pembahasan modul6

Upload: tiffanymanurung

Post on 19-Jul-2015

1.196 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB III PEMBAHASAN

A. Densitas Densitas atau rapat massa suatu fluida merupakan perbandingan antara massa (m) dan volume (v). Densitas suatu fluida dipengaruhi oleh temperatur. Dengan adanya perubahan temperatur pada suatu fluida, volume fluida akan berubah, hal inilah yang menyebabkan densitas fluida berbeda untuk tiap temperatur. Peningkatan temperatur fluida mengakibatkan densitas fluida tersebut menurun, karena terjadi pemuaian volume cairan saat temperatur dinaikkan. Sesuai dengan persamaan , (densitas) berbanding terbalik dengan volume,maka

semakin tinggi temperature suatu cairan, volumenya semakin besar dan nilai densitasnya semakin kecil. Densitas suatu fluida dapat ditentukan dengan pengukuran menggunakan piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang terbuat dari kaca, yang digunakan untuk mengukur nilai densitas fluida. Piknometer memiliki berbagai ukuran, salah satunya yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu piknometer 10 ml. Berikut ini adalah gambar piknometer :

Pengukuran densitas suatu cairan dengan piknometer dilakukan dengan mengukur massa dari sejumlah volume tertentu. Sebelum digunakan untuk pengukuran, piknometer harus dikalibrasi terlebih dahulu. Tujuan kalibrasi piknometer adalah untuk mengetahui volume piknometer pada berbagai suhu yang

digunakan dalam percobaan karena volume piknometer adalah fungsi temperatur. Volume piknometer akan berubah dengan adanya perubahan temperatur. Pada temperatur yang tinggi, volume piknometer akan meningkat. Mula-mula piknometer kosong ditimbang, lalu dicatat massanya. Kemudian piknometer diisi dengan air, ditimbang, dan dicatat massanya. Massa air dapat dihitung dari selisih antara massa piknometer yang diisi air dan massa piknometer kosong. Volume piknometer akan sama dengan volume air yang diperoleh dengan cara membagi massa air terhadap densitas air pada temperatur tertentu yang didapat dari literatur. Pengkalibrasian piknometer menggunakan air karena data densitas air dalam berbagai temperatur mudah didapat. Selain itu, air dipilih sebagai cairan yang digunakan pada saat kalibrasi karena air termasuk fluida Newtonian dimana data viskositasnya tidak berubah ketika terdapat gaya lain yang bekerja pada fluida; air juga mudah diperoleh dalam keadaan murni, stabil, dan memiliki sifat yang tidak mudah menguap pada suhu kamar dan relative stabil karena titik didihnya yang tinggi. Berikut ini adalah grafik densitas air terhadap beberapa temperatur :

Grafik Densitas Air terhadap Temperatur0.996 0.9955 0.995 0.9945 0.994 0.9935 0.993 0.9925 0.992 0 10 20 30 40 50 T (C) Air (gr/ml)

Grafik Densitas Air terhadap Temperatur

Dari grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa temperatur berbanding terbalik dengan densitas. Dengan kenaikan temperatur, zat cair akan mengalami pemuaian, volume akan meningkat, sehingga densitas akan semakin kecil. Penentuan Densitas Larutan Gliserin

