dewan perwakilan daerah republik indonesia ... filetanggal : 17 januari 2018 3. ... 4. tempat : r....
TRANSCRIPT
Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RDPU KOMITE IV DENGAN NARASUMBER
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Rabu
2. Tanggal : 17 Januari 2018
3. Waktu : 09.58 WIB s.d. 11.59 WIB
4. Tempat : R. Sidang Komite IV
5.
Pimpinan Rapat
:
1. Dr. H. Ajiep Padindang, SE., MM (Ketua Komite IV
DPD RI)
2. Siska Marleni, SE., M.Si (Wakil Ketua Komite IV DPD
RI)
3. Ir. H. Ayi Hambali, MM (Wakil Ketua Komite IV DPD
RI)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : RDPU Komite IV dengan narasumber :
1. Dra. Pardiman, Msi.,
2. Drs. Siswo Sujanto, DEA.,
3. Dr. Muklis Sufri;
4. Dr. Maret Priyanto;
5. Suryanto.
Dengan pembahasan RUU pengurusan piutang negara dan
daerah dengan narasumber/pakar calon tim ahli RUU.
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 1
II. JALANNYA RAPAT :
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim Rapat Dengar Pendapat Umum
atau RDPU Komite IV bersama dengan sejumlah pakar yang Insya Allah kita berharap
kesediannya nanti menjadi tim ahli dalam perancangan RUU tentang Pengurusan Piutang
Negara dan Daerah yang di gagas oleh Komite IV.
Rapat saya nyatakan kita mulai.
KETOK 1X
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi.
Salam sejahtera untuk kita sekalian.
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha
Kuasa pada pagi ini, atau hari ini rangkaian kegiatan Komite IV dalam Masa Sidang III
Tahun Sidang 2017-2018 yang agendanya salah satunya kita mulai untuk masa sidang ini
adalah pembahasan-pembahasan awal tentang gagasan untuk mengajukan usulan Rancangan
Undang-Undang tentang pengurusan piutang negara dan daerah.
Tentu saja atas nama Komite IV menyampaikan terima kasih atas kehadiran Bapak Drs.
Pardiman M.Si yang memang sudah akrab dengan kita di Komite IV dan mudah-mudahan
tetap bersama kita sudah ada pengalaman dan sudah ada kesesuaian-kesesuaian berpikir di
Komite IV, selamat datang kembali Pak Pardiman. Bapak Drs. Siswo Suyanto ya ini juga
sudah pernah kita bersama sebelumnya Pak, kalau tidak salah ingat Pak Siswo. Bapak Dr.
Muklis Sufri selamat datang ini juga sudah satu, dua kali kita undang di Komite IV untuk
memberikan kontribusi pemikiran, dan Bapak Dr. Maret Priyanto juga sudah satu, dua kali
kita di Komite IV. Barangkali yang baru kita berkenalan di Komite IV ini adalah Pak
Suyanto sehingga ada hukum disini Pak perlu memperkenalkan sedikit diri. Pak Suyanto
latar belakangnya, baik dipengabdiannya selama ini ataupun mungkin sekarang, tidak perlu
soal istri Pak itu persoalan pribadi, mau istri satu, dua, atau tiga itu urusan sangat individu
dan kalau seperti Kyai Hardi Hood dari Riau di atas pendapatan 50 juta bagi lelaki muslim
itu kewajiban jadi fatwa itu, tapi karena almarhum Pak Fatwa sudah tidak ada disini jadi
Fatwa ini tidak berlaku lagi. Saya sebelum lanjut saya mau persilakan dulu Pak Suryanto
mungkin kita berkenalan sedikit, silakan Pak Suryanto.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Silakan Pak Ahmad Kanedi.
PEMBICARA: SURYANTO (NARASUMBER)
Terima kasih Pak diberi kesempatan pertama.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kami diawali dikontak oleh Pak Wakil dan Ibu Reni bahwa kalau masih memungkinkan
untuk bisa bersama-sama di dalam menyusun, membahas RUU Piutang Negara dan Daerah
RAPAT DIBUKA PUKUL 09.58 WIB
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 2
Pak. Kami namanya Suryanto, dahulu kami bekerja di DJKN Pak, satu almamater dengan
Pak Pardiman cuma pekerjaannya berbeda Pak. Kami ada terlibat di dalam pengurusan
piutang negara macet Pak yang dahulu Pak. Jadi mungkin itulah mungkin pertimbangannya
barangkali nanti bisa kami memberikan masukan-masukan, kira-kira apa nanti supaya kita
bisa menyusun RUU ini dengan baik. Kelemahan-kelemahan yang ada selama ini terjadi
barangkali nanti bisa kita hindari menjadi rumusan-rumusan yang menjadi lebih baik Pak.
Mungkin itu, kalau istri memang satu Pak, lampiran tidak ada Pak.
Terima kasih Pak.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Terima kasih Pak Suryanto atas informasinya. Domisili sekitar Jakarta, baik atau masih
aktif di DJKN sekarang?
PEMBICARA: SURYANTO (NARASUMBER)
Kami sudah full pensiun Pak. Ada urusan lain, tapi mengantar cucu Pak.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Memang terkadang biasa kalau sudah punya cucu, penjajahan baru itu Pak bagi seorang
kakek begitu. Terima kasih Pak Suryanto dan terima kasih sekali lagi kepada Pak Pardiman,
Pak Siswo, Pak Muklis dan Pak Maret, mudah-mudahan Bapak berlima ini sangat
konfigurasinya sangat bagus sekali. Ada yang punya pengalaman di birokrasi, Kementerian
Keuangan, malah Pak Pardiman dengan Pak Suryanto bahkan lebih spesifik lagi tadi Pak
Suryanto diurusan piutang negara macet. Jadi urusan piutang negara ditambah lagi piutang
negara macet wah ini luar biasa. Ini nanti kita akan dalami mana piutang negara yang macet
atau dimacetkan, atau pura-pura dimacetkan karena entah siapa yang kuasai sehingga lebih
baik dimacetkan saja, jangan dicari lagi oleh negara.
Saya punya asumsi pemikiran dengan diundangnya Bapak berlima ini berarti sekaligus
Insya Allah ke depan bersedia jika seandainya kemudian, karena ini kan baru kita pengenalan
baik pengenalan secara fisik, berhadapan, bertemu, maupun nanti kita akan pengenalan awal
tentang pemikiran-pemikiran yang berkembang, atau yang dapat kita kembangkan di dalam
menggagas usul Rancangan Undang-Undang ini.
Jadi saya mau menggaris bawahi pertama itu kata menggagas. Jadi kami ini baru pada
batas untuk menggagas kemudian pada gilirannya jika kita temukan rumusan-rumusan yang
memang meyakinkan maka kita akan tingkatkan gagasan itu menjadi usulan dan kewenangan
DPD RI hanya memang pada batas tahap pertama mengusulkan. Mengusulkan, seandainya
ada istilah pra RUU maka seharusnya istilah ini pra RUU, tapi tidak ada istilah pra RUU
yang ada ialah istilah naskah akademik dan draf RUU yang menjadi syarat bagi pengajuan
suatu usulan RUU dalam Rapat Tripartit antara DPD, DPR dan Pemerintah.
Jadi batas kewenangan DPD adalah menggagas, merancang, dan kemudian pada
gilirannya tersusun sebuah naskah akademik dan draf RUU yang menjadi dasar pengajuan
usulan dalam forum, atau rapat bersama tiga kelembagaan itu untuk menentukan menjadi
sebuah usulan naskah, atau Rancangan Undang-Undang. Bahwa kemudian siapa yang
membahasnya lebih lanjut dalam pembahasan formal itu menjadi kesepakatan biasanya di
dalam Tripartit. Banyak selama ini asumsi bahwa DPD banyak melakukan kajian-kajian dan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 3
penyusunan naskah akademik, maupun draf RUU yang agak jauh dari kewenangan khusus
DPD tetapi bagi kami adalah kewajiban konstitusional di bidang legislasi untuk terus-
menerus menggali, mengkaji dan merumuskan usulan-usulan. Mengingat masih banyaknya
hal-hal yang, oleh konstitusi kita belum dapat di akomodir pada Perundang-Undangan
termasuk yang lambat diperubahan Undang-Undang.
Yang kedua memang kalau kita lihat Undang-Undang, saya malah belum baca ini
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Lelang Negara yang kami
baru baca itu dan karena selalu terkait ialah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang disana diatur tentang juga piutang negara, tetapi ternyata
memang sejak Tahun 1960 itu sudah ada dasar hukum. Kemudian masuk lagi sebagian atas
sedikit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan kesimpulan saya sementara ternyata
memang belum pernah tuntas diwadahi secara Perundang-Undangan tentang Pengelolaan
Piutang Negara kita apalagi kalau saya kaitkan dengan kata daerah. Misi kami di DPD ialah
daerah, bagaimana selalu bersinergi antara Pusat dan Daerah bahwa apakah ujungnya nanti
usulan kita ada kata daerah itu urusan terakhir, tapi kita ingin muatan dari pada ini selalu
melekat pemikiran ketika kita berbicara piutang negara berarti ada piutang daerah, ketika kita
berbicara pengelolaan keuangan negara berarti ada pengelolaan keuangan daerah. Memang
kita dalam satu sistem negara kesatuan tetapi pada operasionalnya selalu terbagi menjadi
Pusat dan Daerah, tanggung jawab pengelolaan keuangan pun seperti itu antara Pusat dan
Daerah.
Saya kira itu pengantar-pengantar singkat saya dan Bapak sekalian saya kira tidak usah
saya perkenalkan satu-satu Anggota Komite IV. Sebagian sudah dikenal baik diantara kita
kecuali memang Anggota Komite IV yang dipinjam dari Komite III yaitu Bapak Drs. Hardi
Hood, Kyai ya Komite IV ini hebat Pak ada usia 30 tahun, tetapi ada usia di atas 80 tahun.
Jangan melihat rambutnya yang putih dan agak gundul tidak berarti usianya lebih tua dari
pada yang lain, itu biasanya kalau seperti di belakang Pak Sofwat Hadi itu malah di bawah
50 tahun umur resminya, hanya memang rambutnya agak putih jadi bukan rambutnya
menentukan, jadi yang menentukan adalah perasaan lebih parah lagi Pak Hardi ya kalau
perasaan yang menentukan.
Saya tidak tahu memulai dari mana Bapak berlima, tapi kita beri waktu tidak terlalu lama
setiap orang karena sifatnya sekali lagi pengenalan baik pengenalan kita sudah bertatap
muka, maupun pengenalan-pengenalan awal pemikiran-pemikiran kita terhadap kerangka
pikir untuk menyusun suatu gagasan RUU Pengurusan Piutang Negara. Lebih ringan kalau
kita sebut kesempatan ini sebagai suatu diskusi awal ya memang di dalam tata tertib kita
sebut dengan Rapat Dengar Pendapat Umum.
Silahkan berempat dimulai dari mana ini bagusnya berlima. Saya tidak bermaksud, nanti
kalau saya persilakan Pak Surya, Pak Suryanto, atau dimulai dari ujung saja, ini ujungnya
juga ada kanan dan kiri, Jadi kita mulai dari Pak Suryanto karena kita mau sedikit mendapat
informasi apa masalah yang paling mendasar di pihutang negara baik dari pengalaman
empiriknya Pak Suryanto di sana maupun mungkin dengan pengetahuan lainnya.
Silakan Pak jadi sekali lagi kita berbagi waktu 10, 15 menit paling lama barangkali setiap
orang.
PEMBICARA: SURYANTO (NARASUMBER)
Baik, terima kasih Bapak.
Ini kesempatan kedua saya mendapat first class ini Pak. Ingin menyampaikan beberapa
hal. Yang pertama kami berpendapat bahwa Undang-Undang nantinya Pak pengurusan
piutang negara dan daerah itu sangat perlu. Perlu yang pertama bahwa selama ini Undang-
Undang yang mengatur mengenai piutang negara yang kami sebut tadi macet itu sudah tua
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 4
sekali Pak yaitu Undang-Undang PRP Nomor 49 Tahun 1960. Jadi menurut pendapat kami
bahwa situasi dan kondisi sudah berubah begini maju barangkali asumsi-asumsi makro mikro
juga sudah berubah.
