pemanfaatan tempe dan bayam dalam pembuatan …
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN TEMPE DAN BAYAM DALAM PEMBUATAN NUGGET ANALOG SEBAGAI PANGAN
FUNGSIONAL TINGGI SERAT
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan ke Program Studi DIII Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
Oleh :
ERMA ELITA NIM: 142110124
JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2017
PADANG HEALTH POLYTECHNIC MINISTRY OF HEALTH NUTRITIONAL FACULTY Scientific Writing, May 2017 Erma Elita Utilization of Tempe and Spinach in Making Analog Nugget As High Fiber Functional Food vii + 48 pages + 14 tables + 1 graph + 9 attachments
ABSTRACT School-aged children are an investment of a nation, because they are the next generation of the nation. As many as 80% of Indonesia's population of fiber intake <15 gr / day. Fiber intake is still quite less when compared with the number of adequacy. Efforts that can be done through a product innovation approach that is rich in fiber and easy to optimize its existence, this type of food is tempeh and spinach. The purpose of this study was to look at panelist acceptance level, calculate protein content and fiber nugget fiber content. The type of research is experiment with organoleptic test method. The design of this study was a complete randomized design (RAL) with 3 treatments and 2 repetitions. The treatment was a comparison of the addition of tempeh and spinach, 60 gr: 40 gr (B), 70 gr: 30 gr (C), 80 gr: 20 gr (D). Data processing with analysis of variance test (ANOVA) at 5% level and continued with DNMRT test to see the real difference of the product. While the test used to calculate protein content by Semimikro Kjeldhal method and fiber content test by enzymatic method. Treatment of analogue nuggets produced there was no significant difference to the color, scent and texture of analogue nuggets but there was a noticeable difference in the sense of analogue nuggets. Based on the results of the assessment of organoleptic nuggets analogous treatment D is most favored by panelists with a mean value of color (2.96), aroma (2.80), taste (3.14) and texture (2.86). Treatment D as the best treatment with the average value of golden yellow, aroma typical of spinach and fragrant aroma of chicken broth, flavor of spinach and savory taste due to pouring with panir flour, chewy texture, 21.18% protein content and 5.88% fiber content. Suggested in the manufacture of analog nuggets using treatment D with 80 gr tempe and 20 gr spinach, because this treatment is most preferred by the panelist. Keyword (Key Word): Spinach, Analog Nugget, Protein Level, Fiber Level, Tempe. References 23 (1995-2015).
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN GIZI Karya Tulis Ilmiah, Mei 2017 Erma Elita Pemanfaatan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan Nugget Analog Sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat vii + 48 halaman + 14 tabel + 1 grafik + 9 lampiran
ABSTRAK Anak usia sekolah merupakan investasi suatu bangsa, karena mereka
merupakan generasi penerus bangsa. Sebanyak 80% penduduk Indonesia asupan seratnya < 15 gr/hari. Asupan serat masih tergolong sangat kurang jika dibandingkan dengan angka kecukupannya. Upaya yang dapat dilakukan melalui pendekatan inovasi produk yang kaya serat dan mudah dioptimalkan keberadaannya, jenis bahan pangan ini adalah tempe dan bayam. Tujuan penelitian ini untuk melihat tingkat penerimaan panelis, menghitung kadar protein dan kadar serat nugget analog.
Jenis penelitian adalah ekperimen dengan metode uji organoleptik. Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 2 kali pengulangan, Perlakuan tersebut adalah perbandingan penambahan tempe dan bayam, 60 gr : 40 gr (B), 70 gr : 30 gr (C), 80 gr : 20 gr (D). Pengolahan data dengan analisis uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf 5% dan dilanjutkan dengan uji DNMRT untuk melihat perbedaan nyata produk yang dihasilkan. Sedangkan uji yang digunakan untuk menghitung kadar protein dengan metode Semimikro Kjeldhal dan pengujian kadar serat dengan metode enzimatis.
Perlakuan terhadap nugget analog yang dihasilkan ternyata tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap warna, aroma dan tekstur nugget analog akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada rasa nugget analog. Berdasarkan hasil penilaian organoleptik nugget analog perlakuan D yang paling disukai oleh panelis dengan nilai rata-rata warna (2.96), aroma (2.80), rasa (3.14) dan tekstur (2.86).
Perlakuan D sebagai perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata warna kuning keemasan, aroma khas bayam dan aroma wangi dari kaldu ayam, rasa khas bayam dan rasa gurih akibat pelumuran dengan tepung panir, tekstur kenyal, kadar protein 21.18 % dan kadar serat 5.88 %. Disarankan dalam pembuatan nugget analog menggunakan perlakuan D dengan tempe 80 gr dan bayam 20 gr, karena perlakuan ini yang paling disukai oleh panelis. Kata kunci (Key Word) : Bayam, Nugget Analog, Kadar Protein, Kadar Serat, Tempe. Daftar Pustaka 23 (1995-2015).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Erma Elita
NIM : 142110124
Tempat/ Tanggal Lahir : Pasaman Barat/ 25 Agustus 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin
Nama Orang Tua
Ayah : Wirta Suwandi
Ibu : Siti Saleha
Alamat : Paraman Ampalu
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 11 Paraman, Kabupaten Pasbar ( 2002- 2008)
2. MTS Darussalam Pinagar, Kabupaten Pasbar ( 2008- 2011)
3. SMA Negeri 1 Gunung Tuleh (2011- 2014)
4. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang Jurusan D-III Gizi
(2014- 2017)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan do’a dan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, dengan berkat serta rahmat dan karunia-nya, penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini diselesaikan oleh penulis walaupun menemui kesulitan maupun
rintangan.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu rangkaian dari proses
pendidikan secara menyeluruh di Program Studi D.III Jurusan Gizi di Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan
pendidikan D.III pada masa akhir pendidikan.
Judul Karya Tulis Ilmiah ini “ Pemanfaatan Tempe dan Bayam dalam
Pembuatan Nugget Analog Sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat”.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari akan
keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga penulis merasa masih ada yang
belum sempurna, baik dalam isi ataupun penyajian. Untuk itu penulis selalu
terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna untuk penyempurnaan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari bapak M. Husni
Thamrin, STP,MP selaku pembimbing utama dan ibu Dr.Eva
Yuniritha,S.ST,M.Biomed selaku pembimbing pendamping Karya Tulis Ilmiah
ini. Dan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.
Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Bapak Sunardi, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kementrian Kesehatan
Padang.
2. Ibu Hasnelli, DCN,M. Biomed selaku ketua Jurusan Gizi.
3. Ibu Kasmiyetti, DCN,M.Biomed selaku Ka. Prodi DIII Jurusan Gizi.
4. Bapak Zulkifli, SKM, M.Si selaku penguji yang telah memberikan
masukan dan saran perbaikan dalam penulisan ini.
5. Ibu Ismanilda,S.Pd,M.Pd selaku penguji yang telah memberikan masukan
dan saran perbaikan dalam penulisan ini.
6. Bapak/Ibu Dosen yang mengajar di Poltekkes Kemenkes Padang.
7. Orang Tua dan Keluarga Tercinta yang selalu memberikan semangat dan
dukungan.
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan
penulisan Karya Tulis Ilmiah yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan kekurangan yang ada pada,
penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.