Pada percobaan penentuan densitas larutan gliserin, pertama-tama dibuat larutan gliserin dengan empat konsentrasi yang berbeda, yaitu larutan gliserin 1.8%, 0.9%, 0.45%, 0.225%. Pembuatan larutan gliserin dengan konsentrasi 1.8% dilakukan dengan mengencerkan sebanyak 72 ml larutan gliserin 5% menjadi 200 ml, sehingga didapat 200 ml larutan gliserin 1.8%. Untuk membuat larutan gliserin 0.9%, larutan gliserin 1.8% sebanyak 100 ml diambil lalu ditambahkan 100 ml aquadest sehingga didapat 200 ml larutan 0.9%. 100 ml larutan gliserin 0.9% digunakan untuk membuat larutan gliserin 0.45% melalui pengenceran seperti di atas. Pengenceran terus dilakukan sampai didapat larutan gliserin 0.225%. Konsentrasi gliserin dibuat dengan konsentrasi yang kecil agar saat pengukuran viskositas larutan tidak membutuhkan waktu yang lama. Densitas larutan gliserin dalam konsentrasi 1.8%, 0.9%, 0.45%, dan 0.225% diukur dalam 2 variasi temperatur, yaitu pada temperatur 30C dan 35C. Untuk memperoleh larutan dalam temperatur yang diinginkan, larutan gliserin dipanaskan terlebih dahulu di dalam waterbath. Waterbath digunakan untuk memanaskan suatu larutan dimana kenaikan temperaturnya berlangsung perlahan-lahan dan temperaturnya dapat diatur konstan. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan pengaruh temperatur terhadap densitas larutan gliserin dalam berbagai konsentrasi:

Pengaruh Temperatur terhadap gliserin1.015 1.01 gliserin 1.005 1 0.995 0.99 29 30 31 32 T 33 34 35 36 [gliserin] 1.8 % [gliserin] = 0.9% [gliserin] = 0.45% [gliserin] = 0.225%

Secara teoritis, densitas suatu cairan akan berkurang dengan adanya peningkatan temperatur. Namun dari hasil percobaan yang didapat, peningkatan temperatur menyebabkan peningkatan densitas larutan. Penyimpangan hasil percobaan dari teori dapat disebabkan oleh beberapa hal :

Tidak penuhnya larutan gliserin dalam piknometer saat penimbangan. Adanya gelembung udara dalam piknometer saat ditimbang. Temperatur larutan dalam piknometer saat ditimbang tidak konstan (berubah dari temperatur yang diinginkan). Ada sebagian larutan yang menguap pada saat pengambilan larutan dan pada saat penimbangan. Adanya larutan gliserin yang tertinggal di lapisan luar piknometer sehingga pengukuran massa gliserin dalam piknometer menjadi tidak tepat. Berdasarkan grafik densitas gliserin terhadap temperatur, selain

dipengaruhi oleh temperatur, densitas larutan gliserin juga dipengaruhi oleh konsentrasi/molaritasnya. Semakin besar molaritas suatu larutan, densitas larutan juga akan bertambah. Dari hasil percobaan, diperoleh kecenderungan data yang sesuai dengan teori, yaitu densitas berkurang seiring dengan berkurangnya molaritas larutan gliserin. B. Viskositas Viskositas merupakan ukuran ketahanan suatu fluida terhadap aliran (menahan aliran). Semakin besar viskositas suatu fluida maka semakin sulit fluida tersebut untuk mengalir. Viskositas suatu fluida dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Temperatur Viskositas suatu fluida akan berbanding terbalik dengan temperaturnya. Jika temperatur semakin tinggi, maka viskositas suatu fluida akan menurun. Gaya kohesi (gaya tarik menarik antar molekul fluida) Gaya kohesi akan berkurang seiring dengan meningkatnya suhu dan

mengakibatkan viskositas berkurang. Konsentrasi Semakin besar konsentrasi suatu larutan atau fluida, berarti larutan semakin pekat dan waktu yang dibutuhkan untuk mengalir dalam viscometer akan semakin lama juga. Hal ini berarti viskositas suatu larutan semakin besar. Tekanan Hidrostatik oleh gaya gravitasi

Semakin besar tekanan hidrostatik, semakin besar viskositasnya. Hal ini disebabkan karena gerakan fluida menjadi lambat. Ukuran molekul dalam fluida Semakin besar ukuran molekul, viskositas akan semakin besar. Pada percobaan ini, viskositas cairan diukur dengan menggunakan viscometer Ostwald. Prinsip dari viscometer ini adalah mengukur waktu yang dibutuhkan suatu cairan untuk menempuh jarak dari batas start mark ke stop mark. Cairan dapat turun karena adanya tekanan yang disebabkan oleh massa larutan di atasnya sebesar .g.h. Berikut gambar dari Viscometer Ostwald :