Lalu yang kedua, kemungkinan satu itu probabilitas satu keberhasilan itu hanya milik
Tuhan. Jadi kami berpendapat piutang negara dan daerah itu sampai kapanpun pasti akan ada
cuma adanya lebih banyak atau tidak, itu yang pertama. Lalu yang kedua mengenai
pengalaman mengurus Pak kami dulu merupakan unit yang mengeksekusi Undang-Undang
PRP Nomor 49 Tahun 1960. Itu dulu dikenal ada dua Pak, institusi pertama itu KP3N itu
adalah yang mengeksekusi putusan-putusan. Lalu yang kedua ada lembaga lain namanya
PUPN Pak, PUPN adalah lembaga Pengurusan Piutang Negara yang tugasnya menetapkan
produk-produk hukum sebagai dasar dari eksekusi oleh KP3N pada waktu itu KP3N, KPKN
itu sama Pak ya itu eksekutornya adalah di situ. Apa produknya, itu adalah produk yang
ditetapkan oleh PUPN itu kolegial Pak ada lima unsurnya barangkali karena Bapak Pimpinan
tadi baru buka mungkin kami sedikit singgung Pak ya di sana unsur panitia itu unsurnya
adalah satu dari Kementerian Keuangan, lalu yang kedua dari unsur Kejaksaan, unsur
Kepolisian, unsur Pemerintah Daerah, dan yaitu mungkin TNI Pak, TNI. Jadi mengapa di itu,
karena sejarahnya pada waktu itu sangat mendesak karena banyak piutang negara pada waktu
situasi itu yang macet sementara negara memerlukan penerimaan-penerimaan yang harus
untuk mengelola negara. Jadi ada percepatan karena dibentuk PUPN eksekusi, PUPN
eksekusi. Dalam perkembangannya ternyata pada waktu itu memang banyak yang kita urus,
dan cakupan dari piutang negara waktu itu, itu meliputi piutang Pemerintah Pusat itu berarti
yang bersumber dari BBN lalu juga dari BUMN Pak, bahkan di DKI kalau tidak salah
BUMD pun ingin sekali bisa menyerahkan ke piutang macetnya kepada Kementerian
Keuangan yang dalam hal ini adalah PUPN. Namun itu karena banyak sekali Pak jadi
bagaimana cara menetapkanya Pak, ini yang kami alami adalah bahwa untuk bisa
menyerahkan piutang negara itu harus dibuktikan dengan terjadinya piutang negara. Jadi ada
bukti hukumnya juga harus bisa dipastikan jumlahnya jadi ada hitung-hitungannya. Kalau
piutang Pemerintah Pusat dan Daerah pada waktu itu rata-rata itu piutang kebendaharaan
kalau tidak salah Pak lalu piutang-piutang proyek begitu kira-kira Pak, tapi bagaimana
dengan yang BUMN misalnya dari perbankan. Perbankan itu baru menyerahkan piutangnya,
piutang negaranya kalau sudah macet Pak. Jadi kolektibilitasnya lima Pak karena itu
pengalaman kami pada waktu menyelesaikan tidak, hampir sedikit yang bisa meng-cover
jumlah utangnya karena kemampuan debitur yang sudah tidak ada, barang jaminannya rata-
rata tidak bisa meng-cover dari sisa hutang. Jadi dari produk-produk hukum itu akhirnya
karena banyak kelemahan juga Pak pada waktu penjaminan, pada waktu pembukaan kredit
barangkali itu banyak kelemahan mengenai proses hukumnya Pak, sehingga produk-produk
PUPN itu sering mendapat gugatan. Lalu kalau pelaksanaan lelang sering mendapatkan
gugatan, lelang barang jaminan maaf Pak karena berbagai hal di dalam melakukan
penjaminan juga mungkin kurang tepat pada waktu itu Pak, tapi makin kesini makin bagus
jadi barang jaminannya bisa di eksekusi dengan baik. Perkembangan terakhir bahwa ada
perkembangan situasi bahwa piutang BUMN itu tidak lagi diserahkan ke Kementerian
Keuangan Pak, pertimbangan pada waktu itu karena PUPN sudah ada yang go public dan
sebagainya bagaimana itu menjadi piutang negara. Namun kami berpendapat sebenarnya bisa
saja piutang BUMN itu tetap diserahkan kepada, BUMN atau BUMD diserahkan pada
institusi yang akan mengurus sepanjang kontruksinya jelas Pak, misalnya jangan diserahkan
untuk diurus. Bagaimana nanti kalau bisa dikonstruksikan, dihibahkan seluruhnya untuk
menjadi hak, hasilnya untuk menjadi hak negara Pak. Itu barangkali satu peluang kalau
memang nanti bisa masih bisa dikonstruksikan di RUU ini.
Lalu banyak hal Pak memang yang terakhir kami sampaikan bahwa pengurusan itu
mungkin Bapak pernah mendengar ya, kok piutang macetnya masih outstanding-nya besar
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 5
Pak, ini lah yang menjadi beban moril kita Pak karena piutang yang sudah diserahkan kami
itu banyak yang tidak ada barang jaminannya Pak. Banyak sekali kemampuan debitur
pembayar hutang itu juga sudah tidak ada bahkan dipanggil pun tidak ada, alamat pun sudah
tidak, tidak kita ini, padahal kita sudah secara hukum kita panggil melalui koran dan
sebagainya. Nah hal seperti ini nanti barangkali bisa kita perkuat pasal-pasal di dalam RUU
yang akan kita bahas ini sehingga betul-betul kalau sudah diserahkan kepada institusi yang
ditunjuk itu bisa diurus dengan baik dan bisa tuntas begitu Pak. Barangkali sekilas testimoni
yang kami coba lakukan dan beberapa hal mungkin menjadi masukan dari RUU ini Pak.
Mungkin kami akhiri dulu Pak, nanti akan berkembang dalam diskusi selanjutnya.
Terima kasih Pak.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih.
Ini langsung tancap jadi sudah mulai ada substansi tapi menarik sekali karena secara
empirik tadi ada pengalaman dan pengetahuan yang bisa memberikan nanti keyakinan pada
kita betapa pentingnya kita punya gagasan ini. Dilanjutkan berurut saja barangkali sudah
bagus ya, lanjutkan Pak Pardiman kita dengarkan masing-masing dulu.
Silakan.
PEMBICARA: Dra. PARDIMAN, Msi (NARASUMBER)
Baik Bapak Pimpinan.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi, dan salam sejahtera.
Bapak Pimpinan dan para Anggota yang kami hormati.
Beberapa hal memang sudah disampaikan oleh Pak Sur, karena kami satu ini, satu
almamater. Namun izinkan kami menyoroti dari beberapa hal terkait, perlukah Undang-
undang mengenai pengurusan piutang negara dan daerah itu dilanjutkan, karena mungkin
kalau kita lihat di dalam dasar hukum bahwa sebetulnya di Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang keuangan negara yang merupakan mandat atau amanat dari Pasal 23c
Undang-Undang Tahun 1945 tentang Keuangan Negara di situ sudah di singgung masalah
piutang. Nah kemudian dipertegas kembali di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara di situ juga di dalam Pasal 1 sudah disebutkan juga masalah
piutang negara dan piutang daerah. Lebih tegas kembali dalam Bab saya lupa, Bab V kalau
tidak salah di Pasal 33 sampai dengan Pasal 37 juga sudah diatur mengenai Pengelolaan
Piutang Negara. Nah mandat ini di dalam hal terakhirnya disebutkan bahwa untuk tata cara
pengurusan piutang negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian beberapa hal di
dalam perkembangan seperti sampaikan oleh Pak Suryanto tadi, apakah cukup hanya dengan
ketentuan perundangan yang ada itu, plus dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960
tentang Panitia Urusan Piutang Negara pada hemat kami memang kita masih perlu Pak di
dalam beberapa hal masih diperlukan, terutama mungkin kami mencoba menyetir dari salah
satu disertasi Doktor Bapak Agus Pandoman. Di situ disebutkan bahwa hasil penelitian di
dalam disertasinya menunjukkan hal yang sangat ironis sekali ternyata jumlah kredit macet
seperti sampaikan oleh Pak Sur tadi sangat luar biasa dibandingkan dengan kejahatan
korupsi.
Kemudian yang kedua, ini kami baca juga di dalam BPPN terjebak di dalam pola
penyelesaian negosiasi yang mengurangi standar penegakan hukum karena dia superbody,
tetapi ternyata kewenangan itu lebih banyak ke negosiasi. Kemudian dukungan bahwa
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 6
memperkuat bahwa perlu Undang-Undang Pengurusan Piutang Negara dan Daerah juga di
dalam beberapa hal kasus di BLBI yang dengan sengaja telah diselewengkan oleh begitu
banyak bank sehingga bukannya kebutuhan nasabah yang menjadi prioritas, tetapi justru
kebutuhan dari bank itu sendiri dengan pihak yang terafiliasi dengan bank.
Yang keempat juga kami perhatikan yang sekarang di empiriknya yaitu belum adanya
kesamaan pandang tentang aparat hukum dengan pengawas tentang tata cara penyelesaian
piutang negara seperti diatur di dalam PP berapa ya, PP saya lupa Pak, tapi ada di dalam,
sebagai tindak lanjut di PP tersebut ternyata belum bisa menyelesaikan permasalahan.
Kemudian penyelesaian piutang negara saat ini yang ada adalah pertama, bahwa di dalam
tahap pengurusan piutang negara diselesaikan oleh lembaga atau instansi masing-masing
melalui penagihan itu yang di dalam, di dalam istilah kami adalah penyelesaian administratif
ya Pak Sur. Kemudian jika pengurusan oleh lembaga atau instansi baik itu di Pusat, ataupun
di Daerah tidak berhasil maka itu wajib diserahkan pada penyerahan piutang negara itu
kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Dalam batas-batas tertentu memang diatur
kewenangan Menteri Keuangan, kewenangan Presiden, dan kewenangan izin di DPR,
ataupun di DPRD itu sudah diatur di dalam PP tersebut. Kemudian tadi sudah dijelaskan juga
bahwa pengurusan sekarang ini dilakukan oleh KPKNL. Apakah nanti perlu misalnya
dibentuk misalnya di daerah perlu ada apa ya padanan dari KPKNL misalnya, kalau itu
memang mungkin jumlahnya banyak misalnya, dengan Dana Desa yang cukup banyak
kemudian ada macet dan sebagainya bisa saja itu mungkin berkembang begitu. Kemudian
tahapan pengurusan piutang negara sesuai ketentuan yang bisa dilakukan saat ini terus terang
aja BPPN adalah sudah dilakukan, tetapi ternyata memang kita belum tahu persis berapa sih
sebetulnya outstanding seperti yang disampaikan oleh Pak Sur tadi.
Oleh karena itu Bapak Pimpinan yang dan Anggota yang kami hormati menurut
pandangan kami bawa Rancangan Undang-Undang Pengurusan Piutang Negara dan Daerah
sangat penting untuk kita lanjutkan, tetapi harus lebih jelas dan tegas penanganannya, serta
komprehensif di dalam apa implementasinya. Saya kira demikian, terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Terima kasih Pak Pardiman. Kita menuju ke Dr. Muklis.
Saya persilakan.
PEMBICARA: Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak Pimpinan yang saya hormati, dan Anggota sekalian.
Prinsipnya setuju, tetapi persetujuan itu tentu ada asumsi-asumsi harus kita kaji.
Semangat rancangan ini kalau secara empiris menunjukkan bahwa kalau kita lihat di
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 waduh lama sekali 49 tahun. Jadi dinamikanya
sudah berubah, pergeseran perkembangan ekonomi ya eksternal-eksternal juga mengalami
sedikit cepat risk of management-nya juga makin terasa jadi tidak ada alasan memang
prudensinya begitu.
Yang kedua dengan Lamanya Undang-Undang itu pun juga tidak menjamin efektivitas
dan efisiensi peran dari, tadi disebutkan PUPN itu dengan KPNI itu yang saya kira penting.
Yang lain adalah selain itu memang ada tiga, selain itu tujuannya pertama, memang kita
butuhkan apa, Undang-Undang ini karena tata kelola yang belum padu antara dua lembaga
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 7
ini. Saya pikir ini juga menjadi soal ketika kita rumuskan sebuah rancangan, pasti ada
kepentingan lagi ini antara RUPN dengan KPNR ya kita paham semua, dan pengalaman
bahwa KPNL ini kan masih di bawah dari Kementerian Pak, sedangkan ini PUPN ini
bentukan dalam tata kelola, dalam rangka percepatan dan efektivitas apa, tagihan atas piutang
itu. Jadi ada yang sifatnya arah kebijakan, ada yang arahnya eksekutor nah ini lalu di dalam
perundang-undangan kelihatannya ada berdampingan ya dia menjadi intersection, saya
sebutkan itu. Jadi ada peran-peran yang dimainkan didalamnya sehingga sulit untuk
menciptakan efisiensi di dalam mengelola, itu karena ada lembaga ini. Nah, nanti pada saat
perancangan itu akan mengemuka hal-hal yang bersifat kelembagaan di dalam tata kelola.
Yang kedua adalah banyak isu yang kita, kalau kita baca di draf ini luar biasa bagusnya.
