pelindian bijih laterit dengan asam klorida pratama...

73
PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA ARINALDO PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1437 H

Upload: others

Post on 26-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA

PRATAMA ARINALDO

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H

Page 2: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

PRATAMA ARINALDO

1110096000059

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H

Page 3: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum
Page 4: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum
Page 5: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2016

Pratama Arinaldo

NIM: 1110096000059

Page 6: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT,

Tuhan Pemilik Alam Semesta karena atas nikmat dan rizkinya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dengan judul Pelindian Bijih Laterit dengan Asam

Klorida.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW

yang telah membimbing kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang

benderang dengan syariat Islamnya. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh

dari kata sempurna dan tidak pernah lepas dari bantuan berbagai pihak dalam

menyelesaikannya. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Solihin, M.Eng selaku pembimbing I yang telah memberikan

segala pengetahuan, bimbingan, serta arahan selama penulisan skripsi.

2. Nanda Saridewi, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan skripsi.

3. Nurhasni, M.Si dan Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku penguji I dan

penguji II yang memberikan saran serta masukan.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

vi

6. Kedua orangtua dan adikku Adityawarman Wibisono yang selalu

memberikan kehangatan serta kasih sayang, motivasi, dukungan serta

doa yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian.

7. Bu Eki, Bu Nita, Pak Endro, Pak Atet, Pak Fuad, Mas Angga dan

seluruh jajaran peneliti, staf dan karyawan Pusat Penelitian

Geoteknologi LIPI Bandung yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Teman-teman penelitian Aulia, Dani dan Irwan yang selalu

memberikan bantuan dan semangat selama melakukan penelitian.

9. Teman-teman Polideka Kimia UIN Jakarta yang telah memberikan

dukungan serta motivasi.

Akhir kata, penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas

dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi perbaikan dan penyempurnaan di kemudian hari.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Jakarta, Mei 2016

Penulis.

Page 8: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

ABSTRAK

Pratama Arinaldo. Pelindian Bijih Laterit dengan Asam Klorida. Dibawah

bimbingan Solihin dan Nanda Saridewi.

Pelindian bijih laterit dengan asam klorida telah dilakukan. Penelitian ini

dilakukan untuk menentukan suhu dan konsentrasi HCl optimum pelindian bijih

laterit dari Sulawesi Tenggara serta kinetika pelindian yang bertujuan untuk

mengetahui nilai energi aktivasi dan model pelindian yang terjadi. Pelindian

dilakukan dengan variasi suhu 30, 50, 70 dan 90 °C, serta variasi konsentrasi asam

klorida 1,7; 2,4; 4; dan 6 M. Pelindian untuk kinetika reaksi dilakukan dengan

variasi suhu 30, 50, 70 dan 90 °C, konsentrasi asam klorida 4 M serta variasi

waktu 3, 5, 10, 20, 30, 60, 120 dan 240 menit. Residu pelindian dikarakterisasi

dengan XRD dan XRF, sedangkan filtrat dianalisis dengan AAS. Hasil

karakterisasi XRD dan XRF menunjukkan bahwa kadar besi dalam bijih laterit

dapat terekstrak dengan baik pada suhu pelindian 90 °C dan konsentrasi asam

klorida 4 M. Diperoleh nilai energi aktivasi sebesar 6,88 kJ mol-1 serta model

shrinking-core berupa diffusion through product layer.

Kata kunci: leaching, laterit, kinetika, model shrinking-core

Page 9: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

ABSTRACT

Pratama Arinaldo. Laterite Ore Leaching by Hydrochloric Acid. Supervised by

Solihin and Nanda Saridewi.

Leaching laterite ore by hydrochloric acid has been done. This research was

conducted to determine the optimum condition of temperature and hydrochloric

acid concentration for leaching laterite ore from Southeast Sulawesi and also

leaching kinetic to find out energy activation value from the conducted leaching

and the leaching model. Leaching was conducted by variation of temperature

variation at 30, 50, 70 and 90 °C, and hydrochloric acid concentration variation at

1,7; 2,4; 4; and 6 M. Leaching for reaction kinetic was conducted by variation of

temperature at 30, 50, 70 and 90 °C, hydrochloric acid concentration was 4 M also

time variation at 3, 5, 10, 20, 30, 60, 120 and 240 minutes. Residues of this

leaching were characterized by XRD and XRF, while the filtrate were analyzed by

AAS. Characterization with XRD and XRF indicate that the iron content of

laterite ore was well extracted with leaching temperature of 90 °C and

hydrochloric acid concentration was 4 M. Energy activation value obtained at

6,88 kJ mol-1 and the shrinking-core model was diffusion through product layer.

Keywords: leaching, laterite, kinetic, shrinking-core model

Page 10: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ································································· v

DAFTAR ISI ············································································ ix

DAFTAR GAMBAR ··································································· xi

DAFTAR TABEL ······································································ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ································································ xiv

BAB I PENDAHULUAN ····························································· 1

1.1. Latar belakang ······································································ 1

1.2. Rumusan masalah ·································································· 3

1.3. Hipotesis penelitian ································································ 3

1.4. Tujuan penelitian ··································································· 3

1.5. Manfaat penelitian ·································································· 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ····················································· 5

2.1. Senyawa besi ········································································ 5

2.2. Bijih laterit ··········································································· 5

2.3. Pelindian ············································································· 7

2.4. Kinetika kimia ······································································ 9

2.5. Model shrinking core ······························································ 11

2.6. X-Ray diffraction (XRD) ·························································· 14

2.7. X-Ray fluorescence (XRF) ························································ 16

2.8. Atomic absorption spectrophotometer (AAS) ·································· 17

BAB III METODE PENELITIAN ················································· 21

Page 11: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

x

3.1. Waktu dan tempat penelitian ······················································ 21

3.2. Alat dan bahan ······································································ 21

3.2.1. Alat ············································································ 21

3.2.2. Bahan ········································································· 21

3.3. Prosedur kerja ······································································· 21

3.3.1. Pelindian dengan variasi suhu ············································· 21

3.3.2. Pelindian dengan variasi konsentrasi HCl ······························· 22

3.3.3. Kinetika pelindian ·························································· 22

3.3.4. Tahap karakterisasi akhir ·················································· 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ············································ 24

4.1. Karakterisasi bijih laterit ·························································· 24

4.2. Pengaruh suhu ······································································· 25

4.3. Pengaruh konsentrasi ······························································· 28

4.4. Kinetika pelindian ·································································· 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ············································· 37

5.1. Kesimpulan ·········································································· 37

5.2. Saran ·················································································· 37

DAFTAR PUSTAKA ·································································· 38

LAMPIRAN ············································································· 41

Page 12: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Profil laterit pada daerah tropis........................................................7

Gambar 2. Perubahan yang terjadi ketika padatan mengalami reaksi ...............10

Gambar 3. Model shrinking-core ......................................................................12

Gambar 4. Konsentrasi reaktan dan produk pada model shrinking core ...........14

Gambar 5. Instrumentasi XRD ..........................................................................15

Gambar 6. Instrumentasi XRF ...........................................................................17

Gambar 7. Skema kerja instrumentasi AAS ......................................................19

Gambar 8. Pola difraksi sinar-X bijih laterit sebelum pelindian .......................24

Gambar 9. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit dengan variasi suhu .....26

Gambar 10. Hasil analisis residu hasil pelindian variasi suhu dengan XRF .....27

Gambar 11. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit dengan variasi

konsentrasi HCl ...........................................................................28

Gambar 12. Hasil analisis residu pelindian variasi konsentrasi HCl dengan

XRF...............................................................................................30

Gambar 13. Grafik pengaruh ln k1 terhadap suhu resiprokal ............................35

Gambar 14. Grafik pengaruh ln k2 terhadap suhu resiprokal ............................36

Gambar 15. Pola difraksi sinar-X bijih laterit sebelum pelindian .....................48

Gambar 16. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 30 °C .................49

Gambar 17. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 50 °C .................49

Gambar 18. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 70 °C .................50

Gambar 19. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 90 °C .................50

Gambar 20. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi

HCl 6 M .........................................................................................51

Page 13: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

xii

Gambar 21. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi

HCl 4 M .........................................................................................51

Gambar 22. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi

HCl 2.4 M ......................................................................................52

Gambar 23. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi

HCl 1.7 M ......................................................................................52

Page 14: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Variasi pelindian bijih laterit ................................................................23

Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia dengan XRF bijih laterit .....................25

Tabel 3. Persentase senyawa hasil pelindian dengan variasi suhu .....................27

Tabel 4. Persentase senyawa hasil pelindian dengan variasi konsentrasi

HCl ...................................................................................................29

