uco pembahasan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada tanggal, 07 Desember 1975, pemerintah Indonesia dengan kekuatan
militernya telah menginvasi dan mengklaim wilayah Timor-Leste menjadi bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tidak diterima oleh masyarakat
Timor Leste dan diperkuat oleh hukum internasional, yang hanya mengakui Timor
Leste merupakan bagian administrasi dari pemerintahan Portugal. Untuk itu, secara
de jure atau yuridis, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui bahwa Timor
Leste adalah wilayah pemerintahan portugis hingga adanya pemberian kebebasan
kepada masyarakat Timor Leste untuk menentukan nasibnya sendiri. Artinya, ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republic Indonesia atau merdeka,
berfederasi dengan Australia, kembali bergabung dengan Portugal atau berintegrasi
ke Indonesia.
Fakta menunjukan bahwa pemerintah Indonesia, di bawah kekuasan
presiden Soeharto, telah memerintah secara de facto di wilayah Timor Leste selama
24 tahun. Keinginan rakyat Timor Leste pada waktu itu untuk bergabung dengan
Australia maupun kembali ke pemerintahan Portugis semua tidak terjadi.
Masyarakat Timor Leste mayoritas hanya ingin memisahkan diri dari kekuasan
pemerintah Indonesia atau ingin menetukan nasibnya sendiri (merdeka).
Selama masa pendudukan Pemerintahan Indonesia di Negara Republik
Demokratik Timor-Leste( RDTL), yang telah menyatakan kemerdekaan pada
1
tanggal 28 Nevember 1975 namun tetap saja disebut sebagai Propinsi Timor-Timur
yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
undang-undang nomor 07 pada tahun 1976, tertanggal, 17 Juli 1976, yang
diputuskan berintegrasi kekesatuan Republik Indonesis sebagai propinsi yang ke
27. pemerintah Indonesia berperan aktif dalam pembangunan, diberbagai bidang,
salah satu sektor adalah sektor Infrastruktur yakni; membangun gedung sekolah,
gedung perkantoran, serta perumahan-perumahan baik itu milik instansi pemeritah
maupun perusahan perusahan swasta, yang mana saling bekerjasama. Namun
demikian tahun 1999, pada masa pemerintahan B.J. Habibie sebagai Presiden
Indonesia pada saat itu secara diplomatik menawarkan opsi kepada masyarakat
Timor-Timur untuk menentukan nasib sendiri atau otonomi yang seluas-luasnya
dengan jalan melakukan referedum, berdasarkan pada perjanjian 5 Mei 1999 yang
diadakan di Newyork, Amerika Serikat antara pemrintah Portugal dan pemerintah
Indonesaia yang telah diprakasai oleh pereikatan bangsa-bangsa (PBB). Dimana
dalam isi perjanjian tersebut mengatakan bahwa “memberikan kesempatan kepada
rakyat Timor-timur untuk menentukan nasib sendiri dengan jalan melaksanakan
referendum.
Maka masyarakat Timor-Timur dengan dukungan Dunia Internasional
tepatnya pada tanggal 30 Agustus 1999, masyarakat Timor-Timur melaksanakan
pemilu (Referendum) tersebut atas prakrasa Dewan keamanan Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB). dalam penyelenggaraan referendum ini dimemenangkan
oleh Pro-kemerdekaan dengan suara terbanyak yakni, (78,5% suara) dan pihak pro-
otonomi yang mendukung pemerintah Indonesia hanya memperoleh 21,5% suara.
2
Dengan hasil tersebut, pemerintah Indonesia telah meninggalkan propinsi
kesayangan Timor-Timur pada tanggal, 04 September 1999. Atas kemenangan
masyarakat Timor Leste yakni “pro-kemerdekaan”, mengakibatkan terjadinya
pembumihangusan diseluruh wilayah Timor Leste terhadap sebagian bangunan-
bangunan yang dibangun oleh pemerintah Indonesia, namun masih ada sebagian
bangunan-bangunan yang masih utuh berupa perumahan- perumahan atau aset lain
yang berada di kota Dili dan di kota-kota lain di Timor Leste masih tampak ada
yang dikuasai oleh masyarakat Timor Leste pada tahun 1999 hingga saat ini.
Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat Timor Leste dangan
menempati perumahan-perumahan peninggalan milik pemerintah Indonesia
tersebut walaupun secara ilegal karena pada saat itu terjadi kevakuman hukum,
untuk mengatur kepemilikan bangunan-bangunan tersebut., maka dengan hadirnya
perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNTAET (United Nation
Transitional Administration in East Timor) bertujuan untuk membantu memulihkan
kembali stabilitas keamanan, kevakuman hukum dan keadaan ekonomi yang morat-
marit, pemerintah transisi mengeluarkan udang-undang, salah satunya adalah
Regulasi UNTAET No 1 tahun 1999 tentang pembentukan pemerintahan transisi di
Timor Leste. Dalam pasal 7 yang mengatur secara khusus tentang benda bergerak
dan benda tidak bergerak yang ada di Timor Leste bertujuan melindungi dan
menyelamatkan aset-aset peninggalan pemerintah Indonesia yang pada suatu saat
akan dikuasai oleh negara dan dijadikan menjadi milik pemerintah Timor-Leste
menurut hukum yang berlaku.
3
Regulasi tersebut di atas ditindak lanjuti dengan Regulasi UNTAET Nomor
27 tahun 2000 untuk mempertahankan benda tidak bergerak, akan tetapi
pemerintah transisi mengalami kendala karena banyak penempatan perumahan oleh
masyarakat secara ilegal, baik itu perumahan pemerintah, perumahan swasta
maupun perumahan masyarakat biasa. Namun selama pemerintah UNTAET
berkuasa telah mencoba mengidentifikasi perumahan-perumahan dan aset-aset lain
yang telah ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia maupun masyarakatnya paska
referendum di tahun 1999.
Setelah restorasi kemerdekaan Negara Republik Demokratik Timor-Leste
pada tanggal, 20 Mei tahun 2002, serta penyerahan kekuasaan oleh pemerintah
Transisi (UNTAET) kepada pemerintah Timor-Leste. Dalam menjalankan
pemerintahan, pemerintah Timor Leste telah membuat suatu peraturan yang
mengatur harta benda bergerak dan harta benda yang tidak bergerak yang
ditinggalkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia paska referendum,
pemerintah Timor-Leste telah mengeluarkan undang-undang atau Lei No 1 tahun
2003 “tentang kepemilikan benda bergerak dan benda tidak bergerak atau
kepemilikan pribadi maupun umum yang tergolong dalam kategori harta milik
pemerintah RDTL”. Dengan diberlakukannnya undang-undang No 1 tahun 2003
maka pemerintah Timor Leste melalui kantor bagian pertanahan berusaha
mengidentifikasi asset-asset milik pemerintah Portugal dan pemerintah Indonesia
untuk didata, didaftarkan dan menjumlahkan perumahan-perumahan yang ada.
4
Dalam pendataan yang dilakukan oleh kementrian kehakiman melalui
DNTP (Dirasaun Nasional Terras e Propriadade) atau Badan Pertanahan Nasional
(BPN)dan adanya kesadaran dari masyarakat mendaftarkan rumah yang ditempati,
bertujuan untuk mengetahui jumlah perumahan yang ditempati oleh masyarakat
secara ilegal. Berdasarkan pada pasal 16 ayat 1 UU nomor 1 tahun 2003
mengatakan bahwa” laiha aktu sira ba dispozisaun (fa’an ka fo) kona-ba soin metin
iha fatin ne’ebé Estadu Portugues hanesan na’in to’o iha loron 7 fulan Dezembru
tinan 1975, ne’ebé selebra tiha ona entre loron 7 fulan Dezembru tinan 1975 no
loron 19 fulan Maiu tinan 2002, no mos hanesan sira ne’ebé Administrasaun
Indonesia halo”,. (dilarang menjual atau memberikan atau menghibahkan benda
tetap yang dimiliki oleh pemerintah portugis hingga tanggal 7 Desember 1975
maupun benda-benda tetap yang diatur oleh pemerintah Indonesia hingga tanggal,
17 Mei 2002 ( tidak bukti ada pembagain ( penjualan atau pemberian) atas hak
milik terhadap benda tidak bergerak milik pemerintah pertogues mulai dari tanggal
7 Desember 1975 sampai dengan tanggal 17 mei 2002, dan juga seperti hak milik
benda tidak bergerak yang pemerintah Indonesia telah ditinggalkan.
Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 1 tahun 2003 memberikan
batas waktu kepada masyarakat untuk melakukan pendaftaran atas penempatan
perumahan tersebut dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember
2003, bagi masyarakat dalam negeri. Sedangkan untuk warga Negara asing berada
di luar Negeri diberikan batas waktu hanya sampai pada tanggal 19 Mei 2002.
Pasal 13 ayat 1-3 Lei No 1/2003 mengatakan bahwa:
5
A. Ema rai liur bele, iha prazu tinan ida nia laran hahu husi loron ne’ebe lei ida
nee Tama iha vigor, intrega informasaun sira hotu ba DNTP kona ba soin metin
iha fatin ema sira ne’ebe nai’n to loron 19 fulan Maiu tinan 2002 ba efeitu sira
lei ida sei harii (untuk mereka atau orang yang bukan warga negara Timor
Leste, diberikan batas waktu satu tahun sesudah peraturan ini peraturan ini
diimplementasikan, dapat memberikan semua informasun kepada Badan
Pertanahan Nasional (BPN) atas hak milik benda tidak bergerak sampai dengan
tanggal 19 Mei tahun 2002 untuk mengantisipasi peraturan yang baru)
B. Ba efeitu ne’ebe iha numeru liu ba hateten, tenke halibur kedas provas sira hatu
nian neebe presiza, karik la halo nu’ne’e soin metin iha fatin hirak ne’e fila ba
stadu ( seperti yang telah tertera atau tertulis diatas, bahwa harus
mempersiapakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, jika tidak maka benda
tidak bergerak tersebut kembali kepada pemerintah);
C. Aktu sira hanesan dispozisaun (fa’an ka fo) kona ba soin metin iha fatin husi
sidadaun estranjeiru sira ne’ebe realizadu ona molok ona 20 fulan Maiu tinan
2002 hahu lei ida ne’e konsidera nu’udar aktu sira ne’e laiha (bukti yang telah
di disposisi (penjualan atau pemberian) atas benda tidak bergerak dari warga
negara asaing yang telah dibuktikan sebelum tanggal 20 Mei tahun 2002
sesuadah undang-undang ini berjalan, dinyatakan tidak berlaku).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2003, Dirasaun Nasional
Terras e Propriadade (DNTP) bukan berarti akan mengambil alih kepemilikan,
akan tetapi bertujuan untuk mengetahui hak pemakaian atas aset peninggalan
pemerintah Indonesia oleh masyarakat Timor-Leste khususnya kota Dili. Dengan
6
demikian memperjelas bahwa hak milik pemerintah yang diberikan atau disewakan
kepada masyarakat, hanya mempunyai hak pakai bukan hak milik sehingga suatu
waktu pemerintah membutuhkan tanah dan perumahan tersebut demi kepentingan
umum maka akan mengambil alih kepemilikannya. Di lain pihak masyarakat yang
tidak memenuhi kewajiban membayar iuran atau sewa kepada pemerintah,
pemerintah mempunyai hak untuk mengambil-alih kepemilikan benda-benda tidak
bergerak tersebut (perumahan) untuk disewakan kepada masyarakat mempunyai
kemampuan yang membayar uang sewa, dalam pasal 58 mengatakan bahwa “setiap
warga Negara berhak untuk diri dan keluardanya, atas sebuah tempat tinggal
dengan ukuran yang memadai, memenuhi syarat-syarat higenis dan kenyaman yang
dapat mendukung terselenggaranya kehidupan layak”. Pasal ini mempunyai
perbedaan dengan pasal 54 sehingga menimbulkan permasalahan bagi masyarakat
yang tidak ingin temapt yang sudah di temapti selama beberapa tahun diberikan
atau diambilalihkan oleh pemerintah dan bagi pemerintah sendari dalam
menyelesaikan pemberian ganti rugi kepada masyarakat atas tanah atau rumah
diambil-alihkan kepemilikan oleh pemerintah dipastikan mendapatkan ganti rugi
yang layak sesuai dengan undang-undang atau prosedur hukum yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Menyangkut pemberian ganti rugi yang layak kepada masyarakat diatur
dalam Konstitusi RDTL. Pasal 54 dari ayat 3 dan 4 Konstitusi Republik
Demokratik Timor Leste mengatakan bahwa :
7
A. Atu hetan eh hasai ema ida nia propriedade privada hodi halo ba uzu
publiku, tenke selu indeminizasaun loloos ba sidadaun, tuir lei haruka
( permintaan dan pelepasan hak untuk kepentingan umum hanya dapat
dilakukan melalui suatu pembayaran ganti rugi berdasarkan uanfang-
undang);
B. Ema sidadaun nasional de’it maka bele iha direitu propriedade sidadaun
nian (hanya warga nasional yang berhak untuk mendapatkan hak milik
atas tanah).
Dengan demikian pasal 54 Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste
menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan ganti rugi kepada setiap warga
negara yang rumah dan tanahnya digunakan oleh pemerintah demi pembangunan
nasional menurut undang-undang yang berlaku dan hanya warga Negara Timor
Leste yang mempunyai hak milik pribadi. Untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat maka pemerintah membuat peraturan yang baru
yaitu pada tahun 2004 pemerintah Timor-Leste mengeluarkan peraturan pemerintah
Nomor 19 tahun 2004 tentang senyewa-menyewa atas benda-benda milik negara
“dekretu lei No 19 tahun 2004“ rejime juridiku ba soin metin iha fatin: (Afetasaun
ofisial no arendamentu husi soin ne’ebé tama iha dominu privadu estadu nian).