Padang, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL.............................................................................................. v DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 1 C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 4
1. Tujuan Umum ......................................................................................... 4 2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 4
D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................................... 5 1. Bagi Penulis ............................................................................................ 5 2. Bagi Industri Makanan ............................................................................ 5 3. Bagi Masyarakat...................................................................................... 5
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN .............................................................. 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. NUGGET ...................................................................................................... 6 B. TEMPE .......................................................................................................... 7
1. Pengertian Tempe.................................................................................... 7 2. Manfaat Tempe ....................................................................................... 9
C. BAYAM ........................................................................................................ 9 1. Pengertian Bayam ................................................................................... 10 2. Khasiat atau Manfaat Bayam .................................................................. 10
D. SERAT .......................................................................................................... 11 1. Pengertian Serat ...................................................................................... 11 2. Penggolongan Serat ................................................................................. 12 3. Manfaat Serat Bagi Kesehatan ................................................................ 12
E. PROTEIN ...................................................................................................... 14 1. Pengertian Protein ................................................................................... 14 2. Fungsi Protein ......................................................................................... 14
F. MAKANAN FUNGSIONAL ....................................................................... 15 1. Pengertian Makanan Fungsional ............................................................. 15 2. Jenis-jenis Pangan Fungsional ................................................................ 16
G. MUTU ORGANOLEPTIK ........................................................................... 17 1. Pengertian Mutu Organoleptik ................................................................ 17 2. Penilaian Uji Hedonik ............................................................................. 17 3. Macam Panelis ........................................................................................ 19 4. Syarat Panelis .......................................................................................... 20
5. Persiapan Uji Organoleptik ..................................................................... 21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 22
A. JENIS PENELITIAN .................................................................................... 22 B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ..................................................... 22 C. ALAT DAN BAHAN ................................................................................... 22
1. Alat .......................................................................................................... 23 2. Bahan....................................................................................................... 22
D. RANCANGAN PENELITIAN ..................................................................... 23 1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................... 23 2. Penelitian Lanjutan.................................................................................. 24
E. TAHAP PELAKSANAAN PENELITIAN................................................... 24 1. Tahap Persiapan ...................................................................................... 24 2. Tahap Pelaksanaan .................................................................................. 25
F. PENGAMATAN ........................................................................................... 26 1. Pengamatan Subjektif.............................................................................. 26 2. Pengamatan Objektif ............................................................................... 27
G. CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ...................................... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 30
A. HASIL PENELITIAN .................................................................................. 30 1. Mutu Organoleptik .................................................................................. 30 2. Perlakuan Terbaik ................................................................................... 35 3. Kadar Protein .......................................................................................... 36 4. Kadar Serat .............................................................................................. 37
B. PEMBAHASAN ........................................................................................... 37 1. Mutu Organoleptik .................................................................................. 38 2. Perlakuan Terbaik ................................................................................... 42 3. Kadar Protein .......................................................................................... 43 4. Kadar Serat .............................................................................................. 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 45
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 45 B. Saran ............................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan Gizi Tempe Kedelai/ 100 gr Bahan ..................................8
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Bayam dalam 100 gr ...........................................9
Tabel 3. Angka Kecukupan Serat Untuk Anak Sekolah/Hari ............................13
Tabel 4. Angak Kecukupan Protein Untuk Anak Sekolah/Hari .........................15
Tabel 5. Skala Hedonik dan Skala Numerik ......................................................17
Tabel 6. Perbandingan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan Nugget ..............23
Tabel 7. Perbandingan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan Nugget ..............24
Tabel 8. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Terhadap Warna Nugget ...............30
Tabel 9. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Nugget ................32
Tabel 10. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Nugget ..............33
Tabel 11. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Nugget ..................34
Tabel 12. Nilai Rata-rata Kesukaan Panelis Terhadap Nugget Analog ..............35
Tabel 13. Kadar Protein Nugget Analog Tempe dan Bayam ..............................36
Tabel 14. Kadar Serat Nugget Analog Tempe dan Bayam ................................37
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 . Nilai Rata-rata Warna, Aroma, Rasa, Tekstur Nugget Analog Tempe dan Bayam ............................................................................................36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Form Uji Organoleptik
Lampiran B. Bagan Alir Pembuatan Nugget
Lampiran C. Bagan Alir Pembuatan Nugget Analog
Lampiran D. Analisa Sidik Ragam Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur
Lampiran E. Data Hasil Analisa Protein dan Serat
Lampiran F. Dokumentasi Penelitian
Lampiran G. Biaya Penelitian
Lampiran H. Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran I. Lembar Konsultasi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak usia sekolah adalah investasi suatu bangsa, karena mereka
merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan
ditentukan oleh kualitas anak-anak sekarang ini. Oleh karena itu anak usia
sekolah harus mendapatkan zat gizi yang cukup dan seimbang untuk
mengoptimalkan proses tumbuh kembangnya. Salah satuya adalah kebutuhan
serat. Sebanyak 80% penduduk Indonesia asupan seratnya <15 gr/hari, hal ini
terbukti dari asupan serat pada anak umur 7-9 tahun 5.7 gr dan pada anak
umur 10-12 tahun 6.7 gr.1
Rata-rata kecukupan serat anak sekolah 25 gr/hari.2 Asupan serat
anak sekolah masih tergolong sangat kurang jika dibandingkan dengan angka
kecukupannya, hal ini disebabkan karena pola makan dan kebiasaan makan
yang kurang baik. Konsumsi serat bagi anak usia sekolah sangat penting
untuk diperhatikan karena akan berdampak terhadap kesehatannya, dan
berpotensi menjadi penyakit degeneratif pada masa dewasanya, seperti
jantung koroner, diabetes mellitus dan kanker usus besar.1
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan asupan serat anak
sekolah serta mengurangi kejadian penyakit degeneratif pada dewasa nanti
melalui pendekatan inovasi produk yang kaya serat pangan yang
menyehatkan dan dapat dioptimalkan keberadaanya. Diantara beberapa jenis
pangan yang kaya serat dan dapat dioptimalkan keberadaannya adalah tempe
dan bayam.
Tempe merupakan makanan sumber protein, serat pangan, kalsium,
vitamin B dan zat bezi. Kandungan zat gizi tempe kedelai dalam 100 gr
adalah energi 201 kal, protein 20.8 gr, lemak 8.8 gr, karbohidrat 13.5 gr dan
serat 1.4 gr.3 Disamping kandungan gizi yang baik, harga tempe relatif murah
dan ketersediannya berlimpah. Indonesia merupakan Negara konsumen
tempe terbesar di dunia sekaligus menjadi pasar kedelai terbesar di Asia, hal
ini terbukti dari 50% konsumsi kedelai Indonesia digunakan untuk
memproduksi tempe, 40% untuk memproduksi tahu dan 10% untuk
memproduksi produk lain seperti tauco, oncom, dan kecap.4
Beberapa komponen penting lain yang ada pada tempe yaitu asam
amino, asam lemak tidak jenuh dan isoflavon yang bermanfaat bagi
kesehatan.5 Adapun manfaat lain tempe bagi kesehatan di antaranya untuk
mengatasi diare, menurunkan penyakit jantung, mengatasi anemia,
menurunkan kadar kolestrol dan mencegah masalah gizi ganda.4
Bayam juga merupakan jenis sayuran komersial yang mudah di
peroleh di setiap pasar, mulai dari pasar tradisional maupun swalayan. Harga
pun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Produksi bayam di
Indonesia tahun 2014 adalah 1 34159 ton, sedangkan di Sumatra Barat pada
tahun 2014 sebanyak 3067 ton.6 Kandungan zat gizi bayam dalam 100 gr
energi 16 kal, protein 0.9 gr, lemak 0.4 gr, karbohidrat 2.9 gr, serat 2.4 gr,
posfor 67 gr, kalsium 267 mg, kalium 500 gr, vitamin E 1.7 gr.7 Manfaat
bayam bagi kesehatan yaitu mencegah penyakit beri-beri, memperkuat syaraf
dan melenturkan otot rahim, mencegah sariawan, mencegah penyakit
anemia.8
Penambahan bayam kedalam produk olahan tempe dapat
meningkatkan kandungan serat produk. Produk olahan tempe dan bayam
yang berpotensi untuk dikembangkan adalah nugget analog atau nugget
tiruan. Dikatakan nugget analog atau nugget tiruan karena adanya
ketidaksesuaian komposisi produk dengan definisi nugget. Nugget
merupakan produk restrukrisasi daging dengan adonan dan pelapis untuk
mempertahankan kualitas.8 Sementara itu bahan dasar pembuatan nugget
analog ini adalah tempe dan bayam.
Nugget analog memiliki keunggulan dibandingkan dengan nugget
pada umumnya. Yaitu adanya kandungan serat yang bermanfaat bagi
kesehatan dan harganya lebih terjangkau. Saat ini belum ada produk nugget
kaya gizi yang dijadikan sumber protein dan serat. Oleh karena itu,
pengembangan produk nugget dengan pemanfaatan tempe dan bayam perlu
dilakukan untuk menghadirkan produk nugget yang kaya gizi sebagai sumber
protein dan serat yang baik dikonsumsi oleh anak sekolah.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang” Pemanfaatan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan
Nugget Analog Sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan di atas maka di rumuskan masalah
penelitian tentang “Bagaimana Kualitas Nugget Analog dengan Pemanfaatan
Tempe dan Bayam Sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat.”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Kualitas Nugget Analog dengan Pemanfaatan
Tempe dan Bayam Sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya nilai rata-rata warna nugget analog dengan pemanfaatan
tempe dan bayam.
b. Diketahuinya nilai rata-rata aroma nugget analog dengan pemanfaatan
tempe dan bayam.
c. Diketahuinya nilai rata-rata rasa nugget analog dengan pemanfaatan
tempe dan bayam.
d. Diketahuinya nilai rata-rata tekstur nugget analog dengan pemanfaatan
tempe dan bayam.
e. Diketahuinya perlakuan terbaik nugget analog dengan pemanfaatan
tempe dan bayam.
f. Diketahuinya kadar protein nugget analog tempe dan bayam dari
perlakuan terbaik.
g. Diketahuinya kadar serat nugget analog tempe dan bayam dari
perlakuan terbaik.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
Bagi penulis sendiri dapat dijadikan sebagai pengembangan
kemampuan sehingga dapat menerapkan ilmu yang didapat tentang teknologi
pangan dalam rangka pengembangan pangan yang berkualitas, dapat
diterima, di sukai oleh masyrakat serta penulis dapat menambah wawasan
dan pengalaman di bidang Karya Tulis Ilmiah.
2. Bagi Industri Makanan
Memberikan informasi bagaimana tempe dan bayam bisa dijadikan
produk baru yang berkualitas baik dari segi cita rasa maupun kandungan zat
gizinya.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan Informasi kepada masyarakat tentang tempe dan
bayam yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal dan
memperkenalkan nugget yang kaya protein dan serat kepada masyarakat.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang maka ruang lingkup penelitian yaitu
nugget analog tempe dan bayam dengan melihat mutu organoleptik (warna,
aroma, tekstur dan rasa), dan kadar protein serta kadar serat dari nugget
analog.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. NUGGET
Nugget adalah suatu bentuk produk daging giling dan diberi bumbu-
bumbu serta dicampur bahan pengikat lalu dicetak menjadi bentuk tertentu,
dikukus, dipotong, kemudian diselimuti oleh tepung (batter) dan pelemuran
tepung roti (breading) kemudian digoreng.9
Sedangkan menurut Lukman dkk, nugget merupakan produk olahan
daging restrukrisasi, yaitu teknik pengolahan daging dengan memanfaatkan
daging kualitas rendah atau memanfaatkan potongan daging yang relatif kecil
dan tidak beraturan, kemudian diletakkan kembali menjadi ukuran yang lebih
besar menjadi suatu produk.8
Nugget biasanya diolah dari bahan giling (daging ikan, daging sapi
atau daging ayam) yang dipipihkan, diberi bumbu dan dicetak dengan
berbagai bentuk. Potongan ini dilapisi dengan tepung berbumbu, kemudian
dikemas dan dibekukan.
