pelaksanaan putusan dalam pembagian waris di …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/aina...

92
i PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI PENGADILAN AGAMA (Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb) Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Oleh: AINA SUFYA FUAIDA NIM 21108010 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012

Upload: others

Post on 19-May-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

i

PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN

WARIS DI PENGADILAN AGAMA

(Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb)

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh:

AINA SUFYA FUAIDA

NIM 21108010

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2012

Page 2: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

ii

KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos

50721 Salatiga http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]

Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Dosen STAIN Salatiga PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Saudara Aina Sufya Fuaida Kepada Yth, Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah Kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini Kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Aina Sufya Fuaida NIM : 21108010 Jurusan : Syari’ah Program studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah Judul :PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM

PEMBAGIAN WARIS DI PENGADILAN AGAMA (Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb)

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya

segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Salatiga, Desember 2012 Pembimbing, Dra. Siti Zumrotun, M. Ag NIP. 196701151998031002

Page 3: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

iii

SKRIPSI

PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS

DI PENGADILAN AGAMA

(Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb)

DISUSUN OLEH

AINA SUFYA FUAIDA

NIM: 21108010

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Salatiga, pada tanggal 14 Desember 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Syari’ah

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : H. agus waluyo, M. Ag

Sekretaris Penguji : Ilyya Muhsin, S.H.I. M.Si

Penguji I : Evi Ariyani, S.H.,M.H.

Penguji II : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.

Penguji III : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

Salatiga, 14 Desember 2012 Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M.Ag

NIP.1958082719830310002

Page 4: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aina Sufya Fuaida

NIM : 21108010

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, Desember 2012

Yang Menyatakan,

Aina Sufya Fuaida

Page 5: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

v

MOTTO

Kebenaran pasti akan menang

Tidak ada rencana buruk Tuhan untuk mencapainya

Karena keputusan Tuhan adalah yang terbaik bagi makhluknya

Memulai segala sesuatu dengan niat baik dan menjalaninya dengan jujur

Memupuk rasa peduli terhadap ciptaan-Nya

Page 6: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

vi

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan skripsi ini kepada:

1. Keluarga saya, terutama Bapak (Sahli Makhfuz) dan Ibu (Nur Anifah) yang

tak henti-hentinya memberikan dukungan dan mengalirkan do’a dalam setiap

usaha yang saya lakukan. Keberhasilan ini adalah do’a yang dengan ikhlas

dipanjatkannya.

2. Keluarga besar Sulaiman dan keluarga besar Makhfudz

3. Teman-teman yang selalu menginspirasi dan memotifasi. Rina, Muna, Fina,

Siti Fatimah, Ria, dan kawan-kawan lain yang dengan senang hati membantu

dalam kelancaran skripsi ini

4. Ilma & Sania sebagai tombo penat J

5. Kepada semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan saya semangat setiap hari

Page 7: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

vii

KATA PENGANTAR ÉO ó¡ Î0 «! $# Ç̀»uH÷q§�9$# ÉO ŠÏm §�9$#

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan

hidayahnya sehingga Skripsi, dengan judul KONSEP KEADILAN DALAM

PEMBAGIAN WARIS DI PENGADILAN AGAMA (Studi Analisis Putusan

Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb) telah dapat kami selesaikan. Kami ucapakan

terima kasih kepada :

1. Dr. Imam Sutomo M. Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Salatiga (STAIN).

2. Ilyya Muhsin, S.H.I. M.Si, selaku Ketua Program Studi Al-Ahwal Al-

Syakhshiyyah.

3. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dosen pembimbing.

4. Dosen-dosen yang dengan sabar mengampu kelas AHS’08

5. Segenap Hakim, Panitera, serta Pegawai Pengadilan Agama Ambarawa

yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan do’a sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Teman-teman, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangannya, sehingga saran dan kritik untuk kesempurnaan

skripsi ini sangat dibutuhkan.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

pada umumnya dan bagi penulis sendiri pada khususnya. Amin…

Salatiga, Desember 2012

Penulis

Page 8: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

viii

ABSTRAK Sufya Fuaida, Aina. 2012. PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM

PEMBAGIAN WARIS DI PENGADILAN AGAMA (Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb). Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi Al-Ahwal Al- Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

Kata kunci: Pelaksanaan, Pembagian Waris, Pengadilan Agama

Penelitian dilakukan dengan dasar untuk mengetahui penerapan KHI dalam pembagian waris di Pengadilan Agama dan penerapan terhadap putusan hakimdalam putusan nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Fokus penelitian yang ingin penulis jawab adalah (1) bagaimana pembagian waris dalam perkara nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama Ambarawa (2) bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb (3) bagaimana pelaksanaan putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Untuk menjawab pertanyaan tersebut pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan arsip putusan nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb, wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa dan salah satu pihak perkara tersebut. Sumber data lain adalah UU No.3 Th.2006, Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan buku-buku yang mendukung penelitian ini.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa objek sengketa waris yang dimaksud ditetapkan sebagai harta bersama karena tidak ada bukti bahwa harta tersebut telah dibagi. Pembagian waris dilakukan setelah dilakukan pembagian harta bersama. Terhadap dasar-dasar yang telah sesuai dalam putusan, pihak keluarga telah melakukan pembagian waris berdasar putusan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam memutuskan perkara waris nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb hakim telah menggunakan Kompilasi Hukum Islam. Penerapan Kompilasi Hukum Islam tersebut didukung oleh proses persidangan yang teliti dalam menilai saksi dan bukti serta persidangan tentang kewenangan mengadili dalam bidang kewarisan telah memenuhi seperti yang tertuang dalam UU Nomor 3 tahun 2006. Dan pelaksanaan dalam putusan tersebut telah dilakukan oleh keluarga.

Page 9: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

ix

DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................ii

PENGESAHAN KELULUSAN......................................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.......................................................iv

MOTTO..............................................................................................................v

PERSEMBAHAN.............................................................................................vi

KATA PENGANTAR.....................................................................................vii

ABSTRAK......................................................................................................viii

DAFTAR ISI.....................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................1

B. Fokus Penelitian...............................................................................5

C. Tujuan Penelitian..............................................................................5

D. Kegunaan Penelitian.........................................................................5

E. Penegasan Istilah..............................................................................7

F. Telaah Pustaka……………………………………………………..8

G. Kerangka teori……………………………………………………11

H. Metode Penelitian………………………………………………...13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................13

2. Kehadiran peneliti……………………………………………..14

Page 10: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

x

3. Lokasi Penelitian........................................................................14

4. Sumber Data..............................................................................15

5. Prosedur Pengumpulan Data......................................................16

6. Analisis Data..............................................................................17

7. Pengecekan Keabsahan Data.....................................................17

8. Tahap-tahap Penelitian..............................................................18

I. Sistematika Penulisan.....................................................................18

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Waris dalam Ilmu Faroidh.................................................20

1. Pengertian Waris menurut Kaidah Faroidh...............................20

2. Rukun dan Syarat Waris............................................................21

3. Golongan ahli waris...................................................................29

4. Pembagian Waris Islam.............................................................32

B. Konsep Keadilan Faroidh dalam Hukum Positif............................34

1. Perkembangan Hukum Waris Islam di Indonesia…………… 34

2. Pengertian waris menurut UU No 3 tahun 2006 dan KHI…….37

3. Pengadilan agama sebagai pelaksana hukum positif………….39

BAB III PAPARAN DATA

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Ambarawa…..……………50

1. Sejarah Pengadilan Agama Ambarawa......................................50

B. Gambaran Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb……………54

1. Gambaran umum Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb…54

2. Gambaran perkara oleh pihak tergugat……………………….55

Page 11: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

xi

3. Gambaran perkara oleh pihak penggugat……………………..57

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb……………………………………….57

BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis terhadap Pembagian Waris dalam Perkara Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama

Ambarawa……………………………………………………..….70

B. Analisis terhadap Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan

Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb……………………………….. 70

C. Analisis terhadap Pelaksanaan Putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb………………………………………...76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................78

B. Saran.............................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat

Indonesia sangat diperlukan mengingat Indonesia adalah bekas negara

jajahan, serta hukum yang berkembang dahulu adalah hukum yang

mengadopsi dari hukum negara lain. Hukum tersebut dirasa kurang sesuai

karena aturan yang mengacu adalah non-Islam sedangkan masyarakat

Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Aturan yang berjiwa

islami sangat diperlukan oleh masyarakat Islam dalam mencari keadilan

sebagai warga negara yang berbangsa dan bernegara.

Hal tersebut sudah ada sebelum kemerdekaan. Setelah kemerdekaan

aturan-aturan dalam pelaksanaan peradilan semakin berkembang, terbukti

dengan adanya lembaga peradilan tersendiri bagi warga negara beragama

Islam disertai dengan undang-undang yang mengatur dalam pelaksanaan

peradilan tersebut. Diantaranya adalah Undang-Undang No. 50 tahun 2009

penyempurnaan dari Undang-undang No. 3 tahun 2006 perubahan atas UU

No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama serta Kompilasi Hukum Islam dan

undang-undang lain yang membahas tentang zakat dan wakaf.

Dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2 UU No.7 tahun 1989 tentang undang-

undang peradilan agama “yang dimaksud pengadilan adalah pengadilan

agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan peradilan agama”.

Page 13: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

2

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.

Dengan adanya perkembangan undang-undang yang semakin

mendukung dalam pelaksanaan peradilan agama maka penerapan hukum

pun harus lebih maksimal. Dalam hal ini telah ada UU No. 3 tahun 2006

tentang Peradilan Agama lebih menjamin kedudukan Peradilan Agama

dalam lingkungan peradilan. Perubahan-perubahan pasal pun dilakukan

untuk mendukung pelaksanaan hukum Islam, seperti penerapan hak opsi

dalam perkara waris dan penguatan kedudukan Peradilan Agama. Akan

tetapi dalam pelaksanaannya masih terkendala oleh hukum Islam yang

belum terkodifikasi menjadi undang-undang, baru dalam bentuk instruksi

presiden (inpres) No. 1 Tahun 1991 yang terealisasi dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI).

Peraturan dalam bentuk inpres ini tidak dapat mendesak pelaksanaan

hukumnya dalam lingkungan peradilan. Maka untuk mengetahui sejauh

mana KHI diterapkan di lingkungan Peradilan Agama telah dilakukan

monitoring dalam putusan yang dihasilkan Pengadilan Agama (PA) dan

Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Secara implisit, hampir seluruh putusan

PA dan PTA menggunakan meteri KHI, namun secara eksplisit, dari 1008

putusan, 715 putusan (71%) menggunakan KHI, dan 293 putusan (29%)

tidak menggunakannya (muhibbin &wahid, 2009:180). Dari data acak ini

Page 14: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

3

kemudian timbul pertanyaan apakah putusan yang akan penulis lakukan

penelitian ini telah menggunakan kaidah hukum islam tersebut atau belum,

jika sudah, apakah penerapannya sudah tepat.

Lebih spesifik lagi mengenai penelitian ini, pembahasan akan

difokuskan pada perkara waris di Pengadilan Agama Ambarawa dengan

putusan nomor: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Berkaitan dengan telah

dihapusnya hak opsi dalam perkara waris Islam, maka PA dalam

memutuskan perkara juga harus menggunakan hukum Islam agar berimbang

antara penghapusan dan pelaksanaan.

Hukum waris yang penulis maksud agar diterapkan secara maksimal

di Pengadilan Agama adalah hukum waris islam (faroidh). Jika dalam

penjelasan pasal 49 huruf b UU No.3 tahun 2006 “yang dimaksud dengan

waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai

harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan

pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.” Maka

Pengadilan Agama (PA) bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara terhadap fakta-fakta yang ada sesuai kaidah faroidh

juga.

Dari putusan yang dihasilkan oleh Pengadilan Agama perlu dilakukan

pengkajian mengenai dasar putusan oleh hakim tentang keadilan yang

menyangkut kewarisan, seperti penentuan ahli waris dan bagian-bagiannya

Page 15: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

4

apakah telah sesuai dengan faroidh, dan hukum acara yang diberlakukannya

dalam perkara waris tersebut. Pembuktian ini sangat menentukan kualitas

putusan, karena kekuatan pembuktian ini mempunyai arti dengan putusan

hakim itu telah diperoleh kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam

putusan itu. Apa yang telah diputuskan oleh hakim harus dianggap benar

dan tidak boleh diajukan lagi perkara baru mengenai hal yang sama dan

antara pihak-pihak yang sama pula (nebis in idem) (Arto, 1998:265). Karena

putusan hakim sagat menentukan sebuah perkara maka pengkajian tentang

adil tidaknya putusan tersebut sangat perlu diteliti lagi.

