pembahasan fitomedisin.docx

16
BAB II REVIEW JURNAL Berdasarkan Jurnal penelitian K.Rosyidah, S.A.Nurmuhaimina, N.Komari, dan M.D.Astuti yang bejudul “AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI SAPONIN DARI KULIT BATANG TUMBUHAN KASTURI (Mangifera casturi)menunjukkan hasil positif bahwa saponin dari kulit batang tumbuhan kasturi memiliki aktivitas antibakteri terhadap E.coli (penyebab diare) dan S.aureus ( penyebab penyakit kulit ) secara in vitro. Penilitian Uji fitokimia pendahuluan dari tanaman kasturi yang dilakukan Mustikasari dan Ariyani (2007) mengindikasikan bahwa batang kasturi mengandung senyawa terpenoid, steroid, dan saponin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid (Gunawan, 2008), steroid (Islam, et al., 2003), dan saponin (Prihatman, 2001) Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut universal yang dapat menyari senyawa yang bersifat polar, semi polar , dan non polar yang cocok untuk menyari senyawa saponin. Ektrak methanol kulit batang tumbuhan kasturi dipekatkan dengan rotary vaccum evaporator hingga diperoleh ekstrak methanol kering.Ekstrak metanol kering dilarutkan dalam metanol kemudian dipartisi dengan n-heksana dalam corong pisah sehingga terbentuk busa stabil. Busa yang stabil dipekatkan dengan penguap putar sampai kering sehingga diperoleh ekstrak saponin padat. Ekstrak saponin padat diimpregnasi menggunakan

Upload: halimatus-zein

Post on 03-Jan-2016

165 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

BAB II

REVIEW JURNAL

Berdasarkan Jurnal penelitian K.Rosyidah, S.A.Nurmuhaimina, N.Komari, dan

M.D.Astuti yang bejudul “AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI SAPONIN DARI KULIT

BATANG TUMBUHAN KASTURI (Mangifera casturi)” menunjukkan hasil positif bahwa

saponin dari kulit batang tumbuhan kasturi memiliki aktivitas antibakteri terhadap E.coli

(penyebab diare) dan S.aureus ( penyebab penyakit kulit ) secara in vitro.

Penilitian Uji fitokimia pendahuluan dari tanaman kasturi yang dilakukan Mustikasari

dan Ariyani (2007) mengindikasikan bahwa batang kasturi mengandung senyawa terpenoid,

steroid, dan saponin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid

(Gunawan, 2008), steroid (Islam, et al., 2003), dan saponin (Prihatman, 2001)

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Metanol

merupakan pelarut universal yang dapat menyari senyawa yang bersifat polar, semi polar ,

dan non polar yang cocok untuk menyari senyawa saponin. Ektrak methanol kulit batang

tumbuhan kasturi dipekatkan dengan rotary vaccum evaporator hingga diperoleh ekstrak

methanol kering.Ekstrak metanol kering dilarutkan dalam metanol kemudian dipartisi dengan

n-heksana dalam corong pisah sehingga terbentuk busa stabil. Busa yang stabil dipekatkan

dengan penguap putar sampai kering sehingga diperoleh ekstrak saponin padat. Ekstrak

saponin padat diimpregnasi menggunakan silika gel 60 kemudian dimasukkan ke dalam

kolom KVC. Kolom dielusi dengan pelarut kloroform:aseton (7:3). Eluat yang dihasilkan dari

proses elusi ditampung dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi. Fraksi

yang harga Rf nya sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi gabungan. Setiap

fraksi gabungan diuji aktivitas antibakterinya. Berdasarkan hasil penelitian fraksi A yang

diperoleh dari ekstrak saponin pada kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi)

dengan diameter hambat sebesar 10,3 ± 0,5 mm terhadap bakteri E.coli dan 10,8 ± 0,3 mm

terhadap S.aureus.

Berdasarkan penelitian tersebut, saya ingin melanjutkan proses uji antibakteri saponin

dari kulit tumbuhan kasturi pada Staphylococcus Aureus secara in vivo. Saponin lebih

berpotensi sebagai antibakteri dibandingkan dengan senyawa aktif lainnya. Berdasarkan

Page 2: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

literatur, Saponin bermanfaat sebagai sumber anti bakteri dan anti virus, meningkatkan sistem

kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah.