Tabel 5. Fraksi mol besi terekstrak selama pelindian.........................................31

Tabel 6. Nilai model kinetika chemical reaction controlled terhadap

waktu pelindian .....................................................................................32

Tabel 7. Nilai model kinetika diffusion reaction controlled terhadap

waktu pelindian .....................................................................................33

Tabel 8. Nilai konstanta terhadap suhu resiprokal .............................................33

Tabel 9. Nilai ln k terhadap suhu resiprokal.......................................................34

Tabel 10. Konsentrasi besi dalam filtrat hasil pelindian dengan variasi

waktu ..................................................................................................43

Tabel 11. Fraksi mol besi dalam filtrat hasil pelindian dengan variasi

waktu ..................................................................................................44

Tabel 12. Nilai model shrinking core filtrat hasil pelindian variasi

waktu ..................................................................................................46

Tabel 13. Persen Ekstraksi besi filtrat hasil pelindian bijih laterit .....................48

Page 15: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan alir proses penelitian ..........................................................41

Lampiran 2. Perhitungan dalam proses pelindian .............................................42

Lampiran 3. Pola difraksi sinar-X bijih laterit beserta residu hasil pelindian ...48

Lampiran 4. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit ...................................53

Lampiran 5. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 30 °C ....................................................................................54

Lampiran 6. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 50 °C ....................................................................................55

Lampiran 7. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 70 °C .....................................................................................56

Lampiran 8. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 90 °C ....................................................................................57

Lampiran 9. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

konsentrasi HCl 6 M .....................................................................58

Lampiran 10. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 4 M .......................................................59

Lampiran 11. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 2.4 M ...................................................60

Lampiran 12. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 1.7 M ...................................................61

Page 16: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Besi merupakan salah satu logam yang digunakan dalam industri

material. Keberadaan besi di Indonesia cukup melimpah, dimana besi

biasanya diperoleh dalam bentuk bijih laterit. Endapan besi yang ditemukan di

Indonesia umumnya terdiri dari tiga jenis endapan yaitu bijih laterit, besi

primer dan pasir besi (Ishlah, 2009). Besi laterit di Indonesia memiliki jumlah

yang melimpah yaitu mencapai 1 miliar ton, namun dalam besi laterit ini

terdapat karbonat, silikat, besi, hematit dan magnetit sehingga kadar besinya

rendah (40-60 %) (Sutisna, 2007). Salah satu cadangan bijih laterit terbesar

berada di Sulawesi Tenggara. Menurut data dari Badan Geologi per akhir

2014, sumber daya bijih besi Indonesia sebesar 2.797.984.832 ton dan

cadangan sebesar 1.677.631.061 ton. Sumber daya tersebut tersebar di seluruh

wilayah Indonesia, dimana jumlah terbesar terdapat di Propinsi Kalimantan

Barat dengan total sumber daya sebesar 1.133.254.428 ton disusul dengan

Sulawesi Tenggara sebesar 26.304.000 ton (Kementerian ESDM, 2015).

Eksplorasi yang dilakukan di Indonesia terhadap sumber daya besi

masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum terdapat pertambangan besi

yang memasuki tahap studi kelayakan. Industri baja seperti PT Krakatau Steel,

BHP Steel dan Gunung Steel sangat bergantung pada bahan impor. Krakatau

Steel memerlukan 4,5 ton bijih besi magnetit per tahun yang diimpor dari

Brazil dan Swedia, dan 8 juta ton besi spon dan scrap per tahun (Ishlah, 2009).

Page 17: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

2

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, sebanyak 3.87 juta ton bijih

besi primer diimpor dari Venezuela dan Abu Dhabi untuk memenuhi

kebutuhan bijih besi sektor industri domestik pada tahun 2014 (Kementerian

ESDM, 2015).

Pemerintah melalui UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba dan PP No.

23 tahun 2010 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral

dan Batubara telah mewajibkan bagi semua perusahaan tambang untuk

membangun smelter/sistem pengolahan produknya di dalam negeri. Hal ini

bertujuan agar tidak ada lagi penjualan atau ekspor dalam bentuk raw material

(Wikarya, 2012).

Besi dari bijih laterit dapat diekstrak dengan cara pirometalurgi dan

hidrometalurgi. Hidrometalurgi adalah metode ekstraksi logam dari bijih

dengan menggunakan cairan atau pelarut. Hidrometalurgi terdiri dari

atmospheric leaching (AL) dan high pressure acid leaching (HPAL) (Köse,

2011). Proses pirometalurgi melibatkan temperatur tinggi saat proses ekstraksi

logam seperti pengeringan, kalsinasi, pemanggangan (roasting) atau reduksi,

peleburan. Havlik (2008), menyatakan bahwa hidrometalurgi lebih ekonomis

dibandingkan dengan pirometalurgi. Hidrometalurgi lebih ramah lingkungan

dibandingkan dengan pirometalurgi dikarenakan lebih sedikit menghasilkan

cemaran. Rodrigues (2013) mengungkapkan bahwa pirometalurgi

membutuhkan instrumen dengan konsumsi energi dan biaya perawatan yang

lebih mahal. Pada penelitian ini digunakan proses hidrometalurgi dengan jenis

Atmospheric Leaching (AL), agar proses ekstraksi logam dengan cara

pirometalurgi dapat dikurangi.

Page 18: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

3

Proses pelindian dipengaruhi oleh jenis pelarut. Pelarut yang biasa

digunakan untuk proses pelindian antara lain adalah asam sulfat (H2SO4) dan

asam klorida (HCl). Besi dapat diekstrak lebih banyak dengan HCl

dibandingkan dengan HNO3 dan H2SO4 (Baba, 2011), oleh karena itu

dilakukan penelitian tentang pelindian terhadap bijih laterit dengan HCl,

sehingga diharapkan dapat diperoleh suhu dan konsentrasi HCl optimum

untuk mengekstrak besi dari bijih laterit.

1.2. Rumusan Masalah

1. Kondisi optimum pelindian bijih laterit pada konsentrasi HCl dan suhu

pelindian yang bervariasi belum diketahui.

2. Kinetika reaksi pelindian besi dari bijih laterit dalam media HCl belum

diketahui.

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Kondisi optimum pelindian bijih laterit diperoleh saat konsentrasi HCl

serta suhu pelindian tinggi.

2. Kinetika reaksi pelindian besi dari bijih laterit tidak dipengaruhi oleh

adanya unsur-unsur lain yang terlarut dari bijih laterit.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kondisi optimum pelindian besi dari bijih laterit.

2. Mengetahui perilaku kinetika reaksi pelindian bijih laterit dalam HCl.

Page 19: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

4

1.5. Manfaat Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai acuan untuk mengembangkan industri pengolahan bijih laterit dalam

negeri.

Page 20: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Senyawa Besi

Besi (Fe) merupakan unsur dengan kelimpahan terbanyak keempat di lapisan

bumi. Besi yang terdapat di alam pada dasarnya adalah campuran dengan unsur

logam lain (Cu, Zn, Ni dan Co) yang bervariasi dalam Contohnya seperti

chalcopyrite (CuFeS2), bornite (Cu6FeS4) untuk tembaga dan pentlandite

((Fe,Ni)9S8) untuk nikel (Ferron, 2006). Cardarelli (2008) menyatakan bahwa besi

pada umumnya terbagi atas oksida antara lain,

a. Hematite (Fe2O3, rhombohedral dengan 70 % berat Fe)

b. Magnetite (Fe3O4, kubik dengan 72,4 % berat Fe)

c. Limonite (Fe2O3.H2O, orthorhombic dengan 63 % berat Fe)

d. Siderite (FeCO3, rhombohedral dengan 48,2 % berat Fe)

e. Pyrite (FeS2, kubik dengan 47 % berat Fe)

f. Marcasite (FeS2, orthorhombic dengan 47 % berat Fe)

2.2. Bijih Laterit

Bijih laterit merupakan tanah merah yang dihasilkan dari pelapukan batuan

asal (induk) di daerah tropis atau sub tropis. Laterit kaya akan kaolinite, goethite,

dan kwarsa, sehingga komposisi dari laterit sangat kompleks. Secara kimia, laterit

dicirikan oleh adanya besi, nikel dan silika sebagai sisa-sisa proses pelapukan

batuan induk (Firdiyono et al, 1983).

Page 21: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

6

Evans (1989) menyatakan bahwa kebanyakan laterit terbentuk dari batuan

yang kaya akan besi seperti hematite dan goethite yang berwarna merah, kuning

atau coklat. Laterit terdapat di wilayah beriklim tropis dan subtropis yang memiliki

suhu tinggi dan curah hujan yang cukup, seperti di Brasil, Filipina, India, Afrika

Selatan, Amerika Serikat dan Indonesia (Sulawesi Tenggara) serta beberapa

wilayah lain yang memiliki iklim tropis dan subtropis (Sari, 2013).

