pembahasan 2

9
BAB VI PEMBAHASAN A. Dokumentasi Asuhan Keperawatan sebelum Pelatihan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan dokumentasi asuhan keperawatan masih rendah yakni 16,64 (34%). enelitian ini sejalan den!an beberapa penelitian lainnyayan! menunjukkanbahwa kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan masih rendah. "u!erty, dkk (#$$ ) menyebutkan bahwa dokumenta asuhan keperawatan tidak men!!ambarkan apa yan! dilakukan perawat se&ara len!kapdan tidaksesuai den!an standar pendokumentasian. 'olle!e o e!istered *urses o +ritish 'olumbia (#$13) menyebutkan bahwa pendokumentasian belum akurat men!!ambarkan tindakan ya telah dilakukan perawat sehin!!a perlu ditetapkan sebuah standar yan men!atur tentan! pendokumentasian. on!res *asional katan era esehatan omunitas ndonesia (#$13) melaporkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas san!at bera!am dan tidak sesuai standar sehin!!a kon!res merekomendasikan salah satunya adalah perlunya standar pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas.

Upload: kharisma-adytama-putra

Post on 07-Oct-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hipertensi

TRANSCRIPT

BAB VIPEMBAHASAN

A. Dokumentasi Asuhan Keperawatan sebelum PelatihanHasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan dokumentasi asuhan keperawatan masih rendah yakni 16,64 (34%). Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan masih rendah. Gugerty, dkk (2007) menyebutkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan tidak menggambarkan apa yang dilakukan perawat secara lengkap dan tidak sesuai dengan standar pendokumentasian. College of Registered Nurses of British Columbia (2013) menyebutkan bahwa pendokumentasian belum akurat menggambarkan tindakan yang telah dilakukan perawat sehingga perlu ditetapkan sebuah standar yang mengatur tentang pendokumentasian. Kongres Nasional II Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (2013) melaporkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas sangat beragam dan tidak sesuai standar sehingga kongres merekomendasikan salah satunya adalah perlunya standar pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas. Dokumentasi asuhan keperawatan mencakup pernyataan dan pelaporan terutama pada pengkajian (pengumpulan data), diagnosis keperawatan, menyusun rencana tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan dan melakukan evaluasi keperawatan. Proses dokumentasi yang efektif menjamin kesinambungan pelayanan, menghemat waktu, dan meminimalisasi resiko kesalahan (Potter & Perry, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampun terendah adalah kemampuan dalam melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosis. Menurut Lunney (2008), rendahnya keakuratan dalam diagnosis berkaitan dengan banyaknya jumlah data yang didapatkan dari pengkajian dengan relevansi rendah. Menurut Intan (2012) Kejelian dalam melakukan ajaran keperawatan Kkn sehingga menerapkan dx hep.Ketidak mampuan memunculkan diqhosa keperawatan akan berakibat kepada ketidak mampuan dalam menentukan tujuannya juga merancang interaksi. Tanpa rancangan interaksi yang jelas,maka aktifitas perawat tidak akan terlihat,bahkan bagi para tenanga kerja yang lain,maupun bagi perawat sendiri.

B. Dokumentasi Asuhan Keperawatan setelah PelatihanHasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan dokumentasi asuhan keperawatan masih rendah yakni 16,64 (34%). Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan masih rendah. Gugerty, dkk (2007) menyebutkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan tidak menggambarkan apa yang dilakukan perawat secara lengkap dan tidak sesuai dengan standar pendokumentasian. College of Registered Nurses of British Columbia (2013) menyebutkan bahwa pendokumentasian belum akurat menggambarkan tindakan yang telah dilakukan perawat sehingga perlu ditetapkan sebuah standar yang mengatur tentang pendokumentasian. Kongres Nasional II Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (2013) melaporkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas sangat beragam dan tidak sesuai standar sehingga kongres merekomendasikan salah satunya adalah perlunya standar pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas. Dokumentasi asuhan keperawatan mencakup pernyataan dan pelaporan terutama pada pengkajian (pengumpulan data), diagnosis keperawatan, menyusun rencana tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan dan melakukan evaluasi keperawatan. Proses dokumentasi yang efektif menjamin kesinambungan pelayanan, menghemat waktu, dan meminimalisasi resiko kesalahan (Potter & Perry, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampun terendah adalah kemampuan dalam melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosis. Menurut Lunney (2008), rendahnya keakuratan dalam diagnosis berkaitan dengan banyaknya jumlah data yang didapatkan dari pengkajian dengan relevansi rendah.Menurut Intan (2012) Kejelian dalam melakukan ajaran keperawatan Kkn sehingga menerapkan dx hep.Ketidak mampuan memunculkan diqhosa keperawatan akan berakibat kepada ketidak mampuan dalam menentukan tujuannya juga merancang interaksi. Tanpa rancangan interaksi yang jelas,maka aktifitas perawat tidak akan terlihat,bahkan bagi para tenanga kerja yang lain,maupun bagi perawat sendiri.