Saponin yang didapatkan,di buat seri kadar tertentu diuji secara secara in vivo dalam

bentuk sediaan krim, karena akan digunakan secara topikal. Hewan uji yang digunakan

adalah kelinci yang sebelumnya diinduksi dengan bakteri Staphylococcus aureus pada baigan

kulit hingga terjadi infeksi (terbentuk nanah) serta uji iritasi untuk menjamin keamanan

pemakaian dari sediaan krim ini.

Page 3: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

BAB III

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses

bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,

impetigo, dan infeksi luka. Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan

infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula

terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh

getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis.

Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan

pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia.

Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen,

meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995). Kontaminasi langsung

S. aureus pada luka terbuka (seperti luka pasca bedah) atau infeksi setelah trauma (seperti

osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak,

merupakan penyebab infeksi nosokomial (Jawetz et al., 1995)

Tumbuhan kasturi (Mangifera casturi) atau mangga kalimantan menarik untuk diteliti

karena tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas Kalimantan Selatan dan termasuk tumbuhan

langka. Tumbuhan kasturi tersebar di daerah Kalimantan Selatan seperti Banjarbaru,

Martapura, Kandangan, dan Tanjung. Selain itu tersebar juga di daerah Kalimantan Tengah

dan Kalimantan Timur seperti Kutai dan Tenggarong Sebrang. Dilihat dari ekologinya

tumbuhan ini hidup di daerah rawa. Buahnya menyerupai mangga kecil dan agak padat,

baunya tajam dan rasanya khas. Kulitnya tipis, licin, hijau mengkilat dengan noda gelap

(Kostermans & Bompard, 1993).

Tumbuhan dari genus Mangifera yang sudah diteliti kandungan kimianya adalah

Mangifera indica atau yang dikenal dengan sebutan mangga. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa M.indica mengandung flavonoid, terpenoid, saponin, tanin (Depkes,

2007),Uji fitokimia dari tanaman kasturi mengindikasikan bahwa batang kasturi mengandung

senyawa terpenoid, steroid, dan saponin (Mustikasari dan Ariyani , 2007). Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid (Gunawan, 2008), steroid (Islam, et al.,

2003), dan saponin (Prihatman, 2001) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri .

Page 4: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar Belakang masalah diatas maka dirumuskan suatu permasalahan sebagai

berikut:

1. Apakah krim saponin kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi) yang diuji

aktivitas antibakteri secara in vivo pada kulit kelinci dapat menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus ?

2. Pada kadar berapakah saponin yang dibuat dalam sediaan krim dapat berefek terhadap

infeksi kulit yang disebabkan Staphylococcus aureus ?

3. Apakah terjadi iritasi setelah diberikan krim saponin kulit batang tumbuhan kasturi

(Mangifera casturi)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antibakteri sediaan krim saponin dapat menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus

2. Mengetahui kadar saponin dalam sediaan krim yang dapat mengurangi infeksi kulit

yang disebabkan Staphylococcus aureus

3. Mengetahui efek samping yang ditimbulkan setelah diberikan krim saponin kulit

batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi)

Page 5: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

D. Tinjauan Pustaka

a. Morfologi tanaman

Tumbuhan kasturi (Mangifera casturi) atau mangga kalimantan menarik untuk diteliti

karena tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas Kalimantan Selatan dan termasuk tumbuhan

langka. Tumbuhan kasturi tersebar di daerah Kalimantan Selatan seperti Banjarbaru,

Martapura, Kandangan, dan Tanjung. Selain itu tersebar juga di daerah Kalimantan Tengah

dan Kalimantan Timur seperti Kutai dan Tenggarong Sebrang. Dilihat dari ekologinya

tumbuhan ini hidup di daerah rawa. Buahnya menyerupai mangga kecil dan agak padat,

baunya tajam dan rasanya khas. Kulitnya tipis, licin, hijau mengkilat dengan noda gelap

(Kostermans & Bompard, 1993).