Secara umum, profil endapan laterit ditampilkan pada Gambar 1 atau dapat

dijabarkan sebagai berikut (Elias, 2002):

a. Limonite Zone

Pada daerah ini umumnya endapan berwarna merah hingga merah kecoklatan,

kaya akan besi yang jumlahnya kurang lebih 20-50 %. Umumnya mengandung

mineral hematite dan goethite. Limonite zone memiliki struktur yang sangat halus

(clay). Pada daerah ini juga terdapat bagian transisi yang merupakan peralihan

antara daerah limonit dan daerah saprolit yang umumnya berwarna merah.

b. Saprolite Zone

Daerah ini umumnya berwarna abu-abu hingga hijau kecoklatan.

mengandung mineral serpentin dan olivin. Daerah ini memiliki kandungan Ni diatas

2%. Batuan pada saprolite zone berukuran halus hingga boulder (besar). Boulder

ini biasanya merupakan bagian dari proses pelapukan batuan induk yang belum

sempurna.

c. Bedrock Zone

Daerah ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit. Bedrock Zone

tidak dapat ditambang, karena daerah ini merupakan batuan dasar yang tidak

Page 22: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

7

ekonomis. Berbeda dengan bijih di lapisan atas, bedrock zone memiliki kadar nikel

dan besi yang rendah.

Mayoritas bijih laterit yang tersedia di Indonesia adalah bijih limonit dan

saprolit. Nukdin (2012) menyatakan bahwa unsur Fe pada bijih laterit yang berasal

dari Sulawesi Tenggara lebih banyak terakumulasi pada zona limonit dengan kadar

35 – 45 %.

Gambar 1. Profil laterit pada daerah tropis (Elias, 2002)

2.3. Pelindian

Hidrometalurgi merupakan proses ekstraksi yang melibatkan proses pelarutan

logam dalam padatan ke dalam suatu larutan dan kemudian dilanjutkan dengan

Page 23: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

8

presipitasi atau isolasi logam yang dibutuhkan (Moore, 1990). Beberapa proses

dalam hidrometalurgi yang biasa digunakan untuk mengekstraksi logam adalah

presipitasi, membran cair, pertukaran ion, serta proses ekstraksi padat-cair dan

ekstraksi cair-cair.

Pelindian atau leaching merupakan ekstraksi mineral dari padatan dengan

media cair. Proses ini terdiri dari tiga tahap. Pertama, perubahan fase dari padatan

yang dilarutkan dalam pelarut untuk proses pelindian. Kedua, difusi dari pelarut

pada pori-pori padatan menuju lapisan terluar partikel. Ketiga, perpindahan produk

dari pelarut yang terkena partikel menuju bagian luar pelarut atau menuju luar

padatan (Coulson et al, 2002).

Banyak faktor yang mempengaruhi laju proses pelindian (Kumar, 2003)

antara lain,

1. Laju pelindian meningkat dengan berkurangnya ukuran bijih yang

dilarutkan, karena semakin kecil partikel maka luas permukaan per unit

berat semakin besar.

2. Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya temperatur.

3. Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dari zat

leaching.

4. Laju pelindian meningkat dengan berkurangnya massa jenis pulp

(campuran bijih dengan air).

5. Jika terbentuk suatu produk yang tidak dapat larut selama pelindian, maka

lajunya akan dipengaruhi oleh sifat dari produk itu sendiri. Jika terbentuk

lapisan yang nonporous, maka laju pelindian akan menurun drastis.

Page 24: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

9

Tetapi jika produk padatan yang terbentuk adalah porous, maka produk

tersebut tidak mempengaruhi laju pelindian.

2.4. Kinetika Kimia

Kinetika kimia merupakan studi untuk menganalisis seberapa cepat sebuah

reaksi berjalan (Berry et al, 2000). Faktor penting yang mempengaruhi suatu reaksi

kimia adalah suhu, tekanan, serta konsentrasi dari unsur atau senyawa kimia yang

sedang bereaksi. Katalis dan inhibitor juga dapat mempengaruhi kinetika reaksi

kimia. Segala reaksi kimia biasa muncul sebagai berikut,

pA + qB rC + sD (1)

Di mana A, B, C, D adalah unsur atau senyawa dalam reaksi dan p, q, r, s adalah

koefisien dari unsur atau senyawa yang bereaksi. Secara umum, laju dalam

perubahan konsentrasi terhadap waktu dinyatakan sebagai berikut,

𝑙𝑎𝑗𝑢 =[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]

𝑑𝑡 (2)

Satuan laju reaksi ini dinyatakan dalam mol dm-1 s-1 atau M-1 s-1 yang juga

menyatakan perubahan konsentrasi tiap detik.

Jika reaksi kimia yang terjadi misalkan,

A + B C

Maka rumus laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berikut,

𝑣 = ∆𝑀

𝑡 (3)

Pada proses pelindian, terjadi reaksi heterogen antara pelarut dan material

padat. Hasil reaksi dari kedua benda tersebut antara lain dalam bentuk cair, padatan,

ataupun berupa cairan dan padatan.

Page 25: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

10

Pelarut(cair) + Material(padat) produk cair

produk padat

produk cair dan padat

Ukuran partikel tidak mengalami perubahan selama reaksi berjalan dan terdapat

pengotor dalam jumlah besar. Partikel padatan justru menyusut selama reaksi

berjalan dan terbentuk produk atau padatan dari reaksi yang merupakan padatan

murni atau tidak terdapat pengotor sama sekali (Levenspiel, 1999).

Gambar 2. Perubahan pada partikel ketika bereaksi (Levenspiel, 1999)

Menurut Habashi (1979), ada enam tahap ketika terjadi interaksi antara

padatan dan cairan.

1. Difusi reaktan dari larutan atau reaktan itu sendiri menuju lapisan terluar

dari partikel yang mengalami pelindian.

2. Adsorpsi reaktan pada permukaan partikel.

3. Reaksi kimia dari reaktan yang teradsorpsi menuju produk yang

teradsorpsi.

4. Desorpsi produk yang terserap dari reaksi yang berjalan.

Page 26: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

11

5. Difusi produk dari lapisan dalam menuju lapisan terluar partikel.

6. Difusi produk dari permukaan partikel menuju reaktan.

Laju reaksi sangat ditentukan oleh suhu atau temperatur. Pada suhu kamar,

nilai konstanta meningkat dua atau tiga kali lipat setiap kenaikan 10 °C (Levine,

2009). Pada tahun 1889, kimiawan Swedia bernama Arrhenius menemukan sebuah

rumus yang dipakai untuk memasukkan data reaksi kimia dalam jumlah yang

banyak ke dalam satu persamaan.

𝑘 = 𝐴 𝑒−𝐸𝑎

𝑅𝑇⁄ (4)

Dimana k adalah konstanta, R adalah konstanta gas, Ea adalah energi aktivasi dari

reaksi yang berjalan, dan A adalah tetapan Arrhenius. Energi aktivasi menggunakan

satuan kJ/mol atau kkal/mol.

Persamaan Arrhenius mencakup hampir semua reaksi homogen. Secara

sederhana, dua molekul yang saling bertubrukan memerlukan energi kinetik

tertentu untuk memecah ikatan kimia dari molekul tersebut dan membentuk

molekul baru.

Apabila dari suatu reaksi terdapat energi aktivasi yang rendah, maka reaksi

tersebut berjalan dengan cepat. Begitu juga sebaliknya, apabila suatu reaksi

memiliki energi aktivasi tinggi, maka reaksi tersebut berjalan lambat.

2.5. Model Shrinking-Core

Reaksi antara zat padat dan zat cair pada proses pelindian menyebabkan

terjadinya perubahan ukuran pada inti partikel padatan yang bereaksi. Model ini

dikembangkan oleh Yagi dan Kunii pada tahun 1955 dan 1961 (Levenspiel, 1999).

Page 27: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

12

Levenspiel menyatakan bahwa, terdapat reaksi antara reaktan dengan lapisan dari

produk yang dihasilkan yang disebut “debu” atau lapisan inert.

Dari Gambar 3 dapat dilihat, reaksi berjalan dari lapisan partikel paling luar.

Reaksi berlanjut ke lapisan dalam partikel dan menghasilkan lapisan luar yang keras

dan inert. Lapisan luar yang mengeras ini disebut sebagai “debu”. Pada model ini,

cairan atau reaktan dianggap sebagai gas.

