pembahasan
TRANSCRIPT
I. Pengertian,Tujuan & Latar belakang
Good Corporate Goverment.
A. Latar belakang Good Corporate Goverment (GCG)
Mulai populernya istilah “tata kelolah perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah asing good corporate goverment (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya
skandal perusahaan yang menimpah perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di
Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat.
Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan sistem
ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan diseluruh
dunia. Sistem ekonomi kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus globalalisasi dan
perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negara-negara maju penganut sistem
ekonomi kapitalis. Ciri utama sistem ekonimi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta. Dalam perjalanannya,
beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang
bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melebihi batas-batas suatu negara. Para pemilik dan
pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mam pu mempengaruhi dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.
Sebagaimana dikatakan oleh joel bakan (2002),perusahaan (korporasi )saat ini telah
berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi dunia yang amat
dominan.kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah
menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita,mulai dari
apa yang kita makan ,apa yang kita lihat,apa yang kita pakai,apa yang kita hasilkan, dan apa
yang kita kerjakan. Itulah sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu negara yang
harusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum,dan pengendali
perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan
oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut.
Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu
lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelolah perusahaan yang
buruk (bad corporate goverment). Contohnya antara lain : bank-bank pemerintah yang telah
1
dilikuidasi/dimerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara-BDN,
Bank Bumi Daya-BBD, Bank Expor Impor-Bank Exim). Kejatuhan beberapa bank
pemerintah pada awal abad ke -21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit direksi
bank tersebut yang tidak bijaksana (unprudential credit policy). Kredit diberikan dalam
jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui suatu kajian yang cermat
dan objektif atas studi kelayakan bisnis mereka. Akibatnya, bannk-bank pemerintah tersebut
mengalami kesulitan keuangan karena kelompok usaha besar ini tidak mampu
mengembalikan pinjaman dan bungannya.
Dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi
corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Corporate governance
yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia
yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak
diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp.,
Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan
tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG. Ini menjadi latar belakang yang prakris yang
menjadi latar belakang timbulnya GCG di Indonesia. Sedangkan yang menjadi latar belakang
secara akademis adalah kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan
principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya.
Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak
menimbulkan kerugian pada para pihak.
Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah
merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian
permasalahan GCG oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory,
Management Theory dan lainnya.
Dengan demikian akibat praktik tata kelola perusahaan uang buruk oleh perusahaan-
perusahaan ini bukan daja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi juga
mempengaruhi perekonomian dunia. Untuk memperbaiki itu semua maka pemerintah
mengeluarkan suatu undang-undang berupa Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-
117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
2
Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk
menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai
landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Latar belakang diperlukanya GCG adalah :
1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar
dalammembuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral
yang tinggi dankepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya.
6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhanekonomi nasional yang berkesinambungan.
B. Pengertian Good Corporate Goverment (GCG)
Walaupun saat ini istilah GCG sudah sangat populer,namun hingga saat ini belum ada
definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Dibawah ini beberapa pengertian GCG
dari beberapa sumber yang dapat dijadikan sebagai acuan :
1. Cadbury Committee of United Kingdom :
“A set of rules that define the relationship between shareholders,manager,creditors,the
goverment,employees,and other internal and external stakeholders in respect to their
3
right and responsibilities, or the system by which companies are directed and
controlied”“[yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham,pengurus (pengelolah) perusahaan, pihak kreditur,pemerintah,karyawan, serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitabn dengan hak-
hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.]”
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia-FCGI (2006)
Forum ini tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury
Committee of United Kingdom, yang jika diterjemahkan adalah :...seperangkat aturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus (pengelolah) perusahaan,
pihak kreditur,pemerintah,karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitabn dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
3. Sukrisno Agoes (2006)
Mendefinisikan GCG sebagai tata kelolah perusahaan yang baik sebagai suatu
sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang
saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelolah perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atau penentuan tujuan
perusahaan,pencapaiannya dan tujuan kerjanya.
4. Organization for Economic Cooperation and Development-OECD (dalam Tjager dkk,2004)
Mendefinisikan GCG sebagai : “The structure throughwhich
shareholder,directors,manager,set of the board objectives of the company, the means of
attaining those objectives and monitorig performance.” “[Suatu struktur yang terdiri atas
pemegang saham , direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan ]”
5. Wahyu prakarsa (dalam Sukrisno Agoes,2006)
Mendefinisikan GCG sebagai :”... mekanisme administratif yang mengatur hubungan-
hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-
kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain. Hubungan – hubungan ini dimanifestasikan
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan ”
4
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi pengertian
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD dapat mewakili
pengertian dalam arti sempit, sedangkan pengertian yang diberikan olehCadbury Committee,
Sukrisno Agoes, Dan Wahyu Prakarsa dapat mewakili pengertian GCG dalam arti luas.
