pemanfaatan teknologi informasi oleh...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PEMERINTAH
DAERAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
TAHUN 2014
(STUDI KASUS LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE)
DI KABUPATEN BINTAN)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
PUNAR MURTI
BISMAR ARIANTO
YUDHANTO STYAGRAHA ADIPUTRA
PROGRAM STUDI LMU PEMERINTAHAN
FAKLUTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG PINANG
2016
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa yang disebut dibawah ini :
Nama : Punar Murti
Nim : 110565201177
Jurusan/Prodi : Ilmu Pemerintahan
Alamat : Kp.Kolong Enam, Kijang Kota
No Telfon : 081991205759
Email : [email protected]
Judul Naskah : PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TAHUN 2014 ( STUDI PADA LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTERONIK (LPSE) DI KABUPATEN BINTAN)
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan untuk dapat diterbitkan
Tanjungpinang, 09 Agustus 2016
Yang menyatakan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Bismar Arianto, M.Si Yudhanto Satyagraha Adiputra, M.A NIP.198005292014041001 NIDN. 1015068301
2
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
TAHUN 2014 (STUDI KASUS LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE)
DI KABUPATEN BINTAN)
PUNAR MURTI BISMAR ARIANTO
YUDHANTO STYAGRAHA ADIPUTRA
Program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Layanan Pengadaan secara elektronik merupakan unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. LPSE juga merupakan salah satu bentuk pemanfaatan teknologi informasi oleh pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pelayanan publik merupakan hak bagi setiap warga negara. Sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilator untuk mewujudkannya.
Penelitian ini di lakukan untuk mengetahui kualitas pelayanan pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Bintan. Berdasarkan hasil pemeringkat e-gverment Indonesia Kabupaten berada pada peringkat terbawah dari 4 kabupaten yang ada di Kepulauan Riau dengan nilai sangat kurang. Penelitian ini merupakan penelitian deskripitf kualitatif . Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam mengukur kualitas pelayanan pada LPSE Kabupaten Bintan peneliti hanya berfokus pada tingkat transparansi dan akuntabilitas pada layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).
Berdasarkan analisis yang di lakukan bahwa tingkat transparansi pada LPSE Kabupaten sudah baik, dalam proses pelayanan di lakukan secara online sehingga segala informasi yang dibutuhkan akan di umumkan melalui website LPSE. Untuk tingkat akuntabilitas masi kurang di karenakan masi kurang meningkatnya kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan ini di buktikan masih ditemukan keluhan masyrakat pada wawancara yang dilakukan peneliti pada masyarakat, petugas pelayanan masih rangkap pekerjaan pada bagian pembangunan, lokasi pelayanan yang jauh untuk di jangkau, LPSE Kabupaten Bintan belum berdiri sendiri sehingga masih berada di bawah bagian pembagunan sekretariat daerah Pemerintah Kabupaten Bintan, tidak adanya janji pelayanan, baru tercapai 8 satndar dari 17 standar yang di tetapakan oleh LKPP.
Kata kunci : Pelayanan Publik, Transparansi, Akuntabilitas
3
Abstract
Procurement service electronically is a unit of work formed in all the institutions unit/working units/other lnstitusi ( k / l / i d ) to implement service system procurement/services electronically as well as to facilitate ulp procurement/officials in implementing procurement/services electronically .Service system lpse is one form of the utilization of technology information by the government in service to the society, public service is the right for each citizen .The government only as fasilator to make it. This research do to know the quality of services to procurement service electronically bintan district that is one form of the utilization of technology information by local governments. Based on the credit rating agency e-gverment indonesia districts are in the bottom of 4 district in riau islands with an inadequate .
The research is researchers qualitative deskripitf trying to express the fact how the give objectively about the state or problems that perhaps in the face. Data collection was carried out by using technique interview, observation, and documentation.In measuring the quality of services to district research service system lpse bintan to focus on the level of transparency and accountability for procurement service electronically (lpse).
Based on analysis do that the transparency in service system lpse district is good, in the process of service in do online that all information necessary in announce service system lpse through website. The accountability still lacking in because of carelessness still lacking the capability of employees in the delivery of this prove there were complaints masyrakat on the interviews conducted a researcher of the community, service employees still copies work on the development division, service locations much for the term In far to reach, lpse bintan district yet stand alone so that are still under part pembangunan the regional secretariat government bintan district, the absence of a pledge of service , new satndar achieved 8 of 17 standards in tetapakan by lkpp . Keywords: public service, Transparency, accountability
4
A. PENDAHULUAN
Teknologi semakin
berkembang dengan pesat serta
potensi pemanfaatannya secara
luas. Teknologi informasi yang
berkembang membuka peluang
bagi pengaksesan, pengeolaan,
pendayagunaan informasi dalam
folume besar secara cepat dan
akurat. Informasi dan
pengetahuan dapat diciptakan
secara cepat dan dapat segera
disebarluaskan keseluruh lapisan
masyarakat diseluruh dunia.
Manfaat dari adanya teknologi
informasi memberikan
kemudahan setiap individu dapat
saling berkomunikasi secara
langsung kepada siapapun
diberbagai negara tanpa
dibutuhkan perantara.
Perkembangan teknologi
dalam pemerintahan disebut juga
dengan e-goverment. Pemerintah
memfokuskan diri pada pada
teknologi, khususnya
pengembangan e-goverment yang
diharapkan dapat memberikan
pelayanan kepada pemerintah
maupun masyarakat pada
umumnya. Dengan adanya
teknologi informasi dapat
membuat pekerjaan pemerintah
lebih efektif dan efisien apabila
ditunjang dengan sistem digital
untuk menjalankan tugasnya
terutama dalam pelayanan kepada
masyarakat.
Eko Harry Susanto
(2009:19) mengungkapkan
Pemerintahan yang maju harus
didukung dengan adanya
teknologi komunikasi dan
informasi yang baik dalam
penyelenggaraan otonomi daerah
merupakan salah satu indikator
5
yang menunjang keberhasilan
pemerintah daerah dalam
distribusi sumber daya,
transparasi penyelenggaraan
pemerintahan, hubungan
kekuasaan pusat-daerah, dan
hubungan interaktif pemerintah
dengan masyarakat secara
langsung.
