pemantauan lingkungan (rkl-rpl) pt. pln (persero)

56
LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I– Tahun 2011  Hal - 1 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi  BAB II PELAKSANAAN DAN EVALUASI  A. PELAKSANAAN Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata dilakukan oleh pihak Manajemen PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata secara berkala per-tiga bulan (triwulan) selama setahun sesuai dengan dokumen Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) PLTD Lueng Bata. Dimana Dokumen PEL PLTD Lueng Bata ini menjadi landasan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Jadi semua parameter lingkungan yang dievaluasi di dalam dokumen RKL-RPL PLTD Lueng Bata ini sebagian besar berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata ini. Selain berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata, sebagian lagi berpedoman pada Undang-undang dan peraturan-peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku saat ini, antara lain: 1) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air 3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional, 4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal, 5) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) 6) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan 7) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

Upload: ronisah97

Post on 16-Oct-2015

394 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Hasil Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) PT. PLN (Persero)

TRANSCRIPT

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 1 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    BAB II PELAKSANAAN DAN EVALUASI

    A. PELAKSANAAN

    Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup pada

    Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata dilakukan oleh pihak Manajemen PT.

    PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata

    secara berkala per-tiga bulan (triwulan) selama setahun sesuai dengan dokumen Penyajian

    Evaluasi Lingkungan (PEL) PLTD Lueng Bata. Dimana Dokumen PEL PLTD Lueng Bata ini

    menjadi landasan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana

    Pemantauan Lingkungan (RPL). Jadi semua parameter lingkungan yang dievaluasi di

    dalam dokumen RKL-RPL PLTD Lueng Bata ini sebagian besar berpedoman pada Dokumen

    PEL Lueng Bata ini.

    Selain berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata, sebagian lagi berpedoman

    pada Undang-undang dan peraturan-peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku saat ini,

    antara lain:

    1) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup,

    2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan

    Pengendalian Pencemaran air

    3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient

    Nasional,

    4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku

    Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pembangkit

    Tenaga Listrik Termal,

    5) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman

    Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

    dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

    6) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat

    Kebisingan

    7) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu

    Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 2 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    8) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 tahun 1999 tentang Baku Mutu Tingkat

    Kebisingan

    A.1 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

    Permasalahan lingkungan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting

    akibat pengoperasian PLTD Lueng Bata harus mendapat perhatian dari Manajemen PT PLN

    (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkit Lueng Bata.

    Pengelolaan yang tepat dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dan disepakati

    pada dokumen RKL dan RPL perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak besar dan

    penting yang bersifat negatif.

    A.1.1 Aspek Kimia Fisik

    A.1.1.1 Kualitas Udara Ambien dan Emisi Gas Buang

    Penurunan kualitas udara di sekitar PLTD Lueng Bata dapat terjadi akibat emisi gas

    buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pada mesin pembangkit. Komponen

    pencemar yang mungkin terdapat pada gas buang ini, antara lain debu, NO2, SO2, CO, dan

    CO2. Secara teknis, PLTD Lueng Bata dilengkapi cerobong asap dengan ketinggian 20 m

    yang digunakan untuk mengalirkan gas buang hasil pembakaran ke atmosfir. Penggunaan

    cerobong tinggi ini diharapkan dapat membantu penyebaran komponen pencemar oleh

    udara secara turbulen pada ketinggian tersebut. Cerobong tinggi ini dapat juga

    mendorong agar bahan-bahan pencemar dapat segera terangkat lebih tinggi ke atmofir

    sehingga dapat meminimalkan dampak pada lingkungan di sekitar PLTD Lueng Bata.

    Kondisi cerobong gas buang dari mesin pembangkit PLTD Lueng Bata diperlihatkan pada

    Gambar 2.1.

    Pada siang hari mesin yang beroperasi 3 jenis, seperti yang terlihat pada Gambar

    2.1. Hal ini ditunjukkan dari asap hitam yang keluar dari cerobong dari mesin pembangkit.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 3 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.1 Cerobong gas buang PLTD Lueng Bata

    Pengelolaan pencemaran udara juga dilakukan dengan prosedur preventif, yaitu

    dengan cara menjalankan pengoperasian mesin pembangkit sesuai Standard Operational

    Procedure (SOP), antara lain perawatan mesin secara rutin, pemasangan dan pembersihan

    saringan (filter), serta penggantian minyak pelumas sesuai ketentuan teknis. Berdasarkan

    kemungkinan arah angin yang berhembus, komponen pencemar udara diperkirakan dapat

    tersebar ke beberapa desa yang terdapat di sekitar PLTD, yaitu Desa Lueng Bata dan Desa

    Cot Mesjid yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lueng Bata serta Desa Pango

    Raya dan Desa Pango Dayah dalam wilayah Kecamatan Ulee Kareng. Tolok ukur

    pengelolaan kualitas udara ambien adalah PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

    Pencemaran Udara, sedangkan untuk kualitas emisi gas buang mesin pembangkit adalah

    Peraturan Menteri LH No 21 tahun 2008 tentang Baku mutu Emisi sumber tidak bergerak

    bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik thermal.

    A.1.1.2 Kebisingan Kebisingan (noise) terjadi dari suara dan getaran yang dihasilkan oleh

    pengoperasian mesin diesel, sistem air pendingin (cooler radiator), dan blower (turbo

    charger). Pengelolaan dampak kebisingan dilakukan dengan cara mempertahankan

    pengoperasian mesin pembangkit sesuai dengan SOP meliputi kegiatan perawatan mesin,

    pemasangan peredam, dan penggantian minyak pelumas secara reguler. Untuk

    mengurangi tingkat kebisingan, di sekeliling pagar PLTD Lueng Bata ditanami jenis

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 4 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    pepohonan tinggi yang dapat meredam kebisingan seperti cemara pantai, jati, dan jenis

    pepohonan lainnya yang diharapkan dapat meredam suara yang berasal dari mesin-mesin

    PLTD Lueng Bata. Dampak kebisingan terutama dirasakan oleh penduduk di sekitar PLTD

    Lueng Bata seperti masyarakat Desa Pango Raya yang menyatakan keluhan, seperti

    sedikit bising terutama pada malam hari dan tidak dapat beristirahat dengan tingkat

    kenyamanan yang maksimal (tenang). Tolok ukur pengelolaan kebisingan di sekitar PLTD

    adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/11/1996 tentang

    Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Baku Mutu Keputusan Menaker No. 51 tahun 1999

    untuk pekerja PLTD.

    A.1.1.3 Kualitas Air

    Penurunan kualitas air dapat terjadi pada bagian hilir Krueng Aceh dari lokasi PLTD

    sebagai akibat dari pengaliran air keluaran Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PLTD.

    Parameter penurunan kualitas air Krueng Aceh ini antara lain minyak dan lemak, Mn, Fe,

    Chlorida, Pb, amonia, ammoniak, dan lain-lain. Bahan pencemar tersebut diperkirakan

    berasal dari kegiatan PLTD seperti tumpahan atau bocoran bahan bakar, minyak pelumas

    mesin, dan bahan-bahan lain yang terbawa oleh aliran air dari kegiatan perawatan mesin,

    pencucian lantai, dan air hujan (jika terjadi hujan). Dampaknya dapat mempengaruhi

    kualitas air di sekitar PLTD seperti keasaman (pH) yang tidak netral, suhu air yang tinggi,

    penurunan kandungan oksigen terlarut (DO), COD, dan BOD yang tinggi, serta kandungan

    mikroorganisme dan plakton yang meningkat.

    PLTD Lueng Bata dilengkapi dengan unit IPAL yang bertujuan untuk mengantisipasi

    penurunan kualitas air akibat dari kegiatan PLTD Lueng Bata. Pengelolaannya dilakukan

    dengan mengalirkan air dari lingkungan PLTD ke saluran drainase dan kemudian

    ditampung pada bak perangkap minyak (oil trap) secara bertingkat untuk memisahkan

    minyak dengan air. Minyak diangkat, dipisahkan secara regular, dan ditampung pada bak

    penampungan sementara yang selanjutnya dikirim secara reguler kepada pihak

    pengumpul (yang memenuhi persyaratan sebagai pengumpul) untuk diolah dan

    dimanfaatkan lebih lanjut. Sedangkan air yang sudah dipisahkan dari minyak tersebut

    tetapi masih mengandung sedikit minyak dialirkan ke IPAL untuk dipisahkan fase air dari

    minyak yang masih tersisa. Proses pemisahan terjadi berdasarkan prinsip dekatansi

    (perbedaan densitas), di mana minyak yang memiliki densitas lebih rendah (minyak) akan

    mengapung membentuk lapisan tipis sedangkan air akan berada di bawahnya. IPAL

    dirancang dan dilengkapi dengan beberapa bak untuk memisahkan minyak secara

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 5 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    sempurna. Air dari oil trap masuk ke bak I, kemudian air tersebut dialirkan ke bak II dan

    selanjutnya ke bak III (terakhir), minyak akan tertinggal dalam bak penampung I dan

    diambil secara terjadwal. Air bebas minyak dari keluaran IPAL selanjutnya dialirkan ke

    Krueng Aceh yang berada 30 m dari IPAL melalui saluran drainase. Pada saat

    pemantauan dilakukan, manajen PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara

    Sektor Pembangkitan Lueng Bata sudah melakukan modifikasi IPAL dan rencananya akan

    kembali memodifikasi IPAL yang sudah ada dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi

    pengolahan limbahnya. Modifikasi dilakukan dengan mengubah arah aliran dan menambah

    sekat/baffle sehingga meningkatkan waktu tinggal air limbah di IPAL. Skema IPAL PLTD

    Lueng Bata dan desain IPAL yang dimodifikasi diperlihatkan masing-masing pada Gambar

    2.2 dan 2.3.

    Gambar 2.2 Skema IPAL PLTD Lueng Bata

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 6 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.3 Outlet IPAL menuju Sungai Krueng Aceh

    Gambar 2.4 Desain IPAL PLTD Lueng Bata yang telah dimodifikasi

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 7 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Upaya preventif yang dilakukan oleh manajemen PT PLN (Persero) Pembangkitan

    Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata meliputi pemeriksaan dan

    perawatan bagian-bagian peralatan yang dapat menjadi sumber kebocoran minyak,

    misalnya pemeriksaan pada packing mesin dan kerangan atau katup (valve). Pengisian

    minyak diesel dari mobil tangki ke tangki penampung minyak juga dilakukan sesuai SOP

    dan selalu dikontrol sehingga tidak ada minyak yang tercecer. Tolok ukur pengelolaan

    kualitas air adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009

    tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga

    termal dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan

    Pengendalian Pencemaran air.