Gambar 3. Model shrinking-core (Levenspiel, 1999)

Dari proses penyusutan ukuran partikel (shrinkage proses) terdapat hubungan

antara fraksi mol dari partikel padatan yang bereaksi (α) dengan lama reaksi atau

waktu pelindian (t). Menurut Szubert (2006), jika reaksi dikontrol oleh difusi

reaktan melalui lapisan yang menyelubungi partikel, maka:

𝑡𝑓

𝑡𝑓∗ = 1 − (

𝑟𝑐

𝑅)

3

= 𝛼 (5)

di mana 𝑡𝑓∗ adalah waktu yang diperlukan partikel untuk bereaksi seluruhnya, 𝑟𝑐

adalah inti partikel yang tidak bereaksi selama pelindian, dan 𝑅 adalah radius awal

Page 28: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

13

partikel atau jarak dari pusat partikel ke sekelilingnya. Jika reaksi dikontrol oleh

difusi lapisan produk (difusi lapisan inert), maka:

𝑡𝑎

𝑡𝑎∗ = 1 − 3 (

𝑟𝑐

𝑅)

2

+ 2 (𝑟𝑐

𝑅)

3

= 1 − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ + 2(1 − 𝛼) (6)

di mana, sama dengan persamaan (1), 𝑡𝑎∗ adalah waktu yang diperlukan partikel

untuk bereaksi seluruhnya. Ketika proses dikontrol oleh reaksi kimia, maka:

𝑡𝑟

𝑡𝑟∗ = 1 − (

𝑟𝑐

𝑅) = 1 − (1 − 𝛼)

13⁄ (7)

Persamaan (1) dan persamaan (2) biasa digunakan sebagai persamaan model

kinetika seperti yang dilakukan Alafara et al (2009) untuk memperoleh model

kinetika yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Kedua persamaan ini

masing-masing dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut,

1 − (1 − 𝛼)1

3⁄ = 𝑘1𝑡 (8)

untuk kontrol proses secara kimiawi dan,

1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ = 𝑘2𝑡 (9)

Untuk kontrol proses secara difusi. Persamaan (1) dan (4) serta persamaan (2) dan

(3) adalah sama. Hanya terdapat 𝑘1 yang merupakan konstanta laju kontrol proses

kimia dan 𝑘2 merupakan konstanta laju kontrol proses difusi.

Page 29: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

14

Gambar 4. Konsentrasi reaktan dan produk pada model shrinking core

(Levenspiel, 1999)

2.6. X-Ray Diffraction (XRD)

XRD merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk menganalisis

struktur suatu material kristalit maupun non-kristalit dengan menggunakan sinar-X.

Secara umum XRD dibagi menjadi dua, yaitu single-crystal dan powder. Single-

crystal diffractometer biasa digunakan untuk menentukan struktur molekul sebuah

material. Sedangkan Powder Diffractometer biasa digunakan untuk analisis

identifikasi dan kuantitatif. Sebuah XRD pada umumnya terdiri dari sumber sinar-

X, goniometer, detektor, komputer untuk analisis data dan lain-lain.

Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran 10-7 – 10-4 m

ditempatkan pada suatu plat. Sinar X diperoleh dari elektron yang keluar dari

filamen panas dalam keadaan vakum dan tegangan tinggi, sehingga menumbuk

permukaan logam (umumnya tembaga (Cu)) dengan kecepatan tinggi. Sinar-X

Page 30: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

15

tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke

segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan

sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X yang terdifraksi oleh sampel.

Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang-bidang kisi yang tersusun

secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula partikel-partikel

kristal yang terdapat di dalamnya. Cara kerja instrumen XRD ditampilkan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Instrumentasi XRD

Setiap bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi tertentu,

sehingga difraksi sinar-X memnuhi Hukum Bragg,

𝑛 𝜆 = 2 𝑑 sin 𝜃 (10)

dengan, n = orde difraksi (1, 2, 3,....)

𝜆 = Panjang gelombang sinar-X

d = Jarak kisi

𝜃 = Sudut difraksi

Hasil analisis dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital.

Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron,

Page 31: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

16

dengan detektor dalam sudut 2𝜃 per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut

2𝜃 . Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap

jumlah intensitas cahaya per detik.

Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi

dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2𝜃 tertentu. Besarnya intensitas

relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion

yang ada, serta distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi

setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit

parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan demikian,

sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan

kristalin yang berbeda (Warren, 1969).

2.7.X-Ray Fluorescence (XRF)

XRF merupakan spektrometri atom yang didasari oleh atom yang tereksitasi

akibat pancaran radiasi sinar-X. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi

suatu material berdasarkan panjang gelombang sinar-X dari elektron yang

berpindah kulit saat ditembakkan dengan sinar-X. Selain mengidentifikasi suatu

material, XRF juga dapat menentukan intensitas atau kadar suatu unsur dalam

material yang diuji (Settle, 1997).

Pada teknik difraksi sinar-X suatu berkas elektron digunakan. Sinar-X

dihasilkan dari tembakan berkas elektron terhadap suatu unsur di anoda untuk

menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang yang diketahui. Peristiwa ini

terjadi pada tabung sinar-X. Pada teknik XRF, digunakan sinar-X dari tabung

pembangkit sinar-X untuk mengeluarkan elektron dari kulit bagian dalam untuk

Page 32: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

17

menghasilkan sinar-X baru dari sampel yang dianalisis. Seperti pada tabung

pembangkit sinar-X, elektron dari kulit bagian dalam suatu atom pada sampel analit

menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang karakteristik dari setiap atom di

dalam sampel. Untuk setiap atom di dalam sampel, intensitas dari sinar-X

karakteristik tersebut sebanding dengan jumlah (konsentrasi) atom di dalam sampel.

Dengan demikian, jika kita dapat mengukur intensitas sinar–X karakteristik dari

setiap unsur, kita dapat membandingkan intensitasnya dengan suatu standar yang

diketahui konsentrasinya, sehingga konsentrasi unsur dalam sampel bisa ditentukan.

Cara kerja instrumen XRF ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Instrumentasi XRF (Shackley, 2011)

2.8. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan radiasi yang dihasilkan atau diserap oleh spesi atom

atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri adalah Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS) atau Spektrometri Serapan Atom, yang merupakan

Page 33: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

18

metode analisis unsur secara kualitatif yang pengukurannya berdasarkan

penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam

keadaan bebas (Skoog et al, 2000).

Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode

spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada

sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka ia akan tergantung pada

temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi

secara serentak terjadi pada berbagai spesies dalam suatu campuran. Sedangkan

dengan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat

dimungkinkan, tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap

atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan

atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur.

Metode serapan sangatlah spesifik,logam-logam yang membentuk campuran

kompleks dapat dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang

besar (Khopkar, 1990).

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu

sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi diturunkan dari:

1. Hukum Lambert: Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium

transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan

bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.

Page 34: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

19

2. Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara

eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar

tersebut.

It = Io.e-(εbc) (11)

atau,

A = - Log It/Io = εbc (12)

Dimana : Io = Intensitas sumber sinar

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Absortivitas molar

b = Panjang medium

c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

A = Absorbansi

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding

lurus dengan konsentrasi atom.

Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem

optik untuk pengukuran sinyal. Skema kerja AAS secara umum ditampilkan pada

Gambar 7.

Gambar 7. Skema Kerja Instrumentasi AAS

Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan diberi radiasi, sehingga atom

tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik

Page 35: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

20

ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi,

maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron

tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke

keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang

dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang

gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut.

Sampel analisis berupa cairan dihembuskan ke dalam nyala api burner dengan

bantuan gas bakar yang digabungkan bersama oksidan (bertujuan untuk menaikkan

temperatur) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan dasar yang

terbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang yang khas.

Sinar diserap sebagian, yang kemudian disebut sebagai absorbansi dan sinar yang

diteruskan merupakan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan

banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi,

terukur besarnya sinar yang diserap, sedangkan pada kurva emisi, terukur intensitas

sinar yang dipancarkan (Skoog et al, 2000).

Page 36: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli 2014 - Februari 2016 di

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan adalah peralatan gelas, plastik tahan panas,

kertas saring, desikator, termometer, lemari asam, neraca analitik, hot-

plate stirrer, oven, statif dan klem, botol, XRD Shimadzu XRD-7000,

XRF Thermo Niton XL3t, dan AAS Shimadzu AA-7000.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah bijih laterit yang diperoleh dari

daerah Sulawesi Tenggara dan sudah dihaluskan hingga ukuran 100 mesh,

akuades dan HCl 37% Merck.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Pelindian dengan variasi suhu

Dibuat 4 buah larutan asam klorida dengan konsentrasi 4 M dengan

volume 150 mL. Bijih laterit sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam

masing-masing larutan HCl yang sudah dipanaskan hingga suhu 30, 50,

70 dan 90 °C. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer 250 rpm selama 4

jam.

