pembahasan 3 nsken 5

53
47 BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) EPIDEMIOLOGI Perubahan mikroskopis pada prostat sudah ditemukan pada usia 30- 40. Kelainan ini cukup banyak ditemukan pada laki-laki berusia 40 tahun, dan frekuensinya meningkat secara progresif seiring usia, mencapai 90% pada decade kedelapan. Sumber: McVary, KT. Management of benign prostatic hypertrophy. New Jersey : Humana Press Inc; 2004 ETIOLOGI Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat ialah : 1. Teori dihidrotestosteron Laporan Tutorial Skenario 5

Upload: novita-laily-satria

Post on 01-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: pembahasan 3 nsken 5

47

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA

(BPH)

EPIDEMIOLOGI

Perubahan mikroskopis pada prostat sudah ditemukan pada usia 30-40. Kelainan ini cukup

banyak ditemukan pada laki-laki berusia 40 tahun, dan frekuensinya meningkat secara progresif seiring

usia, mencapai 90% pada decade kedelapan.

Sumber: McVary, KT. Management of benign prostatic hypertrophy. New Jersey : Humana Press Inc;

2004

ETIOLOGI

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat ialah :

1. Teori dihidrotestosteron

Pada BPH, kadar DHT normal, hanya saja aktivitas enzim 5-alfa-reduktase dan jumlah reseptor

androgennya lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitive

terhadap DHT sehingga replikasinya lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia tua, perbandingan antara estrogen dan progesterone relative meningkat karena

kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relative tetap. Estrogen akan

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 2: pembahasan 3 nsken 5

47

meningkatkan kepekaan sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat. Hal

ini akan mengakibatkan meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan

testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih

panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

DHT dan estradiol akan mensimulasi sel-sel stroma untuk mensintesis growth factor yang

nantinya akan mengakibatkan terjadinya terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel

Pada usia tua, berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan

jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan

penambahan massa prostat. Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses

kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel

kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangakan

factor pertumbuhan TGF-Beta berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori stem sel

Stem sel ialah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif yang

aktivitasnya dipengaruhi oleh keberadaan hormone androgen. Pada BPH terjadi

ketidaktepatnya aktivitas stem sel sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma

maupun sel epitel.

PATOGENESIS

Penyempitan lumen uretra prostatika akibat pembesaran prostat akan menghambat aliran urine

yang menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Sebenarnya, obstruksi yang diakibatkan oleh

hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh massa prostat, tetapi juga disebabkan oleh

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher VU. Otot polos

itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Sebagai kompensasi obstruksi,

VU harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan

anatomic VU berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikuli

VU. Perubahan struktur pada VU tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 3: pembahasan 3 nsken 5

47

sebelah bawah. Tekanan intravesikal yang tinggi dapat berimbas kepada kedua muara ureter yang dapat

menimbulkan aliran balik urine dari VU ke ureter (refluks vesiko-ureter). Keadaan ini jika berlangsung

terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan gagal ginjal. Dekompensasi dari vesika

akan menyebabkan retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine dalam VU, dan

timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika terus berlanjut, akan terjadi kemacetan total sehingga

penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak

mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika

menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradox.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi yang paling sering ialah gejala obstruksi saluran kemih bawah dan pada hanya 10%

dari yang mengidap kelainan ini akan menimbulkan gejala klinis.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan iritatif:

Bisa disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor, karena pengosongan yang tidak sempurna

pada saat miksi, atau pembesaran prostat yang akan menyebabkan rangsangan pada VU

sehingga VU sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala tersebut antara lain frekuensi ,

nokturia, urgensi, disuria

Keluhan obstruktif:

Terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi lebih

lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya antara lain pancaran miksi melemah,

hesitansi, intermitensi, menetes setelah miksi, dan miksi tidak puas.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Gejala tersebut berupa nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari

hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 4: pembahasan 3 nsken 5

47

- Anamnesis

Untuk menilai tingkat keparahan dan keluhan pada saluran kemih bawah, beberapa ahli

atau organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung

sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International prostate

symptom score (IPSS). Pertanyaan yang diajukan terdiri atas tujuh pertanyaan terkait keluhan

miksi, dan satu pertanyaan terkait kualitas hidup pasien. Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan:

Dari skor IPSS diatas, selanjutnya total skor dapat diinterpretasikan sebagai:

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 5: pembahasan 3 nsken 5

47

o 0-7 Mildly symptomatic

o 8-19 moderately symptomatic

o 20-35 severely symptomatic.

- Pemeriksaan Fisik

o Colok Dubur

Dari colok dubur dapat dibedakan karakteristik BPH dengan Ca. Prostat. Diantaranya

adalah:

BPH Ca. Prostat

Konsistensi kenyal Konsistensi keras dan padat

Lobus sinistra dan dextra teraba simetris Kemungkinan dapat dijumpai asimetris

pada lobus prostat

Tidak terdapat nodul Nodul teraba

Mengukur volume prostat dengan colok dubur cenderung underestimate daripada

pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar. Hampir pasti

bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada

pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada

pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma

prostat sebesar 33%.

o Pemeriksaan region Suprapubik

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui batas buli-buli. Pada keadaan obstruksi

yang misalnya disebabkan oleh BPH, terjadi peninggian batas atas buli-buli, bahkan bisa

mencapai umbilicus. Selain itu, buli-buli juga teraba penuh.

- Pemeriksaan Penunjang

o Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan

hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-

buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya: karsinoma buli-

buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 6: pembahasan 3 nsken 5

47

kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan

pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli

perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine.

Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai

kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada

leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.

o Faal Ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius

bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak

0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi

pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%),

dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak.

Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises

0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar

kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk

perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.

o Pemeriksaan Kadar PSA

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan

cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari

BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:

(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat

(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek

(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar

PSA. Makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan

volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah 0,7

mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar

PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 7: pembahasan 3 nsken 5

47

Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan,

setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut,

kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai

Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:

40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi

kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA

bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja

dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan

PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.

Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan

pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan

sarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia

sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun,

sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada

manfaatnya

o Uroflometri

Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi

secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran

kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi

mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai 4 pancaran maksimum, dan lama pancaran.

Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk

mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan

terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan

pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau

kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 8: pembahasan 3 nsken 5

47

tidak ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi

antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut:

Qmax < 10 ml/detik 90% BOO

Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO

Qmax >15 ml/detik 30% BOO

Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua

yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan

keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax

<10 mL/detik biasanya disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons yang

baik setelah.

Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil Qmax saja, tetapi

juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume

prostat, dan Qmax cukup akurat dalam menentukan adanya BOO.

Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine yang dikemihkan, serta terdapat

variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna

jika volume urine >150 mL dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda.

Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan BOO harus diukur

beberapa kali. Untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran

pancaran urine 4 kali.

o Pemeriksaan Residu Urine

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang

tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal

adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. 78% pria normal mempunyai residual

urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari

12 mL.

Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-

kan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih,

maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan.

Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak

mengenakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi

saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 9: pembahasan 3 nsken 5

47

Pengukuran dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi

individual yang cukup tinggi, yaitu seorang pasien yang diukur residual urinenya pada

waktu yang berlainan pada hari yang sama maupun pada hari yang berbeda,

menunjukkan perbedaan volume residual urine yang cukup bermakna. Variasi

perbedaan volume residual urine ini tampak nyata pada residual urine yang cukup

banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (<120 ml)

hasil pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama.

Dahulu para ahli urologi beranggapan bahwa volume residual urine yang

meningkat menandakan adanya obstruksi, sehingga perlu dilakukan pembedahan;

namun ternyata peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya

gangguan pancaran urine atau beratnya obstruksi. Namun, bagaimanapun adanya

residu urine menunjukkan telah terjadi gangguan miksi.

Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup

banyak, demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi

disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa negara terutama di Eropa

merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH

dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang

cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan

melalui melalui USG transabdominal.

o Pencitraan

Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan terhadap traktus

urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu pemeriksaan IVP

pada BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahli urologi untuk mengungkapkan adanya:

(a) kelainan pada saluran kemih bagian atas

(b) divertikel atau selule pada buli-buli

(c) batu pada buli-buli

(d) perkiraan volume residual urine

(e) perkiraan besarnya prostat

Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai IVP atau USG,

ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 10: pembahasan 3 nsken 5

47

atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang

membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran

kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika

pada pemeriksaan awal diketemukan adanya:

(a) hematuria

(b) infeksi saluran kemih

(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG)

(d) riwayat urolitiasis

(e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.

Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan

besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan.

Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra.

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari

kemungkinan adanya karsinoma prostat.

Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai

pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani terapi:

(a) inhibitor 5-α reduktase

(b) termoterapi

(c) pemasangan stent

(d) TUIP atau

(e) prostatektomi terbuka.

Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui

pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat

peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan

guna menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat.

o Urodinamika

Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai

pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan

urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu

disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi

otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 11: pembahasan 3 nsken 5

47

Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO melainkan

disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan

desobstruksi tidak akan bermanfaat.

Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi

pasien BPH bergejala. Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini

merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat

(BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Pemeriksaan

ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi positif sebesar 95%.

Indikasi pemeriksaan urodinamika pada BPH adalah:

berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual

urine>300 mL

Qmax>10 ml/detik

setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis

setelah gagal dengan terapi invasif, atau

kecurigaan adanya buli-buli neurogenik.

o Uretrosistoskopi

Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan

buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu

buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli. Selain itu sesaat sebelum

dilakukan sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan

ini tidak mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi,

cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin

pada BPH.

Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan

untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka.

Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya

karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli,

TATALAKSANA

Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah:

(1) memperbaiki keluhan miksi

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 12: pembahasan 3 nsken 5

47

(2) meningkatkan kualitas hidup

(3) mengurangi obstruksi infravesika

(4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal

(5) mengurangi volume residu urine setelah miksi

(6) mencegah progresifitas penyakit.

Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang

kurang invasive, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

- Watchfull waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu

keluhan ringan yang tidak mengganggu aktovitas sehari-hari. Pasien tidak dapat menterapi

apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk

keluhannya, misalnya:

(1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam

(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli( kopi atau

cokelat)

(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

(4) kurangi makanan pedasss dan asin

(5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodic pasien diminta untuk dating control dengan ditanya keluhannya aoakah

menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan

laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada

sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

- Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 13: pembahasan 3 nsken 5

47

(1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic

alfa blocker)

(2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan

kadar hormone testosterone/dihidotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-

redukstase.

o Penghambat reseptor adrenergic-α

Caine adalah yang pertama kali melaorkan penggunaan obat penghambat

adrenergic-α sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamine,

yaitu penghambat α yang tidak selektif yang tenyata mampu memperbaiki laju pancaran

miksi yang dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh

pasien Karena menmebabkan komplikasi sitemik yang tidak diharapkan, diantranya

dalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler lain.

Diketemukannya obat penghambat adrenergic-α1 dapat mengurangi penyulit

sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamine.