    Pada waktu dilakukan pemantauan lingkungan PLTD Lueng Bata yakni triwulan IV

    2010 yaitu bulan November, kolam IPAL sedang dalam proses pembersihan dan

    perawatan. Seluruh bak-bak kolam penampungan limbah dikosongkan dan dibersihkan.

    A.1.1.4 Limbah Padat Domestik dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

    Kegiatan PLTD Lueng Bata juga menghasilkan sejumlah limbah padat domestik

    yang berupa sampah kertas, plastik, kaleng, dan lainnya. Pengelolaan limbah padat ini

    dilakukan dengan mengumpulkannya pada tempat penampungan yang diletakkan di setiap

    sudut PLTD. Pengumpulan limbah padat ini dibagi atas 3 jenis limbah padat, yaitu organik,

    an-organik, dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Masing-masing tempat

    pengumpul dibedakan warnanya agar lebih mudah dalam pengelolaannya, seperti limbah

    organik menggunakan bak berwarna hijau, limbah an-organik menggunakan bak berwarna

    kuning, dan Limbah B3 menggunakan bak berwarna merah, seperti terlihat pada Gambar

    2.5 dan Gambar 2.6. Limbah padat ini selanjutnya dikelola dengan mengangkutnya secara

    terjadwal ke TPA Gampong Jawa.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 8 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.5 Tempat pengumpulan sementara limbah padat domestik dan limbah cair B3

    Gambar 2.6 Tangki Tempat Penyimpanan Limbah Cair B3

    Kegiatan PLTD Lueng Bata juga diprediksikan menghasilkan limbah B3 baik berupa

    cair maupun padat. Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator

    bekas. Bahan ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal

    mesin genset. Pengelolaan limbah padat B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di

    tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga

    untuk didaur ulang. Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas

    bekas yang dipakai untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil

    pengolahan IPAL PLTD. Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan

    mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diserahkan

    kepada pihak pengumpul yang memenuhi persyaratan. Tolok ukur pengelolaan limbah

    padat domestik adalah PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sedangkan

    pengelolaan bahan B3 adalah Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 dan

    02/BAPEDAL/09/1995. Pengumpulan sementara limbah B3 ini dilakukan tidak lebih dari 90

    hari.

    A.1.2 Aspek Biologi

    Jika terjadi perubahan kualitas lingkungan yang diakibatkan suatu kegiatan dan/

    atau usaha, akan berpengaruh terhadap flora dan fauna yang ada disekitar kegiatan dan/

    atau usaha tersebut. Dampak terhadap flora dan fauna dapat terjadi akibat unsur

    pencemaran udara maupun pencemaran air terutama di sekitar lokasi PLTD Lueng Bata

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 9 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di lokasi tersebut. Daya

    dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung

    perikehidupan manusia, mahluk hidup lain, dan keseimbangan anatar keduanya. Daya

    tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,

    energy, dan/ atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

    Pengelolaan dampak aspek biologi dilakukan secara preventif dan berkala oleh

    pihak manajemen PT. PLN (Persero) Sektor Sektor Pembangkitan Lueng Bata, yaitu

    dengan cara mencegah atau meminimalkan terjadinya pencemaran udara dan air dengan

    mengikuti ketentuan pengelolaan lingkungan (Tabel 2.1) sesuai dengan baku mutu yang

    ditetapkan. Mengganti, membersihkan dan merperbaiki wadah IPAL secara berkala. Di

    samping itu, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata melakukan penanaman

    tumbuh-tumbuhan (pohon pelindung, pohon peredam suara, dan bunga-bungaan) di

    lingkungan PLTD dan melakukan perawatan dan penggantian tanaman yang telah

    tercemar dengan tanaman baru yang lebih tahan terhadap unsur pencemar. Untuk

    mencegah dampak kepada biologi akuatik, perawatan dan pembersihan IPAL dilakukan

    secara kontinyu sehingga kualitas air buangan tetap dalam batas baku mutu yang

    ditetapkan. Tolok ukur pengelolaan aspek biologi adalah keberadaan tumbuhan langka dan

    dominan.

    A.1.3 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

    Keberadaan PLTD Lueng Bata diharapkan lebih banyak memberikan dampak positif

    dibandingkan dampak negatif terhadap aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama

    dengan tersedianya suplai listrik yang mencukupi dan berkelanjutan. Walaupun demikian,

    adanya dampak negatif diperkirakan tetap akan muncul, seperti meningkatnya kebisingan

    yang menyebabkan kenyamanan masyarakat di sekitar lokasi terganggu bahkan lebih jauh

    dapat mengganggu kesehatan (pendengaran). Pengelolaan dampak aspek sosial, ekonomi,

    dan budaya ini dilakukan dengan cara musyawarah (persuatif). Di samping itu, kegiatan

    pembangunan masyarakat (community development) dapat ditingkatkan sesuai dengan

    kebutuhan dan kepentingan masyarakat di sekitar PLTD Lueng Bata. Kegiatan yang

    menyangkut dengan kebijakan peningkatan kesehatan masyarakat hingga saat ini belum

    merupakan prioritas utama, mengingat keberadaan PLTD belum mempengaruhi timbulnya

    penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas PLTD. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan

    oleh manajemen PLTD Lueng Bata secara ringkas ditabulasikan pada Tabel 2.1. Tolok ukur

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 10 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    pengelolaan ini adalah peningkatan perekonomian, pendidikan, kegiatan sosial-budaya,

    dan jenis penyakit dominan yang ditemui di masyarakat sekitar.

    Tabel 2.1 Ringkasan RKL pada PLTD Lueng Bata

    No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

    1. Aspek Kimia Fisika

    a. Kualitas Udara Ambient

    Gas buang hasil pembakaran bahan bakar pada mesin pembangkit yang dikeluarkan melalui cerobong (stack) dan menyebar di lingkungan. Gas diperkirakan mengandung unsur pencemar SO2, NO2, CO, dan debu (TSP).

    PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

    Pemeliharaan mesin secara benar dan rutin

    Mempertahankan pengoperasian unit pembangkit sesuai SOP

    Penanaman dan pera-watan pohon cemara dan pepohonan pere-dam suara lainnya dengan kerapatan tinggi di sekitar PLTD

    b. Kualitas Emisi

    gas Buang Gas buang hasil pem-bakaran bahan bakar pada mesin pembangkit yang dikeluarkan melalui cerobong (stack). Gas di-perkirakan mengandung unsur pencemar SO2, NO2, CO, dan debu (TSP).

    Per Men LH No 21 tahun 2008 tentang Baku mutu Emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik thermal

    Pemeliharaan mesin secara benar dan rutin

    Mempertahankan pengoperasian unit pembangkit sesuai SOP

    c. Kebisingan Suara mesin diesel, sistem air pendingin (cooler), radiator, dan blower turbo charger

    Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan

    Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No. 51/1999

    Melakukan penanaman dan perawatan pepohonan rimbun dan tinggi di sekitar PLTD sebagai peredam bunyi

    Mempertahankan pengoperasian unit sesuai SOP

    d. Kualitas

    Badan Penerima Air

    Tumpahan dan bocoran bahan bakar dan minyak pelumas yang terbawa air pencucian lantai, air saat perawatan mesin dan air hujan. Air limbah ini diperkirakan mengandung unsur ammoniak, Besi, Mangan, minyak dan lemak, Timbal, Chlor (Cl2), TDS, TSS yang menyebabkan penurunan kualitas air (pH, DO, BOD dan COD)

    Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air

    Pemeriksaan dan perawatan rutin bagian-bagian yang rentan kebocoran

    Ceceran minyak solar dan pelumas yang bercampur dialirkan pada saluran drainase ke unit oil trap dan IPAL

    Peningkatan Kapasitas IPAL dan Efesiensi IPAL dengan perbaikan, pembersihan dan pemeliharaan

    Perawatan mesin

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 11 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

    secara benar dan rutin.

    Pengisian bahan bakar dan minyak pelumas sesuai dengan SOP.

    e. Kualitas

    Limbah cair pengeluaran IPAL

    Tumpahan dan bocoran bahan bakar dan minyak pelumas yang terbawa air pencucian lantai, air saat perawatan mesin dan air hujan. Air limbah ini diperkirakan mengandung unsur ammoniak, Besi, Mangan, minyak dan lemak, Timbal, Chlor (CL2), TDS, TSS yang menyebabkan penurunan kualitas air (pH, DO, BOD dan COD)

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal

    Kepmen 51/MENLH/10/1995 tentang tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri

    Pemeriksaan dan perawatan rutin bagian-bagian yang rentan kebocoran

    Perawatan dan pembersihan IPAL secara rutin sesuai dengan SOP.

    f. Limbah Padat Limbah padat domestik dari aktivitas PLTD berupa kaleng, plastik, dan lainnya.

    PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah

    Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009

    Dikumpulkan dan diangkut secara terjadwal ke TPA Gampong Jawa

    g. Limbah B3 Limbah B3 dari aktivitas PLTD berupa baterai bekas, filter, catridge bekas, transformator bekas, oli bekas, dan yang sejenis

    Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara dan persyara-tan teknis penyim-panan dan pengumpulan limbah B3.

    Keputusan Kepala Bapadal No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah B3

    Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009

    Dikumpulkan dan secara berkala/terjadwal diserahkan kepada badan pengumpul (CV. Arum, Medan) untuk diolah dan didaur ulang

    2. Aspek Biologi Pencemaran udara dan pencemaran air di sekitar lokasi PLTD

    Tumbuhan langka dan dominan

    Melakukan perawatan rutin terhadap IPAL

    Mencegah terjadinya pencemaran air dan udara

    Melakukan penanam-an dan penghijauan di lingkungan PLTD dan sekitarnya

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 12 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

    3. Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

    Pengoperasian PLTD Luengbata

    Peningkatan perekonomian, pendidikan, kegiatan sosial-budaya, dan jenis penyakit dominan yang ditemui di masyarakat sekitar

    Pengembangan masyarakat (Community Development)

    Musyawarah (persuasif),

    Menerapkan K3 bagi karyawan dan masya-rakat yang berintegrasi dengan PLTD

    Pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak

    A.2 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

    Rencana Pemantauan Lingkungan digunakan untuk mengamati hasil pelaksanaan

    RKL dengan memperhatikan tingkat pencapaian usaha yang dilakukan dalam menekan

    atau meminimalkan dampak yang terjadi akibat pengoperasian PLTD Lueng Bata terhadap

    lingkungan di sekitarnya. Melalui kegiatan RPL, diharapkan juga dapat teridentifikasi

    secara dini kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menimbulkan dampak negatif di

    kemudian hari. Selanjutnya dapat ditetapkan langkah-langkah antisipatif atau pencegahan,

    bahkan jika diperlukan dapat ditetapkan perbaikan-perbaikan dalam kegiatan pengelolaan

    lingkungan. Kegiatan pemantauan dilakukan dengan merujuk pada parameter dampak

    penting yang teridentifikasi pada dokumen RKL.