Berdasarkan lei Nomor 1 tahun 2003 maka nain ba soin metin, hasai katak
dispozisaun soin metin iha fatin domino privadu Estadu nian mos hanesan rejime
ba arrendamentu no administrasaun soin metin iha fatin hirak ne’e sei regula husi
dekretu lei( undang-undang no 19 tahun 2004 tentang benda tidak
8
bergerak :”masalah yang terpenting dari sewa menyewa benda tidak bergerak
termasuk milik pemerintah).
Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2004 menyatakan bawah semua
benda yang tidak bergerak telah menjadi milik negara atau pemerintah, walaupun
telah ditempati dan tidak ditempati juga pemerintah belum menggunakan benda
tersebut harus mendapatkan legislasi dari pemerintah menurut undang-undang yang
telah ditetapkan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang baru ini
pemerintah berupaya memberikan kesempatan kepada masyarakat agar
mendaftarkan rumah yang mereka tempati serta membayar iuran atau uang sewa
kepada pemerintah menurut ketetapan dan prosedur yang diterapkan oleh Badan
Pertanahan Nasional (DNTP).
Paska restorasi kemerdekaan Timor Leste dan dikeluarkannya berbagai
undang-undang dan peraturan pemerintah oleh lembaga negara yang berwenang,
antara lain; peratuaran yang mengatur tentang benda bergerak maupun benda tidak
bergerak yang berada di Timor Leste, tampaknya masih terdapat kekurangan
peraturan hukum yang mengatur secara menyeluruh atas benda-benda tersebut.
Untuk itu, diperlukan adanya undang-undang dan peraturan pemerintah yang
pernah berlaku di Timor Leste dinyatakan tetap berlaku. Hal ini dipertegas oleh
pasal 165 Konstitusi RDTL “bahwa hukum atau undang-undang yang sebelumnya
berlaku di Timor Leste akan tetap berlaku berkaitan dengan semua hal, kecuali bila
bertentangan dengan UUD atau asas-asas hukum internasional. Menyangkut hal
ini, sebelum restorasi kemerdekaan Timor Leste, telah dicantumkan di dalamn
9
regulasi UNTAET Nomor 1 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1, bahwa sampai saatnya
digantikan oleh peraturan-peraturan UNTAET atau peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga negara di Timor-Leste yang didirikan secara
demokratis, hukum-hukum yang telah diterapkan di Timor-Leste sebelum tanggal,
25 oktober 1999, akan tetap diterapkan di Timor-Leste, sejauh mana hukum-hukum
tersebut tidak bertentangan dengan standar-standar hukum internasional yang ada.
Interpretasi pemberlakuan hukum sebelum tanggal, 25 oktober 1999,
dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste, adalah kurang jelas. Artinya adalah
hukum negara mana yang seharusnya dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste.
Tentu semua orang mengetahui bahwa semua peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintahan transisi (UNTAET), akan tetap berlaku di Timor Leste hingga
adanya peraturan lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Timor Leste.
Namun yang menjadi persoalan adalah hukum negara manakah yang
dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste. Apakah hukum negara Indonesia ataukah
hukum negara Portugis yang pernah berlaku dinyatakan tetap berlaku? Secara
hukum, dunia internasional mengetahui bahwa keberadaan negara Indonesia
selama 24 tahun di Timor Leste adalah suatu aneksasi dan perbuatan melawan
hukum sehingga selama keberadaan pemerintahannya di Timor Leste tidak diakui
oleh masyarakat internasional. Di lain pihak, selama keberadaanya, telah
menciptakan banyak peraturan-peraturan hukum di Timor Leste dan masyarakat
Timor-timur pada waktu itu dan hingga saat ini banyak yang telah mengetahui dan
10
mengerti dengan baik hukum negara Indonesia. Sehingga ditafsirkan bahwa hukum
yang pernah berlaku di Timor Leste adalah hukum negara Indonesia.
Secara hukum penafsiran hukum Indonesia yang dianggap sah dan berlaku
di Timor Leste adalah tidak benar, yang benar adalah hukum negara Portugal.
Karena resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 384 tahun 1975, tertanggal, 22
Desember, dan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 389 tahun 1976, tertanggal
22april 1976,mendesak Indonesia untuk segera menarik segala peralatan militer
dan pemerintahannya dari Timor Leste karena Timor Leste adalah merupakan
propinsi seberan lautan yang merupakan bagian pemerintahan Portugis. Namun
pemerintah Indonesia pada waktu itu tidak memperhatikan dan mengabaikan
desakan tersebut, sehingga akhirnya pada tanggal, 30 Agustus 1999, dilakukan
referendum di Timor Leste. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka Parlamen
Nasional, melalui sidang pleno, mengeluarkan undang-undang nomor 10 tahun
2003, tertanggal, 22 Desember 2003, dimana dalam pasal 1 mengatakan bahwa
dimengerti bahwa undang-undang yang berlaku di Timor Leste adalah undang-
undang negara Indonesia yang pernah berlaku secara de facto, dinyatakan tetap
berlaku hingga adanya perubahan undang-undang yang baru.
Berdasarkan dasar hukum tersebut di atas, maka undang-undang pokok
agraria Indonesia (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 tetap berlaku dan digunakan
sebagai dasar hukum untuk mengatur tentang hak kepemilikan atas tanah dan
rumah di Timor Leste. Undang-Undang Pokok Agraria ini, diperkuat dengan
peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 1976 yang mana telah memperjelas tentang
11
subyek hak pakai serta didukung peraturan perundang-undangan Nomor 40 tahun
1996, yang mengatur tentang hak sewa menyewa. Dan selanjutnya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997, Peraturan Menteri (permen) agraria atau
kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 3 tahun 1997, mengatakan bahwa
walaupun adanya undang-undang Nomor 1 tahun 2003 dan Undang-undang
Nomor 19 tahun 2004, serta undang-undang lainnya, masyarakat yang telah
mengetahui dengan jelas tentang undang-undang tersebut, maka masyarakat
menuruti kebijakan-kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan oleh kementrian
kehakiman melalui Padan Pertanahan Nasional (Dirasaun Nasional Terras e
Propriadade). Dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut sudah efektif,
namun masih menimbulkan banyak permasalahan baru tentang persengketan tanah
dan rumah, hal ini yang mengakibatkan dalam pembayaran iuran atau sewa kepada
pemerintah menemui kendala. Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian
untuk mengetahui sejauh mana pemerintah Timor-Leste menanggani dan mengatasi
permasalahan yang selama ini terjadi dalam masyarakat, yang menempati aset
peninggalan pemerintah Indonesia antara lain; benda-benda yang tidak bergerak
yakni perumahan-perumahan yang berada di kota Dili. Selanjutnya untuk
mengetahui masyarakat yang menempati aset tersebut diwajibkan membayar uang
sewa kepada pemerintah Timor-Leste sesuai hukum dan peraturan yang berlaku.
12
Oleh karena itu, maka mendorong penulis untuk menulis proposal skripsi
ini dengan judul :
Pemberian hak sewa menyewa atas benda yang tidak bergerak dari hasil
peninggalan pemerintah Indonesia di kota Dili oleh DNTP (Dirasaun Nasional
Terras e Propriedade)”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka permasalahan yang
akan diteliti adalah;
1.2.1 Bagaimanakah prosedur untuk memperoleh hak pakai terhadap
benda yang tidak bergerak milik pemerintah Indonesai yang berada
di negara Timor Leste?
1.2.2 Apakah peranan Badan Pertanahan Nasional (DNTP) dalam
mengatur hak sewa atas benda tidak bergerak terhadap masyarakat
di kota Dili?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di sini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut di atas, yakni :
13
1.3.1 Untuk mengetahui dan menjelaskan prosedur untuk memperoleh
hak pakai atas benda-benda tetap milik negara di Timor Leste,
khususnya di kota Dili
1.3.2 Untuk mengetahui dan mencatat jumlah aset perumahan
peninggalan pemerintah Indonesia yang ditempati oleh
masyarakat Timor-Leste, khususnya di lingkungan kota Díli.
1.3.3 Penelitian tersebut untuk mengetahui presentasi pembayaran
iuran oleh masyarakat kepada pemerintah Timor-Leste.
1.3.4 Penelitian tersebut untuk mengetahui peranan Badan Pertanahan
Nasional (DNTP) dalam mengatur pemberian hak sewa benda
tidak bergerak atau aset peninggalan pemerintah Indonesia oleh
masyarakat di kota Dili.
1.3.5 Sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan
tahap akhir, agar dapat mencapai gelar sarjana (S1)
1.4 Maksud Penelitian
Penelitian tersebut bermaksud untuk menghasilkan tulisan serta karya
ilmiah bagi para pembaca dapat memahami konsep tentang“ Pemberian hak sewa
atas benda yang tidak bergerak dari hasil peninggalan pemerintah Indonesia di
kota Dili oleh DNTP( Dirasaun Nasional Terras e Propriedade”
14
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi penulis, karya ilmiah ini sebagai bahan juga landasan teori
yang dikontribusikan oleh penulis kepada segenap civitas akademi
UNPAS serta perpustakaan, khususnya fakultas hukum;
1.5.2 Penelitian ini berguna bagi universitas sebagai bahan referensi untuk
perpustakaan dan para mahasiswa yang akan melakukan penelitian
selanjutnya;
1.5.3 Penelitian ini agar bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
khususnya sebagai bahan refensi atau landasan teori bagi peneliti-
peneliti selanjutnya;
1.5.4 Kepada pemerintah, Melaui karya ilmiah ini, penulis berharap
kepada pemerintah Timor-Leste guna menyelesaikan permasalahan
persengketaan tanah serta perumahan peninggalan pemerintah
Indonesia yakni di kota Dili.
1.6 Sistimatika Penulisan
Agar mempermudah dalam memahami isi dari skripsi ini,maka sistematika
penulisan yang penulis kemukakan sebagai berikut;
1.6.1 Dalam bab I Menguraikan secara ringkas tentang latar belakang
masalah, peremusan masalah serta tujuan dan maksud, manfaat,
sistimatika penulisan penelitian bagi penulis dan Universitas.
1.6.2 Dalam bab II Mnguraikan tentang landasan teori yaitu
memberikan pandangan umum tentang hak sewa menyewa bendaa
15
yang tidak bergerak dan menurut teori teori yang ada relevansinya
dengan permasalahan, dan hipotesa.
1.6.3 Dalam bab III Mengraikan tentang metodologi yang di gunakan
dalam penelitian yaitu identifikasi variable jenis penelitian,jenis dan
sumber data, lokasi penelitian,metode pengumpulan data,defenisi
operasional, teknik analisis data.
16
BAB II
TUNJUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tanah dan Bumi
Menurut undang-undang pokok agraria Nomor 5 tahun 1960 adalah
permukaan bumi, dan tubuh bumi serta yang berada didalam air, adalah bagian dari
bumi yang disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan bahwa bukan pengatur tanah
dalam segala aspek, melainkan hanya pengatur atas salah satu aspeknya, yakni
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Pengertian tanah pada pasal 4
(ayat1) Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu dasar hukum menguasai negara
seperti yang dimaksud pada pasal 2, “adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi yakni tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain maupun badan-badan
hukum”1, berdasarkan hukum maka tanah dalam pengertian yuridis adalah
permukaan bumi.
Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan
bumi, yang berbatas, berdemensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sedangkan
ruang pengertian yuridis, yang terbatas, berdemensi tiga yaitu panjang, lebar, dan
tinggi (dalam hukum penataan ruang). Dengan demikian hak atas tanah adalah hak
yang memberi kewenangan kepada pemegang haknya agar mempergunakan atau
memanfaatkan tanah yang dihakinya.
“Menurut Effendi Perangin, menyatakan bahwa hukum tanah adalah
keseluruhan peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah merupakan lembaga-lembaga
1 Supriadi ,S.H.M.Hum., hukumagraria., hlm 3, Sinar Grafika.cetakan pertama, 2007
17
hukum serta instruksi hukum yang konkrit.2 Sedangkan menurut Boedi Harsono,
bahwa hukum tanah negara-negara dipergunakan apa yang disebut asas accessei
“asas perlekataan, “adalah bangunan-bangunan dan benda-benda tanaman yang
terdapat diatasnya merupakan satu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian
dari tanah yang bersangkutan”. Adapun asas perlekataan dibagi menjadi dua
yaitu:
A. Asas perlekatan horizontal (Horizontal Accessei Beginset);
Menurut KitabUndang-Undang Hukum Perdata menganut asas perlekatan,
yaitu asas yang melekatkan suatu benda pada benda pokoknya. Akan tetapi asas
perlekatan tersebut terdiri dari perlekatan horizontal atau mendatar, dan perlekatan
vertikal/menurun tersebut yang diatur dalam perumusan pasal 500 berbunyi “
segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalm suatu kebendaan, seperti
pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam, maupun hasil karena
pekerjaan orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu laksana
dahan dan akar terpaut pada tanahnya, kesemuanya itu adalah bagian dari
kebendaan tadi.3 Pasal 506 berbunyi kebendaan yang tak bergerak ialah:
1. pekarangan-pekarangan dan apa yang tidak didirikan diatasnya;
2. penggilingan-penggilingan, kecuali apa yang nanti akan dibicarakan
dalam pasal 510;
3. pohon-pohon dan tanaman ladang, yang dengan akarnya menancap
dalam tanah; buah-buahan pohon yang belum dipetik; demikian pun
2Urip Santoso, S.H.,M.H.,Hukum Agraria dan hak-hak atas tanah, hlm 10, 11., Kencana Prenada Media Group, 2007 cetakan ke 3 3
18
barang-barang tambang seperti : batu bara, samaph bara,dan sebagainya,
selama benda-benda itu belum terpisah dan digali dari tanah;
4. kayu tebangan dari kehutan –hutanan dan kayu dari pohon-pohon yang
terbentang tinggi, selama kayu-kayuan itu belum dipotong.