Beberapa golongan obat penghambat adrenergic-α1 adalah : prazosin yang diberikan

dua kali sehari, teraZosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali. Obat-obatan

golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergic-α1A,

yaitu tamsulosin yang sangat selktif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat

ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan

darah maupun denyut jantung.

o Penghambat 5 α-redukstase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari testrosteron

yang dikatalisis oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar

DHT menyeabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.

Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yanhg diberikan

sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28% ; hal ini

memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 14: pembahasan 3 nsken 5

47

- Pembedahan

Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah

pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi. Cara ini

memberikan perbaikan skor IPSS dan secara obyektif meningkatkan laju pancaran urine. Hanya

saja pembedahan ini dapat menimbulkan berbagai macam penyulit pada saat operasi maupun

pasca bedah.

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya

adalah:

(1) retensi urine karena BPO

(2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO

(3) hematuria makroskopik karena BPE

(4) batu buli-buli karena BPO

(5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO

(6) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena BPO.

Guidelines di beberapa negara juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan

diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak

menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak

pemberian terapi medikamentosa.

Terdapat tiga macam teknik pembedahan yang direkomendasikan di berbagai negara,

yaitu:

o Prostatektomi Terbuka

Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan

paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala

BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal yang

mula-mula diperkenalkan oleh Hryntschack dan pen-dekatan retropubik yang

dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan transvesika hingga saat ini sering dipakai pada

BPH yang cukup besar disertai dengan batu buli-buli multipel, divertikula yang besar,

dan hernia inguinalis. Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat volumenya

diperkirakan lebih dari 80-100 cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka

menimbulkan komplikasi striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering

dibandingkan dengan TURP ataupun TUIP.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 15: pembahasan 3 nsken 5

47

o TURP (Reseksi Prostat Trans-Uretra)

Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada

pasien BPH. Pada pasien dengan keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat

daripada watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan

prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara

umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran

urine hingga 100%.

Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%, dan yang paling

sering adalah perdarahan sehingga mem-butuhkan transfusi. Timbulnya penyulit

biasanya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun,

ASA II-IV, dan lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%.

Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress <1% maupun

inkontinensia urge 1,5%, striktura uretra 0,5-6,3%, kontraktur leher buli-buli yang lebih

sering terjadi pada prostat yang berukuran kecil 0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka

kematian akibat TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia 65-

69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun37.

Dengan teknik operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk

anestesi) yang lebih baik pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah

pemberian transfuse berangsur-angsur menurun.

o TUIP (Insisi Prostat Trans-Uretra)

TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan pada

prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus

medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat.

Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono

insisi atau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher

buli-buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu

yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan

dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax

meskipun tidak sebaik TURP.

o Elektrovaporisasi Prostat

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 16: pembahasan 3 nsken 5

47

Cara elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai

roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu

membuat vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak

menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih

singkat.

- Tindakan Invasif Minimal

o Termoterapi

Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45oC sehingga menimbulkan

nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas dihasilkan dari berbagai cara,

antara lain adalah:

(1) TUMT (transurethral microwave thermotherapy)

Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro yang

disalurkan melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga dapat

merusak kelenjar prostat yang diinginkan. Jaringan lain dilindungi oleh

sistem pendingin guna menghindari dari kerusakan selama proses

pemanasan berlangsung. Morbiditasnya rendah dan dapat dikerjakan tanpa

pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah dan energi tinggi. TUMT energi

rendah diperuntukkan bagi adenoma yang kecil dan obstruksi ringan,

sedangkan TUMT energi tinggi untuk prostat yang besar dan obstruksi yang

lebih berat. TUMT energi tinggi menghasilkan respon terapi yang lebih baik,

tetapi menimbulkan morbiditas yang lebih besar daripada yang energi

rendah.

(2) TUNA (transurethral needle ablation)

Teknik TUNA memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas

sampai mencapai 1000 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.

Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator

yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter

dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi

topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak

pada kelenjar prostat13. TUNA dapat memperbaiki gejala hingga 50-60%

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 17: pembahasan 3 nsken 5

47

dan meningkatkan Qmax hingga 40-50% Pasien sering kali masih mengeluh

hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urine, dan epididimo-orkitis.

(3) HIFU (high intensity focused ultrasound)

Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis prostat pada HIFU

berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang

mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. Energi dipancarkan melalui alat yang

diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini

memerlukan anestesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan

gejala klinis 50–60% dan Qmax rata-rata meningkat 40–50%. Efek lebih

lanjut dari HIFU belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan

terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun.

(4) Laser

Makin tinggi suhu didalam jaringan prostat makin baik hasil klinik yang

didapatkan, tetapi makin banyak menimbulkan efek samping. Teknik termoterapi ini

seringkali tidak memerlukan mondok di rumah sakit, namun masih harus memakai

kateter dalam jangka waktu lama. Sering kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk

menilai kepuasan pasien terhadap terapi ini.

Pada umumnya terapi ini lebih efektif daripada terapi medikamnetosa tetapi

kurang efektif dibandingkan dengan TURP. Tidak banyak menimbulkan perdarahan

sehingga cocok diindikasikan pada pasien yang memakai terapi antikoagulansia.

o Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena

pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah

proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra

prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer

dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak

mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara

endoskopi. Stent yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi,

menyebabkan nyeri perineal, dan disuria.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 18: pembahasan 3 nsken 5

47

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 19: pembahasan 3 nsken 5

47

KOMPLIKASI

Komplikasi pada BPH sangat berkaitan erat dengan patofisiologi yang mendasari kondisi

penyakit tersebut. Dengan meningkatnya tekanan intravesika, maka terjadi obstruksi yang akan

menghambat aliran urine dari saluran yang lebih atas. Diawali dengan refluks vesiko-ureter akibat stasis

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 20: pembahasan 3 nsken 5

47

urine yang terjadi, selanjutnya terjadi peningkatan tekanan di ureter dan ginjal yang mengakibatkan

hidroureter dan hidronefrosis. Kondisi ini sangat memungkinkan terjadiny apionefrosis maupun

pielonefritis. Lambat laun, kondisi BPH yang telah disertai berbagai penyulit dan komplikasi akan

merembet hingga terjadinya gagal ginjal.