Pertama-tama larutan dimasukkan pada bagian kiri sampai berisi setengah atau penuh dari pipa yang bulat, kemudian dihisap menggunakan filler sampai melewati start mark. Lalu waktu yang diperlukan dari start mark sampai stop mark dicatat. Dalam percobaan ini, digunakan 2 metode perhitungan, yaitu metode perbandingan dan metode kinematika. Dengan menggunakan metode perbandingan, nilai viskositas larutan gliserin dapat dicari dengan cara membandingkannya dengan data viskositas air yang diperoleh dari literatur. Sedangkan dengan menggunakan

metode kinematika, perhitungan menggunakan data konstanta viscometer, sehingga tidak perlu membandingkan dengan data viskositas yang lain. Pada metode perbandingan, perhitungan viskositas dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan viscometer yang sama. Zat pembanding yang biasa digunakan adalah air yang viskositasnya (0) dan densitasnya (0) telah diketahui. Jika waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air adalah t0, maka berlaku : = (t / t0 0) x 0 Sementara t dan adalah waktu yang dibutuhkan cairan tersebut untuk mengalir dalam suatu pipa kapiler dari acuan yang sudah ditentukan dan massa jenis dari suatu cairan yang akan kita ukur viskositasnya. Pada metode kinematika, perhitungan dilakukan dengan memasukkan data-data hasil percobaan dan nilai konstanta viskometer pada persamaan faktor koreksi () terhadap waktu. Sehingga hasil perhitungan akan memberikan nilai viskositas berdasarkan metode kinematika. Berikut ini adalah grafik gliserin terhadap temperatur dengan menggunakan metode perbandingan dan metode kinematika :

Pengaruh Temperatur terhadap gliserin (Metode Perbandingan)0.00084 0.00082 0.0008 0.00078 0.00076 0.00074 0.00072 28 30 32 T 34 36

gliserin

[gliserin] = 1.8 % [gliserin]=0.9% [gliserin]=0.45% [gliserin] = 0.225%

Pengaruh Temperatur terhadap gliserin (Metode Kinematika)0.400000000 0.350000000 0.300000000 0.250000000 0.200000000 0.150000000 0.100000000 0.050000000 0.000000000 28 30 32 T(C) 34 36

gliserin

[gliserin] 1.8% [gliserin] 0.9% [gliserin] 0.45% [gliserin] 0.225%

Dari kedua data hasil perhitungan dengan metode perbandingan dan metode kinematika, diperoleh bahwa nilai viskositas larutan gliserin akan cenderung naik dengan adanya peningkatan temperatur. Hal ini tidak sesuai dengan teori, seharusnya berdasarkan teori, nilai viskositas larutan gliserin akan cenderung turun dengan adanya peningkatan temperatur. Penyimpangan yang terjadi ini disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam mengukur temperatur dengan menggunakan stopwatch,sehingga perhitungan nilai menjadi tidak akurat. Selain itu, penyimpangan hasil percobaan ini dapat disebabkan oleh masih adanya cairan gliserin dengan konsentrasi berbeda yang tertinggal pada pengukuran sebelumnya sehingga konsentrasi gliserin berubah-ubah. Kecenderungan data pengaruh konsentrasi terhadap viskositas telah sesuai dengan teori, yaitu viskositas menurun seiring dengan menurunnya konsentrasi larutan. Temperatur yang berbanding terbalik dengan viskositas sesuai dengan rumus =AeE/RT , dimana adalah viskositas dan T adalah temperatur. Dapat dilihat bahwa viskoitas () dan temperatur berbanding terbalik. Dari persamaan tersebut, apabila kedua ruas kita ln kan, maka diperoleh : ln = ln A + E/RT Dimana A merupakan konstanta dan E merupakan energy aktivasi. Viskositas juga dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul pereaksi untuk memulai sebuah reaksi. Energi aktivasi akan meningkat seiring dengan bertambahnya suhu dan konsentrasi.