Mangifera casturi Kosterm

Klasifikasi

Kerajaan :    Plantae

Filum         :    Tracheophyta

Kelas  :    Magnoliopsida

Ordo              :    Sapindales

Famili      :    Anacardiaceae

Genus  :    Mangifera

Spesies :    M. casturi

Nama binomial:    Mangifera casturi

Page 6: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

b. Kandungan senyawa Aktif

Tumbuhan dari genus Mangifera yang sudah diteliti kandungan kimianya adalah

Mangifera indica atau yang dikenal dengan sebutan mangga. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa M.indica mengandung flavonoid, terpenoid, saponin, tanin (Depkes,

2007),Uji fitokimia dari tanaman kasturi mengindikasikan bahwa batang kasturi mengandung

senyawa terpenoid, steroid, dan saponin (Mustikasari dan Ariyani , 2007). Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid (Gunawan, 2008), steroid (Islam, et al.,

2003), dan saponin (Prihatman, 2001) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri .

c. Maserasi

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam) : adalah

sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam

menggunakan pelarut bukan air atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode

waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia,

1995).

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

1. Digesti

2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

3. Remaserasi

4. Maserasi Melingkar

5. Maserasi Melingkar Bertingkat

d. Saponin pada kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi)

Saponin pada kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi) aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Escerichia coli Staphylococcus aureus (K.Rosyidah, et al., 2010). Saponin

adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai

sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila dikocok.

Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid. Saponin

bermanfaat sebagai sumber anti bakteri dan anti virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,

mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah.

Page 7: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

e. Bakteri Uji Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter

0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,

fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini

tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar

(20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,

berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan

S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam

virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).

Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses

bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,

impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis,

meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan

penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et

al., 1994; Warsa, 1994).

Page 8: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan Penelitian

Alat

Maserator, evaporator, oven, corong pisah dan untuk pembuatan sediaan topikal (krim)

digunakan: lumpang, timbangan analitik, spatula, sudip, vial, Laminar Air Flow, oven,

autoklaf, pipet mikro, cawan penguap, kaca arloji, perkamen, lampu spiritus dan stirrer.

Untuk uji preklinis digunakan: hand skun, masker, slit 1 ml, alat cukur, tabung reaksi, kain

kasa steril, plaster dan gunting.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit batang kasturi, pelarut organik yang

mempunyai kualitas teknis seperti CH3OH (metanol), untuk pembuatan sediaan topikal

(krim) digunakan bahan-bahan orientasi berbagai basis krim, DMSO dan etanol. Untuk uji

preklinis: larutan NaCl fisiologis, bakteri uji Staphylococcus aureus ATTC 6538 dan kelinci

Metode Penelitian Secara Skematis :

Persiapan Sampel

Ekstraksi

Partisi

Fraksinasi

Didapatkan isolate saponin murni

Pembuatan sediaan krim dengan zat aktif saponin

Induksi bakteri S.aureus pada kulit kelinci

Pengobatan krim pada kelinci

Pengamatan efek terapi dan pengamatan efek samping

Page 9: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

Jalannya Penelitian

Sampel berupa kulit batang tumbuhan kasturi dikumpulkan, dicuci dan dikeringkan di

udara terbuka. Sampel yang sudah kering dibuat menjadi potongan kecil lalu dihaluskan

dengan blender. Ekstraksi sebanyak 500 gram serbuk kulit batang tumbuhan kasturi

dimaserasi dengan 10L metanol sebanyak2 kali selama 24 jam. Selanjutnya disaring,

filtratnya dipekatkan dengan rotary vaccum evaporator hingga diperoleh ekstrak metanol

kering. Partisi ekstrak metanol kering dilarutkan dalam metanol kemudian dipartisi dengan n-

heksana dalam corong pisah sehingga terbentuk busa stabil. Busa yang stabil dipekatkan

dengan penguap putar sampai kering sehingga diperoleh ekstrak saponin padat. Fraksinasi

ekstrak saponin padat diimpregnasi menggunakan silika gel 60 kemudian dimasukkan ke

dalam kolom KVC. Kolom dielusi dengan pelarut kloroform:aseton (7:3). Eluat yang

dihasilkan dari proses elusi ditampung dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan

sejumlah fraksi. Fraksi yang harga Rf nya sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa

fraksi gabungan. Setiap fraksi gabungan diuji aktivitas antibakterinya.

Uji aktivitas antibakteri.

