah itu, dilakukan

penyabunan dengan penambahan basa sehingga lemak tersabunkan dan dapat

Page 13: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

larut. Namun serat kasar tidak ikut larut. Kemudian serat kasar disaring

menggunakan corong. Residu yang berupa serat kasar didinginkan dalam

desikator dan ditimbang hingga bobot konstan.

Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan

total (TDF atau Total Dietery Fiber) terdiri dari komponen serat makanan larut air

(Selulable Dietery Fiber atau SDF) dan serat makanan yang tidak larut air

(Insolulable Dietery Fiber). SDF adalah serat makanan yang dapat larut dalam air

hangat atau panas, serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan

1:4. Sedangkan IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air

panas atau dingin. Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural

tanaman, sedangkan yang tak larut adalah komponen non struktural. Serat yang

tidak larut air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-

kacangan. Serat yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin. Jumlah

serat makanan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20-35 gram/hari

atau 10-15 gram/1000 kkal menu (Winarno, 1997).

Prosedur penentuan serat kasar yaitu sebanyak 1,25 gram sampel yang

telah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah. Kemudian dilakukan

penambahan H2SO4 0,255 N dan direfluks selama 30 menit. Proses refluks

bertuuan untuk mempercepat reaksi hidrolisa tersebut sehingga hanya tersisa

komponen serat pada sampel. Setelah direfluks, dilakukan penyaringan dalam

keadaan yang masih panas dan endapan di kertas saring dibilas dengan

menggunakan akuades panas hingga tidak asam (dilakukan uji lakmus). Residu

yang didapatkan dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah kemudian dilakukan

penambahan NaOH 0,313 N sebanyak 100 ml dan direfluks selama 30 menit.

Penambahan NaOH bertujuan untuk menghilangkan komponen non serat pada

sample sehingga yang tersisa hanya komponen seratnya saja. Tahap selanjutnya

adalah menyaring dengan menggunakan kertas saring konstan. Kemudian kertas

saring dicuci dengan menggunakan 7,5 ml K2SO4 10%, 25 ml akuades panas, dan

2,75 ml alkohol 95% secara berurutan. Penambahan alkohol adalah untuk

menselektifkan serat yang akan dianalisis dari komponen lainnya. Pencucian ini

dimaksudkan untuk menghilangkan lemak yang masih terikat pada sampel. Kertas

Page 14: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

saring yang terdapat residu tersebut kemudian dikeringkan dalam oven hingga

mendapatkan berat yang konstan.

Berikut ini merupakan hasil pengamatan penentuan kadar serat kasar:

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kadar Serat Kasar

Kelompok Sampel W1

(gram)W2

(gram)W3

(gram)

Kadar Serat Kasar(%)

1 Kangkung 1,2554 0,4421 0,4904 3,8472 Sawi 1,275 0,4672 0,4991 2,50193 Wortel 1,2560 0,4420 0,4763 2,73094 Jamur 1,2494 0,4486 0,5045 4,47415 Bayam 1,2540 0,4431 0,4428 -0,02396 Kangkung 1,2493 0,4368 0,484 3,77817 Sawi 1,2535 0,4376 0,4795 3,34268 Wortel 1,2580 0,4481 0,4927 3,54539 Jamur 1,2911 0,4530 0,5195 5,150610 Bayam 1,2681 0,4456 0,493 3,7378

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Berdasarkan hasil praktikum, sampel kangkung memiliki kandungan serat

kasar sebesar 3,847% (kelompok 1) dan 3,7781% (kelompok 6). Menurut Tabel

Komposisi Pangan Indonesia (TKPI), kangkung memiliki kandungan serat kasar

sebesar 2%. Sampel sawi berdasarkan hasil praktikum memiliki serat kasar

sebesar 2,5019% (kelompok 2) dan 3,3426% (kelompok 7). Menurut TKPI, sawi

memiliki kandungan serat kasar sebesar 1,2%. Sampel wortel berdasarkan hasil

praktikum memiliki kandungan serat kasar sebesar 2,7309% (kelompok 3) dan

3,5453% (kelompok 8). Menurut TKPI, wortel memiliki kandungan serat kasar

sebesar 1%. Berdasarkan hasil praktikum sampel jamur memiliki kadar serat kasar

sebesar 4,4741% (kelompok 4) dan 5,1506% (kelompok 9). Menurut TKPI, jamur

tidak memiliki serat kasar atau kandungan serat kasarnya 0%. Berdasarkan hasil

Page 15: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

praktikum, sampel bayam memiliki kandungan serat kasar sebesar 3,7378%

(kelompok 10) dan sampel bayam kelompok 5 kadar serat kasarnya minus. Hal ini

dapat disebabkan karena salah perhitungan ataupun salah mencatat data.

Sampel yang memiliki kadar serat tertinggi menurut hasil praktikum

adalah jamur dan yang terendah adalah sawi. Hasil yang didapatkan saat

praktikum semuanya berbeda dengan literatur yang ada. Walaupun begitu

hasilnya hampir mendekati data pada literatur. Perbedaan hasil ini dapat

disebabkan karena pada saat penetralan dengan akuades, pH yang didapatkan

tidak netral sehingga ada beberapa pati yang tidak terhidrolisis dan mengganggu

analisis kadar serat.

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena

angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain

itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses

pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan

kotiledon, dengan demikian presentase serat kasar dapat dipakai untuk

menentukan kemurnian bahan atau efisiensi dari suatu proses (Sudarmadji, 1989).

Page 16: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Sampel yang memiliki kadar gula reduksi yang paling besar

adalah sampel Buavita sedangkan sampel yang memiliki kadar

gula reduksi yang paling kecil adalah Teh Pucuk.

2. Sampel yang memiliki kadar gula total terbesar adalah Sprite

sedangkan sampel yang memiliki kadar gula total terkecil adalah

Teh Pucuk.

3. Sampel yang memiliki kadar pati terbesar adalah mie instant dan

sampel dengan kadar pati terkecil adalah ubi.

4. Sampel yang memiliki kadar serat tertinggi adalah jamur dan

yang terendah adalah sawi.

5. Data yang didapatkan saat praktikum tidak sesuai dengan literatur

maupun data yang ada pada kemasan.

6.2. Saran

1. Praktikan mempelajari dengan baik materi praktikum agar saat

praktikum lebih mengerti tentang materi yang dipraktikumkan.

2. Alat yang digunakan untuk praktikum diperbanyak agar

praktikum menjadi lebih cepat dan data yang didapatkan lebih

akurat.

Page 17: PEMBAHASAN_4

Nisa Wulandari

240210120128

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Herawati, D., dan Kusnandar, F. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta.

Riandari, Dwika. 2010. Analisis Proksimat. Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, Bogor.

Sudarmadji, Slamet, Suhardi dan Bambang Haryono. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti Yogyakarta, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.