    A.2.1 Aspek Kimia Fisik

    A.2.1.1 Kualitas Udara Ambient

    Pemantauan kualitas udara dilakukan terhadap kualitas udara ambient di sekitar

    lokasi PLTD Lueng Bata dengan radius 500 m dan 1000 m yang diperkirakan akan terkena

    dampak terutama terhadap lokasi permukiman di sekitar Desa Cot Mesjid dan Desa Lueng

    Bata di Kecamatan Lueng Bata, serta Desa Pango Raya dan Desa Pango Dayah di

    Kecamatan Ulee Kareng. Pemantauan dilakukan secara langsung di lapangan terhadap

    parameter-parameter pencemaran yang tercantum pada Tabel 2.2 yang diukur sesuai

    dengan metode dan peralatan yang ditetapkan pada PP No. 41 tahun 1999. Hasil

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 13 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    pengukuran ini selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu kualitas udara (PP No.

    41 tahun 1999) sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 2.

    Tabel 2.2 Metode pemantauan kualitas udara ambient di sekitar PLTD Lueng Bata

    No. Parameter Metode

    1. Sulfur Dioksida (SO2) Pararosanilin/Spektrofotometri 2. Nitrogen Oksida (NO2) Saltzman/Spektrofotometri 3. Carbon Monooksida (CO) Gastec4. Total Partikel Debu(TSP) Gravimetri

    A.2.1.2 Kualitas Emisi Gas Buang

    Pemantauan kualitas udara dilakukan terhadap kualitas emisi gas buang pada

    cerobong mesin pembangkit PLTD Lueng Bata. Pemantauan dilakukan secara langsung di

    lapangan terhadap parameter-parameter pencemaran yang tercantum pada Tabel 2.3

    yang diukur sesuai dengan metode dan peralatan yang ditetapkan pada PP No. 41 tahun

    1999. Hasil pengukuran ini selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu kualitas

    udara (Permen LH Nomor 21 tahun 2008) sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 3.

    Tabel 2.3 Metode pemantauan emisi mesin pembangkit PLTD Lueng Bata

    No. Parameter Metode

    1. Sulfur Dioksida (SO2) Turbidimetri 2. Nitrogen Dioksida (NO2) Saltzman 3. Carbon Monooksida (CO) Gas Analyzer 4. Partikulat Gravimetri 5. Opasitas visual

    A.2.1.3 Kebisingan

    Kegiatan pemantauan tingkat kebisingan yang timbul akibat pengoperasian PLTD

    Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah dengan melakukan pengukuran intensitas bunyi

    pada beberapa titik sampling, yang dilakukan baik pada waktu siang hari maupun malam

    hari, dengan lokasi ke arah Utara, Barat, Selatan, dan Timur dari PLTD Lueng Bata, yaitu

    seperti berikut ini:

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 14 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    (1) Titik sampling 1 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59 15,9 LU 950 12 31,4

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat.

    (2) Titik sampling 2 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59 04,1 LU 950 12 63,3

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat.

    (3) Titik sampling 3 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59 34,0 LU 950 12 07,2

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara.

    (4) Titik sampling 4 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59 36,1 LU 950 13 34,9

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara.

    (5) Titik sampling 5 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59 55,9 LU 950 12 44,2

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah

    Selatan.

    (6) Titik sampling 6 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59 68,6 LU 950 12 28,8

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah

    Selatan.

    (7) Titik sampling 7 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59 53,4 LU 950 12 31,4

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur.

    (8) Titik sampling 8 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

    yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59 32,8 LU 950 12 31,9

    BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur.

    Lokasi pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar mesin pembangkit

    dengan jarak masing-masing 5 m (yang berada di dalam ruang mesin) dan 10 meter (yang

    berada di luar ruang mesin). Yaitu:

    1) Titik sampling 1 pada 5 meter sekitar mesin dengan posisi koordinat (050 59 44,2

    LU 950 12 9,6 BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 15 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Lsm = 10 Log 1/24 (16 x 10 0,1 Ls + 8 x 10 0,1 (Lm + 5) ) dB(A)

    2) Titik sampling 2 pada 10 meter sekitar dalam daerah PLTD Lueng Bata dengan

    posisi koordinat (050 59 40,8 LU 950 12 70,9 BT). Waktu Pengukuran siang

    hari dan malam hari.

    Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan in-situ dengan menggunakan instrumen

    sound level meter pada siang hari (Ls) dan pada malam hari (Lm). Pengukuran dilakukan

    dengan pengulangan di setiap 10 menit. Setiap lokasi pengukuran dilakukan hingga 5 kali,

    selanjutnya untuk mengetahui tingkat kebisingan rata-rata (Lsm) digunakan rumus seperti

    berikut ini.

    Untuk menentukan tingkat kebisingan yang memenuhi persyaratan, maka

    pengukuran merujuk kepada prosedur dan baku mutu yang diatur pada Keputusan Menteri

    Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat

    Kebisingan dan Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No. 51/1999 (Lampiran 4).

    A.2.1.4 Kualitas Badan Air Penerima

    Kegiatan pemantauan terhadap kualitas badan air penerima dilakukan dengan

    pengambilan sampel air Sungai Kreung Aceh pada 4 (tiga) lokasi, yaitu seperti berikut ini.

    (1) Titik sampling 1 pada titik pencampuran antara air limbah dari outlet IPAL dengan

    air Krueng Aceh, posisi koordinat (050 49 50,8 LU 950 11 40,3 BT).

    (2) Titik sampling 2 yaitu tepat di outlet IPAL, posisi koordinat (050 53 81,8 LU 950

    34 4,3 BT). Seperti pada Gambar 2.3 Outlet IPAL menuju Sungai Krueng Aceh.

    (3) Titik sampling 3 yaitu 500 m dari titik pencampuran antara air limbah dengan air

    Krueng Aceh ke arah hilir, posisi koordinat (050 15 28,6 LU 950 20 07,8 BT).

    (4) Titik sampling 4 yaitu 500 m dari titik pencampuran antara air limbah dengan air

    Krueng Aceh ke arah hulu, posisi koordinat (050 41 28,6 LU 950 76 35,6 BT).

    Tabel 2.4 memperlihatkan parameter pengujian kualitas badan air penerima yang

    diukur menurut prosedur yang diatur pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air kelas II (Lampiran 6).

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 16 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Tabel 2.4 Metode analisis kualitas air pada kegiatan pemantauan

    No. Parameter

    Metode

    1. BOD5 JIS K-0102-21 2. COD Colorimetric Determination 3. DO JIS K-0102-24 4. Minyak dan Lemak JIS K-0102-24.2 5. Total Dissolve Solid (TDS) Konduktimetri 6. Total Suspended Solid (TSS) Photometrik 7. Ammoniak (NH3-N) Salicylate Method 8. Keasaman (pH) Potensiometri 9. Besi (Fe) Atomisasi 10. Mangan (Mn) Atomisasi 11. Timbal (Pb) Atomisasi 12. Chlor (Cl2) DPD Method 13. Suhu Potensiometri

    A.2.1.5 Kualitas Limbah Cair Pengeluaran IPAL

    Kegiatan pemantauan terhadap kualitas limbah keluaran IPAL dilakukan dengan

    pengambilan sampel air pada bagian akhir pengeluaran IPAL. Parameter pengujian

    diperlihatkan pada Tabel 2.4 dan selanjutnya dibandingkan dengan Peraturan Menteri

    Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha

    dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal dan Kepmen LH Nomor

    51/MENLH/10/1995 tentang tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri

    (Lampiran 5).

    A.2.1.6 Limbah Padat

    Kegiatan pemantauan terhadap pengelolaan limbah padat dilakukan dengan

    meninjau dan mengevaluasi dokumen manifest hingga pengelolaan limbah padat yang

    telah dilakukan oleh manajemen PLTD. Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan

    mengacu kepada PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan Keputusan

    Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Evaluasi juga dilakukan terhadap

    ketersediaan fasilitas pendukung pengelolaan limbah padat seperti tempat pengumpul

    sementara dan lainnya.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 17 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    A.2.1.7 Limbah B3

    Kegiatan pemantauan terhadap pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan meninjau

    dan mengevaluasi dokumen manifest hingga pengelolaannya yang telah dilakukan oleh

    manajemen PLTD. Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan mengacu kepada Keputusan

    Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis

    penyimpanan dan pengumpulan limbah B3, Keputusan Kepala Bapadal No.

    02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah B3, dan Keputusan Direksi PT PLN

    (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Evaluasi juga dilakukan terhadap ketersediaan fasilitas

    pendukung pengelolaan limbah B3 seperti tempat pengumpul sementara, badan

    pengumpul, dokumen pendukung, dan lainnya.

    A.2.2 Aspek Biologi

    Kegiatan pemantauan lingkungan terhadap komponen biologi dilakukan dengan

    pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi tumbuh-tumbuhan atau vegetasi yang

    terdapat di sekitar Lueng Bata, baik berupa tanaman pekarangan maupun kebun

    penduduk, dan mengamati keadaan biologi akuatik dengan mengukur kadar plankton dan

    bentos pada sampel air outlet IPAL dan Krueng Aceh (jarak < 500 m dari titik

    pencampuran ke arah hilir dan hulu).

    A.2.3 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

    Kegiatan pemantauan lingkungan pada aspek sosial, ekonomi, budaya, dan

    kesehatan masyarakat bertujuan untuk melihat dan mengamati pengaruh yang timbul di

    lingkungan masyarakat sekitar yang diakibatkan oleh pengoperasian PLTD Lueng Bata.

    Parameter pengamatan aspek ini mencakup keadaan kependudukan, persepsi masyarakat,

    pertumbuhan kegiatan perekonomian, penyakit dominan, dan kenyamanan lingkungan

    yang dirasakan masyarakat sekitar PLTD Lueng Bata. Metode yang digunakan dalam

    pemantauan ini adalah :

    (1) pengumpulan data sekunder (data statistik dari kantor desa, kecamatan, dan

    puskesmas); dan

    (2) pengumpulan data primer melalui wawancara dengan masyarakat yang tinggal di

    sekitar PLTD Lueng Bata antara lain mewakili masyarakat Desa Lueng Bata dan

    Desa Cot Mesjid (Kecamatan Lueng Bata) serta Desa Pango Raya dan Desa Pango

    Dayah (Kecamatan Ulee Kareng).