Dari definisi di atas juga dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris,
Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang
dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset
perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.
C. Tujuan Good Corporate Goverment (GCG)
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang
memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai
dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders
Dalam menerapkan nilai-nilai TataKelola Perusahaan, Perusahaan menggunakan
pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapanTataKelola Perusahaan
yang baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola
Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan
menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang
disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapanTataKelola
Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan
bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti
oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari
seluruh pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal ini tergantung pada
penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam dunia
usaha.
II. Prinsip-prinsip Good Corporate Goverment (GCG)
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dari GCG yaitu :
Prinsip Kesetaraan (fairness)
Merupakan prinsip agar para pengelolah memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok,
pelangan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah,
masyarakat, dan yang lainnya). Hal inilah yang memunculkan konsep
stakeholder(seluruh kepentingan pemangku kepentingan), bukan hanya kepentingan
stockholder(pemegang saham saja).
Prinsip Keterbukaan (transparency)
Artinya kewajiban bagi para pengelolah untuk menjalankan prinsip keterbukaan
dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan
informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap,
benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada hal-hal
yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda pengungkapannya.
Prinsip Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas ini adalah prinsip dimana para pengolah berkewajiban untuk
membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi,
6
pelaksanaan, dan pertanggung jawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan
efektif.
Prinsip Tanggung jawab (responsibility)
Prinsip Tanggung jawab (responsibility) adalah prinsip dimana para pengelola
wajib memberikan pertanggung jawaban atas semua tindakan dalam mengelola
perusahaa kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari
kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada
para pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu :
1) Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelola diwujudkan dalam bentuk
pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan.
2) Dimensi hukum, artinya tanggung jawab pengelolan diwujudkan dalam bentuk
ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, sejauh mana tindakan
manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
3) Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen
tersebut telah dirasakan keadilannya sebagai pemangku kepentingan.
4) Dimensi sosial, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan corporate
social responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian alam dilingkungan perusahaan.
5) Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajement telah mampu
mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai
dengan ajaran agama yang diyakini.
Prinsip Kemandirian
Prinsip kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mngelola BUMN, artinya
suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
profesional, mandiri, bebas dari koflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh
dari manapun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.
Sebenarnya,tiga dari ke empat prinsip GCG tersebut yaitu transparansi, akuntabilitas,
dan tanggung jawab mempunyai arti yang sangat erat juga tumpang tindih. Laporan keuangan
7
yang lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan alat pertanggung jawaban (prinsip
tanggung jawab) para pengelolah (manajemen, direksi) kepada para pemangku kepentingan.
Namun harus dipahami bahwa wujud pertanggung jawaban manajemen tidak terbatas hanya
dalam bentuk penyampaiaan laporan keuangan (dimensi ekonomi) saja, tetapi juga mencakup
empat dimensi lainnya (hukum, moral, sosial dan spiritual).
Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang menyajikan kinerja
keuangan apa adanya, tidak ada yang disembunyikan, dan disusun berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Ini berarti bahwa laporan keuangan yang disusun harus
mengikuti prisip transparansi. Namun harusdimengerti bahwa laporan keuangan hanya salah
satu jenis informasi yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan. Prinsip transparansi
menghendaki penyampaian seluruh informasi, baik yang bersifat keuangan maupun non
keuangan secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada seluruh pemangku kepentingan.
Keempat prinsip ini yaitu kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab
sebenarnya merupakan jawaban langsung atas permasalahan/skandal yang dihadapi oleh
dunia usaha, bukakn saja di Indonesia tetapi juga diseluruh dunia.
III. Manfaat Good Corporate Goverment (GCG)
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan
para investor dan institusi terkait dipasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumya,
tujuan penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau
memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan
kegiatan organsasi.
Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavanda (2007) manfaat dari penerapan GCG
adalah:
1) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2) Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang llebih murah.
3) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
8
4) Meningkatkakn keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan.
5) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
IV. Good Corporate Goverment dan hukum perseroan di
Indonesia
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas payung hukum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun Undang-Undang ini
kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Sebagaimana
diatur dalam pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 tahun 2007, yang dimaksud dengan Perseroan
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan terbagi dalam saham dan
memenuhi perstaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007,
dikatakan alasan pencabutan Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan
masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran sosial
dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).