Pengaruh [gliserin] terhadap gliserin (Metode Perbandingan) 0.000840.00082 gliserin 0.0008 0.00078 0.00076 0.00074 0.00072 0 0.5 1 C 1.5 2 T=30oC T=35oC

Pengaruh [gliserin] terhadap gliserin (Metode Kinematika) 0.4000000000.350000000 0.300000000 0.250000000 0.200000000 0.150000000 0.100000000 0.050000000 0.000000000 0 0.5 1 C 1.5 2 gliserin T=30oC T=35oC

Berdasarkan grafik gliserin terhadap konsentrasi larutan, didapat kecenderungan pada metode perbandingan, bahwa peningkatan temperatur mengakibatkan viskositas semakin menurun dan viskositas semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan yang tinggi menyebabkan molekul dalam cairan berdesak-desakan sehingga makin sulit untuk mengalir. Hasil percobaan yang dilihat pada grafik di atas telah sesuai dengan teori. Namun, dengan metode kinematika, terjadi penyimpangan pada kecenderungan konsentrasi dan kecenderungan temperatur terhadap peningkatan konsentrasi larutan. Sedangkan nilai A dan konsentrasi berbanding terbalik, dimana semakin besar konsentrasi konstanta nilai A akan semakin kecil. Untuk menentukan nilai A dan E dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu metode grafis dan metode least square. Nilai viskositas () larutan gliserin yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat diolah untuk memperoleh nilai viskositas intrinsik [] dengan cara

mengalurkan viskositas spesifik per konsentrasi (s/c) terhadap konsentrasi larutan dalam temperatur tertentu. Selanjutnya akan diperoleh persamaan garis y = ax + b. Nilai viskositas intrinsik merupakan nilai perpotongan antara kurva dengan sumbu y, yaitu adalah nilai b. Berikut ini adalah grafik s/c terhadap c untuk temperatur 30C dan 35C.

Grafik s/c terhadap c (Metode Perbandingan)0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 0.5 1 1.5 2 T=30oC T=35oC

Grafik s/c terhadap c (Metode Kinematika)20 15 s/c 10 5 0 0 0.5 1 c 1.5 2 T=30oC T=35oC

Dari grafik di atas, didapatkan hubungan antara viskositas spesifik per konsentrasi terhadap konsentrasi. s/c akan semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi. Apabila dibandingkan, nilai s/c pada temperatur yang lebih tinggi akan lebih besar daripada nilai s/c pada temperatur yang lebih rendah.

Selain dipengaruhi oleh temperature dan konsentrasi, viskositas ditentukan juga oleh energi aktivasi (E) dan suatu konstanta. Energi aktivasi akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan yang menyebabkan peningkatan viskositas sehingga energy yang diperlukan oleh molekul untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan lainnya pun akan bertambah. Penentuan nilai E (energi aktivasi) dan A (suatu konstanta) untuk masingmasing metode (metode perbandingan dan metode kinematika) dilakukan dengan metode grafis dan metode least square. Dengan metode grafis, data ln dialurkan terhadap 1/T sehingga didapatkan suatu persamaan garis y=ax+b. Persamaan y=ax+b adalah hasil penyederhanaan dari persamaan ln = ln A + E/RT dengan y adalah ln dan x adalah 1/T. Nilai A dan E pun dapat ditentukan. Berikut ini adalah grafik ln terhadap 1/T :

Gravik ln terhadap 1/T (Metode Perbandingan)-7.1 0.00324 0.00326 0.00328 -7.12 -7.14 0.0033 0.00332 [gliserin] 1.8% [gliserin] 0.9% [gliserin] 0.45% [gliserin] 0.225%

ln

-7.16 -7.18 -7.2 -7.22 -7.24 1/T

Berdasarkan grafik ln terhadap 1/T, didapatkan hubungan antara ln dengan 1/T adalah berbanding lurus. Semakin rendah temperatur larutan, berarti semakin besar nilai 1/T, nilai ln akan meningkat. Nilai ln untuk konsentrasi yang lebih tinggi akan lebih besar daripada nilai ln untuk konsentrasi yang lebih kecil. Penentuan nilai E dan A dari metode grafis dan Least Square menghasilkan perbedaan nilai yang sangat kecil. Hal ini ditandai dengan berimpitnya kurva metode grafis dan least square untuk setiap metode. Berikut ini adalah pengaruh konsentrasi terhadap nilai E dan A untuk metode grafis dan Least Square :