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 18 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B. HASIL EVALUASI

    B.1 Aspek Kimia Fisika dan Evaluasi Trend

    B.1.1 Kualitas Udara Ambient

    Tabel 2.5 memperlihatkan hasil analisis tingkat kualitas udara ambient pada lokasi

    sekitar PLTD Lueng Bata. Apabila dibandingkan dengan Baku Mutu PP No. 41 Tahun 1999,

    diperoleh bahwa tingkat kualitas udara ambien sekitar PLTD Lueng Bata (yaitu Desa Cot

    Mesjid, Desa Lueng Bata, dan Desa Pango Dayah) masih termasuk dalam kategori baik

    dan masih di bawah baku mutu yang ditetapkan untuk semua parameter. Hasil ini

    menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen PT PLN (Persero)

    Sektor Pembangkitan Lueng Bata telah baik dengan selalu melakukan perbaikan kinerja

    mesin secara berkala, baik melalui perawatan maupun pengoperasian sesuai SOP.

    Pengelolaan yang baik ini perlu dipertahankan.

    Tabel 2.5 Konsentrasi udara ambient di sekitar PLTD Lueng Bata

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Baku Mutu Acuan

    Metode

    Desa Pango Raya

    (050 32 442 LU 950 20 532 BT) (500 m ke Selatan)

    Desa Lueng Bata

    (050 32 252 LU 950 20 337 BT) (500 m ke Barat)

    Desa Cot

    Masjid (050 32 07,0 LU 950 20 553 BT) (500 m ke Utara)

    Desa Pango Dayah (050 32 254 LU 950 20 612 BT) (1000 m

    ke Timur)

    1. SO2 69,30 63,75 188,35 46,6 g/Nm3 900 Pararosanilin 2. NO2 1 1 23,13 1 g/Nm3 400 Salztman 3. TSP 57,83 34,82 62,43 29,52 g/Nm3 90 Gravimetri 4. CO 882,21 719,25 1373 518 g/Nm3 30.000 NDIR 5. Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah

    Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Pada pemantauan periode ini dibuat evaluasi trend dari enam (6) hasil pengukuran

    selama ini yaitu dimulai dari Tri Wulan 4 Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011.

    Hasil pemantauan kualitas udara yang diukur dan kecendrungannya dari Tri Wulan 4

    Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011 diperlihatkan pada Gambar 2.7 2.10. Hasil

    pemantauan memperlihatkan bahwa parameter SO2, NO2, CO, dan TSP memperlihatkan

    kecendrungan menurun dan berada di bawah baku mutu dibandingkan hasil pengukuran

    pada periode sebelumnya.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 19 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Seperti parameter CO, NO2, SO2 dan TSP trendnya dari hasil pengukuran Tri Wulan III 2010 terhadap periode-periode sebelumnya cenderung menurun dan konstan.

    Gambar 2.7 Grafik Kecendrungan konsentrasi CO (g/Nm3) di udara sekitar PLTD

    Gambar 2.8 Grafik Kecendrungan konsentrasi NO2 (g/Nm3) di udara sekitar PLTD

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 20 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.9 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (g/Nm3 ) di udara sekitar PLTD

    Gambar 2.10 Grafik Kecendrungan konsentrasi TSP (g/Nm3) di udara sekitar PLTD

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 21 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B.1.2 Kualitas Emisi Gas Buang

    Pada saat pengukuran, hanya 4 mesin pembangkit yang beroperasi yaitu Sulzer 4,

    Sulzer 5, SWD 6 TM dan 6 TW BM. Sementara beberapa mesin pembangkit lainnya tidak

    beroperasi dikarenakan terjadi gangguan. Tabel 2.6 memperlihatkan hasil pengukuran

    emisi cerobong pembangkit yang meliputi parameter SOx, NOx, CO, dan debu (TSP).

    Tabel 2.6 Komposisi emisi gas buang mesin pembangkit PLTD Lueng Bata

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Baku Mutu Acuan

    Metode

    Sulzer 4 (500 59 46,63 LU - 950 12 10,25 BT)

    Sulzer 5 (500 59 47,02 LU - 950 12 10,27 BT)

    SWD 6 TM (500 59 47,08 LU - 950 12 10,28 BT)

    1. SO2 1 1 1 mg/m3 800 Turbidimetri 2. NO2 86,25 356,21 594,22 mg/m3 1000 Salzmant 3. CO 439,2 622,1 779,51 mg/m3 600 Gas Analyzer 4. Partikulat - - - mg/m3 1000 Gravimetri 5. Opasitas 12 10 11 % 20 Visual

    6. Waktu Sampling Malam Malam Malam Malam

    7. Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Baku Mutu Acuan

    Metode

    6 TM BW (500 59 43,8 LU - 950 12 12,3 BT)

    1. SO2 1 mg/m3 800 Turbidimetri 2. NO2 481,42 mg/m3 1000 Salzmant

    3. CO 388,35 mg/m3 600 Gas Analyzer

    4. Partikulat - mg/m3 1000 Gravimetri 5. Opasitas 8 % 20 Visual

    6. Waktu Sampling Malam Malam

    7. Cuaca Cerah Cerah Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Hasil pengukuran kualitas emisi gas buang dari ke empat mesin PLTD Lueng Bata

    yang beroperasi pada saat evaluasi dilakukan, menunjukkan bahwa emisi gas buang yang

    dihasilkan oleh kelima mesin pembangkit masih memenuhi baku mutu kualitas emisi gas

    buang yang ditetapkan Permen LH Nomor 21 tahun 2008.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 22 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.11 Grafik Kecendrungan konsentrasi CO (g/Nm3) yang keluar dari cerobong

    Gambar 2.12 Grafik Kecendrungan konsentrasi NO2 (g/Nm3) yang keluar dari cerobong

    Baku Mutu = 1000

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 23 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.13 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (g/Nm3) yang keluar dari cerobong

    Gambar 2.14 Kecendrungan konsentrasi Partikulat (g/Nm3) yang keluar dari cerobong

    Apabila dibandingkan dengan hasil pemantauan terhadap mesin pada periode

    sebelumnya (Triwulan IV tahun 2009) hingga Tri Wulan I 2011, pengukuran emisi pada

    cerobong cenderung menurun dan konstan, walaupun demikian masih berada di bawah

    baku mutu yang ditetapkan. Trend paramater CO, NO2, SO2 dan Partikulat yang diukur dari

    Baku Mutu = 150

    Baku Mutu = 800

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 24 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Tri Wulan IV Tahun 2009 hingga Tri Wulan I Tahun 2011 pada cerobong seperti yang

    terdapat pada Gambar 2.11 - Gambar 2.14 cenderung menurun dan konstan.

    Hal ini menunjukkan bahwa emisi gas buang dari pengoperasian mesin

    pembangkit di PLTD Lueng Bata tidak memberikan dampak negatif terhadap kualitas

    lingkungan di sekitarnya. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa vegetasi darat (flora)

    yang tumbuh pada lingkungan PLTD dan sekitarnya tidak memperlihatkan adanya gejala-

    gejala kematian atau kelainan pertumbuhan akibat pencemaran udara. Walaupun

    demikian, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata tetap harus mempertahankan

    dan meningkatkan pengelolaan lingkungannya, dengan cara:

    (1) Merawat kualitas pemeliharaan mesin secara reguler untuk mereduksi kebocoran

    minyak/pelumas di dalam proses pembakaran dan meningkatkan efisiensi

    pembakaran bahan bakar solar (hal ini dapat terjadi terkendala dengan jenis dan

    umur mesin yang sudah tua), dan

    (2) Meningkatkan perawatan dan peremajaan pohon (sejenis cemara, jati, mahoni, dan

    lainnya) di sekitar bantaran Krueng Aceh, baik pada sisi PLTD maupun sisi Desa

    Pango Raya.

    B.1.3 Kebisingan

    B.1.3.1 Kebisingan di ruang PLTD Lueng Bata

    Intensitas kebisingan di ruang mesin PLTD Lueng Bata diperlihatkan pada Tabel 2.7. Hasil

    pengukuran menunjukkan bahwa intensitas kebisingan pada jarak 5 15 m dari sumber

    (mesin pembangkit) nilainya tinggi dan berisiko terhadap kesehatan pekerja. Dampak atas

    tingginya kebisingan ini yang lebih merasakannya adalah para pekerja dan karyawan

    PLTD. Oleh karena itu, pekerja yang berinteraksi dengan ruangan mesin ini harus

    mematuhi SOP dan dilengkapi dengan earplug sehingga dapat mencegah terjadinya

    kerusakan gendang telinga. Ruang operator kedap suara yang telah dirancang, harus

    benar-benar digunakan oleh operator pada saat melakukan aktivitasnya. Hal ini juga

    merupakan prioritas utama dalam pengawasan pihak manajemen PLTD Lueng Bata

    terhadap pekerja dan karyawan PLTD.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 25 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Tabel 2.7 Evaluasi intensitas kebisingan (dBA) pada mesin PLTD

    No. Waktu Pengukuran

    Jarak dari

    Sumber (m)

    Kebisingan (dBA) Lokasi

    Baku Mutu KepMenaker No. 51 tahun

    1999

    Acuan Metode

    1.

    Siang Hari

    5 meter (050 59 44,2 LU 950 12 9,6 BT)

    86,78 Dalam Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level

    Meter

    2.

    15 meter (050 59

    40,8 LU 950 12

    70,9 BT)

    71,96 Luar Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level

    Meter

    3.

    Malam Hari

    5 meter (050 59 44,2 LU 950 12 9,6 BT)

    86,64 Dalam Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level

    Meter

    4.

    15 meter (050 59 40,8 LU 950 12 70,9 BT)

    74,55 Luar Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level

    Meter

    Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Pada saat pemantauan dilakukan, setiap orang yang akan memasuki kawasan

    mesin pembangkit wajib memakai peralatan keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap

    karyawan memakai earplug dan menempati ruang kedap suara dalam melakukan

    aktivitasnya. Sumber kebisingan utama di PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah

    dari mesin pembangkit listrik, diikuti oleh sistem air pendingin (cooler), radiator, dan

    blower turbo charger.