Oleh karena itu peneliti mengambil judul KONSEP KEADILAN

FAROIDH DALAM PEMBAGIAN WARIS DI PENGADILAN AGAMA

(Studi Analisis Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb) yang kemudian

menjadi fokus penelitiannya. Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana

penerapan hukum waris Islam serta hukum acaranya dalam penyelesaian

perkara waris di Pengadilan Agama.

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini mempunyai pembahasan yang menarik dan tidak

keluar dari alur yang dibicarakan, maka penelitian ini difokuskan pada:

1. Bagaimana pembagian waris dalam perkara nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama Ambarawa?

Page 16: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

5

2. Bagaimana konsep keadilan hukum formil dalam persidangan

pembagian waris di Pengadilan Agama aplikasi terhadap putusan

Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb?

C. Tujuan Penelitian

Dari fokus penelitian yang dilakukan, penelitian ini ditujukan untuk:

1. Untuk mengetahui pembagian waris dalam perkara nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama Ambarawa.

2. Untuk mengetahui konsep keadilan dalam hukum acara serta hukum

materiil terhadap pembagian waris di Pengadilan Agama aplikasi

terhadap putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb.

D. Kegunaan Penelitian

Terasa kurang bermanfaat jika penelitian yang dilakukan tidak

mempunyai kegunaan. Seperti halnya penelitian yang dilakukan penulis,

walaupun sederhana akan tetapi diharapkan mempunyai kegunaan seperti

yang diharapkan penulis. Yaitu:

1. Bagi akademik

Sebagai implementasi penerapan teori yang didapat dalam mata

kuliah Hukum Acara Peradilan Agama, yang berkaitan erat dengan

pengembangan profesionalitas jurusan Al-Ahwal As-Syakhsyiyyah.

Karena teori dapat dikaji secara langsung dalam perkara nyata, maka

Page 17: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

6

penerapan antara teori dan praktek sangat diperlukan dalam

pengembangan mahasiswa.

2. Bagi mahasiswa

Mengetahui dengan jelas pratek beracara di Pengadilan Agama dan

penerapannya dalam menerapkan hukum pada suatu perkara. Lebih

khusus lagi, agar mahasiswa lebih mendalami pratek hukum waris Islam

yang berkaitan dengan pembagian waris, pembagian waris yang

kaitannya dengan hukum materiil, hukum formil, dan hukum acara di

lingkungan peradilan agama.

3. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hukum,

khususnya hukum perdata Islam. Karena dalam kehidupan masyarakat

tentunya tidak terlepas dari masalah-masalah atau pratek hukum perdata

dalam kehidupannya. Serta agar masyarakat tahu tentang perkembangan

undang-undang di Indonesia yang dalam teorinya mengacu pada

keadilan bagi masyarakat.

E. Penegasan Istilah

KONSEP KEADILAN FAROIDH DALAM PEMBAGIAN WARIS

DI PENGADILAN AGAMA (Studi Analisis Putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb) adalah judul terhadap penelitian ini. Agar tidak

terjadi salah penafsiran, maka penulis tegaskan mengenai istilah-istilah yang

penulis gunakan.

Page 18: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

7

1. Keadilan: pernilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan

apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidak

melanggar hukum (Darmodiharjo, Shidarta, 1999: 164)

2. Faroidh: pengetahuan mengenai pembagian warisan (pusaka orang yang

meninggal) menurut hukum Islam (Poerwadarminta, 2006:328)

3. Pengadilan Agama: bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.

4. Analisis: penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan

sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk

perkaranya dan sebagainya (Poerwadarminta, 2006:37).

5. Putusan adalah hasil atau kesimpulan akhir dari suatu pemeriksaan

perkara (Puspa, 1977: 695).

F. Telaah Pustaka

Waris merupakan salah satu bidang perdata Islam. Di dalamnya

terdapat pembahasan tentang penentuan harta waris, ahli waris, dan

pembagian waris. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai waris yang

meliputi hal tersebut. Penelitian yang difokuskan pada bagian waris

diantaranya:

- Wasiat Wajibah sebagai Alternatif Waris Anak Angkat (Nor Fuad Zen:

2002)

Page 19: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

8

- Pembagian Warisan dengan Jalan Hibah menurut Pandangan Islam

(Slamet Aryanto: 2009)

Penelitian yang difokuskan pada ahli waris diantaranya:

- Pembagian Harta Warisan bagi Keturunan Punah (Hanik Adityassari:

2009),

- Hak Waris Anak dari Proses Bayi Tabung (Isti Haryanti: 2004),

- Bagian Waris Anak dalam Kandungan (Ambar Setiawati: 2004),

- Bagian Waris Anak Luar Nikah menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

(Hartati: 2002).

Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pembagian waris diantaranya:

- Pelaksanaan Hukum Waris dalam Masyarakat Islam (Muhammad Ali

Asad: 2010),

- Hak Opsi dalam Hukum Waris di Indonesia (Nanik Dyah Anggraeni:

2001),

- Faktor-Faktor Penyebab Keengganan Masyarakat Muslim Salatiga untuk

Mengajukan Perkara Waris di Pengadilan Agama (Siti Zumrotun: 2007).

Inilah beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai waris.

Kemudian yang peneliti lakukan adalah penelitian mengenai konsep

keadilan dalam Pembagian Waris di Pengadilan Agama, yang meliputi

hukum materiil, formil, dan hukum acara peradilan agama. Tentang

penentuan harta warisan, ahli waris, dan bagian waris menurut kaidah

faroidh di Indonesia seperti yang tercermin dalam Kompolasi Hukum Islam.

Page 20: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

9

Hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya, dalam kaitan

penerapan faroidh dan hukum positif seperti yang disebutkan dalam

penelitian Nanik Dyah Anggraeni (2001) memberi tanggapan tentang hak

opsi dalam pelaksanaan hukum waris di Indonesia “karena adanya

keinginan sebagian anggota DPR agar hukum waris barat (BW) berlaku

bagi umat Islam karena dalam hukum waris Islam saudara yang berlainan

agama tidak berhak mendapat waris, serta hukum waris Islam dianggap

tidak memberikan keadilan antara laki-laki dan perempuan, dalam hukum

waris tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan.”

Nor Fuad Zen (2002) menyimpulkan tentang pelaksanaan wasiat

wajibah terhadap anak angkat “hukum Islam memperbolehkan pengankatan

anak dengan syarat tidak menimbulkan suatu ikatan kemahramanyang

mengakibatkan dapatsaling menghaki dan mewarisi. Dengan kata lain anak

angkat tersebut tetap orang lain dan bukan termasuk ahli waris. Ajaran

Islam sangat menjunjung prinsip keadilan dan kemanusiaan, memberikan

jalan keluar dalam masalah kewarisan dengan member sebagian harta

kepada anak angkat dengan jalan wasiat wajibah. Anak angkat berhak

mendapat wasiat wajibah. Dan dalam pemberian wasiat itu harus

didahulukan daripada pembagian warisan, tanpa melebihi batas bagian

wasiat itu sendiri sebesar 1/3 dari harta peninggalan.”

Siti Zumrotun (2007) “faktor penyebab keengganan masyarakat untuk

mengajukan perkara waris di Pengadilan Agama adalah masyarakat memilih

menyelesaikan perkara waris dengan cara kekeluargaan dalam arti tidak

Page 21: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

10

harus di ajukan ke Pengadilan Agama namun tetap berdasarkan ketentuan

hukum waris Islam, adanya pembagian harta sebelum pemilik harta

meninggal dunia merupakan solusi terbaik untuk menghindari sengketa

setelah pemilik harta meninggal dunia, dan adanya pendapat bahwa

penyelesaian perkara waris di Pengadilan Agama sulit dan membutuhkan

banyak waktu.”

Muhammad Ali Asad (2010) menyimpulkan mengenai pelaksanaan

hukum waris dalam masyarakat Islam dapat dilakukan melalui pembagian

warisan atas ketentuan faraidh yang berdasarkan teks Al-Qur’an atau

pembagian harta berdasarkan keadilan antara laki-laki dan perempuan

dengan jalan hibah pada saat pewaris (orang tua) masih hidup.

G. Kerangka Teori

1. Surat Annisa ayat 11

ÞOä3ŠÏ¹ qムª! $# þ’Îû öNà2 ω»s9÷rr& ( Ì�x.©%#Ï9 ã@ ÷VÏB Åeá ym Èû÷üu‹sVRW{ $# 4 bÎ*sù £̀ä.

[ä!$|¡ ÎS s-öqsù Èû÷ütGt̂øO$# £̀ßgn=sù $sVè=èO $tB x8 t�s? ( bÎ)ur ôM tR%x. Zoy‰Ïm ºur $ygn=sù

ß# óÁ ÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ ur Èe@ ä3Ï9 7‰Ïn ºur $yJåk÷]ÏiB â̈ ߉ �¡ 9$# $£JÏB x8 t�s? bÎ) tb%x. ¼çms9

Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍ‘urur çn#uqt/r& ÏmÏiBT| sù ß] è=›W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s!

×ouq÷z Î) ÏmÏiBT| sù â̈ ߉ �¡ 9$# 4 .̀ÏB ω÷èt/ 7p§‹Ï¹ ur ÓÅ» qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä

Page 22: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

11

öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâ‘ô‰s? öNßg•ƒr& Ü> t�ø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒ ƒÌ�sù šÆ ÏiB «! $# 3 b̈Î)

©! $# tb%x. $̧JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÈ

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

2. Pasal 2 UU No.7 Tahun 1989 menyebutkan bahwa peradilan agama

merupakan salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari kedilan

yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu.

3. Penjelasan umum angka 2 alenia ketiga UU No.7 Tahun 1989

menerangkan bahwa pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat

pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-

perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqoh berdasarkan hukum

Islam.

4. Asas personalitas keislaman.

Page 23: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

12

Dari ketentuan pasal 2 dan rumusan penjelasan umum angka 2

alenia ketiga UU No.7 Tahun 1989, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

a. Pihak-pihak yang bersengketa harus sama-sama pemeluk agama

Islam

b. Perkara perdata yang disengketakan terbatas mengenai perkara

dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqoh

c. Hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut

berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu cara penyelesaian

berdasarkan hukum Islam (Harahap, 2003: 57).

5. Penjelasan umum angka 1 alenia kedua UU No.3 Tahun 2006

perubahan UU No.7 Tahun 1989 menyatakan bahawa “para pihak

sebelum berperkara dapat memepertimbangkan untuk memilih hukum

apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”, dinyatakan dihapus.

Maka penegasan pada poin 5 huruf c diatas lebih dipertegas

pelaksanaannya dengan adanya UU No.3 Tahun 2006.

6. Pasal 193 KHI menegaskan, apabila dalam pembagian harta warisan

diantara para ahli waris dzawil furudh menunjukkan bahwa angka

pembilang lebih kecil dari angka penyebut sedangkan tidak ada ahli

waris ashobah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan

secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang

sisanya dibagi berimbang di antara mereka.

H. Metode Penelitian

Page 24: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan

Penelitian ini berdasarkan pada penelitian hukum yang

dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis empiris. Pendekatan

yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat

suatu kenyataan hukum yang terjadi di masyakat yang berfungsi

untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi perundang-undangan

(Ali, 2009:105). Dalam penelitian ini yang dicari adalah klarifikasi

pelaksanaan pembagian waris dengan dasar KHI dan faroidh di

Pengadilan Agama Ambarawa.

b. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini secara spesifik bersifat deskriptif analitis,

yang mengungkapkan aturan perundang-udangan yang berkaitan

dengan objek penelitian dan pelaksanaanya di masyarakat (Ali,

2009:105-106). Metode ini dimasudkan untuk memperoleh

gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti

mungkin tentang objek yang diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui penerapan pelaksanaan pembagian waris di Pengadilan

Agama Ambarawa dalam putusan no: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb

telah memenuhi kedilan dan faroidh atau belum, serta mencari

sebab-sebab diputuskannya hal tersebut. Kajian tentang suatu

putusan sangat penting karena untuk mengetahui adil dan sah

tidaknya suatu putusan.