C. Pengaruh Pelatihan Proses Keperawatan terhadap Dokumentasi a. Asuhan KeperawatanHasil penelitian ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Lees (2010), bahwa peningkatan kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan. Lebih lanjut Lees (2010) menjelaskan bahwa peningkatan pengetahuan atau pemahaman yang diperoleh melalui pelatihan akan mendukung pendokumentasian yang lebih lengkap. Penelitian yang dilakukan Tanasale (2003) juga menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan melalui pelatihan berkorelasi dengan peningkatan ketepatan pendokumentasian dan kinerja perawat.Dokumentasi asuhan keperawatanmencakup pernyataan dan pelaporan tentang pengkajian (pengumpulan data), diagnosis keperawatan, rencana tindakan keperawatan, tindakan dan evaluasi keperawatan.Dokumentasi yang efektif menjamin kesinambungan pelayanan, menghemat waktu, dan meminimalisasi resiko kesalahan (Potter & Perry, 2009).Dokumentasi asuhan keperawatan yang baik dan berkualitas haruslah akurat, lengkap dan sesuai standar. Apabila asuhan keperawatan tidak didokumentasikan dengan akurat dan lengkap maka sulit untuk membuktikan bahwa asuhan keperawatan telah dilakukan dengan benar (Hidayat, 2004). Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan suatu proses yang harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana sebagai bagian dari standar kerja yang telah ditetapkan (Nursalam, 2007).Kongres Nasional II Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (2013) melaporkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas sangat beragam dan tidak sesuai standar. Gugerty, dkk (2007) menyebutkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan tidak menggambarkan apa yang dilakukan perawat secara lengkap dan tidak sesuai dengan standar pendokumentasian. Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata dokumentasi asuhan keperawatan sebelum pelatihan jauh dari standar, yakni 4,72. Penelitian ini sejalan dengan penelitian kualitatif yang diadakan oleh Ramli & Kusnanto (2006) di Kabupaten Agam, bahwa pencapaian target program perawatan kesehatan masyarakat yang dinilai dari pendokumentasian asuhan keperawatan keluarga masih jauh dibawah indikator target program.Menyikapi hal tersebut di atas, Kongres Nasional II Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (2013) merekomendasikan perlunya standar pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas. Rekomendasi ini juga didukung oleh College of Registered Nurses of British Columbia (2013) yang menyebutkan bahwa perlunya ditetapkan sebuah standar yang mengatur tentang pendokumentasian asuhan keperawatan karena pendokumentasian yang dilakukan perawat belum akurat menggambarkan tindakan yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan Sulistyowati (2009) menyebutkan bahwa pendokumentasian yang tidak sesuai standar berkorelasi dengan rendahnya mutu pelayanan di puskesmas.Menurut Ramli & Kusnanto (2006), salah satu penyebab rendahnya pendokumentasian asuhan keperawatan keluarga pada program perkesmas di Kabupaten Agam adalah kurangnya frekuensi pelatihan bagi perawat puskesmas. Hal yang sama juga disampaikan oleh Prayogi (2013), bahwa kegiatan pelatihan perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan perawat puskesmas dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Selanjutnya Prayogi (2013) menyatakan perlunya keterlibatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan institusi pendidikan keperawatan untuk merumuskan model pendokumentasian asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.Berdasarkan KMK. RI. No.725/Menkes/SK/V/2003, pelatihan adalah proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme dan atau menunjang karier tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Daryanto & Bintoro, 2014). Gomes (2003) mengemukakan bahwa pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitan dengan pekerjaannya. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Pelatihan diharapkan dapat mengembangkan perawat bekerja secara efektif dan efisien, termasuk meningkatkan kemampuan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di puskesmas.Sejalan dengan penjelasan di atas, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan perawat puskesmas dari 4,72 menjadi 8,63. Artinya bahwa pelatihan proses keperawatan yang dilakukan mampu meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga. Dampak pelatihan masih bermakna setelah tiga bulan berikutnya karena nilai rata-rata dokumentasi asuhan keperawatan masih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan, yaitu 8,21. Menurut Gillies (1996), pelatihan dibidang keperawatan merupakan salah satu kegiatan pengembangan staf yang bertujuan untuk meningkatkan mutu sumberdaya perawat (Gillies, 1996).Menurut peneliti, peningkatan kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga setelah pelatihan sangat terkait dengan model pendokumentasian yang lebih sederhana namun telah disesuaikan dengan standar. Model ini memudahkan perawat puskesmas karena menggunakan sistem checklist mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Dilengkapi dengan booklet pendidikan kesehatan terkait dengan masalah kesehatan yang dialami keluarga, maka apa yang disampaikan perawat dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sebagai langkah awal, model ini dapat mengkondisikan perawat untuk bekerja sesuai standar. Sayangnya belum ada standar pendidikan kesehatan terkait masalah kesehatan keluarga di puskesmas sehingga perlu adanya tim yang dapat menindaklanjuti.

BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulakan bahwa terdapat pengaruh pelatihan proses keperawatan terhadap dokumentasi asuhan keperawatan (p