Page 37: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

22

3.3.2. Pelindian dengan variasi konsentrasi HCl

Dibuat 4 larutan HCl bervolume 150 mL dengan 4 variasi

konsentrasi berbeda yaitu 1,7; 2,4; 4; dan 6 M. Kemudian larutan

dipanaskan hingga suhu 90 °C. Sebanyak 15 gram bijih laterit yang

sudah dihaluskan dimasukkan kedalam masing-masing larutan yang

sudah dipanaskan dan diaduk dengan magnetic stirrer 250 rpm selama 4

jam.

3.3.3. Kinetika pelindian

Dibuat 4 larutan HCl konsentrasi 4 M bervolume 150 mL.

Kemudian keempat larutan HCl dipanaskan hingga suhunya masing-

masing 30, 50, 70 dan 90 °C. Sebanyak 1 gram bijih laterit kemudian

dimasukkan kedalam masing-masing larutan HCl yang sudah dipanaskan.

Selama pelindian berlangsung, setiap interval waktu yang sudah

ditentukan (3, 5, 10, 20, 30, 60, 120 dan 240 menit) sebanyak 2 mL filtrat

pelindian diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk

didinginkan.

3.3.4. Tahap karakterisasi akhir

Hasil pelindian disaring, sehingga diperoleh residu beserta

filtratnya. Residu pelindian terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian

dihaluskan untuk dianalisis dengan XRD dan XRF, sedangkan filtrat

pelindian diencerkan untuk dianalisis dengan AAS.

Pelindian yang dilakukan diberi kode A-X-X untuk membedakan

pelindian dengan variasi suhu dan pelindian dengan variasi konsentrasi

HCl. Kode A-2-X digunakan untuk pelindian variasi suhu, sedangkan

Page 38: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

23

kode A-3-X digunakan untuk pelindian variasi konsentrasi HCl. Variasi

pelindian bijih laterit ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Variasi pelindian bijih laterit

Kode temperatur

(°C)

konsentrasi HCl

(M)

waktu

(jam)

kecepatan

putaran (rpm)

A-2-1 30 4 4 250

A-2-2 50 4 4 250

A-2-3 70 4 4 250

A-2-4 90 4 4 250

A-3-1 90 6 4 250

A-3-2 90 4 4 250

A-3-3 90 2.4 4 250

A-3-4 90 1.7 4 250

A-2-1 : HCl 4 M pada suhu 30 °C

A-2-2 : HCl 4 M pada suhu 50 °C

A-2-3 : HCl 4 M pada suhu 70 °C

A-2-4 : HCl 4 M pada suhu 90 °C

A-3-1 : HCl 6 M pada suhu 90 °C

A-3-2 : HCl 4 M pada suhu 90 °C

A-3-3 : HCl 2.4 M pada suhu 90 °C

A-3-4 : HCl 1.7 M pada suhu 90 °C

Page 39: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Bijih Laterit

Pola difraksi yang dihasilkan dari bijih laterit yang dikarakterisasi dengan

XRD dan XRF ditampilkan pada Gambar 8. Pola difraksi tersebut dianalisis

dengan menggunakan Software Match! (Demo Version 2).

Gambar 8. Pola difraksi sinar-X bijih laterit sebelum pelindian

Pola difraksi laterit yang diperlihatkan Gambar 8 mengandung senyawa besi

Fe2O3 (hematite), FeOOH (goethite) (Baba et al, 2009; Putra, 2012), dan Fe3O4

(magnetite) (Maryono et al, 2014). Bijih laterit yang dianalisis sebelum pelindian

juga terkandung senyawa SiO2 dan Mg3Si2O5. Sama halnya yang dinyatakan oleh

Firdiyono et al (1983) bahwa selain besi, dalam laterit juga dapat ditemukan SiO2

(silika). Untuk menentukan komposisi kimia dari laterit yang digunakan dilakukan

analisis XRF (Tabel 2).

Page 40: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

25

Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia dengan XRF bijih laterit

Unsur Persen (%)

Mo 0,003

Pb 0,004

Zn 0,039

Ni 3,297

Co 0,149

Fe 30,111

Mn 0,556

Cr 0,803

Cd 0,114

Ag 0,161

Pd 0,061

Unsur lain 64,702

Total 100

Pada hasil analisis XRF (Tabel 2) dapat disimpulkan bahwa unsur Fe adalah

penyusun laterit terbesar dengan kadar sebesar 30,11 %. Sedangkan unsur Ni

menjadi unsur terbesar kedua dengan kadar sebesar 3,29 %. Evans (1989)

menyatakan bahwa batuan laterit kaya dengan kandungan besi, seperti senyawa

hematite dan goethite.

4.2. Pengaruh Suhu

Pola difraksi sinar-X residu hasil pelindian bijih laterit dengan variasi suhu

ditampilkan pada Gambar 9.

Page 41: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

26

Gambar 9. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit dengan variasi vuhu

Hubungan pola difraksi sinar-X bijih laterit dengan variasi suhu dinyatakan

pada Gambar 9, dimana dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pelindian,

maka intensitas puncak pada residu semakin kecil. Hal ini dapat dilihat dari

Gambar 9 dimana residu bijih laterit hasil pelindian didominasi senyawa SiO2 dan

FeOOH, baik sebelum pelindian maupun sesudah pelindian. Kemudian setelah

dilakukan pelindian dengan variasi suhu, terbentuk senyawa Fe2O3. Kumar (2003)

menyatakan bahwa suhu sangat mempengaruhi kemampuan penyeleksian zat

dalam suatu mineral pada proses pelindian. Laju reaksi pelindian dapat meningkat

dua sampai tiga kali lipat setiap kenaikan suhu 10 oC (Levine, 2009). Selain pola

difraksi sinar-X, dianalisis juga persentase senyawa besi dalam residu hasil

pelindian dengan software Match! pada Tabel 3.

Page 42: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

27

Tabel 3. Persentase senyawa hasil pelindian dengan variasi suhu

Suhu pelindian (°C) Hematite (%) Magnetite (%) Goethite (%) Quartz (%)

30 17.6 16.6 47.4 18.4

50 17.8 12.4 31.6 38.2

70 9.6 6.3 23.9 60.2

90 8.6 6.9 21.3 63.1

Persentase senyawa besi dalam residu bijih laterit hasil pelindian cenderung

berkurang seiring dengan suhu pelindian yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa

besi dalam bijih laterit larut dalam filtrat hasil pelindian. Hal ini juga didukung

oleh data pada Gambar 10, dimana analisis unsur besi dalam residu dilakukan

dengan XRF dan diperoleh bobot yang semakin menurun seiring dengan

meningkatnya suhu pelindian bijih laterit.

Gambar 10. Hasil analisis residu hasil pelindian variasi suhu dengan XRF

Suhu pelindian ditingkatkan dari 30 oC hingga 90 oC , dan bobot besi dalam

residu berkurang ketika dari 4.05 menjadi 0.42 gram. Pengurangan bobot ini

4,05

1,37

0,630,42

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

30 50 70 90Bob

ot

bes

id

ala

m r

esid

u (

gra

m)

Suhu pelindian (°C)

Page 43: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

28

terjadi karena besi sudah terlarut atau terekstrak ke dalam pelarut yang digunakan,

sehingga besi yang berada pada residu berpindah ke filtrat. Ayanda et al (2011)

menyatakan bahwa temperatur meningkatkan laju reaksi sehingga terjadi interaksi

antar molekul yang lebih tinggi dan senyawa-senyawa dalam bijih laterit menjadi

lebih mudah larut pada pelarut media asam. Dari pelindian yang dilakukan,

diperoleh suhu 90 oC sebagai suhu optimal untuk ekstraksi bijih laterit melalui

pelindian.

4.3. Pengaruh Konsentrasi

Konsentrasi pelarut HCl yang digunakan dalam pelindian bijih laterit adalah

1,7; 2,4; 4 dan 6 M dengan suhu pelindian 90 oC. Pola difraksi sinar-X dari residu

hasil pelindian variasi konsentrasi ditunjukkan Gambar 11.