Saya bilang ini ini bukan draf ini sudah menunjukkan sebuah solusi sebenarnya. Saya
melihatnya bahwa dalam potensi-potensi baru yang perlu menggali karena ini kita harapkan
bahwa optimalisasi peran dari kedua ini dalam melakukan apa, tagihan-tagihan piutang ini
tentu ada kaitanya dengan PP juga itu saya kira disana kalau saya tidak salah PP Nomor 35
Tahun 2017 juga ini penting kita elaborasi bagaimanapun juga kaitannya dengan begitu
besarnya masalah di bawah dan itu lama artinya ada kepentingan lain kita harus bilang oh ini
mengganggu risiko ekonomi kita mending kita putihkan, ataukah ada kepentingan desakan
membuat itu jadi putih. Jadi itu juga hal yang perlu menjadi perhatian penting di dalam
merumuskan rancangan ini keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya dan
regulasi yang berkaitan dengan itu. Kalau demikian maka ada skenario, tiga skenario
mungkin yang saya tawarkan di dalam perumusan ini. Yang pertama adalah mungkin kalau
semangatnya nanti suatu saat ada yang mencoba untuk menghilangkan saja ini dan
melahirkan satu lembaga baru bisa saja kalau ini tidak efektif ini ada sekitar hampir 60,
belum selesai. Mana lagi masalah-masalah eksternal risiko-risiko eksternal dan internal ini
baik kaitanya dengan lembaga pemerintah, maupun dalam keterkaitan dengan BUMN,
BUMD maupun diperbankan. Apalagi dikaitkan dengan channeling tadi ini urusan-urusan
mikro ke masyarakat urusan penting, tapi yang ada resiko. Nah ini uang rakyat semua, uang
negara semua gimana ini, itu memerlukan kajian baik makro maupun mikro. Jadi ada pikiran
saya suatu saat ada yang menghendaki, oh kalau begitu kita hilangkan saja lalu bentuk satu
ya untuk mengurus supaya jangan ada peran yang dimainkan dua kutub ini lebih baik satu
saja menjadi satu lembaga. Apakah dia ad hoc ataukah dia memang menggabungkan diri
BUMN ini menggabungkan diri ke Kementerian Keuangan begitu. Jadi ada urusan, urusan
kebijakan, ada urusan teknis. Jadi hampir-hampir sama dengan kedudukan Otoritas Jasa
Keuangan, atau kah membentuk apa namanya, atau sekaligus menggabungkan saja. Nah
sisanya nanti kewenangannya siapa, apakah dibawa Kementerian atau langsung dari
Presiden. Saya kira itu pilihan-pilihan yang mungkin menjadi bagian yang semoga tidak akan
sampai ke sana, tetapi bagaimanapun juga kalau urusan-urusan seperti ini bisa masuk ke
ranah itu karena ada urusan-urusan kepentingan yang tujuannya bagus, bukan kepentingan
untuk bisa membuat jalan-jalan bengkok begitu, tetapi ini tujuannya bagus adalah apa, yang
pertama percepatan, yang kedua tata kelola, yang ketiga ada sanksi. Nah kita sudah lalui tadi
kita harapkan ini percepatannya ini harus, tata kelolanya mau digabung, atau dipisah, atau
satu kesatuan begitu supaya lebih optimal. Kemudian sejauh mana sanksi nanti ini kaitanya
dengan lembaga-lembaga lainnya yang dibawa dengan lembaga tersendiri katakanlah
perbankan begitu. Tadi ada kaitan jadi draf ini berkaitan dengan channeling of risk sharing.
Nah bagaimanapun juga ini sangat erat dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan itu.
Jadi katakan dia ada apa namanya, ada kemacetan maka lalu pada saat ada pendekatan-
pendekatan yang dilakukan oleh sektor katakanlah perbankan, ada restructuring, dia
restrukturisasi, tapi ini juga tidak bisa terselesaikan apalagi tidak diikutkan dengan, yang
disebut dengan siapa yang harus diistilahkan dengan fiducial sampai siapa yang harus
bertanggung jawab dalam ini. Nah ini tiba-tiba muncul lembaga ini mengeksekusi untuk
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 8
piutang, piutang yang mungkin tak tertagih kena macet akibatnya adalah lembaga lain pun
juga ikut merasakan katakanlah OJK kan itu lembaga pengawasan secara mikro prudensial
punya tanggung jawab besar, tapi batas-batas antara lembaga-lembaga lain ini perlu menjadi
perhatian ya lembaga lain katakanlah tadi dengan perbankan dengan lembaga-lembaga yang
di, yang ada sekarang berdasarkan aturan yang ada katakanlah PUPN dengan KPNL. Ini
belum lagi sampai ke, soal lelang saya kira ada batas-batas tertentu aturan tertentu mau
minimal maksimal ini. Nantilah kita diskusikan di dalam satu forum yang sifatnya teknis.
Saya kira demikian.
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Terima kasih Pak Muklis.
Saya persilakan Pak Siswo.
PEMBICARA: Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Baik terima kasih.
Yang terhormat Bapak Pimpinan, Bapak Wakil Pimpinan, para Anggota Dewan yang
saya hormati, para narasumber, dan pada hadirin sekalian.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Saya tinggal menambahkan, namun ada beberapa hal yang perlu saya ungkapkan kalau
diizinkan terhadap pertanyaan bapak Ketua tadi, perlu enggak sih sebenarnya kita menyusun
RUU tentang Piutang Negara ini. Dalam banyak kesempatan termasuk ketika saya jadi ahli di
Mahkamah Konstitusi, itu banyak pihak yang salah memahami tentang PUPN. Jadi, PUPN
itu adalah sebuah lembaga yang bersifat Ad Hoc ketika negara menghadapi sebuah kenyataan
banyaknya piutang yang tidak bisa tertagih maka pada Tahun 1960 itu disusunlah sebuah
lembaga karena ketika itu kita juga tidak punya, bagaimana sih cara mengelola keuangan
negara yang benar karena Undang-Undang Keuangan Negara kan baru dilahirkan pada
Tahun 2003.
Oleh karena itu PUPN yang di dalam Undang-Undang Nomor 49 itu sebenarnya tidak
berkaitan dengan masalah piutang negara dia. Dia tidak menjelaskan kayak apa sih
sebenarnya piutang negara, sehingga di sana untuk terjadi sebuah perdebatan yang tidak ada
putusnya yang tidak ada putusnya. Padahal di sana itu ada sebuah pernyataan yang sangat
sederhana, yang masuk ke Pemerintah itu adalah piutang negara yang benar-benar sudah
macet. Makanya kantornya Pak Suryanto itu sebenarnya harusnya ditambah piutang macet
negara gitu ya Pak, jadi bukan kantor piutang dan lelang negara karena saya khawatir
negaranya yang dilelang, tetapi piutangnya itu adalah piutang macet, di luar piutang macet
itu masih dilakukan oleh masing-masing. Nah kemudian ketika terjadi pemikiran-pemikiran
seperti itu Undang-Undang Keuangan lahir pada Tahun 2003. Di dalam Undang-Undang
Keuangan itulah kemudian didudukkan permasalahannya piutang itu apa sebenarnya,
ternyata itu asetnya negara, aset negara aset rakyat. Oleh karena itu peran negara dalam hal
ini rakyat itu sangat dominan, tetapi Undang-Undang Keuangan Negara kan mengatur
hubungan politik antara eksekutif dan legislatif. Jadi dia hanya berbicara besaran, dia tidak
berbicara detil. Nah itu hanya ingin meletakkan bahwa piutang negara itu menjadi ranah yang
harus ditangani oleh rakyat, harus ada izin rakyat itu kata kunci. Kemudian dimana harus
diwadahi, karena hukum keuangan negara mengenal dua sisi. Sisi politik dan sisi
administratif, maka operasionalisasi dari pemikiran-pemikiran yang ada di Undang-Undang
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 9
Keuangan Negara ini dituangkan di dalam Undang-Undang Perbendaharaan, tetapi yang
terhormat bahwa itu ternyata tidak bisa karena Undang-Undang Perbendaharaan itu mengatur
hubungan hukum antar instansi dalam pelaksanaan APBN sehingga materi-materi termasuk
kemarin yang kita sudah bahas dalam RUU Kekayaan Negara itu adalah suatu hal yang
sangat luar biasa karena itu hanya diwadahi dalam tempat yang sangat sederhana yaitu di
dalam Undang-Undang APBN. Dalam Undang-Undang Perbendaharaan karena akhirnya kita
mengatakan bahwa Undang-Undang Perbendaharaan itu disamping berfungsi sebagai sisi
administratif tentang pelaksanaan APBN, tetapi dia juga mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan masalah perbendaharaan yaitu tentang uang, tentang barang, tentang piutang,
termasuk hutang. Dia akhirnya diwadahi di situ, tetapi mewadahi tidak mudah sehingga
dengan demikian dia diperlukan pemikiran-pemikiran yang lebih detil. Yang sudah muncul
adalah Undang-Undang tentang Utang Negara. Nah kalau Undang-Undang tentang Utang
Negara kenapa Undang-Undang tentang Piutang Negara tidak ada, karena ternyata di dalam
Undang-Undang Perbendaharaan sendiri dia hanya dibahas sebatas titik-titik kunci sebagai
elemen perbendaharaan. Jadi tidak pernah berbicara tentang piutang itu apa, sebagaimana
tadi disampaikan oleh Pak Suryanto bahwa piutang itu bisa terjadi di kementerian lembaga
bisa terjadi di BUMN. Nah sekarang pertanyaannya, kapan sebuah utang di BUMN menjadi
piutang negara, piutang BUMN mohon maaf menjadi piutang negara. Nah ini selalu
menimbulkan permasalahan bahkan di Mahkamah Konstitusi terjadi sebuah perdebatan
ketika itu karena ujung-ujungnya diambil kesimpulan bahwa piutang BUMN bukan piutang
negara salah itu, karena apapun yang terjadi BUMN yang merupakan bagian dari negara
maka seluruh piutang BUMN menjadi piutang negara bukan yang macet saja, bukan yang
macet saja. Oleh karena itu, mohon nanti ketika Undang-Undang ini disusun itu dibuatkan
sebuah hal yang sangat rinci agar betul tertata kapan sebuah piutang dan apa yang dimaksud
dengan piutang, karena kebetulan saya menangani masalah BLBI sebagai ahli. Disana terjadi
permasalahan yang sangat luar biasa tentang kapan sebuah piutang itu menjadi piutang
negara. Nah titik-titik ini yang harus nanti kita ungkapkan di dalam pasal-pasal kita agar itu
nanti menjadi jelas tidak ambivalensi. Kemudian ada beberapa hal yang perlu saya
sampaikan, tadi saya sampaikan bahwa KPKNL itu sebenarnya yang mengurusi piutang
macet. Yang tidak kalah pentingnya sebuah pertanyaan kenapa hutang itu bisa macet, ini
menjadi sangat penting sekali kenapa utang itu menjadi macet, karena ketika kita
menggunakan pemikiran yang bener memberikan kredit di bank itu yang disebut dengan
risiko bisnis itu, macet itu mungkin tidak banyak, tetapi karena kesalahan-kesalahan yang
sering terjadi di lapangan maka piutang macet itu menjadi muncul. Nah hal-hal yang seperti
ini mungkin, mohon izin nanti kalau bisa itu dibuatkan ketentuan-ketentuan atau sanksi-
sanksi sehingga rule-nya itu jelas sekali jangan sampai kemudian setiap piutang macet
diperbankan kemudian dinyatakan sebagai risiko perbankan, sebagai resiko bisnis dan saya
sebagai ahli selalu mengatakan, mari kita lihat, mari kita lihat apakah itu benar resiko bisnis,
apakah itu merupakan fraud sehingga ketika dia risiko bisnis silakan itu bisa nanti
dihapuskan dengan tataran-tataran yang sudah ditentukan tetapi ketika fraud itu harus masuk
ke kasus korupsi. Nah kembali lagi kepada masalah keuangan negara tadi yang terhormat,
bahwa sebenarnya begini. Penempatkan aset negara sebagai milik rakyat tadi itulah yang
kemudian memberikan peran bahwa setiap penghapusan harus izin rakyat. Oleh sebab itu
kemudian dibuatkan leveling karena lembaga legislatif tidak setiap hari hanya mengurusi
piutang negara. Oleh karena itu kemudian secara teknis didelegasikan kepada kepala
pemerintahan yaitu Presiden, tetapi Pak Presiden kan juga mengatakan kalau saya ngurusin
hutang mulu kapan saya jadi Presiden. Maka, kemudian diserahkan kepada Menteri
Keuangan tetapi mereka ada batasan-batasannya hal-hal ini semua sudah diatur dalam
Undang-Undang Perbendaharaan tetapi ini sumir sekali, sumir sekali sehingga nanti mohon
seandainya RUU ini benar-benar akan disusun maka pengembangan atau rincian yang lebih
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 10
detil terhadap tata kelola yang selama ini ada di Undang-Undang Perbendaharaan yang
sebenarnya hanya dicantolkan sebagai elemen perbendaharaan akan utuh sebagai sebuah
pengaturan pengelolaan piutang tersendiri. Demikian yang mungkin bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Waalaikumsalam.
Luar biasa Pak dari berbagai, ini tadi dan sempat disinggung kaitan antara Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2002 Pak surat utang negara. Jadi ada surat utang negara, tetapi
tidak pernah kita atur surat piutang negara. Baik terima kasih, kita ke Pak Maret.
Pak Dr. Maret silakan.
PEMBICARA: Dr. MARET PRIYANTO (NARASUMBER)
Baik terima kasih.