5. pipa-pipa dan got-got yang diperuntukan guna menyalurkan air dari
rumah atau pekarangan, dan pada umumnya segala apa yang tertancap
dalam pekarangan atau terpakudalam bangunan rumah.4
dan pasal 507 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa
Karena peruntukannya, termasuklah dalam paham kebendaan tak bergerak
1. dalam perusahan pabrik: barang-barang hasil pabrik itu sendiri,
penggilingan-penggilingan, pengglembengan besi dan barang yang tak
bergerak yang sejenis itu, apitan besi, kuali pengukusan,tempat api,
jambang-jambang, tong,tong, dan perkakas-perkakas sebagainya yang
termasuk dalam asas pabrik, pun sekiranya barang-barang itu tak
tertancap atau tak terpaku;
2. dalm perumahan: cermin-cermin, lukisan-lukisan dan perhiasan lain-
lainnya,sekedar barang-barang itu dilekatkan pada papan atau pasangan
batu yang merupakan bagian dinding, pagar plesteran ruangan, pun
sekiranya barang-barang tak terpaku;
3. dalam kemilikan tanah: lungkang atau timbunan gemuk diperuntukan
guna merabuk tanah; burung merpati temasuk dalam kawan, saran
4 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hlm 157dan 158., PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005
19
burung yang dapat dimakan, selama belum dipetik; ikan yang ada dalam
kolam;
4. bahan pembangunan gedung berasal dari perombakan gedung; jika
diperuntukan guna mendirikan kembali gedung itu; dan pada umumnya,
benda-benda yang oleh sipemilik telah dihubungkan dengan kebendaan
tak bergeraknya guan dipakai selamanya; sipemilik dianggap telah
menghubungkan benda-benda yang demikian kepada kebendaan tak
bergeraknya, bilamana benda-benda itu dilekatkan padanya dengan
pekerjaan menggali, pekerjaan kayu atau pemasangan batu, atau
bilamana benda-benda itu tidak dapat dilepaskan dengan tidak memutus
atau merusaknya atau dengan tidak memutus atau merusak bagian dari
kebendaan tak bergerak tadi, dimana benda-benda itu dilekatkannya.5
. Selanjutnya menurut Soebekti, asas perlekatan dianut oleh KitabUndang-
Undanh Hukum Perdata hal mana terlihat dalam perumusan pasal 500 yang
berbunyi “ segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalam sesuatu
kebendaan, seperti pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam,
maupun hasil karan pekerjaan orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada
kebendaan itu laksana dahan dan akar terpaut pada tanahnya, kesemuanya itu
adalah bagian dari kebendaan tadi.” Pasal 506 dan pasal 507 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat
5 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, KUH Per, hlm 158-159, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005
20
pada benda pokok secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pokoknya.
Berkaitan dengan pendapat yang dikemukan oleh Soebekti diatas maka
Kleiyn mengatakan bahwa“ asas asesi dapat ditemukan dalam rumusan pasal 506
dan pasal 507 Kitab Undang-Undang Hukmum Perdata, yaitu dalam perumusan
benda tidak bergerak dimana disebutkan bahwa perlekatan dari suatu benda
bergerak erancap dan terpaku pada benda tidak bergerak secara yuridis harus
dianggap sebagai benda tidak bergerak, perlekatan harus sedemikian rupa sehingga
apabila keduanya dipisahkan satu sama lain, maka ini akan menimbulkan
kerusakan kepada salah satu atau kedua benda itu
. Tetapi apabila pemisahan tersebut tidak menimbulkan kerusakan pada
benda-benda itu maka ketentuan tadi tidak berlaku. demikian pula pada pasal 500
Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hubungan antar kedua
benda tersebut harus terpaut sedemikan rupa seperti dahan dengan akarnya. selain
dikenal asas perlekatan yang bersifat horizontal, dikenal pula asas perlekatan yang
vertikal yang diatur dalam pasal 571 Kitab Undang Hukum Perdata (hak milik
sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atasnya dan
didalam tanah itu”,6 bertitik tolak dari ketentuan pasal 572 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, jelaslah bahwa semua benda yang terdapat di atas tanah (tambang)
termasuk sipemilik tanah.
dalam pasal 571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan
bahwa :“ hak milik atas sebidang tanah mengadung didalamnya, kemilikan atas
6 Prof. R Subekti, S.H. dan R.Tjitrosudibio, KUH Perdata, hlm 157,158, 171, PT Pradnya Paramita, Jakarta,2005
21
segala apa yang ada diatasnya dan dudalam tanah. Diatas bolehlah sipemilik
mengusahakan segala tanaman dan mendirikan setiap bangunan yang disukai,
dengan tak mengurangi akan beberapa pengecualian tersebut dalam bab keempat
dan keenam buku ini. Dibawah tanah bolehlah ia membuat menggali sesuka hati
dan memiliki segala hasil yang diperoleh karena penggalian itu, dengan tak
mengurangi akan perubahan-peruabahan yang kiranya harus diadakan berhubung
dengan perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang petambangan,
pengambilan bara, sampah terpendam dan sebagainya.”7
Selanjutnya Menurut Mahadi, mengatakan dalam pasal 571 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata terbesit asas mengikuti, dalam hal ini sifat
mengikuti tanah, lebih ,luas lagi sifat mengikuti kedudukan yuridis tanah,
maksudnya segala barang yang melekat pada tanah mengikuti kedudukan yuridis
tanah. dimana sudah mendapat kedudukan sebagai barang tidak bergerak, maka
segala tanaman dan bangunan yang ada di atasnya menjadi barang tidak bergerak
dan bersatu dengan pemilik tanah.8
B. Asas pemisahan horizontal (horizontal scheiding)
Adanya berlainan dengan asas yang terdapat pada negara-negara yang
menggunakan asas perlekatan, hukum tanah yang dianut oleh Undang-Undang
Pokok Agraria bertumpu pada hukum adat, dimana tidak mengenal asas perlekatan
tersebut, melainkan menganut asas pemisahan Horizontal (dalam bahasa belanda
7 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, hlm 171, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 20058 Supriadi, SH.M.Hum, hukum agraria, hlm. 3,4. Urip SantosoS.H.,M.H. hukum agraria dan hak-hak atas tanah.hlm,10,hlm.11, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007
22
disebut Horizontal scheiding), dimana hak atas tanah tidak dengan sendirinya
meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang di atasnya.
Akan tetapi Menurut Djuhaendah Hasan bahwa; asas perlekatan Vertikal
tidak dikenal di dalam hukum adat, karena mengenal asas lainnya yaitu asas
pemisahan horizontal di mana tanah terlepas dari segala sesuatu yang melekat
padanya. di dalam hukum adat, benda terdiri atas benda tanah dan benda bukan
tanah, dan yang dimaksud dengan tanah memang hanya tentang tanah saja
(demikian pula pengaturan hukum tanah dalam Undang-Uundang Pokok Agraria)
sesuatu yang melekat pada tanah dimasukan dalam pengertian benda bukan tanah
dan terhadapnya tidak berlaku ketentuan benda.
Demikian pula pendapat Djuhaendah Hasan didukung oleh beberapa
pendapat para ahli seperti : Ter Har yang menyatakan bahwa; tanah adalah
terpisah dari segala sesuatu yang melekat padanya atau kepemilikan atas tanah
terlepas dari benda yang berada diatas tanah itu sehingga pemilik hak atas tanah
dan pemilik atas bangunan yang berada di atasnya dapat berbeda. Sedangkan
Menurut Imam Sudayat bahwa; asas pemisahan horizontal dalam hukum adat ini
terlihat jelas dalam hak numpang yang menunjukkan bahwa numpang itu orang
tidak ada sangkut pautnya dengan tanah tersebut maka orang yang tinggal dalam
rumah diatas tanah terlepas dari tanah, meskipun ia mempunyai rumah di situ,
terlihat pohon-pohon dapat dijual dan digadaikan tersendiri terlepas dari tanahnya.
Adapun Menurut Teng Tjin Leng, menyatakan hukum adat mengandung
prinsip pemisahan horizontal yang integral dan konsekuen bagi seluruh
masalahnya, khususnya yang berhubungan dengan tanah dan benda serta tanaman
23
di atasnya. Serta pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah
dibagi menjadi dua bagian yaitu; Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga
hukum adalah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum
tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dal hak penguasaan atas
adalah sebagai berikut:
A. Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan,
B. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib, dan
dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu
penguasaanya,
C. Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi
pemegang haknya, dan syarat-syarat bagi penguasaannya,
D. Mengatur hal-hal mengenai tanah.
Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret adalah
hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah sebagai obyeknya
dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.
ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebgai berikut;
A. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan
hukum yang konkret. Dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas
tanah tertentu;
B. Mengatur hal-hal mengenai penbebanannya dengan hal lain;
C. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya;
D. Mengatur hal-hal mnegenai pembuktiannya.9
9 Suprato, SH.M.Hum, hlm 7
24
2.2 Obyek Atas Hukum Tanah dan Hirarki Hak-Hak Penguasaan Atas
Tanah Dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Hukum Tanah
Nasional, adalah;
2.2.1 Hak Bangsa Timor Leste Atas Tanah.
Hak Bangsa Timor-Leste atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas
tanah tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah atau Negara, ini
merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak
penguasaan yang lain atas tanah melalui pengaturaan hak penguasaan atas tanah ini
dimuat dalam pasal 1 ayat (1) - ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria.
Hak BangsaTimor-Leste atas tanah mempunyai sifat Komunalistik, artinya
semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Demokratik Timor-Leste,
merupakan tanah bersama milik rakyat Timor-Leste, yang telah bersatu sebagai
Bangsa Timor-Leste (pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Hubungan
antar Bangsa Timor-Leste dengan tanah yang bersifat abadi, artinya hubungan
antar bangsa Timor-Leste dengan tanah akan berlangsung tiada terputus-putus
untuk selamanya. Sifat abadi artinya selama bangsa Timor-Leste masih bersatu
sebagai Bangsa Timor-Leste dan selama tanah bersama tersebut masih ada, maka
dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada satu kekuasaan yang akan dapat
memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (pasal ayat (3) Undang-Undang
Pokok Agraria) sebagai hak Bangsa Timor-Leste atas tanah merupakan induk bagi
hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. Hak atas tanah mengandung pengeritan
bahwa, semua hak penguasaan atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Timor
25
atas tanah dan bahwa keberadaan hak-hak penguasaan apa pun yang bersangkutan
tidak meniadakan eksistensi Bangsa Timor-Leste atas tanah.
Tanah bersama dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria
dinyatakan sebagai kekayaan Nasional menunjukkan adanya unsur keperdataan,
yaitu hubungan kepunyaan antar Bangsa Timor-Leste atas tanah bersama tersebut.
Menurut Boedi Harsono, pernyataan tanah yang dikuasai oleh Bangsa Timor-
Leste sebagai tanah bersama tersebut menunjukkan adanya hubungan hukum di
bidang Hukum Perdata. Biarpun hubungan hukum tersebut hubungan perdata
bukan berarti bahwa hak Bangsa Timor-Leste adalah hak pemilikan pribadi yang
tidak memungkinkan adanya hak milik individual. Hak Bangsa Timor-Leste dalam
Hukum Tanah Nasional adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan
bagian-bagian tanah bersama dengan Hak Milik oleh warga Negara secara
individual.
Selain itu merupakan hubungan hukum perdata, hak Bangsa Timor-Leste
atas tanah mengandung tugas kewenangan untuk mengatur dan mengelolah tanah
bersama tersebut, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang termasuk dalam
bidang hukum publik. Pelaksanaan kewenangan ini ditugaskan kepada Negara
Republik Demokrasi Timor Leste (pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUPA dan pada
pasal 141 yang berbunyi bahwa kepemilikan, penggunaan dan penguasan tanah
secara berguna, sebagai salah satu faktor produksi ekonomi, diatur dalam undang-
undang”.10
10 Dikutip dari kontitusi RDTL
26
2.2.2 Hak Menguasai Dari Negara Atas Tanah.
Hak penguasai dari pemerintah atas tanah bersumber pada hak Bangsa
Timor-Leste atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasaan pelaksanaan tugas
kewenangan bangsa yang mengadung unsur hukum publik. Tugas mengelolah
seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Bangsa Timor-
Leste sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan
tertinggi dikuasai kepada Negara Republik Demokratik Timor-Leste sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok
Agraria).
Menurut Oloan Sitorus, “kewenangan Negara dalam bidang pertanahan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Uundang Pokok
Agraria diatas merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur penguasaan
dan memimpin penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional.
Tegasnya, hak menguasai dari Negara adalah pelimpahan kewenangan publik dari
hak Bangsa. Konsekuesinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata”.