    B.1.3.1 Kebisingan di Pemukiman Penduduk

    Hasil pengukuran tingkat kebisingan di daerah pemukiman pada jarak 1000 m dari PLTD,

    tingkat kebisingan tertinggi adalah sebesar 67.77 dB(A) di Desa Lueng Bata, sedangkan

    tingkat kebisingan terendah adalah pada 51,78 dB(A) di Desa Pango Dayah. Pada jarak

    1000 m dari PLTD yaitu untuk 3 (empat) desa yang dipantau, tingkat kebisingan yang

    terjadi masih berada di bawah baku mutu (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

    No. Kep-48/ MENLH/II/1996) untuk kawasan pemukiman, kecuali Desa Lueng Bata yaitu

    67,77 dB(A). Apabila dibandingkan dengan hasil pemantauan sebelumnya (Triwulan II

    2010) trend-nya cenderung menurun, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.15.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 26 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.15 Grafik Evaluasi kecendrungan kebisingan (dBA) dalam jarak 1000 m

    Pada waktu survey persepsi masyarakat benar bahwa masyarakat sudah terbiasa

    dengan kebisingan dari operasi PLTD ini, tetapi sudah mulai berkurang. Hal ini juga

    dipengaruhi oleh arah angin, mengingat angin sebagai faktor yang mempengaruhi

    distribusi suara.

    Sedangkan pada jarak 500 m dari lokasi PLTD tingkat kebisingan yang terjadi di

    semua lokasi pengukuran masih melebihi baku mutu untuk daerah pemukiman 55 dB(A).

    Gambar 2.16 Grafik Evaluasi kecendrungan kebisingan (dBA) dalam jarak 500 m

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 27 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Trend kecenderungan kebisingan pada jarak 500 m dari PLTD ke daerah

    pemukiman penduduk cenderung naik kecuali untuk daerah Desa Pango Raya dan Desa

    Pango Dayah. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor angin pada waktu pengukuran.

    Keadaan ini perlu diperhatikan oleh pihak PLTD dengan terus memperbaiki sistem

    peredaman mesin PLTD dengan baik. Dengan metode Sabuk Hijau (Green Belt). Jenis

    pohon yang lebat perlu ditanam meredam suara mesin pembangkit listrik PLTD Sektor

    Pembangkitan Lueng Bata. Pohon-pohon yang ditanami selama ini perlu dirawat terutama

    pohon-pohon yang rimbun daunnya untuk meredam kebisingan.

    B.1.4 Hidrologi dan Kualitas Air

    B.1.4.1 Hidrologi

    Lebar alur Krueng Aceh berkisar 20 30 m dengan kedalaman kurang lebih 10 m.

    Berdasarkan hasil studi data hidrogeologi, daerah studi termasuk pada zona akifer cukup

    produktif. Hasil pengamatan di lokasi, penduduk umumnya mengambil air untuk keperluan

    sehari-hari dengan membuat sumur dangkal. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,

    masyarakat umumnya menggunakan air tanah dangkal (air sumur) sebagai sumber air

    untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk air minum maupun untuk mandi, cuci, dan kakus

    (MCK). Sekitar 2 km ke arah Selatan dari PLTD Lueng Bata dijumpai tempat pengolahan

    air minum PDAM Tirta Daroy yang mengolah air minum dari air Krueng Aceh dan di sekitar

    bantaran sungai terdapat usaha penambangan galian C (pasir) dan usaha produksi pupuk

    magnesium.

    B.1.4.2 Kualitas Badan Penerima Air

    Pengukuran kualitas air yang merupakan indikator pengelolaan dampak terhadap

    hasil pengelolaan lingkungan di PLTD Lueng Bata telah dilaksanakan dan hasil pengamatan

    parameter yang dikelola diperlihatkan pada Tabel 2.8. Untuk menentukan kesesuaian

    parameter yang dikelola dilakukan dengan mengacu kepada baku mutu kualitas air Kelas

    II PP Nomor 82 Tahun 2001. Parameter yang dikelola berkaitan kualitas air adalah BOD5,

    COD, DO, minyak & lemak, Mn, Fe, Chlorida, Pb, amonia, ammoniak, pH, TSS,

    ColiformTDS, Suhu, Fecal Coliform dan Total . Hasil pengujian parameter air limbah PLTD

    menunjukkan bahwa seluruh parameter kualitas air limbah yang masuk ke badan air

    Sungai Krueng Aceh berada di bawah baku mutu yang ditentukan. Hasil ini menunjukkan

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 28 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    bahwa kualitas keluaran limbah cair dari OUTLET IPAL PLTD Lueng Bata telah mereduksi

    kandungan minyak/lemak dan parameter lainnya. Dengan kata lain, pihak manajemen

    PLTD Lueng Bata telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik, terbukti

    dari hasil pengujian sampel analisa air limbah cair dari OUTLET PLTD yang masuk ke

    badan air Sungai Krueng Aceh. Kualitas limbah cair yang dihasilkan tidak berpengaruh

    terhadap lingkungan karena masih berada dibawah baku mutu. Hasil ini dapat dijelaskan

    dengan melihat evaluasi kualitas Limbah Cair PLTD pada badan air pada Tabel 2.8 sampai

    Tabel 2.10.

    Tabel 2.8 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hulu Sungai Krueng Aceh

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode

    Hulu Sungai Krueng

    Aceh (050 41 28,6 LU 950 76,6

    35,6 BT)

    Baku Mutu PP No.

    82/2001 Kelas II

    1. pH 7,76 6 9 Potensiometri 2. Suhu 26,3 Dev 3 0C Potensiometri 3. TSS 15 50 mg/L Photometric 4. TDS 104,5 1000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,01 (-) mg/L DPD Method 6. BOD5 0,1 50 mg/L JIS K-0102-21

    7. TOC 1,1 100 mg/L Colorimetric Determination 8. DO 6,03 4 (min) mg/L JIS K-0102-24 9. NH3-N 0,5 (-) mg/L Salicylate Method

    10. Minyak & Lemak < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2

    11. Fe 0,072 (-) mg/L Atomisasi 12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi 13. Mn 0,038 (-) mg/L Atomisasi

    14. Total Coliform 7 0,03 Jml/100 ml MPN

    Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Tabel 2.9 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hilir Sungai Krueng Aceh

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode

    Hilir Sungai Krueng

    Aceh (050 15 28,6 LU 950 20 07,8 BT)

    Baku Mutu PP No.

    82/2001 Kelas II

    1. pH 7,77 6 9 Potensiometri 2. Suhu 26,3 Dev 3 0C Potensiometri

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 29 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode

    Hilir Sungai Krueng

    Aceh (050 15 28,6 LU 950 20 07,8 BT)

    Baku Mutu PP No.

    82/2001 Kelas II

    3. TSS 46 50 mg/L Photometric 4. TDS 105 1000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,02 (-) mg/L DPD Method 6. BOD5 0,2 50 mg/L JIS K-0102-21

    7. TOC 2,4 100 mg/L Colorimetric Determination 8. DO 6,06 4 (min) mg/L JIS K-0102-24 9. NH3-N 0,67 (-) mg/L Salicylate Method

    10. Minyak & Lemak < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2

    11. Fe 0,64 (-) mg/L Atomisasi 12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi 13. Mn 0,0832 (-) mg/L Atomisasi

    14. Total Coliform 11 5000 Jml/100 ml MPN

    Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Tabel 2.10 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah pada titik pertemuan air limbah dari OUTLET PLTD dengan Sungai Krueng Aceh

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode

    Titik Pertemuan Sungai dan

    OUTLET PLTD

    (050 49 50,8 LU 950 11 40,3 BT)

    Baku Mutu PP No.

    82/2001 Kelas II

    1. pH 7,85 6 9 Potensiometri 2. Suhu 26,3 Dev 3 0C Potensiometri 3. TSS 57 50 mg/L Photometric 4. TDS 113 1000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,04 (-) mg/L DPD Method 6. BOD5 0,94 50 mg/L JIS K-0102-21

    7. TOC 2,1 100 mg/L Colorimetric Determination 8. DO 6,12 4 (min) mg/L JIS K-0102-24 9. NH3-N 0,71 (-) mg/L Salicylate Method

    10. Minyak & Lemak < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2

    11. Fe 0,65 (-) mg/L Atomisasi

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 30 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode

    Titik Pertemuan Sungai dan

    OUTLET PLTD

    (050 49 50,8 LU 950 11 40,3 BT)

    Baku Mutu PP No.

    82/2001 Kelas II

    12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi 13. Mn 0,0624 (-) mg/L Atomisasi

    14. Total Coliform 7,00 5000 Jml/100 ml MPN Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

    Selanjutnya apabila kita mengikuti trend kecenderungan pergerakan untuk

    parameter pH badan air sungai seperti pada Gambar 2.17, pH-nya cenderung konstan dari

    Tri Wulan II 2010 sampai Tri Wulan I 2011.

    Gambar 2.17 Grafik Evaluasi kecendrungan pH Badan Air

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 31 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.18 Grafik Evaluasi kecendrungan BOD Badan Air

    Kemudian untuk parameter BOD dari Grafik pada Gambar 2.18 trend grafiknya

    cenderung menurun di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran sebelumnya (Tri Wulan IV

    2010). BOD pengukuran TW IV masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu

    50 mg/L.

    Gambar 2.19 Grafik Evaluasi kecendrungan COD Badan Air

    Kemudian untuk parameter COD dari Grafik pada Gambar 2.19 trend grafiknya

    turun pada pengukuran di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran Tri Wulan IV 2010. COD

    pengukuran TW III masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 32 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.20 Grafik Evaluasi kecendrungan TDS Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter TDS dari grafik pada Gambar 2.20 trend grafiknya

    cenderung menurun di pengukuran Tri Wulan I 2011. TDS pengukuran TW I 2011 masih

    jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L. Khusus untuk Trend III,

    yang mewakili daerah hulu; pergerakan trend TDS cenderung konstan. Karena tidak

    dipengaruhi oleh buangan limbah dari PLTD.

    Gambar 2.21 Grafik Evaluasi kecendrungan TSS Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter TSS dari Grafik pada Gambar 2.21 pada TW I 2011

    khusus untuk pengambilan di titik pertemuan Outlet dengan air sungai (titik I) dan di titik

    II (hilir sungai), trend grafiknya naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya dan

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 33 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    untuk titik I, nilainya di atas baku mutu. Sedangkan di titik 3 (hulu sungai) hasil

    pengukuran TSS masih jauh dibawah baku mutu.

    Gambar 2.22 Grafik Evaluasi kecendrungan DO Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter DO dari Grafik pada Gambar 2.22 trend grafiknya

    cenderung sama baik di hulu, di hilir dan pada pertemuan Outlet dengan Badan Air. Trend

    DO di pengukuran TW I 2011 semuanya naik. Hasil pengukuran DO 2 periode terakhir

    masih dibawah baku mutu.