Dikatakan nugget analog atau nugget tiruan karena adanya
ketidaksesuaian komposisi produk dengan defenisi nugget yang semestinya
menurut para ahli. Nugget analog atau nugget tiruan ini berbahan dasar selain
daging.
Jenis-jenis nugget diantaranya nugget berbahan dasar daging ayam,
nugget daging sapi, nugget daging ikan, nugget udang, nugget tahu dan
nugget sayuran.10
1. Cara Pembuatan Nugget
Cara pembuatan nugget : cuci dan bersihkan daging dan bawang
putih kemudian ditimbang. Masukkan daging kedalam blender, bersama
bawang putih dan garam, kemudian blender sampai daging dan campurannya
tercampur. Ratakan campuran daging tersebut didalam nampan, kemudian
kukus selama 30 menit. Lalu potong-potong adonan menjadi bentuk empat
persegi. Siapkan adonan untuk membuat adonan breading, dengan komposisi
sebagai berikut: CMC (Karboksil Metil Selulosa) 0.5 % dari berat terigu dan
maizena, tepung terigu, dan tepung maizena dan air lalu blender hingga
adonan berbentuk kental. Celupkan nugget kedalam adonan breading,
sehingga seluruh permukaan nugget tertutup oleh adonan. Gulir-gulirkan
pada tepung roti. Terahir goreng nugget dalam minyak panas dengan api
sedang sampai berwarna kuning keemasan.9
B. TEMPE
1. Pengertian Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang mengunakan beberapa jenis kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligusporus, Rh. Oryzae, Rh.Stolonifer (kapang
roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai
ragi “tempe”.
Kapang yang tumbuh pada kedelai akan menghidrolisis senyawa-
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah di cerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe yang mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga tekstur yang memadat.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe
memiliki rasa dan aroma yang khas.11
Tempe adalah makanan yang berasal dari fermentasi kedelai.
Teksturnya yang lembut, berserat tinggi, larut dalam air dan mudah dicerna
merupakan keunggulan dari jenis makanan ini. Selain keunggulan lainnya
seperti kadar protein yang tinggi dan harganya yang mudah terjangkau oleh
masyarakat dari semua lapisan. Kehadirannya sebagai salah satu bahan
pangan sehari-hari yang sarat gizi, maupun memberikan solusi terbaik guna
peningkatan gizi secara merata bagi seluruh keluarga.9
Harga tempe yang relatif murah, rasanya yang enak, kandungan
gizinya yang tinggi, potensi kesehatan yang besar, dan kemampuannya untuk
diolah jadi berbagai bahan makanan, telah menjadikan tempe semakin
popular dari waktu ke waktu.
Ciri-ciri tempe yang kurang baik :
a. Pecah - pecah
b. Kapang tidak tumbuh atau tumbuh tetapi tidak merata
c. Kedelai menjadi busuk dan berbau amoniak atau alkohol
d. Kedelai menjadi berlendir dan asam
Tabel 1 Kandungan Gizi Tempe Kedelai dalam 100 gr Bahan
Komponen Kandungan Protein 18,3 gr Lemak 4,0 gr
Karbohidrat 12,7 gr Abu 1,6 gr Serat 1,4 gr
Karoten total 34 mg Kalsium 129 mg
Besi 10 mg Fosfor 154 mg
Sumber : (Cahyadi. 2007 dalam Yani Irma Eva. 2010) 9
2. Manfaat Tempe
Sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat seperti
karbohidrat, lemak, potein, serat, vitamin, enzim serta komponen antibakteri
yang bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan inilah yang membuat tempe
sebagai makanan penuh gizi. Komposisi gizi tempe baik kadar protein,
lemak, dan karbohidrat tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai.
Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang
tempe, maka protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai.11
Adapun manfaat tempe bagi kesehatan yaitu untuk mengatasi diare,
menurunkan tekanan darah, mencegah penyakit jantung, mencegah dan
mengatasi anemia, mencegah infeksi, menurunkan kadar kolestrol, mencegah
masalah gizi ganda, mencegah hipertensi, mencegah osteoporosis dan
mencegah penuan dini.4
C. BAYAM
1. Pengertian Bayam
Bayam merupakan sayuran yang telah lama dikenal di Indonesia dan
dibudidayakan secara luas oleh petani Indonesia, bahkan di negara luar, hal
ini terbukti dengan namanya yang berbeda-beda, seperti Bayam ( Aceh dan
Minang ), Senggang bener (Sunda), bayem (Bali dan Jawa), tarnyak, tarnak
(Madura), nadu (Bima), meja (Sumba). Dalam istilah asing seperti di Inggris
bayam disebut sebagai African spinach, di Perancis di sebut dengan
amarante. Nama Ilmiah tanaman bayam adalah Amaranthus spp. Yang
termasuk dalam keluarga Amaranthaceae.12
Tanaman bayam terdiri dari dua varietas, di Indonesia dikenal dua
jenis bayam yaitu bayam cabut dan bayam petik. Bayam disebut juga sebagai
“King of Vegetable” karena menduduki tempat tertinggi kandungan gizinya
diantara sayuran lain.
Tabel 2 Kandungan Zat Gizi Bayam dalam 100 gr
Energi 36 kal Kalsium 267 mg
Posfor 67 mg Zat besi 3,9 mg Karoten 3.533 mcg Kalium 500 mg Serat 2,4 gr Vitamin C 26 mg Vitamin E 1.7 mg Protein 2.5 gr Asam Folat 150 mg
Sumber : Sajhmien Moehyi. 2012.7
2. Khasiat atau Manfaat Bayam
a. Mencegah penyakit kanker.
Kandungan vitamin C, vitamin E, dan karoten yang tinggi dalam
daun bayam, menjadikan bayam menjadi salah satu sayuran yang kaya
akan antioksidan. Dari hasil penelitian antioksidan yang tinggi akan
menurunkan resiko terhadap penyakit jantung, stroke, kanker dan katarak.
b. Menurunkan resiko Age-related Macular Degeneration(AMD).
AMD merupakan suatu penyebab kebutaan permanen pada orang
dewasa di Negara-negara barat. Sayuran bayam sebagai sumber karoten
memiliki resiko lebih rendah terhadap Age-related Macular Degeneration
(AMD).
c. Mencegah Spina Bifida.
Kandungan asam folat yang tinggi dalam sayuran bayam sangat
dianjurkan untuk dikonsumsi oleh wanita dalam keadaan hamil untuk
mencegah terjadinya spina bifida pada bayi yang akan lahir.
d. Mencegah tekanan darah tinggi.
Kandungan kalium yang tinggi dalam bayam menjadikan bayam
sebagai makanan yang berkhasiat untuk mencegah kenaikan dan
pengendalian tekanan darah. 7
D. SERAT
1. Pengertian Serat
Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang menyatakan
polisakarida dinding sel.13 Serat makanan tidak dapat di serap oleh dinding
usus halus dan tidak dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Namun, akan
dilewatkan menuju usus besar (kolon) dengan gerakan pristaltik usus. Serat
makanan yang tersisa didalam kolon tidak membahayakan organ usus, justru
kehadirannya membawa nilai yang positif terhadap proses didalam
pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi.14
2. Penggolongan Serat
Serat dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:
a. Serat Tidak Terlarut (Insoluble Fiber)
Yang tergolong kedalam serat tidak larut adalah selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Golongan ini banyak ditemukan dalam sayuran
dan kulit gandum. Serat jenis ini mempunyai kecendrungan menyerap air
dan meningkatkan pemadatan sehingga mempunyai kontribusi pada
volume tinja menjadi besar.
b. Serat Yang Terlarut (Dietary Fiber)
Serat larut adalah serat yang larut di dalam air, antara lain terdiri
atas pektin, getah tanaman, dan beberapa jenis hemiselulosa. Serat yang
terlarut ini banyak terdapat pada buah-buahan, kacang-kacangan. Serat
yang terlarut ini mempunyai efek menurunkan kolestrol, karena serat
merangsang peningkatan eksresi asam empedu ke dalam usus. Dengan
demikian, absobsi kolestrol dan lemak akan melambat. Faktor efek
rendahnya kolestrol akibat serat terlarut ini menyebabkan serat terlarut
menjadi faktor yang sangat penting.11
3. Manfaat Serat Bagi Kesehatan
a. Membuat perut kenyang karena menyerap air dan mengembang, serat
terlarut juga sewaktu makan juga memperlambat gerak makanan ke
pencernaan bagian atas dengan demikian pemenuhannya semakin
lama.
b. Menurunkan konsumsi energi dengan cara mengurangi konsentrasi
lemak dan gula dalam diet yang menyumbangkan sedikit energi, serat
dalam diet ini dapat mengontrol berat tubuh.
c. Mempunyai hubungan dengan penurunan kejadian terjadinya kanker
kolon.
d. Stimulasi otot pencernaan dalam menjaga kesehatan dan tones otot,
keadaan ini merupakan upaya otot pencernaan agar terhindar dari
diverticulosis, dimana dinding usus menjadi lemah dan menyebabkan
tempat tersebut tidak padat.
e. Mencegah terjadinya konstipasi/sembelit, konstipasi atau sembelit
merupakan kesulitan dalam pengeluaran sisa pencernaan, karena
volume feses terlalu kecil sehingga penderita jarang buang air besar,
ganguan ini dapat dihindari dengan mengkonsumsi makanan berserat.
f. Konsumsi serat yang teratur dan cukup setiap hari akan membantu
dalam mengontrol berat badan dan kegemukan atau obesitas .14
g. Konsumsi serat dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada
manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit
jantung.15
Tabel 3 Angka Kecukupan Serat Untuk Anak Sekolah / Hari
Kelompok Umur Kecukupan Serat (gr)
1-3 tahun 16 4-6 tahun 22 7-9 tahun 26
10-12 tahun 28 Sumber : Angka Kecukupan Gizi. 2014.