Akan tetapi ada perbedaan pendapat antara Oloan Sitorus dengan Dirman yang
mengatakan bahwa tanah-tanah negara diabgi atas dua bagaian, yaitu:
A. Tanah negara yang bebas (Vrij Staatsdomein) artinya tanah negara yang
tidak terikat dengan hak-hak Bangsa Timor- Leste
B. Tanah negara yang tidak terbebas, (Onvrij Staatsdoemin) artinya tanah
yang terikat dengan hak-hak bangsa Timor- Leste
Dalam pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan sebagai
berikut; Atas dasar hak menguasi dari negara sebagai yang dimaksud pasal 2
27
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun
bersama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
2.2.3 Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Hak ulayat masyarakat Hukum Adat diatur dalam pasal 3 Undang-Undang
Pokok Agraria yaitu “ dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan
pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat. Sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedimikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi” dan Negara Timor-
Leste mengakui akan adat-istidat yang dianut oleh masyarakatnya terdapat pada
Konstiusi Republik Demokratik Timor Leste pasal 2 ayat (4), yang berbunyi “
Negara mengakui hukum adat yang tunduk kepada konstitusi dan undang-undang
lain yang berkaitan dengan hukum adat.11
Yang dimaksud dengan hak ulayat masyarakat hukum adalah serangkain
wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan
tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.Menurut Boedi Harsono, hak
ulayat masyarakat hukum adat adalah: Masih ada suatu kelompok orang sebagai
warga suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat
hukum adat.
11 Dikutip dari Konstitusi Reppublik Demokratik Timor Leste
28
2.2.4 Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, pasal 42 yang
menentukan hak pakai adalah:
A. Warga Negara Timor Leste
B. Orang asing yang berkedudukan di Timor Leste
C. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor Leste dan
berkedudukan Di Timor Leste
D. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor Leste
Pada peraturan perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 pasal 40
menerangkan lebih rinci tentang subyek yang mempunyai hak pakai, yaitu;
A. Warga Negara Timor Leste;
B. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor-Leste dan
berkedudukan di Timor-Leste;
C. Orang asing yang berkedudukan di Timor-Leste;
D. Departemen, lembaga pemerintah Non Departemen dan
pemerintah Daerah;
E. Badan-badan keagamaan dan sosial;
F. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor-Leste;
G. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional.
29
Asal tanah hak pakai dalam pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok
Agraria menyebutkan bahwa asal tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, sedangkan pasal 41 Peraturan
Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 lebih tegas menyebutkan bahwa tanah
dapat diberikan denga hak pakai adalah tanah Negara, tanah pengolahan, atau tanah
hak milik.
2.2.6 Terjadinya Hak Pakai Berdasarkan Asal Tanah, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
A. Hak pakai atas tanah negara adalah hak pakai ini diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh badan pertanahan nasional. Hak pakai ini
terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada kepala
kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam
buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanah bukti haknya.
B. Hak pakai atas tanah hak pegelolaan adalah hak pakai ini diberikan
dengan pemberian hak oleh badan pertanahan nasional berdasarkan usul
pemegang hak pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan
pemberian hak pakai didaftarkan kepada kepala kantor pertanahan
kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan sertiikat sebagai tanda bukti haknya;
C. Hak pakai atas tanah hak milik adalah hakai ini terjadi dengan
pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat oleh
30
Panitia Pembuat Akta Tanah . Akta PPAT ini wajib didatarkan ke
kantor pertanahan.
2.2.7. Jangka Waktu Hak Pakai Dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-
Uundang Pokok Agraria.
Tidak menemukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai. Pasal
ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu
tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Dalam
Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 jangka waktu hak pakai
diatur pada pasal 45 sampai dengan pasal 49. jangka waktu hak pakai ini berbeda-
beda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu : hak pakai ini berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Khusus hak pakai yang dipunyai departemen lembaga pemerintah Non Pemerintah,
pemerintah daerah, badan-badan keagamaan, dan sosial, perwakilan legal asing dan
perwakilan badan internasional diberikan untuk jangak waktu yang tidak
ditentukan selama tanahnya dipergunakan uuntuk keperluan tertentu. Berkaitan
dengan subyek hak pakai atas tanah negara ini.
Menurut A.P perlindungan menyatakan bahwa “ada hak pakai yang
bersifat publikrechtelijk, yang tanpa right of dispossal( artinya yang tidak boleh
dijual ataupun dijadikan jaminan utang ), yaitu hak pakai yang diberikan untuk
instansi- instansi pemerintah seperti sekolah, perguruan tinggi negeri, kantor
pemerintah, dan sebagainya. Dan haka pakai yang diberikan untuk perwakilan
31
asing yaitu hak pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak terbatas dan selama
pelaksanaan tugasnya, ataupun hak pakai yang diberikan untuk usaha-usaha sosial
dan keagamaam juga diberikan untuk waktu yang tidak tertentu dan selama
melaksanakan tugasnya”
2.2.8. Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu atau Pembaharuan
hak pakai diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir jangka
waktu hak pakai tersebut, perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai
dicatat dalam buku tanah pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat.
Syarat-syarat yang diharus dipenuhi oleh pemegang hak pakai untuk perpanjang
jangka waktu atau pembaharuan hak pakai, yaitu:
A. Tanahnya masih dipergunakan dengan hak sesuai dengan keadaan,sifat,
dan tujuan pemberian hak tersebut;
B. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan hak oleh
pemegang hak;
C. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
2.2.9. Hak Pakai atas Tanah Pengolahan adalah hak pakai ini berjangka
waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun dengan diperpanjang untuk jangka
waktu palaing lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling
lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat
dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan.
32
2.2.10. Hak Pakai atas Tanah Hak Milik adalah hak pakai ini berikan
untuk jangka waktu palaing lama 25 tahun yang tidak dapat diperpanjang, namun
atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat
diperbaharui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh
Panitia Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan
kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.
Jaminan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai untuk kepentingan
penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai dapat
dilakukan sekaligus. Dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan pada
saat pertama kali mengajukan permohonan hak pakai. Dalam hal uang pemasukan
telah dibayar sekaligus, untuk perpanjangan dan pembaharuan hak pakai hanya
dikenakan uang administrasi yang besarnya ditetapkan oleh menteri dibidang
pertanahan setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan. Peretujuan untuk
pemberian perpanjangan dan pembaharuan hak pakai serta perincian uang
pemasukan uang dicantumkan dalam keputusan pemberian hak pakai.
2.2.11. Kewajiban Pemegang Hak Pakai.
Berdasarkan pasal 50 dan pasal 51 Perauran Perundang-undangan Nomor
40tahun 1996, pemegang hak pakai berkewajiban:
A. Membayar uang pemasukan dengan jumlah dan cara pembayarannya
ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan
33
tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas
tanah hak milik.
B. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian
penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai
atas tanah hak milik.
C. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta
menjaga kelestaraian lingkungan hidup.
D. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada
negara, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah hak
pakai tersebut hapus.
E. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah habis kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/ kota setempat dan.
F. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi
pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.12
2.2.12 Hak Pemegang Hak Pakai Berdasarkan Pasal 52 Peraturan
Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 Hak Pakai berhak
A. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk
keperluan pribadi atau usaha.
B. Memindahkan hak pakai kepada pihak lain
C. Membebaninya dengan hak tanggungan.
12 Urip Santoso, S.H.M.H. HK Agraria dan hak-hak atas tanah hlm: 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96,97. Supriadi SH. M. Hum. Hkum Agraria Hlm: 348,349,351, 410,412,413,114,416.
34
D. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu
E. yang tidak ditentukan selam tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu.
2.2.13 Peralihan Hak Pakai.
Hak pakai yang diberikan atas negara untuk jangka waktu tertentu dan hak
pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lainnya.
Hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat dialihkan apabila hak pakai tersebut
dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik yang
bersangkutan. Hak pakai atas negara yang diberikan untuk jangka waktu yang
tidak ditentukan selam dipergunakan untuk keperluaan tertentu dapat dialihkan
kepada pihak lain. Hak pakai yang dipunyai oleh departemen, lembaga pemerintah
non departemen, pemerintah daerah, badan-badan keagamaan dan sosial,
perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional tidak dapat dalihkan
kepada pihak lain
Hak pakai yang dipunyai oleh badan hukum publik disebut hak pakai publik
right to use, yaitu mempergunakannya untuk waktu yang tidak terbatas selam
pelaksanaan tugas, namun tidak ada right of disposal, yang dimaksud disini adalah
tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga dan juga tidak
dapat dijadikan obyek hak tanggungan. Peralihan hak pakai yang berbentuk beralih
karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan
sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan
kematian pemegang hak pakai yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti
35
identitas para ahli waris, sertiikat hak pakai yang bersangkutan. Prosedur peralihan
hak pakai pewarisan diatur dalam pasal 54 Peraturan Perundang-undangan Nomor
40 tahun 1996 jo. Pasal 42 Peraturan Perundangan-undangan Nomor 24 tahun 1997
jo. Pasal 111 dan pasal 112 permen atau kepala BPN No 3 tahun 1997.
Peralihan hak pakai yang berbentuk dialihkan karena jual beli, tukar
menukar, hibah, peryertaan dalam modal perusahan wajib dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh dan dihadapan Panitia Pembuat Akta Tanah, kecuali lelang harus
dibuktikan dengan Berita acara lelang yang dibuat oleh pejabat dari kantor lelang.
Sedangkan prosedur pemindahan hak pakai karena jual beli, tukar menukar, hibah,
peryartaan( pemasukan ) dalam modal perusahan diatur dalam pasal 54 Peraturan
Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 jo. Pasal 37 sampai dengan pasal 40
Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 jo. Pasal 97 sampai dengan
pasal 106 permen agaraia atau kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun
1997.
Prosedur pemindahan hak pakai karena lelang diatur dalam pasal 54 PP
Nomor 40 tahun 1996 jo. Pasal 41 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun
1997 jo. Pasal 107 sampai dengan pasal 110 permen agraria atau kepala Badan
Pertanahan Nasional No 3 tahun 1997. Peralihan hak pakai wajib didaftarkan
kepada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam
buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat hak pakai dari
pemegang hak pakai semula kepada pemegang hak pakai yang baru.
36
Peralihan hak pakai atas tanah negara harus dilakukan dengan izin dari
pejabat yang berwenang. Peralihan hak pakai atas tanah hak pengolalaan haru
sdilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan, dan
peralihan hak pakai atas tanah hak milik harus dilakukan dengan persetujuan
tertulis dari pemilik tanah yang bersangkutaan.
2.2.15. Hapusnya Hak Pakai Yang Berdasarkan Pasal 55 Peraturan
Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996, Faktor-faktor
yang mempengaruhi hapusnya hak pakai, yaitu:
A. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya;
B. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolahan
atau pemilik tanah sebelum jangka waktu berakhir, karena:
b1 Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan
atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai;
b2 Tidak dipenuhi syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak
pakai dengan pemilik atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan;
b3 Atau Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
37
C. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktu berakhir c.1 Hak pakainya dicabut;
c.2 Ditelantarkan;
c.3 Tanahnya musnah;
c.4 Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang
hak pakai.
2.2.16. Akibat Hapusnya Hak Pakai.
Hapusnya hak pakai atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi
tanah negara. Hapusnya hak pakai atas tanah hak pengelolaan mengelolakan
tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. Hapusnya hak
pakai atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan
pemilik tanah( pasal 56 Peraturan Perundang-undangan No 40 tahun 1996) pasal 57
Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 mengatur konsekwensi
hapusnya hak pakai bagi bekas pemegang hak pakai, yaitu:
A. Apabila hak pakai atas negara hapus dan tidak diperpanjang serta tidak
diperbaharui maka bekas pemegang hak pakai wajib membongkar
bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan
tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya
dalam waktu 1 tahun sejak hapusnya hak pakai;
38
B. Dalam hal bangunan benda-benda tersebut masih diperlukan kepada
bekas pemegang hak pakai diberikan ganti rugi;
C. Pembongkaran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksanakan atas
biaya bekas pemegang hak pakai.
D. Jika bekas pemegang hak pakai lalai dalam memenuhi kewajiban
membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatas tanah hak
pakai, maka bangunan dan benda-benda yang diatasnya dibongkar oleh
pemerintah atas biaya pemegang hak pakai
Apabila hak pakai atas tanah hak pengelolaan atau hak pakai atas tanah hak
milik hapus, maka bekas pemegang hak pakai tersebut wajib menyerahkan
tanahnya kepada pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah dan memenuhi
ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah hak
pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik (pasal 58
Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996).
2.3 Pengertian Hak Sewa Untuk Bangunan.
Menurut pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, sesorang atau
suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah. Apabila ia berhak
menggunakan tanah milik orang lain mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewa. Hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki sesorang atau badan
hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah hak milik orang
lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu
39
yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan,
sedangkan dalam KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA yang
mengatur tentang perjanjian sewa menyewa pada pasal 1548 BW yang berbunyi
“sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmataan dari suatu barang,
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh
pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya”.
Dalam pasal 4 ayat 2 dan 3 undang-undang no 19 tahun 2004.