Yang saya hormati Pimpinan Komite IV dan Bapak-bapak, Ibu-ibu Anggota Dewan yang
saya hormati.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Pertama-tama terima kasih atas kesempatan dan pada hari ini untuk dapat hadir dalam
pertemuan ini. Saya sedikit menambahkan yang sudah tadi banyak disampaikan kaitan
dengan Rancangan Undang-Undang tentang pengurusan piutang negara dan daerah. Namun
hal yang ingin saya sampaikan mungkin saya akan lebih soroti dari aspek hokum bahwa
memang Undang-Undang itu bersumber dari dua hal. Yang pertama Undang-Undang
Organik yang merupakan perintah langsung di Undang Undang Dasar, ataupun Undang-
Undang yang kita susun berdasarkan kebutuhan. Melihat dari dinamika piutang sejak Tahun
1960 ini salah satu Rancangan Undang-Undang yang mungkin sekali kita susun dengan dasar
kebutuhan yang cukup mendesak dengan hal-hal empirik yang sudah kita ketahui bersama.
Kemudian yang selanjutnya adalah kaitannya dengan Undang-Undang selalu berbicara
tentang Terminologi dan Ruang Lingkup. Di sinilah yang, di satu sisi kita tidak bisa
menyelesaikan semua persoalan dalam satu Undang-Undang sehingga hal yang penting
adalah menentukan prioritas kalau tadi disampaikan mungkin, apakah piutang macet dan
sebagainya itu menjadi salah satu kata kunci yang mungkin nanti akan kita kaji lebih dalam
bahwa Undang-Undang ini mengatur hal-hal yang sifatnya prioritas, kita tidak bisa
menyelesaikan semua hal dalam satu aturan, itu konsep-konsep dasar dalam, dan ilmu hukum
yang saya pahami. Kemudian yang kedua kaitanya dengan terminologi bahwa memang
istilah pengurusan dalam dua, atau dalam sepuluh tahun terakhir tidak lagi banyak dikenal
sebetulnya dalam dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia bahkan banyak aturan
cenderung menggunakan istilah pengelolaan. Kenapa hal itu terjadi mengingat bahwa
Undang-Undang itu ternyata mempunyai fungsi korektif. Kemudian antisipatoris maksudnya
adalah bahwa RUU ini ke depannya tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada saat ini,
tetapi juga harus bisa mengantisipasi piutang-piutang yang mungkin belum di apa,
didapatkan atau di masa depan jadi antisipatoris dan hal inilah yang sebetulnya sebisa
mungkin tataran Undang-Undang mengakomodasi hal-hal seperti, seperti tadi jadi di satu sisi
dia menyelesaikan masalah ke belakang dan juga mengantisipasi masalah yang mungkin
akan terjadi di kemudian hari.
Kemudian Bapak Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat bahwa kaitan dengan
aspek hukum memang hal yang paling substansial dari materi muatan piutang negara adalah
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 11
kaitannya dengan hubungan antara Pemerintah dan masyarakat secara konsep dikatakan
publik dan privat sehingga bentuk-bentuk hubungan perjanjian kontrak. Kemudian juga
kaitanya dengan jaminan dan sebagainya itu hal yang menjadi tantangan sebetulnya dalam
penyusunan Undang-Undang ini. Sehingga identifikasi bentuk-bentuk cara piutang negara
apakah kontrak, apakah dengan perdata karena dalam prakteknya sebetulnya banyak sekali
hal-hal yang cenderung apabila didasarkan pada perjanjian penyelesaian sengketanya itu
mungkin lebih kepada tadi dikatakan negosiasi dan sebagainya dan itu tentunya mungkin hal
yang agak sedikit berbeda apabila kita bicara di dalam hukum publik di mana di sini ada
unsur kekayaan negara di dalamnya sehingga mungkin di sini juga bisa kita, kita soroti
bahwa di sini sebetulnya ada karakteristik berbeda karena ini adalah kekayaan negara.
Kemudian yang selanjutnya adalah salah satu hal yang juga sangat penting adalah hubungan,
hubungan antara masyarakat dan Pemerintah. Nah kaitannya tadi juga disinggung kaitan
dengan sanksi memang Undang-Undang tataran ini mempunyai keleluasaan dalam
merumuskan sanksi, tapi tadi Pak Siswo sampaikan bahwa kita harus secara jelas
merumuskan perbuatan pelanggarannya seperti apa. Nah inilah menjadi tantangan sebetulnya
mungkin Bapak dan Ibu sekalian bahwa memang Undang-Undang mempunyai keeluasaan
untuk menyusun banyak sekali aturan-aturan kaitan dengan piutang negara. Namun disisi lain
pun kita juga dibatasi dengan harmonisasi, sinkronisasi dan asas-asas terkait lainnya sehingga
pada intinya pada prinsipnya kami merasa Rancangan Undang-Undang ini sangat diperlukan
urgensinya karena untuk mewujudkan satu kepastian hukum dalam tata cara pengurusan
piutang negara dan daerah sehingga istilah-istilah yang mungkin tidak clear, tidak jelas, tidak
pasti di sinilah peluang yang cukup besar dan kami rasa inisiasi ini akan menjadi sangat
positif untuk penyusunan ke depan mungkin sedikit dari kami Pak Pimpinan mungkin akan
berkembang diskusi dan sebagainya.
Terima kasih atas perhatiannya.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Terima kasih Bapak Dr. Maret.
Dari berbagai uraian singkat tadi terasa meyakinkan kita baik dari aspek yuridis, empirik,
dan sosiologisnya nanti bisa kita kaji lebih lanjut, dan tim yang ada ini berlima kelihatan
juga sudah ada kesesuaian Pak Maret dari aspek hukum, Pak Siswo, Pak Suryanto, Pak
Pardiman dari aspek empirik lebih spesifik kepada operasionalnya kira-kira dengan
pengalaman-pengalaman dan pengetahuan empirik yang dimiliki dan dari aspek ekonomi
sewaktu-waktu kita bicara apakah piutang itu bisa berdampak pada pendapatan negara,
apakah piutang itu bisa mempengaruhi tingkat stabilitas perekonomian nasional yang selama
ini kita selalu diskusi dan banyak kita dengarkan kalau hutang besar ekonomi tidak stabil
tetapi kalau hutang besar dan piutang besar berartikan sama dalam teori neraca ya tidak apa-
apa kalau hutang banyak piutang juga banyak aset kita sudah bicarakan lalu kekayaan kita
cukup, negara kita masih stabil-stabil saja bahwa kemudian impor beras, impor gula, impor
garam itu adalah parsel-parsel kebijakan dan lebih celaka lagi kalau hari ini misalnya dilantik
Menteri Perindustrian dan nanti urusannya dengan dunia perindustrian, soalnya kan isu yang
beredar ini bakal ada Menteri Perindustrian yang hanya industri kata-kata selama ini. Jadi
mudah-mudahan Pak Presiden itu nggak salah lagi dalam mengangkat menterinya hari ini.
Beredar di, atau sudah pasti ya informasi ada yang mengikuti terakhir Pak Teten Masduki
bakal Menteri Perindustrian yang akan dilantik, tidak jadi ya. Menteri Sosial Sdr. Idrus
Marham ya boleh lah dihubungkan sedikit dia latar belakang Ilmu di sosial, politik, ekonomi,
syariah jadi Ketua Umum Remaja Masjid, Ketua Umum KNPI, Karantaruna dan segala
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 12
macam, tapi memang menarik kalau sampai Pak Teten menjadi Menteri Perindustrian karena
kan ekonomi negara ini perindustrian, perdagangan itu kunci-kuncinya menuju kepada
perekonomian stabilitas. Jadi aneh kalau sampai Pak Teten menjadi, mudah-mudahan tidak
jadi. Bukan karena seorang, bukan karena orang lebih bagus Pak Sofwat sebenarnya kalau
Menteri Perindustrian itu.
Baik Bapak/Ibu sekalian kalau dari berbagai informasi tadi disampaikan meskipun baru
sifatnya pengenalan awal pengenalan kerangka pikir sudah cukup, tetapi mungkin juga dari
Anggota Komite IV kita masih punya waktu untuk diskusi, awal istilahnya menuju pada
kesepahaman-kesepahaman lebih kuat ke depan. Saya tetap memberi kesempatan kepada
Bapak-bapak semua hanya saya garis bawahi jangan langsung dulu masuk kepada, siapa tahu
sudah tancap kepada substansinya tapi pengenalan-pengenalan substansi saja dulu, baru
mulai.
Silakan.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (RIAU)
Terima kasih Pimpinan.
Yang saya hormati, narasumber yang saya hormati, rekan-rekan.
Bicara masalah piutang ini Pak ada beberapa pengalaman saya. Satu tidak ada
masyarakat yang berhutang ke Bank 20 juta yang masuk penjara, tapi yang maling satu juta
itu bisa masuk penjara. Oleh karena itu pengalaman saya juga kepada konstituen yang selalu
melapor pada saya, Pak susah Pak pinjam di Bank itu banyak birokrasinya jaminan lagi, 20
orang sampai hari ini saya kasih hutang tidak ada yang membalikkan bayarannya satu pun.
Jadi saya bilang bukan bank yang susah, sebenarnya mental rakyat kita ini dianggap itu uang
negara, dianggap. Jadi kalau bank sekarang memperketat harus pakai jaminan, karena
pengalaman saya Pak, 20 orang Pak tidak ada yang mengembalikan. Pergi dia naik haji
setelah terima uang saya itu, pergi ke Jakarta bawanya mertuanya bawa istrinya ke rumah
saya bahwa dia tidak sanggup membayar hutang lagi karena usahanya macet. Yang saya
bilang kok pergi haji bisa pergi ke Jakarta bisa kok bayar hutang tidak bisa. Nah oleh karena
itu maksud saya perlu ini ada suatu kejelasan dan pengalaman empiris ini bukan bank itu
yang mempersulit memang kenyataannya bukan memang itu saya Pak 20 orang, saya kasih
ke konstituen itu, 20 juta katanya tidak ada, itu satu Pak. Yang kedua ada lagi pengalaman
saya di bank ini Pak, bank kan harus bank sehat baru bisa dapat apa itu, di Riau dulu ekspor
pasir kan, kalau tidak bank sehat kan tidak bisa dijadikan apa namanya LC apa, nah oleh
karena itu ada lagi kiat bank waktu itu saya panggil Bank BPD-nya dirubah Bapak yang
kredit macet di masukan cost jadi sehingga datang pemeriksa bisa jadi sehat karena kredit
macetnya sudah sedikit dimasukkan dalam neraca cost. Jadi bisa saja lari-lari Pak
kenyataannya Indonesia ini kan pintar lihat sela-selanya sehingga dimasukkan dalam neraca
diperiksa oleh BI piutang macetnya sedikit bisa jadi sehat kalau sudah bisa menjadi sehat dia
bisa untuk jadi LC dalam ekspor dan impor. Oleh karena itu menurut saya perlu ada
mengenai Undang-Undang ini karena kenyataannya banyak sela-sela yang bisa
dimanfaatkan. Terakhir memang Undang-Undang ini kan tiga sifatnya Pak mengatur,
mengikat, memaksa jadi jelas Undang-Undang itu apa saja, yang diatur nanti, apa saja yang
di cut siapa begitu apa BUMN, BUMD termasuk dan memang harus memaksa kalau tidak
memaksa tidak Undang-Undang namanya hambar Pak. Jadi harus sanksinya itu harus lebih
jelas dan sanksi ini juga nanti dalam ini kita jangan sanksi seperti Undang-Undang BPK Pak.
Undang-undang BPK itu ada sanksi, barang siapa yang tidak menindaklanjuti temuan BPK
dipidana satu setengah tahun dan, atau 500 juta. Kami panggil kemarin tanya ke Jaksa, tanya
ke Polisi, tanya ke BPK ini masalahnya ini belum jelas, kapan dan siapa yang berwenang,
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 13
apa ini delik aduan, atau tidak itu pengalaman Pak. Oleh karena itu barangkali Bapak-bapak
yang para ahlinya perlu jadi pengalaman empiris saya.
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih Pak Ghafar.
Pak Ghazali silakan.
PEMBICARA: Drs. H. GHAZALI ABBAS ADAN (ACEH)
Para ilmuwan yang saya hormati.
Saya ulang lagi, saya akan tambah-tambah ilmu lah dari Bapak- bapak karena ini bukan
bidang saya, yang saya sering katakan, terus sekolah saya. Baik, kita tidak boleh pesimis soal
peran kita ini, soal peran legislasi, peran budgeting, peran kontrol, dan representasi kita tidak
perlu fikir sebelah sana, kita yang penting kerja lah. Ujung-ujungnya saya putuskan itu
urusan mereka yang penting kita yang ditulis kerja kita, kita laksanakanlah. Baik Bapak-
bapak narasumber tadi saya menarik ya, piutang BUMN tidak dikategorikan sebagai piutang
negara kan begitu kalau tidak salah saya, dan padahal Badan Usaha Milik Negara kan karena
ada negaranya juga disitu kan. Jadi apa reasoning, atau dasar hukumnya, sehingga itu di luar
piutang negara yang pertama saya ingin tahu tambah ilmu Pak Siswo.