Pengaruh Konsentrasi terhadap E18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0 0.5 1 Konsentrasi 1.5 2

E

Metode Least Square Metode Grafis

Pengaruh Konsentrasi terhadap A0.000004 0.0000035 0.000003 0.0000025 0.000002 0.0000015 0.000001 0.0000005 0 0 0.5 1 Konsentrasi 1.5 2 A Metode Grafis Metode least square

Berdasarkan grafik di atas, kecenderungan menunjukkan semakin besar konsentrasi suatu larutan, semakin besar nilai E (Energi aktivasi) yang dibutuhkan. Kecenderungan ini telah sesuai dengan teori. Berat molekul merupakan fungsi dari temperatur, bila temperatur dinaikkan maka berat molekul akan semakin besar. Berat molekul gliserin ditentukan sesuai dengan persamaan : [] = K . (BM)a

Berat molekul dipengaruhi oleh nilai viskositas intrinsik, yaitu kemudahan suatu fluida mengalir pada saat konsentrasi mendekati nol. Berikut grafik berat molekul terhadap temperatur :

Berat Molekul terhadap Temperatur3.00E+03 2.50E+03 2.00E+03 BM 1.50E+03 1.00E+03 5.00E+02 0.00E+00 302 304 306 T 308 310 Metode Perbandingan

Berdasarkan grafik di atas, terjadi peningkatan berat molekul seiring dengan peningkatan temperatur. Kecenderungan ini telah sesuai dengan teori. Perubahan berat molekul berhubungan dengan energi aktivasi dan laju polimerisasi pada suatu temperatur. Kenaikan temperatur akan meningkatkan energy aktivasi dan sisa energ aktivasi akan menyebabkan kenaikan viskositas intrinsik sehingga berat molekul juga meningkat.

Berat Molekul terhadap viskositas Intrinsik3.00E+03 2.50E+03 2.00E+03 BM 1.50E+03 1.00E+03 5.00E+02 0.00E+00 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 [] Metode Perbandingan

Apabila dibuat grafik antara berat molekul dan viskositas intrinsik, didapat hubungan antara berat molekul dan viskositas intrinsik adalah berbanding lurus. Peningkatan viskositas intrinsik akan menyebabkan berat molekulnya semakin besar. Hal ini telah sesuai dengan teori. C. Perbandingan Data Kelompok Michelle-Mellissa ([gliserin] dengan

temperatur 30C dan 35C) dengan Kelompok Leony-Theresia ([Gliserin] dengan temperatur 32C dan 39C)

Pengaruh Temperatur terhadap gliserin (Metode Perbandingan) pada T=30C dan 35C0.00084 0.00082 0.0008 0.00078 0.00076 0.00074 0.00072 28 30 32 T 34 36 gliserin [gliserin] = 1.8 % [gliserin]=0.9% [gliserin]=0.45% [gliserin] = 0.225%

Pengaruh Temperatur terhadap Viskositas Gliserin pada T=32C dan 39 C(Perbandingan)0.9 gliserin (cP) 0.8 0.7 0.6 0.5 304 306 308 T (K) 310 312 Gliserin 1.8% Gliserin 0.9 % Gliserin 0.45% Gliserin 0.225%

Dari grafik gliserin terhadap T, untuk grafik T=30 dan 35 C, peningkatan temperatur mengakibatkan peningkatan nilai viskositas. Sedangkan pada grafik T=32 dan 39 C, peningkatan temperature mengakibatkan penurunan nilai viskositas.