Beberapa ketentuan lama yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-undang
Nomor 1 tahun 1995 masih diperhatikan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang
ditambahkan, yang kalau dicermati dengan baik sebenarnya merupakan penyempurnaan
rambu-rambu secara garis besar yang beraitan dengan tata kelola perusahaan (corporate
governance).
Ketentuan yang disempurnakan in antara lain :
9
1) Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
ada, seperti : telekonferensi, video konferensi, atau media elektronik lainnya (Pasal 77).
2) Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum
dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3) Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan
(Bab VII).
4) Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Bab
V).
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara
eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-undang ini mengatur secara garis besar
tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan
tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Disamping itu juga diatur mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta
pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
V. Organ hukum dalam penerapan Good Corporate
Goverment
Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 dan selanjutnnya dituangkan kembali di dalam
Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin
terselenggaranya tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini karena sifat undang-undang hanya
mengatur ketentuan-ketentuan secara garis besar saja sehingga pasti ada ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang yang memerlukan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis
(juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah yang berwenang secara institusi atau organisasi profesi terkait.
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG yaitu :
10
1) Komisaris Independen
2) Direktur Independen
3) Komite Audit
4) Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
KOMISARIS dan DIREKTUR INDEPENDEN
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian
independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut.
Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas).Sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Perseroan, anggota direksidan komisaris diangkat dan diberhentikan
oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil keputusan yang diambil didasarkan dalam
RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham. Hak suara dalam
RUPS tidak didasarkan atas satu orang satu suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham yang
dimilikinya. Sebaga konsekuensinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota
komisaris dan direksi atas selalu berdasarkan kepentingan pemegang saham mayoritas. Oleh
karena itu, para anggota Direksi dan Komisaris tentunya akan selalu berpihak kepada
kepentingan pemegang saham mayoritas dan sering kali mengabaikan dan merugikan
kepenitngan lainnya. Maka, bila anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris lebih dari
satu, maka setidaknya ada satu orang Direktur dan Komisaris yang mewakili kepentingan
pemegang saham minoritas atau kepentingan pihak lain diluar kepentingan pemegang saham
mayoritas.
Kedua, komisaris dan direksi independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertian disini lebih luas
dibandingkan pengertian pertama. Komisaris dan direksi independen diangkat semata-mata
karena pertimbangan “profesionalisme” demi kepentingan perusahaan. Yang dimaksud
dengan kepentingan perusahaan disini adalah kepentingan bagi seluruh pemangku
kepentingan, bukan hanya pemegang saham mayoritas atau pemegang saham minoritas.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang biasa
dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah
11
independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact menekankan sikap
mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semta-mata didasarkan atas
pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa campur tangan,
pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu, independent in appearance dilihat dari
sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan (calon
auditor,komisaris, atau direktur) secara fisik tidak mempunyai hubungan darah (kepentingan
langsung) dengan perusahaan atau dengan pemangku kepentingan lainnya yang dapat
menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan. Misalnya calon
komisaris/direktur masih memiliki hubungan keluarga (sebagai menantu,besan,anak,saudara,
dll) dengan para pemegang saham mayoritas atau para pemangnku kepentingan lainny, atau
mempunyai bukti kepemilikan utang piutang dengan perusahaan sehingga menyebabkan
timbulnya konflik kepentingan antara kepentingan pribadi calon yang bersangkutan dengan
kepentingan perusahaan. Pada pengertian kedua mengenai komisaris dan direktur independen
yang telah disebutkan, pengertian tersebut sama dengan pengertian independent in fact yang
semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian
ketiga pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independen in appearance
juga harus dipenuhi.
KOMITE AUDIT
Munculnya komite audit disebabkan oleh kecenderungan makin meningkatnya berbagai
skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris
perusahaan besar baik yang terjadi di Indonesia maupun Negara lain yang menandakan
kurang memadainya fungsi pengawasan.
Tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan
Komisaris, antara lain :
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip
tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi).
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
eksternal,serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
12
SEKRETARIS PERUSAHAAN (Corporate Secretary)
Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan (corporate
secretary) sebagai bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan,
dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal.
Sekretaris eksekutif biasanya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif
puncak suatu perusahaan, seperti : direksi,komisaris,atau eksekutif puncak lainnya. Fungsi
utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutif yang
bersangkutan, antara lain : menyangkut peraturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokumentasi
surat masuk dan surat keluar,penerimaan telepon, pengurusan tiket dan document perjalanan,
dan sebagainya. Oleh karena itu, seorang sekretaris eksekutif hanya bertanggung jawab
kepada pejabat eksekutif yang bersangkutan Karen hanya menjalankan tugas-tugas yang
diperintahkan oleh pejabat eksekutif yang bersangkutan.