Yang kedua betul ya piutang itu adalah yang macet memang, yang sudah macet dan
dipastikan memang macet. Yang kedua ada bukti, yang ketiga itu ada jumlahnya itu berapa
ya memang harus begitu. Kalau belum jelas dia itu macet ya kan belum piutang namanya
kalau sudah jelas macet itu baru namanya piutang, dan tentu ada buktinya. Kalau bukti itu
sudah hilang, tetapi benar tahu dia memang ada piutang negara. Misalnya kemarin kan
terbakar apa namanya, Museum Bahari kan bisa terbakar bukti-buktinya itu kan, bagaimana
cara menelusurinya, kita tahu bahwa ada piutang di suatu tempat atau seseorang atau suatu
lembaga ini. Kemudian saya pikir perlu ada rumusan pelanggaran memang. Yang kedua juga
perlu sanksi karena sebuah aturan tanpa ada sangsi itu orang akan apa namanya, acuh tak
acuh dan harus tegas memang. Lebih dari itu adalah harus ada equality before the low
memang. Di situ paling penting karena selama ini di negara kitakan equality before the low
kadang-kadangkan kita pertanyakan, ada tebang pilih. Itu kita harapkan bagaimana bisa
merumuskan dalam Undang-Undang ini, ada kepastian seperti itu saya tidak tahu usul saja itu
bagaimana, karena itu bukan ilmu saya. Itu saja sekian Pak Ketua tambahan dari saya.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih Bapak Ghazali Adan.
Sebelah kiri ada Pak yang mau, Pak Bang Ken dulu karena berurut saja.
PEMBICARA : H. AHMAD KANEDI, SH., MH (BENGKULU)
Terima kasih Pak.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 14
Jadi terima kasih narasumber.
Ini pengalaman Pak, saya Kepala Daerah dulu. Banyak sekali tungak-tunggakan itu saya
gunakan Jaksa Pak, selesai urusannya ini nagih piutang negara ini. Saya kerjasama dengan
Jaksa dikasih ini, di kasih administrasi, dan itu kita laksanakan. Nah ini perlu maka, mungkin
pengalaman ini bisa kita ambil begitu. Ini tidak semua itu dan 90 sampai 100% yang mana
kewajiban-kewajiban kita itu ada di Badan Usaha Milik Daerah seperti di perusahaan air
minum itu banyak sekali yang nakal-nakal kan. Begitu kita tagih dengan itu alih, ini
pengalaman dan ini mungkin saya hanya memanfaatkan kerjasama dan saya menggunakan
waktu itu kasih ini Datun itu. Tak usah negara ini kerjasama jadi, nah ini perlu ada penguatan
Undang-undang nanti apapun nanti, perlu ada suatu kelembagaan yang kuat juga. Nah
pengalaman saya juga di Badan Urusan Hutan Negara ini wah itu lama sekali selesainya Pak.
Kita sudah serahkan kesana lama sekali malah bertahun-tahun kadang itu banyak sekali. Ada
diangsur di ini, tapi kalau dengan Kejaksaan tidak jelas 6 bulan dengan progress itu banyak
sekali masukan. Jadi ini bagian dari, mungkin pengalaman Pak nanti kalau kita bikin
Undang-Undang kita perlu pikirkan semua. Jangan sampai Undang-Undang di bikin, tapi
tidak efektif yang disampaikan oleh salah satu narasumber tadi. Kita ini ada juga orang
mengatakan Indonesia ini terlalu banyak Undang-Undang begitu. Ada yang Undang-Undang
yang belum pernah di, sudah di ketok palu sudah di selesaikan, tapi belum pernah efektif
belum pernah di, sudah di ketok palu sudah diselesaikan, tapi belum pernah, belum laku
begitu, belum pernah terasah begitu. Yang membuat Undang-Undang itu biaya juga waktu
Pak. Jadi ini kami hanya menyampaikan saja kepada ahli-ahli ini, ini pengalaman Pak saya
dulu hutang itu hampir 10 sampai 15, 20 miliar Pak kaitan dengan kewajiban-kewajiban.
Setahun clear Pak, jelas begitu dan langsung ini bisa kelihatan masuknya ke kas daerah.
Jadi saya menyampaikan ini bagaimana kita nanti bisa menghasilkan hal-hal yang lebih
efektif dan ini bisa langsung kita gunakan. Nah ini saya langsung kesana membuat Undang-
Undang ini tidak terlalu sulit, yang susah itu melaksanakan nah gitu kan Pak, tapi di
Indonesia ini lain, membuat Undang-Undang lama-lama, rubah KUHP belum selesai. Nah
kayak gitukan apalagi melaksanakannya. Ini mudah-mudahan nanti kita lebih cepat tidak
usah lama-lama, tapi kita juga harapkan nanti lebih efektif begitu dalam menciptakan
keadilan yang benar begitu seperti disampaikan oleh Ayahanda kami Pak Gafar tadi ya bayar
hutang dia tidak mampu tapi jalan-jalan mampu, ibadah mampu nah ini juga tidak adil kan.
Yang boleh diampuni itu memang benar-benar orang tidak, tidak mampu lagi begitu. Jika
perlu negara yang menutupi kalau memang tidak mampu, dan saya ada Pak waktu dulu ada
keluarga yang dulu kaya raya dia tidak bayar apa namanya itu air, tapi memang setelah kita
rapat selama seminggu jalan terus ini, ini keluarganya memang tidak mampu Pak. Kita
kurangi, kita hapuskan. Kita yang bersedekah Pak, ngapain membebankan orang kan, itu
cepat. Saya Pimpin Rapat langsung itu ratusan juta tapi tidak terlalu ini karena dia bikin
perusahaan juga tapi memang sudah tidak ini lagi semuanya sudah ini. Kita buat berita acara
selesai. Nah ini juga bagian dari tentunya, karena kita kerja-kerja kita lebih efektif. Saya rasa
itu saja Pak bagaimana nanti saya sangat sependapat dengan Bapak kita perlu buatkan supaya
kita bisa banyak lagi masukan-masukan untuk pembangunan. Jadi kita menagih hutang-
hutang itu kan untuk pembangunan jadi untuk beasiswa, untuk bayar BPJS begitu kan Pak,
untuk Anggota DPD jalan-jalan, DPR jalan-jalan ya macam-macam lah untuk ini. Kalau
uang sudah banyak kita galian dikit Pak, ada gembira kita tapi kalau kita nggak punya uang
kita sedih begitu ya kita macam-macam, jujur-jujur saja Pak kalau nggak punya uang tidak
bisa pulang kampung kita. Jadi kita kumpulkan uang banyak-banyak. Jika kita perlu uang,
kita tagih semua dengan siapa, ya gitu dan kemarin di Bengkulu Pak kami baru menangkap
orang yang tidak mau bayar pajak Pak. Nah itu saya kemaren ketemu dengan Polisi, tangkap
saja nah tangkap kemaren dan alhamdulillah sudah di tangkap kemarin ada, tidak terlalu
besar kalau, tapi Bengkulu besar dua miliaran lebih, jadi begini juga kalau orang itu jahat ya
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 15
tidak bayar utang itu ada juga jahatnya dia, dia foya-foya, dia kemana-mana, bayar utang
susah begitu nah sebenarnya begitu tadi. Saya rasa demikian Pak sebagai ini saja,
menguatkan dan bukan nanti, ada narasumber bisa memberikan supaya kita lebih bagus Pak
nanti. Jadi hasilnya itu lebih bagus lebih dahsyat Pak.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih Pak Ahmad Kanedi.
Pak Chaidir silakan.
PEMBICARA : CHAIDIR DJAFAR, SE., M.Si (PAPUA BARAT)
Terima kasih.
Yang pertama utang piutang negara itu kan sesuatu yang selalu akan terjadi, dan karena
itu memang harus di urus. Pertanyanya adalah apakah mengurus utang piutang negara selama
ini sudah efektif atau belum, dari segi institusional tadi sudah dijelaskan bahwa PUPN itu di
bentuk dengan Undang-Undang pada Tahun 1960 dan sifatnya interdepartemental jadi ini
semacam Ad Hoc. Lalu kemudian kalau tidak salah di rubah lagi pada Tahun 1976 dengan
Keppres menjadi Badan Urusan Utang Piutang Negara. Kira-kira begitu Pak, jadi dari segi
usia ini sudah sangat lama dan tidak pernah di tinjau lagi, atau belum pernah di tinjau
kembali walaupun kemudian kewenanganya juga pernah di uji materikan di Mahkamah
konstitusi yang terkait dengan penanganan hutang piutang BUMN tadi. Jadi saya kira ini
banyak hal yang memang harus kita lihat di situ. Kemudian kalau seingat saya biasanya
penyerahan hutang piutang negara pada PUPN itu, terutama dari BUMN perbankan itu kalau
sudah macet dan benar-benar macet jadi cenderung ketika bank sudah tidak lagi mampu
menagih, ketika orangnya sudah lari, ketika agunanya juga sudah rusak baru diserahkan pada
PUPN. Jadi terkesan bank justru mengalihkan cost penagihan itu kepada negara. Jadi saya
kira harus di atur gitu kalau tidak PUPN jadi tempat sampah saja, semasih lancar-lancar bank
tahan nanti kalau sudah tidak bisa menagih pasti dia sudah tahu, kalau dia nagih pasti dia
rugi baru dia serahkan sehingga ini seolah-olah juga bank agak nakal juga dalam posisi ini.
Jadi saya kira intinya saya mau katakan bahwa ini perlu di atur Pak sehingga memang
Undang-Undang yang kita mau gagas ini penting.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih Pak Chaidir.
Masih ada, silahkan Pak Hardi.
PEMBICARA : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KEP. RIAU)
Terima kasih Pimpinan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 16
Sebenarnya tidak mau nanya tadi Pak karena memindahkan otak kanan, otak kiri ini
susah Pak. Di Komite III saya bicara hutang-hutang dunia di bayar di akhirat Pak sekarang di
bayar di sini kalau di sana Komite air mata, di sini mata air Pak jadi beda lagi.
Bapak-bapak yang saya muliakan. Tadi saya menarik apa yang di katakan Bang Ken, bila
ada piutang diberikan Jaksa kemudian selesai. Khawatirnya kalau kita buat Rancangan
Undang-Undang ini Pak ada cuma satu pasal saja. Bila ada hutang piutang panggil Jaksa
selesai, maksud saya adalah apakah keadaan piutang negara itu harus dihadirkan dengan
sebuah Rancangan Undang-Undang atau di buat Undang-Undang, atau kah memang pada
hari ini proses eksekusinya yang bermasalah dibandingkan misalkan dalam peraturan-
peraturan yang ada, karena tadi kalau kita lihat pada saat kita bicara pengurusan piutang
maka selalu tentu saja dia sudah teknis. Para ahli selalu mengatakan Undang-Undang tidak
bicara atau jarang bicara tentang yang teknis maka oleh karenanya apakah ini kita
ketengahkan menjadi sebuah Undang-Undang hanya misalkan merangkum dari aturan-aturan
yang telah ada kemudian dikumpulkan, kemudian diperkuatkan. Lalu jalan apakah karena
akhir daripada Rancangan Undang-Undang ini menurut hemat saya adalah bagaimana orang
membayarnya saja, terakhirkan begitu Pak. Apakah nanti akhirya dibentuk lembaga karena
KPK yang menagih itu kononya yang di tagih lebih kecil lembaganya, yang mengeluarkanya
lebih besar. Nah takutnya kalau bentuk ini lagi nanti lembaganya yang di bentuk APBN
negaranya keluar besar yang di tagih tidak ada. Nah kembali yang menarik saya kemukakan
dari awal tadi, apa yang dikatakan oleh Bang Ken, apakah itu yang menjadi ujung dari pada
pembicaraan kita.
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih Bapak Drs. Hardi Hood.
Bapak sekalian ini kan memperkaya dulu pemikiran-pemikiran kita semua terutama
kepada narasumber kita yang akan menjadi Tim Ahli dalam perancangan usulan RUU ini.
Kalau utang KUT (Kredit Usaha Tani), kredit Bimas dulu itu di kasih Jaksa sebagian besar
selesai karena langsung di ancam bawa ke ini kan, begitu maksudnya Bang Ken itu. Jadi
kredit KUT, kredit Bimas diserahkan kepada Kejaksaan utang- utang Koperasi, tapi banyak
juga tidak selesai jadi ya selesai banyak ini. Masih ada, kalau tidak ada lagi saya mau minta
mungkin ada feedback dari Bapak-bapak narasumber yang sedikit bahkan memang minta
tadi penjelasan tambahan untuk Pak Ghazali dan yang lain, tapi lebih banyak kepada, biar
menjadi masukan-masukan kepada Bapak-bapak untuk menuju pada kajian. Ini belum kajian
sebenarnya, belum kajian menuju pada pengkajian, penggajian untuk bagaimana
merumusankan naskah akademik. Sesungguhnya dari naskah akademik inilah baru bisa kita
simpulkan. Bisa tidaknya menjadi sebuah RUU atau tidak cukup cuma selama ini kita
jadikan formalistik saja itu naskah akademik karena kesimpulanya yang kita buat dulu.
Kesimpulanya yang kita buat penting, perlu RUU-nya kan padahal harusnya kalau sudah
begitu sebenarya sudah selesai memang ini, tinggal RUU apa yang mau kita buat. RUU yang
menangkap atau RUU yang apa begitu. Saya kira, saya persilakan yang menanggapi Pak,
agak mengarah tadi kepada Pak Maret, dan silakan yang lain-lain.