E. PROTEIN
1. Pengertian Protein
Istilah protein yang berarti “ to take first place” (menduduki tempat
utama), yang dipernalkan oleh Mulder, seorang pakar kimia Belanda pada
tahun 1938. Protein merupakan senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup.
Setengah dari berat kering dan 20% dari berat total seorang manusia dewasa
adalah protein. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh,
karena selain sebagai sumber energi, protein juga berfungsi untuk zat
pembangun dan zat pengatur dalam tubuh.
2. Fungsi Protein
a. Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
Pembelahan sel dan pertumbuhan tergantung dari availabilitas
protein, karena protein sangat diperlukan untuk sintesis sebagaian besar
bahan struktural tubuh. Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis.
Secara bergantian protein akan dipecah-pecah dan disintesis kembali.
b. Pembentukan senyawa tubuh yang esensial
Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin
dan tiroksin pada dasarnya adalah protein. Sebagai tambahan, setiap sel
dalam tubuh banyak sekali mengandung enzim yang berbeda dan
semuanya adalah protein.
c. Regulasi keseimbangan air
Cairan didalam tubuh terdapat pada tiga tempat yaitu dalam sel
(intraseluler), diluar sel (ekstraseluler) dan dalam pembuluh darah
(intravasculer). Tempat cairan tersebut dipisahkan satu dari yang lainnya
oleh membran sel. Keseimbangan cairan antar jaringan diperoleh dari
protein dan elektrolit.
d. Mempertahankan netralitas tubuh
Protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyangga yaitu bahan
yang dapat bereaksi baik dengan asam dan basa. Hal ini merupakan fungsi
yang sangat penting karena keseimbangan jaringan tubuh tidak dapat
berfungsi jika PH nya berubah dari normal.
e. Transportasi Zat Gizi
Protein berperan penting dalam transportasi zat gizi dari usus,
menembus membran sel kedalam sel. Sebagian besar zat gizi tertentu
dibawa oleh protein. Protein ini bersifat spesifik terhadap zat gizi,
misalnya protein pengikat retinol yang hanya membawa zat gizi vitamin
A. Begitu juga dengan protein pembawa zat gizi lainnya.15
Tabel 4 Angka Kecukupan Protein Untuk Anak Sekolah / Hari Kelompok Umur Angka Kecukupan Protein
(gr) 1-3 Tahun 26 4-6 Tahun 35 7-9 Tahun 49
10-12 Tahun 56 Sumber : Angka Kecukupan Gizi. 2014
F. MAKANAN FUNGSIONAL
1. Pengertian Makanan Fungsional
Makanan fungsional didefinisikan sebagai makanan yang
mempunyai fungsi tidak hanya memenuhi kebutuhan zat gizi dasar bagi
tubuh, tetapi juga memiliki fungsi lain untuk tubuh. Konsep makanan
fungsional mula-mula berasal dari filosofi Hipropcates yaitu, “Jadikanlah
makananmu sebagai obatmu dan obatmu sebagai makananmu”. Makanan
fungsional ini sering disebut juga dengan makanan yang mempunyai fungsi
kesehatan, khususnya untuk pencegahan preventif penyakit.
Istilah makanan funsional digunakan pertama kali di Jepang pada
tahun 1984. Di Jepang makanan fungsional ini diberi nama FOSHU (Food
For Specified Health Uses), yaitu mengandung sebuah klaim bagi makanan
yang diketahui secara ilmiah mengandung komponen yang menguntungkan
bagi kesehatan.
2. Jenis-Jenis Makanan Fungsional
Makanan fungsional dapat dibedakan menjadi dua :
a. Berdasarkan Sumber
Berdasarkan sumbernya maka makanan fungsional dibedakan
menjadi dua, yaitu makanan fungsional nabati yang berasal dari
tumbuhan, contohnya: kedelai, beras, tomat, bawang putih, anggur, dan
sebagainya. Selanjutnya makanan fungsional yang berasal dari hewani,
contohnya: ikan, susu dan produk olahannya.
b. Berdasarkan Cara Pengolahan
Berdasarkan cara pengolahan maka makanan fungsional
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu makanan fungsional alami
adalah makanan fungsional yang tersedia dialam dan tidak mengalami
proses pengolahan, contoh buah dan sayur yang dimakan dalam keadaan
segar. Makanan fungsional tradisional contohnya, tempe, dadih
sedangkan makanan fungsional modern adalah makanan fungsional yang
dibuat secara khusus dengan teknologi khusus seperti Diabetasol.16
G. MUTU ORGANOLEPTIK
1. Pengertian Mutu Organoleptik
Mutu organoleptik adalah mutu yang digunakan untuk menentukan
uji suatu produk yang diukur dengan penilaan organoleptik. Penilayan
organoleptik disebut juga dengan penilaan panca indra atau penilaan sensorik
yang merupakan suatu cara penilaan yang sangat primitif. Penilaan dengan
panca indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan,
dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaan secara objektif, analisa lebih
sistematis, demikian pula metode statistik digunakan dalam analisa serta
pengambilan keputusan.17
Dalam penelitian ini pengujian organoleptik yang dilakukan adalah
uji hedonik yang biasanya disebut sebagai uji kesukaan, dalam pengujian ini
panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap produk baru yang dibuat.17
Tabel 5 Skala Hedonik dan Skala Numerik
Skala Hedonik Skala Numerik Sangat suka 4
Suka 3 Agak suka 2 Tidak suka 1
Sumber : Soekarto soewarno. 1985.
2. Penilaan Uji Hedonik
Penilaan uji hedonik dilakukan terhadap warna, araoma, tekstur dan
rasa produk yang dibuat.
a. Warna
Warna merupakan hasil dari pengindraan penglihatan yang paling
cepat dan mudah memberikan kesan pada suatu produk makanan. Warna
makanan memegang peranan penting dalam hal penampilan makanan
dan menentukan mutu dari suatu makanan. Warna juga digunakan
sebagai indikator kesegaran atau kematangan suatu makanan yang dinilai
secara deskriptif.
b. Aroma
Aroma makanan menentukan kelezatan dan kualitas bahan
pangan. Aroma makanan merupakan bau yang dikeluarkan oleh
makanan atau minuman yang merupakan daya tarik yang sangat kuat dan
mampu merangsang indra penciuman sehingga membangkitkan selera
makan.
Dalam hal ini aroma lebih banyak sangkut pautnya dengan panca
indra penghidu. Aroma baru dapat dikenali bila berbentuk uap. Manusia
mampu mendeteksi dan membedakan sekitar enam belas juta jenis
aroma. Meskipun demikian alat indra penghidu manusia masih dikatakan
lemah jika dibandingkan dengan alat penghidu hewan. Umumnya aroma
yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai
ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan
hangus.
c. Tekstur
Tektur merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa
makanan, karena sensitifitas indra perasa dipengaruhi oleh tekstur atau
konsistensi makanan. Penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa
tekstur bahan dapat mengubah rasa yang timbul, karena dapat
mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan.
d. Rasa
Rasa berbeda dengan aroma atau lebih banyak melibatkan panca
indra lidah. Pengindraan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan
utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. Rasa merupakan suatu yang
dikecap oleh lidah yang berfungsi untuk mencicipi makanan, merupaka
faktor kedua yang menetukan cita rasa setelah penampilan makanan
sendiri.
3. Macam Panelis
Beberapa macam panelis yang digolongkan pada penelitian organoleptik
adalah:
a. Panelis Perorangan
Panelis perorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-
latihan yang sangat intensif.
b. Panelis Terbatas
Merupakan panelis yang terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai
kepekaan cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan
seleksi dan latihan.
c. Panelis Terlatih
Terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.
d. Panelis Agak Terlatih
Panelis agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya
dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu.
e. Panelis Tidak Terlatih
Panelis tidak terlatih terdiri dari 15-25 orang awam yang dapat
dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial dan
ekonomi.
f. Panelis Konsumen
Panelis konsumen terdiri dari 30-100 orang yang tergantung pada
target pemesaran komoditi/produk.
g. Panelis Anak-Anak
Panelis yang menggunakan anak-anak usia 3-10 tahun.
4. Syarat Panelis
Dalam penelitian ini panelis yang digunakan adalah panelis agak
terlatih yaitu panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari
contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar pelatihan.