PROGNOSIS

Setiap pasien BPH yang telah mendapatkan pengobatan perlu control secara teratur untuk

mengethaui perkembangan penyakitnya. Jadwal control tergantung pada tindakan apa yang sudah

dijalaninya.

Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan control setelah 6

bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan

dengan pemeriksaan skor I-PSS, uroflometri, dan residu urine pascamiksi.

Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5-alpha-reduktase harus dikontrol pada minggu

ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai

perubahan gejala miksi.

Pasien yang menjalani pengobatan alpha-adrenergik bloker harus dinilai respon terhadap

pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan I-PSS, uroflometri, dan residu urine

pascamiksi. Jika terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang berarti, pengobatan dapat

diteruskan. Selanjutnya control dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah

menerima pengobatan secara medikamentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan perlu

dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain.

Setelah pembedahan, pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pascaoperasi

untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk

mengetahui hasil akhir operasi.

Pasien yang mendapat terapi invasive minimal harus menjalani kontrol secara teratur dalam

jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang

mendapat terapi invasive minimal, selain dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pula

pemeriksaan kultur urine.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 21: pembahasan 3 nsken 5

47

CARSINOMA PROSTAT

DEFINISI, ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI

Carcinoma prostate merupakan penyakit keganasan pada prostat, menempati urutan kedua

sebagai penyebab kematian tersering pada laki-laki berusia lebih dari 50 tahun terkait kanker, di bawah

kanker paru. Insidensi puncak terjadi antara usia 65-75 tahun. Penyebab carcinoma prostat masih belum

diketahui. Namun, pengamatan klinis dan eksperimental mengisyaratkan bahwa factor hormone,

genetic, dan lingkungannya berperan dalam patogenesisnya.

Terdapat peningkatan factor resiko pada anggota keluarga yang positif CaP. Umur dari serangan

penyakit pada anggota keluarga yang didiagnosis CaP dapat mempengaruhi factor resiko pasien. Jika

serangannya pada usia 70 tahun, factor resikonya meningkat 4 kali, jika serangan pada usia 60 tahun,

resikonya menjadi 5 kali, dan jika serangannya pada usia 50 tahun, factor resikonya meningkat menjadi

7 kali.

Pada laki-laki berumur kurang dari 40 tahun, kemungkinan perbandingan CaP-nya adalah 1 :

10.000; pada usia 40-59 tahun, perbandingannya 1 : 103; dan pada usia 60-79 tahun, perbandingannya 1

: 8. Keturunan Afrika-Amerika memiliki factor resiko yang lebih tinggi daripada keturunan Kaukasia.

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa insidensi CaP lebih rendah di bagian dunia dimana orang-

orangnya menu hariannya kebanyakan rendah lemak dan mengkonsumsi sayuran. Studi migrasi juga

menunjukkan bahwa dimana laki-laki yang beremigrasi dari daerah beresiko rendah ke daerah beresiko

tinggi (misalnya AS), dan mulai mengkonsumsi makanan barat, resiko mereka meningkat beberapa kali

dan mendekati rate resiko penduduk tersebut. Intake lemak total, lemak hewan, daging merah akan

meningkatkan resiko CaP, sedangkan intake ikan laut akan menurunkan factor resikonya. Masih

terdapat kontroversi bahwa obesitas dan vasectomy meningkatkan resiko CaP. Intake Lycopene,

selenium, omega-3 fatty acids (fish),dan vitamin E dapat melindungi dari CaP, sedangkan Vit. D dan

kalsium dapat meningkatkan factor resiko CaP.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 22: pembahasan 3 nsken 5

47

KLASIFIKASI

Tingkat penyebaran Ca prostat yang lazim dipakai didasarkan pada system tingkat penyebaran

American Urological Association (AUA) dan TNM. Derajat didasarkan pada diferensiasi kelenjar, atipi sel,

dan kelainan inti sel. Sistem TNM dikeluarkan oleh American Joint Committee on Cancer (1997). Pada T

stage, stage kliniknya menggunakan hasil dari DRE dan TRUS, bukan dari hasil biopsy. Contohnya jika

pasien memiliki palpasi abnormal pada salah satu lobus prostate, sedangkan biopsy menunjukkan

gangguan bilateral, pasien dimasukkan dalam stage T2a.

Table stage berdasarkan system TNM dan AUA

AUA TNM Keterangan

A1 T1a Tidak dapat diraba, penemuan histologik kebetulan

A2 T1b Difus atau lebih dari 3 sarang ganas

B1 T2a Pada 1 lobus, ukuran <1,5 cm

B2 T2b Pada 2 lobus, ukuran >1,5 cm

T3 Menembus simpai, tidak terfiksasi pada struktur atau alat sekitarnya

C1 Tidak menginvasi vesika seminalis

C2 Vesika seminalis terken tumor

T4 Terfiksasi pada struktur sekitarnya

D1 N1 Metastasis kelenjar limfe <2 cm

D2 N2 Metastasis kelenjar limfe 2-5 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe >5 cm

M1 Metastasis hematogen

PATOFISIOLOGI DAN PATOLOGI

Keganasan prostat biasanya berupa adenokarsinoma yang berasal dari kelenjar prostat yang

menjadi hipertrofik pada usia decade kelima sampai ketujuh. Ca prostat 75% terjadipada zona perifer,

15-20% pada zona transisi atau zona sentral.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 23: pembahasan 3 nsken 5

47

Tumor yang berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat dan mengadakan

infiltrasi ke organ di sekitarnya. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 24: pembahasan 3 nsken 5

47

menuju kelenjar limfe retroperitoneal dan penyebaran secara hematogen melalui vena vertebralis

menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal, vertebra lumbalis, kosta, paru, hepar, dan otak.