    Selanjutnya untuk parameter suhu air dari Grafik pada Gambar 2.23 trend grafik

    suhu cenderung turun secara konstan pada pengukuran TW I 2011. Deviasi suhu secara

    keseluruhan

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 34 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.23 Grafik Evaluasi kecendrungan Suhu Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter Amonia (NH3) dari Grafik pada Gambar 2.24 trend

    grafik Amonia di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air naik pada

    pengukuran TW I 2011.

    Gambar 2.24 Grafik Evaluasi kecendrungan NH3 Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter Cl2 dari Grafik pada Gambar 2.25 trend grafik Cl2 di

    hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air konstan dan jauh dibawah baku

    mutu.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 35 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.25 Grafik Evaluasi kecendrungan Cl2 Badan Air

    Selanjutnya untuk parameter Minyak dan Lemak dari Grafik pada Gambar 2.26

    trend grafiknya baik di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air pada

    pengukuran TW I 2011 menurun tajam dan di bawah baku mutu.

    Gambar 2.26 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Badan Air

    Keterangan:

    I. Pertemuan Outlet dengan Badan Air Penerima

    II. Hilir Sungai

    III. Hulu Sungai

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 36 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Jadi dapat disimpulkan dari semua parameter limbah cair yang dianalisa menunjukkan

    bahwa penangan limbah cair PLTD yang dibuang ke badan air sudah semakin baik dari

    sebelumnya.

    B.1.4.3 Kualitas Limbah Cair Keluaran IPAL (OUTLET)

    Hasil pengujian parameter kualitas limbah cair keluaran IPAL (Outlet) ditabulasikan

    pada Tabel 2.11 dan menunjukkan bahwa secara umum kualitas air limbah yang dihasilkan

    oleh IPAL PLTD Lueng Bata telah memenuhi kriteria dan berada di bawah baku mutu yang

    berlaku, baik berdasarkan KepmenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 Gol II (Lampiran C),

    Peraturan Pemerintah No. 82/2001 dengan Kelas air: Kelas II, maupun Peraturan Menteri

    Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009.

    Sehingga apabila dibuang ke badan air (dalam hal ini Sungai Krueng Aceh) sudah

    aman, karena masih dibawah baku mutu yang berlaku.

    Tabel 2.11 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di OUTLET PLTD

    No. Parameter

    Hasil Analisa

    Satuan Acuan Metode OUTLET

    PLTD (050 53 81,8 LU 950 34

    4,3 BT)

    Baku Mutu

    1 2

    1. pH 8,04 6 - 9 6 - 9 Potensiometri 2. Suhu 26,4 38 0C Potensiometri 3. TSS 82 200 100 mg/L Photometric 4. TDS 291 2000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,13 1 0,5 mg/L DPD Method 6. BOD5 23,58 50 mg/L JIS K-0102-21

    7. TOC 9,2 100 300 mg/L Colorimetric Determination 8. DO 5,38 - mg/L JIS K-0102-24 9. NH3-N 1,53 1 mg/L Salicylate Method

    10. Minyak & Lemak 8,9 10 10 mg/L JIS K-0102-24.2

    11. Fe 0,38 5 3 mg/L Atomisasi 12. Pb < 0,012 0,1 mg/L Atomisasi 13. Mn 0,026 2 mg/L Atomisasi Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 37 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Tabel 2.12 Perkembangan Kualitas air keluaran IPAL PLTD (OUTLET IPAL PLTD)

    No Parameter Unit

    Hasil Uji Triwulan I Maret 2010

    Hasil Uji Triwulan II Mei 2010

    Hasil Uji Triwulan

    III Agustus

    2010

    Hasil Uji

    Triwulan IV Des. 2010

    Hasil Uji

    Triwulan I

    Maret 2011

    Baku Mutu

    1 2

    1 Keasaman (pH) - 7,29 8,87 8,76 8,04 6 9 6 9

    2 BOD5 mg/L 13 24 22 23,58 50 3 TOC mg/L 9,2 100 300 4 Total Dissolve Solid (TDS) mg/L 613,3 205 189

    291 2000

    5 Total Suspended Solid (TSS) mg/L 56,6 5,6 5,4 82 200 100

    6 DO mg/L 4,14 3,2 3,1 5,38 - 7 Mangan (Mn) mg/L 0,0079 < 0,001 < 0,001 0,026 2 8 Besi (Fe) mg/L 0,05768 < 0,01 < 0,01 0,38 5 3 9 Chlor (Cl2) mg/L 0,11 0,01 0,01 0,13 1 0,5 10 Timbal (Pb) mg/L 0,0016 < 0,01 < 0,01 < 0,012 0,1 11 Ammoniak (NH3-N) mg/L 0,58 0,1 0,1 1,53 1 12 Minyak dan Lemak mg/L 5,6 1,1 0,7 8,9 10 10 13 Suhu oC 31 33,8 32,3 26,4 38

    Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh Baku Mutu:

    (1) KepmenLH No.: Kep-51/MENLH/10/1995 Gol II (Lampiran C) (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009

    Gambar 2.27 Grafik Evaluasi kecenderungan Suhu Limbah Cair di Outlet IPAL

    Dari analisa kecenderungan grafik (trend), untuk parameter TDS trend grafik

    menunjukkan bahwa pada pengukuran TW I 2011 trend-nya naik. Kadar TSS-nya masih

    jauh dibawah baku mutu yang berlaku.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 38 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.28 Grafik Evaluasi kecenderungan TDS Limbah Cair di Outlet IPAL

    Begitu juga trend grafik TSS seperti yang terdapat pada Gambar 2.29

    kecenderungan grafik (trend) untuk parameter TSS menunjukkan bahwa pada

    pengukuran TW I 2011 trend-nya naik tajam.

    Gambar 2.29 Grafik Evaluasi kecenderungan TSS Limbah Cair di Outlet IPAL

    Selanjutnya untuk grafik kecenderungan pH, trend-nya cenderung naik perlahan

    mulai pada TW I 2011. pH limbah cair masih di batasan baku mutu yang berlaku.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 39 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.30 Grafik Evaluasi kecenderungan pH Limbah Cair di Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan NH3, trend-nya terus mengalami kenaikan di TW I

    2011 seperti yang terdapat pada Gambar 2.31. Kadar ammonia pada limbah cair jauh di

    atas baku mutu yang berlaku.

    Gambar 2.31 Grafik Evaluasi kecenderungan NH3 Limbah Cair di Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan Cl2, trend-nya konstan di TW I 2011. Kadar Cl2 masih

    jauh dibawah baku mutu yang berlaku.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 40 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.32 Grafik Evaluasi kecenderungan Cl2 Limbah Cair di Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan DO, trend-nya naik di angka 5,4 pada TW I 2011.

    Gambar 2.33 Grafik Evaluasi kecenderungan DO Limbah Cair di Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan BOD, trendnya konstan di TW I 2011. Secara

    keseluruhan hasil pengkuran BOD masih jauh dibawah baku mutu.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 41 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.34 Grafik Evaluasi kecenderungan BOD Limbah Cair di Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan COD, trend-nya terus menurun perlahan di TW I 2011.

    Secara keseluruhan hasil pengkuran COD masih jauh dibawah baku mutu.

    Gambar 2.35 Grafik Evaluasi kecenderungan COD Limbah Cair di Outlet IPAL

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 42 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.36 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Limbah Cair di

    Outlet IPAL

    Untuk grafik kecenderungan Minyak dan Lemak, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil

    pengkuran Minyak dan Lemak masih jauh dibawah baku mutu.

    Untuk grafik kecenderungan Pb, trend-nya konstan di TW I 2011. Hasil pengkuran

    Pb masih jauh dibawah baku mutu.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 43 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Untuk grafik kecenderungan Mn, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil pengkuran Pb

    masih jauh dibawah baku mutu.

    Untuk grafik kecenderungan Mn, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil pengkuran Fe

    masih jauh di atas baku mutu.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 44 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B.1.4.4 Limbah Padat

    Limbah padat domestik yang berupa sampah kertas, plastik, kaleng, dan lainnya

    dikelola dengan mengumpulkannya pada tempat penampungan yang diletakkan di setiap

    sudut PLTD. Pengumpulan limbah padat ini dibagi atas 3 jenis limbah padat, yaitu organik,

    an-organik, dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Masing-masing tempat

    pengumpul dibedakan warnanya agar lebih mudah dalam pengumpulannya, seperti

    organik (hijau), an-organik (kuning), dan Limbah B3 (merah). Pengelolaannya telah sesuai

    dengan pengeloaan yang diatur dalam PP Nomor 18 tahun 2008 dan Keputusan Direksi PT

    PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Limbah padat ini selanjutnya dikelola dengan

    mengangkutnya secara terjadwal ke TPA Gampong Jawa

    B.1.4.5 Limbah B3

    Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator bekas. Bahan

    ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal mesin genset.

    Pengelolaan limbah padat B3 ini telah sesuai dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero)

    No. 036.K/DIR/2009 yang dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan

    sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga untuk didaur ulang.

    Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas bekas yang dipakai

    untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil pengolahan IPAL PLTD.

    Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat

    pengumpulan sementara dengan mengacu kepada Kep. Kepala Bapedal No.

    1/Bapedal/09/1995 dan No. 2/Bapedal/09/1995, serta Keputusan Direksi PT PLN (Persero)

    No. 036.K/DIR/2009, yang selanjutnya diserahkan untuk diolah dan dikelola oleh badan

    pengumpul yang memenuhi persyaratan pengumpul. Badan pengumpul yang ditunjuk oleh

    PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah CV. Arum, Medan. Dokumen pelaksanaan

    pengelolaan limbah B3 ini dilampirkan pada Lampiran 10.

    B.2 Biologi

    Salah satu bidang yang terkena dampak penting (dampak positif dan negatif) dari

    pengoperasian PLTD Lueng Bata adalah bidang biologi. Flora, fauna, dan biota perairan

    merupakan komponen biologi yang akan menerima dampak yang ditimbulkan karena

    pengoperasian PLTD tersebut. Untuk meningkatkan dampak positif dan mengurangi

    dampak negatif terhadap lingkungan hidup maka dilakukan kegiatan RKL dan RPL.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 45 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B.2.1 Flora

    Hasil pemantauan flora pada semua kelompok baik herba, semak dan pohon yang

    dilakukan pada saat ini di kawasan PLTD Lueng Bata memperlihatkan tidak adanya

    perbedaan indeks keanekaragaman yang menyolok dari pemantauan sebelumnya yang

    dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. Namun apabila ditinjau dari segi komposisi

    spesies mengalami perubahan meningkat untuk kelompok herba dan semak, serta dari

    kelompok pepohonan cenderung stabil. Indeks keanekaragaman pada kelompok herba

    terjadi peningkatan dari 3.397 menjadi 4,53. Demikian juga halnya pada kelompok semak,

    indeks keanekaragaman meningkat dari 2.535 menjadi 2.6. Nilai indeks keanekaragaman

    herba dan semak digolongkan kepada kategori sedang menuju tinggi. Kondisi ini

    mencerminkan keadaan vegetasi herba dan semak berada dalam kondisi cukup baik dan

    perlu dipertahankan untuk masa mendatang.