Penyimpangan kecenderungan terdapat pada grafik T=30 dan 35 C. Namun berdasarkan kedua grafik di atas, kecenderungan konsentrasi terhadap viskositas adalah sama, yaitu penurunan konsentrasi berbanding lurus dengan penurunan viskositas.

Grafik s/c terhadap c T= 30 dan 35C (Metode Perbandingan)0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 0.5 1 1.5 2 T=30oC T=35oC

Grafik s/c terhadap c T= 32 dan 39C (Metode Perbandingan)0.2 0 s/c -0.2 -0.4 -0.6 c(%) 0 0.5 1 1.5 2 T=32oC T=39oC

Dari grafik s/c terhadap c untuk kedua grafik di atas kecenderungannya adalah sama, yaitu penurunan konsentrasi diikuti dengan penurunan nilai s/c. Hubungan antara s/c dan konsentrasi adalah berbanding lurus. Pada grafik milik T=30 dan 35C, nilai s/c pada T=30 C lebih kecil daripada nilai s/c pada T=35 C. Sedangkan pada grafik kedua, nilai s/c pada T=39 C lebih kecil daripada nilai s/c pada T=32 C.

Gravik ln terhadap 1/T pada T=30 dan 35C (Metode Perbandingan)-7.1 0.00324 0.00326 0.00328 -7.12 -7.14 -7.16 -7.18 -7.2 -7.22 -7.24 1/T 0.0033 0.00332 [gliserin] 1.8% [gliserin] 0.9% [gliserin] 0.45% [gliserin] 0.225%

ln

Gravik ln terhadap 1/T pada T=32 dan 39C (Metode Perbandingan)-0.05 0.0032 0.00322 0.00324 0.00326 0.00328 0.0033 -0.15 ln -0.25 -0.35 -0.45 1/T [Gliserin] 1.8% [gliserin] 0.9% [Gliserin] 0.45% [Gliserin] 0.225%

Berdasarkan grafik ln terhadap 1/T, kecenderungan kedua grafik dari pengaruh 1/T terhadap ln adalah sama, yaitu penurunan temperature, berarti kenaikan nilai 1/T mengakibatkan kenaikan juga pada nilai ln . Sama pula dengan kecenderungan konsentrasi pada grafik, konsentrasi larutan yang lebih tinggi akan memiliki nilai ln yang lebih tinggi daripada konsentrasi larutan lain yang lebih rendah. Namun terjadi penyimpangan data pada grafik kedua saat konsentrasi larutan gliserinnya adalah 0.225%.

D. Penentuan Volume Molar Campuran Aseton-Air Volume molar parsial adalah perubahan volume pada suatu campuran akibat bertambahnya 1 mol suatu komponen campuran tersebut, di mana suhu, tekanan dan komponen mol lain dijaga tetap konstan. Volume molar parsial suatu zat dalam campuran tertentu nilainya bervariasi untuk konsentrasi yang berbeda. Pada percobaan digunakan aseton dan air yang dicampurkan dengan komposisi yang berbeda-beda. Untuk dapat menentukan volume molar parsial dari aseton dan air, dibutuhkan data densitas aseton dan densitas air. Densitas air diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan piknometer sedangkan data densitas aseton diperoleh dari data literature. Percobaan penentuan volume molar campuran asetonair ini dilakukan dalam 2 variasi temperatur, yaitu 30C dan 40C. Dari hasil perhitungan, densitas campuran diperoleh dengan membagi massa campuran air dan etanol dengan volume piknometer. Volume molar campuran dapat dihitung dengan membagi volume total dengan jumlah mol aseton dan air. Berikut ini adalah grafik antara densitas campuran terhadap volume air dan densitas campuran terhadap volume aseton pada T=30C:

Campuran terhadap V aseton campuran (gr/ml) 1.05 1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0 2 4 6 8 V aseton (ml) 10 12 14 16 y = -0.0065x + 1.0083 R = 0.972

Campuran terhadap V air1.05

campuran (gr/ml)