Sampara dalam Lijan Poltak
Sinambela (2008:10), juga
mengemukakan bahwa
“pelayanan adalah suatu kegiatan
atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik dan
menyediakan kepuasan
pelanggan”. Hal ini berkaitan
dengan peran pemerintah,
menurut Dee Mariana dkk dalam
Suaendi dan Wardiayanto
(2010:3) “Secara umum
pemerintah memiliki peran berupa
melaksanakan fungsi regulasi,
alokasi, distribusi, pelayanan, dan
pemeberdayaan masyarakat”.
Fungsi-fungsi tersebut menjadi
perhatian utama demi tercapainya
keadilan dan pemerataan dalam
masyarakat.
Perubahan-perubahan dalam
pemenuhan pelayanan publik
yang baik pun menjadi aspek
penting yang hendak dicapai dari
adanya otonomi daerah. Dalam
mewujudkan hal tersebut
perubahan harus terjadi pada
birokrasi dalam pemerintah
daerah yaitu birokasi yang peduli
kepada masyarakat.
Perkembangan teknologi
informasi juga harus diakomodasi
dan dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah untuk menjalankan
pelayanan publik yang berpihak
6
kapada warga negara secara lebih
baik. Melihat sedemikian banyak
urusan daerah, maka terlalu sulit
jika menjalankan tugas tersebut
tanpa dukungan teknologi
komunkasi dan informasi yang
memadai.
Kehadiran teknologi
informasi dan komunikasi
mendorong adanya perubahan
manajemen organisasi secara
keseluruhan dan mengubah
pendekatan organisasi dalam
berhubungan dengan masyarakat
atau warga negara. Hal ini
mungkin juga tampak dalam
berbagai ragam layanan publik
yang dilakukan oleh organisasi
pemerintah dan lembaga publik
lainnya. Konsekuensinya,
perubahan yang terjadi jelas
menuntut kehadiran inovasi dalam
mengelola layanan publik yang
disediakan. Fakta menunjukkan
bahwa layanan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi
memudahkan masyarakat dalam
mengakses beragam jenis layanan,
baik dengan perangkat komputer,
jaringan seluler atau telepon
bergerak.
Pemanfaatan teknologi
infromasi dalam meningktakan
pelayanan publik juga didukung
dengan adanya Instruksi Presiden
No 3 tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan e-government
yang berangkat dari pemikiran
tentang pertimbangan
pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi dalam
proses pemerintahan yang
diyakini akan meningkatkan
efisiensi, efektifitas, transparansi
serta akuntabilitas
7
penyelenggaraan pemerintahan.
Sedangkan tujuan utama
pelaksanaannya adalah untuk
peningkatkan kualitas layanan
publik secara efektif dan efisien.
E-goverment dalam pelayanan
publik menjadi mengemuka
setelah sistem teknologi informasi
dan komunikasi (information and
comunication technology/ICT)
mejadi alat yang dapat
dipergunakan untuk memutus
rangkaian hubugan yang sulit
antara publik dan pemerintah.
Berdasarkan hasil
pemeringkat e-goverment
seIndonesia pada tahun 2014
Provinsi Kepulauan Riau, yang
terdiri dari empat Kabupaten,
Kabupaten Bintan masi berada
pada tingkat terbawah dengan
nilai yang sangat kurang. Mary
Maureen Brown mengungkapkan
dalam Indiahono (2009:157)
bahwa e-goverment menunjuk
pada penggunaan teknologi,
terutama adalah aplikasi internet
berbasis Web untuk meningkatkan
akses dan kiriman pelayanan
pemerintah kepada warga negara,
rekan bisnis, pekerja, dan entitas
pemerintah yang lain.
Salah satu bentuk
penyelenggaraan teknologi
infromasi pemerintah yaitu dalam
pengadaan barang/jasa, untuk
mencapai kualiats pelayanan
publik yang baik dalam
pengadaan barang/jasa maka
pemerintah membentuk program
e-procurement atau disebut
dengan Pelayanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE). Hal
tersebut merupakan wujud dari
perubahan yang dilakukan karena
banyaknya permasalahan yang
8
terjadi dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah secara
konvensional. Pelayanan
Pengadaan Barang secara
elektronik ini merupakan bagian
dari usaha pemerintah dalam
mengatasi kasus korupsi yang
sering terjadi khususnya dalam
pengadaan barang/jasa.
Pada proses pengadaan,
LPSE hanya sebagai fasilator
yang tidak ikut dalam proses
pengadaan. Pelaksanaan proses
pengadaan sepenuhnya dilakukan
oleh panitia pengadaan atau Unit
Layanan Pengadaan/ULP.
Menurut kuncoro didalam
ketentuan LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik)
yaitu :
1) Setelah organisasi pengadaan
dibentuk, PA/KPA mengirim
surat keputusan pengangkatan
PPK, panitia
pengadaan/Pokja,ULP/Pejabat
Pengadaan kepada LPSE untuk
mendapatkan user id dan
pasword sebagai pengguna
SPSE,
2) LPSE menfasilitasi PA/KPA
dalam mengumumkan Rencana
Umum Pengadaan,
3) K/L/D/I yang bleum
memebentuk LPSE,
menayangkan Rencana Umum
Pengadaan pada LPSE
terdekat. Hakekat yang
sebenarnya tersembunyi dan
eksisting e-procurement adalah
transparansi dan akuntabilasi.
Melalui e-procurement,
tindakan korupsi, kolusi dan
nepotisme dapat dicegah
melalui proses pelelangan yang
transparan.
9
LPSE melaksanakan
fungsinya sebagai fasilator dan
LPSE diharapkan melaksanakan
proses pengadaan dengan
mengutamakan prinsip
transparansi dan akuntabilitas.
Agus Kuncoro (2011:14) proses
pengadaan dilaksanakan dengan
prinsip sebagai berikut :
1. Efisiensi
2. Efektif
3. Transparan
4. Terbuka
5. Bersaing
6. Adil tidak diskriminatif
7. akuntabel
Lahirnya undang-undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah megatur
secara konsisten pengelolaan
perimbangan keuangan di masing-
masing daerah. Pasal 1 ayat 32
menjelaskan bahwa “anggaran
pendapatan dan belanja daerah
selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana tahunan
pemerintah daerah yang
ditetapkan dengan peraturan
daerah”, Belanja daerah salah
satunya adalah belanja barang dan
jasa pemerintah. Belanja
pengadaan barang dan jasa
pemerintah di biayai oleh dana
APBD dan dana hibah dari luar
negri. Oleh karena itu
akuntabilitas dan transparansi
penggunaan anggaran didalam
pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa pemerintah harus benar-
benar diperhatikan agar tidak
terjadi praktik korupsi.
Pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang
dilakukan secara sederhana dinilai
banyak menimbulkan persepsi
negatif dikalangan masyarakat.
10
Pengadaan barang atau jasa yang
sering ditemukan praktik-praktik
penyelewengan yaitu memberikan
uang kepada pemerintah (selaku
pihak pelaksana lelang), dan
sistem arisan serta intimidasi-
intimidasi yang dilakukan oleh
peserta lelang, serta tindakan
premanisme agar mendapatkan
persetujuan kontrak dengan
pemerintah. Sehingga munculah
ide untuk membuat Layanan
Pengadaan secara elektronik
(LPSE).
Berdasarkan kajian Edy
Nugroho (2014), Pengadaan
barang dan jasa pada dasarnya
adalah upaya pihak pengguna
untuk mendapatkan atau
mewujudkan barang dan jasa yang
diinginkannya dengan
menggunakan metode dan proses
tertentu agar dicapai kesepakatan
harga, waktu dan kesepakatan
lainnya. Agar hakekat atau esensi
pengadaan barang dan jasa
tersebut dapat dilaksanakan
sebaik-baiknya, maka kedua belah
pihak yaitu pihak pengguna dan
penyedia haruslah selalu
berpatokan kepada filosofi
pengadaan barang dan jasa,
tunduk kepada etika dan norma
pengadaan barang dan jasa yang
berlaku.
Presiden Indonesia
mengatur secara tegas dalam
Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2015 perubahan keempat
atas Nomor 54 Tahun 2010 bahwa
pengadaan barang/jasa pemerintah
diwajibkan dilakukan secara
elektronik atau e-procurement,
yaitu Pemerintah daerah Provinsi,
Kabupaten/ Kota wajib
melakukan pengadaan barang/jasa
11
secara elektronik (e-procurement).
Pengadaan barang dan jasa
pemerintah memerlukan sebuah
sistem yang baik untuk
meminimalisasi suatu tindak
korupsi kolusi dan nepotisme,
dimana untuk meningkatkan suatu
efesiensi, transparansi dan
efektifitas pada pengadaan barang
dan jasa. Seiring berkembangnya
teknologi, maka pengadaan
barang dan jasa pemerintah perlu
adanya sistem pengadaan secara
elektronik.
Pemerintah Kabupaten
Bintan merupakan salah satu
Kabupaten di Indonesia yang
menanggapi serius hal ini dengan
sudah menerapkan sistem LPSE
dengan domain
http://lpse.bintankab.go.id dan
Unit Layanan Pengadaan. Degan
dibentuknya LPSE merupakan
salah satu usaha pemerintah
kabupaten Bintan dalam
menerapkan transparansi dan
akuntabilitas namun Layanan
Pengadaan secara elektronik di
kabupaten Bintan juga masi di
temui beberpa kelemahan yaitu
jumlah SDM yang sedikit, serta
letak lokasi LPSE yang cukup
jauh untuk di jangkau, serta status
LPSE yang masi berstatus
kepanitian sehingga masi di
bawah bagian pembangunan.
Unsur-unsur pelayanan yang
baik mengutamakan aspek
transparansi dan akuntabilasi
dalam pelayanan publik. Hal ini
merupakan salah satu kewajiban
dalam setiap proses pelaksanaan
pelayanan publik, peraturan
penyelenggaraan transparansi dan
akuntabilasi dalam pelayanan
publik telah diatur dalam
12
keputusan menteri pendayagunaan
apartur negara nomor :
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
Keberadaan LPSE di
Kabupaten Bintan dapat
membantu dalam proses lelang
pengadaan barang/jasa pemerintah
karena proses lelang dilakukan
secara online dan memudahkan
perusahaan yang sudah terdaftar
dalam mengikuti pelelangan yang
di lakukan pemerintah. Oleh
karena itu untuk mengetahui
pelayanan e-procurement dalam
pengadaan barang/jasa di
Kabupaten Bintan dapat
dinyatakan berjalan dengan baik
atau tidak, maka diperlukan
tinjauan bagaimana pemanfaatan
teknologi informasi e-
procurement dalam pengadaan
barang/jasa, sehingga penulis
tertarik untuk mengambil judul
penelitian “Pemanfaatan
Teknologi Infromasi oleh
Pemerintah Daerah dalam
Meningkatkan Pelayanan Publik
tahun 2014 dengan fokus
penelitian pada Layanan
Pengadaan Barang Secara
Elektronik (LPSE) di Kabupaten
Bintan”.
Melihat dari uraian masalah
tersebut sehingga dalam penelitian
ini penelitian ini peneliti
merumuskan permasalahan
penelitian yang harus dijawab yaitu:
Bagaimana Pemanfaatan Teknologi
Informasi oleh Pemerintah Daerah
Kabupten Bintan dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Publik pada Layanan Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik ?
13
B. Tujuan Penelitian dan
Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana
Pemerintah Daerah Kabupaten
Bintan dalam memanfaatkan
teknologi informasi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
publik pada Layanan Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik.
2. Kegunaan Penelitian
Setelah mengidentifikasi
dan merumuskan masalah tersebut
diatas, maka penulis berharap
penelitian ini dapat berguna :
a. Untuk Lembaga Akademik
Dengan adanya tulisan
penelitian ini dapat
memberikan refrensi dan data
untuk penelitian-penelitian
berikutnya khususnya dalam
hal bagaimana Pemanfaatkan
Teknologi Informasi dalam
Pemerintah Daerah khususnya
pada Pelayanan Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik.
b. Secara Praktis
Hasil penelitian diharapkan
mampu memberikan wawasan
serta masukan bagi pengguna
yang berkaitan dengan
Pemanfaatan Teknologi
Informasi pada Lembaga
Pemerintahan dalam
meningkatkan pelayanan
publik.
C. Konsep teoritis
1. Pelayanan Publik
Pemerintah lokal memiliki
kesempatan untuk mendorong
demokratisasi. Menurut World
Conference, UNDP tahun 1999,
“Pelaksanaan good governance
merupakan perwujudan dari
14
terciptanya tata kelola
pemerintahan yang baik, dengan
melibatkan stakeholders, terhadap
berbagai kegiatan perekonomian,
sosial politik dan pemanfaatan
berbagai sumber daya alam,
keuagaa, dan manusia bagi
kepentingan rakyat yang
dilaksanakan dengan menganut
asas : keadilan, pemerataan,
persamaan, efiisiensi, transparansi
dan akuntabilasi” (Sedarmayanti,
2009:270).