Page 25: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

14

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti dalam penelitian ini melakukan wawancara secara

langsung ke Pengadilan Agama Ambarawa sebagai sumber pertama

yang dapat dimintai keterangan secara jelas sebagai lembaga yang

bertugas dan berwenang dibidang waris Islam. Serta peneliti

mengkroscek keadaan sebenarnya silsilah keluarga di keluarga para

pihak yang berperkara sebagai bahan analisis putusan Pengadilan

Agama Ambarawa dalam penerapan pembagian waris putusan nomor:

632/Pdt.G/2007/PA.Amb.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian pembagian waris dan acara persidangan dilaksanakan

di Pengadilan Agama Ambarawa yang terletak di Jalan Ambarawa-

Yogyakarta, Dusun Ngampin, Ambarawa. Peneliti memilih lokasi ini

karena Pengadilan Agama Ambarawa adalah salah satu pengadilan

agama terdekat dengan tempat tinggal peneliti. Kemudian penelitian

juga diadakan di Desa Baran Gembongan, Ambarawa sebagai tempat

tinggal salah satu pihak yang berperkara.

4. Sumber Data

Peneliti menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya (Ali, 2009:106). Data primer dalam penelitian ini

adalah:

Page 26: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

15

1) Informan

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah

salah satu Hakim Pengadilan Agama Ambarawa yang

menangani perkara waris dengan putusan nomor:

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Dan Ibu Siti Kalimah sebagai salah

satu tergugat yang dirasa oleh peneliti sebagai pihak yang netral

meskipun kedudukannya sebagai tergugat.

2) Dokumen

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Arsip Putusan, yaitu arsip yang isinya tentang surat gugatan,

jawaban tergugat, replik, duplik, putusan sela, relas panggilan,

berita acara persidangan, foto kopi bukti tertulis dan putusan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen

resmi (Ali, 2009:106). Data sekunder dalam penelitian ini adalah:

1) UU No.7 Th.1989 tentang Peradilan Agama.

2) UU No.3 Th.2006 peubahan atas UU No.7 Th.1989

3) Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

4) Dan buku-buku yang mendukung penelitian ini.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan metode penelitian lapangan (Ali, 2009:107).

Page 27: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

16

Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dokumentasi,

wawancara, dan observasi.

a. Dokumentasi

Dokumentasi menjadi kajian pokok penelitian ini, karena

penelitian ini bersumber dari putusan yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Ambarawa. Dokumentasi dilakukan untuk

mengamati akta putusan nomor: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Serta

mengamati kaidah-kaidah faroidh yang digunakan dalam putusan

no: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Penelitian bermula dari mengkaji isi

putusan, kemudian tahap berikutnya adalah wawancara dan

observasi untuk mengetahui dasar-dasar putusan.

b. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh

pewawancara dengan orang yang diwawancarai dengan maksud

untuk mendapatkan suatu kejelasan tetang suatu masalah (Moleong,

2002:135). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada para

informan kunci dan informan pangkal. Informan kunci yakni para

hakim yang menanggani menangani perkara waris dengan putusan

nomor: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb dan Ibu Siti Kalimah sebagai salah

satu tergugat yang bersikap netral.

c. Observasi (pengamatan)

Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tidak

berperan serta yang mempunyai satu fungsi yaitu melakukan

Page 28: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

17

pengamatan (Moleong, 2002:126). Pengamatan yang dilakukan

adalah dengan mengamati silsilah keluarga dari ahli waris dalam

putusan.

6. Analisis Data

Analisis lebih diitik beratkan pada putusan Pengadilan Agama

Ambarawa tentang penerapan hukum dan pertimbangan hakimnya.

Kemudian mengkoreksi tentang pembagian waris apakah praktek yang

ada sudah sesuai dengan kaidah faroidh atau belum mengingat dalam

ilmu faroidh terdapat derajat-derajat pewaris, yang mana akan

dikroscek oleh peneliti kepada pihak keluarga langsung .

7. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan

tehnik trianggulasi data yaitu dengan membandingkan apa yang

diperintahkan perundang-undangan tentang pembagian waris dan

pembagian waris secara faroidh mutlak melalui kajian pustaka. Serta

data yang telah diperoleh dicek kembali kebenaran aslinya ke pihak

yang berperkara.

8. Tahap-tahap Penelitian

Tahapan penelitian dalam penelitian ini dengan:

a. Observasi pendahuluan ke Pengadilan Agama Ambarawa dengan

melihat Buku Pantauan Perkara dan memutuskan pengambilan

perkara.

b. Wawancara dengan Hakim, panitera, dan wakil panitera.

Page 29: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

18

c. Pengambilan salinan akta putusan.

d. Observasi di Pengadilan Agama Ambarawa dan salah satu pihak

yang berperkara.

e. Analisis.

f. Kesimpulan.

I. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi: Latar Belakang Masalah, Fokus

Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah,

Metode Penelitian, yang memuat: Pendekatan dan Jenis Penelitian,

Kehadiran Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur

Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-

tahap Penelitian. Dan diakhir bagian pendahuluan adalah Sistematika

Penulisan.

BAB II Membahas tentang pengertian dasar waris yang meliputi:

Konsep Waris dalam Ilmu Faroidh dan Konsep Waris dalam Undang-

Undangan. Konsep Waris dalam Ilmu Faroidh berisikan Pengertian Waris

menurut Kaidah Faroidh, Sebab-Sebab Waris, Golongan Ahli Waris,

Derajat-Derajat Waris, Azaz-Azaz Kewarisan, dan Pembagian Waris Islam.

Konsep Keadilan Faroidh dalam Undang- Undang berisikan Pengertian

Waris menurut Undang-Undang, Perkembangan Hukum Waris Islam di

Indonesia, Pengadilan Agama Sebagai Lembaga Pelaksana Perundang-

Undangan yang menjelaskan tentang Kompetensi Pengadilan Agama dalam

Page 30: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

19

perkara waris, Asas-Asas Peradilan Agama, Dasar Pembagian waris

menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI).

BAB III membahas tentang Gambaran Umum Pengadilan Agama

Ambarawa dan Gambaran Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. yang

memuat tentang Gambaran Umum Perkara Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb, Gambaran Perkara oleh Pihak Tergugat,

Gamabaran Perkara oleh Pihak Penggugat, dan Gambaran Perkara terhadap

Putusan Hakim.

BAB IV berisi tentang pembahasan. Analisis pertimbangan hakim

dalam memutuskan perkara No: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb terhadap kaidah

faroid dan hukum formil serta hukum acara yang berlaku.

BAB V berisi kesimpulan dan saran-saran terhadap penelitian yang

dilakukan.

Page 31: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

20

BAB II

PENGERTIAN DASAR WARIS

A. Konsep Waris Dalam Ilmu Faroidh

1. Pengertian Waris Menurut Kaidah Faroidh

Faroidh adalah bentuk jama’ dari faridhoh yang artinya bagian yang

ditentukan kadarnya. Mawarist adalah bentuk jama’ dari kata mirost yang

artinya harta peninggalan dari orang-orang yang meninggal untuk ahli

warisnya. Faroidh dalam arti mawarist, hukum waris-mewaris, dimaksud

sebagai bagian atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut

ketentuan syara’.

Asy-Syarbaini dalam kitabnya Aghnil Muhtaj mendefinisikan faroidh

adalah ilmu fiqh yang bersangkut paut dengan pembagian harta pusaka, dan

mengetahui perhitungan yang dapat menyampaikan kepada mengetahui hal

tersebut dan mengetahui kadar yang wajib dari harta pusaka yang menjadi

milik tiap orang yang berhak (Departemen Agama, 1986:2)

Catatan yang perlu diperhatikan adalah pengertian dari peninggalan.

Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqoha ialah segala

sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau lainnya.

Jadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang

meninggal dinyatakan sebagai peninggalan. Termasuk di dalamnya

persangkutan utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok

hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utang piutang yang

Page 32: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

21

berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan (misalnya

pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya) (Ash-

Shabuni, 2007:33).

Dalam hal pembagian harta peninggalan atau tirkah pembagian waris

diadakan setelah hak-hak yang berhubungan dengan tirkah terpenuhi yaitu

kepentinngan pewaris yang meliputi semua biaya yang diperlukan pewaris

sejak kematiannya sampai dimakamkan, pembayaran hutang pewaris,

melaksanakan wasiat pewaris, serta penentuan ahliwaris. Barulah harta

peninggalan dibagikan kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan

bagiannya masing-masing.

2. Rukun dan Syarat Waris

a. Rukun Waris

Terjadinya waris mewaris ketika terdapat:

1) Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia.

2) Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima

harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan

(nasab), atau ikatan pernikahan, atau lainnya.

3) Harta warisan, yaitu harta yang secara mutlak dimiliki oleh orang

yang meninggal semasa hidupnya.

b. Syarat Waris

Terhadap pelaksanaan waris harus terjadi ketika:

Page 33: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

22

1) Meninggalnya seseorang/pewaris, menjadi syarat mutlak terjadinya

waris atau peralihan harta. Jika peralihan harta terjadi ketika seseorang

masih hidup maka hal tersebut adalah hibah.

2) Ahli waris dalam keadaan hidup, jika ahli waris telah meninggal

terlebih dahulu maka itu adalah pewaris. Jika ahli waris meninggal

bersamaan dengan pewaris, maka para fuqoha menyatakan mereka

adalah orang yang tidak mendapat waris.

3) Diketahui posisi para ahli waris, maksudnya adalah mengetahui

silsilah jalur kekeluargaan karena akan berdampak pada bagian-bagian

waris yang akan diterimanya.

4) Tidak ada halangan untuk mewaris.

3. Golongan Ahli Waris

Penggolongan ahli awaris dapat diklasifikasikan karena (1) jenis

kelamin (2) pembagian yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an.

Berdasarkan Surat An-Nisa 176 yang menyebutkan “…dan jika mereka

(ahli waris terdiri atas) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian

seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara

perempuan…”, maka dari ayat ini yang dapat diperjelas adalah ketentuan

siapa saja yang menjadi ahli waris dari golongan laki-laki dan perempuan.

Dalam bukunya Muhammad Ali Ash-Shabuni (2007:68) menyebutkan

ahli waris golongan laki-laki ada lima belas, meliputi: (1) anak laki-laki, (2)

cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak),

(5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-

Page 34: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

23

laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-

laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11)

paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara

kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki

yang memerdekakan budak. Sedangkan ahli waris golongan perempuan ada

sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan

anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6)

saudara kandung perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara

perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.

Dari ahli waris tersebut diatas ketentuan yang pasti adalah pembagian

2:1 terhadap laki-laki berbanding perempuan. Jika ahli waris semua itu ada,

maka terdapat ahli waris yang menghalangi hak ahli waris lain. Lebih

mudahnya tersaji dalam table berikut

Tabel 2.1 Ahli Waris beserta Penghalannya

No Ahli waris Terhalang oleh 1 Kakek Bapak atau kakek yang lebih dekat 2 Nenek Ibu 3 Cucu Anak laki-laki 4 Sudara

sekandung a) Bapak b) Anak c) Cucu laki-laki dari anak laik-laki

5 Saudara sebapak

a) Bapak b) Anak c) Cucu laki-laki dari anak laik-laki d) Saudara sekandung

6 Saudara seibu a) Anak (laki-laki/perempuan) b) Cucu (laki-laki/perempuan) c) Bapak d) Kakek e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki sebapak

7 Anak laki-laki a) Anak laki-laki

Page 35: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

24

dari saudara laki-laki sekandung

b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki c) Bapak d) Kakek e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki sebapak

8 Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak

a) Anak laki-laki b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki c) Bapak d) Kakek e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki sebapak g) Anak saudara sekandung

9 Saudara sekandung dari bapak

a) Anak laki-laki b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki c) Bapak d) Kakek e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki sebapak g) Anak saudara sekandung h) Anak dari saudara sebapak

10 Saudara sebapak dari bapak

a) Anak laki-laki b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki c) Bapak d) Kakek e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara laki-laki sebapak g) Anak saudara sekandung h) Anak dari saudara sebapak i) Saudara kandung dari bapak

11 Anak dari paman sekandung

a) 9 orang dari poin 10 b) Saudara sebapak dari bapak

12 Anak lebih dari saudara laki-laki sekandung

a) 9 orang dari poin 10 b) Saudara sebapak dari bapak c) Anak dari paman sekandung

13 Cucu perempuan dari anak laki-laki

Anak laki-laki

Penggolongan ahli waris berdasarkan ketentuan bagian waris yang

telah ditetapkan meliputi:

Page 36: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

25

a. Ashabul furudh adalah orang yang bagian-bagian warisnya telah

ditentukan oleh nash Al-Qur’an, hadist, atau ijma’ para ulama.