PEMBICARA : H. AHMAD KANEDI, SH., MH (BENGKULU)
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 17
Jadi ada selesai, dulu pengalaman supaya kita bisa ini. Ada selesai itu uangnya ditagih
memang ada Pak, tapi selesai, ada juga selesai memang kita tidak tagih lagi, tapi kita sudah
hanguskan nah ini secara inikan.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik-baik, itu sudah teknis-teknis Pak.
PEMBICARA : H. AHMAD KANEDI, SH., MH (BENGKULU)
Itu maksud saya itu, saya katakan ada selesai, ada yang tidak selesai, itu tadi Pak.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Sebenarya saya belum mau berharap jangan dulu masuk ke teknis-teknis kita konsepsinya
dulu, kerangka-kerangka pikirnya dulu. Apakah ini memang gagasan menjadi bagus, bagus
secara yuridis, bagus secara empirik, dan bagus secara sosiologis. Dari situ kemudian kita
simpulkan, oh bisa di susun jadi sebuah naskah yang akademis, artinya dengan landasan
pemikiran, pengetahuan, keilmuan, dan akhirnya disimpulkan, oh bisa menjadi draf RUU
karena memenuhi syarat secara yuridis dan seterusnya. Pak siapa yang duluan ini, silakan.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Terima kasih.
Yang terhormat ini rekan-rekan semua mohon izin saya.
Menarik yang disampaikan oleh, yang terhormat Pak Ghazali Abas tadi. Pertanyaan
kenapa sih piutang BUMN tidak dinyatakan sebagai piutang negara. Nah ini perdebatanya
sampai di Mahkamah Konstitusi, tapi sebenarnya sederhananya begini, dua institusi itu
berbeda jadi secara institusional itu tidak bersifat atas bawah jadi BUMN adalah sebuah
institusi negara dengan pengelolaan kekayaan yang dipisahkan sehingga secara operasinal
teknis dia memiliki kegiatan-kegiatan untuk melakukan kegiatan seperti pada umumnya yang
dipertanggung jawabkan secara tersendiri. Sehingga dengan demikian piutang-piutang itu
merupakan piutang operasional, demikian juga dengan utang-utang itu operasinal sehingga
kita tidak bisa menggabungkan antara unit dalam pengertian satuan di bawah BUMN dengan
Pemerintah sebagai induk. Jadi merupakan dua hal yang berbeda. Nah tetapi ketika kasus-
kasus itu terjadi dan piutang itu tidak bisa di tagih maka itu akan menjadi haknya negara
karena pengertian kekayaan negara yang dipisahkan adalah tata kelolanya. Secara teknis
yang dipisahkan bukan kepemilikanya sehingga dengan demikian ketika piutang itu tidak
bisa tertagih oleh mereka negara yang mempunyai tanggung jawab bahwa itu punya saya
sehingga cara, dan bagaimana pengelolaan piutang itu menjadi tanggung jawab negara. Nah
keseringan secara analogis mereka menggunakan satu pola yang sebenarnya kurang pas.
Mereka mengatakan, oh kalau utangnya BUMN tidak utangnya negara, masa piutangnya
BUMN jadi piutangnya negara. Pemikiran itu sebenarnya tidak pas, tetapi yang betul adalah
bahwa secara institusional mereka tidak merupakan satu kesatuan, dan mereka secara teknis
mepunyai pola tersendiri dalam pengelolaanya begitu, baik terima kasih.
Oh betul karena kan pengertianya begini, sebagai mana pernah saya sampaikan di sini.
Kekayaan negara yang dipisahkan itu tidak seperti layaknya yang kita pikirkan ketika kita
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 18
melihat PT., memang mohon izin jadi yang salah itu saya ketika menyusun Undang-Undang
Keuangan Negara karena saya mengatakan bahwa pengertian kekayaan yang dipisahkan
adalah kekayaan negara yang di kelola di luar sistem APBN. Jadi tidak berkaitan dengan
kepemilikan, tetapi cara mengelolanya yang berbeda, tetapi mereka berada dalam satuan
kerja masing-masing dalam institusi masing-masing yang mempunyai tingkat tanggung
jawab berbeda. Jadi ketika Kementrian Lembaga itu berada di dalam ranah hubungan
eksekutif dan legislatif maka tanggung jawabnya adalah kepada Legislatif maka ketika
kekayaan negara yang dipisahkan itu tidak secara langsung berada di bawah kendali
ecksekutif dan legislatif, tetapi berada di bawah kendali badan usaha, mohon izin Bendahara
Umum Negara. Jadi bukan BUMN tetapi Bendahara Umum Negara yaitu Menteri Keuangan
yang bertindak untuk, dan atas nama Pemerintah yang mewakili lembaga legislatif, ini yang
membedakan. Oleh karena itu kekayaan negara yang dipisahkan itu tetap merupakan aset
negara, tidak pernah berbicara tentang kepemilikan yang dibedakan, Oleh karena itu kalau
ada berbagai ahli yang mengatakan bahwa ketika BUMN itu terjadi sebuah transformasi aset
negara saya bertanya, kapan terjadi transformasi aset, karena tidak pernah. Karena ketika
lembaga legislatif memberikan izin diwujudkan di dalam sebuah otorisasi kemudian
Pemerintah mengeluarkan dalam bentuk PP itu tidak pernah ada trasformasi menjadi swasta,
tidak pernah.
PEMBICARA : Drs. H. M. SOFWAT HADI, SH (KALSEL)
Interupsi.
Penggalaman saya Pak.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Baik monggo.
PEMBICARA : Drs. H. M. SOFWAT HADI, SH (KALSEL)
Saya pimpinan DPRD di Banjarmasin ini Pak. Ada satu gedung yang di biayai APBN
kemudian oleh Gubernur mau di jual ke Banjarmasin Post. Minta izin ke DPRD lihat
harganya murah tiga setengah miliar padahal pasaran tujuh miliar terus oleh DPRD di tolak.
Proses berikutnya oleh Gubernur diserahkan menjadi BUMD terus proses berikutnya BUMD
menjual ke Banjarmasin Post tanpa izin dari DPRD itu bagaimana Pak.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Yang terhormat.
Kalau yang terhormat mencermati kasus yang terjadi kalau di izinkan Surabaya PWU Pak
Dahlan Iskan terjadi sebuah kesalahan di sana. Kebetulan saya sebagai ahlinya ketika itu, dan
itu dinyatakan salah walaupun kemudian di banding menang, sekarang sedang kasasi. Secara
prinsip sebagaimana tadi saya sampaikan aset negara adalah milik rakyat dan itu mutlak
memerlukan persetujuan rakyat. Jadi ketika legislatif melakukan pembahasan itu tidak boleh
wakil, tetapi harus di dalam sebuah forum legislatif. Nah bagaimana tata cara menjual, itu
ada. Tata cara menjual itu ada, karena prinsipnya kan begini.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 19
Pak Sis ini saya khawatir kalau diskusinya terlalu mendalam Pak Sofwat salah itu Pemdanya
Bapak, dan DPRD-nya kalau dibiarkan terjadi itu kesimpulanya Pak Sis.
Jadi saya mau kembali dulu ke subtansi kita. Pokoknya salah Gubernurnya Bapak dengan
ininya, itu saja kesimpulanya supaya tidak jauh begitu. Saya mohon dulu kembali ke, kita
belum, belum jangan dulu, simpan sebagai di ilmu ini Pak Sis. Pak Ghazali penasaran sekali
kelihatan sekali mau, sudah mau mendalami nanti sudah habis kegiatan kita kalau Bapak
sudah dalami semua hari ini. Nah kita masih ada rangkaian RDP apa segala macam.
Tidak, saya mau Bapak simpulkan pandangan tadi bahwa semua kekayaan BUMN itu
sesungguhya kekayaan negara. Itu kesimpulanya dulu Pak, oke. Oke itu saja dulu, karena dia
masuk dalam neraca negara.
Silakan lanjut.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Masalah penyelesaian piutang negara itu sebenarnya ada beberapa hal. Melalui sisi
administrasi yang kemudian sampai pada sebuah pemaksaan. Nah ini berbeda dengan piutang
pajak karena piutang pajak itu mempunyai rezim tersendiri. Jadi dia melalui sebuah
pemaksaan yang bersifat khusus apa, yang kita kenal dengan disselling jadi berbeda dengan
ini. Kemudian mengenai masalah kelembagaan jadi kalau diizinkan saya ingin
menyampaikan, sebenarnya tidak perlu di bentuk sebuah kelembagaan baru karena yang di
sebut dengan wakil rakyat itu yang di dalam Pemerintah itu adalah Bendahara Umum
Negara. Jadi Menteri Keuangan nah nanti ada sebuah lembaga di bawah Menteri Keuangan
yang hari ini diwakili oleh Derektorat Jenderal Kekayaan Negara itulah sebenarnya yang
mempunyai kewenangan untuk bertindak, untuk dan atas nama rakyat, untuk dan atas nama
rakyat.
Kemudian mengenai yang disampaikan oleh Pak Hardi tadi, mengenai masalah apakah
perlu pengaturan pengelolaan itu secara umum saya kira penting Bapak hanya kalau tadi
Bapak menyampaikan bahwa masalah eksekusinya kelihatanya yang memang itu, memang
betul karena di luar itu akhirnya rancu. Apakah piutang yang macet ini di sebabkan karena
perbuatan melawan hukum, apakah disebabkan karena kesalahan atau riskum bisnis. Nah
keseringan yang tadi disampaikan oleh beliau tadi masalah perbankan itu hampir setiap
kejadian kesalahan disana selalu alasanya adalah resiko bisnis dan dalam wilayah perbankan.
Padahal setelah kita kaji itu keseringan disana terjadi pelanggaran-pelanggaran SOP yang
sebenarnya merupakan sebuah tindak pidana khusus. Oleh karena itu kalau yang terhomat
memperhatikan akhir-akhir ini banyak kasus di perbankan yang kemudian kita ungkap
menjadi menjadi kasus korupsi. Itu yang perlu saya sampaikan.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE.,MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih Pak Siswo.
Itu juga kesimpulan Bapak tadi tentang tidak perlu lembaga ataupun lembaga, biarlah jadi
kajian Bapak dulu karena kalau Bapak sudah simpulkan selesai kajianya. Jadi biarlah jadi
kajian dahulu jangan sampai Bapak justru karena terpengaruh sebagai orang Kementrian
Keuangan, oh ndak perlu ada lembaga, karena Kementerian Keuangan sudah tangani melalui
PPNKL-nya, PPNKL-nya begitu kan. Kira-kira begitu, biar lah itu jadi kajian.
Pak Maret ada tambahan komentar.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 20
PEMBICARA: Dr. MARET PRIYANTO (NARASUMBER)
Baik terima kasih Pak Pimpinan.
Yang pertama, yang bisa kami sampaikan adalah bahwa kami sepakat yang di sampaikan
Pak Pimpinan bahwa memang ini perlu kajian untuk menentukan apakah urgensi untuk di
susunnya RUU ini, itu yang pertama. Kemudian yang kedua adalah kaitanya dengan, bahwa
memang Undang-Undang tidak dapat mengatur hal yang terlalu teknis, sehingga sebisa
mungkin rumusan-rumusan ini untuk memberikan satu Giddens, prinsip-prinsip dasar dalam
rangka pengurusan piutang negara. Tadi khusus untuk kaitanya dengan praktek Pak Ahmad
Kanedi dan Pak Hardi bahwa selama ini dalam praktek memang diberikan kepada Kejaksaan
dan kemudian mungkin cenderung untuk selesai. Dalam preventif hukum itu adalah represif
dan seyogianya Undang-Undang tidak hanya mengatur hal yang sifatnya represif, tapi juga
preventif secara alur tata cara prosedur, dan apabila sudah melibatkan Kejaksaan mungkin
unsur pidananya cukup tinggi begitu, cukup tinggi unsur pemaksaan cukup tinggi dan
mungkin tidak, hal itulah seperlunya tidak kita harapkan kalau ada upaya preventif yang
mungkin lebih efektif, dimana piutang ini akan lebih kembali ke negara dengan lebih tertib
tujuanya mungkin, pendapat awal kami mungkin seperti itu, bahwa mungkin ada tata cara
yang kita susun secara tertib, teratur sehingga akan menjamin kepastian hukum karena
mungkin praktek di berbagai daerah akan berbeda-beda sekali dan itu tergantung sekali
dengan skill dan keahlian-keahlian Jaksa tentunya, dan kemudian diharapkan Undang-
Undang ini tentunya akan menjadi dasar karena berlaku di seluruh wilayah Indonesia, dan
tentunya praktek-praktek di wilayah lain pun akan menjadi salah satu hal yang sangat
penting. Mungkin itu sedikit tambahan Pak Pimpinan. Pada prinsipnya adalah memang kita
perlu kajian urgensi namun awal pembahasan ini melihat dari proses, kasus, dan sebagainya
hukum di sini punya peran untuk membuatnya menjadi lebih tertib dan pasti, itu saja Pak.