Metastasis ke tulang pada umumnya merupakan proses osteoblastik, meskipun kadang-kadang bisa juga

terjadi proses osteolitik.

MANIFESTASI KLINIS

Pada Ca stadium dini seringkali tidak ditemukan gejala-gejala klinis. Tanda-tanda biasanya

muncul pada stadium yang lebih lanjut

Tanda – tanda itu antara lain :

Pada pemeriksaan colok dubur : ditemukan berupa nodul keras pada prostat

Pemeriksaan lab : ditemukan adanya peningkatan tumor PSA

10 % pasien datang dengan gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing, atau

hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 25: pembahasan 3 nsken 5

47

Jika sudah menekan rectum : keluhan buang air besar

Jika sudah metastasis ke tulang : nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis, kelainan

neurologis jika metastasis pada tulang vertebra

DIAGNOSIS

Diagnosis dari kanker prostat ditemukan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Pada anamnesis hal-hal yang perlu ditanyakan adalah segala hal yang terkait dengan gejala yang sering

ditimbulkan pada Kanker prostat. Gejala yang ditimbulkan dan perlu untuk ditanyakan saat anmnesis

antara lain:

- Riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik (termasuk DRE)

- Sering buang air kecil, terutama pada malam hari

- Buang air kecil harus mengejan

- Sulit menahan buang air kecil

- Tidak dapat buang air kecil sama sekali

- Buang air kecil terasa sakit atau panas

- Terdapat darah dalam air seni dan air mani

- Terasa sakit saat enjakulasi

- Timbul rasa nyeri atau kaku di daerah bokong, panggul, dan pangkal paha

Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan:

- rasa nyeri atau kaku didaerah bokong, panggul dan pangkal paha

- Pemeriksaan DRE pada dubur pasien

Pemeriksaan Penunjang dalam diagnosis kanker prostat ;

A. Lab Darah => Pemeriksaan PSA

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 26: pembahasan 3 nsken 5

47

PSA adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat yang berfungsi untuk mengencerkan

cairan ejakulasi untuk memudahkan pergerakan sperma. Pada keadaan normal, hanya sedikit

PSA yang masuk ke dalam aliran darah tetapi bila terjadi peradangan atau kerusakan jaringan

prostat maka kadar PSA dalam darah meningkat. Jadi peningkatan kadar PSA bukan hanya

disebabkan oleh kanker prostat tetapi dapat juga disebabkan oleh BPH dan peradangan prostat

karena sebab lain. Dalam darah, PSA ditemukan dalam keadaan bebas (free-PSA) dan sebagian

besar diikat oleh protein (disebut c-PSA atau complexed-PSA). Dari hasil penelitian, ternyata

pada BPH peningkatan free-PSA lebih dominan, sedangkan pada kanker prostat peningkatan c-

PSA lebih dominan. Untuk membedakan apakah peningkatan kadar PSA disebabkan oleh BPH

atau kanker prostat maka dianjurkan pemeriksaan rasio free-PSA/PSA total atau rasio c-PSA/PSA

total terutama bagi mereka yang kadar PSA totalnya antara 2.6-10 ng/ml.

B. Urinalisis: Terdapat hematuria makros maupun mikroskopik

C. Biopsi yang dipandu dengan USG untuk mendapatkan sampel jaringan prostat. Selanjutnya,

jaringan diperiksa di bawah mikroskop untuk mendeteksi ada tidaknya sel kanker

TATALAKSANA

Ada beberapa cara penanganan kanker prostat yaitu :

Cukup diamati dan dipantau perkembangannya dengan melakukan pemeriksaan PSA

Pengangkatan kelenjar prostat (Prostatectomy)

Radiasi

Terapi hormonal

Kelenjar prostat adalah organ yang bergantung pada hormon androgen. Pertumbuhan kelenjar

prostat bergantung pada stimulasi androgen, maka dengan mengurangi efek androgen dalam tubuh

dapat menghambat perkembangan kelenjar prostat. Terapi hormonal dewasa ini merupakan metode

terapi utama untuk kanker prostat stadium lanjut. Obat yang dipakai dapat berupa estrogen atau steroid

antiandrogen (terutama progesteron), tapi efek sampingnya relatif banyak. Dewasa ini sering digunakan

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 27: pembahasan 3 nsken 5

47

zat mirip hormon pelepas gonadotropin, pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan terkurasnya

gonadotropin hipofisis, akhirnya kadar androgen dalam darah berkurang. Yang sering dipakai terutama:

Leuprolideasetat. Disuntikkan subkutis, 1mg per hari

Goserelinasetat, setiap 4 minggu disuntikkan di subkutis abdomen mikrokapsul bersalut

biomembran yang berisi 3,6mg

Gonodorelin6-D-tripasetat disuntikkan subkutis pada awalnya sekali per minggu 0,5 mg

kemudian menjadi sekali per hari 0,1mg

KOMPLIKASI

Keluhan buang air besar

Nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis jika sudah meyebar ke tulang

Jika sudah menyebar ke tulang belakang : kelainan neurologis seperti parestesis, kelemahan

pada ekstremitas bawah, urinary/fecal incontinence

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 28: pembahasan 3 nsken 5

47

STRIKTUR URETRA

Strikturauretraadalahpenyempitan lumen uretrakarena fibrosis padadindingnya.Penyempitan

lumen inidisebabkankarenadindingnyamengalami fibrosis danpadatingkat yang lebihparahterjadi fibrosis

korpusspongiosum.