Bagian-bagian yang telah ditetapkan serta ahli waris yang berhak

atas bagian yang telah ditetapkan tersebut tersaji dalam table berikut:

Tabel 2.2 Bagian-bagian Ahli Waris

No Bagian Ahli Waris

1 ½ a. Anak perempuan tunggal b. Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki c. Saudara perempuan sekandung tunggal d. Saudara perempuan sebapak tunggal e. Suami jika istri yang meninggal tidak ada anak

2 ¼ a. Suami jika istri yang meninggal punya anak b. Istri jika suami tidak meninggalkan anak

3 1/8 a. Istri jika suami meninggalkan anak

4 1/3 a. Ibu jika masalah gharawain b. 2 saudara perempuan atau lebih yang seibu jika tak

ada anak atau orang tua 5 1/6 a. Ibu jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki atau

meninggalkan 2 saudara atau lebih b. Bapak jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki

6 2/3 a. Dua anak perempuan atau lebih jika tak ada anak laki-laki

b. Dua cucu perempuan dari anak laki-laki jika tak ada anak perempuan

c. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih d. Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih

Dari besarnya bagian yang disebutkan diatas disimpulkan bahwa

tetap ada ketentuan berlakunya. Contoh suami berhak mendapat bagian ½

dan ¼ . berhak mendapat ½ ketika mayat tidak meninggalkan anak, dan

berhak mendapat ¼ ketika mayat meninggalkan anak. Untuk lebih

jelasnya bagian-bagian secara individu tersaji dalam table berikut:

Page 37: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

26

Tabel 2.3 Bagian-bagian yang ditetapkan secara Individu

No Bagian Ketentuan bagian yang harus diterima

1 Suami a. ½ jika mayat tidak meninggalkan anak b. ¼ jika mayat meninggalkan anak

2 Istri a. ¼ jika mayat tidak meninggalkan anak b. 1/8 jika mayat meninggalkan anak

3 Anak laki-laki

a. Sendirian menghabiskan harta b. Bersama saudara laki-laki harta dibagi rata c. Bila ada waris lain dia mendapatkan sisa harta

4 Anak perempuan

a. ½ jika sendirian b. 2/3 jika saudara perempuannya banyak c. Ashobah jika bersama saudara laki-laki

5 Cucu laki-laki

a. Jika tak ada waris lain ia menghabiskan harta b. Jika bersama saudaranya dibagi rata c. Jika bersama saudara perempuannya dia mendapat

bagian 2x bagian saudara perempuannya d. Jika bersama waris lain dia jadi ashobah

6 Cucu perempuan

a. ½ jika seorang diri b. 2/3 jika saudara perempuannya banyak c. Ashobah bersama cucu laki-laki d. 1/6 jika bersama-sama anak perempuan

7 Bapak a. 1/6 jika mayat ada anak laki-laki atau cucu laki-laki b. 1/6 plus sisa jika maya tak ada anak laki-laki atau

cucu laki-laki dan hanya ada anak perempuan atau cucu perempuan

c. Ashobah jika tak ada waris lain ashobah d. 2/3 jika waris hanya ibu dan bapak e. 2/3 dari sisa jika masalah gharawain f. Waria terdiri bari ibu dan bapak g. Waris terdiri dari istri, ibu, dan bapak

8 Ibu a. 1/6 jika mayat meninggalkan anak atau cucu atau saudara

b. 1/3 jika waris hanya ibu dan bapak c. 1/3 dari sisa jika masalah gharawain

9 Kakek a. 1/6 jika mayat meninggalkan anak cucu laki-laki b. 1/6 plus sisa jika mayat hanya meninggalkan anak

perempuan atau cucu perempuan c. Semua harta jika sebagai waris tunggal d. Semua sisa harta setelah dibagikan pada ahli waris

dzawil furudh 10 Nenek a. 1/6 baik ada ahli waris lain atau tidak

b. 1/6 dibagi rata bila nenek lebih dari satu orang 11 Saudara

laki-laki a. Menghabiskan semua harta jika tak ada ahli waris

lain

Page 38: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

27

sekandung b. Lebih dari seorang dibagi rata c. Jika bersama ahli waris dzawil furudh menjadi

ashobah 12 Saudara

perempuan sekandung

a. ½ bila hanya sendirian b. 2/3 jika mereka lebih dari seorang c. Menjadi ashobah jika bersama saudara laki-laki

sekandung d. Ashobah bersama anak perempuan atau cucu

perempuan 13 Saudara

laki-laki sebapak

a. Menghabiskan semua harta jika sendirian b. Jika lebih dari seorang dibagi rata c. Jika ada ahli waris dzawil furudh menjadi ashobah

14 Saudara perempuan sebapak

a. ½ bila hanya sendirian b. 2/3 bila saudara perempuan lebih dari seorang c. 1/6 bersama seorang saudara perempuan seibu

sebapak 15 Saudara

seibu laki-laki perempuan

a. 1/6 jika hanya seorang b. 1/3 jika dua orang atau lebih

b. Ashobah menurut para fuqoha ialah ahli waris yang tidak disebutkan

banyaknya bagian di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tegas.

Pengertian ashobah dikalangan ulama faroidh ialah orang yang

menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal. Selain itu, ia

juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashabul furudh

menerima dan mengambil bagian masing-masing (Ash-Shabuni.

2007:60).

Pada dasarnya ashobah adalah ahli waris yang begiannya tidak

ditentukan, akan tetapi terdapat tingkatan-tingkatan ashobah juga. Yang

pertama adalah ashobah nasabiyah, yaitu ashobah karena nasab. Yang

kedua adalah ashobah sababiyah yaitu ashobah karena

memerdekakannya sebagi budak.

Page 39: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

28

Lebih lanjut tentang ashobah yang pertama (ashobah nasabiyah)

adalah sebagi berikut. Ashobah nasabiyah ini dibagi menjadi 3:

1) Ashobah bin nafs yaitu laki-laki yang nasabnya kepada pewaris tidak

tercampuri kaum wania. Ashobah ini mempunyai 4 arah. Pertama,

arah anak, mencakup seluruh laki-laki keturunan anak laki-laki mulai

cucu, cicit, dan seterusnya. Kedua, arah bapak, mencakup ayah,

kakek, dan seterusnya keatas. Ketiga, arah saudara laki-laki,

mencakup saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki seayah, anak

laki-laki keturunan saudara kandung laki-laki, anak laki-laki

keturunan saudara laki-laki seayah, dan seterusnya. Keempat, arah

paman, mencakup paman (saudara laki-laki ayah) kandung maupun

seayah, termasuk keturunannya, dan seterusnya (Ash-Shabuni,

2007:63).

2) Ashobah bil ghoirihi ialah setiap ahli waris perempuan yang

mempunyai bagian tertentu (ashabul furudh) yang membutuhkan ahli

waris lain untuk menjadi ashobah bersama-sama dengannya dalam

suatu pembagian harta peninnggalan (Departemen Agama, 1986:82).

Ashobah ini terbatas pada 4 orang saja, yaitu a) anak perempuan bila

bersama saudara laki-lakinya, b) cucu perempuan keturunan anak laki-

laki bila bersama saudara laki-lakinya atau anak laki-laki pamannya,

c) saudara kandung perempuan bila bersama saudara kandung laki-

laki, d) saudara perempuan seayah bila bersama saudara laki-lakinya.

Page 40: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

29

3) Ashobah ma’al ghoir ialah setiap ahli waris perempuan yang

mempunyai bagian tertentu (saudara perempuan sekandung/seayah)

yang membutuhkan ahli waris lain (anak permpuan atau cucu

perempuan dari anak laki-laki) untuk menjadi ashobah, tetapi ahli

waris yang dibutuhkan itu tidak bersama-sama dengannya menjadi

ashobah.

c. Dzawil Arham adalah ahli waris yang mempunyai tali kekerabatan

dengan pewaris, namun mereka tidak mewarisinya secara ashabul furudh

dan tidak pula secara ashobah, misalnya bibi (saudara perempuan ayah

atau ibu), paman (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara

pereempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya (Ash-

Shabuni, 1995: 145).

4. Asas-Asas Kewarisan

a. Asas ijbari

Ijbari: paksaan (Alkalali, 1987:381)

Paksa: melakukan sesuatu atas dasar keharusan, mengerjakan sesuatu

yang dianggap wajib meskipun tidak mau. Paksaan: hasil perbuatan

memaksa (fajri, senja, _: 609)

Dari pengertian ini maka maksud asas ijbari dalam hukum waris

Islam adalah terjadinya paksaan peralihan harta dari pewaris kepada ahli

waris dengan peralihan yang sudah ditentukan bagiannya dan kepada

siapa saja harta itu beralih. Artinya asa ijbari ini mempunyai segi:

Page 41: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

30

1) Peralihan harta, dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang

masih hidup dengan sendirinya tanpa ada perbuatan hukum atau

pernyataan kehendak dari si pewaris. Bahkan si pewaris (semasa

hidupnya) tidak dapat menolak atau menghalang-halangi terjadinya

peralihan harta tersebut (Lubis & Simanjuntak, 2007:39).

2) Jumlah harta yang beralih, merupakan sesuatu diluar kehendak

pewaris dan ahli waris. Atas dasar telah terdapat hukum yang

mengatur dengan jelas bagian-bagian waris orang Islam baik yang

dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadist, ijma’para ulama, serta hukum

tertulis yang berkembang di Indonesia yaitu Kompilasi Hukum Islam

(KHI), maka peralihan bagian harta yang sudah ditentukan pun

memaksa ahli waris untuk menerima bagian tersebut.

3) Kepada siapa harta itu beralih, seperti halnya poin 2, ahlli waris pun

juga sudah ditetapkan dalam hukum waris Islam. Maka mereka yang

telah ditunjuk menjadi ahli waris pun tidak dapat menolak atau pun

menambahkan daftar ahli waris lain dalam pembagian waris tersebut.

b. Asas bilateral

Yang dimaksud dengan prinsip bilateral ialah bahwa baik laki-laki

maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis

kekerabatan, yakni pihak kerabat laki-laki dan pihak kerabat perempuan

(Budiono, 1999:5).

Page 42: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

31

c. Asas individual

Artinya waris hanya dapat diterima secara perorangan, baik itu

bayi yang baru lahir atau pun masih di dalam kandungan selama akan

terbentuk individu baru. Dalam Al-Qur’an juga mengatur tentang

pembagian waris yang menyebutkan bagiannya secara per individu.

d. Asas keadilan berimbang

Maksudnya adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban dan

keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.

Dengan perkataan lain dapat dapat dikemukakan bahwa faktor jenis

kelamin tidaklah menentukan dalam hak kewarisan (kebalikan dari asas

keseimbangan ini dijumpai dalam masyarakat yang menganut sistem

garis keturunan patrilinial, yang ahli waris tersebut hanyalah keturunan

laki-laki saja/garis kebapakan) (Lubis & Simanjuntak, 2007:39).

e. Kewarisan semata akibat kematian

Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta

hanya semata-mata disebabkan adanya kematian. Dengan perkataan lain,

harta seseorang tidak dapat beralih dengan cara pewarisan sekiranya

orang yang memiliki harta itu masih hidup. Meskipun orang tersebut

mempunyai wewenang untuk mengatur hartanya, hak tersebut hanya

sebatas keperluannya semasa ia masih hidup. Jika ia telah meninggal

dunia maka harta yang dimilikinya itu akan beralih kepada kerabatnya

sesuai dengan bagian yang yang ditetapkan. Hukum waris Islam tidak

mengenal peralihan barang waris secara ab-intestato & testament,

Page 43: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

32

memang dalah syariat Islam dikenal istilah wasiat, tapi ketentuan wasiat

ini terpisah sama sekali dengan kewarisan (Manan, 2006:210).