Panelis agak terlatih ini jumlahnya berkisar 15-25 orang. Makin kurang
terlatih makin besar jumlah panelis yang diperlukan. Adapun syarat-
syarat panelis yaitu:
a. Orang yang dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap penilaan
organoleptik.
b. Bersedia dan mempunyai waktu.
c. Panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan seperti rasa, aroma,
tekstur dan warna.
d. Panelis tidak merokok, tidak dalam suasana lapar dan terlalu kenyang
untuk menghindari terjadinya bias dalam penilaan mutu organoleptik.
5. Persiapan Pengujian Organoleptik
a. Persiapan Panelis
Sebelum dilakukan pengujian, para panelis harus sudah diberi tahu
dan diharapkan datang pada waktunya. Jika panelis sudah datang, pengujian
harus sudah siap dilaksanakan.
b. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Peralatan untuk penyajian sampel dapat berupa peralatan dapur
misalnya panci, kompor, wajan, pisau, sendok, dan lain-lain. Sarana dapur
sangat diperlukan dalam laboratorim penilaan organoleptik. Peralatan
penyajian sampel seperti piring, sendok, garfu, gelas, nampan, dan lain-lain.
c. Penjelasan
Dalam tahap penjelasan ini panelis dikumpulkan lalu diberikan
penjelasan dan informasi tentang pengujian organoleptik. Selain itu
instruksinya harus jelas dan singkat supaya mudah dipahami dan ditangkap
artinya, mereka sudah harus tahu dan siap melakukan tugas apa yang harus
dikerjakan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu membuat nugget
analog tempe dan bayam dengan perbandingan tertentu. Nugget yang sudah
jadi kemudian dilihat mutu organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur)
serta kandungan protein dan serat.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2016 – Mei
2017. Pembuatan Nugget Analog dan pengujian Organoleptik dilakukan di
Poltekkes Kemenkes Padang, sedangkan pengujian Kadar Serat dan Kadar
Protein dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Padang.
C. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget analog atau nugget
tiruan adalah tempe kedelai murni yang dibuat di Padang dan dibeli di Pasar
Siteba Padang yang berwarna putih segar, miseliumnya tumbuh secara
merata, bayam cabut varietas yang berwarna hijau segar dan tidak berulat,
garam halus beryodium, tepung maizena, tepung terigu “Segitiga Biru”,
tepung roti yang dibeli di Pasar Siteba Padang dan minyak goreng. Bahan
Tambahan untuk Kaldu ayam : Tulang ayam, daun bawang, seledri dan
tomat warna merah.
2. Alat
a. Alat yang digunakan untuk Uji Organoleptik adalah formulir uji
organoleptik, piring ceper kecil warna putih dan sendok makan.
b. Alat yang digunakan dalam pembuatan nugget analog adalah
ulekan/blender, baskom, timbangan analitik dengan ketelitian 0.1 gr,
pisau stainless style, sendok penggorengan, kuali alumanium, talenan,
kompor, sodet, piring ceper besar.
c. Alat yang digunakan untuk analisa kadar protein dan serat adalah
mortar, timbangan analitik dengan ketelitian 0.01 gr, pipet ukur,
Erlenmeyer, kertas saring, kertas lakmus, oven dan labu kjeldahl.
D. RANCANGAN PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Rancangan penelitian dilakukan pada penelitian pendahuluan ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 2 kali
pengulangan. Perlakuan diberikan sebagai berikut:
Tabel 6 Perbandingan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan Nugget Analog
Berdasarkan pengujian yang dilakukan kepada 12 orang panelis
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Perlakuan A teksturnya agak lunak, sehingga dalam proses
pencetakannya agak susah. Rasa yang timbul dominan rasa bayam , warna
lebih hijau. Perlakuan B, C, dan D teksturnya sudah bagus. Rasanya sudah
Perlakuan Tempe Bayam Perlakuan A 50 gr 50 gr Perlakuan B 60 gr 40 gr Perlakuan C 70 gr 30 gr Perlakuan D 80 gr 20 gr
seimbang antara tempe dan bayam dan warna tidak mencolok. Dari hasil
pengujian yang dilakukan maka didapatkan tingkat kesukaan panelis
terhadap nugget analog 65,6 % panelis suka pada perlakuan A, 75 %
Perlakuan B, 74 % Perlakuan C dan 73,5 % Perlakuan D.
2. Penelitian Lanjutan
Rancangan Penelitian yang digunakan pada penelitian lanjutan ini
adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 2 kali ulangan,
perlakuan yang ditetapkan berdasarkan penelitian pendahuluan yang terpilih
dari yang terbaik setelah dilakukan uji kesukaan kepada 12 orang panelis.
Dari hasil pengujian maka ditetapkan perlakuan sebagai berikut :
Tabel 7 Perbandingan Tempe dan Bayam dalam Pembuatan Nugget Analog
Perlakuan Tempe Bayam Perlakuan B 60 gr 40 gr Perlakuan C 70 gr 30 gr Perlakuan D 80 gr 20 gr
E. TAHAP PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Tahap Persiapan
a. Seleksi bahan merupakan pemilihan bahan sesuai dengan kualitas terbaik
dari bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget analog tempe dan
bayam.
b. Persiapan alat : blender, baskom, timbangan analitik dengan ketelitian
0.1 gr, pisau stailenss style, sendok penggorengan, kuali alumanium,
talenan, kompor, sodet, dan piring ceper besar.
c. Penimbangan bahan yaitu mengukur bahan-bahan dengan tepat sesuai
dengan ketentuan.
2. Tahap Pelaksanaan/ Pembuatan Nugget Analog
Prosedur nugget analog atau nugget tiruan tempe dan bayam :
a. Bersihkan dan timbang bahan.
b. Kukus tempe dan bayam secara terpisah (10 menit).
c. Blender / haluskan tempe dan bayam secara terpisah.
d. Buat kaldu ayam dengan perbandingan air dan tulang ayam 700 cc : 50
gr masak selama 10 menit.
e. Campurkan tempe, bayam, air kaldu100 cc, garam halus 2 % dari berat
adoanan, aduk hingga rata.
f. Potong-potong adonan adonan 2.5 × 3 cm dengan tebal 1.5 cm atau
menurut kesukaan.
g. Bekukan Nugget / kukus nugget selama 20 menit.
h. Siapkan baha n untuk membuat adonan breading, dengan komposisi
sebagai berikut: tepung terigu merek segitiga biru, tepung maizena 1.5 %
dari berat tepung terigu, garam halus 2 % dari berat terigu. Campurkan
semua bahan dan larutkan dalam air es dengan perbandingan 1:1.
i. Celupkan nugget beku kedalam adonan breading, sehingga seluruh
permukaan nugget tertutupi oleh adonan
j. Gulir-gulirkan nugget yang telah dilapisi oleh adonan breading dengan
tepung roti.
k. Goreng nugget selama 5 menit dalam minyak panas sampai berwarna
kuning keemasan.18
F. PENGAMATAN
1. Pengamatan Subjektif
Pengamatan dilakukan secara subjektif dengan uji organoleptik. Uji
Organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan (uji hedonik) terhadap
warna, aroma, rasa dan tekstur nugget tempe analog dengan jumlah
perbandingan yang berbeda. Uji Organoleptik dilakukan oleh panelis agak
terlatih, yaitu mahasiswa jurusan Gizi Politekknik Kesehatan Padang yang
telah mendapatkan mata kuliah Ilmu Teknologi Pangan yang berjumlah 25
orang.
Prosedur pengujian organoleptik dilakukan sebagai berikut:
a. Sediakan sampel sesuai perlakuan yang telah ditetapkan sebelumnya
didalam sebuah piring dan beri kode.
b. Panelis mencicipi satu per satu sampel dan mengisi formulir uji
organoleptik sesuai dengan tanggapan dengan produk tersebut.
c. Panelis harus minum dulu sebelum mencicipi sampel berikutnya.
d. Panelis mengisi tanggapan tentang rasa, aroma, tekstur dan warna
dalam bentuk angka kedalam formulir uji organoleptik tersebut.
e. Nilai tingkat kesukaan antara lain :
Sangat suka = 4
Suka = 3
Tidak suka = 2
Sangat tidak suka = 1
2. Pengamatan Secara Objektif
Pengamatan secara objektif yaitu dengan melakukan Uji Kadar
Protein dan Uji Kadar Serat.
a. Penentuan Kadar Serat dengan Metode Enzimatis
Metode ini menggunakan enzim amilase yang diikuti dengan enzim
pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan.
1) Menimbang dengan seksama 2-3 gram contoh, dibebaskan dari
lemaknya dengan cara ekstraksi dengan cara soxhlet atau dengan cara
mengaduk atau menuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak
tiga kali dan contoh dikeringkan, kemudian setelah kering dimasukkan
kedalam Erlenmeyer 500 ml.
2) Menambah 50 ml larutan H2SO4 1.25 % kemudian didihkan dengan
menggunakan pendingin tegak.
3) Menambah 50 ml larutan NaOH 3.25 % dan didihkan lagi selama 30
menit.
4) Menyaring dalam keadaan panas menggunakan corong Buchner yang
telah berisi kertas saring (kertas saring tersebut sudah dikeringkan dan
diketahui bobotnya).