ETIOLOGI

Strikturauretradapatdisebabkankarenasuatuinfeksi, trauma pada uretra dan kelainan bawaan.

Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah

menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak

pemakaian antibiotika untuk memberantas urethritis.

Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury),

fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati. Striktur auretra

sering terjadi pada laki-laki dan jarang pada perempuan.

PATOLOGI

Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan

sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urin hingga

retensi urin. Aliran urin yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (disebelah proksimal

striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra

yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali

fistula sehinggadi sebut sebagai fistula seruling.

DERAJAT PENYIMPANAN URETRA

Sesuaidenganderajatpenyempitanlumennya, strikturauretradibagimenjadi 3 tingkatan:

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 29: pembahasan 3 nsken 5

47

1. Ringan: jikaoklusi yang terjadikurangdari 1/3 diameter lumen uretra.

2. Sedang :jikaterdapatoklusi 1/3 sampaidengan ½ diameter lumen uretra.

3. Berat: jikaterdapatoklusilebihbesardari ½ diameter lumen uretra.

Padapenyempitanderajatberatkadangkalaterabajaringankeras di korpusspongiosum yang

dikenaldenganspongiofibrosis.

MANIFESTASI KLINIS

- Pancaranurinmelemah

- Terdapatgejala-gejalainfeksi

- Retensiurin

- Frequensi

- Dysuria

- Indurasijelaspadastriktura

- Absesperiuretral

- Fistula uretrokutaneus

- Pembesarandarivesikaurinaria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mengetahui pola pancaran urin secara obyektif, dapat diukur dengan cara sederhana atau

dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urin yang

dikeluarkan pada saat miksi dibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20

ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada obstruksi.

Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat fotouretrografi.

Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan membuat foto bipolar sisto uretrografi

dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograde dari

uretra.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 30: pembahasan 3 nsken 5

47

Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi yaitu melihat

striktura transuretra. Jika diketemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse)

yaitu memotong jaringan fibrotic dengan memakai pisau sachse.

TERAPI

Jika pasien datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk

mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah:

1. Businasi (dilatasi) dengan busilogam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar

tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya

menimbulkan salah jalan (false route).

2. Uretrotomi interna: yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengna

pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada striktura yang

lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.

3. Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,

kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.

PENYULIT

Obstruksi uretra yang lama menimbulkan stasis urin dan menimbulkan berbagai penyulit,

diantaranya adalah: infeksi saluran kemih, terbentuknya divertikel uretra/buli-buli, anbses periuretra,

batu uretra, fistel uretro-kutan, dan karsinoma uretra.

PROGNOSIS

Striktura uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang

teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dialkukan observasi selama 1 tahun tidak

menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 31: pembahasan 3 nsken 5

47

KONTROL BERKALA

Setiap control dilakukan pemeriksaan pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter, atau

dengan rekaman uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, seringkali pasien harus

menjalani beberapa tindakan, antara lain:

1. Dilatasiberkaladenganbusi

2. Kateterisasibersihmandiriberkala (KBMB) atauCIC (Clean Intermitten Catheterization)

yaitupasiendianjurkanuntukmelakukankateterisasisecara periodic

padawaktutertentudengankateter yang bersih (tidakperlusteril)

gunamencegahtimbulnyakekambuhanstriktura.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 32: pembahasan 3 nsken 5

47

ANALISIS SKENARIO

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Obstruksi dan retensi urine

Retensi urine adalah keadaan penderita yang tidak dapat kencing padahal kandung kemihnya

penuh. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan mekanis pada uretra atau gangguan fungsional

kandung kemih dan sfinkternya, misalnya pascabedah setelah penderita bangun dari biusan.

(Sjamsuhidayat dan Wim, 2004)

Retensi urine kronik disebabkan oleh obstruksi uretra yang semakin hebat sehingga akhirnya

kandung kemih mengalami dilatasi. Pada keadaan ini, kemih keluar terus menerus karena kapasitas

kandung kemih terlampaui. Penderita tidak mampu berkemih lagi, tetapi urine keluar terus tanpa

kendali. Sering penderita dianggap inkontinensia, tetapi kandung kemih yang penuh dapat diraba

dan mungkin fundusnya mendekati pusat pada palpasi perut. (Sjamsuhidayat dan Wim, 2004)

Pada keadaan normal, saat sfinkter uretra eksternum mengadakan relaksasi, beberapa detik

kemudian urine mulai keluar. Akibat adanya obstruksi infravesika, menyebabkan hesitansi atau

awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengedan untuk memulai

miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh dan kecil; bahkan

urine jatuh di dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi, seringkali miksi berhenti dan kemudian

memancar lagi; keadaan ini terjadi berulang kali dan disebut sebagai intermitensi. Miksi diakhiri

dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-

tetesan urine (terminal dribbling). (Purnomo, 2003)

Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, menyebabkan terjadinya

retensi urine yang terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang

sangat sakit (urgensi). Lama-kelamaan isi buli-buli makin penuh sehingga keluar urine yang menetes

tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Inkontinensia paradoksa biasa terjadi

pada obstruksi infravesika yang disebabkan oleh BPH. (Purnomo, 2003)

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 33: pembahasan 3 nsken 5

47

2. Frekuensi

Kapasitas kandung kemih sekitar 300 ml. Jika volume ini dicapai, timbul keinginan berkemih dan

bila dikehendaki, otot detrusor berkontraksi secara terkoordinasi dan akan diikuti relaksasi sfinkter.