5. Pembagian Waris Islam

Pembagian waris dalam Islam sangat unik karena identik dengan

bagian-bagian yang berbentuk pecahan serta penentuan penerimaan setiap

ahli waris pun berbeda-beda menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan

dengan pewaris. Kedudukan kekerabatan sama akan menerima bagian

berbeda ketika ada ahli waris lain, bahkan tidak menerima bagian ketika

terhalang oleh ahli waris lain yang lebih dekat.

Dalam praktek pembagian dengan ahli waris dan bagian masing-

masing seperti data yang tersaji pada table di atas masih terdapat permasalah

pembagian harta waris, yaitu masalah aull dan radd. Aull adalah Sedangkan

definisi al-'aul menurut istilah fuqaha yaitu bertambahnya jumlah bagian

fardh dan berkurangnya nashib (bagian) para ahli waris. Hal ini terjadi

ketika makin banyaknya ashhabul furudh sehingga harta yang dibagikan

habis, padahal di antara mereka ada yang belum menerima bagian. Dalam

keadaan seperti ini kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya

sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang

ada meski bagian mereka menjadi berkurang.

Adapun ar-radd menurut istilah ulama ilmu faraid ialah

berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian

ashhabul furudh.Terhadap sisa harta ketika terjadi radd yang berhak

menerima sisa harta tersebut secara urutannya adalah sebagai berikut:

Page 44: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

33

Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila

terwujud tiga syarat seperti di bawah ini:

1. adanya ashhabul furudh

2. tidak adanya 'ashabah

3. ada sisa harta waris.

Bila dalam pembagian waris tidak ada ketiga syarat tersebut maka kasus

ar-radd tidak akan terjadi.

Adapun ashhabul furudh yang dapat menerima ar-radd hanya ada delapan

orang:

1. anak perempuan

2. cucu perempuan keturunan anak laki-laki

3. saudara kandung perempuan

4. saudara perempuan seayah

5. ibu kandung

6. nenek sahih (ibu dari bapak)

7. saudara perempuan seibu

8. saudara laki-laki seibu

Page 45: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

34

B. Konsep keadilan faroidh dalam Hukum Positif

1. Perkembangan Hukum Waris Islam di Indonesia

Masuknya Islam di Indonesia sejak abad ke 7 Masehi dari tahun

ketahun mulai berkembang dan dapat diterima baik oleh masyarakat

Indonesia. Hal ini karena islam tidak memandang status sosial seseorang,

melainkan karena ketaqwaannya. Terlebih lagi dalam kehidupan sehari-hari

Islam memberikan ajaran hukum yang jelas baik dari hukum pidana ataupun

perdata. Dalam keperdataan, Islam mengajarkan wakaf sebagai salah satu

upaya pemberdayaan kemaslahatan umat. Dalam perkawinan, Islam

mengajarkan pernikahan yang sehat dan sangat menjungjung perempuan.

Dalam perkara waris, Islam mengajarkan sistem kewarisan bilateral yang

sudah memberikan ketetapan pasti terhadap bagian-bagian ahli waris.

Hukum masyarakat mulai berkembang dengan kesadaran penerapan

hukum Islam. Pada masa kerajaan mulai berkembang pengadilan tahkim

bagi orang Islam yang bersengketa. Tahkim lahir dan tumbuh bukan atas

dekrit penguasa. Namun demikian sekalipun tahkim merupakan wadah

informal, putusan yang dijatuhkannya, diikuti masyarakat sebagai sesuatu

yang formal. Buktinya, setiap kali timbul sengketa di tengah-tengah

kehidupan masyarakat, selalu mencari penyelesaian dan “tahkim” seorang

ulama atau kyai (Harahap, 2003:21).

Terhadap penyelesaian perkara, hukum yang digunakan adalah kitab-

kitab fiqh. Hukum Islam telah diangkat menjadi hukum formal dan hukum

materiil dalam perkara perkawinan, hibah wakaf, dan warisan. Walaupun

Page 46: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

35

pada masa kesultanan telah berdiri secara foramal Peradilan Agama serta

status ulama memefgang peranan sebagai penasehat dan hakim, belum

pernah disusun suatu buku hhukum positif yang sistematik. Hukum yang

diterapkan masih tetap abstraksi yang ditarik dari kandungan doktrin fikih

(Harahap, 2003:22).

Perkembangan selanjutnya ketika masa pendudukan VOC di

Indonesia. VOC memerankan dalam bidang perdagangan dan pemerintahan,

juga menentukan kebijakan dalam hukum dan peradilan. Kebijakan yang

dihasilkan tidak berjalan baik di masyarakat karena masyarakat

menganggap hal itu tidak selaras dengan ajaran agama islam. Kemudian

pada tahun 1642 VOC mengeluarkan Statuta Batavia. Salah satu isinya

adalah “mengenai soal hukum kewarisan orang Indonesia yang beragama

Islam, harus dipergunakan hukum Islam yakni hukum yang dipakai oleh

rakyat sehari-hari” (Harahap, 2003:22), dan pada tahun 1760 VOC mulai

menggunakan kitab hukum yang disebut dengan Compendium Freijer

sebagai rujukan hukum oleh pengadilan dalam masyarakat Islam di daerah

yang dikuasai VOC. Hal ini tidak berlangsung lama, pada tahun 1800 VOC

menyerahkan kekuasaan pada Hindia Belanda, dan compendium tidak

berlaku lagi.

Pada tahun 1808 dikeluarkan Intstruksi Pemerintah Hindia Belanda

kepada para bupati, yang isinya bahwa terhadap urusan agama orang Jawa

tidak akan dilakukan gangguan, pemuka agama dibiarkan untuk

memutuskan perkara tertentu dalam bidang perkawinan dan kewarisan,

Page 47: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

36

dengan syarat tidak ada penyalahgunaan (Muhibbin&Wahid. 2009:163).

Kemudian terhadap putusan pemuka agama tersebut harus diperoleh

persetujuan dari pengadilan umum. Inilah masa berkembangnya teori

receptio in complexu yang dikemukakan oleh L.W.C. van Den Berg, yaitu

hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Jadi bagi orang yang

beragama Islam berlaku hukum Islam pula. Teori ini memperoleh landasan

hukum melalui Staatsblad 1855 No.2

Sejalan dengan politik Hindia Belanda teori receptio in complexu ini

memperoleh perlawanan yang dikemukakan oleh van Vollenhoven dan

Snouck Hurgrounje melalui teori receptie, sebenarnya hukum yang berlaku

di Indonesia bukan hukum Islam, melainkan hukum adat. Ke dalam hukum

adat bisa masuk elemen hukum Isalm. Hukum Islam baru mempunyai

kekuatan berlaku kalau sudah masuk kedalam dan diterima menjadi hukum

adat (diresepsi) (Muhibbin&Wahid. 2009:165). Dengan adanya teori ini

kewenangan Pengadilan Agama dirubah dalam Staatsblad 1937 No. 116

yang berusaha menyingkirkan peran hukum Islam. Dalam Staatsblad itu

memuat rekomendasi:

- Hukum warisan Islam belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat

- Mencabut wewenang pengadilan agama (Raad Agama) untuk mengadili

masalah warisan, dan wewenang itu dialihkan kepada Landraad

- Pengadilan agama ditempatkan di bawah pengawasan Landraad

- Putusan pengadilan agama tidak dapat dilaksanakan tanpa executoir

verklaaring dari ketua Landraad (Harahap, 2003:23).

Page 48: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

37

Dan kewenangan pengadilan agama dibatasi pada perselisihan antara suami

istri yang beragama Islam, perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk, dan

perceraian antara orang-orang yang beragama Islam yang memerlukan

hakim agama Islam, member keputusan perceraian, menyatakan bahwa

syarat untuk jatuhnya takilik talak sudah ada, perkara mahar, dan perkara

tentang keperluan kehidupan istri yang wajib diadakan oleh suami

(Muhibbin&Wahid. 2009: 44). Sehingga masalah waris, wakaf, hadhonah

menjadi kompetensi Pengadilan Umum.

Tetapi dalam pelaksanaan Staatsblad 1937 No. 116 pengadilan umum

masih meminta fatwa kepada hakim pengadilan agama dalam pembagian

waris, kemudian barulah hakim pengadilan umum mengeluarkan putusan.

Hal ini berjalan hingga Indonesia mempunyai undang-undang tentang

peradilan agama, yaitu UU No. 7 Tahun 1989. Dengan adanya undang-

undang ini kedudukan peradilan agama dalam sistem peradilan semakin

kuat dan mandiri dalam kewenangan mengadilinya. Hukum Islam mulai

mendapatkan tempat kembali.

2. Pengertian Waris Menurut UU No 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum

Islam (KHI)

Sebelum UU No 3 Tahun 2006, waris telah menjadi kewenangan

lingkungan Peradilan Agama yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama. Dalam UU No 7 Tahun 1989 pasal 49 disebutkan

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

Page 49: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

38

beragama islam dibidang (a) perkawinan, (b) kewarisan, wasiat, dan hibah

yang dilakukan berdasar hukum Islam, (c) wakaf dan shodaqoh”. Kemudian

dalam penjelasan pasal 49 UU No 3 Tahun 2006 mendefinisikan waris

adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta

peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan

pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. KHI pasal

171

Aturan-aturan lain mengenai waris terdapat dalam Inpres No. 1 Tahun

1991 buku II Kompilasi Hukum Islam tentang hukum kewarisan. KHI

mendefinisikan Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta:

a. peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak

menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan

meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai

hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama

Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang

berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Page 50: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

39

e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama

setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai

meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang

dan pemberian untuk kerabat.

Letak perbedaan antara waris menurut hukum positif dan faroidh

adalah jika dalam faroidh tidak dikenal waris terhadap harta bersama, lain

halnya dengan hukum positif di Indonesia. Dalam pasal 96 KHI

me/nyebutkan apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersam

menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.

3. Pengadilan Agama Sebagai Lembaga Pelaksana Hukum Positif

a. Pembagian waris menurut KHI

Pada perkara waris di Pengadilan Agama, jangkauan kewenangan

mengadili perkara warisan meliputi seluruh bidang hukum waris Islam.

Bidang kewarisan yang dimaksud meliputi penentuan siapa-siapa yang

memnjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan

bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta

peninggalan tersebut. Dalam bukunya, Harahap (2003:149)

menerangkan secara ringkas tentang kewenangan tersebut. Yaitu:

1) Terhadap siapa-siapa yang menjadi ahli waris, yang perlu diperhatikan

adalah:

a) Penentuan kelompok ahli waris

Pasal 174 KHI menyebutkan kelompok ahli waris menurut

hubungan darah terdiri dari golongan laki-laki dan perempuan.

Page 51: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

40

Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-

laki, paman, dan kakek..golongan perempuan terdiri dari ibu, anak

perempuan, saudara perempuan, dan nenek.kelompok ahli waris

menurut hubungna parkawinan meliputi duda atau janda.

b) Penentuan siapa yang berhak mewarisi

c) Penentuan yang terhalang menjadi ahli waris

Diatur dalam pasal 173 KHI yang berbunyi “seorang

terhalang menjadi ahli warisapabila dengan putusan hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetapdihukum karena: (a)

dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat para pewaris, (b) dipersalahkan secara

memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah

melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun

penjara atau hukuman yang lebih berat.

d) Menentukan hak dan kewajiban ahli waris, terutama kewajiban

yang berkenaan dengan mengurus pemakaman, menyelesaikan

utang piutang si pewaris, menyelesaikan wasiat si pewaris,

melakukan pembagian harta warisan (harta peninggalan) diantara

para ahli waris yang berhak.

2) Penentuan mengenai harta peninggalan

Hal-hal yang termasuk ke dalam masalah penentuan harta

peninggalan meliputi segi-segi:

a) Penentuan harta tirkah yang dapat diwarisi:

Page 52: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

41

i. Semua harta yang ditinggal pewaris

ii. Berupa hak milik kebendaan

iii. Atau hak milik lain yang tidak betupa benda

b) Penentuan besarnya harta warisan ialah penjumlahan dari harta

tirkah ditambah dengan apa yang menjadi haknyadari harta

bersama dikurangi biaya keperluan jenazah dan hutang pewaris dan

wasiat.