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE.,MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Pak Muklis bisakah ini Undang-Undang menjadi potensi mendorong pertumbuhan
ekonomi, atau memperkuat stabilitas ekonomi dan sekitaran itu kita punya fokus nanti. Apa
lagi Pak Jokowi sekarang sangat fokus, bagaimana stabilitas ekonomi begitu. Karena itu
kalau kurang sedikit beras Impor saja, kurang garam, impor garam. Nanti kalau kurang asap
impor, ekspor asap ke Singapura kalau kelebihan asap. Sangat memungkinkan kelihatan dari
relevansi atau hubungan antara stabilitas ekonomi dan kaitan dengan itu.
Silakan Pak Muklis.
PEMBICARA : Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Jadi kalau kita mengacu ke prinsip tadi efisiensi, tata kelola dan sanksi kalau benar-benar
di atur dalam rancangan nanti ending-nya kan di situ. Apapun kalau kita lakukan secara
optimal pasti menjaga tatanan ekonomi kita, membuat kita tidak defisit. APBN kita kan tidak
efisien, ada lost income di situ yang tidak di tagih sedemikian rupa sehingga mempengaruhi
posisi APBN kita, difisit kalau itu dirapihkan sedemikian rupa, saya kira begitu Pak. Nanti
bisa menutup fiskal gate, tahap demi tahap. Bisa dibayangkan kalau kita berhutang baru
piutang ya kan, di situ ada masalah karena inilah mungkin tentu mempengaruhi posisi neraca
keuangan negara kita kalau itu defisit mempengaruhi struktur APBN kita, postur APBN kita
dan itu di alokasikan pada sektor-sektor bank usaha bisa melambatkan gerak sektor riil kita
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 21
dan itu mempengaruhi sampai ke masyarakat. Jadi memang, kalau ini suasana tidak kondusif
tentu indikator-indikator untuk invest, orang instabilitas macam-macam ada resiko ketidak
pastian membuat orang tidak percaya terhadap regulasi yang ada, tidak percaya terhadap tata
kelola yang ada.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Jadi sebentar. Kita berhutang karena selalu mendasarkan, oh belum maksimal dari GDP
artinya masih bisa, tapi kita berpiutang sekarang negara menjual surat utang negara ke
masyarakat itu juga tidak pernah dibuatkan rasionya sehingga sewaktu-waktu kalau negara
tidak bisa bayar hutangnya kepada rakyat maka Pak Ayi sebagai rakyat Indonesia berhak
menyita negara.
PEMBICARA : Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Ya mestinya ada jaminan ketika ada.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Maksud saya ini belum menjangkau nanti sejauh itu.
PEMBICARA : Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Bahkan sampai soal (kurang jelas red.) Sukup malah nanti.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Iya.
PEMBICARA : Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Kalau tidak ada resiko disitu, siapa yang harus tanggung. Ini kan harus dibuatkan sanksi
nanti.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Negara yang tidak bisa menanggung jawab bagaimana.
PEMBICARA : Dr. MUKLIS SUFRI (NARASUMBER)
Jadi itu, yang saya maksudkan jelas ada dampaknya terhadap struktur keuangan kita.
Bahkan sampai pada struktur APBD kita kalau kenal ini sampai ke tingkat daerah kan, dan
itu mempengaruhi stabilitas pertumbuhan apalagi kalau tidak inklusif. Kita berfikir inklusif
kita keluarkan apa, dari DPD kayaknya itu kredit yang begitu lunaknya kita anggap supaya
akses masyarakat bisa memperoleh sumber-sumber apa, pembiayaan yang terjangkau, tetapi
begitu sampai di lepas, macet siapa yang harus bertanggung jawab. Nah inilah mungkin juga
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 22
diatur. Selain sanksi juga aturan yang di kelembagaan yang bisa, bukan hanya sekedar dari
OJK, tapi juga mungkin ada lembaga-lembaga yang di atur ini semakin optimal. Supaya
LDR-nya besar, tapi MPL-nya kan tinggi disitu ada unsur kemacetan. Nah ini mungkin
bagaimanapun juga kalau masuk kewilayah BUMD itu kan rakyat, BUMN kan itu utang
piutang Pak disini penyertaan karena ada disitu refinery income yang di bentuk dalam bentuk
deviden. Jadi tata kelolanya tersendiri resiko dari, yang kelola itu BUMN itukan ada GCG-
nya Pak, ada GC-nya disitu yang harus di pertahankan oleh pihak BUMN kalau memang tata
kelola BUM. Supaya jangan juga, dengan rusaknya BUMN membuat yang lain terbakar,
sehingga mempengaruhi posisi keuangan negara kita.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Pak Pardiman ada tambahan, cukup.
Pak Suryanto ada tambahan.
PEMBICARA: SURYANTO (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Pimpinan.
Ini sedikit saja Pak. Kami mencatat beberapa, ini sebenarnya sudah masukan materi Pak.
Intinya adalah pada saat nanti secara akademis RUU ini perlu kira-kira message-nya supaya
ada Strengthening Pak, ada penguatan sehingga pengurusannya bisa cepat, bisa efektif, dan
yang lebih penting adalah bagaimana cara memaksa supaya debitor itu membayar hutangnya
ini belum sekarang barangkali Pak, tapi kami sudah record.
Terima kasih Pak.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih Pak Suryanto.
Bu Dar tadi ada, Bu Damayanti ada, cukup di wakili tadi oleh padangan Pak Suryanto.
Sebelum saya akhiri, Pak Farouk ada komentar.
Silakan.
PEMBICARA : Prof. FAROUK MUHAMMAD (NTB)
Ya sebentar sedikit. Tadi miss kalau Peraturan MK No. 77 itu putusan MK itu hutang
BUMN bukan hutang negara. Kalau piutang, piutang BUMN bukan juga piutang negara, oke
jadi berarti perlu catatan, kemudian.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Sebentar dulu, api Pak karena kemudian neraca negara memasukan neraca laporan
kuangan BUMN sebagai bagian dari neraca negara. Kalau begitu piutang dan hutang BUMN
sesungguhnya bagian dari kekayaan negara dan kekurangan negara, atau Pak Farouk di
tembakan.
PEMBICARA : Prof. FAROUK MUHAMMAD (NTB)
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 23
Jadi ada kasus, tanah ulayat adat masyarakat di, apa itu di Riau itu BUMN PT. PN V.
Jadi rakyat itu mengugat karena itu tidak melalui prosedur, dia punya hak, dia ingin
kembalikan itu tanahnya 1.200 hektar. Terus oke kita mau ini selesaikan berapa kali kita
rapat di BAP terus tidak bisa Pak ini karena ini sudah terdaftar di Menteri Keuangan sebagai
aset negara, nah ini tidak bisa dikeluarkan harus di ini dulu, di Menteri Keuangan jadi keluar.
Nah ini lah gambaran mekasnismenya bahwa piutang, hutang BUMN itu juga termasuk
sebagai aset negara begitu. Jadi tidak bisa dipisahkan tadi itu hanya untuk penegasan saja.
Kemudian yang berikut hutang, ini kita bicara piutang kalau hutang negara dimana di
aturnya, kalau negara itu punya hutang dimana di atur mekanisme yang mengikat pada
tingkat Undang-Undang atau PP dimana kewajiban negara, ini yang sering kita hadapi juga
seperti contoh tadi itu, contoh beberapa kasus terutama ini kan soal yang masuk ke BUMN
tapi juga ada di luar itu ada kasus-kasus yang terjadi dimana negara itu berhutang nah dimana
itu diatur ada tidak Undang-Undang yang mengatur itu kalau tidak ada, saya menyadari
bahwa nama Undang-Undang ini piutang karena merujuk kepada Prolegnas. Apakah tidak
mungkin, paling tidak nanti di tatar nanti juga harus berfikir menjangkau gimana persoalan
hutang negara supaya nanti yang di cover bukan saja piutang, tapi hutang dan piutang. Dalam
negara pada waktu kita negara dengan Thomas Hook dulu negara itu adalah kesepakatan
rakyat (kurang jelas red.) sudah tidak ada lagi, hak asasi di anggap, itu negara sebagai kontrol
hak asasi, sekarang tidak di guardan di penjaga dalam civil society sekarang ini hak-hak
negara harus betul-betul diperhatikan jadi jangan kita hanya berfikir bahwa negara
dikorbankan oleh tindakan sebagian warganya sehingga negara menjadi berpiutang, warga
berhutang tapi juga ada sebaliknya, dalam negara ini ada negara berhutang, ini juga apa
tidak, kalau pun ini secara dalam judulnya tidak masuk dalam ruang lingkup coba menjadi
pemikiran para tenaga ahli ini untuk memikirkan ini diambil contoh-contoh itu pertama,
mungkin tidak perlu di diskusikan ini Pak Pimpinan. Yang berikut di dalam sini saya
membaca kita masih belum lebih jauh menjamin, atau memasukan unsur-unsur yang
berkaitan dengan hak. Jadi selalu kita menganggap didasarkan pada suatu asumsi bahwa
piutang negara ada warga negara, atau penduduk yang berpiutang sehingga harus bagaimana
kita memproses supaya penduduk atau warga negara itu, kita ambil negara di berikan
kewenangan bagaimana caranya apa secara persuasif, kalau persuasif perlu secara paksa
untuk mengambil, tapi kita belum bisa mencantumkan belum mencantumkan yang saya lihat
tentang hak-haknya warga. Ini misalnya saya mengusulkan di dalam, misalkan di dalam
RUU ini sangat penting untuk meningkatkan tata kelola bla bla bla, saya minta diusulkan
satu tapi juga untuk menjamin hak-hak. Jadi jangan sampai juga dengan Undang-Undang itu
semena-mena negara, wah sudah negara ini terus begitu. Jadi baik di dalam tujuan
pembentukan Undang-Undang, maupun dalam prinsip harus ada prinsip-prinsip menghargai
hak-hak, menjunjung hak-hak. Jadi supaya menjaga nanti jangan sampai negara semena-
mena. Hanya perlunya supaya apa lagi kalau perbuatan-perbuatan pejabat negara karena
maladministrasi, maladministrasi dari para pejabat-pejabat akhirnya kita, oh ini sudah
rakyatnya kita semena-mena. Ini banyak terjadi dalam kontrak-kontrak, dalam proyek-proyek
jadi belum tentu orang itu karena misalnya dia perusahaan proyek kontraktor, sudah tidak
menyelesaikan, sudah gedung, oh ini datang BPK wah ini bayar kerugian karena melampaui
waktu. Padahal melampaui waktu itu tidak semena-mena mungkin juga karena perbuatan dari
maladministrasi pejabat negara. Tolong hal-hal seperti ini diakomodir, juga di dalam pokok-
pokok yang mau di cover disini selain pengertian. Saya usulkan ada ruang lingkup,
pengertian dan ruang lingkup pengurusan itu yang mana saja yang di cover. Kemudian
mekanisme hukum itu saja usul-usul tambahan saya.
Terima kasih.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 24
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Pak Prof., ini baru kerangka awal pemikiran dari Staf Komite, Staf Ahli Komite
sebenarnya yang menjadi kerangka acuan RDP kita belum dari kerangka fikir narasumber
kita secara bersama. Mereka ini baru, baru-baru ini baru bertemu secara, baru kita
pertemukan. Jadi baru dipertemukan dari berbagai lintas ilmu dan tadi kita sudah sepakat ini
sebenarnya baru pengenalan by secara fisik berkenalan langsung beliau-beliau dan
pengenalan pemikiran. Jadi baru pengenalan-pengenalan pemikiran, tapi sebelum itu saya
butuh satu kata kunci dulu Pak Maret karena beliau juga punya latar belakang hukum yang
cukup. Tadi yang di maksud Pak Farouk itu betul tidak, tidak ada Undang-Undang mana
yang mengatur tentang hutang negara ini, karena selama ini kita hanya hubungkan dengan
Undang-Undang Keuangan Negara dan tolak ukurnya selalu pada PDB atau PRDB tentang
hutang ini.
PEMBICARA : Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed (JATIM)
Terimakasih Pak Pimpinan.
Izin ini Pak sisum mungkin bisa menjelaskan Pak, karena Undang-Undang Tanggungan
itu ada Pak.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Iya, tapi jangan di jelaskan dulu terlalu jauh Pak biar Pak Farouk juga penasaran. Saya
hanya mau tahu ada Undang-Undang khusus yang mengatur hutang negara. Undang-Undang
Pengelolaan Keuangan. Silakan Pak nomor, Undang-Undang nomor. Surat, Kalau itu kan
surat hutang negara jadi surat hutang negara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 surat
hutang negara jadi Undang-Undang Hutang Negara yang tidak berbentuk surat hutang ini kan
kalau surat hutang itu ialah penjualan atas suku bunga itu kan suku itu, itu kan sudah hutang.
Hutang negara bagaimana mengaturnya, memang belum atau.
Silakan Pak.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Terima kasih yang terhomat.