Frekuensi miksi yang meningkat dengan jumlah volume kemih sehari tidak berubah umumnya

disebabkan oleh iritasi dinding kandung kemih yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Peningkatan

frekuensi miksi dapat disertai disuria. Pasien terus-menerus terangsang untuk miksi, tidak

tergantung pada banyaknya isi kandung kemih. Selain oleh infeksi, peningkatan frekuensi miksi

mungkin disebabkan oleh pengosongan buli-buli yang tidak tuntas, seperti pada hipertrofi prostat

atau gangguan neurologik. Dapat pula disebabkan oleh otot detrusor yang kurang stabil sehingga

refleks miksi timbul ketika buli-buli belum penuh, atau karena volume kandung kemih kecil karena

fibrosis. ((Sjamsuhidayat dan Wim, 2004)

3. BUN 80 dan kreatinin 6 mg/dL

Nilai normal kreatinin untuk dewasa laki-laki adalah 0,9 – 1,3 mg/dL. Pada dewasa usia lanjut

akan terjadi penurunan kadar kreatinin berhubungan dengan penyusutan massa otot dan usia.

Nilai normal urea darah (BUN) untuk dewasa laki-laki adalah 6 – 26 mg/dL. Dari nilai normal

tersebut diketahui bahwa BUN dan kreatinin meningkat. Rasio BUN/kreatininnya adalah 13,33.

Rasio nitrogen urea darah (BUN) terhadap kreatinin serum dalam keadaan normal adalah sekitar

10:1. Angka ini meningkat pada penyebab prarenal (misalnya: dehidrasi, hipotensi) menjadi lebih

dari 15:1 karena peningkatan reabsorpsi urea di tubulus, sementara laju filtrasi glomerulus

menurun. Penyebab pasca-renal menyebabkan rasio BUN/kreatinin menjadi kurang dari 15. Di sini

terjadi peningkatan BUN sekaligus kreatinin. Peningkatan kreatinin terjadi karena peningkatan

reabsorpsi urea di tubulus dengan adanya stasis, tetapi peningkatan BUN secara proporsional lebih

besar daripada peningkatan kreatinin. Rasio BUN/kreatinin yang tinggi juga dapat dijumpai pada

pasien dengan pengurangan massa otot, gangguan fungsi ginjal disertai diet tinggi protein,

destruksi jaringan, dan miopati yang berkaitan dengan tirotoksikosis atau sindrom Cushing.

Penurunan rasio BUN/kreatinin dapat terjadi pada penurunan produksi urea, seperti dapat dijumpai

pada penyakit hati, diet rendah protein, atau hemodialisis karena urea lebih mudah tercuci

daripada kreatinin. (Sacher dan McPherson, 2004)

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 34: pembahasan 3 nsken 5

47

4. Konsumsi obat dekongestan dalam satu minggu terakhir

Obat-obatan dekongestan memiliki sifat -simpatomimetik. Sediaannya naphazoline,

tetrahydrozoline, dan xylometazoline. Pada mukosa hidung, obat-obat dekongestan dapat

menurunkan aliran darah mukosa dengan efek vasokonstriksinya, dan karenannya juga menaikkan

tekanan kapiler. Cairan intravaskular kemudian berpindah ke ruang interstisial, dan berpindah lagi

ke vena, yang kemudian akan menyusutkan mukosa hidung. Oleh karena terjadi penurunan suplai

cairan, sekresi mukosa hidung akan menurun. (Lullmann et al, 2000)

Sayangnya, obat-obatan dekongestan tidak bekerja selektif. Selain di pembuluh darah, obat

tersebut juga membuat vasokonstriksi otot polos di stroma prostat, kapsul prostat dan leher buli-

buli yang memiliki reseptor 1-adrenergik tipe 1a (Leveillee, 2010). Vasokonstriksi ini akan

membuat keluhan pasien yang sulit kencing menjadi semakin berat karena akan semakin

menyempitkan lumen uretra pars prostatika.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Sepuluh tahun yang lalu

Riwayat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkannya harus dirawat inap di rumah sakit dan

dipasangi kateter urine.

Trauma tumpul pada selangkangan, fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan

transuretra (misalnya, pemasangan kateter) yang kurang hati-hati akan menyebabkan terbentunya

jaringan sikatrik pada dinding lumen uretra, menjadikan lumennya menyempit dan terjadilah

striktur uretra.

2. Delapan belas tahun yang lalu

Disuria, hematuria dan urine mengandung partikel kecil seperti pasir.

Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-buli

atau uretra. Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit di sekitar meatus uretra eksternus. Disuria

yang terjadi pada awal miksi biasanya berasal dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir

miksi adalah kelainan pada buli-buli. (Purnomo, 2003)

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 35: pembahasan 3 nsken 5

47

Hematuria dapat disebabkan oleh trauma, inflamasi, batu, tumor, atau diatesis hemoragik.

Kadang hematuria berasal dari glomerulonefritis, tumor Wilms, atau tumor kandung kemih.

Mungkin juga penyebab hematuria berupa hidronefrosis atau ginjal polikistik. Walaupun jarang,

hematuria juga dapat disebabkan oleh diatesis hemoragik, penggunaan antikoagulan, atau proses

emboli pada fibrilasi atrium jantung maupun endokarditis. (Sjamsuhidayat dan Wim, 2004)

Selain itu, perlu ditanyakan lebih jauh kepada pasien tentan urinnya yang kemerahan tersebut.