Saponin dibuat seri kadar tertentu kemudian dalam sediaan krim. Formulasi krim

sediaan topikal sebagai bahan aktif digunakan saponin (hasil isolasi) yang telah dimurnikan.

Bahan dasar krim dipilih melalui orientasi terhadap berbagai buku standar pembuatan sediaan

krim. Bahan dasar yang lebih baik sifatnya ditetapkan melalui uji preklinis sediaan.

Evaluasi sediaan mencakup pemeriksaan pemerian, meliputi penampilan, warna dan

bau. Pemeriksaan homogenitas dilakukan menurut cara berikut: Ditimbang 0,1 gram sediaan,

kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca yang transparan, sehingga krim terlihat

homogen dan tak boleh ada bintik-bintik partikel di bawah mikroskop. Pemeriksaan daya

tercuci krim, dilakukan menurut cara berikut: Ditimbang 1 gram krim, dioleskan pada telapak

tangan, kemudian dicuci dengan sejumlah volume air yang dilewatkan melalui buret

makrometer. Sambil membilas tangan secara periodik, diamati apakah ada atau tidak krim

yang masih menempel pada tangan. Pemeriksaan tipe krim dilakukan dengan cara

memberikan satu tetes larutan metilen biru pada 0,1 gram krim, kemudian diamati

penyebaran warna metilen biru dalam sediaan dibawah mikroskop. Jika warna menyebar

secara merata pada sediaan krim, berarti tipe krim adalah minyak dalam air (M/A), tetapi jika

warna hanya berupa bintik-bintik,berarti tipe krim adalah air dalam minyak (A/M).

Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan kertas pH universal.

Page 10: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

Uji preklinis secara in-vivo dilakukan sebagaimana yang umum dilakukan oleh para

peneliti lain. Sediaan krim yang paling stabil secara fisika dan kimia, diuji aktifitas

antibakteri topikalnya terhadap kulit kelinci yang sudah terinfeksi. Kelinci dikarantinakan

selama satu malam, kemudian dicukur bulu punggungnya sampai bersih dan dibiarkan selama

satu malam. Kemudian dibuat suspensi bakteri Staphylococcus aureus yang berusia 18-24

jam dan 0,5 ml suspensi bakteri ini disuntikkan pada kulit punggung kelinci dengan hati-hati.

Penyuntikan dilakukan sebanyak 6 kali pada tempat yang berbeda. Bekas suntikan ditutup

dengan kain kasa untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah 2 jam dioleskan sediaan krim

pada tempat terinfeksi dan sebagai pembanding digunakan krim kloromfenikol. Masing-

masing sediaan krim menggunakan 1 kelinci dan infeksi sebelah kanan diberi perlakuan

sediaan krim, sedangkan yang disebelah kiri tanpa perlakuan. Setelah diberi sediaan,

permukaan yang terinfeksi ditutup kembali dengan kain kasa supaya tidak terjadi infeksi

sekunder. Pemberian krim selanjutnya dilakukan 2 kali sehari dan pengamatan dilakukan

setiap hari sampai sembuh.

Parameter yang diamati ialah luas daerah pembengkakan (udema), pemerahan

(eritema) dan ada atau tidaknya nanah pada daerah infeksi. Uji iritasi sediaan krim:

Pengujian dilakukan melalui uji tempel pada kulit kelinci menurut Formularium Kosmetika

Indonesia. Kulit perut kelinci dicukur bulunya sampai bersih, lalu dioleskan 0,1 gram krim

secara merata, kemudian ditutupi dengan perban dan plester. Setelah dibiarkan selama 1x24

jam, diamati gejala yang ditimbulkan, berupa bercak merah, bengkak atau berbintik-bintik.

Pengujian pada kulit kelinci memberikan hasil yang baik jika tidak menimbulkan iritasi.

SARAN

Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan uji toksisitasnya, dilakukan standarisasi oleh

BADAN POM, uji klinis pada manusia untuk menjadi fitofarmaka.

Page 11: PEMBAHASAN fitomedisin.docx

TUGAS JURNAL PENELITIAN

FITOMEDISIN

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI SAPONIN DARI KULIT BATANG TUMBUHAN KASTURI (Mangifera casturi)

Pengampu : Maulita Cut Nuria, MSc ., Apt

Disusun oleh :

Halimatus s Zein

(105010567)

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2012