Prinsip utama good
governance :
1. Akuntabliasi 2. Transparansi 3. Partisipasi 4. Supermasi hukum aparat
birokrasi Menghubungkanpemerintah
an yang baik dengan keterbukaan
informasi publik bukan
merupakan suatu keniscayaan,
karena salah satu wujud dari good
governance adalah adanya
transparansi dan guna
menciptakan rasa percaya antara
pemerintah dan masyarakat.
Pengembangan manajemen
penyelenggaraan negara dan
dalam upaya untuk mewujudkan
pelayanan prima yang berkualitas,
pelayanan publik berfokus kepada
kepuasan masyarakat sebagai
penikmat pelayanan publik. Hal
ini sesuai dengan dengan yang di
paparkan Sinambela (2006:5)
pelayanan publik di artikan
pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat
yang mempunyai kepentigan pada
oragnisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Secara teoritis,
tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan
masyarakat.
15
Kewajiban pemerintah
adalah memberikan pelayanan
publik yang menjadi hak warga
negara yang memenuhi kewajiban
terhadap negara. Dalam upaya
peningkatan kualitas pelayanan,
ada beberapa prinsip untuk
menyediakan pelayanan pada
sektor publik didalam buku
Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(2003:186) :
a) Menetapkan standar
pelayanan
b) Terbuka terhadap saran dan
kritik serta menyediakan
informasi yang diperlukan
dalam pelayanan
c) Memperlakukan seluruh
masyarakat sebagai
pelanggan yang adil
d) Mempermudah seluruh
akses kepada seluruh
pelanggan
e) Membernarkan suatu hal
dalam proses pelayanan
ketika hal tersebut
menyimpang
f) Menggunakan semua
sumber-sumber yang
digunakan untuk melayani
masyarakat pelanggan
secara efisien dan efektif
g) Selalu mencari
pembaharuan dan
mengupayakan peningkatan
kualitas pelayanan
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003
Tentang Pedoman Umum
Penyelengaraan Pelayanan Publik,
dijelaskan bahwa dalam
menyelenggarakan pelayanan
16
haruslah memenuhi beberapa
prinsip yaitu :
1. Kesederhanaan, prosedur/tata
cara pelyanan diselenggarakan
secara mudah, cepat, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan.
2. Tanggung jawab, pimpinan
penyelengaraan pelayanan
publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggungjawab
atas penyelengaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan atau
persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
3. Kelengkapan sarana dan
prasarana, tersedianya sarana
dan fasilitas yang mendukung
terselengaranya pelayanan
publik yang baik.
4. Rasa aman, dalam
mendapatkan pelaynan,
masyarakat hendaknya
mendapatkan rasa aman dari
gangguan luar.
5. Kejelasan yang mencakup
beberapa hal antara lain :
a. Persyaratan teknis dan
administrasi pelayanan
umum
b. Unit kerja atau pejabat yang
berwenang dan bertanggung
jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan
pelayanan publik
c. Rincian biaya pelayanan
dan cara pembayaran
6. Kepastian waktu, merupakan
durasi waktu yang dibutuhkan
dalam usaha penyelesaian
urusan publik
7. Akurasi, produk yang dihasil
haruslah diterima dengan
benar, sah, dan diakui
17
8. Kemudahan akses, tempat
untuk mendapatkan pelayanan
haruslah bersih, indah dan
mudah dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat
9. Kedsiplinan, kesopanan, dan
keramahan, pemberi pelayanan
haruslah bersikap displin,
sopan, dan ramah da;am
menghadapi dan memberikan
pelyanan kepada masyarakat.
10.Kenyamanan, lingkungan
pelayanan haruslah tertib,
menyediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih dan rapi,
serta fasilitas lain yang
mendukung kenyamanan
masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan.
a. Transparansi
Keterbukaan informasi tidak
lepas dari konsep transparansi
yang dilaksanakan dalam rangka
utuk mewujukan tata
pemerintahan yang baik atau good
governance yang berkaitan
dengan interaksi antara
pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat. Penyelenggaraan
pelayanan pemerintah yang
transparan harus bersifat terbuka,
mudah dan dapat di akses semua
pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta
mudah di mengerti.
Hal ini diungkapkan oleh
sedarmayanti (2009:289) melalui
prinsip utama unsur good
governance dalam :
“transparansi (keterbukaan) dapat
dilihat dari 3 aspek : pertama
adanya kebijakan terbuka
terhadap pengawasan, kedua
adanya akses informasi sehingga
masyarakat dapat menjangkau
setiap segi kebijakan pemerintah,
18
ketiga berlakunya prinsip check
and balance antar lembaga
eksekutif dan legislatif.”
Transparansi menurut
prinsip good governance menurut
tim pengembagan kebijakan
nasional tata kepemerintahan yang
baik, Kementrian Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Bappenas, tahun 2005
(hasil revisi) menyatakan bahwa
indikatornya adalah “tersedianya
informasi yang memadai pada
setiap proses penyusunan dan
implementasi kebijakan, adanya
akses informasi yang siap, mudah
di jangkau, mudah diperoleh dan
tepat waktu”.
Transaparansi dalam
pelayanan publik juga di
ungkapkan oleh Dwiyanto
(2006:236), ada tiga indikator
yang dapat digunakan untuk
mengukur transparansi pelayanan
publik.
1. Mengukur tingkat keterbukaan
proses penyelenggaraan
pelayanan publik yaitu meliputi
seluruh proses pelayanan
publik, termasuk di dalamnya
adalah persyaratan, biaya dan
waktu yang di butuhkan serta
prosedur pelayanan yang harus
di penuhi;
2. Seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat di
pahami oleh pengguna dan
stakeholder yaitu mengenai
penjelasan terhadap prosedur,
biaya dan waktu yang
diperlukan yang penting bagu
para pengguna;
3. Kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai berbagai
aspek penyelenggaraan
pelayanan publik.