Gambar 11. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit dengan variasi

konsentrasi HCl

Selain pola difraksi sinar-X, dari hasil analisa menggunakan software Match!

juga diperoleh persentase senyawa besi dalam residu hasil pelindian seperti yang

Page 44: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

29

ditampilkan pada Tabel 4. Ketika konsentrasi HCl dinaikkan hingga 6 M,

persentase senyawa besi seperti hematite, magnetite, dan goethite cenderung

menurun sedangkan senyawa kuarsa mengalami hal yang sebaliknya. Hal ini

menunjukkan bahwa unsur Fe dalam bijih laterit larut dalam filtrat pada saat

pelindian dengan konsentrasi HCl tinggi. Semakin meningkat konsentrasi pelarut

yang digunakan, maka jumlah mineral yang terlarut menjadi semakin bertambah

(Kumar, 2003).

Tabel 4. Persentase senyawa hasil pelindian dengan variasi konsentrasi HCl

Konsentrasi HCl

(M)

Hematite

(%)

Magnetite

(%)

Goethite

(%)

Quartz

(%)

1.7 17.0 7.7 47.9 27.4

2.4 7.1 4.5 22.5 65.9

4 15.9 3.4 25.6 55.0

6 7.0 7.1 23.8 62.2

Kemudian dianalisis kadar besi yang terdapat di dalam residu dengan

menggunakan XRF. Bobot besi yang terdapat pada residu hasil pelindian dapat

dilihat pada Gambar 12. Kenaikan konsentrasi pelarut HCl menyebabkan bobot

besi dalam residu semakin menurun dari 2.09 gram (HCl 1,7 M) menjadi 0.43

gram (HCl 4 M), Tapi kemudian bobot besi dalam residu meningkat kembali

menjadi 0.68 gram pada pelindian dengan konsentrasi HCl 6 M. Hal ini

disebabkan oleh sebagian besi dalam bijih laterit tidak larut ke dalam filtrat atau

larutan jenuh, sehingga pada konsentrasi 6 M nilai besi dalam residu menjadi

tinggi kembali. Kenaikan konsentrasi meningkatkan jumlah besi yang terekstrak

(Ayanda et al, 2011). Berdasarkan pelindian yang dilakukan, konsentrasi HCl 4 M

menjadi konsentrasi optimal untuk melarutkan besi dalam bijih laterit.

Page 45: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

30

Gambar 12. Hasil analisis residu pelindian variasi konsentrasi HCl dengan XRF

4.4. Kinetika Pelindian

Lamanya waktu pelindian bijih laterit dianalisis untuk mengetahui

banyaknya unsur besi yang terekstrak selama proses pelindian. Terdapat empat

variasi suhu berbeda yaitu 30, 50, 70 dan 90 °C. Keempat variasi suhu pelindian

yang berbeda juga dilakukan dengan interval waktu dari mulai 3, 5, 10, 20, 30, 60,

120 dan 240 menit. Variasi suhu dengan interval waktu pada pelindian bijih laterit

dilakukan untuk menentukan nilai energi aktivasi dari pelindian yang dilakukan.

Fraksi mol besi yang terekstrak pada filtrat hasil pelindian bijih laterit dengan

interval waktu pelindian ditampilkan pada Tabel 5.

Fraksi mol besi yang terekstrak dengan nilai tertinggi diperlihatkan Tabel 5

berada pada suhu 90 °C dengan waktu kontak 240 menit. Semakin tinggi suhu dan

waktu kontak maka fraksi mol besi yang terekstrak semakin tinggi. Waktu kontak

yang lama dan suhu yang tinggi dapat meningkatkan kadar besi yang terekstraksi

2,09

0,66

0,43

0,68

0

0,5

1

1,5

2

2,5

1,7 2,4 4 6

Bob

ot

bes

id

ala

m r

esid

u (

gra

m)

Konsentrasi HCl (mol/l)

Page 46: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

31

selama proses pelindian (Ayanda et al (2011); Baba et al (2005); Baba et al

(2009); dan Baba et al (2011)).

Tabel 5. Fraksi mol besi yang terekstrak selama pelindian

Waktu Pelindian (Menit) Fraksi Mol Besi Terekstraksi (x10-3)

30° C 50° C 70° C 90° C

3 0,73 2,49 5,72 13

5 0,92 5,96 6,95 14

10 0,96 3,98 14 21

20 1,2 6,95 16,2 16

30 1,37 7,44 15,9 18

60 2,31 12 18 30

120 3,24 16 16,3 19,3

240 6,95 18 19 19,6

Fraksi mol yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan kinetika

reaksi. Kinetika reaksi merupakan studi untuk menentukan kecepatan suatu reaksi

(Berry et al, 2000). Penghitungan kinetika dengan menggunakan model shrinking-

core dengan persamaan di bawah ini,

1 − (1 − 𝛼)1

3⁄ = 𝑘1𝑡 (1)

1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ = 𝑘2𝑡 (2)

Persamaan (1) dan (2) digunakan untuk menghitung perilaku pelindian.

Simbol α adalah fraksi mol besi terlarut saat proses pelindian terhadap mol HCl

dan t adalah lama pelindian dalam menit. Persamaan (1) menunjukkan laju

pelindian dikontrol oleh reaksi kimia (chemical reaction control) sedangkan

persamaan (2) menunjukkan laju pelindian dikontrol oleh difusi melalui lapisan

produk (diffusion through product layer control) (Levenspiel, 1999). Data dari

Page 47: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

32

persamaan (1) dan (2) akan dibuat ke dalam persamaan garis lurus, sehingga dapat

diperoleh nilai konstanta dari keempat suhu pelindian yang dilakukan.

𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐 (3)

Nilai 1 − (1 − 𝛼)1

3⁄ terhadap waktu pelindian ditampilkan pada Tabel 6.

Pada suhu 90 °C dan waktu pelindian 240 menit, diperoleh nilai 1 − (1 − 𝛼)1

3⁄

yang tinggi dibandingkan dengan suhu pelindian dan lama waktu kontak yang

rendah. Data pada Tabel 6 diperoleh hasil bahwa semakin lama kontak waktu

pelarut dengan bijih laterit serta suhu pelindian yang tinggi, maka nilai 1 −

(1 − 𝛼)1

3⁄ yang diperoleh juga tinggi.

Tabel 6. Nilai model kinetika chemical reaction controlled terhadap waktu

pelindian

Waktu

(Menit)

1 − (1 − 𝛼)1

3⁄ x10-3

30° C 50° C 70° C 90° C

0 0 0 0 0

3 0,24 0,83 1,91 4,35

5 0,3 1,99 2,32 4,69

10 0,32 1,33 4,69 7,05

20 0,39 2,32 5,43 5,36

30 0,46 2,49 5,33 6,04

60 0,77 4,02 6,04 10,1

120 1,08 5,36 5,46 6,47

240 2,32 6,04 6,37 6,58

Kemudian fraksi mol besi terekstrak dimasukkan ke dalam persamaan 2,

dan nilai 1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ terhadap waktu pelindian ditunjukkan

Tabel 6. Nilai persamaan 1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ tinggi diperoleh pada suhu

pelindian 90 °C serta waktu pelindian 240 menit. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa,

Page 48: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

33

waktu kontak bijih laterit yang lama serta suhu pelindian tinggi menghasilkan

nilai 1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ yang tinggi (Ayanda et al, 2011).

Tabel 7. Nilai model kinetika diffusion reaction controlled terhadap waktu

pelindian

Waktu

(Menit)

1 + 2(1 − 𝛼) − 3(1 − 𝛼)2

3⁄ x 10-6

30° C 50° C 70° C 90° C

0 0 0 0 0

3 0,18 2,07 10,93 56,66

5 0,28 11,87 16,15 65,74

10 0,31 5,29 65,74 148,39

20 0,47 16,15 88,11 85,94

30 0,63 18,51 84,87 108,87

60 1,78 48,26 108,87 304,07

120 3,5 85,94 89,21 125,24

240 16,15 108,87 121,36 129,18

Tabel 6 dan Tabel 7 memperlihatkan bahwa nilai persamaan (1) dan

persamaan (2) semakin meningkat. Data pada Tabel 6 dan Tabel 7 kemudian

dihitung nilai konstantanya, sehingga dapat digunakan untuk menghitung nilai

energi aktivasi (Havlik, 2008) dari pelindian bijih laterit yang dilakukan serta

ditentukan model pelindian yang terjadi pada pelindian bijih laterit.