Urine yang seperti asap atau berwarna seperti coca-cola berarti glomerulonefritis. Darah merah

segar dapat berasal dari traktus urinarius atas atau bawah. Bekuan darah hampir selalu berasal dari

suatu tempat yang letaknya lebih distal daripada pelvis ginjal. Tetesan darah pada permulaan miksi

menyarankan uretritis. Hematuria tanpa disertai gejala-gejala mungkin disebabkan oleh tumor.

(Burnside, 1995)

Porsi hematuria yang keluar juga perlu ditanyakan dan diperhatikan, apakah terjadi pada awal

miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total), atau akhir miksi (hematuria

terminal). Dengan memperhatikan porsi hematuria yang keluar dapat diperkirakan asal perdarahan.

Jika di awal miksi, kemungkinan sumbernya adalah uretra. Jika di akhir miksi, kemungkinan

sumbernya adalah di kandung kemih atau prostate. Jika hematuria terlihat di seluruh proses miksi

dan darah dalam urine terlihat seperti bekuan berbentuk pita, kemungkinan sumbernya adalah

ureter, pelvis, atau pun ginjal (Grace dan Borley, 2007)

Adanya partikel kecil seperti pasir menandakan adanya proses pembentukan batu pada saluran

kemih.

Dari gejala dan tanda yang dikatakan oleh pasien, yaitu disuria, hematuria dan adanya partikel

kecil seperti pasir pada urine pasien, menurut kami kemungkinan besar pada 18 tahun yang lalu,

pasien mengalami batu saluran kemih. Batu yang berukuran seperti pasir tersebut keluar bersama

urine lewat uretra. Saat ia melewati uretra, akan terjadi gesekan antara batu dan mukosa uretra.

Gesekan ini akan menyebabkan rupturnya pembuluh darah kecil dan inflamasi pada mukosa yang

tergesek. Hal inilah yang akan menyebabkan pasien mengeluhkan sakit waktu berkemih dan

urinenya berwarna merah.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 36: pembahasan 3 nsken 5

47

DIAGNOSIS

Dari analisis gejala dan tanda serta riwayat penyakit dahulu pasien, kami mengajukan empat

kemungkinan diagnosis, yaitu benign prostate hyperplasia (BPH), carcinoma prostat, striktur uretra dan

batu saluran kemih (BSK).

Kami menyingkirkan kemungkinan diagnosis BSK karena sekarang pasien sudah tidak

mengeluhkan lagi gejala penyakitnya 18 tahun lalu tersebut. Pada saat itu ia sudah pergi

ke dokter dan kami menyimpulkan bahwa BSK yang dialami sudah sembuh. Selain itu,

dari keterangan pasien dari RPS tidak didapatkan adanya keluhan nyeri pinggang, atau

nyeri saat berkemih dan hematuria yang menandakan terjadinya iritasi oleh batu pada

mucosa, serta juga tidak dikeluhkan lagi urine dengan partikel-partikel kecil seperti

pasir.

Kami menyingkirkan kemungkinan diagnosis striktur uretra karena kejadian kecelakaan

dan pemasangan kateter tersebut sudah sepuluh tahun lalu, yang mungkin jika terjadi

striktur karenanya, maka pasien akan merasakannya beberapa bulan atau beberapa

tahun setelahnya. Selain itu juga tidak didapatkan riwayat infeksi uretritis gonokokus

pada pasien. Namur, untuk lebih memastikan lagi, kami perlu melakukan uretrogram

retrograd.

Kami memiliki dua kemungkinan diagnosis yang tersisa, yaitu BPH dan ca.prostat karena

keduanya dapat menyebabkan keluhan dan kronologis gejala obstruksi seperti yang

dijelaskan oleh pasien. Untuk menentukan diagnosis pasti, kami harus melakukan DRE

dan biopsi jaringan prostat untuk secara histopatologi dilihat apakah pembesaran

merupakan tumor jinak (BPH) atau tumor ganas (ca.prostat).

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 37: pembahasan 3 nsken 5

47

KESIMPULAN

Benign prostat hiperplasia merupakan salah satu jenis tumor yang paling sering muncul pada laki-

laki. biasanya resiko kejadiaany akan meningkat seiring dengan peningkatan usia dan biasanya terjadi

pada usia lanjut, dan dipengaruhi juga dari faktor lainnya seperti faktor lingkungan dan faktor

keturunan. tumor ini dapat menekan saluran kemih yang mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran

urine, sehingga gejala yang muncul jika sudah terjadi pembesaran prostat yaitu gejala yang berkaitan

dengan obstruksi tersebut. diagnosa utama ditegakkan dengan colok dubur dan pemeriksaan

ultrasonografi transrektal atau transabdominal. terapi yang dilakukan tergantung dari derajat

pembesaran dan derajat obstruksi.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 38: pembahasan 3 nsken 5

47

DAFTAR PUSTAKA

Burnside, John W.Diagnosis Fisik Edisi 17.Jakarta:EGC

IAUI, 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at:

http://iaui.or.id/ast/file/bph.pdf

Leveillee, Raymond J.2010.Prostate Hyperplasia, Benign.Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview

Lüllmann et al.2000.Color Atlas of Pharmacology Second Edition.New York:Thieme

McVary, KT. Management of benign prostatic hypertrophy. New Jersey : Humana Press Inc; 2004

Purnomo, Basuki B.2003.Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua.Jakarta:Sagung Seto

Sacher dan McPherson.2004.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11.Jakarta:EGC

Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta:EGC

Tanagho E A, McAninch J W. Lange: Smith’s General Urology. Sixteenth Edition. McGraw Hill. Boston: 2004.

Laporan Tutorial Skenario 5

Page 39: pembahasan 3 nsken 5

47

Laporan Tutorial Skenario 5