19
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : Kep/26/M.Pan/2/2004
Tentang Petunjuk Teknis
Transparansi dalam
Penyelenggaraan Pelayanan
Publik dengan indikator
Transparansi Pelayanan Publik
yang terdiri dari :
a. Manajemen dan
Penyelenggaraan Pelayanan
Publik
b. Prosedur Pelayanan
c. Persyaratan Teknis dan
Administratif Pelayanan
d. Rincian Biaya Pelayanan
e. Waktu Penyelesaian Pelayanan
f. Pejabat yang Berwenang dan
Bertanggung Jawab
g. Lokasi Pelayanan
h. Janji Pelayanan
i. Standar Pelayanan Publik
j. Informasi Pelayanan
b. Akuntabilitas
The oxford advance
learner’s distionary menyatakan
bahwa akuntabilitas adalah
required or expected to give an
explanation for one’s action.
Artinya adalah dalam
akuntabilitas tekandung
kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan segala tindak tanduk
dan kegiatannya terutama di
bidang administrasi keuagan
kepada pihak yang lebih
tinggi/atasanya. Disamping itu,
Ghartey (LAN & BPKP, 2000:22)
mengatakan bahwa:
“akuntabilasi ditunjuk untuk
mencari jawaban terhadap
pernyataan yang behubungan
dengan pelayanan apa, siapa,
kepada siapa, milik siapa, yang
mana dan bagaimana. Pernyataan
yang memerlukan jawaban
20
tersebut antara lain, apa yang
harus dipertanggungjawakan,
kenapa pertanggungjawaban harus
di serahkan, siapa yamg
bertanggungjawab terhadap
berbagai kegiatan dalam
masnyarakat, apakah
pertanggungjawaban berjalan
seiring dengan kewenangan yang
memadai dan lain sebagainya”.
Akuntabilitas dapat
dinyatakan sebagai kewajiban
untuk memberikan
pertanggunjawaban atau
menjawan dan menerangkan
kinerja dan tindakan
seseorang/badan hukum/pimpinan
suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta
keterangan atau
pertanggungjawaban.
Pertanggungjawaban produk
layanan publik tersebut telah
ditetapkan dalam keputusan
menteri pendayagunaan aparatur
pemerintah nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang
petunjuk teknis transparansi dan
akuntabilas dalam
penyelenggaraan pelayanan
publik yaitu :
a. Persyaratan teknis
administrasi harus jelas dan
tepat
dipertanggungjawabkan dari
segi kualitas dan keabsahan
produk layanan
b. Prosedur dan mekanisme
kerja harus sederhana dan
dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang telah
ditetapkan
c. Produk layanan diterima
dengan benar, tepat dan sah.
21
Akuntabilas dapat
diperhitungkan berdasarkan
kewenangan yang digunakan
untuk menekankan kepada aturan
dan kewajiban untuk mencapai
tujuan. Hal ini juga diungkapkan
oleh Levine (Nasucha, 2004:125).
“akuntabilasi berarti
menyelenggarakan perhitungan
terhadap sumber daya atau
kewenangan yang digunakan.
Akuntabilasi menekankan pada
formalisasi dan legalisasi. Oleh
karena itu, akuntabilasi
ditekankan pada responsivitas dan
kemampuan untuk mencapai
tujuan kebijakan secara efisien
dan efektif”
Akuntabilitas menurut
Andrianto Mico (2007:22) dapat
diukur melalui indikator:
a. Mampu menyajikan informasi
penyelenggaraan pemerintahan
secara terbuka, cepat, dan tepat
kepada masyarakat.
b. Mampu memberikan pelayanan
yang memuaskan bagi publik.
c. Mampu menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan
setiap kebijakan publik secara
proporsional.
d. Mampu memberikan ruang
bagi masyarakat untuk terlibat
dalam proses pembangunan
dan pemerintahan.
e. Adanya sarana bagi publik
untuk menilai kinerja
(performance) pemerintah.
Dengan pertanggungjawaban
publik, masyarakat dapat
menilai derajat pencapaian
pelaksaan program/kegiatan
pemerintah.
D. KERANGKA BERFIKIR
Seiring kemajuan teknologi
dan tuntutan masyarakat dalam hal
22
pelayanan, unit penyelenggara
pelayanan publik dituntut untuk
memenuhi harapan masyarakat
dalam melakukan perbaikan
pelayanan. Pelayanan publik yang
dilakukan oleh aparatur pemerintah
saat ini belum memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini dapat diketahui
dari berbagai keluhan masyarakat
yang disampaikan melalui media
masa dan jaringan sosial, sehingga
memberikan dampak buruk terhadap
pelayanan pemerintah, yang
menimbulkan ketidak percayaan
masyarakat.
Dalam penelitian ini hanya
akan mengukur dari tingkat
transparansi dan akuntabilitas dalam
pelayanan publik menggunakan
keputusan menteri pedayagunaan
aparatur negara Nomor :
Kep/26/M.Pan/2/2004 tentang
Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas Dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik
untuk mnegukur tingkat transparansi
dan akuntabilitas di LPSE Kabupaten
Bintan serta di dukung dengan
pendapat Dwiyanto tentang
transparansi dan Aandrianto tentang
akuntablitas.
Dwiyanto (2006:236), ada tiga
indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur transparansi
pelayanan publik.
1. Mengukur tingkat keterbukaan
proses penyelenggaraan
pelayanan publik yaitu meliputi
seluruh proses pelayanan publik,
termasuk di dalamnya adalah
persyaratan, biaya dan waktu yang
di butuhkan serta prosedur
pelayanan yang harus di penuhi;
2. Seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat di
pahami oleh pengguna dan
23
stakeholder yaitu mengenai
penjelasan terhadap prosedur,
biaya dan waktu yang diperlukan
yang penting bagi para pengguna;
3. Kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai berbagai
aspek penyelenggaraan pelayanan
publik.
Akuntabilitas menurut
Andrianto (2007 : 22) dapat diukur
melalui indikator:
a. Mampu menyajikan informasi
penyelenggaraan pemerintahan
secara terbuka, cepat, dan tepat
kepada masyarakat.
b. Mampu memberikan pelayanan
yang memuaskan bagi publik.
c. Mampu menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan
setiap kebijakan publik secara
proporsional.
d. Mampu memberikan ruang
bagi masyarakat untuk terlibat
dalam proses pembangunan
dan pemerintahan.
e. Adanya sarana bagi publik
untuk menilai kinerja
(performance) pemerintah.
Dengan pertanggungjawaban
publik, masyarakat dapat
menilai derajat pencapaian
pelaksaan program/kegiatan
pemerintah.