A. Sewa menyewa atas benda tidak bengerak milik negara dengan suatu
kontrak dari pemerintah, yang mengijinkan dan untuk menggunakan
secara khusus benda-benda tidak bergerak milik negara, melalui
sewa(folin-aluga) dengan waktu yang sudah ditentukan, sewa menyewa
tersebut diberikan untuk digunakan, bukan menjadi hak milik;
B. Semua hal yang berhubungan dengan sewa menyewa harus dibuat di
badan pertanahan nasonal (DNTP) dengan pengontrolan dari
kementrian kehakiman dan menurut undang-undang yang berlaku serta
secara administratif yang tertulis.13
perundang-undangan ini mempunyai perbedaan dengan Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 karena dalam isi atau subtansi dari Uundang-
Undang Pokok Agraria tidak mengatur hak kepemilikan negara yang disewakan
kepada masyarakat dan peraturan-peraturan lainnya. Undang-Undang Pokok
13 Dekretu Lei No 19 tahun 2004, hlm 41
40
Agraria Nomor 5 tahun 1960 hanya mengatur hak pemilikan pribadi yang
disewakan kepada orang lain. Dan dalam penjelasan pasal 44 dan pasal 45 Undang-
Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa oleh karena hak sewa merupakan hak
pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus, maka disebut tersendiri. Hak sewa hanya
disediakan untuk bangunan-bangunan berhubung dengan ketentuan pasal 10 ayat 1
Undang-Undang Pokok Agraria.
Hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat sementara (pasal 16 jo.
Pasal 53) negara tidak dapat menyewakan tanah karena bukan pemilik tanah.
Demikian pula hak sewa untuk bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya
dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud agar penyewa dapat
mendirikan bangunan diatas tersebut. Bangunan menurut hukum menjadi milik
penyewa kecuali ada perjanjian lain ini berbeda dengan hak sewa atas bangunan
( HSAB), yaitu penyewa menyewa bangunan diatas tanah hak orang lain dengan
membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati
oleh pemilik bangunan dengan penyewa bangunan. Jadi objek perbuataan
hukumnya adalah bangunan bukan tanah. Berkenaan dengan pasal 44 ayat 1
Undang-Undang Pokok Agraria tentang hak sewa untuk bangunan.
Menurut Sudargo Gautama mengemukakan pendapat bahwa :
a) Dalam pasal diberikan perumusan tentang apa yang diartikan
dengan istilah hak sewa untuk bangunan. Dari perumusan ini
ternyata bahwa hak hanya merupakan semacam hak pakai yang
41
bersifat khusus. Karena adanya sifat khusus dari hak sewa ini maka
disebutkan secara tersendiri;
b) Hak sewa yang disebut disini hanya boleh diadakan untuk
mendirikan bangunan. Tanah untuk pertanian pada dasarnya tidak
boleh disewakan karena hal ini akan merupakan pertentangan
dengan pasal 10 ayat (1), prinsip landreform yang mewajibkan
sesorang pemilik tanah pertanian untuk mengerjakan sendiri;
c) Penyimpangan hanya diperbolehkan untuk sementara mengingat
keadaan dewasa ini. Satu dan lain ditentukan dalam 16 jo. Pasal 53.
d) Si-penyewa membayar uang sewa kepada pemilik tanah. Sewa
menyewa ini tidak dapat secara Cuma-Cuma;
e) Tanah yang dikuasai oleh negara tidak dapat disewakan untuk
maksud ini. Dalam memeri penjelasan diterangkan sebagai alasan
tidak memungkinkannya hal ini ialah karena negara bukan pemilik
tanah.
Boedi Harsono menyatakan bahwa, karena hanya pemilik tanah dapat
menyewakan tanah, maka negara tidak dapat mempergunakan lembaga ini. Sifat-
sifat dan ciri hak sewa untuk bangunan adalah :
a) Sebagaiman dengan hak pakai, maka tujuan penggunaannya
sementara, artinya jangka waktu terbatas;
b) Umumnya hak sewa bersifat pribadi dan tidak diperbolehkan untuk
dialihkan kepada pihak lain ataupun untuk menyerahkan tanahnya
42
kepada pihak ketiga dalam hubungan sewa dengan pihak penyewa
(underverhuur) tanpa izin pemilik tanah.
c) Sewa-menyewa dapat diadakan dengan ketentuan bahwa jika
penyewa menunda dunia hubungan sewanya akan putus;
d) Hubungan sewa tidak terputus dengan dialihkannya hak milik yang
bersangkutan kepada pihak lain;
e) Hak sewa tidak dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan;
f) Hak sewa dengan sendirinya dapat dilepas oleh pihak yang
menyewa;
g) Hak sewa tidak termasuk golongan hak-hak yang didaftarkan
menurut Peraturan Perundang-undangan nomor 10 tahun 1961
sekarang Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997.
2.3.1 Objek Hak Sewa Untuk Bangunan.
Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain adalah hak milik
dan objek yang disewakan oleh pemilik tanah kepada pihak lain (pemegang hak
sewa untuk bangunan) adalah tanah bukan bangunan. Obyek sewa yang disewakan
kepada masyarakat adalah benda-benda tidak bergerak milik pemeritah seperti
yang telah diatur dalam pasal 2 undang-undang no 19 tahun 2004.
43
2.3.2 Pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.
Menurut pasal 45 UUPA yang dapat mempunyai hak sewa untuk bangunan,
adalah:
A. Warga Negara Timor-Leste;
B. Orang asing yang berkedudukan di Timor-Leste;
C. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor-Leste dan
berkedudukan Timor-Leste (badan hukum Timor-Leste)
D. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor-Leste.
Tentang hak sewa menyewa yang juga diatur dalam pasal 11 ayat 1. benda-
benda tidak bergerak milik pemerintah yang mana dapat diberikan sewa
tergantung permintaan, menurut dokumen-dokumen dan perintah untuk hak milik
serta digunakan menurut:
A. Tempat tinggal pribadi untuk seseorang;
B. Misi diplomatik, NGO Internasional dan ajenseia humanitaria serta
organisasi keagamaan;
C. Pedang kecil atau besar dan atau indusri milik warga negara serta
perusahan nasional atau perusahan asing;
D. Produksi pertanian.
untuk siapa saja, untuk satu perkumpulan atau organisasi, warga nasional
atau warga negara asing, menurut hukum tinggal di Timor Leste, yang mempunyai
kemampuan untuk mengadakan perjanjian kontrak sewa menyewa dan paksaan
44
dengan pemerintah”. Namun hanya berlaku untuk benda tidak bergerak milik
negara
2.3.3 Terjadinya Hak Sewa Untuk Bangunan.
Hak sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian persewaan tanah yang
tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan, yang
tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur- unsur pemerasan.
Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur bentuk perjanjian tertulis dalam
hak sewa untuk bangunan. Apakah dengan akta Panitia Pembuat Akta Tanah, akta
notaris, ataukah dengan akta dibawah tangan? Undang-Undang Pokok Agraria
tidak mrngatur apakah hak sewa untuk bangunan wajib didaftarkan kepada kepala
kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat atau tidak. Pasal 9 ayat 1 Peraturan
Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 mengatur obyek pendaftaran tanah
meliputi :
A. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, dan hak pakai;
B. Tanah hak pengelolaan;
C. Tanah wakaf;
D. Hak milik atas satuan rumah susun;
E. Hak tanggungan;
F. Tanah negara.
45
Berdasar ketentuan pasal 9 ayat 1 Peraturan Perundang-undangan Nomor
24 tahun 1997, hak sewa untuk bangunan tidak termasuk hak atas tanah yang wajib
didaftarkan pada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota. Ada
ketidakkonsistenan pengaturan tentang pendaftaran hak sewa untuk bangunan
dalam Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 dalam pasal 9nya
ditetapkan bahwa hak sewa untuk bangunan tidak termasuk objek pendaftaran
tanah, sedangkan pasal 44 ayat 1 menetapkan bahwa hak sewa untuk bangunan atas
hak milik dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta pejabat pembuat akta tanah.
Secara lengakap dikutip pasal 44 ayat 1 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24
tahun 1997, yaitu pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun, pembebanan hak guan bangunan, hak pakai, dan hak sewa
untuk bangunan atas hak milik dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-
undangan, dapat didaftar jika dibutktikan dengan akta yang dibuat oleh Panitia
Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pada pasal 6 undang-undang no19 tahun 2004 huruf;
a,b,c,d,e,f yang berbunyi: untuk sewa menyewa benda tidak bergerak milik negara
harus menurut prinsip dan tujuan seperti yang dibawah ini14:
A. Memfasilitasi tempat tinggal bagi warga negara nasional yang tidak
mempunyai tempat tinggal;
B. Memfasilitasi peran aktif kepada pengusaha nasional dan internasional
atas tanah dan benda tidak bergerak (perumahan atau tempat) serta
14 Undang-undang no 19 tahun 2004, hlm 43, Grafica Diocesana Baucau
46
memberikan perlindungan secara hukum menurut peraturan yang
berlaku;
C. Memfasilitasi secara reguler terhadap benda tidak bergerak milik negara
yang ditempati oleh masyarakat secara ilegal;
D. Mendukung proses pembangunan kembali ekonomi Timor Leste;
E. Menyediakan produksi ekonomi melalui benda-benda tidak bergerak
milik pribadi dan negara yang mana digunakan untuk perdagangan dan
industri;
F. Membuat reseita untuk negara;
Pembayaran uang sewa dalam hak sewa untuk bangunan. Ketentuan
mengeani pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau pada pada tiap-tiap
waktu tertentu. Juga dapat dilakukan sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan
oleh pemegang hak sewa untuk bangunan. Hak ini tergantung kesepakatan antara
pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan.dalam undang-undang
19 tahun 2004 pasal 8 tentang pembayaran uang sewa bangunan sebagai berikut:
1. Membayar sewa sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan
menurut perjanjian;
2. Menggunakan benda tidak bergerak sesuai dengan yang tertulis dalam
perjanjian;
3. Bertanggungjawab serta memperbaiki hal-hal yang dibutuhkan dalam
benda-benda tidak bergerak, dimana tidak menggunakan secara
kebiasaan. Tidak perlu memperbaharui kontrak mengenai hal lain;
47
4. Menjaga benda-benda tidak bergerak tersebut sebagai tanggungjawab
terhadap kerusakan-kerusakan yang muncul pada benda-benda tidak
bergerak karena penyalahgunaan;
5. Mengembalikan benda-benda tidak bergerak tersebut, jatuh tempo
perjanjiannya telah selesai, menurut perjanjian yang telah ada, karena
sebab hal lain, sesuai kondisi awal yang mana diberikan oleh
pemerintah. Hal ini tidak diterapkan bilamana sesuatu yang hancur
menurut pemakian biasanya.15
2.3.4 Jangka Waktu Hak Sewa Untuk Bangunan.
UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka waktu hak sewa
untuk bangunan mengaenai jangka waktu hak sewa untuk bangunan diserahkan
kepada kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk
bangunan, lain dengan undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur jangka waktu
untuk melakukan kontrak sewa, diatur pada pasal 14 adalah pasal 2” jangka waktu
untuk perjanjian sewa menyewa sebagai berikut
A. Jangka waktu 5 (lima) yang digunakan untuk tempat tinggal pribadi
B. Jangka waktu 10(sepuluh) yang dipergunakan untuk tempat berdagang
atau untuk industri kecil;
C. Jangka waktu 20(dua puluh) tahun yang dipergunakan untuk ajensi
humanitarian dan ONG;
15 Dikutip dari Undang-Undang No 19 tahun 2004, hlm 45, Grafica Diocesana Baucau.
48
D. Jangka waktu 30(tiga puluh) tahun yang dipergunakan untuk tempat
berdagang atau industri menegah;
E. Jangka waktu 50( lima puluh) tahun yang di pergunakan untuk
perdagangan atau industir besar dan juga untuk pertanian;
F. Jangka waktu 50(lima puluh) tahun yang digunakan bagi organisasi
internasional dam misi Diplomatik.16
2.3.5 Peralihan Hak Sewa Untuk Bangunan.
Pada dasarnya pemegang hak sewa untuk bangunan tidak diperbolehkan
mengalihkan hak sewa kepada pihak lain tanpa izin dati pemilik tanah. Pelanggaran
terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa antara
pemegang hak sewa untuk bangunan dengan pemilik tanah. Dalam pasal 17 ayat
1,2,3. Undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur dengan jelas tentang peralihan
hak sewa
Pada pasal 17 ayat 1,2,3 menjelaskan tentang pengalihan hak sewa terhadap orang
lain
1. Perjanjian sewa menyewa atas benda tidak bergerak milik Negara dapat
dialihkan hak sewanya dengan perijinan tertulis dari kementrian
kehakiman;
2. Dalam permasalahan ini, pengalihan hak sewa harus tunduk pada 2
kriteria agar mendapatkan ijin dari kementrian kehakiman
16 Dikutip dari undang-undang no 19 tahun 2004, hlm 57, Grafica Diocesana Baucau
49
a) Bahwa dapat mengalihkan hak sewa satu tempat dari benda tidak
bergerak dan penyewa sebenarnya(asli) harus menempati tempat
yang lebih besar atas ijin
b) Harga pembayaran dari pengalihan hak sewa diharuskan lebih
rendah dari harga pembayaran sewa dimana penyewa dengan badan
pertanahan nasional (DNTP).