3) Terhadap penentuan bagian masing-masing ahli waris

Aturan yang dipakai dalam pembagian waris di lingkungan

peradilan agama mengacu pada bagian-bagian waris yang ditetapkan

dalam KHI. Porsi masing-masing ahli waris dalam KHI adalah

sebagai berikut:

a) Anak perempuan

- Bila sendiri mendapat ½ bagian

- Bila dua orang atau lebih mendapat 2/3 bagian

- Bersama saudara laki-lakinya, bagiannya adalah 2:1

b) Ayah

- Mendapat 1/3 jika pewaris tidak menginggalkan anak

- Mendapat 1/6 jika pewaris meninggalkan anak

c) Ibu

- Mendapat 1/6 bila pewaris meninggalkan anak atau dua saudara

atau lebih

- 1/3 dari sisa setelah di ambil janda/duda bila bersama-sama ayah

Page 53: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

42

d) Janda

- Mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak

- Bila ada anak mendapat 1/8 bagian

e) Duda

- Mendapat separoh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak

- Bila ada anak mendapat ¼ bagian

f) Saudara laki-laki

- Mendapat 1/6 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak dan

ayah

- Bila dua orang atau lebih, bersama-sama mendapat 1/3 bagian

g) Saudara perempuan seibu

- 1/6 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak dan ayah

- Dua orang atau lebih, bersama-sama mendapat 1/3 bagian

4) Melaksanakan pembagian harta peninggalan

Dalam masalah pelaksanaan pembagian waris, pembagian dapat

dilakukan berdasarkan putusan pengadilan dan pembagian

berdasarkan permohonan pertolongan. Peran pengadilan dalam

pelaksanaan pembagian warisan yaitu:

a) Pembagian berdasarkan putusan pengadilan

Termasuk fungsi kewenagan Pengadilan Agama dalam

menjalankan tugas eksekusi. Eksekusi dapat dilakukan dengan

syarat:

Page 54: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

43

i. Putusan yang bersangkutan sudah memperoleh kekuatan hukum

tetap

ii. Putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut

mengandung amar atau diktum yang bersifat condemnatoir.

b) Pembagian berdasarkan permohonan pertolongan

Dasar hukum pembagian berdasarkan permohonan

pertolongan adalah hukum acara perdata yang berlaku pada

peradilan agama adalah hukum acara yang berlaku pada peradilan

umum. Ketika peradilan umum menggunakan HIR dan RBG, maka

peradilan agama pun juga berlaku hukum acara yang sama, yaitu

kewenanga Pengadilan Agama melakukan pembagian harta

warisan berdasar pasal 236 a HIR dengan syarat dan tata cara:

i. Harta warisan yang hendak dibagi di luar sengketa di pengadilan

ii. Ada pemohon minta tolong dilakukan pembagian dari seluruh

ahli waris

Jika pemohon hanya terdiri dari sebagian ahli waris saja,

pengadilan tidak bias menggunakan pasal 236 a HIR.

b. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Perkara Waris

1) Kompetensi pengadilan agama

Dalam lingkungan peradilan, pada masing-masing lingkungan

terdapat kompetensi untuk membedakan kekuasaan mengadilinya.

Kompetensi itu terdiri dari kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

Page 55: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

44

a) Kompetensi relatif.

Diartikan sebagai kekuasaan peradilan yang satu jenis dan

satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan

yang sama jenis dan sama tingkatan (Djalil, 2006:138). Wewenang

reltif berguna agar seseorang tidak salah tempat (wilayah) dalam

mengajukan perkara.

b) Kompetensi absolut

Yakni kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan

jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam

perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau

tingkatan pengadilan lainnya (Djalil, 2006:138). Sesuai aturan UU

No.3 Tahun 2006, pasal 49 menerangkan kewenangan pengadilan

agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara dibidang perkawin, kewarisan, wasiat,

hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah, dan ekonomi syariah.

Kegunaan dari wewenang absolut adalah agar seseorang tidak salah

dalam mengajukan perkara.

2) Asas-asas peradilan agama

a) Asas personalita keislaman

Merupakan asas pertama yang wajib dalam lingkungan peradilan

agama. Karena dalam penerapan asas ini kedua belah pihak harus

beragama Islam. Jika salah satu pihak tidak beragama Islam,

sengketa tidak dapat ditundukkan kepada lingkungan peradilan

Page 56: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

45

agama, dan menjadi wewenang pengadilan umum. Begitu pula

dengan hubungan hukumnya juga harus mengunakan hukum

Islam.

b) Asas kebebasan

Dasar hukum asas kebebasan tertuang dalam UU No. 14 Tahun

1970 pasal 1. Dijelaskan bahwa “kekuasaaan kehakiman adalah

kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia”. Yahya Harahap (2003) memberikan pengertian dari

pasal tersebut bahwa:

- kekuasaan kehakiman dalam melaksanakan fungsi peradilan

adalah “alat kekuasaan negara” yang lazim disebut kekuasaan

“yudikatif”.

- Kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan

fungsi peradilan bertujuan agar hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila dapat ditegakkan dan agar penyelenggaraan kehidupan

bernegara benar-benar berdasarkan hukum, Karen Indonesia

adalah negara hukum.

Juga dapat diartikan tujuan utama kemerdekaan yang

diberikan kepada badan peradilan agar para pejabat fungsional

(para hakim) yang memeriksa dan memutus perkara benar-benar

Page 57: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

46

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum dan

kebenaran sesuai dengan hati nurani.

c) Asas wajib mendamaikan

Hakim berkewajiban mendamaikan para pihak yang bersengketa

karena dalam perdamaian itu tidak ada pihak yang menang dan

pihak yang kalah karena perdamaian itu berdasarkan keikhlasan

hati para pihak. Ajaran ini mengacu pada ajaran Islam yang

menyuruh menyelesaikan perselisihan dengan islah. Kemudian

hakim dalam menjalankan profesinya, usaha untuk mendamaikan

sebatas dalam memberikan anjuran, nasihat, penjelasan, dan

memberikan bantuan dalam perumusan sepanjang hal itu diminta

kedua belah pihak.

d) Asas sederhana, cepat, biaya ringan

Makna dan tujuan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya

ringan, bukan hanya menitik beratkan unsur kecepatan dan biaya

ringan serta pemeriksaan perkara yang sederhana dalam arti asal-

asalan. Asas ini dipergunakan untuk menerapkan keseimbangan

antara fungsi proses pemeriksaan yang cepat tetapi hukum yang

diterapkan tidak pas, dan keseimbangan antara kegunaan

penerapan hukum yang pas tetapi dengan waktu yang tidak dapat

dipastikan putusan tersebut.

Page 58: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

47

e) Asas persidangan terbuka untuk umum

Maksud dari persidangan terbuka untuk umum adalah

memperkenankan setiap pengunjung untuk menghadiri dan

mengikuti jalannya pemeriksaan, tidak membatasi dan tidak

melarang siapa saja tanpa kecuali sesuai dengan batas-batas

kemampuan ruang sidang. Karena persidangan terbuka untuk

umum, maka tujuan dari asas ini adalah agar tidak ada

pemeriksaan gelap dan bisik-bisik. Sisi lain kegunaan persidangan

terbuka untuk umum sebagai edukasi yang dapat menjadi bahan

informasi bagi anggota masyarakat tentang suatu kasus.

Dalam pelaksanaannya tidak semua persidangan terbuka untuk

umum. Persidangan terbuka untuk umum dikecualikan pada

perkara perceraian dan perkara khusus yang diatur oleh undang-

undang. Namun pembacaan putusan pun harus dalam siding yang

terbuka untuk umum. Jika dalam persidangan atau pembacaan

putusan tidak dilakukan dalam siding terbuka untuk umum, maka

mengakibatkan seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau

putusan batal demi hukum.

f) Asas legalitas dan persamaan

Asas legalitas dan persamaan adalah asas penting dalam

terciptanya keadilan, karena keadilan akan tercapai jika

dilaksanakan menurut hukum yang berlaku. Dan hukum akan

berlaku maksimal jika penerapannya tidak tercampuri oleh

Page 59: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

48

kepentingan sepihak, maka dari itu fungsi asas persamaan

(equality) adalah menyamakan setiap orang yang ada dalam

persidangan mempunyai hak dan kedudukan yang sama.

Patokan dalam penerapan asas equality adalah:

1) Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan

persidangan pengadilan atau equal before the law

2) Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau equal protection

on the law

3) Mendapat perlakuan yang sama dibawah hukum atau equal

justice under the law (harahap, 2003:86).

g) Asas aktif memberi bantuan

Asas ini berlaku dengan syarat sifat hukumnya antara

imperative dn anjuran, pemberianbantuan terbatas padamebantu

membuat gugatan bagi yang buta huruf, member pengarahan

tatacara izin “prodeo”, menyarankan penyempurnaan surat kuasa,

menganjurkan perbaikan surat gugatan, member penjelasan alat

bukti yang sah, memberi penjelasan cara mengajukan bantahan

dan jawaban, bantuan memanggil saksi secara resmi, member

bantuan upaya hukum, memberi penjelasan tatacara verzet dan

rekonvensi, serta mengarahkan dan membantu memformulasi

perdamaian

Page 60: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

49

c. Dasar Pembagian Waris menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 174

1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

1) golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman dan kakek.

2) Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dari nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan

hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pasal 96

1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak

pasangan yang hidup lebih lama.

2. Pembangian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri

atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian

matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan

Pengadilan Agama

Page 61: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

50

BAB III

PAPARAN DATA

C. Gambaran Umum Pengadilan Agama Ambarawa

1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa

Sejak hampir 5 abad yang lalu dimasa Pajang Mataram, Kabupaten

Semarang telah ada dan waktu itu yang menjadi ibukota adalah Semarang.

Pada jaman itu “Gemente ( Kotapraja )” Semarang belum terbentuk.

Sebagai Bupati Semarang yang pertama adalah Ki Pandan Arang II

atau dikenal sebagai Raden Kaji Kasepuhan yang dinobatkan pada tanggal 2

Mei 1547 dan berkuasa hingga tahun 1574 serta mendapat pengesahan

Sultan Hadiwijaya. Pada masa itu beliau berhasil membuat bangunan yang

dipergunakan sebagai pusat kegiatan Pemerintah Kabupaten. Ringkasnya

sampailah pada tahun 1906 yaitu pada jaman Pemerintahan Bupati R.M.

Soebijono, lahirlah “Gemente ( Kotapraja)” Semarang, sesuai Staatblaad

tahun 1906 S.O 120. Pemerintah Kabupaten Semarang dipimpin oleh

seorang Bupati dan Pemerintah Kotapraja untuk wilayah Semarang

dipimpin oleh seorang Burgenmester. Semenjak itulah terjadi pemisahan

antara Kabupaten Semarang dengan Kotapraja Semarang hingga saat ini.

Berdasarkan Undang-undang No: 13 tahun 1950 Tentang

Pembentukan Kabupaten–kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa

Tengah, Kota Semarang ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang,

Page 62: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

51

namun kota Semarang adalah Kotamadya yang memiliki Pemerintahan

sendiri.

Pada saat berdirinya Kabupaten Semarang Pengadilan Agama untuk

wilayah hukum Kabupaten Semarang belum terbentuk, oleh karenanya para

pencari keadilan di wilayah Kabupaten Semarang yang akan mengajukan

perkara harus ke Pengadilan Agama Salatiga, karena wilayah hukum

Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten

Semarang.

Ditinjau dari segi Pemerintahan, Kota Semarang sebagai ibukota

Kabupaten sangatlah kurang menguntungkan, maka timbulah gagasan untuk

memindahkan ibukota Kabupaten Semarang ke Kota Ungaran yang pada

saat itu masih dalam status Kawedanan.

Sementara dilakukan pembenahan, pada tanggal 30 juli 1979 oleh

Bupati Kepala Daerah Tk. II Semarang diusulkanlah ke Pemerintah Pusat

melalui Gubernur agar Kota Ungaran secara definitif ditetapkan sebagai

Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang. Sementara itu telah

terbentuk Pengadilan Negeri yang terletak di Ambarawa sehingga disebut

Pengadilan Negeri Ambarawa. Dalam perjalanannya kemudian berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Agama Nomor : 96 tahun 1982 maka dibentuklah

Pengadilan Agama Kabupaten Semarang dengan sebutan Pengadilan Agama

Ambarawa karena menyesuaikan dengan penyebutan Pengadilan Negeri.