Transparan dan akuntabel juga
telah ditetapkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : Kep/26/M.Pan/2/2004
Tentang Petunjuk Teknis
Transparansi dan Akuntabilitas
Dalam Penyelenggaraan Pelayanan
Publik dengan indikator:
1. Transparansi Pelayanan Publik
yang terdiri dari :
a. Manajemen dan
Penyelenggaraan Pelayanan
24
Publik yaitu transparansi
terhadap manajemen dan
penyelenggaraan pelayanan
publik meliputi kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan/pengendalian oleh
masyarakat. Kegiatan tersebut
harus dapat diinformasikan dan
mudah diakses oleh
masyarakat;
b. Prosedur Pelayana adalah
rangkaian proses atau tata kerja
yang berkaitan satu sama lain,
sehingga menunjukkan adanya
tahapan secara jelas dan pasti
serta cara-cara yang harus
ditempuh dalam rangka
penyelesaian sesuatu
pelayanan;
c. Persyaratan Teknis dan
Administratif Pelayanan yaitu
Untuk memperoleh pelayanan,
masyarakat harus memenuhi
persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pemberi
pelayanan, baik berupa
persyaratan teknis dan atau
persyaratan administratif sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Rincian Biaya Pelayanan
adalah segala biaya dan
rinciannya dengan nama atau
sebutan apapun sebagai
imbalan atas pemberian
pelayanan umum yang besaran
dan tata cara pembayarannya
ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
e. Waktu Penyelesaian Pelayanan
adalah jangka waktu
penyelesaian suatu pelayanan
publik mulai dari
dilengkapinya/dipenuhinya
persyaratan teknis dan atau
25
persyaratan administratif
sampai dengan selesainya suatu
proses pelayanan.
f. Pejabat yang Berwenang dan
Bertanggung Jawab yaitu
Pejabat/petugas yang
berwenang dan bertanggung
jawab memberikan pelayanan
dan atau menyelesaikan
keluhan/ persoalan/sengketa,
diwajibkan memakai tanda
pengenal dan papan nama di
meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas tersebut harus
ditetapkan secara formal
berdasarkan Surat
Keputusan/Surat Penugasan
dari pejabat yang berwenang.
g. Lokasi Pelayanan yaitu Tempat
dan lokasi pelayanan
diusahakan harus tetap dan
tidak berpindah-pindah, mudah
dijangkau oleh pemohon
pelayanan, dilengkapi dengan
sarana dan prasarana yang
cukup memadai termasuk
penyediaan sarana
telekomunikasi dan
informatika (telematika).
h. Janji Pelayanan yaitu akta atau
janji pelayanan merupakan
komitmen tertulis unit kerja
pelayanan instansi pemerintah
dalam menyediakan pelayanan
kepada masyarakat.
i. Standar Pelayanan Publik yaitu
setiap unit pelayanan instansi
pemerintah wajib menyusun
Standar Pelayanan masing-
masing sesuai dengan tugas
dan kewenangannya, dan
dipublikasikan kepada
masyarakat sebagai jaminan
adanya kepastian bagi
penerima pelayanan.
26
j. Informasi Pelayanan yaitu
Untuk memenuhi kebutuhan
informasi pelayanan kepada
masyarakat, setiap unit
pelayanan instansi pemerintah,
wajib mempublikasikan
mengenai prosedur,
persyaratan, biaya, waktu,
standar, akta/janji, motto
pelayanan, lokasi serta
pejabat/petugas yang
berwenang dan bertanggung
jawab.
2. Akuntabilitas Pelayanan Publik
yang terdiri dari :
a. Akuntabilitas Kinerja
Pelayanan Publik
Akuntabilitas kinerja
pelayanan publik dapat dilihat
berdasarkan proses yang antara
lain meliputi: tingkat ketelitian
(akurasi), profesionalitas
petugas, kelengkapan sarana
dan prasarana, kejelasan aturan
(termasuk kejelasan kebijakan
atau peraturan perundang-
undangan) dan kedisiplinan;
b. Akuntabilitas Biaya Pelayanan
Publik
Biaya pelayanan dipungut
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
yang telah ditetapkan;
c. Akuntabilitas Produk
Pelayanan Publik
Persyaratan teknis dan
administratif harus jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan
dari segi kualitas dan
keabsahan produk pelayanan;
Prosedur dan mekanisme kerja
harus sederhana dan
dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan
serta Produk pelayanan
27
diterima dengan benar, tepat,
dan sah.
E. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, dengan jenis
penelitian studi kasus, objek
penelitian pada Layanan
Pengadaan secara elektronik
Kabupaten Bintan yang
merupakan Bagian Pembangunan
Sekretariat Daerah Kabupaten
Bintan. Informan dalam penelitian
yaitu 1 Ketua LPSE dan 5 Orang
masyarakat (pihak swasta) yang
memenangkan tender tertinggi di
tahun 2014.
Teknik pengmpulan data
yang digunakan yaitu wawancara
dan studi dokumen, dan teknik
analisa data yang digunakan yaitu
reduksi data, sajian data,
penarikan kesimpulan.
F. PEMBAHASAN 1. Transparansi Pelayanan Publik
pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Bintan
Transparansi merupakan
salah satu prinsip yang harus di
terapkan dalam pelayanan publik,
pelayanan publik merupakan
kebutuhan masyarakat yang harus
dipenuhi oleh pemerintah.
Sulitnya masyarakat dalam
memberikan kontrol terhadap
proses pelayanan pemerintah
menjadikan konsep transparansi
dalam pelayanan publik
merupakan salah satu solusi
dalam menciptakan pelayanan
yang prima yang dinginkan
masyarakat.
a. Transparansi dalam manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik.
Dapat dilihat dari beberapa
sub indikator diatas sudah
terwujud dan sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh
28
Dwiyanto, berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Apratur
Negara No: Kep/26/m.Pan/2/2004
dalam manajemen dan
penyelenggaraan pelayanan public
tentang transparansi dan
akuntabilitas dalam pelayanan
publik, wujud transparansi dapat
dilakukan dalam hal perencanaan,
pegambilan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, dan
pengawasan/pengendalian yang
baik oleh masyarakat. Kegiatan-
kegiatan tersebut hendaknya harus
cepat sampai ke masyarakat,
sehingga masyarakat dapat
berpartspasi aktif dalam kegiatan-
kegiatan tersebut.