5) Dalam keadaan masih tersedot dalam corong Buchner kemudian
melakukan pencucian hasil saringan berturut-turut dengan
menggunakan H2SO4 1.25 % panas. Kemudian diteruskan pencucian
dengan menggunakan air panas dan yang terakhir menggunakan etanol
96 %.
6) Setelah contoh tercuci kemudian kertas yang sudah agak kering
diangkat dan dikeringkan didalam oven yang bersuhu 105 derajat
celcius dan dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian di
timbang hingga diperoleh bobot tetap.
7) Apabila ternyata kadar serat lebih 1 persen maka kadar serat tersebut
diabukan dengan kertas saring. Dan ditimbang higga bobot tetap.19
Perhitungan :
a. Serat Kasar < 1 %
% Serat Kasar =
b. Serat Kasar > 1 %
% Serat Kasar =
c. Uji Kadar Protein dengan Metode Semimikro Kjeldhal.
1) Timbang seksama 0.51 gr cuplikan, masukkan kedalam labu kjeldhal 100
ml
2) Tambahkan 2 gr campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3) Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).
4) Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur
100 ml, tepatkan sampai tanda garis.
5) Pipet 5 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyuling, tambahkan 5 ml
NaOH 30 % dan beberapa tetes indicator PP.
6) Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10
ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator.
7) Bilasi ujung pendingin dengan air suling.
8) Titar dengan larutan HCL 0.01 N.
9) Kerjakan penetapan blanko.19
Perhitungan Kadar Protein =
G. CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dalam Uji Organoleptik dianalisis berdasarkan
tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur. Hasil
Organoleptik disusun dalam bentuk tabel, untuk mencari nilai rata-rata
penerimaan dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA). Apabila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan maka
dilakukan uji lanjut yaitu dengan menggunakan uji Duncan New Multiple
Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %.
Uji Duncan didasarkan pada sekumpulan nilai yang beda nyata yang
ukurannya semakin besar, tergantung pada jarak diantara pangkat-pangkat
dari dua nilai tengah yang dibandingkan. Dapat digunakan untuk menguji
perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa
memperhatikan jumlah perlakuan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan penelitian terhadap mutu organoleptik nugget
analog tempe dan bayam dari segi warna, aroma, rasa dan tekstur. Hasil uji
organoleptik yang diperoleh sebagai berikut:
1. Warna
Warna nugget analog yang dihasilkan pada masing-masing
perlakuan sebagai berikut. Warna nugget analog perlakuan B adalah
kuning keemasan dengan bintik hijau yang muncul kepermukaan nugget,
perlakuan C warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan dengan
sedikit bintik hijau yang timbul dipermukaan nugget dan perlakuan D
warna nugget analog yang dihasilkan adalah kuning keemasan dengan
hilangnya bintik hijau dari permukaan nugget analog.
B C D Tingkat penerimaan panelis terhadap warna nugget analog tempe
bayam berdasarkan hasil uji organoleptik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8 Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Nugget
Analog Tempe dan Bayam Perlakuan Nugget Analog
Tempe dan Bayam Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan
B ( 60:40 gr) 2.72 Suka C ( 70:30gr) 2.90 Suka D ( 80:20gr) 2.96 Suka
44
Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap warna nugget analog
tempe dan bayam dari tabel diatas antara 2.72 - 2.96, nilai tersebut berada
pada tingkat suka. Nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis
terhadap warna nugget analog pada perlakuan D yaitu : 2.96 sedangkan
nilai rata-rata terendah terdapat pada nugget analog perlakuan B yaitu :
2.72.
Nilai pada tabel 8 menunjukkan adanya kecendrungan penurunan
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis pada warna nugget analog tempe
bayam bila penambahan bayam ditingkatkan, dimana pada penambahan
bayam 40 gr tetap disukai oleh panelis, walaupun nilai rata-ratanya
mengalami penurunan.
Analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap warna nugget analog
tempe dan bayam didapatkan jumlah F hitung (1.39) dengan F tabel (3.23),
Maka F hitung < F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara masing-masing perlakuan, sehingga tidak
dilanjutkan dengan uji DNMRT.
2. Aroma
Aroma yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan adalah
sebagai berikut. Perlakuan B aroma yang dihasilkan adalah dominan
aroma khas bayam, perlakuan C aroma nugget dihsilkan adalah aroma
bayam dan sedikit aroma dari kaldu ayam, sedangkan pada perlakuan D
aroma nugget yang dihasilkan adalah aroma yang wangi dari bayam dan
tempe serta adanya aroma dari kaldu ayam.
45
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma nugget analog tempe
dan bayam berdasarkan uji organoleptik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 Nilai Rata-Rata Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Nugget Analog
Tempe dan Bayam Perlakuan Nugget Analog
Tempe dan Bayam Nilai Rata-Rata
Tingkat Kesukaan
B ( 60:40 gr) 2.64 Suka C ( 70:30gr) 2.68 Suka D ( 80:20gr) 2.80 Suka
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nugget analog tempe
dan bayam berada pada tingkat suka dengan nilai rata-rata antara 2.64 –
2.80. Nilai rata-rata tertinggi kesukaan panelis terhadap aroma nugget
analog tempe dan bayam pada perlakuan D yaitu: 2.80 sedangkan nilai
rata-rata terendah terdapat pada nugget analog tempe dan bayam perlakuan
B yaitu 2.64.
Nilai pada tabel 9 menunjukkan adanya kecendrungan penurunan
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis pada aroma nugget analog tempe
dan bayam bila penambahan bayam ditingkatkan.
Analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap aroma pada nugget analog
tempe dan bayam didapatkan F hitung ( 0.78 ) dengan F tabel (3.23), nilai
F hitung < F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang nyata antara masing-masing perlakuan, sehingga tidak dilanjutkan
dengan uji DNMRT.
46
3. Rasa
Rasa nugget analog pada masing-masing perlakuan adalah sebagai
berikut. Perlakuan B rasa yang dihasilkan adalah rasa dominan dari bayam
dan rasa langu dari tempe, perlakuan C rasa yang dihasilkan adalah rasa
bayam dan sedikit rasa langu dari tempe sedangkan pada perlakuan D rasa
yang ditimbulkan adalah rasa khas dari tempe dan bayam dan hilangnya
rasa langu dari tempe, serta adanya rasa gurih akibat pelumuran dengan
tepung panir.
Tingkat penerimaan panelis terhadap rasa nugget analog tempe dan
bayam berdasarkan uji organoleptik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10 Nilai Rata-Rata Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Nugget Analog
Tempe dan Bayam Perlakuan Nugget Analog
Tempe dan Bayam Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan
B ( 60:40 gr) 2.82a Suka C ( 70:30gr) 2.80a Suka D ( 80:20gr) 3.14b Suka
Ket* : nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DNMRT 5 %
Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa nugget analog tempe
dan bayam berkisar antara 2.82 – 3.14, nilai tersebut berada pada tingkat
suka. Nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis terhadap Nugget
analog tempe dan bayam terdapat pada perlakuan D yaitu 3.14, sedangkan
nilai rata-rata terendah tingkat kesukaan panelis terdapat pada perlakuan B
yaitu 2.82.
Nilai dari tabel 10 menunjukkan adanya kecendrungan penurunan
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis pada rasa nugget analog tempe dan
bayam bila penambahan bayam ditingkatkan.
47
Analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap rasa pada nugget analog
tempe dan bayam didapatkan F hitung ( 3.79 ) dengan F tabel (3.23), nilai
F hitung > F tabel. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
pada masing-masing perlakuan, sehingga dilanjutkan dengan uji DNMRT,
didapatkan bahwa rasa nugget analog tempe dan bayam yang memiliki
perbedaan yang nyata adalah perlakuan D. Sedangkan perlakuan yang
tidak berbeda nyata adalah perlakuan B dan C.
4. Tekstur
Tekstur nugget analog yan dihasilkan pada masing-masing
perlakuan adalah sebagai berikut. Perlakuan B dan C tekstur nugget yang
dihasilkan sedikit lunak sedangkan tekstur nugget pada perlakuan D adalah
kenyal.
Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget analog tempe
dan bayam berdasarkan hasil uji organoleptik dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 11 Nilai Rata-Rata Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Nugget
Analog Tempe dan Bayam Perlakuan Nugget Analog
Tempe dan Bayam Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan
B ( 60:40 gr) 2.74 Suka C ( 70:30gr) 2.82 Suka D ( 80:20gr) 2.86 Suka
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur nugget analog
tempe dan bayam dari tabel diatas berkisar antara 2.74 – 2.86, nilai
tersebut berada pada tingkat suka. Nilai rata-rata tertinggi kesukaan
panelis terhadap tekstur nugget analog tempe dan bayam terdapat pada
48
pelakuan D yaitu 2.86 sedangkan nilai rata-rata terendah kesukaan panelis
terdapat pada perlakuan B yaitu 2.74.
Nilai pada tabel 11 menunjukkan adanya kecendrungan penurunan
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis pada tekstur nugget analog tempe
dan bayam bila penambahan bayam ditingkatkan.
Analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap tekstur pada nugget
analog tempe dan bayam didapatkan F hitung ( 0.52 ) dengan F tabel
(3.23), nilai F hitung < F tabel. Hal ini tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan, sehingga tidak
dilanjutkan dengan uji DNMRT.