    B.2.1.1 Herba

    Berdasarkan kepada Indeks Nilai Penting (INP) maka jenis herba yang paling

    dominan adalah dari jenis rumput gajah (Penisetum purpureum) dan tebu (Saccharum

    officinarum) seperti diilustrasikan masing-masing pada Gambar 2.12 dan 2.13. Kedua jenis

    dari famili Poaceae ini merupakan kelompok herba yang dibudidayakan oleh masyarakat

    sekitar pada kedua sisi bantaran Krueng Aceh yang bersisian dengan PLTD Lueng Bata.

    Pembudidayaan rumput gajah adalah untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak para

    penduduk setempat. Namun tebu ditanam untuk penambahan pendapatan masyarakat

    sekitar dengan cara dijual sebagai sumber bahan baku pembuatan air tebu, dan gula tebu.

    Jenis dari kelompok herba non budidaya yang dominan adalah Desmodium adscendens

    dan Desmodium triflorum dari famili Fabaceae. Jenis ini sangat berguna untuk

    meningkatkan kesuburan tanah dengan cara menambat Nitrogen bebas melalui akar yang

    bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 46 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B.2.1.2 Semak

    Kelompok semak berdasarkan nilai INP yang diperoleh dari masing-masing jenis

    maka diketahui jenis yang paling dominan adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca) dari

    famili Musaceae (Gambar 2.14) dan ubi kayu (Manihot utilissima) dari family

    Euphorbiaceae. Sama halnya dengan kelompok herba, pada kelompok semak ini jenis-jenis

    yang dominan adalah jenis dari tumbuhan budidaya. Jenis dari kelompok semak non

    budidaya yang memiliki nilai INP paling besar adalah tanaman seri (Montingia calabura)

    dari famili Elaeocarpaceae yang tumbuh secara liar pada bantaran sungai (Gambar 2.16).

    Gambar 2.37 Rumput gajah (Penisetum purpureum) herba dominan pada bantaran Krueng Aceh dekat PLTD

    Gambar 2.38 Semak Belukar herba dominan pada bantaran Krueng Aceh dekat PLTD

    Gambar 2.39 Pisang (Musa paradisiaca) semak budidaya yang dominan di belakang PLTD (sisi Sungai Krueng Aceh)

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 47 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Gambar 2.40 Pohon Sukun (Arthocarpus comunis) tepat di belakang cerobong PLTD

    Gambar 2.41 Pohon Mahoni tepat di belakang cerobong PLTD

    B.2.1.3 Pohon

    Kelompok tumbuhan yang ada di sekitar PLTD masih jenis tumbuh-tumbuhan

    sebelumnya dari tahun-tahun sebelumnya. Jenis yang dominan dari kelompok ini adalah

    mangga (Mangifera indica), Kelapa (Cocos nucifera), sukun (Arthocarpus comunis), pinang

    (Areca catechu) dan nangka (Arthocarpus integra).

    Kelompok pohon lainnya adalah pohon budidaya yang ditanam secara khusus oleh

    pihak PLTD untuk mengurangi dan menghalangi pencemaran asap dalam jangkauan yang

    lebih luas. Kelompok ini terdiri dari Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Mahoni

    (Swietenia macrophila dan S. mahagoni) dan Jati (Tectona grandis). Pepohonan ini

    ditanam disepanjang pinggir jalan yang bersisian dengan cerobong asap dari PLTD Sektor

    Pembangkitan Lueng Bata (Gambar 2.19 2.21). Cemara laut sebagai pohon yang sangat

    dominan dipilih dengan pertimbangan memiliki daun berbentuk jarum dengan struktur

    yang sangat rapat sehingga sangat direkomendasikan sebagai pohon penghalang

    pencemaran disekitar pabrik yang menghasilkan gas buangan dalam bentuk asap dan

    debu. Selain itu jenis ini juga bisa mengurangi perambatan suara yang dihasilkan oleh

    deru mesin seperti mesin PLTD. Penanaman pepohonan ini akan mengurangi dampak

    negatif yang dihasilkan dari aktifitas PLTD tersebut.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 48 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Semua jenis tumbuhan kelompok herba, tumbuhan kelompok semak, dan

    tumbuhan kelompok pohon tidak ada satu jenis pun yang merupakan jenis tumbuhan yang

    dilindungi oleh undang-undang di Negara Republik Indonesia maupun oleh hukum

    Internasional lainnya.

    Di sisi yang lain, rendahnya kehadiran jenis-jenis tertentu pada kelompok semak

    dan pohon disebabkan oleh rendahnya nilai ekonomis atau nilai ekologis yang dihasilkan

    oleh jenis tersebut. Dengan demikian manusia tidak tertarik untuk mengembangkan

    Gambar 2.42 Pohon Cemara Laut yang di belakang cerobong asap PLTD

    Gambar 2.43 Pohon Jati yang di belakang cerobong asap PLTD di sisi jalan dan di pinggir Sungai Krueng Aceh

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 49 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    tanaman tersebut sebagai tanaman budidaya baik di tempat yang berdekatan dengan

    PLTD Lueng Bata maupun di tempat lain yang jauh dari PLTD ini.

    B.2.2 Fauna

    B.2.2.1 Mamalia

    Pemantauan terhadap fauna atau hewan pada lokasi sekitar PLTD Lueng Bata

    dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu mamalia, aves, dan reptil. Kelompok

    mamalia yang diamati adalah kelompok hewan budidaya dan kelompok hewan liar. Dari

    hasil pemantaun diketahui bahwa ada 9 (sembilan) jenis mamalia dari kedua kelompok

    tersebut hadir di lokasi pemantaun. Dari semua jenis ini ada 4 (empat) jenis yang

    merupakan hewan peliharaan (budidaya) seperti sapi (Bos taurus), anjing (Canis canis),

    Kambing (Capra sp) dan Kucing (Felis domesticus). Jenis hewan yang ditemukan pada

    pemantauan terdahulu juga dijumpai pada pemantau yang sekarang.

    Pencatatan kehadiran jenis dari mamalia ini didasarkan kepada hasil pengamatan

    observer pada saat pemantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat

    sekitar. Hal ini dilakukan karena sifat hewan yang bergerak bebas (mobile) dan sifatnya

    yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Selain itu pemantauan dilakukan pada

    siang hari sehinggga hewan-hewan yang mempunyai waktu aktif pada malam hari

    (nokturnal) akan luput dari pantauan observer.

    Pemantauan terhadap mamalia ini hanya mampu mendapatkan hasil yang rendah.

    Diduga mamalia liar yang terdapat pada lokasi PLTD ini lebih banyak dari hasil yang

    ditemukan sekarang. Terbatasnya waktu pemantauan yang ada merupakan salah satu

    sebab dari rendahnya jumlah spesies mamalia yang terpantau dari lokasi pengamatan.

    Tingkat sensitivitas hewan mamalia yang tinggi juga menjadi sebab lainnya dari rendahnya

    angka perjumpaan satwa tersebut dengan observer.

    B.2.2.2 Aves

    Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kelas Aves (unggas/burung) yang

    dilakukan di lokasi sekitar PLTD Lueng Bata dijumpai sebanyak 19 (sembilan belas) jenis

    unggas/burung. Dari semua jenis unggas/burung ini termasuk ke dalam 13 (tiga belas)

    famili. Secara umum unggas/burung ini dapat digolongkan ke dalam kelompok hewan

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 50 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    peliharaan dan hewan liar. Kelompok hewan unggas/ burung peliharaan umumnya Ayam

    (Gallus gallus), Itik (Anas sp) dan Merpati (Columba livia). Disisi yang lain, kelompok

    unggas/burung yang termasuk ke dalam unggas liar adalah burung yang hidup secara

    bebas di alam. Dari kelompol liar ini beberapa diantaranya termasuk ke dalam daftar

    hewan yang dilindungi yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis yang kurang

    tersedianya informasi, endemik, sebaran terbatas, dan terancam punah. Penentuan

    unggas/burung dilindungi dari laporan ini mengacu kepada Buku Burung-Burung di

    Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan yang ditulis oleh John MacKinno, dkk yang diterbitkan

    oleh Puslitbang Biologi LIPI, Indonesia.

    Ada 8 (delapan) jenis unggas/burung yang dilindungi yang berhasil didata dari

    lokasi pengamatan di sekitar PLTD Lueng Bata. Untuk unggas/burung yang dilindungi ini

    harus diberikan perhatian yang khusus oleh pihak pelaksana kegiatan (PLTD Lueng Bata)

    terhadap kelestarian dari hewan ini. Penyediaan habitat yang sesuai untuk masing-masing

    unggas/burung dilindungi ini akan menjamin kelestariannya. Namun perusakan habitat dan

    penangkapan unggas/burung ini akan mengganggu populasi dari unggas/burung tersebut.

    Hal ini akan mengakibatkat penurunan populasi mereka di habitat alami.

    Apabila dibandingkan hasil pemantauan terdahulu pada lokasi yang sama maka

    diperoleh hasil yang sama dari sebelumnya. Jumlah spesies yang ditemui tidak mengalami

    peningkatan dari 19 jenis. Namun tidak semua jenis yang ditemui sebelumnya juga

    ditemui pada pemantauan sekarang. Ada beberapa jenis yang tidak terpantau lagi seperti

    burung raja udang (Halcyon chloris) dan burung walet sarang putih (Collocalia fuchipaga).

    Namun ada juga beberapa jenis baru yang berhasil dijumpai pada pemantauan kali ini

    seperti raja udang (Alcedo atthis) dan belibis kembang (Dendrocygna arquata). Meskipun

    jumlah spesies yang ditemui lebih banyak dari sebelumnya namun Indeks

    keanekaragaman mengalami penurunan. Indeks keanekaragaman pemantauan terdahulu

    adalah 2.525 sedangkan pemantauan sekarang adalah 2.228. Hal ini terjadi karena jumlah

    individu yang berhasil dijumpai lebih sedikit dari sebelumnya. Mengacu kepada indeks

    keanekaragaman yang diperoleh (2.228) maka lokasi ini memiliki kekayaan unggas/burung

    dalam katagori sedang sehingga pemeliharaan kelompok flora/tumbuhan akan mampu

    mempertahankan jumlah populasi burung/unggas di wilayah ini.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 51 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    B.2.2.3 Reptil

    Reptil yang berhasil terpantau dari lokasi pengamatan adalah sangat rendah.

    Singkatnya waktu pengamatan menjadi salah satu penyebab rendahnya perjumpaan

    dengan hewan reptil. Wawancara dengan penduduk yang mendiami wilayah ini juga telah

    dilakukan untuk menambah informasi tentang kekayaan jenis reptil pada wilayah ini.

    Informasi yang berhasil didapat ternyata ada 6 hewan reptil yang biasa dijumpai pada

    lokasi yang berdekatan dengan PLTD Lueng Bata. Namun observer meyakini jenis reptil

    yang lain juga bisa ditemui disini, misalnya saja jenis ular yang berbeda.

    B.2.3 Biota Perairan

    Biota perairan yang terdapat pada Krueng Aceh merupakan komponen yang harus

    menjadi perhatian serius dari kegiatan RKL dan RPL PLTD Lueng Bata agar tidak terjadi

    gangguan terhadap komposisi biota yang terdapat pada perairan ini.

    B.2.3.1 Plankton

    Plankton merupakan salah satu biota perairan yang hidupnya sangat dipengaruhi

    oleh arus air. Makhluk hidup ini terdiri atas fitoplankton dan zooplanton yang mempunyai

    ukuran tubuh sangat kecil. Plankton sangat rentan terhadap perubahan lingkungan tempat

    hidupnya. Para ahli ekologi juga menggunakan indikator komposisi jenis dari plankton

    pada suatu perairan untuk menentukan apakah suatu perairan masih dalam keadaan baik

    ataukah sudah dalam keadaan tercemar. Pencemaran ini dapat bersumber dari aktivitas

    manusia dan dapat juga terjadi akibat faktor alam.

    Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan segala macam aktivitas

    yang kadang kala disadari atau tidak disadari akan menggangu kehidupan makhluk hidup

    lainnya. PLTD Lueng Bata dalam kaitannya melayani kebutuhan listrik kota Banda Aceh

    melakukan pembuangan limbah cair ke badan Krueng Aceh. Pembuangan ke badan sungai

    ini akan mencemarkan perairan tersebut. Untuk meminimalkan dampak negatif yang

    dihasilkan, pihak pengelola PLTD Lueng Bata melakukan serangkaian perlakuan untuk

    pengolahan limbah sebelum dilepaskan ke badan perairan Krueng Aceh.

    Berdasarkan hasil pemantauan, diketahui indeks keanekaragaman plankton pada

    kawasan sekitar saluran pembuangan limbah cair PLTD Lueng Bata. Pada bagian hulu

    sungai indeks keanekaragaman sebesar 0,543. Indeks keanekaragaman pada lokasi tepat

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 52 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    di sekitar saluran pembuangan limbah cair adalah 2,07. Nilai indeks keanekaragaman pada

    bagian hilir dari saluran pembuangan limbah cair PLTD ini adalah 2,218. Ini dapat

    diterjemahkan bahwa pada ketiga titik pengambilan sampel memiliki indeks

    keanekaragaman plankton dalam ukuran sedang. Jumlah kelimpahan individu per-liternya

    pada ketiga titik sampel secara berturut turut dari hulu ke titik pertemuan dan ke hilir

    adalah 39; 27; dan 20 individu per liter. Ini mempunyai makna bahwa sebaran individu

    antar jenis yang terdapat di perairan Krueng Aceh yang berlokasi dekat saluran

    pembuangan limbah PLTD Lueng Bata tersebar secara merata. Dengan demikian tidak

    ditemui jenis plankton tertentu dalam jumlah yang sangat dominan. Plankton yang ditemui

    adalah jenis-jenis yang biasa ditemui pada perairan yang tidak tercemar oleh bahan

    beracun dan berbahaya (B3). Oleh karena itu, perairan Krueng Aceh yang berada pada

    sekitar saluran pembuangan limbah cair PLTD Lueng Bata dapat dikategorikan perairan

    yang bersih dari zat berbahaya.

    B.2.3.2 Nekton

    Nekton merupakan kelompok hewan yang bergerak bebas dan melayang-layang di

    dalam air. Hewan yang termasuk nekton salah satunya adalah jenis ikan (pisces). Pada

    umumnya komposisi nekton yang dijumpai terdiri dari ikan-ikan yang hidup di air tawar.

    B.2.3.3 Makrobenthos

    Komunitas makrobenthos merupakan kelompok organisme yang hidupnya

    cenderung menetap di dasar perairan, baik berupa flora maupun fauna. Pada kelompok

    fauna umumnya organisme yang hadir berperan sebagai organisme dekomposer yaitu

    yang melakukan penghancuran terhadap bahan organik yang mengendap di dasar

    perairan. Jenis-jenis organisme makrobenthos fauna yang dijumpai umumnya berupa

    moluska yang dapat dikelompokkan sebagai Pelecypoda (bercangkang dua) dan

    gastropoda (bercangkang satu).

    B.3 Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

    B.3.1 Sosial Ekonomi Masyarakat

    Secara umum keadaan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar

    sekolah dasar dan pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), dan tamatan perguruan tinggi.

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 53 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Mata pencaharian penduduk pada kawasan PLTD Lueng Bata adalah pegawai negeri,

    buruh bangunan, pedagang, dan sektor swasta. Penghasilan masyarakat setempat

    tergolong menengah. Dengan keberadaan PLTD Lueng Bata telah men-trigger kawasan

    sekitarnya sebagai salah satu sentra pertumbuhan ekonomi baru yang pesat di kota Banda

    Aceh yang ditandai dengan banyak pembangunan kawasan pertokoan baru dan

    munculnya industri perhotelan. Dalam upaya peningkatan taraf ekonomi masyarakat

    sekitar, dirasa perlu juga pembinaan terhadap masyarakat lingkungan sekitar ke-4 desa

    tersebut terhadap jiwa kewirausahaan(entrepreneurship skills) pada masa mendatang

    sehingga akan menumbuhkan jiwa dan semangat berwirausaha yang kreatif dengan

    memanfaatkan keberadaan PLTD Lueng Bata di kawasan mereka. Prospek

    entrepreneurship ini dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antara warga komplek PLN

    dengan masyarakat, yang pada gilirannya akan menambah harmonisasi kehidupan yang

    terintegrasi dan kondusif dan terhindar dari gangguan keamanan.

    B.3.2 Sosial Budaya Masyarakat

    Kehidupan sosial budaya masyarakat di ke-4 desa lingkungan PLTD juga berjalan

    dengan baik. Interaksi antara para karyawan dan keluarganya yang tinggal di kompleks

    PLN Lueng bata dengan masyarakat lingkungan relatif baik. Tidak ditemukan kesenjangan

    yang berimplikasi negative antara warga komplek dan karyawan dengan masyarakat

    sekitar PLTD. Interaksi positif ini juga diwujudkan dengan kebersamaan dalam berbagai

    aktifitas social budaya yang melibatkan secara aktif masyarakat sekitar, seperti panitia

    bersama 17 agustus-an, kebersamaan dalam peringatan dan kanduri maulid nabi , dalail

    khairat dan saling mengunjungi bila ada musibah di kalangan masyarakat. Hal ini

    merupakan indikasi positif yang perlu terus dipertahankan demi keberlangsungan program

    corporate social responsibility (CSR) yang baik. Namun, perlu juga diupayakan prioritas

    dalam perekrutan para karyawan atau tenaga kontrak PLTD Lueng Bata (apabila ada

    formasi) terhadap masyarakat di lingkungan sekitar sesuai dengan kompetensi yang

    tersedia dan dibutuhkan. Bila kompetensi masyrakat masih kategori rendah, pihak PT.PLN

    juga dapat melaksanakan berbagai pelatihan dan training pembekalan sehingga

    kesenjangan dapat dihindari di kemudian hari.

    B.3.3 Persepsi Masyarakat

  • LAPORAN HASIL PEMANTAUAN RKL DAN RPL PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN LUENG BATA Triwulan I Tahun 2011

    Hal - 54 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

    Secara umum, masyarakat sekitar dapat memahami fungsi dan keberadaan PLTD

    Lueng Bata yang berada di dekat pemukiman mereka. Dengan adanya fasilitas kelistrikan

    ini, masyarakat dapat menikmati penerangan yang baik dan untuk kebutuhan rumah

    tangga lainnya, bahkan dapat membantu dan menstimulir berbagai kegiatan

    perekonomian mereka baik secara langsung (sebagai karyawan tetap, karyawan kontrak,

    supplyer material dan jasa) maupun tidak langsung (seperti membuka warung atau

    berjualan sampai malam, menjalankan berbagai usaha produksi skala kecil dan menengah

    lainnya dan berkembangnya industri perhotelan di kawasan sekitar PLTD Lueng Bata.

    Dampak pada sisi sosial juga dapat dirasakan, dengan keberadaan PLTD yang mensuplai

    kebutuhan listrik, di mana masyarakat mendapat peluang untuk berinteraksi pada malam

    hari lebih intensif dalam aktifitas sosial kemasyarakatan khususnya aktifitas keagamaan

    dan budaya (pengajian dan shalat jamaah dan dalail khairat) dan melakukan kegiatan-

    kegiatan sosial lainnya.

    Tanggapan masyarakat yang bernada negatif hanyalah tentang ketidaknyamanan

    lingkungan akibat faktor kebisingan dan terjadinya pemadaman listrik setiap hari. Untuk

    kebisingan hanya dilaporkan oleh masyarakat Desa Pango Raya yang menyatakan

    keluhan, seperti sedikit bising terutama pada malam hari dan tidak dapat beristirahat

    dengan tingkat kenyamanan yang maksimal (tenang) bahkan dapat terbangun pada saat

    tidur lebih khususnya pada keluarga yang mempunyai anak bayi dan balita. Kemudian

    untuk pemadaman listrik, hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan PLTD untuk

    mensuplai listrik untuk kota Banda Aceh, sehingga perlu dilakukan penambahan beban

    untuk mengatasi pemadaman listrik tersebut.

    Persepsi masyarakat pada Tri Wulan III 2010 hampir sama dengan pada Tri Wulan

    II 2010.

    B.3.4 Kesehatan Masyarakat

    Dari informasi yang diperoleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat, di 4 desa

    di sekitar PLTD Lueng Bata yang dipantau, kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan

    lingkungan di sekitar lingkungan PLTD Lueng Bata sampai saat ini cukup baik. Tidak kasus

    penyakit dan gangguan kesehatan yang di