VI. Good Corporate Goverment dalam
Badan Usaha Miik Negara (BUMN)
Pada awalnya,tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabatan dan
implementasi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”. Pemerintah melalui BUMN kemudian mencoba untuk menguasai dan
mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak luas bagi kepentingan masyarakat seperti :
kelistrikan, telekomunikasi, tat guna air, dan pertambangan. Namun kemudian BUMN yang
didirikan oleh pemerintah ini telah merambah kesegala sector dan jenis usaha, termasuk
kesektor-sektor yang sudah biasa dilakukan oleh sector swasta. Akhirnya, dalam perjalanan
tujuan utama BUMN sudah sama dengan perusahaan swasta, yaitu untuk memperoleh
keuntungan.
Berdasarkan peraturan yang ada, bentuk hukum BUMN dibagi 3, yaitu : Perseroan,
Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahan persero tunduk
pada Undang-Undang Perseroan Terbatas dimana modal perusahaan terdiri atas saham-saham
dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh keuntungan. Yang
13
membedakannya dengan PT swasta hanya dalam hal kepemilikan saham. Pada Perusahaan
Persero (BUMN), seluruh saham atau sebagian besar saham dimilikii oleh Negara, sedangkan
pada PT Swasta seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh individu/lembaga
swasta. Perusahaan Perum merupakan perusahaan Negara yang modalnya berupa setoran
modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari keuntungan, tetapi juga
membawa misi social. Contoh perusahaan umum adalah Perumnas dan Perum Bulog.
Perumnas didirikan untuk membantu pemerintah dalam penyediaan perumahan untuk rakyat
dengan memperhatikan kemampuan dan daya beli masyarakat pada umumnya. Perum Bulog
dibentuk untuk menyediakan, mendistribusikan, dan mengendalikan harga kebutuhan pokok
masyarakat, seperti : beras, minyak goring, dan sebagainya. Perusahaan Jawatan (Perjan)
adalah perusahaan Negara yang modalnya disisihkan dari APBN dan dikelolah oleh
Departemen Teknis Pemerintah. Saat ini tidak ada lagi perusahaan berbentuk badan hukum
Perjan. Perusahaan yang terakhir berbentuk Perjan adalah Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA) yang dulunya dibawah kendali Departemen Perhubungan. Namun sekarang status
hukum PJKA telah berubah menjadi Persero.
Menurut Tjager dkk (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN sebanyak
161 perusahaan yang tersebar disekitar 37 sektor/bidang usaha. Bidang usaha BUMN ini
sangat menyebar mulai dari komoditas-komoditas yang dianggap vital, seperti : air, beras, dan
kebutuhan pokok lainnya, listrik, minyak, obat-obatan, pupuk, semen, telekomunikasi, jasa
konstruksi, transportasi darat, laut, udra, kehutanan, dll. Namun, persoalan pokok yang
dihadapi oleh BUMN secara keseluruhan adalah rendahnya keuntungan yang diperoleh
dibandingkan dengan total hartanya. Persentasi keuntungan terhadap total harga sangat
rendah, yaitu hanya 3.6%. Ini memunjukkan bahwa kinerja BUMN secara keseluruhan masih
kurang memuaskan.
Rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata
kelolah perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Menyadari masih rendahnya kinerja
BUMN serta mengingat modal yang telah disetor dan harta yang telah tertanam pada BUMN
sangan besar, maka pemerintah melalui Kementrian Negara BUMN mewajibkan semua
BUMN menerapkan tata kelolah perusahaan yang sehat (good corporate governance).
Sebagai acuan pelaksanaan, Menteri Negara BUMN mengeluarkan Keputusan Menteri
BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 Tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan
Praktik Good Corporate Governance pada BUMN. Kemudian pedoman praktik GCG ini
14
disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002
Tanggal 1 Agustus 2002.
Adapun tujuan dan prinsip-prinsip GCG menurut Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut :
1. Tujuan GCG diatur dalam pasal 4, yaitu :
a) Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
b) Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
c) Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan undnag-undnag
yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap
para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN.
d) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
e) Menyukseskan program privatisasi.
2. Prinsip-prinsip GCG diatur dalam pasal 3, yaitu :
a) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai
perusahaan.
b) Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelolah secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku dan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat.
c) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban organ
sehinggan pengelolaan perusahan terlaksana secara efektif.
d) Pertanggung jawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
e) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
15
VII. Good Corporate Goverment dan Pengawasan pasar
modal di Indonesia
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai
instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang dan bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah maupun perusahaan swasta
(Suad Husnan,1996).