3. Jika pengalihan hak sewa atas benda tidak bergerak masih utuh, atau
harga pembayarannya lebih besar dari harga yang ditetapkan oleh badan
pertanahan nasional (DNTP), badan pertanahan nasional(DNTP) dapat
menghentikan perjanjian sewa menyewa tersebut kapan saja.17
2.3.6 Hapusnya Hak Sewa Untuk Bangunan.
Faktor- faktor penyebab hapusnya hak sewa untuk bangunan adalah:
A. Jangaka waktu berkhir;
B. Dihentikan sebelum jangak waktu berakhir dikarenakan pemegang hak
sewa unutk bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak
sewa untuk bangunan;
C. Dilepaskan oleh pemegang hak sewa sebelum jangka waktunya
berakhir;
D. Hak milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum;
E. Tanahnya musnah;
17 Dikutip dari Undang-undang no 19 tahun 2008,hlm 61, Grafica Diocesana Baucau
50
Pada 16 undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur tentang hapusnya hak
sewa adalah
1. Terputusnya hubungan kontrak sewa menyewa;
a. Tidak membayar uang sewa sesuai perjanjian;
b. Memberikan benda tidak bergerak kepada orang lain untuk
digunakan, tidak menurut peraturan yang ada, serta ditinggalkan
dalam keadaan kosong;
c. Benda-benda tidak bergerak tersebut hancur dan rusak
dikarenakan tidak dijaga;
d. Menghancurkan benda tidak bergerak milik orang lain dan tidak
menuruti aturan-aturan yang diterapkan oleh badan pertanahan
nasional(DNTP)
2 Tidak mengikuti peraturan kontrak, badan pertanahan nasioanl(DNTP)
dapat membuat suatu rekomendasi administrtiv untuk mengeluarkan
orang tersebut daru rumahnya menurut undang-undang No 1 tahun 2003
tanggal 10 bulan Maret (Rejime Juridiku Kona-ba Soin Metin iha fatin)
3 Penyewa dimana tidak membayar sewa dapat membayar sewa dengan
nilai nominal 50% untuk sewa, agar dapat menghentikan rekomendasi
administrative. Mungkin pada saat jatuh tempo, dapat melanjutkan
kontrak;
51
4 Prosedimentu no rekursu ba despeju administrative yang diatur pada lei
No1 tabun 2003.18
2.4 Hipotesis
Pemberian hak sewa yang diberikan oleh kementrian kehakiman melalui
badan pertanahan nasianal(DNTP) begitu efektif sehingga masyarakat sadar akan
kepemilikan rumah dan tanah yang ditemapati adalah milik pemerintah. Maka
peraturan yang dikeluarkan oleh badan pertanahan nasional ini harus dituruti
dengan jalan membayar uang sewa terhadap pemerintah menurut peraturan yang
telah ditetapkan dan dalam menjalankan misinya, badan pertanahan nasional
mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan tersebut serta prosedur
pembayaran iuran sewa kepada pemerintah berjalan menurut sistim administif yang
Masyarakat baik itu warga negara nasional dan warga negara asing yang
mempunyai kesadaran untuk membayar uang sewa kepada pemerintah dikarenakan
suatu kewajiban menurut peraturan-peraturan yang diterapkan oleh pemerintah
Timor-Leste dalam pemungutan uang sewa dari masyarakat.
18 Dikutip dari undang –undang no 19 tahun 2004, hlm 61, Grafica Diocesana Baucau
52
2.5 Kerangka berpikir Dapat diartikan sebagai model konseptual mengenai
bagaimana teori berhubungan dengan faktor atau variabel yang telah dikenali
(diidentifikasi) sebagai masalah yang penting sekali.
Variabel yang digunakan adalah variebel moderating yang akan
mempengaruhi hubungan variabel bebas X dengan variabel yang tak bebas Y,
yaitu : X= pemberian hak sewa menyewa, Y= atas benda yang tidak bergerak19
19 Prof. Dr. Peter Mahumud Marzuki, SH.MS.LL..M., Penelitian hukum, hlm cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006
Variabel XPemberian hak sewa
menyewa
Variabel YAtas Benda yang tidak
bergerak
53
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Berdasarkan Webster Dictionary, Metode Ilmiah adalah
Prinsip dasar dan prosedur untuk suatu sistimatik dari pencarian terhadap
ilmu pengetahun termasuk pengenalan dan formulasi terhadap suatu masalah untuk
mengoleksi data dari observasi dan eksperimen, serta membentuk suatu hipotesis20
lain halnya menurut pendapat bebapa pendapat ahli adalah sebagai berikut:
menurut soerjono metode adalah “ jalan “ dan pada hakekatnya memberikan
pedoman cara mempelajari tentang cara mempelajari, menganalisa dan memahami
persoalan yang dihadapi.
3.2 Metode Penelitian Hukum adalah
Menurut Morris L.Cohen “ legar reaserch is the prosses of finding the law
that governs activitis in human society (proses untuk menemukan suatu hukum dari
activitas pemerintahan di dalam masyarakat).21 Menurut pendapat Hillway adalah
penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan sesorang melalui
penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga
diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah.22
3.3 Identifikasi Variabel Yaitu 20 Prof. Dr. Peter Mahumud Marzuki, SH.MS.LL..M., Penelitian hukum,hlm 26 cetakan ke 2,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 200621 Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki , SH.MS.LL.M., Penelitian hukum, hlm 29, cetakan k 2
kencana Prenada Media Group, Jakarta,200622 Prof.Drs. J. Supranto, M.A.APU., Metode penelitan hukum dan Statistik, Hlm 1,cetakan ke 1, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 2003
54
Variabel bebas( independent variabel) yang tergolong variabel bebas dalam
proposal tersebut adalah pemberian hak sewa menyewa. Varaibel terikat
(dependent variabel) yang termasuk variabel terikat dalam proposal ini adalah atas
benda yang tidak bergerak.
3.4 Operasional Variabel Adalah
Analisis pemberian hak sewa menyewa benda tidak bergerak, seperti yang
terdapat pada pasal 1548 Kitab Undang-undang hukum Perdata “ sewa menyewa
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainya dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut
belakangan itu disanggupi pembayarannya. Dalam pasal 1549 “ semua jenis
barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.23
3.5 Jenis Dan Sumber Data
A. Jenis Data
a. Data kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka-angka yang
digunakan untuk menghitung seberapa hubungan lemah dan seberap
hubungan yang ada hubungan dengan kedua varaibel.
b. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka
melainkan uraian –uraian dalam bentuk kalimat untuk melengkapi
data kuantuitaf
23 Dikutip dari KUH PERDATA
55
B. Sumber Data
a) Data primer adalah data yang diambil dan dikumpulkan langsung
oleh peneliti dari lokasi penelitian, yang kemudian akan diolah dan
dianalisis oleh peneliti.
b) Data sekunder adalah data –data yang telah ada dalam perpustakan
dan catatan dokumen yang relevan dengan penelitian ini, yang
digunakan oleh peneliti sebagai referensi dalam penelitian ini
3.6 Jenis Penelitian Yang Digunakan Adalah
Penelitian kuantitatif dan kualitatif yaitu: penelitian yang menjelajahi
tentang pelaksanaan pembayaran sewa oleh masyarakat kepada pemerintah melalui
DNTP, lalu membuat gambaran secara sistimatis, faktual, dan akurat untuk
memperoleh jawaban dari perumusan permasalah yang telah diajukan. Penelitian
kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka melainkan berupa uraian-
uraiandalam bentuk kalimat untuk melengakapi data kuantitatif
1. Penelitian Kepustakan
Pada penelitian kepustakaan ini, peneliti membaca dan mengutip isi
daripada buku serta referensi perkulihan yang relevan dengan penelitian
ini.
2. Penelitian Lapangan
56
Dalam melakukan penelitian lapangan, peneliti langsung mendatangi
lokasi penelitian untuk mengambil data-data primer.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti melakukan penelitian dengan
melakukan 4 metode pengumpulan data yaitu:
1. Observasi lapangan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara pengamatan langsung dilapangan penelitian.
2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya
jawab yang didasarkan pada pertanyaan
3. Kuisioner adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang dianggap sebagai
sasaran obyek penelitian.
4. Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen yang sudah disediakan dilokasi penelitian.
3.6 Teknik Analisis Data
57
Teknik analisa data untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang telah
ada dalam penelitian seperti teknik analisa data deskretif kualitatif. Penggunaan
strategi deskritif kualitatif dimulai dari analisa berbagai data yangterhimpun dari
suatu penelitian kemudian bergerak kearah pembentukan dengan ciri-ciri yang
umum.24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
24 Diktup dari skripsi Guido Goncalves Monis
58
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Badan pertanahan nasional (BPN) atau Dirasaun Nasinal e Terras
Propriedadea yang merupakan bagian dari kementrian kehakiman, sekarang telah
menempati gedung baru (dulunya berada di sucu Kintal Boot) yang terletak di jalan
Catedral, wilayah Bebora, sucu Motael, sub Distric Dom Aleixo, Distrito Dili.
4.1.2 Luas Wilayah
Badan pertanahan Nasional (BPN) atau Dirasauan Nasional Terras
Propriedade yang menempati sebuah gedung bertingkat 3 (tiga) dengan luas 6000
meter persegi. Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki 5 departemen berserta
pegawai yang berjumlah 67 orang yang bertanggungjawab kepada seorang
Direktur.
4.1.3 Batas Wilayah
Secara administrative Badan Pertanahan Nasional mempunyai batas
wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Pengadilan Distrik Dili
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kantor Caritas Dili
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Hotel Elizabet
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Sucu Kolmera
4.1.4 Sejarah Singkat Tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN)
59
Badan Pertanahan Nasional Timor Leste yang didirikan pada tahun 1999,
setelah pemerintah Indonesia Mneinggalkan Timor Leste dan pemerintah Transisi
yaitu UNTAET, misi khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang bertugas
memulihkan stabilitas keamanan, ekonmi, hukum, dan menjalankan roda
pemerintahan yang semestinya. Pemerintah Transisi mendirikan badan pertanahan
nasional dengan tujuan untuk mengidentifikasi secara adminitrasi harta benda milik
pemerintah Indonesia dan harta benda milik pribadi maupun swasta yang
ditinggalkan di Timor Leste.
Pada saat berakhirnya pemerintahan transisi pada tanggal 20 Mei 2002 dan
menyerahkan kekuasaan kepada Timor Leste, Land and Property menggantikan
namanya menjadi Dirasuan Nasional Terras Propriedade (DNTP), DNTP
melanjutkan tugas yang telah dijalankan Land and Property yaitu mengidentifikasi
dan mengawasi harta benda milik pemerintah, harta benda milik pribadi dan harta
benda milik swasta yang diterlantarkan selama ini.
4.1.5 Tujuan didirikannyan Dirasaun Terras e Propriedade
Tujuan untuk mendirikan Dirasaun Terras e Propriedade, untuk mengatur
hak-hak kepemilikan tanah dan rumah milik pribadi, pemerintah, maupun swasta
dan harta benda tidak brgerak milik pemerintah portugal yang ditinggalkan pada
tahun 1975 dan harta benda tidak bergerak milik pemerintah Indonesia
4.1.6 Struktur Dirasaun Nasional Terras Propriedade (DNTP) atau Badan
Pertanahan Nasional (BPN)
60
Jumlah pegawai atau staf Dirasaun Nasional Terras Propriedade ada 67 staf,
yang terdiri dari pegawai tetap (permanenti) ada 36 dan temporary 31 dan staf
wanita 18 Dan pegawai atau staf laki-laki 49, Dirasaun Terras e Propriedade
menambah staf baru berjumlah 40 orang yang belum di sebarkan ke masing masing
departemen. Dirasaun Nasioanal Terras Propriedade mempunyai lima bagian
(Departemento) dengan jumlah stafnya masing-masing, adalah :
1. Bagian (departemento) admintrasi dan keuangan (departemento
adminitrasaun e finansas)
Bagian adminitrasi dan keuangan yang mempunyai tugas, untuk
menanggani semua uruasan adminstrasi keuangan seperti pembayaran gaji para
pegawai, mengawasi dan memilihara alat-alat perkantoran (ATK). Bagian
administrasi dan keuangan mempunyai pegawai atau staf berjumlah 26, dengan
memiliki pegawai tetap 11 orang, pegawai honor atau kontrak berjumlah 15 dan
mempunyai pimpinan kepala bagian yang bergelar Sarjana (S1) ada 5 orang,
Master(S2) berjumlah 3 orang
2 Departemento Registo e Titulos Disputas de Terras
Departemento yang bertugas untuk mengidentifikasidan mendata semua
harta benda milik pemerintah, harta milik pribadi maupun harta milik swasta,
departemen ini mempunyai pegawai atau staf berjumlah 5 (lima) orang yang setiap
saat berkerja dengan sepenuh hati. Departemen ini mempunyai staf tetap berjumlah
3 (tiga) dan staf yang dikontrak (temporar) berjumlah 3 (tiga) orang
61
3 Departemento(departemen) Cadastro e Informasaun de Terras
Departemen yang mempunyai tugas untuk mendapatkan informasi
mengenai pertanahan dan dengan staf sebanya 15 (tiga belas) yaitu dengan
memiliki 7 (enam) pegawai tetap (permanenti) dan 8 (enam) pegawai atau staf
kontrakan (honor), yang bekerja dengan giat serta mempunyai seorang pimpinan
dan yang mempunyai gelar sarjana 4 orang.
4 Departemento de Gestao de Terras e Desenvolvimento de Dadus
Especias
Departemnto ini dengan pegawai berjumlah 8 yang bertanggungjawab
untuk menanggani pembangunan atau medanta dengan mempunyai 6 orang
pegawai atau staf permanti atau pegawai tetap dan .mempunyai pegawai honor 2
atau kontrak, yag saling bekerjasama satu sama lain dan mempunyai seorang
pemimpin bergelar Sarjana(S1).