Tabel 8. Nilai konstanta terhadap suhu resiprokal

Suhu (°C) Konstanta Korelasi (R2)

k1 (x10-3) k2 (x10-6) k1 k2

30 0,2147 1,298 0,7065 0,4664

50 0,7162 12,885 0,9233 0,794

70 0,7368 15,414 0,8326 0,8826

90 0,7082 19,327 0,5182 0,3925

Page 49: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

34

Langkah selanjutnya adalah pembuatan grafik ln k terhadap 1/T sesuai

persamaan (3) dimana sumbu X adalah 1/T dan sumbu Y adalah ln k. Huruf T

melambangkan suhu absolut (Kelvin). Penghitungan terhadap nilai konstanta laju

dilakukan dengan menggunakan logaritma natural atau ln. Nilai konstanta pada

Tabel 8 diperoleh dari data pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 9. Nilai ln k terhadap suhu resiprokal

Suhu (K) 1/T x 10-3 (K-1) ln k1 ln k2

363 2,75 -8,45 -13,55

343 2,9 -7,24 -11,26

323 3,09 -7,21 -11,08

303 3,3 -7,25 -10,85

Dari hasil perhitungan dapat diperoleh nilai konstanta k1 dan k2, serta

perhitungan nilai logaritma natural (ln) dari masing-masing konstanta. Data pada

Tabel 9 dibentuk menjadi persamaan garis yang gradiennya digunakan untuk

mencari nilai energi aktivasi dari pelindian yang dilakukan (Ayanda et al (2011);

Baba et al (2005); Baba et al (2009)). Penentuan energi aktivasi dilakukan dengan

cara membuat grafik dari ln k terhadap 1/T berdasarkan persamaan Arrhenius

yakni,

𝑘 = 𝐴 𝑒−𝐸𝑎

𝑅𝑇⁄ (4)

Atau bisa diubah menjadi,

ln 𝑘 = ln 𝐴 −𝐸𝑎

𝑅𝑇 (5)

Dengan nilai ln k pada sumbu Y serta nilai 1/T pada sumbu X dari Tabel 9,

diperoleh Gambar 13 dan Gambar 14. Kemudian dari Gambar 13 dan Gambar 14

diambil nilai gradien atau kemiringannya, untuk dihitung berapa besar energi

Page 50: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

35

aktivasi yang dihasilkan dari pelindian bijih laterit sesuai persamaan Arrhenius

(Havlik, 2008).

Nilai koefisien korelasi pada Gambar 13 lebih rendah dibandingkan dengan

nilai koefisien korelasi pada Gambar 14. Hal ini diperlihatkan dari nilai ln k yang

tidak linear dengan meningkatnya nilai 1/T. Ini artinya model shrinking-core

dalam pelindian bijih laterit yang dilakukan, yaitu kontrol secara kimia pada

Gambar 13 kurang berhubungan dibandingkan dengan kontrol secara difusi pada

Gambar 14.

Gambar 13. Grafik pengaruh ln k1 terhadap suhu resiprokal

Setelah dilakukan perhitungan dengan persamaan Arrhenius, energi aktivasi

yang diperoleh bernilai kecil. Pada persamaan k1, diperoleh energi aktivasi

sebesar 3.02 kJ mol-1. Sedangkan pada persamaan k2, diperoleh energi aktivasi

sebesar 6.88 kJ mol-1.

-7,25 -7,21 -7,24

-8,45

y = -0,363x - 6,63

R² = 0,593

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

2,75 2,91 3,09 3,3

ln k

1

1/T x 10-3 (K-1)

Page 51: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

36

Havlik (2008) menyatakan bahwa, besar energi aktivasi pada reaksi yang

dikontrol secara kimia berada di atas 42 kJ mol-1 dan secara difusi berada di

kisaran 4-13 kJ mol-1. Free (2013) juga menyatakan bahwa reaksi yang dikontrol

secara difusi memiliki energi aktivasi kurang dari 15 kJ mol-1. Dari penjelasan

tersebut, dapat dikatakan bahwa model shrinking-core yang mempengaruhi proses

pelindian bijih laterit Sulawesi Tenggara adalah kontrol secara difusi. Pelindian

yang dilakukan memiliki nilai energi aktivasi yang rendah, yang menunjukkan

bahwa pelindian bijih laterit dilakukan dengan spontan.

Gambar 14. Grafik pengaruh ln k2 terhadap suhu resiprokal

-10,85 -11,08 -11,26

-13,55

y = -0,828x - 9,615

R² = 0,7259

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2,75 2,91 3,09 3,3

ln k

2

1/T x 10-3 (K-1)

Page 52: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa,

1. Konsentrasi optimum proses pelindian bijih laterit diperoleh pada

konsentrasi HCl 4 M dan suhu pelindian pada 90 °C.

2. Berdasarkan model kinetika reaksi kimia heterogen, pelindian bijih laterit

Sulawesi Tenggara dikontrol oleh model shrinking core melalui reaksi

diffusion through product layer, dimana energi aktivasi dari pelindian yang

dilakukan bernilai 6,88 kJ mol-1. Hasil ini menunjukkan bahwa pelindian

bijih laterit dalam media HCL dapat berjalan dengan spontan dan signifikan

karena energi aktivasi reaksi pelindian yang relatif rendah.

5.2. Saran

Untuk membandingkan performa antar media asam pada pelindian bijih

laterit, diperlukan penelitian lanjutan mengenai pelindian bijih laterit dengan

menggunakan media asam jenis lain.

Page 53: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

41

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan alir proses penelitian

Page 54: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

42

Lampiran 2. Perhitungan dalam proses pelindian

A. Pengenceran Asam Klorida sebagai Pelarut

1. Diambil sebanyak 100 ml aquades ke dalam gelas beaker

2. Diambil juga HCl pekat (37% atau 12 M) sebanyak 50 ml

3. Kedua larutan dicampur sehingga diperoleh larutan HCl yang encer

V1 x M1 = V2 x M2

150 mL x M1 = 50 mL x 12 M

𝑀1 =50 𝑚𝐿 𝑥 12 𝑀

150 𝑚𝐿

M1 = 4 M

𝑀 =𝑛

𝑉

4 𝑀 =𝑛

0,15 𝐿

𝑛 = 4 𝑀 𝑥 0,15 𝐿

𝑛 = 0,6 𝑚𝑜𝑙

B. Penghitungan Konsentrasi Filtrat

𝑚𝑜𝑙 𝐹𝑒 = 𝐹𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 (𝑝𝑝𝑚) 𝑥 𝐹𝑃 𝑥 1

𝐴𝑟 𝐹𝑒𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝐿)

𝑚𝑜𝑙 𝐹𝑒 = 𝑝𝑝𝑚 𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑃 𝑥 1

55,85 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙𝑥 0,15 𝐿

Page 55: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

43

Tabel 10. Konsentrasi besi dalam filtrat hasil pelindian dengan variasi waktu

Suhu

(°C)

Waktu

(menit)

Konsentrasi

(ppm)

Faktor

Pengenceran

Konsentrasi

sebenarnya

(mol)

30

3 0,65 250x 4,36 x 10-4

5 0,82 250x 5,50 x 10-4

10 0,86 250x 5,77 x 10-4

20 1,07 250x 7,18 x 10-4

30 1,23 250x 8,25 x 10-4

60 2,07 250x 1,39 x 10-3

120 2,91 250x 1,95 x 10-3

240 1,27 1250x 4,2 x 10-3

50

3 2,44 250x 1,5 x 10-3

5 1,1 1250x 3,6 x 10-3

10 3,71 250x 2,4 x 10-3

20 1,27 1250x 4,2 x 10-3

30 1,36 1250x 4,5 x 10-3

60 1,1 2500x 7,35 x 10-3

120 1,47 2500x 9,9 x 10-3

240 1,64 2500x 0,011

70

3 1,05 1250x 3,45 x 10-3

5 1,27 1250x 4,2 x 10-3

10 1,28 2500x 8,55 x 10-3

20 1,49 2500x 9,9 x 10-3

30 1,46 2500x 9,75 x 10-3

60 1,65 2500x 0,011

120 1,59 2500x 0,01

240 1,81 2500x 0,012

90

3 1,24 1250x 8,25 x 10-3

5 1,3 2500x 8,7 x 10-3

10 1,92 2500x 0,013

20 1,57 2500x 0,01

30 1,65 2500x 0,011

60 2,82 2500x 0,019

120 1,76 2500x 0,01185

240 1,81 2500x 0,012

Page 56: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

44

C. Fraksi Mol Besi Terhadap Mol HCl

Tabel 11. Fraksi mol dalam filtrat hasil pelindian dengan variasi waktu

Suhu

(°C)

Waktu

(menit)