Pasar modal (capital market) lebih sempit dari pasar keuangan (financial market)
karena dalam pasar modal hanya memperjual belikan instrumen keuangan (sekuritas) jangka
panjang (obligasi, saham, dan instrumen derivatif), sedangkan pasar keuangan mencakup
instrumen jangka pendek dan jangka panjang. Bila dalam pasar barang yang diperjualbelikan
adalah berbagai jenis barang yang berwujud fisik, dalalm pasar modal dan keuangan yang
diperjualbelikan adalah dana, baik dana jangka panjang maupun jangka pendek.
Kemajuan perekonomian negara saat ini tidak saja ditandai oleh tumbuhnya investasi
dalam bentuk pebangunan pabrik, pusat perbelanjaan, perhotelan, sarana angkutan darat, laut,
udara, pembangunan prasarana jalan, pelabuhan, dan bandara, jaringan telekomunikasi dan
sistem informasi, dan jenis-jenis pembangunan fisik lainnya, tetapi juga oleh pertumbuhan
pasar modal dan pasar keuangan.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembag-lembaga dan unsur-unsur penunjang
pasar modal, antara lain :
1) Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)
2) Bursa Efek
3) Lembaga Kliring
4) Emiten
5) Underwrite
6) Investor/calon investor
7) Akuntan publik
8) Notaris
9) Konsultan Hukum
10) Konsultan Keuangan
16
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengawasi
semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dibursa dapat berjalan secara adil, efektif, dan
efisien. Kegiatan pasar modal disebut efektif karena bila para investor dan calon investor
tertarik untuk melakukan transaksi dibursa. Mereka tertarik karena percaya bahwa semua
lembaga terkait dibursa telah menjalankan fungsi mereka sesuai dengan aturan main yang
telah ditetapkan olehbadan pengawasan pasar modal.
Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk investor
merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan dibursa tersebut dapat terselenggara dengan
cepat tanpa dibebani biaya yang berlebihan.
Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) bila semua pihak terkait, termasuk para calon
investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan dibursa itu. Jadi, pada intinya fungsi Bapepam
LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua lembaga penunjang yang terkait dibursa
menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk seperangkat peraturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut.
Bapepam LK juga berfungsi mengawasi dan menegakkan aturan main yang ada,
termasuk memberikan sanksi yang diperlukan kepada lembaga terkait yang melanggar aturan
main tersebut demi terciptanya pasar modal yang adil, efektif, dan efisien.
Beberapa peraturan yang berhubungan dengan tata kelola yang sehat yang ditujukan pada
lembaga-lembaga penunjang, antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, terutama yang berkaitan
dengan prinsip transparansi pengungkapan (disclosure) informasi penting, seperti :
hak memesan efek terlebih dahulu, benturan kepentingan, tender, penggabungan
usaha, usaha, peleburan, pengambil alihan, dan sebagainya.
2) Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu,
terutama menyangkut prinsip keadilan antar investor.
17
3) Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentang Laporan Keuangan, terutama
berhubungan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab
dalam penyusunan laporan keuangan.
4) Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
untuk menjamin transaksi dijalankan secara independen, jujur, dan tidak merugikan
pihak lain untuk kepentingan pihak tertentu.
5) Peraturan Bapepam Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha yang dilakukan perusahaan terbuka. Ini berkaitan dengan prinsip transparansi
dan akuntabilitas.
6) Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan
perusahaan Publik dan Emiten. Ini berkaitan erat dengan hukum persaingan usaha yang
menyangkut prinsip keadilan.
7) Peraturan Bapepam Nomor IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS. Ini
menyangkut kepentingan pemegang saham minoritas agar tidak diperlakukan secara
adil oleh pemegang saham mayoritas dalam RUPS.
8) Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 tentang Pokok-pokok Anggaran Dasar Perseroan
yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Ini
menyangkut prinsip tata kelola dan aturan main pokok perusahaan yang akan
menerbitkan ekuitas dibursa.
9) Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit. Ini menyangkut prinsip
transparansi.
10) Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan. Ini
menyangkut prinsip transparansi dan tanggung jawab perusahaan emiten.
11) Peraturan Bapepam Nomor IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan
Perusahaan Publik. Ini untuk meningkatkan profesionalisme dan tanggung jawab
anggota direksi dan komisaris dalam rangka penegakan prinsip tata kelola
perusahaan yang sehat.
18