pemanfaatan onggok untuk pakan unggas

Download Pemanfaatan Onggok Untuk Pakan Unggas

If you can't read please download the document

Upload: arhoel-bolla

Post on 24-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Unggas Oleh : Drh. Tarmudji MS Onggok merupakan hasil samping dari proteinnya rendah (kurang dari 5%), mun dengan teknik fermentasi, kandungan ok yang terfermentasi, dapat digunakan pembuatan tapioka ubikayu. Karena kandungan limbah tersebut belum dimanfaatkan orang. Na proteinnya dapat ditingkatkan. Sehingga ongg sebagai bahan baku pakan unggas.Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka . Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 19 90 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubikayu dapat dihasilkan 250 k g tepung tapioka dan 114 kg onggok. Dan onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daer ah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas , terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%). Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubik ayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tin ggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Demikian juga, onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dapat digunak an sebagai bahan baku ransum ayam ras pedaging. Onggok Terfermentasi Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan bak u pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yai tu melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat den gan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea da n ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Menurut Supriyati (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling. Untu k setiap 10 kg bahan baku pakan dibutuhkan 80 gram kapang A. niger dan 584,4 gram campuran mineral anorganik.Sedang untuk preparasinya adalah sebagai berikut: 10 kg onggok kering giling dimasukkan ke dalam baskom besar (ukuran 50 kg). Selanjutnya ditambah 584,4 gram campuran mineral dan diaduk sampai rata. Kemudian ditambah air hangat sebanyak delapan liter, diaduk rata dan dibiarkan selama beberapa menit. Setelah agak din gin ditambahkan 80 gram A. niger dan diaduk kembali. Setelah rata dipindahkan ke dal am baki plastik dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama empat hari. Setelah terb entuk miselium yang terlihat seperti fermentasi tempe, maka onggok terfermentasi dipot ongpotong, diremas-remas dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 derajat C dan selanjutnya digiling. Setelah dianalisa kandungan nutriennya, antara onggok dan onggok terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing mening kat dari 2,2 menjadi 25,6 dan 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2% (Tabel1). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dar i 2,2 menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Aman untuk Unggas Penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Pada percobaan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak), digunakan 144 ekor ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1, P2 dan P3) diberi formula pakan dengan tiga tingkatan onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (ong gok terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum tersebut t elah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1: 20,7%, P2 : 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu. Dari uji biologis tersebut menunjukkan bahwa, kinerja ayam pada semua kelompok, selama percobaan cukup baik dan tidak dijumpai adanya kematian ayam. Sedang pertambahan bobot badan dari kelompok ayam yang memperoleh pakan onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelo mpok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram.Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan. Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pad a penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebi h dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, mutu onggok dapat ditingka tkan sebagai bahan baku pakan sumber protein, yang pemanfaatannya dapat dikembangkan pada tingkat peternak. Bila ditinjau dari aspek kandungan proteinnya, maka kemungkinan ke depan, penggunaan onggok terfermentasi untuk pakan unggas memilik i prospek yang baik dan diharapkan dapat menggantikan jagung/dedak atau polard. D r h. T ar m u d j i M S Penulis adalah Peneliti pada Balitvet Bogor Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, Juni 2004