1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0 2 4 6 V air (ml) 8

y = 0.0065x + 0.9113 R = 0.972

10

12

14

Berikut ini adalah grafik antara densitas campuran terhadap volume air dan densitas campuran terhadap volume aseton pada T=40C:

Campuran terhadap V aseton campuran (gr/ml) 1.05 0.95 0.85 0.75 0 2 4 6 y = -0.016x + 1.0313 R = 0.9375 8 V aseton (ml) 10 12 14 16

Campuran terhadap V air1.05 1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0 2 4 6 8 V air (ml) campuran (gr/ml) y = 0.016x + 0.7906 R = 0.9375

10

12

14

Berdasarkan data pada grafik-grafik di atas untuk setiap temperatur, densitas campuran akan bertambah seiring dengan bertambahnya volume air dan

densitas campuran akan berkurang seiring dengan bertambahnya volume aseton. Hal ini disebabkan karena air > aseton. Volume molar parsial setiap komponen dapat diperoleh dengan mengalurkan volume molar campuran terhadap fraksi mol salah satu komponen (aseton atau air). Berikut ini adalah grafik antara volume molar campuran terhadap fraksi air dan aseton untuk T =30C :

Volume Molar Campuran terhadap X asetonVolume Molar Campuran 60 50 40 30 20 10 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 X aseton y = -1.6668x2 + 47.168x + 17.8 R = 0.9998

Volume Molar Campuran terhadap X air70 Volume Molar Campuran 60 50 40 30 20 10 0 0 0.2 0.4 0.6 X air 0.8 1 1.2 y = -8791.6x6 + 36603x5 - 61722x4 + 53619x3 - 25075x2 + 5852x - 466.93 R = 1

Berikut ini adalah grafik antara volume molar campuran terhadap fraksi air dan aseton untuk T =40C :

Volume Molar Campuran terhadap X asetonVolume Molar Campuran 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 X aseton y = 12.611x2 + 48.014x + 18.045 R = 0.9999

Volume Molar Campuran terhadap X air70 Volume Molar Campuran 60 50 40 30 20 10 0 0 0.2 0.4 0.6 X air 0.8 1 1.2 y = 2603.2x6 - 10830x5 + 18264x4 - 15866x3 + 7423.6x2 - 1810.7x + 234.27 R = 1

Volume molar campuran akan meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi aseton atau fraksi mol aseton dalam campuran dan volume molar campuran akan menurun seiring dengan meningkatnya komposisi air dalam campuran. Volume molar parsial campuran terhadap air diperoleh dengan mengalurkan volume molar campuran terhadap fraksi mol air, sehingga didapatkan persamaan dengan orde 6. Lalu persamaan ini diturunkan satu kali dan nilai fraksi air dimasukkan ke dalam persamaan. Volume molar parsial aseton dan volume molar parsial air pun dapat ditentukan melalui persamaan volume molar campuran terhadap air.

Sedangkan volume molar parsial campuran terhadap aseton diperoleh dengan mengalurkan volume molar campuran terhadap fraksi mol aseton, sehingga didapatkan persamaan dengan orde 2. Lalu persamaan diturunkan satu kali dan nilai fraksi aseton dimasukkan ke dalam persamaan. Volume molar parsial aseton dan volume molar parsial air pun dapat ditentukan melalui persamaan volume molar campuran terhadap aseton. Berikut ini adalah grafik volume molar campuran terhadap fraksi mol aseton untuk setiap temperatur :

Volume Molar Campuran terhadap X asetonVolume molar campuran70 60 50 40 30 20 10 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 X aseton T=30oC T=40oC

Dari data berdasarkan grafik di atas, pada T=40 C, volume molar campurannya lebih besar daripada volume molar campuran pada T=30C. Peningkatan temperatur akan menyebabkan peningkatan volume molar campuran. Volume molar campuran akan berbeda-beda sesuai dengan komposisi dan temperaturnya karena lingkungan molekul campuran berubah sesuai dengan perubahan komposisi dan temperaturnya. Perubahan lingkungan molekul dan interaksi antar molekul menyebabkan sifat termodinamika campuran berubah juga.