5 Departemento Administracao e Bens Imoveis do Estado
Departemento yang mempunyai wewenang untuk menanggani semua harta
benda tidak bergerak milik pemerintah, pribadi maupun swasta dan mempunyai 13
pegawai atau staf. Dan dengan mempunyi 10 pegawai tetap atau staf permanenti
dan pegawai honor atau kontrak 3 orang, yang bertugas dengan penuh kesabaran
dalam mejalankan pekerjaan yang diemban, dengan memiliki seorang pemimpin
baik dan disiplin dalam bekerja, yang juga mempunyai pegawai bergelar sarjana
(S1) ada 2 orang.
62
4.2 Jumlah Bangunan dan Perumahan-perumahan Yang Berada Di Kota
Dili
Menurut data yang diperoleh pada tanggal 13 oktober 2009, dari chefi
departemen administrasaun e Bens Imoves, Bapak Santiago Soares, penulis hanya
mendapatkan data yang dimulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 bahwa
total atau jumlah perumahan yang ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia
khsususnya kota Dili dan pemberian hak sewa menyewa kontratk normal masih
tetap berjalan serpti biasanya akan tetapi bagi kontratu especial sudah tidak
diimplementasikan kepada masyarakat yang berlaku pada masa pemerintahan
lama(Fretelin), namun tidak meliputi seluruh wilayah kota Dili, hanya wilayah
zona Dom Aleixo yang diberikan hak sewa oleh pemerintah, setelah pergantian
pemerintah dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan baru sampai sekarang
belum juga ada pemberian kontrak especial atau sewa menyewa dari pemerintah
baru, dikarenakan adanya rekomendasi (despasco) dari Ibu Mentri Kehakiman yang
tidak mengijinkan, untuk memberikan kontrak especial atau hak sewa menyewa
especial kepada masyarakat dengan alasan ekonmi rakyat yang belum berjalan
dengan baik (stabil).
Dalam penelitian ini, pengambilan data dari badan pertanahan nasional,
departemen Adminitrasaun e Bens Imoves bahwa total perumahan-perumahan
peninggalan pemerintah Indonesia yang berada di kota Dili dan untuk sementara
sudah teridentifikasai atau didata mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2009.
63
Sumber data yang diperoleh dari departemen Bens Imoves, bahwa selama
ini bangunan yang berhasil diidentifikasi dan yang dipergunakan 25adalah
no Escola Escritorio Industrial Comercial Residencia Perumahan
(Abondonado)
Gedung
pemerintah
Total
1 3 60 5 368 176 341 250 1203
Sumber data dari departemen Bens Imoves
4.3 Prosedur Untuk Memperoleh Hak Pakai atau hak sewa Terhadap
Benda Tidak Bergerak Milik Pemerintah Indonesia Yang Berada di
Negara Timor Leste
Menurut Sra.Genilda do Rosario sebagai staf administrasi Bens Imoves,
bahwa berdasarkan pada undang-undang no 19 tahun 2004, pasal 9 ayat 2 “ setiap
orang yang menginginkan menyewa benda tidak bergerak milik pemerintah harus
mengajukan suatu permohonan ke kantor Badan Pertanahan Nasional yang berada
di Distritu yang mempunyai kewenangan dengan criteria sebagai berikut (“ema
ne’ebe hakarak atu aluga Estadu nian soin metin-iha fatin tenke hato’o rekeimento
ida ba eskritoriu Dirasaun Nasional Terras e Propriedade Nasional Ka Distrital
ne’ebe iha kbiit ho dadu tuir mai)26:
1) Naran kompletu, tinan, nasionalidade, helan fatin no rejistu ba aktividades
commercial nia numeru se karik;(nama lengkap, umur, warga Negara,
tempat tinggal, dan mendaftarkan untuk akvitas perdagangan
2) Identifikasaun soin metin-iha fatin nian ne’ebe hakarak atu aluga.
(mengidentifikasi benda tidak bergerak yang akan disewa)
25 Sumber data dari departemen Bens Imoes26 Lei no 19 tahun 2004
64
3) Estatutu social no aprovasaun legal kona ba impreza nia konstituisaun ho
nia reprezentante sira nian identifikasaun, karik impreza;
4) Esplika uituan kona-ba uzu soin metin-iha-fatin ne’e: Rezidensial,
komersial, industrial, agrikula, ka seluk tan;
5) Kazu hanesan atau uza ba agrikula, komersial ka industrial, rekerente tenke
hato’o nia surat lisensa atau halo’o, se karik, mos planu ba nia akvidade no
justifika nia osan ba investimento ne’e nian no halo estimative ida kona-ba
durasaun negosio ka industria ne’e;
6) Prazu ne’ebe hakarak, tuir limite sira lei nian.
Permohonan tersebut harus ditujukan kepada Ibu kementrian Kehakiman
berdasarkan pada pasal 5 ayat 1, 2, 3. Undang-undang nomor 19 tahun 2003
1. Asaun ne’ebe atu entrega estadu nian soin metin-iha-fatin ba entidade
ofiasial sira, tenkeser liu husi rekrimentu ofisial ida husi entidade ne’ebe iha
intrese
2. Tuir opsaun atu uza soin metin-iha-fatin hirak ne’e DNTP sei hato’o pareser
tekniku sira ne’ebe korroependente ba Ministru danJustisa atu foti desizaun;
yang bertujuan untuk meminta persetujuan atau perizinan (izin), setelah waktu 1
bulan permohonan yang diajukan, maka Ibu kementrian Kehakiman mengeluarkan
keputusan berdasarkan pada 5 ayat 3 bahwa “Karik Ministru desidi atu entrega ba
entidade ne’ebe husu, DNTP sei elabora akordu ida atu intrega no uza ho kopia
haat. Kopia ida ba entidadeatu okupa, ida ba arkivu DNTP nasional, Ida
DNTPDistrital no ida ba arjivu Gabinete Ministro da Justica nian”; sebagai berkut:
65
A. Keputusan untuk menggunakan tanah dan bangunan tersebut. maka DNTP,
Departemen Bens Imoves mempersiapkan draft perjanjian (kontratu) sewa
untuk selanjutnya ditandatangani oleh sipenyewa (arendatario)
B. Keputusan tidak menyetujui untuk menggunakan tanah dan bangunan itu,
dikarenakan bangunan tersebut akan digunakan sebagi kantor pemerintahan
Setelah mengajukan permohonan untuk menggunakan bangunan tersebut,
maka sebagai penyewa (arendatario) diharuskan mengisi formulir yang telah
dipersiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional atau Dirasaun Nasional Terras e
Propriedade (DNTP).
Sesudah itu, petugas dari departemen Bens Imoves (DNTP) melakukan
identifikasi ke lapangan dan membuat denah wilayah (mapa), selanjutnya
mengeveluasi informasi dan identifikasi berdasarkan pasal 16 ayat 2 UU No 19/
2003, yang telah dilakukan, dengan menentukan harga sewa berdasarkan pada
pasal 11 ayat 2 “ kuadru ne’ebe refere iha nomuru kotuk mak hametin folin minimu
no referensia tuir informasaun tuir mai27:
1) Tipu rai no railuan;
2) Fatin soin metin-iha-fatin-fatin ( sektorrizasaun);
3) Serbisu ne’ebe iha;
4) Volumenteria no kondisaun soin metin-iha-fatin sira;
5) Uzu ne’ebe atu hala’o iha soin metin-iha-fatin sira.
Demikian juga dapat diberikan hak sewa menurut kelas yang ada28, sebagai
berikut:
27 Lei no 19 tahun 200428 Data diperoleh dari departemen Bens Imoves
66
A. Kelas 1 yaitu tanah atau rumah yang berada dipusat kota, jalan utama
B. Kelas 2 yaitu tanah atau rumah yang diberikan berdasarkan letak rumah
jauh dari pusat kota atau jalan utama
C. Kelas 3 yaitu pemberian hak sewa menurut letak wilayah yang berada
dipinggiran kota
Oleh karena dalam pembagian kelas yang berbeda, maka pemberian hak
sewapun tidaklah sama atau berbeda.
Pemberian hak sewa kepada sipenyewa (arendatario) menurut waktu yang
telah ditentukan yang berdasarkan pada undang-undang nomor 19 tahun 2004 pasal
14 ayat 2” Prazu minimu ba tipu kontratu hanesan tuir mai ne’e:
1) To’o tinan lima (5) hela fatin particular;
2) To’o tinan sanulu (10) uza ba komersiu no industria privadu ki’ik;
3) To’o tinan ruanulu (20) uza ba Ajensia Umanitariu no ONG sira;
4) To’o tinan tolunulu (30) uza ba komersiu no industria natoon;
5) To’o tinan limanulu (50) uza ba komersiu no industria bo’ot no ba agrikula;
6) To’o tinan limanulu (50) uza ba Organizasaun Inernasional no Misaun
Diplomatika sira.
Arendatario (penyewa) mengisi draft perjanjian kontrak menurut pasal 13
ayat 1 dan 2, unadang-undang nomor 19 tahun 2004 29yang berbunyi
1) Kontratu hotu-hotu ho Esadu tenki selebra ho hakerek no copia haat
hanesan inkilinu, ida rejistu soin metin-iha-fatin Estadu iha DNTP nasional,
ida ba eskritorio DNTP Distrital no ida Gabineti Ministru dan Justisa nian.
29 Lei no 19 tahun 2004
67
2) Servisu ne’ebe kompetente husi DNTP bele Fo kopia sertifikada sira husi
kontratu sira bainhira ema husu.
Formulir tersebut dikembalikan kepada Dirasaun Nasional Terras e Propriesade
agar mendapatkan nomor Arendatario, selanjutnya sipenyewa bisa membayar
langsung ke bank BNU seperti yang tertulis pada pasal 16 ayat 1 UU No 19/2003
dengan bukti pembayaran tersebut sipenyewa harus membawa butki pembayaran
dan melaporkan ke DNTP, Departemen Bens Imoves. agar Departemen Bens
Imoves dapat mengetahui bahwa sipenyewa telah melakukan pembayaran.
4.3.1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, Pasal 10
Ayat 1 Tentang Tipe Yang Digunakana
1) Hela fatin particular ba ema ida;
2) Misaun Diplomatik, Ajensia Humanitaria ho Organisaun
Internasional no Konfisaun Religioza sira;
3) Kontratu ki’ik, ka industria sidadauns sira nian no kompania
nasional no/ka estrajeiru;
4) Produsaun agrikula.
4.3.2 Criteria untuk mendapatkan hak pakai atau hak sewa sebuah
rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal adalah
1) Warga Negara Timor Leste dengan hanya menggunakan kartu
identitas Timor Leste
2) Warga Negara asing harus membawa paspor
4.3.3 Kriteria bagi sebuah perusahan dan NGO
1) Harus mempunyai struktur perusahan atau NGO
68
2) Kartu identitas dari Direktur perusahan atau NGO
Pada tanggal 14 oktober 2009, penulis mewancarai Ibu Maria
Apolonaria Soares, staf data base yang memberikan data total perumahan dan
gedung yang ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia dari tahun 2000 sampai
dengan 2009
No Distrik Property Status Total contracs
1 Dili Dominu Privadu do Estadu
Privadu abandonado
Privadu abandonado Timorense
895
2002
8
Total 2905
Sumber data dari Departemen Bens Imoves (data base)
Beliau juga mengatakan bahwa perjanjian kontrak dibagi menjadi 2 bagian adalah:
1) Perjanjian kontrak normal adalah:
bahwa perjanijan ini tidaklah sama dengan perjanjian kontrak espsial,
dikarenakan dalam pembayaran tariff sewa berbeda, sebab pembayaran normal
lebih mengutamakan ukuran rumah yang akan digunakan oleh arendatario
(penyewa) berdasarkan pada pasal 11 ayat 2 undang-undang nomor 19 tahun 2004
Jumlah perjanjian kontrak normal dari tahun 2000 sampai dengan 2009
no Escola Escritorio Industrial Comercial Residencia Perumahan
(Abondonado)
Gedung
pemerintah
Total Total
USD
1 3 60 5 368 176 341 250 1203 166.642.463.45
2) Perjanjian kontrak special adalah:
Pemberian hak pakai atau hak sewa oleh pemerintah kepada masyarakat secara
umum adalah sama yang prosedur perjanjian kontrak normal, pembayaran iuran
69
atau sewa sebesar UUS 10.00 dolar untuk semua golongan atas perumahan-
perumahan yang ditempati, mulai pada awal tahun 2004 sampai dengan tahun
2007 dimasa pemerintahan lama (Fretelin). Namun setelah pemerintahan baru
AMP (Alianci Mayoritas Parlemen), memerintah, maka Kementrian Kehakiman
mengeluarkan suatu perintah atau despacho agar perjanjian kontrak especial tidak
boleh lagi dilanjutkan, dengan alasan keadaan ekonmi rakyat belum kembali
normal sesudah krisis.
Perjanjian kontrak especial yang diimplementasikan pada masa
pemerintahan lama (Fretelin), hanya dilakukan di Sub Distric Dom Alexio, seperti
yang tertera dibawah ini: Sumber data dari data base30
No Distric Sub Distric Suco Total Contracts
1 Dili Dom Aleixo Bairo Pite
Fatuhada
Kampung Alor
Loscabubu
Malinamuk
Rainakdoko
Suleur
288
249
26
132
817
1063
330
Total keseluruhan contracts 2905
Prosedur untuk mendapatkan kontrak especial atau hak sewa dari
pemerintah tidaklah berbeda dengan perjanjian kontrak normal seperti yang telah
dijelaskan diatas.
30 Sumber data dari departemen bens imoves, staf data base
70
Perjanjian kontrak especial ini memberikan pemasukan uang yang cukup
besar kepada Negara mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.