5. Perlakuan Terbaik
Nilai rata-rata warna, aroma, rasa dan tekstur dari nugget analog tempe
dan bayam pada perlakuan terbaik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 12 Nilai Rata-Rata Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Nugget Analog
Tempe dan Bayam Perlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur Jumlah Rata-
Rata B ( 60:40 gr) 2.72 2.64 2.82 2.74 10.92 2.73 C ( 70:30gr) 2.90 2.68 2.80 2.82 11.20 2.80 D ( 80:20gr) 2.96 2.80 3.14 2.86 11.76 2.94
Perlakuan terbaik yang didapatkan dari nugget analog tempe dan
bayam adalah pada perlakuan D dengan perbandingan tempe dan bayam
adalah 80 gr : 20 gr, dengan nilai rata-rata 2.94.
Nilai pada tabel 12 menunjukkan adanya kecendrungan penurunan
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap nugget analog tempe dan
bayam bila penambahan bayam ditingkatkan, dimana pada penambahan
49
bayam 20 gr sampai 40 gr tetap disukai panelis tetapi nilai rata-rata tingkat
kesukaan panelis mengalami penurunan.
Hasil analisis sidik ragam ( ANOVA ) yang didapatkan maka perlakuan
dari nugget analog tempe dan bayam berpengaruh terhadap warna, aroma, rasa
dan tekstur, nilai rata-ratanya dapat dilihat pada grafik 1.
Grafik 1 Nilai Rata-Rata dari Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa Nugget
Analog Tempe dan Bayam Berdasarkan Uji Organoleptik
Keterangan : B = Perbandingan tempe dan bayam 60 gr : 40 gr
: C = Perbandingan tempe dan bayam 70 gr : 30 gr
: D = Perbandingan tempe dan bayam 80 gr : 20 gr
6. Kadar Protein
Penelitian ini dilakukan pengujian protein dengan tujuan untuk melihat
kandungan protein pada nugget analog tempe dan bayam. Berdasarkan hasil
analisis kadar protein nugget analog tempe dan bayam dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 13 Kadar Protein Nugget Analog Tempe dan Bayam
Perlakuan % Protein
Perlakuan Terbaik 21.18
2,74
2,64
2,74
2,82
2,9
2,68
2,82 2,8
2,96
2,8 2,86
3,14
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
2,9
3
3,1
3,2
Warna Aroma Tekstur Rasa
B
C
D
50
Berdasarkan tabel 13 didapatkan hasil kadar protein perlakuan terbaik
nugget analog tempe dan bayam pada perlakuan D dengan kadar protein 21.18
%, atau 21.18 gr / 100 gr bahan.
7. Kadar Serat
Pada penelitian ini dilakukan pengujian serat dengan tujuan untuk
melihat kandungan serat nugget analog tempe dan bayam . Berdasarkan hasil
analisis kadar serat nugget analog tempe dan bayam dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 14 Kadar Serat Nugget Analog Tempe dan Bayam
Perlakuan % Serat Perlakuan Terbaik 5.88
Berdasarkan tabel 14 didapatkan hasil kadar serat perlakuan terbaik
nugget analog tempe dan bayam pada perlakuan D dengan kadar serat 5.88 %,
atau 5.88 gr / 100 gr bahan.
B. PEMBAHASAN
Untuk menentukan mutu bahan makanan pada umumnya
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya faktor cita rasa, warna, tekstur
dan nilai gizi suatu makanan.20 Pada penelitian ini, untuk menentukan mutu
pada nugget analog tempe dan bayam dilakukan uji organoleptik. Uji
organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk mengukur daya terima terhadap suatu produk.
1. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam
menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan, karna
51
memiliki peranan utama dalam penampilan makanan. Selain faktor yang
ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan.17
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbandingan jumlah
penambahan tempe dan bayam pada pembuatan nugget analog tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna yang dihasilkan dari
masing-masing perlakuan karena menggunakan waktu penggorengan dan
pelapisan yang sama sehingga tidak mempengaruhi penampakan warna
kulit nugget analog. Hal ini mirip dengan penelitian Firdaus (2014)
tentang penambahan wortel dan rumput laut terhadap kualitas nugget
tempe dimana warna nugget yang dihasilkan pada masing-masing
perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata karena menggunakan
waktu penggorengan yang sama.21
Tetapi semakin banyak perbandingan penambahan bayam dalam
pembuatan nugget analog maka semakin rendah nilai rata-rata penerimaan
panelis terhadap warna nugget analog, hal ini terjadi karena perbandingan
penambahan bayam yang banyak akan menghilangkan warna tempe dan
menambah warna bintik-bintik hijau pada permukaan nugget yang
dihasilkan.
Warna nugget analog yang dihasilkan yaitu kuning keemasan.
Munculnya warna tersebut setelah terjadi proses penggorengan yang
disebabkan oleh reaksi mailard. Reaksi mailard timbul karena bahan
pangan yang dimasak atau diolah menimbulkan gula pereduksi dan
52
kelompok asam amino yang menghasilkan zat warna coklat dan
bermacam-macam komponen cita-rasa.21
Warna nugget juga sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu
penggorengan, serta pencelupan kedalam adonan breading dan pelapisan
dengan tepung panir. Selain itu kisaran nilai terhadap warna nugget analog
juga sangat tergantung pada perbedaan penilaian dari tingkat kesukaan
setiap panelis.5
2. Aroma
Aroma adalah bau yang dikeluarkan oleh makanan atau minuman,
yang merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang
indera penciuman sehingga membangkitkan selera makan. Dalam
beberapa hal enaknya makanan ditentukan oleh aroma atau baunya.20
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah perbandingan
penambahan tempe dan bayam pada pembuatan nugget analog tidak
memberikan pengaruh yang nyata, keadaan ini terjadi karena bahan yang
digunakan mempunyai kualitas dan cara pemasakan yang sama.
Hal ini mirip dengan penelitian Firdaus (2014) tentang
penambahan wortel dan rumput laut terhadap kualitas nugget tempe
dimana dengan penambahan wortel dan rumput laut pada nugget tempe
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing perlakuan
karena menggunakan bahan yang sama, cara pemasakan yang sama dan
suhu yang sama.21
Aroma nugget analog mengalami penurunan nilai rata-rata jika
perbandingan penambahan bayam semakin tinggi, menurut komentar dari
53
beberapa orang panelis hal ini terjadi karena aroma yang dihasilkan
dominan aroma khas bayam. Faktor lain yang mempengaruhi aroma
nugget diantaranya adalah bumbu yang ditambahkan kedalam adonan,
semakin banyak bumbu yang ditambahkan kedalam adonan maka
aromanya semakin tajam.21 Sementara pembuatan nugget analog tidak
menggunakan bumbu-bumbu khusus sehingga aroma nugget analog
dengan perbandingan bayam yang tinggi akan memperkuat aroma bayam
yang ditimbulkan.
Aroma nugget yang dihasilkan adalah aroma yang wangi dan
aroma dari kaldu ayam, semakin banyak jumlah perbandingan
penambahan bayam maka aroma yang ditimbulkan dominan aroma bayam
dan akan hilang aroma kaldu ayamnya.
3. Rasa
Rasa merupakan faktor kedua untuk menentukan cita rasa setelah
penampilan, dimana rasa dapat menentukan keputusan bagi konsumen
untuk menerima atau menolak suatu makanan atau produk makanan.
Untuk menilai rasa suatu makanan, manusia menggunakan indera pencicip
sebagai alat untuk menilai rasa suatu makanan atau produk, dimana
manusia dapat membedakan 4 cicip rasa dasar, yaitu manis, pahit, asam
dan asin.17
Agar suatu makanan dapat dikenali rasanya, makanan tersebut
harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan
dengan mikrovilus dan implus yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke
pusat susunan syaraf.17 Beberapa komponen yang berperan dalam
54
menentukan rasa makanan adalah aroma makanan, bau masakan,
kekenyalan makanan, tingkat kematangan makanan dan temperatur
makanan.20
Interaksi antara komponen rasa tempe dan bayam memberikan cita
rasa yang berbeda, berdasarkan tabel 10 pada hasil uji organoleptik maka
didapatkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis pada rasa
terdapat pada perlakuan D ( tempe 80 gr : 20 gr ) yaitu : 3.14, dimana
menurut beberapa komentar dari panelis, rasa dari perlakuan D lebih
disukai daripada perlakuan B dan perlakuan C, hal ini terjadi karena pada
perlakuan D perpaduan tempe dan bayamnya seimbang, dengan
perbandingan penambahan tempe dan bayam yang seimbang dapat
mengurangi rasa langu pada nugget analog. Sedangkan pada perlakuan B
dan C rasa nugget yang dihasilkan dominan rasa bayam dan rasa langu
pada tempe masih jelas. Selain itu juga dilakukan teknik mengukus tempe
terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa langu pada nugget analog.
Hal ini sama dengan pendapat Tarwojo dalam Firdaus, 2014
bahwa tempe mempunyai rasal langu yang kurang disukai oleh konsumen,
untuk menanggulanginya maka tempe dikukus atau direbus terlebih
dahulu kemudian baru dimasak sesuai dengan resep. 21
4. Tekstur
Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat
dirasakan melalui sentuhan kulit ataupun pencicipan. Beberapa sifat
tekstur dapat juga diperkirakan dengan menggunakan sebelah mata
55
( berkedip ) seperti kehalusan atau kekerasan dari permukaan bahan atau
kekentalan cairan.