Namun Pengadilan Agama berkedudukan di Kota Ungaran. Selanjutnya

Page 63: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

52

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1983 Tentang Penetapan

Status Kota Ungaran sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II

Semarang, yang berlaku peresmiannya tanggal 20 Desember 1983 pada saat

Pemerintahan Bupati Ir.Soesmono Martosiswojo ( 1979-1985 ), maka Kota

Ungaran secara definitif sebagai Ibukota Kabupaten Semarang.

Oleh karena Ibukota Semarang telah dipusatkan di Ungaran, maka

berangsur-angsur semua instansi pindah ke Kota Ungaran, termasuk

Pengadilan Negeri Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri

Kehakiman Nomor : 14.03.AT.01.01 Tentang Pemindahan Pengadilan

Negeri Ambarawa ke Kota Ungaran dengan sebutan Pengadilan Negeri

Ungaran dengan wilayah hukum sebagaimana wilayah Kabupaten

Semarang. Namun tidak demikian halnya dengan Pengadilan Agama

Ambarawa. Pengadilan Agama tetap bernama Pengadilan Agama

Ambarawa meskipun berada di Kota Ungaran, dan wilayah hukumnya tidak

sebagaimana Pengadilan Negeri, yaitu sesuai dengan SK Menteri Agama

Nomor 76 Tahun 1983 Tentang Penetapan dan Perubahan wilayah hukum

Pengadilan, bahwa Pengadilan Agama Ambarawa adalah meliputi sebagian

wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh)

Kecamatan dan sampai sekarang telah mengalami pengembangan menjadi

10 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Ungaran Barat, Kecamatan Ungaran

Timur, Kecamatan Bergas, Kecamatan Pringapus, Kecamatan Bawen,

Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Sumowono, Kecamatan Banyubiru,

Kecamatan Jambu, dan Kecamatan Bandungan.

Page 64: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

53

Pengadilan Agama Ambarawa pada awal berdirinya menempati

sebuah gedung yang terletak di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 2

Ungaran, dengan luas tanah 1.009 m2 dan luas bangunan 250 m2 dengan

status Hak Milik Negara (Departemen Agama). Dalam perkembangannya

Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran kemudian dipindah ke

Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Urusan Administrasi

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 46/BUA-PL/S-

KEP/XII/2006, tanggal 13 Desember 2006 Tentang Pengalihan Fungsi

Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri Ungaran di

Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa yang terletak di

JL. Mgr. Soegiyopranoto No. 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan

Ambarawa dengan batas-batas sebagai berikut :sebelah utara : lapangan;

sebelah timur : jalan ke lapangan; sebelah selatan : Jalan raya Semarang-

Magelang; dan sebelah barat : kebun milik perorangan.

Sejak berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa sudah melalui

beberapa pereode kepimpinan, sebagai berikut :

1. Drs. H. Ahmad Ahrory, SH ( Tahun 1983 - 1987 )

2. Drs. H. Ali Muchson, SH ( Tahun 1987 - 1988 )

3. Drs. H. Mafruchin Ismail, SH ( Tahun 1988 - 1997 )

4. Drs. H. Zubaidi, SH ( Tahun 1997 - 2000 )

Page 65: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

54

5. Drs. H. Sutjipto, SH ( Tahun 2000 - 2003 )

6. Drs. H. Slamet Djufi, SH ( Tahun 2003 - 2004 )

7. Drs. H. Noorsalim, SH, MH ( Tahun 2004 - 2007 )

8. Dra. Hj. Rokhanah, SH, MH ( Tahun 2007 - 2011 )

9. Drs. Masthur Huda, SH. MH. ( Tahun 2011 - sekarang ) (http://www.pa-

ambarawa.go.id/ diakses hari senin, 26 Nopember 2012)

D. Gambaran Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb.

1. Gambaran Umum Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb.

Perkara dengan Nomor Putusan 632/Pdt.G/2007/PA.Amb adalah

salah satu perkara waris yang ditangani oleh Pengadilan Agama Ambarawa.

Perkara tersebut adalah gugatan dari M binti M (istri dari S) sebagai

penggugat. Dengan tergugat M binti S sebagai tergugat I, SK binti S

sebagai tergugat II, dan K bin K sebagai tergugat III. Dengan objek

sengketa waris adalah tanah seluas 10.066 M2 dengan sertifikat HM Nomor

927 Tahun 1992 yang dulu tercatat dalam C Desa No. 689 Persil No. 42 b

atas nama S. Tanah tersebut sekarang dengan atas nama M binti S (tergugat

I) dan SK binti S (tergugat II) yang dijadikan tempat tinggal tergugat I dan

usaha selepan padi oleh tergugat III. Sertifikat atas tanah tersebut dikuasai

oleh tergugat I. Tanah tersebut dibeli oleh semasa perkawinannya dengan

penggugat, dan dinyatakan sebagai harta bersama.

Page 66: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

55

S sebagai suami penggugat telah dinyatakan meninggal pada tanggal

25 Juli 1973 karena sakit yang tercatat dalam Duplikat Surat Kematian No.

474.3/69/IX/2007. Dalam perkawinannya mempunyai 2 orang anak

perempuan M binti S (tergugat I) dan SK binti S (tergugat II). Dan

pengugat serta tergugat I dan II adalah ahliwaris dari S berdasar Surat

Keterangan Ahli Waris Nomor: 600/698 tertanggal 13 September 2007 yang

dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Tambakboyo.

2. Gambaran Perkara oleh Pihak Tergugat

Dari pihak tergugat I memberikan pengertian bahwa tanah sengketa

tersebut adalah hak miliknya karena penggugat telah mensertifikatkan tanah

tersebut atas nama tergugat I dan tergugat II semasa masih remaja atas

kemauannya sendiri tanpa paksaan dan mengartikan tanah tersebut bukan

lagi harta yang berhak untuk diwarisi oleh penggugat. Dalam rekonpensinya

juga menyatakan bahwa pernyataan akan pelepasan hak waris yang telah

teragendakan di Kantor Kelurahan Tambakboyo tertanggal 29 Agustus 1991

Nomor 594/67/1991 untuk membuat sertifikat HM Nomor 927 Tahun 1992

dinyatakan sah.

Tergugat I dapat membuktikan Sertifikat Hak Milik tersebut dengan

foto copy Sertifikat Hak Milik No. 927/tahun 1992 atas nama SK dan M

seluas 10.066 M2 bermaterai cukup, tetapi tidak dapat dicocokkan dengan

aslinya karena oleh tergugat I sertifikat tanah tersebut dijadikan agunan

pinjaman lunak di PT. ASABRI. Dengan diperkuat bukti surat keterangan

dari PT. ASABRI (Persero) cab. Semarang tanggal 13 Mei 2008 yang

Page 67: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

56

menerangkan bahwa sertifikat HM Nomor 927 Tahun 1992 atas nama SK

dan M betul-betul sebagai agunan pinjaman lunak.

Dari pihak tergugat II dan III mengakui bahwa tanah sengketa

tersebut merupakan harta warisan dari S (harta bersama perkawinannya

dengan penggugat) yang belum dibagi. Dengan dikuatkan oleh bukti saksi

dari Badan Pertanaham Nasional Kabupaten Semarang yang bernama PP

memberikan keteranganbahwa pada umumnya pembuatan sertifikat harus

ada Surat Keterangan Waris, KTP, SPPT, dan Surat Penguasaan dari pihak

yang diketahui oleh Kepela Desa. Bahwa setelah dicari dokumen-dokumen

di kantor, warkah yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat HM

Nomor 927 tidak ada, jadi tidak ditemukan Surat Keterangan Ahli Waris,

surat pelepasan hak dari penggugat maupun surat-surat lain.

Ketika tidak ada surat pelepasan hak dari penggugat dalam

pembuatan sertifikat tersebut, maka tanah tersebut masih merupakan harta

bersama yang belum dibagi waris. Tergugat II dan III juga membenarkan

bahwa tergugat II adalah ahli waris dari S dan meminta hakim untuk

membagi warisan berdasar porsinya masing-masing dengan objek sengketa

tanah sertifikat HM Nomor 927 Tahun 1992. Data tersebut juga penulis

peroleh dari wawancara dengan tergugat II yang membenarkan uraian

seluruh gambaran perkara nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Dan ibu

tersebut menerangkan bahwa setelah perkara tersebut diputuskan,

pembagian harta telah dilakukan sambil menunggu selesainya pengurusan

sertifikat. wawancara penulis lakukan pada tanggal 17 Juni 2012.

Page 68: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

57

3. Gambaran Perkara oleh Pihak Penggugat

Penggugat sebagai istri almarhum merasa berhak atas tanah tersebut

karena tanah itu adalah salah satu harta bersama dari perkawinannya dengan

almarhum yang sekarang menjadi objek harta waris. Penggugat merasa

tanah tersebut belum dibagi waris meskipun telah diganti dengan atas nama

SK dan M yang dibenarkan oleh tergugat II dan III. Jadi penggugat

berharap tanah tersebut dinyatakan sebagai harta bersama (sebagai harta

gono-gini) dan dibagi sesuai bagian masing-masing ahli waris yaitu

penggugat, tergugat I, dan tergugat II.

E. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb

Dalam amar putusan Pengadilan Agama Ambarawa menetapkan

penggugat sebagai istri dari almarhum berhak memperoleh seperdua harta

bersama (1/2 x 10.066m2=5033m2) dan almarhum berhak memperoleh

seperdua dari harta bersama (1/2 x 10.066m2=5033m2) yang merupakan harta

warisan yang harus dibagikan kepada semua ahli waris yang berhak.

Penggugat sebagai janda mendapat 1/8 bagian atau 6/48 x 5033

m2=629,13 m2. Tergugat I sebagai anak kandung mendapat 21/48 x 5033 m2=

2201,93 m2. Tergugat II sebagai anak kandung mendapat 21/48 x 5033 m2=

2201,93 m2. Dalam hal ini pengadilan menetapkan istri dan dua anak

perempuannya sebagai ahli waris berdasarkan surat keterangan ahli waris yang

dikeluarkan oleh kelurahan.

Page 69: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

58

Dari wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 22 Nopember 2012

kepada Bapak Drs. Syamsuri selaku hakim di Pengadilan Agama Ambarawa

memberikan penjelasan bahwa penetapan ahli waris berdasar pada Pasal 174

menyebutkan kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

- golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,

paman dan kakek.

- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara

perempuan, dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan

hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Dari pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa penggugat sebagi istri

adalah ahli waris, tergugat I dan II berdasar keterangan para saksi dan surat

keterangan ahli waris adalah ahli waris yang tidak terhalang menjadi ahli waris

yang merupakan anak perempuan kandung dari pewaris. Pasal 174 KHI

tersebut menegaskan bahwa kedudukan anak laki-laki dan perempuan dapat

menghalangi ahli waris yang lebih jauh, jika terdapat saudara dari almarhum,

maka saudara tersebut terhalang oleh adanya anak (baik laki-laki atau

perempuan).