Tahun Total pembayaran
2004 USS. 18660
2005 USS.76710
2006 USS.101140
2007 USS. 2465
Total keseluruhan Pembayaran US. 107.975
Sedangkan menurut Sr. Francisco Borges yang pada masa pemerintahan
lama menaggani perjanjian kontrak especial bersama dengan Ibu Maria
Apolonaria Soares, bahwa selama pemerintahan lama (Fretelin) perjanjian kontrak
espsial telah dimplementasikan dengan rata-rata pembayaran USS.10.00 dolar
Amerika, namun hanya dijalankan di Sub Distrik Dom Aleixo. Beliau juga sangat
menyesalkan kuputusan Ibu Mentri untuk menghentikan perjanjian kontrak
especial, namun beliau juga mendukung kuputusan tersebut yang dikarenakan
masyarakat kurang mempu untuk membayar sebab factor ekonomi
4.3.4 Tindakan Administratif Yang Dilakukan Oleh DNTP Terhadap
Penyewa Yang Tidak Melakukan Kewajibannya Sebagai
Penyewa
Tindakan administrative berdasarkan pada pasal 16 undang-undang nomor
19 tahun 2004 yang mengatakan bahwa:
71
1) Kauze ne’ebe bele hakuto kontratu arrendamentu;
a. La selu renda aluga nian tuir kontratu;
b. Fo soin metin-iha-fatin ba ema seluk uza la tiur autrizasaun ka
husik mamuk hela li fulan neen;
c. Kauze estraga sira ka naksobu iha soin metin-iha-fatin laran
tamba la iha kuidadu husi arrendatariu;
d. Entrega soin metin-iha-fatin ne’e ba ema seluk, la kumpri
prosedimentu legal ba tranferensiaiha DNTP;
2) Bainhira la kumpri konratu, DNTP sei komprova no bele hala’o prosesu
despaju administrative atau hasai ema husi uma tuir termu lei nomor 1
tinan 2003 loron 10 fulan marsu (Rejime Juridiku Kona ba-Soin-Metin-
iha-fatin).
3) Arrendatariu ne’ebe la selu renda bele selu renda ne’ebe seidauk selu ho
valor hanesan 50% ba renda ne la selu, hodi hapara despeju
administrative, karik iha prazu nia laran, bele kontinua kontratu.
4) Prosedimentu no rekursu ba despeju administrative tuir lei nomor 1
tinan 2003, fulan marsu ( Rejimi Juridiku kona ba soin-metin-iha-fatin)
kepada perjanjian kontrak normal kontrak especial yang dilakukan oleh Dirasaun
Nasinal Terras e Propriedade terhadap penyewa yang tidak melunasi kewajibannya
sebagai penyewa, dalam jangka waktu 6 bulan tidak membayar maka tindakan
yang dilakukan adalah dengan memberikan teguran sampai dengan 3 kali artinya
DNTP memberikan teguran agar penyewa melunasi pembayaran yang telah
ditetapkan, namun sampai 3 kali teguran tidak pedulikan oleh penyewa, maka
72
DNTP memberikan tuntutan denda kepada penyewa, yang harus membayar atau
melunasi 50% dari perjanjian kontrak dan dalam waktu 14 hari penyewa tidak juga
melunasi pembayaran tersebut, DNTP akan mengeluarkan keputusan atau tindakan
Administrasi untuk mengambil-alih gedung atau tempat tinggal tersebut.
4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi terhambatnya pembayaran sewa
menyewa kepada pemerintah
A. Faktor Ekonomi
Tingkat kepadatan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke
tahun dan arus urbanisasi masyarakat pedesaan yang mencari kerja
ke Kota Dili, juga adanya peningkatan penganguran setiap tahun
dan dengan tidak tersedia lapangan kerja bagi pencari kerja, hal ini
yang menambah kepadataan kepunduduk di Kota Dili, maka
perumahan-perumahan dan geduang-gedung pemerintah yang
terlantar ditempati secara illegal, masyarakatpun tidak mempunyai
kemampuan untuk membayar uang sewa kepada pemerintah
B. Faktor Politik
Terpisahnya Negara Timor Leste pada tahun 1999 dari pemerintah
Indonesai, dengan menninggalkan peninggalan-peninggalan berupa
gedung-gedung dan perumahan-perumahan, hal ini di manfaatkan
dengan sebaik-baikya oleh masyarakat Timor Leste walaupun
banyak gedung-dan perumahan musnah dibakar oleh milisi dan
73
militer Indonesia. Masyarakat yang kehilangan tempat tinggal pada
saat itu menempati gedung dan perumahan secara illegal
C. Faktor Hukum
Negara Timor Leste adalah Negara yang berdiri diatas hukum oleh
sebab itu sebagai Negara hukum, Timor Leste telah mempunyai Lei
nomor 1 tahun 2003 yang mengatur tentang benda yang tidak
bergerak dan Undang-undang nomor 19 tahun 2004 yang mengatur
tentang sewa menyewa.
4.5 Peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Atau Dirasaun Nasional e
Terras Propriedade Dalam Mengatur Hak Sewa atas Benda Tidak
Bergerak Terhadap Masyarakat Kota Di Dili
Pada tanggal 10 November 2009 peneliti melakukan penelitian di Badan
Pertanahan Nasional (DNTP), yang memawancarai Sr. Santiago Soares SH. Ahli
Pertanahan sebagai kepala Departemen Bens Imoves, yang mengatakan bahwa
peranan Badan Pertanahan Nasional yang selama ini berdasarkan pada lei nommor
1 tahun 2003 pasal 17 mengatakan:
1. DTP, husi Ministeriu da Justita hanesan entidade responsavel atu halao
ida nee;
2. to’o tama iha vigor diploma legal sira kona ba regidto predial no
kadastro predial, DTP mak iah kompetensia(kiibit) atu halo registo ba
soim metin iha fati no halo kadastru;
74
3. DTP sei aprenzenta projetu diploma legal sira ne’ebe hakerek nomor
kotuk no diploma no diploma ida ne’ebe atu hakerek ne’ebe iha artigu
15 hanesan no mos halo ninia lei organica.
Dalam pengontrolan dan pengaturan hak sewa badan pertanahan nasional
berdasarkan pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2004 pasal 4 ayat 3 yaitu:
1. Konsedera hanesan aktu afetasaun ofisial soin metin-iha-fatin ne’ebe
dominium pribadu estadu nian hirak ne’ebe intrega temporary soin
metin-iha-fatin ida atu uza ba servisu estadu sagauti deit;
2. Arendamento soin metin-iha-fatin estadu nian hanesan kontratu ida liu
husi ne’ebe governu intrega no autoriza atu uza espesifiku soin meti –
iha-fatin dominiu pribadu estadu nian, liu husi renda (folin aluga) ho
tempo ne’ebe determinadu ona. Kontratu ne’e fo deitu atu uza deit la fo
direitu atu uza deit la fo direitu atu sai nain;
3. Asaun hotu ne’ebe afeta no arenda tenki halao husi DNTP ho kontro no
autorizasaun ministeriu da justisa nia no sempre tuir dipozisaun legal no
dikretriz adminstrativu sira ne’ebe korrespondenti.
4.5.1 Fungsi DNTP Dalam Pengaturan Pembayaran Sewa oleh
Masyarakat
Dalam hal ini yang mengatur pembayaran sewa dari masyarakat adalah
bagian Departemen Bens Imoves yang diatur dalam peraturan internal (lei organic
DNTP) pasal 12 ayat d huruf adalah: Mengatur pembayaran sewa menyewa
75
terhadap benda tidak bergerak milik pemerintah untuk tempat tinggal, aktivitas
perdagangn, perindustrian, misi diplomat, dan organisasi internasional (promove e
realizar arrendamento de bens imoves do estado ou sob sua administraҫão para fins
residencias, de actividade commercial, Agricola ou industrial, missões diplomáticas
e organizaҫões internacionais)
4.5.2 Tanggungjawah Dirasaun Nasional e Terras Propriedade dalam
menanggani pembayaran sewa menyewa kepada pemerintah
Tanggungjwab yang dilakukan oleh DNTP dalam menangani pembayaran
sewa dari masyarakat berdasarkan pada undang-undang organic (lei organic)
DNTP yaitu:
1. Menerima proposal permohonan dari masyarakat yang berkeinginan
menggunakan benda tidak bergerak milik pemerintah dan mengusulkan
kepada kementrian kehakiman tentang permohonan tersebut.
2. Mempersiapkan draft perjanjian kontrak untuk diberikan kepada
penyewa
3. Mengontrol pembayaran hak sewa oleh masyarakat kepada pemerintah
4. Memberikan tindakan administrative kepeda penyewa yang tidak
membayar hak sewa
5. Untuk melindungi semua benda tidak bergerak milik pemerintah
digunakan oleh warga Negara Timor Leste maupun warga Negara asing
76
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dikumpulkan selama melakukan penelitian bahwa
Dirasaun Nasional e Terras Propriedade telah mengidentifikasi semua benda yang
tidak bergerak milik pemerintah Indonesia yang ditinggalkan di negara Republik
77
Demokratik Timor Leste dan dalam mengimplementasikan undang-undang nomor
19 tahun 2004 tentang sewa menyewa sudah sangat efektif dalam hal ini hanya
berlaku bagi perjanjian kontrak normal dan pendapatan yang diterima oleh negara
setaip tahunnya terus meningkat, sedangkan untuk perjanjian kontrak especial tidak
ijinkan oleh Ibu Kementrian Kehakiman dengan mengeluarkan suatu perintah
(despacho) untuk menghentikan perjanjian kontrak tersebut, akan tetapi perjanjian
kontrak special yang dulunya diimplementasikan oleh pemerintah lama, pemasukan
dari pembayaran tersebut sangatlah meningkat walaupun hanya baru dijalankan di
kota Dili khususnya kecamatan Dom Aleixo.
5.2 Saran
1. Perlunya mengimplementasikan perjanjian kontrak especial agar iuran
atau pembayaran dari masyarakat dapat dipergunakan oleh kepentingan
Negara dan rakyat
2. Pemerintah seharusnya membuat undang-undang perpajakan yang
mengatur tentang tata cara penarikan pajak bumi dan bangunan dari
masyarakat.
3. Perlunya mengsosialisaikan undang-undang nomor 19 tahun 2004
kepada masyakat luas
4. Perlu adanya pegawasan yang lebih ketat terhadap warganegara dan
warganegara asing yang membayar sewa terhadap pemerintah
78
UNGKAPAN PRIBADI /MOTTO
79
NAMA YANG HARUM LEBIH BAIK DARI PADA MINYAK
YANG MAHAL, DAN IKUTILAH ORANG BIJAKSANA
KARENA PADA MEREKA ADA PENGETAHUAN
DAN
JANGAN PERNAH MENOLEH KE MASA LALU NAMUN
TATAPLAH MASA DEPAN KARENA GUNUNG EMAS
BERKILAU SEDANG MENANTIMU
HALAMAN PERSEMBAHAN
Istri tercinta Lag. Elda Guterres da Silva
80
Ayahku tercinta, Beraik Metan, dan Ibunda terkasih, Franzina Formau
(almarhuma)
Saudara kembar Orlando dan Istrinya, anak-anaknya
Adik Alexandre Watumomori (almarhum)
Adik Mery dan Suami serta anak-anaknya
Keluarga besar Atauru Khususnya Maker
Keluarga besar da Silva Guterres
Kampung halamanku
Almamaterku UNPAZ
Negara RDTL tercinta yang telah memberikan segalanya kepadaku
ABSTRAKSI SKRIPSI
Judul Skripsi “PEMBERIAN HAK SEWA MENYEWA ATAS BENDA YANG TIDAK
BERGERAK DARI HASIL PENINGGALAN PEMERINTAH INDONESIA DI KOTA DILI
81
OLEH DIRASAUN NASIONAL TERRAS e PROPRIEDADE” dengan studi kasus di
Dirasaun Nasional e Terras Propriedade Dili.
1. Keberhasilan Dirasaun Nasional e Terras Proriedade dalam
mengidentifikasi benda tidak bergerak milik pemerintah Indonesia.
2. Eektifitas pembayaran sewa oleh masyarakat sangat meningkat dari tahun
ke tahun.
3. Peranan DNTP dalam pengaturan hak sewa menyewa sudah sangat efektif
dan perlunya pembuatan undang-undang baru dalam penarikan pajak dari
masyarakat
Adapun sistimatika penulisan sebagai berikut: bagian awal yang terdiri dari
halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, ungkapan
pribadi/motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstraksi
skripsi. Bagian isi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN meliputi: Latar
Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan penelitian, Maksud Penelitian, Manfaat
Penelitian, Sisitimatika penulisan. BAB II Tunjuan Pustaka meliputi: Pengertian
Tanah Dan Bumi, Obyek Atas hukum Tanah, Pengertian Sewa Bangunan,
Hipotesis, Kerangka Pemikiran Teoritis. BAB III meliputi: Metode Penelitian,
Identifikasi variabel. Operasional Variabel, Jenis dan Sumber Data, Jangka Waktu
Penelitian Dan Lokasi Penelitian, Jenis Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Alat
pengumpulan Data, Teknik Analisis Data. BAB IV: Gambaran Umum Lokasi
Penelitian, Prosedur Untuk Memperoleh Hak Sewa Bangunan. Faktor-Faktor
Penghambat, Peranan Pemeritah dalam mengatur Hak Sewa. BAB V meliputi:
82
Kesimpulan Dan Saran. Bagian-bagian terakhir yang terdiri dari Daftar Pustaka
Dan Lampiran-lampiran.
83