Jadi hutang itu di definisikan sebagai kewajiban negara untuk membayar kembali
prinsipnya.Ternyata hutang itu terdiri dari dua, yang pertama di sebabkan karena hutang
kerja jadi akibat sebuah perikatan negara punya hutang itu yang pertama. Yang ke dua itu
adalah negara itu berhutang dalam bentuk uang jaman dulu itu tidak pernah di bedakan. Oleh
karena itu obligasi yang di keluarkan Pemerintah tahun ’50-an itu mengenal daluarsa. Ketika
saya menyusun Undang-Undang Keuangan saya nyatakan itu salah karena negara itu tidak
boleh ngemplang. Jadi ketika Negara itu berhutang dalam bentuk uang maka rakyat itu mesti
mempunyai hak untuk kembali sampai kapan pun. Oleh karena itu dalam surat hutang negara
dinyatakan bahwa hutang negara tidak berdaluarsa jadi dengan Surat hutang negara itu
dinyatakan tegas itu tidak berdaluarsa, tetapi ketika hutangnya disebabkan karena kerja
karena perikatan, itu terkena daluarsa kenapa, karena ketika seseorang mempunyai hak dia
mengabaikan, terlewati waktu maka yang ketiga demi kepastian hukum dia hapus. Jadi di
dalam konsep daluarsa yang bersifat ekstraktif maka tiga unsur itu memenuhi persyaratan di
dalam ketentuan maka hutang kerja mengenal daluarsa.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 25
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik.
Tapi akibat kerjanya kurang bagus hingga mendapat hutang kerja pekerjanya harus di
tindaki jadi Pak Farouk kalau gara-gara, jadi Pak Farouk ini tidak ini mohon maaf, ada
sedikit antara saya dan Pak Farouk saya menghimbau kasus tentang tadi itu dalam kaitan itu
dengan Ketua PURT. Kita mau berakhir ini sebenarnya Pak Budi, tapi kalau ada hal.
Silakan, ini jadi menarik betul ini kelihatannya.
PEMBICARA : Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed (JATIM)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat Pagi.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Sebelum Pukul 12.00 WIB selamat pagi Bu, tidak saya biasa di Eropa Pak soalnya jadi
hitungannya Pukul 12.00 WIB pagi Pak mohon maaf.
Pimpinan Komite IV dan Anggota yang saya hormati, Tim Ahli dan juga Staf Ahli
Komite IV dan Sekretariat Komite IV dan juga semua yang hadir.
Mohon maaf saya terlambat karena memang harus ke lantai 8 dulu Pak tadi sehingga
pasti banyak yang tertinggal karena saya tidak mengikuti dari awal namun yang satu hal yang
ingin saya Tanyakan masalah urgensi juga, urgensi perlunya RUU tentang Pengurusan
Piutang Negara dan Daerah. Nah orang awam seperti saya kalau bisa bicara soal urgensi ini
cara berfikir sederhananya adalah kalau melihat konteks sekarang yang sudah ada, ini
mungkin perlu ada inventarisasi hutang-hutang negara yang sekarang ini lagi macet, piutang
negara maksud saya. Kira-kira jadi seberapa besar dimana saja dan kenapa ini tidak bisa
diurus dan lain sebagainya, ini mungkin menurut saya ini sangat-sangat perlu sehingga kita
ada gambaran kira-kira piutang negara yang lagi macet yang tidak bisa di urus ini jumlahnya
sudah berapa ribu triliun sehingga kita perlu Undang-Undang ini.
Kemudian juga daerah juga mempunyai piutang juga kepada pihak-pihak swasta juga
seperti contohnya di Papua, tidak tahu di Papua Barat atau Papuanya itu Pak jadi mereka
mempunyai piutang terhadap Freeport, terhadap pemanfaatan air permukaan atau apa itu Pak,
dan itu jumlahnya tidak sedikit juga. Apakah itu nanti juga akan mengatur sejauh itu karena
daerah pun sekali lagi juga banyak di rugikan oleh pihak-pihak swasta dan mereka tidak bisa
berbuat banyak karena mungkin belum ada payung yang bisa digunakan. Kemudian juga
apakah ini nanti juga bisa sampai melacak piutang negara keluar negeri juga, apa nanti dalam
negeri, luar negeri juga karena saya yakin, kalau menurut konon ceritanya Pak Karno dulu
punya banyak simpanan diluar negeri misalnya, apa harta-harta itu Pak, harta-harta Pak,
bukan yang lain Pak jadi harta-harta di luar negeri apa nanti sampai sejauh itu juga.
Kemudian apakah juga misalnya yang di bank tadi, yang di bank ada sudah dijelaskan oleh
Pak Siswo tadi namun setelah di lacak di sana ada malmanajemen, maladministrasi dan mal
sebagainya ternyata ada juga tindak pidana juga, kriminal juga seperti Century, seperti BLBI
juga. Apakah nanti akan sejauh itu Pak jadi artinya karena itu juga angkanya juga besar-besar
sekali menurut saya sampai sekarang juga masih mandek juga. Apakah nanti juga di
mungkinkan kalo Undang-Undang ini nanti RUU jadi Undang-Undang apa nanti bisa jadi
instrument untuk melacak, untuk menarik kembali, apa harta-harta negara dan piutang negara
yang ada dimana-mana itu Pak.
Terima kasih Pak.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 26
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik terima kasih Pak Budi.
Ada yang, siapa yang paling bagus memberikan satu komentar soal ini dari Bapak
berlima. Saya harap ada, Pak Sis atau, silakan Pak. Ini memang karena malah belum
terbentuk siapa nanti yang menjadi semacam Ketua Tim diantara beliau-beliau jadi sekarang
biarkan dulu berkembang, siapa diantara Bapak-bapak.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Mohon izin.
Sebenarnya saya lebih cenderung Pak Maret tapi beliau pinginnya saya yang menjawab.
Sebenarnya Undnag-Undang itu mohon izin, itu bersifat mengatur secara umum sehingga
piutang negara dalam bentuk apapun akan terwadahi disini. Jadi baik itu piutang yang belum
macet sampai piutang yang macet dan tata cara penagihannya ketika kita berbicara
pengelolaan itu kan di mulai dari bagaimana piutang itu dimulai, terjadinya sampai kemudian
bagaimana cara menagihnya, bagaimana kalau dia terjadi sebuah kasus. Sehingga nanti
sebagai saya sampaikan ada wilayah-wilayah administratif, wilayah-wilayah non
administratif, pengaturan-pengaturan dalam Undang-Undang ini tentunya akan mencangkup
segala atau seluruh piutang negara. Kalau diizinkan mungkin ini sangat ideal tapi kalau tidak,
diwadahi dimana, karena akhirnya mohon izin yang di sebut dengan BLBI akhinya piutang
negara karena piutang negara akhirnya, Century ujungnya adalah piutang negara. Jadi
mestinya jika kita akan mewadahi seluruhnya, begitu kira-kira Bapak.
Terima kasih.
PEMBICARA :
Tidak pakai mik (tidak terdengar red.)
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Mohon izin karena hutangnya sudah ada jadi Undang-Undang tentang hutang negara itu
sebenaarnya ketika dinamakan surat hutang negara sebenarnya mewakili hutang negara
dalam bentuk uang.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik, nanti berarti memang betul-betul perlu di kaji karena selama ini yang menjadi
ukuran untuk berhutang itu bukan dari Undang-Undang surat hutang negara, tapi kita selalu
mendasarkan hitungan pada tingkat kelayakan negara berhutang. Apakah masih memenuhi
sekian persen dari Undang-Undang Perbendaharaan Negara malah, atau pengelolaan
kekayaan negara itu kan di atur di Undang-Undang Nomor 17 kalau tidak salah 3% dari
PDRB, PDB bukan PDRB, PDB akhirnya BPS itu kalau perlu dorong sedikit agak baguskan
PDB-nya supaya bisa lagi berhutang tambah-tambah hutang kan begitu. Bukan dari Undang-
Undang surat hutang negara karena itu Pak Farouk tadi berfikir ini bisa lebih luas Undang-
Undang ini mengatur sampai batas negara bisa berhutang dan negara bisa menagih
piutangnya.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 27
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Mohon diizinkan. Itu bekaitan dengan masalah hutang luar negeri yang terhormat jadi
rasio yang tadi disampaikan adalah sebenarnya dikaitkan dengan penerimaan dari sektor
ekspor karena pinjaman itu yang dari luar itu non rupiah maka pengembaliannya harus non
rupiah, sehingga dengan demikian rasionya itu yang di perhitungkan, tetapi ketika di dalam
negeri kita tidak mengunakan rasio itu.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Lebih-lebih tidak menggunakan rasio.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Namun demikian kalo nanti forum menyepakati pengertian hutang atau piutang itu
saya sependapat bahwa itu harus secara keseluruhan itu diungkapkan yang dimaksud dengan
hutang itu apa saja.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Baik, baik.
PEMBICARA : Drs. SISWO SUJANTO, DEA (NARASUMBER)
Apakah uang, kerja, dalam negeri, luar negeri itu merupakan sebuah nomenklatur
nantinya saya kira itu.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Ini Pak Sis, semakin dijelaskan semakin menarik karena pemberian hutang negara dalam
negeri dalam bentuk surat hutang itu justru tidak diatur rasionya. Jadi begitu negara sedikit
kurang uang pada bulan Nopember langsung terbitkan obligasi negara, Ori, jual suku karena
mau cari uang. Ini bahaya nanti negara ini rakyat berhutang semua apa, negara semua
berhutang sama rakyatnya dan rakyatnya itu boleh rakyat asing itu yang jadi masalah, rakyat
asing jadi sudah boleh orang asing membeli suku itu.
PEMBICARA : Prof. FAROUK MUHAMMAD (NTB)
Pimpinan.
Ini yang sering terjadi kadang-kadang rakyat yang selalu jadi korban. Contoh rakyat
punya tanah, tanah itu di pakai, ini yang saya alami, tanah ini di pakai untuk kantor,
dibangunlah kantor Polisi, Kantor Polsek yang layak itu Kantor Polsek sesudah itu orang
menuntut ini nah ini selama sekian puluh tahun itu kan negara menggunakan, itu kan haknya
warga negara. Nah ini yang harus juga kita juga pikirkan jadi Undang-Undang ini maksud
saya harus berangkat dari pola fikir civil society dimana hak dan kewajiban. Jadi jangan di
anggap warga negara penduduk itu semata-mata sebagai objek, oh kau berpiutang kepada
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2017-2018
RABU, 17 JANUARI 2018 28
negara ini bagaimana caranya, tapi harus kita fikirkan seimbang begitu. Jadi ini hanya untuk
menambahkan.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Oke lah menarik ini untuk didiskusikan lebih lanjut, dan apa yang di pertanyakan tadi
beberapa Pak Budi juga sudah di pertanyakan oleh teman-teman sebelumnya kaitan urgensi
dan kepentingan Undang-Undang ini sementara kesimpulannya kelihatan sangat di
pentingkan memang kemudian pertanyaannya siapa yang pentingkan, kan itu lagi pertanyaan
lebih lanjut. Pandangan kita di DPD melihat ini sangat dipentingkan, tapi bagi orang yang
menguasai aset piutang negara mungkin dia bilang, tidak penting karena dia menguasai aset
Century sama aset BLBI dia aman-aman disana itu mengelola itu barang itu, dan yang itu
tidak takut Jaksa karena diatasnya Jaksa kan dia. Biarlah ini semua petanyaan tadi Bapak-
bapak berlima menjadi makin, terutama penegasan-penegasan tadi di Pak Farouk dan
memperkuat kita di Komite IV, Sekretariat untuk, sepanjang beliau bersedia untuk bersama
kita maka kita akan merekomendasikan untuk ditetapkan menjadi Tim Ahli di Perancang
Undang-undang ini, dan ini menjadi program kegiatan agenda Komite IV Tahun 2018 di
mulai Masa Sidang ke III sekarang ini.
Saya kira demikian diskusi kita Bapak/Ibu sekalian tepat Pukul 12.00 WIB ini juga
berkait dengan hutang waktu, artinya kan kalau sudah lewat Pukul 12.00 WIB kita kan
berhutang nanti menggunakan waktunya alat kelengkapan lain jadi harus berakhir sebelum
Pukul 12.00 WIB lagi 3 menit waktu di dinding dan sesudah Pukul 12.00 WIB itu sudah
siang itu namanya Bu, itu menurut konvensi dunia kebetulan Pak Budi sekarang manusia
dunia bukan lagi manusia ini karena itu sarapan pagi di hotel sampai Pukul 10.00 WIB.
Terima kasih kepada Bapak-bapak berlima, terima kasih banyak. Mengairahkan
sekali belum apa-apa sudah banyak sekali pengetahuan yang kita peroleh, banyak ilmu yang
kita dapat pagi ini dan memperkaya pemahaman kita terhadap gagasan untuk mengusulkan
Perancangan Undang-Undang tentang pengurusan kekayaan negara dan daerah. Sekali lagi
kami adalah Representative daerah maka segala produk-produknya harus memberikan
aksentuasi daerah di dalam NKRI.
Mohon maaf apabila ada yang kurang dalam rapat kita hari dan khusus untuk Bapak-
bapak Komite IV minggu ini kita berakhir dalam kegiatan kita, kita akan bergeser nanti di
masin-masing alat kelengkapan kita masing-masing.
Kemudian saya tutup dengan mengucapkan Allhamdulillahirobil alaamin.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang.
RAPAT DITUTUP PUKUL 11.54 WIB