Dalam LPSE Kabupaten
Bintan Transparansi dalam
manajemen dan penyelenggaraan
pelayanan public sudah berjalan
dengan baik di tandai dengan
terbuka terhadap masukan-
masukan dari pihak luar LPSE,
serta turut aktif dalam
melaksanakan semua kegiatan,
kebijakan yang ditetapkan oleh
LKPP, dan Penyelenggaraan
publik LPSE Kabupaten mencapai
8 standar pelayanan dari 17
standar yang ditetapkan pada
LPSE yang di tetapkan oleh LKPP
pada 23 oktober 2014, ini
merupakan salah satu bentuk
komitmen organisasi, dalam
rangka peningktatan layanan.
b. Prosedur pelayanan pada LPSE Kabupaten Bintan
Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No: Kep/26/M.Pan/2/2004
tentang Transparansi dan
Akuntabilitas dalam
Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, prosedur palayanan
merupakan suatu rangakaian
29
proses atau tata kerja yang saling
berkaitan, yang kemudian akan
menunjukkan adanya langkah-
langkah yang jelas dan pasti serta
cara-cara yang harus di lalui
dalam rangka penyelesaian suatu
pelayanan dan sejalan dengan
pendapat Dwiyanto yaitu
menjamain masyarakat
mendapatkan prosedur pelayanan
dengan mudah.
LPSE Kabupaten mengikuti
semua prosedur yang sudah
ditetapkan oleh LKPP bahwa
prosedur pelayanan sudah cukup
mudah di mengerti karena prosdur
layanan sudah dintentukan dari
LKPP dan LPSE juga
menginformasikan melalui
website untuk masyarakat, dan
mayoritas masyarakat tidak
merasa kesulitan dan cukup
paham dalam mengumpulakan
persayaratan namun masi ada
masyarakat yang tidak mengerti
mengenai bagaimna prosedur
pelayanan, untuk menagatasi hal
tersebut pegawai LPSE
mnyampaikan secara lisan
prosedur playanan sehingga pada
akhirnya masyarakat yang
melakukan pelayanan dapat
mengerti. Hal ini juga di dukung
dengan pendapat Dwiyanto yang
mengatakan bahwa Transparansi
merujuk pada seberapa mudah
peraturan dan prosedur pelayanan
dapat dipahami oleh pengguna
stakeholder yang lain.
c. Persyaratan Teknis dan Administratif Pelayanan
KepmenpanNo:Kep/26/M.P
an/2/2004 persyaratan teknis dan
administratif pelayanan di LPSE
sudah baku dan seluruhnya
mengikuti prosedur yang di
tetapkan oleh LKPP.
30
d. Rincian biaya pelayanan
Keberlangsungan pelayanan
di LPSE Kabupaten Bintan tidak
dikenakan biaya, hal ini sesuai
dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: Kep/26/M.Pan/26/2004
mengenai rincian biaya pelayanan
public, serta sesuai dengan yang
di kemukakan oleh Dwiyanto
bahwa kejelasan biaya pelayanan
yang di berikan merupakan salah
satu bentuk transaparansi dalam
pelayanan, Berdasarkan peninjuan
peneliti lakukan bahwa tidak
ditemukan adanya pungutan biaya
yang dilakukan oleh pegawai
LPSE.
e. Waktu penyelesaian pelayanan dan lokasi pelayanan
LPSE Kabupaten Bintan
menginformasikan waktu
operasional kepada masyarakat,
hal ini sesuai dengan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor :
Kep/26/M.Pan/26/2004, namun
disisi lain mengenai kecepatan
dan ketepatan waktu pelayanan
masih mengalami kendala hal ini
dikarenakan fasilitas internet yang
sering mengalami gangguan, serta
jarak lokasi LPSE masi terlalu
jauh untuk di jangkau, sehingga
masyarakat yang berkunjung
kesana sangat sedikit, Waktu
pelayanan dalam pelayanan di
LPSE, LPSE Kabupaten Bintan
mengikuti semua prosedur yang
telah di tetapkan oleh LKPP serta
menenetukan jam pelayanan pada
jam kerja yang dapat di ikuti oleh
masyarakat.
f. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
31
Pelayanan pengadaan secara
elektronik Kabupaten Bintan
petugas yang terlibat angsung
dalam proses pelayanan sudah di
tetapkan sesuai fungsi dan
tugasnya masing-masing. Namun
keluhan dari masyarakat yang
secara langsung melakukan
pelayanan di lokasi terhadap
kinerja LPSE Kabupaten Bintan
masi di temukan yaitu lambatnya
petugas dalam memberikan
informasi seperti kekuranagan
info.
g. Janji pelayanan
LPSE Kabupaten Bintan
belum memperhatikan pentingnya
keberadaan dan publikasi janji
pelayanan sebagai komitmen
LPSE dalam mewujudkan
transparansi dalam pelayanan
publik, saat melakukan penelitian,
peneliti tidak melihat sebuah janji
pelayanan di lokasi pelayanan
maupun di website LPSE.
sehingga hal ini belum memenuhi
dengan apa yang sudah di
tentukan dalam Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor:
Kep/26/M.Pan/26/2004 mengenai
tarnsparansi pelayanan publik
mengenai janji pelayanan.
h. Standar pelayanan publik
LPSE Kabupaten Bintan
sudah cukup baik, namun belum
semua terpenuhi. Hal ini dapat
terlihat bahwa dalam hal standar
pelayanan belum memnuhi, pada
tahun 2014 LPSE baru memenuhi
8 standar dari 17 standart yang di
tetapkan oleh LKPP. Untuk LPSE
Kabupaten Bintan sendiri belum
membentuk standar pelayanan
yang mereka tetapkan sendiri, dari
awal di bentuk hingga sekarang
32
masi mengikuti peraturan yang di
tetapkan oleh LKPP.
G. PENUTUP a. Kesimpulan
Penerapan electronic
eprocurement telah membawa
peningkatan efisien, efektifitas,
transparansi, dan akuntabilitas
dari pelaksaan pengadaan
barang/jasa pemerintah. Selain itu
system ini juga meminimalisir
tatap muka langsung antara para
pihak dalam proses pengadaan
guna mengurangi potensi korupsi,
kolusi dan nepotisme.