Konsentrasi

(mol) Fraksi Mol

30

3 4,36 x 10-4 7.26 x 10-4

5 5,50 x 10-4 9.16 x 10-4

10 5,77 x 10-4 9.6 x 10-4

20 7,18 x 10-4 1.19 x 10-4

30 8,25 x 10-4 1.37 x 10-4

60 1,39 x 10-3 2.31 x 10-3

120 1,95 x 10-3 3.24 x 10-3

240 4,2 x 10-3 6.95 x 10-3

50

3 1,5 x 10-3 2.49 x 10-3

5 3,6 x 10-3 5.96 x 10-3

10 2,4 x 10-3 3.98 x 10-3

20 4,2 x 10-3 6.95 x 10-3

30 4,5 x 10-3 7.44 x 10-3

60 7,35 x 10-3 0.012

120 9,9 x 10-3 0.016

240 0,011 0.018

70

3 3,45 x 10-3 5.72 x 10-3

5 4,2 x 10-3 6.95 x 10-3

10 8,55 x 10-3 0.014

20 9,9 x 10-3 0.0162

30 9,75 x 10-3 0.0159

60 0,011 0.018

120 0,01 0.0163

240 0,012 0.019

90

3 8,25 x 10-3 0.013

5 8,7 x 10-3 0.014

10 0,013 0.021

20 0,01 0.016

30 0,011 0.018

60 0,019 0.03

120 0,01185 0.0193

240 0,012 0.0196

Page 57: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

45

𝑋𝐹𝑒 =𝑛𝐹𝑒

𝑛𝐹𝑒 + 𝑛𝐻𝐶𝑙

Dimana,

XFe = Fraksi mol besi

nFe = Mol besi

nHCl = Mol HCl

D. Kinetika Pelindian

1. Fraksi mol tiap interval waktu pelindian dimasukkan ke dalam dua

persamaan shrinking-core yaitu model chemical reaction control (1-(1-

α)1/3) dan model diffusion reaction control (1+2(1-α)-3(1-α)2/3) sehingga

diperoleh dua tabel data. Fraksi mol dinyatakan dengan simbol α.

2. Dibuat grafik dari dua tabel tersebut menggunakan Microsoft Excel dengan

interval waktu pelindian sebagai sumbu X dan hasil perhitungan dengan

persamaan shrinking-core sebagai sumbu Y.

3. Dari grafik yang ditampilkan, terdapat persamaan seperti y = mx + c. Nilai

m merupakan gradien atau kemiringan garis. Nilai m ini digunakan sebagai

nilai k atau konstanta untuk menghitung energi aktivasi yang dihasilkan

dari pelindian yang dilakukan.

4. Pelindian yang dilakukan menggunakan empat variasi suhu yaitu 30°, 50°,

70° dan 90° C, sehingga terdapat 4 grafik dan ditambah 4 grafik lagi

dikarenakan terdapat dua persamaan model shrinking-core yang digunakan

untuk mencari nilai konstanta.

Page 58: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

46

Tabel 12. Nilai model shrinking core filtrat hasil pelindian variasi waktu

Suhu

(°C)

Waktu

(menit)

Fraksi

Mol 1-(1-α)1/3 1+2(1-α)-3(1-α)2/3

30

0 7.26 x 10-4 0 0

3 9.16 x 10-4 0,24 0,18

5 9.6 x 10-4 0,3 0,28

10 1.19 x 10-4 0,32 0,31

20 1.37 x 10-4 0,39 0,47

30 2.31 x 10-3 0,46 0,63

60 3.24 x 10-3 0,77 1,78

120 6.95 x 10-3 1,08 3,5

240 2.49 x 10-3 2,32 16,15

50

0 5.96 x 10-3 0 0

3 3.98 x 10-3 0,83 2,07

5 6.95 x 10-3 1,99 11,87

10 7.44 x 10-3 1,33 5,29

20 0.012 2,32 16,15

30 0.016 2,49 18,51

60 0.018 4,02 48,26

120 5.72 x 10-3 5,36 85,94

240 6.95 x 10-3 6,04 108,87

70

0 0.014 0 0

3 0.0162 1,91 10,93

5 0.0159 2,32 16,15

10 0.018 4,69 65,74

20 0.0163 5,43 88,11

30 0.019 5,33 84,87

60 0.013 6,04 108,87

120 0.014 5,46 89,21

240 0.021 6,37 121,36

90

0 0.016 0 0

3 0.018 4,35 56,66

5 0.03 4,69 65,74

10 0.0193 7,05 148,39

20 0.0196 5,36 85,94

30 7.26 x 10-4 6,04 108,87

60 9.16 x 10-4 10,1 304,07

120 9.6 x 10-4 6,47 125,24

240 1.19 x 10-4 6,58 129,18

5. Keempat nilai gradien dari masing-masing grafik tiap persamaan model

shrinking core digunakan sebagai nilai konstanta. Nilai konstanta

dimasukkan ke dalam persamaan ln 𝑘 = ln 𝐴 −𝐸𝑎

𝑅𝑇, dengan ln k sebagai

Page 59: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

47

sumbu Y dan 1/T sebagai sumbu X. Hasil perhitungan persamaan

shrinking core dapat dilihat pada Tabel 9.

6. Dari grafik yang ditampilkan akan muncul persamaan sama seperti dengan

y = mx + c. Nilai m dari persamaan baru ini adalah−𝐸𝑎

𝑅 dimana R adalah

konstanta gas (8,314 J/mol K) dan Ea adalah Energi aktivasi. Nilai m

untuk menghitung energi aktivasi dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

𝑚 = −𝐸𝑎

𝑅

𝑚 = −𝐸𝑎

8,314𝐽

𝑚𝑜𝑙 𝐾

K1 (1-(1-α)1/3)

𝐸𝑎 = −8.314 𝐽 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1 𝑥 − 0.363 𝑥 1000 𝐾

𝐸𝑎 = 3017.982 𝐽 = 3.02 𝑘𝐽 𝑚𝑜𝑙−1

K2 (1+2(1-α)-3(1-α)2/3)

𝐸𝑎 = −8.314 𝐽 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1 𝑥 − 0.828 𝑥 1000 𝐾

𝐸𝑎 = 6883.992 = 6.88 𝑘𝐽 𝑚𝑜𝑙−1

E. Persen Ekstraksi

Nilai persen ekstraksi dalam filtrat hasil pelindian diperoleh dari

banyaknya besi terekstrak dari proses pelindian dengan HCl. Lebih lanjut persen

ekstraksi dijelaskan oleh rumus berikut,

% 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑠𝑖 = 𝑏𝑒𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚)

𝑏𝑒𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑗𝑖ℎ 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑥 100%

Page 60: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

48

Persen ekstraksi besi dalam filtrat hasil pelindian bijih laterit dengan HCl

ditampilkan pada tabel 13. Kadar besi dalam bijih laterit 15 gram yang dianalisis

dengan XRF berjumlah 30,11 % atau berjumlah 4,51 gram. Persen ekstraksi

dihitung dari filtrat besi saat diambil pada menit ke-240.

𝑚 = 𝑛 𝑥 𝐴𝑟

Dimana, m = massa unsur (gram) n = mol zat

Ar = massa atom relatif unsur

Tabel 13. Persen ekstraksi besi filtrat hasil pelindian bijih laterit

Suhu pelindian

(°C)

Mol besi Jumlah besi dalam

filtrat (gram)

Persen ekstraksi

(%)

30 4.2 x 10-3 0.23 5.09

50 0.11 0.61 13.52

70 0.012 0.67 14.85

90 0.012 0.67 14.85

Lampiran 3. Pola difraksi sinar-X bijih laterit beserta residu hasil pelindian

Gambar 15. Pola difraksi sinar-X bijih laterit sebelum pelindian

Page 61: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

49

Gambar 16. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 30 °C

Gambar 17. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 50 °C

Page 62: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

50

Gambar 18. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 70 °C

Gambar 19. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit suhu 90 °C

Page 63: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

51

Gambar 20. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi HCl 6 M

Gambar 21. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi HCl 4 M

Page 64: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

52

Gambar 22. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi HCl 2.4 M

Gambar 23. Pola difraksi sinar-X pelindian bijih laterit konsentrasi HCl 1.7 M

Page 65: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

53

Lampiran 4. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit

Page 66: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

54

Lampiran 5. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 30 °C

Page 67: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

55

Lampiran 6. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 50 °C

Page 68: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

56

Lampiran 7. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 70 °C

Page 69: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

57

Lampiran 8. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

suhu 90 °C

Page 70: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

58

Lampiran 9. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian dengan

konsentrasi HCl 6 M

Page 71: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

59

Lampiran 10. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 4 M

Page 72: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

60

Lampiran 11. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 2.4 M

Page 73: PELINDIAN BIJIH LATERIT DENGAN ASAM KLORIDA PRATAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52747... · 2020. 10. 6. · masih tergolong rendah dan hingga saat ini belum

61

Lampiran 12. Hasil analisis komposisi kimia bijih laterit setelah pelindian

dengan konsentrasi HCl 1.7 M