Tekstur nugget analog yang dihasilkan, terlihat adanya
kecendrungan penurunan nilai rata-rata, namun masih dalam kategori
suka, setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa dengan
perbandingan penambahan tempe dan bayam tidak memberi pengaruh
nyata terhadap tekstur nugget analog tempe dan bayam. Tetapi semakin
tinggi jumlah penambahan bayam dan semakin rendah jumlah
penambahan tempe maka semakin rendah nilai rata-rata penerimaan
panelis terhadap tekstur nugget analog yang dihasilkan. Hal ini terjadi
karena bayam memiliki kandungan air yang tinggi yaitu, 86.55 % - 91.33
%. 22 Sehingga dengan perbandingan penambahan bayam yang tinggi akan
mempengaruhi kekenyalan tekstur dari nugget analog.
5. Perlakuan Terbaik
Perlakuan terbaik adalah suatu perlakuan dari beberapa perlakuan
yang memiliki nilai rata-rata tertinggi terhadap warna, aroma, tekstur dan
rasa. Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik dari
nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap nugget analog tempe dan
bayam yaitu perlakuan D dengan nilai rata-rata 2.94. Perlakuan terbaik ini
didapatkan dari rata-rata warna, aroma, tekstur dan rasa dari setiap
perlakuan dijumlahkan dan dibagi 4, nilai tertinggi dari setiap pembagian
itulah perlakuan terbaik.
Penelitian ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Pratiwi
Ambari dkk, dengan judul penelitian Formulasi Sosis Analog Sumber
56
Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram, dimana didalam penelitiannya
menyatakan bahwa nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap warna, aroma,
tekstur dan rasa sosis analog perbandingan tempe dan jamur tiram adalah
80 gr : 20 gr.
6. Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
manusia, karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh,
juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.20
Penelitian ini dilakukan pengujian protein dengan metode
Semimikro Kjeldhal pada perlakuan terbaik dengan tujuan untuk
mengetahui jumlah kandungan protein didalam produk.
Kandungan protein tempe didalam 100 gr 18.3 gr, 9 sedangkan
kadar protein bayam 3.5 gr.23 Pada penelitian ini didapatkan kadar protein
nugget analog tempe dan bayam dari perlakuan yang terbaik yaitu 21.18
%, atau 21.18 gr/100 gr bahan.
Berdasarkan Tabel Angka Kecukupan Gizi diketahui bahwa
kebutuhan protein untuk anak usia 10 – 12 tahun sebesar 56 gr. Hasil uji
kadar protein pada nugget analog menyumbangkan kecukupan protein
37.8 % dari kebutuhan per hari. Sedangkan sebagai snack akan mencukupi
kebutuhannya menjadi dua kali lipat. Kebutuhan protein ini didapatkan
dari mengkonsumsi 3 buah nugget perhari. Sedangkan jika untuk
mencukupi kebutuhan protein dari snack dengan mengkonsumsi 1.5 buah
nugget.
57
7. Kadar Serat
Serat merupakan polisakarida nonpati yang menyatakan
polisakarida dinding sel yang kehadirannya membawa nilai positif
terhadap proses pencernaan dan metabolisme zat gizi.14
Kandungan serat pangan tempe sebesar 1.4 gr. 9 Sedangkan
kandungan serat bayam sebesar 2.4 gr.7 Kandungan serat nugget analog
dari perlakuan terbaik sebesar 5.88 % atau 5.88 gr/ 100 gr bahan.
Berdasarkan Tabel Angka Kecukupan Gizi diketahui bahwa
kebutuhan serat untuk anak usia 10 – 12 tahun adalah 28 gr / hari.2 Hasil
uji kadar serat nugget analog tempe dan bayam menyumbangkan
kecukupan serat 21 % dari kebutuhan per hari. Kebutuhan ini didapatkan
dengan mengkonsumsi 3 buah nugget. sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan serat dari snack maka harus mengkonsumsi nugget sebanyak 3
buah.
Konsumsi serat yang cukup diketahui berpengaruh positif untuk
mengurangi resiko penyakit degeneratif dimasa dewasanya nanti.5 Dengan
demikian, selain berkontribusi terhadap kebutuhan zat gizi, produk nugget
analog dengan perbandingan tempe 80 gr dan bayam 20 gr ini diduga
memenuhi kriteria sebagai pangan fungsional yang memiliki dampak
positif non gizi terhadap kesehatan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna nugget analog
tempe dan bayam berada pada tingkat suka dengan warna kehijauan
sebelum dicelupkan kedalam adonan breading dan tepung panir, sedangkan
warna sesudah digoreng adalah kuning keemasan.
2. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nugget analog
tempe dan bayam berada pada tingkat suka dengan aroma yang wangi dan
aroma dari kaldu ayam.
3. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget analog
tempe dan bayam berada pada tingkat suka dengan tektur nugget analog
yang dihasilkan adalah kenyal.
4. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nugget analog tempe
dan bayam berada pada tingkat suka dengan rasa khas tempe dan bayam
dan rasa gurih akibat pembaluran dengan tepung panir.
5. Hasil terbaik yang paling disukai oleh panelis pada nugget analog tempe
dan bayam pada perlakuan D dengan perbandingan tempe dan bayam 80 gr
: 20 gr.
6. Kadar protein perlakuan terbaik pada nugget analog tempe dan bayam
adalah 21.18 %.
7. Kadar serat perlakuan terbaik pada nugget analog tempe dan bayam adalah
5.88 %.
B. SARAN
1. Disarankan membuat nugget analog tempe dan bayam untuk anak sekolah
sebaiknya dengan perbandingan tempe dan bayam 80 gr : 20 gr, karena
kandungan proteinnya menyumbangkan 37. 8 % dari kebutuhan dan
menyumbangkan 21 % serat dari kebutuhan per hari.
2. Disarankan untuk penelitian lanjutan untuk melihat daya simpan dan daya
cerna zat gizi nugget analog.
DAFTAR PUSTAKA
1. Made Desak R, Sutiari Ketut. Konsumsi Serat Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Denpasar. Community Health. 2014, 2(1), 133-140.
2. Angka Kecukupan Gizi. Kementrian Kesehatan Repuplik Indonesia; 2014.
3. Permatasari Karunia Putri, Rahayuni Arintina. Nugget Tempe Dengan
Subtitusi Ikan Mujahir Sebagai Alternatif Makanan Sumber Protein, Serat Dan Rendah Lemak. Jurnal Of Nutrition College. 2013, 2(1), 1-9.
4. Sugihartono Timbul. Pembuatan Tempe. Klaten: Saka Mitra Kompetensi;
2010.
5. Ambari Pratiwi Dewi, Anwar Faizal, dkk. Formulasi Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe Dan Jamur Tiram Sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat. Jurnal Gizi Dan Pangan. 2014, 9(1), 65-72.
6. BPS Holtikultural. 2014.
7. Moehyi Sahmien. Makanan Super Pencegah Dan Penyembuh Penyakit
Berbahaya. Jakarta: Papas Sinar Sinanti; 2012.
8. Rohaya Syarifah, Husna El Nida,dkk. Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Nugget Vegetarian Dasar Tahu Dan Tempe. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian Indonesia. 2013, 5(1).
9. Yani Eva Irma, Dwiyanti Depriani,dkk. Komplementasi Hati Ayam Pada
Nugget Tempe Sebagai Salah Satu Alternatif Makanan Jajanan Tinggi Zat Bezi Pada Remaja Putri Di Kota Padang. Kementrian Kesehatan RI Padang; 2010.
10. Inarest Amartiwi, dkk. Pengaruh Penggunaan Sumber Protein Dan Jenis Filler
Yang Berbeda Dalam Pembuatan Nugget Ampas Tahu. FSCEJ. 2014, 3(1).
11. Thamrin Husni. M, Handayani Marni, dkk. Pemanfaatan Bekatul Dan Tepung Tempe Dalam Pembuatan Biskuit Tinggi Serat Sebagai Alternatif Makanan Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI Padang; 2011.
12. Aziz Nuruddin, Bandini Yusni. Bayam. Jakarta: Penebar Swadaya; 2005.
13. Almatsier Sunita. Prinsip Ilmu Gizi Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum; 2004.
14. Agoes Dina Sulistijani. Sehat Dengan Menu Berserat. Jakarta: Pustaka
Swadaya Nusantara; 2002.
15. Muchtadi Deddy. Nutrifikasi Pangan. Instutut Pertanian Bogor; 1993.
16. Yulia. Makanan Fungsional. Binus University; 2015.
17. Soekarno Soewarno. Penilaian Organoleptik Untuk Industry Pangan Dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhintara Karya Aksara; 1995.
18. Mulyatni Nizar, dkk. Penuntun Ilmu Teknologi Pangan. Padang; 2015.
19. Balai Riset dan Strardisasi Industri Padang.
20. Ulfa Khaira Annisa. Pengaruh Suplementasi Ikan Bilih Terhadap Mutu
Organoleptik dan Kadar Protein Kerupuk Pitalah. Padang.[KTI]. Padang:Poltekkes Kemenkes RI Padang; 2015.
21. Firdaus.Pengaruh Penambahan Wortel dan Rumput Laut Terhadap Kualitas Nugget Tempe; 2014.
22. Rahayu Tri Suwarti. Evaluasi Beberapa Genotipe Bayam pada Penanaman Bayam di Jawa Barat; 2013.
23. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Daftar Komposisi Bahan Makanan.