1. Tranparansi Pelayanan Publik pada LPSE Kabupaten Bintan
Tingkat transparansi pada
LPSE Kabupaten Bintan
berdasarkan hasil peneliti
dapatkan bahwa transparansi di
LPSE Kabupaten Bintan di
lihat dari beberapa indikator
yang menjadi alat ukur peneliti,
transparansi LPSE Kabupaten
Bintan sudah baik, hal ini dapat
dilihat dari sikap manajemen
LPSE Kabupaten Bintan yang
terbuka terhadap masukan-
masukan dari pihak luar LPSE,
serta turut aktif dalam
melaksanakan semua kegiatan,
kebijakan yang ditetapkan oleh
LKPP, menginformasikan
prosedur pelayanan melalui
website serta melakukan
sosialisasi kepada masyarakat,
prosedur pelayanan LPSE
Kabupaten Bintan mengikuti
prosedur yang di tetapkan oleh
LKPP, tidak adanya
pemungutan biaya dalam
pelayanan.
Namun masi di temukan
kelemahan pada LPSE
Kabupaten Bintan, yaitu LPSE
Kabupaten bintan masi bersifat
33
kepanitian, belum berdiri
sendiri sehingga masi di bawah
bagian pembangunan dan
sekretariat daerah pemerintah
Kabupaten Bintan, lokasi
LPSE masi jauh untuk di
jangkau sehingga sedikit
masyarakat yang melakukan
pelayanan di LPSE Kabupaten
Bintan dan sedikit masyarakat
(pihak swasta) yang mendaftar,
dan sering terjadi gangguan
system pada LPSE Kabupaten
Bintan sehingga dapat
memperlambat akses pada
website LPSE.
2. Akuntabilitas Pelayanan Publik pada LPSE Kabupaten Bintan
Akuntabilitas pada
layanan pengadaan secara
elektronik Kabupaten Bintan
(LPSE) berdasarkan hasil yang
peneliti dapatkan, bahwa
pelayanan yang berikan kurang
akuntabel, karena masi di
temui keluhan masyarakat
terhadap kinerja petugas
pelayanan yang lambat,
sehingga membuat masyarakat
menuggu lama untuk dapat
menyelesaikan pelayanan,
Solusi pelayanan yang
diberikan petugas belum
sepenuhnya memberikan
kemudahan, tidak adanya
peningkatan standart pelayanan
pada LPSE Kabupaten Bintan.
b. Saran
Peneliti dalam penelitian ini
akan memberikan saran yang akan
sekiranya dapat berguna dalam
meningkatkan transaparansi dan
akunatbilasi dalam pelayanan
public pada LPSE Kabupaten
Bintan.
Mengingat LPSE
merupakan salah satu bentuk
34
teknologi informasi yang baru
digunakan dalam pengadaan
barang dan jasa sehingga dapat
bersentuhan langsung kepada
masyarakat, maka diharapkan
untuk dapat meningkatkan
keahlian para pegawai dalam
memahami SOP serta prosedur
dalam melayani masyarakat.
Meningkatkan pengawasan
dalam keamanan serta kelancaran
system pada LPSE, adanya kotak
saran yang diperuntukan kepada
masyarakat agar dapat
memberikan kritikan masukan
terhadap penyelenggaraan
pelayanan di LPSE Kabupaten
Bintan. LPSE Kabupaten Bintan
diharapkan dapat memiliki
gedung permanen sehingga
keamanan lebih terjamin,
mendirikan cabang atau gedung di
daerah yang mudah dan cepat di
jangkau oleh masyarakat.
Masyarakat yang
menggunakan LPSE diharapkan
dapat berpartisipasi aktif dalam
pengawasan kinerja LPSE,
menyampaiakn keluhan kepada
LPSE agar terbentuknya
transparansi dan akuntabilitas
pada pelayanan publik di LPSE
Kabupaten Bintan
35
H. Daftar Pustaka a. Buku Agus Dwiyanto, 2006,
Mewujudkan Good Governance Melayani Publik, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Adrianto, Nico, 2007, Good
Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik melalui e-Goverment, Palangkaraya : Bayu Media
Bungin, Burhan, 2007, Penelitian
Kualitatis,Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Indiahono, Dwiyanto, 2009,
Perbandingan Administrasi Publik,Yogyakarta: Gava Media.
Indrajid, Richardus E, 2002,
Electronic Government,Yogyakarta:Andi
Kuncoro, Agus. Cara Benar,
Mudah, & Jitu Menang Tender Pengadaan Barang
Lembaga Administrasi
Negara,2003,Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta, LAN
Masyhuri dan Zainuddin, 2011,
Metodologi Penelitian Edisi Revisi, Bandung: PT. Refika Aditama.
Nasucha, Chaizi, 2004, Reformasi
Administrasi Negara Teori
dan Praktik. Jakarta : Gramedia.
Susanto Eko Hary, Komunikasi
Politik dan Otonomi Daerah Tinjuan Pustaka Terhadap Dinamika Politik dan Pembangunan, Jakarta: Mitra Wacana Media
Silalahi, Ulber, 2009, Metode
Penelitian Sosial, Bandung : PT.Refika Aditama
Sinambela, Lijan Poltak dkk,
2006, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: PT.bumi Aksara.
Sugiyono, 2013, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:Alfabeta
Suaendi, Falih dan Bintoro
Wardiyanto. Revitalisasi Administrasi Negara
Sedarmayanti, 2003, Good
Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung : Penerbit Mandar Maju
b. Jurnal
Bovens, Mark. 2007. Analysing and Assessing Accountability: A Conceptual Framework. European Law Journal, Vol. 13, No. 4, July 2007, pp. 447–468.
Karen Heard-Lauréote. 2007. A Transparency Gap? : The
36
Case of European Agricultural Committee Governance. Public Policy and Administration 22: 239 University of Portsmouth, UK
Piotrowski, Suzanne J, And Erin L. Borry. 2010. An Analytic Framework For Open Meetings And Transparency. Public Administration And Management Volume 15, Number 1, 138-176
Wahyurudhanto, Albertus. 2002. Analisis Wacana Tentang Sikap Media dan Akuntabilitas Publik. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang
Yohanes,Netty Herawati, Lina Suyanta.2013.Jurnal Tesis. Strategi Penerapan Teknologi Informasi Di Pemerintah Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Program Studi Ilmu Administrasi Negara Magister Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak.
Nugroho, Edy, 2014, Pemnafaatan Teknologi informasi dalam Rangka Memberantas Tindak Pidana Korupsi Secara Elektronik, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 3 September 2014
c. Dokumen
Undang-Undang Nomor.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 perubahan ke 4 atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Instruksi Presiden No 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government
Instruksi Presiden No 1 tahun 2015 tentang percepatan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik (SPSE)
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
peraturan LKPP Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan.
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi