pemasaran komoditi bawang daun

12
PEMASARAN KOMODITI BAWANG DAUN A. Permasalahan Produk dalam kegiatan Pemasaran Bawang Daun Indonesia kaya akan beragam tanaman sayuran, dan sayuran merupakan bahan pangan harian masyarakat untuk dijadikan sumber mineral dan serat. Sementara itu permintaan dalam negeri maupun ekspor sayuran terus meningkat akan tetapi memerlukan persyaratan mutu. Sayuran, khususnya bawang daun (Alium ampeloprosum) bersifat mudah rusak, mutu beragam, jumlah melimpah pada musim panen sehingga harga jatuh, sementara pengetahuan dan teknologi yang dimiliki petani masih terbatas dan sebagian besar masih dijual dalam bentuk segar. Yang menjadi penyebab rusaknya bawang daun setelah panen ada beberapa hal yaitu fisiologis dimana sayuran masih terus melakukan proses respirasi sehingga akan menjadi busuk. Faktor berikutnya adalah biologis berupa kontaminasi bakteri, mengakibatkan busuk pada sayuran, dan pengaruh fisik berupa benturan, jatuh, memar atau tergores, robek, proses transpirasi/dehidrasi sehingga daun layu. Berikut beberapa permasalahan produk bawang daun dalam kegiatan pemasaran: a. Tingkat kehilangan hasil dari produk bawang daun sampai produk diterima konsumen masih cukup tinggi dan bisa mencapai 50%.

Upload: lutfi-rachmawati-w

Post on 25-Oct-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemasaran bawang daun

TRANSCRIPT

Page 1: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

PEMASARAN KOMODITI BAWANG DAUN

A. Permasalahan Produk dalam kegiatan Pemasaran Bawang Daun

Indonesia kaya akan beragam tanaman sayuran, dan sayuran merupakan

bahan pangan harian masyarakat untuk dijadikan sumber mineral dan serat.

Sementara itu permintaan dalam negeri maupun ekspor sayuran terus meningkat

akan tetapi memerlukan persyaratan mutu. Sayuran, khususnya bawang daun

(Alium ampeloprosum) bersifat mudah rusak, mutu beragam, jumlah melimpah

pada musim panen sehingga harga jatuh, sementara pengetahuan dan teknologi

yang dimiliki petani masih terbatas dan sebagian besar masih dijual dalam bentuk

segar. Yang menjadi penyebab rusaknya bawang daun setelah panen ada beberapa

hal yaitu fisiologis dimana sayuran masih terus melakukan proses respirasi

sehingga akan menjadi busuk. Faktor berikutnya adalah biologis berupa

kontaminasi bakteri, mengakibatkan busuk pada sayuran, dan pengaruh fisik berupa

benturan, jatuh, memar atau tergores, robek, proses transpirasi/dehidrasi sehingga

daun layu. Berikut beberapa permasalahan produk bawang daun dalam kegiatan

pemasaran:

a. Tingkat kehilangan hasil dari produk bawang daun sampai produk diterima

konsumen masih cukup tinggi dan bisa mencapai 50%.

b. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman petani mengenai pentingnya

penanganan pascapanen yang baik. Pada umumnya penanganan pascapanen

ditingkat petani dilakukan secara alami atau dengan peralatan yang apa adanya

tidak secara khusus.

c. Akibat penanganan pascapanen dan kegiatan pemasaran yang tidak baik dan

tidak efisien sering menyebabkan produk mengalami penurunan mutu, busuk,

layu, tidak tahan lama disimpan, dan kurang bersih.

B. Solusi Penanganan dalam Kegiatan Pemasaran Bawang Daun

Untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomi komoditas sayuran,

memperpanjang masa simpan, meningkatkan jangkauan distribusi dan pemasaran,

Page 2: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

menghasilkan produk olahan yang diinginkan pasar, meningkatkan posisi tawar

pelaku produksi, maka perlu dilakukan penanganan sayuran segar dan pengolahan

bawang daun.

Yang termasuk dalam penanganan segar daun bawang daun adalah panen,

pencucian, sortasi/ grading, pengemasan, penyimpanan dingin. Termasuk dalam

pengolahan bawang daun adalah pengupasan pelepah yang kering, pemotongan,

pencampuran dengan bahan maknan lain, ekstraksi,.

Beberapa mesin pertanian yang tahun ini sedang dikembangkan untuk

bawang daun adalah berupa perajang dan pengemasan. Salah satu penanganan yang

dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan hasil bawang daun dalam kegiatan

pemasaran adalah:

Pengemasan Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan dengan Atmosfir

Termodifikasi

Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah

satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu

penyedap dalam berbagai olahan pangan. Seperti halnya produk hortikultura

pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena

pembusukan. Kerusakan akan semakin cepat jika bawang daun dirajang

(terolah minimal). Sementara itu pasar untuk produk sayuran terolah minimal

termasuk bawang daun mulai terbentuk. Permintaan bawang daun rajangan

datang dari restoran-restoran siap saji. Sebagai contoh bawang daun rajangan

digunakan sebagai bahan taburan pada menu bubur ayam dan sup.

Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan

yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang sesuai.

Salah satu teknik penanganan pasca panen adalah penyimpanan di dalam

atmosfir yang dimodifikasi atau terkendali dan dikombinasikan dengan

penyimpanan pada suhu rendah.

Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan selama penyimpanan

adalah 34.72ml O2/kg.jam dan 64.93 ml CO2/kg.jam (suhu kamar), 19.51 ml

O2/kg.jam dan 20.59 ml CO2/kg.jam (suhu 10oC) dan 15.06 ml O2/kg.jam dan

14.21 ml CO2/kg.jam (suhu 5 oC). Penyimpanan bawang daun rajangan selama

14 hari pada atmosfir yang dimodifikasi memberikan hasil sebagai berikut.

Page 3: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada atmosfir

dengan O2 3-5% dan CO2 3-5% adalah 7.76% paling rendah daripada

penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, dan yang paling tinggi adalah

penyimpanan pada udara normal, yaitu 14.80%.

Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang

terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari 33.06 menjadi 33.50 (O2 3-5%

dan CO2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan

nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah

bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O2 3-5 % dan CO2

3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O2 3-

5% dan CO2 3-5%.

Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan

LDPE. Desain kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik

LDPE tebal 90 μm dengan luas sebelum dibuka 104.5 cm2. Kantung kemasan

tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 g. Pengemasan bawang daun

rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk

penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan

tekstur yang tidak nyata. Nilai sensoris warna, rasa, aroma dan tekstur bawang

daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan tidak berbeda nyata dengan niali

sensoris bawang daun rajangan baru. Penyimpanan selama 14 hari mulai

menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot

bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7%

untuk penyimpanan selama 14 hari. Umur simpan bawang daun rajangan yang

dikemas hampa dalam kantung plastik LDPE tebal 60 μm dengan luas kantung

104.5 cm2 dan suhu penyimpanan 5 oC adalah 14 hari.

(Sugiarto, 2005)

Page 4: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

B. Saluran pemasaran Komoditas Bawang Daun

Sistem pemasaran di daerah penilitian terdiri dari 3 subsistem, yang saling

berkaitan, yaitu:

a. Produsen/Petani

b. Pedagang perantara meliputi agen, pedagang pengempul, pedagang besar, dan

pedagang pengecer

c. Konsumen yaitu mereka yang membeli bawang daun dari pedagang perantara

untuk dikonsumsi

Keseluruan sistem ini memiliki tujuan yang sama yakni mendistribusikan

bawang daun dari lahan petani sampai ke tangan konsumen, sehingga dalam

pergerakan subsistem ini terbentuklah saluran-saluran pemasaran. Untuk

mendistribusikan bawang daun ini sampai ketangan konsumen setiap lembaga

pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan pada akhirnya akan

menimbulkan biaya pemasaran.

Di daerah penelitian hasil panen petani langsung dibawa ke Pasar Berastagi

yang merupakan pasar terdekat dan juga terbesar di sekitar daerah penelitian. Di

pasar sudah menunggu agen yang akan menampung hasil panen para petani, di pasar

itu juga lah para pedagang perantara maupun Pedagang Pengecer membeli bawang

daun untuk dijual kembali melalui agen.

1. Saluran pemasaran 1 untuk Bawang Daun/Prei

- Skema saluran pemasaran 1 bawang daun/prei

Petani Agen Pedagang Besar Konsumen

Untuk saluran pertama, petani membawa langsung hasil panennya ke

pasar Berastagi dan kemudian disana dijual kepada agen. Agen menjual

bawang daun yang dibeli dari petani kepada Peedagang Besar yang membeli

daun bawang itu adalah pedagang yang berjualan di Aceh, para agen tidak

perlu repot-repot membawa barang dagangannya keluar dari pasar karena

transaksi jual beli juga berlangsung di pasar yang sama. Pedang Besar lalu

membawa bawang daun yang di beli di pasar Berastagi ke Aceh dan

kemudian dipasarkan hingga sampai ketangan konsumen.

Dalam proses jual beli tersebut berlangsunglah fungsi-fungsi

pemasaran yang akan menimbulkan biaya biaya pemasaran. Untuk saluran

Page 5: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

pemasaran yang pertama ini system pembayarannya diberlakukan istilah mati

satu/over bon yang artinya barang yang dibeli kemarinakan dibayar hari ini

sedangkan barang yang dibeli hari ini akan dibayar besok, demikianlah

selanjutnya.

2. Saluran Pemasaran 2 Untuk Bawang Daun/Prei

Untuk saluran pemasaran yang kedua, hasil panen petani dipasarkan

langsung ke Pasar Berastagi dan disana hasil panen para petani ditampnung

langsung oleh agen. Agen akan menjual lagi barang dagangannya kepada para

pedagang pengempul yang biasanya berjualan di sekitar Pasar Berastagi

maupun kabanjahe, para pedagang pengumpul ini akan menjual kembali

bawang daunnya yang sudah dibelinya kepada para pedagang pengencer yang

kemudian akan menjualnya lagi hingga akhirnya bawang daun/prei dapat

sampai ke tangan konsumen akhir untuk di konsumsi.

Dalam hal ini juga dapat terjadi fungsi-fungsi pemasaran yang

kemudian melahirkan biaya-biaya pemasaran. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dari gambar sederhana dibawah ini:

Petani Agen Ped. Pengumpul Ped. Pengecer Konsumen

3. Biaya Pemasaran, Price Spread Dan Share Margin Pada Setiap Saluran

Pemasaran

Untuk menganalisa Price spread dan Margin pemasaran maka perlu

dihitung biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing lembaga pemasaran.

Untuk mengetahui biaya dari masing-masing lembaga pemasaran dapat

dilihat dari saluran pemasaran bawang daun yang ada.

a. Saluran 1

Petani Agen Pedagang Besar Konsumen

Dalam setiap periode panen, Agen membeli bawang daun/prei

dari petani sekitar 2-3 ton per hari. Harga beli agen dari petani bawang

daun/prei bervariasi, tinggi rendahnya harga bawang daun/prei

dipengaruhi oleh kualitas bawang daun/prei adalah Rp.6.000/Kg.

Agen menjual bawang daun/prei tersebut ke Pedagang Besar, dan

kebanyakan pedagang besar itu adalah pedagang yang dari Aceh. Jumlah

Page 6: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

agen yang diambil sebagai sampel berjumlah 4 orang. Harga jual bawang

daun dari agen kepada pedagang besar juga bervariasi, tergantung

kualitas dari bawang daun/prei itu sendiri. Rata-rata harga jual agen

kepada pedagang besar adalah Rp.7.000/Kg.

Biaya pemasaran pemasaran yang ditanggung oleh agen terdiri dari

biaya transportasi sebesar Rp. 250/Kg, upah bongkar muat sebesar

Rp.50/Kg, retribusi berupa uang sampah (kebersihan) sebesar Rp.2/Kg,

dan sewa tempat + paying sebesar Rp.10/Kg. sehingga keuntungan yang

diperoleh Agen adalah Rp.688/Kg bawang daun/prei.

Pedagang besar membeli bawang daun dari agen dengan harga

Rp.7000/Kg. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar

terdiri dari biaya transportasi berupa sewa mobil pick-up sebesar

Rp.350/Kg, upah bongkar muat sebesar Rp.50/Kg, sewa tempat (gudang)

sebesar Rp.25/Kg. harga jual pedagang besar kepada konsumen adalah

Rp.8.500/Kg. dengan demikian keuntungan yang diperoleh pedagang

besar adalah sebesar Rp.1.075/Kg.

Pada saluran pemasaran bawang daun/prei yang pertama ini

diperoleh harga awal dari petani adalah sebesar Rp.6000/Kg sedangkan

harga yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir adalah sebesar

Rp.8.500/Kg. dengan total biaya Rp.737/Kg. dengan demikian maka

diperoleh margin keuntungan pedagang bawang daun/prei melalui

saluran pemasaran I adalah sebesar Rp.2.500. dengan demikian maka

diperoleh profit pedagang pada saluran pemasaran I adalah sebesar

Rp.1763/Kg atau rata-rata Rp.881,5 untuk setiap lembaga pemasaran

yang terlibat.

b. Saluran 2

Petani Agen Ped.Pengumpul Ped. Pengecer Konsumen

Bawang daun hasil panen petani langsung dibawa ke pasar

Berastagi, disana bawang daun tersebut ditampung oleh agen dengan harga

yang bervariasi, rata-rata harga yang diterima oleh petani bawang daun

adalah sekitar Rp.6000/Kg. Agen kemudian menjual bawang daun/prei

Page 7: Pemasaran Komoditi Bawang Daun

kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp.7000. Biaya-biaya

pemasaran yang dikeluarkan agen adalah terdiri dari, biaya transportasi

sebesar Rp.250/Kg, upah bongkar muat sebesar Rp.50/Kg, biaya retribusi

berupa uang sampah dan sewa tempat sebesar Rp.12/Kg. Sehingga total

biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh agen adalah sebesar

Rp.312/Kg. Keuntungan yang diperoleh agen adalah sebesar Rp.688/Kg.

Pedagang pengumpul menjual lagi bawang daun yang dibelinya dari

agen seharga Rp.8.500/Kg, harga tersebut dibuat dengan memperhatikan

biaya-biaya pemasaran yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul

berupa, biaya transportasi sebesar Rp.175/Kg, upah bongkar muat sebesar

Rp.25/Kg, retribusi berupa uang sampah sebesar Rp.150/kg, sewa tempat

sebesar Rp.75/Kg, dan pengepakan sebesar Rp.25/Kg. Total biaya yang

dikeluarkan pedagang pengumpul adalah sebesar Rp.450/Kg. Dengan

mengurangi total biaya maka diperolehlah besar keuntungan yang

diperoleh oleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp.1.050/Kg.

Bawang daun dari pedagang pengumpul kemudian dijual kembali

kepada pedagang pengecer. Dari pedagang pengecerlah akhirnya bawang

daun/prei sampai ketangan konsumen dengan harga Rp.10.000/Kg. Hari

ini juga dibuat dengan memperhitungkan biaya-biaya pemasaran yang

harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer berupa, biaya transportasi

sebesar Rp.200/Kg, bahan tambahan seperti tali dan karet sebesar

Rp.50/Kg, dan uang sampah sebesar Rp.100/Kg, total biaya yang harus

dikeluarkan pedagang pengecer adalah sebesar Rp.475/Kg. Keuntungan

yang diperoleh oleh pedagang pengecer adalah sebesar Rp.1.925/Kg.