Lebih lanjut mengenai dasar pertimbangan hakim terhadap putusan

perkara nomor: 632/Pdt.G/2007/PA.Amb adalah sebagai berikut:

1. Dalam Konpensi:

Page 70: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

59

a. Menimbang, bahwa Tergugat I telah memberikan jawaban yang pada

pokoknya;

- Tergugat I keberatan terhadap gugatan Penggugat karena tidak ada

lampiran surat kuasa dan meragukan keberadaan kuasa Penggugat

- Tergugat menyatakan bahwa gugatan Penggugat kurang pihak

- Tergugat mengakui sebagian dan membantah selebihnya, sedang

Tergugat II dan III membenarkan gugatan Penggugat dan tidak

keberatan apabila Penggugat diperhitungkan bagiannya, karena

Penggugat sebagai ibu kandung para Tergugat.

b. Menimbang, bahwa bukti-bukti surat yang diajukan telah bermaterai

cukup dan akan dipertimbangkan dibawah ini

c. Menimbang, bahwa saksi-saksi yang diajukan telah member keterangan

dibawah sumpah dan akan dipertimbangkan di bawah ini

d. Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan tentang harta yang

disengketakan Majlis terlebih dahulu akan mempertimbangkan

keberatan-keberatan Tergugat di luar pokok perkara

e. Menimbang, bahwa tentang surat kuasa sebagaimana keberatan Tergugat

I, adalah merupakan syarat yang harus dilampirkan dalam gugatan yang

diajukan kepada Majlis Hakim bukan dilampirkan dalam salinan gugatan

yang diberikan kepada Tergugat. Surat kuasa maupun copy kartu tanda

anggota Peradi dari kuasa penggugat telah diajukan/dilampirkan dalam

pengajuan gugatan pengguagat, dan surat tersebut telah diperiksa oleh

Majlis ternyata sah, oleh karenanya kuasa tersebut secara sah telah

Page 71: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

60

menjadi kuasa hukum penggugat; sehingga karenanya keberatan

Tergugat tersebut tidak dapat dipertimbangkan

f. Menimbang, bahwa keberatan tergugat tentang kurangnya pihak dalam

gugatan penggugat, berdasarkan jawaban tergugat dan keterangan saksi-

saksi, maka telah terbukti pada tahun 1942 penggugat telah menikah

dengan K bin AJ dan telah dikaruniai 5 orang anak:

- S, umur 57 tahun

- K, umur 55 tahun

- J, umur 50 tahun

- M.R, umur 47 tahun

- P, umur 45 tahun

Dan pada tahun 1962 K telah meninggal dunia karena sakit

g. Menimbang, bahwa sesuai jawaban tergugat yang dikuatkan dengan

bukti P1 dan keterangan saksi-saksi, maka telah terbukti bahwa pada

tanggal 2 Pebruari 1965 penggugat telah menikah secara sah S bin MK

dan telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu M dan SK dan satu orang anak

laki-laki tetapi telah meninggal dunia ketika umur 13 tahun serta selama

perkawinan penggugat dengan S bin MK belum pernah bercerai

h. Menimbang, bahwa sesuai jawaban tergugat yang dikuatkan dengan

bukti P2 dan keterangan para saksi, maka telah terbukti S bin MK telah

meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1973

i. Menimbang, bahwa oleh karena itu sesuai pertimbangan tersebut diatas,

maka Majlis berpendapat bahwa pihak dalam perkara ini telah cukup,

Page 72: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

61

bahkan tergugat III sebagai pihak meskipun tergugat III sebagai anak

bawaan penggugat, tetapi tergugat III menempati tanah tersebut untuk

pengelolaan penggilingan padi, oleh itu keberatan tergugat tersebut tidak

berdasarkan atas hukum, maka tidak dapat diterima

j. Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan oleh penggugat maupun para

tergugat dapat disimpulkan bahwa harta yang menjadi sengketa adalah

sebidang tanah yang dulu tercatat dalam C Desa No. 689 Persil No. 42 b

atas nama S, sekarang tanah tersebut telah bersertifikat HM No 927 tahun

1992 atas nama M dan SK yang menurut penggugat harta tersebut belum

dibagi waris, sehingga penggugat masih mempunyai hak terhadap harta

tersebut, sedang harta selainnya tidak dipermasalahkan

k. Menimbang, bahwa gugatan pokok dalam perkara ini adalah pembagian

harta waris karena adanya seseorang yang telah meninggal dunia (S bin

MK) suami penggugat dan ayah dari para tergugat, namun dalam perkara

ini juga melekat perkara harta bersama/gono gini karena status penggugat

sebagi istri dari almarhum S bin MK, oleh karena itu Majlis harus

mempertimbangkannya sekaligus

l. Menimbang, bahwa berdasarkan jawaban para tergugat dan bukti P4, P5,

P6, dan T.I.1 serta keterangan saksi-saksi (G dan SD), maka telah

terungkap bahwa tanah yang menjadi objek sengketa tersebut diperoleh

sekitar tahun 1970-1972 yang dibeli dari HM, atau diperoleh dalam masa

perkawinan penggugat dengan S bin MK.

Page 73: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

62

m. Menimbang, bahwa tergugat I dalam jawabannya telah membantah

apabila harta peninggalan almalhum belum dibagi, dengan menyatakan

bahwa harta almarhum telah dibagikan kepada para ahli waris termasuk

objek sengketa telah diberikan kepada tergugat I dan tergugat II, akan

tetapi tergugat I juga tidak dapat menunjukkan bagian masing-masing

ahli waris, sedang jawaban tergugat II secara tersirat telah ternyata

bahwa objek sengketa dimaksud belum dibagi

n. Menimbang, bahwa oleh karena itu harus dinyatakan bahwa harta yang

menjadi objek sengketa yaitu sebidang tanah yang dulu tercatat dalam C

Desa No. 689 Persil No. 42 b atas nama S, sekarang tanah tersebut telah

bersertifikat HM No 927 tahun 1992 atas nama M dan SK merupahan

harta bersama perkawinan penggugat dengan S bin MK

o. Menimbang, bahwa meskipun sertifikat HM No 927 telah diatasnamakan

tergugat I dan tergugat II selaku anak kandung penggugat, namun

peralihan hak dari S kepada kedua anaknya tersebut tidak berdasarkan

atas hak yang benar, di mana dalam sertifikat diterangkan dasar peralihan

hak adalah keterangan ahli waris, sedangkan bukti P3 (Surat Keterangan

Ahli Waris) disebutkan bahwa ahli waris almarhum S adalah M sebagai

istri, M dan SK masing-masing sebagai anak kandung. Apabila dasarnya

Surat Keterangan Ahli Waris tentunya penggugat juga termasuk di

dalamnya. Selain hal tersebut tergugat I menyatakan bahwa penggugat

telah melepaskan hak waris terhadap harta dimaksud, namun menurut

keterangan dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Semarang

Page 74: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

63

penerbitan sertifikat tersebut hanya berdasarkan Surat Keterangan Ahli

Waris sebagaimana yang tercatat dalam sertifikat dan tidan ada

keterangan pelepasan hak, tetapi warkah dari pengurusan sertifikat

tersebut tidak ditemukan, dan tidak ada bukti lain yang dapat

menguatkan pernyataan tergugat tersebut

p. Menimbang, bahwa oleh karena itu harus dinyatakan bahwa sertifikat

tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan status tanah sengketa

dimaksud sebagai harta bersama perkawinan penggugat dengan

almarhum S bin MK yang belum dibagi

q. Menimbang, bahwa oleh karena itu sesuai pasal 35 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 96 ayat 1 Kompilasi Hukum

Islam penggugat M binti M sebagai istri berhak atas seperdua (1/2) dari

harta bersama tersebut di atas (12/x10.066m2), dan S bin MK sebagai

suami juga berhak atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut diatas

(12/x10.066m2)

r. Menimbang, bahwa oleh karena S bin MK telah meninggal duania, maka

bagian almarhum S bin MK tersebut menjadi harta peninggalan

almarhum, dan oleh karena tidak terungkap adanya wasiat maupun

hutang alamrhum yang belum dilunasi, maka seluruh bagian almarhum S

bin MK (1/2 dari objek sengketa atau tanah seluas 5033 m2) menjadi

harata warisan almarhum dan menjadi hak para ahli waris almarhum

s. Menimbang, bahwa sesuai keterangan para pihak, bukti P3 dan

keterangan saksi-saksi, maka telah terbukti bahwa pada saat S bin MK

Page 75: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

64

meninggal dunia meninggalkan seorang istri (penggugat) dan dua (dua)

orang anak perempuan (tergugat I dan tergugat II), mereka ketiganya

beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli

waris, oleh karenya harus dinyatakan bahwa mereka:

1) Pengugat M binti M sebagai janda

2) Tergugat I M binti S sebagai anak kandung

3) Tergugat II S.K. binti S sebagai anak kandung

Adalah ahli waris dari S bin MK

t. Menimbang, bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majlis

harus menetapkan bagian masing-masing ahli waris, sesuai pasal 180

Kompilasi Hukum Islam penggugat M binti M sebagai janda mendapat

bagian 1/8 (6/48) dari harta warisan tersebut di atas (6/48 x 5033 m2 =

629,13 m2)

u. Menimbang, bahwa karena anak perempuan almarhum dua orang, maka

kedua anak tersebut memperoleh 2/3 bagian (32/48) dari harta warisan

almarhum sesuai pasal 176 Kompilasi Hukum Islam

v. Menimbang, bahwa jumlah bagian penggugat, tergugat I dan II: 6/48 +

32/48 = 38/48, sehingga masih tersisa 10/48 bagian. Sisa dari bagian

tersebut diraddkan kepada kedua anak tersebut (tergugat I dan II),

dengan memperhatikan pendapat Jumhur Fuqoha dalam buku Ilmu Waris

(Drs. Fathur Rahman), maka penerimaan tergugat I dan terguggat II

sebagai berikut: 32/48+10/48= 42/48, dengan demikian bagian 1 (satu)

orang anak perempuan adalah: 42/48:2=21/48x5033 m2=2201,93 m2

Page 76: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

65

w. Menimbang, bahwa oleh karena harta tersebut merupakan satu kesatuan,

maka diperintahkan kepada ahli waris untuk melakukan pembagian

sesuai dengan yang telah ditetapkan tersebut di atas

x. Menimbang, bahwa oleh karena sertifikat objek tersebut atas nama

tergugat I dan tergugat II, dan selama ini tergugat I yang menguasai

sertifikat sebagaimana bukti T.I.2 dan menempati objek sengketa

tersebut, sedang tergugat III juga memanfaatkan objek tersebut, maka

sudah selayaknya apabila kepada mereka atau siapa saja yang

memperoleh hak dari mereka dihukum untuk menyerahkan kepada

masing-masing yang berhak sesuai bagian yang telah ditetapkan di atas

dalam keadaan kosong

y. Menimbang, bahwa terhadap permohonan sita penggugat sesuai dengan

Putusan Sela Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. tanggal 30 April 2008

permohonan tersebut ditolak oleh Majlis Hakim

z. Menimbang, bahwa terhadap tuntutan penggugat tentang dwangsoom

dan Uit Verbaar Bij Voerraad, oleh karena tidak berdasar atas hukum

maka tidak dapat diterima

2. Dalam Rekonpensi

a. Menimbang, bahwa penggugat dalam konpensi selanjutnya disebut

tergugat dalam rekonpensi dan tergugat I dalam konpensi selannjutnya

disebut penggugat dalam rekonpensi

b. Menimbang, bahwa penggugat telah memngajukan gugatan rekonpensi

yang pada pokoknya sebagaimana diuraika di atas

Page 77: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

66

c. Menimbang, bahwa apa yang dipertimbangkan dalam konpensi harus

dianggap telah termuat dan terbaca kembali dalam rekonpensi

d. Menimbang, bahwa oleh karena yang disengkatakan dalam rekonpensi

adalah objeknya maupun pihaknya sama dengan apa yang disengketakan

dalam konpensi, sehingga telah dipertimbangkan dalam konpensi, maka

gugatan rekonpensi tersebut tidak dapat diterima

e. Menimbang, bahwa bukti-bukti selain yang dipertimbangkan tersebut di

atas, oleh karena tidak ada relevansinya maka dikesampingkan

f. Menimbang, bahwa oleh karenanya segala tuntutan penggugat selebihnya

juga dinyatakan tidak diterima

3. Dalam Konpensi dan Rekonpensi

a. Menimbang, bahwa sesuai pasal 181 ayat 1 HIR, maka kepada para pihak

dihukum untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng yang

hingga kini sebesar Rp1.166.000,- (satu juta seratus enam puluh enam

ribu rupiah)

Mengingat pasal-pasal dari Peraturan Perundang-undangan lainnya yang

berlaku dan dalil Syar’i yang berhubungan dengan perkara ini, mengadili:

1. Dalam konpensi

a. Mengabulkan gugatn penggugat sebagian

b. Menyatakan harta yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat HM

nomor 927 tahun 1992, atas nama M (tergugat I) dan SK (tergugat II),

luas tanah 10.066 m2 yang terletak di Karanganyar RT 02 RW 05

Page 78: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

67

Kelurahan Tambakboyo, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang

dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah utara: rumah Sriyanto, tanak kapling, tanah Dewi

- Sebelah timur: jalan setapak

- Sebelah selatan: sawah Kasiyadi dan sawah Yuhri

- Sebelah barat: jalan kampong

Adalah sebagian harta bersama perkawinan penggugat M binti M dengan

almarhum S bin MK

c. Menetapkan masing-masing penggugat M binti M berhak memperoleh

seperdua harta bersama tersebut (1/2x10.066 m2=5033 m2) dan

almarhum S bin MK berhak memperoleh seperdua harta bersama

tersebut (1/2x10.066 m2=5033 m2)

d. Menyatakan bagian dari almarhum S bin MK yang harus dibagikan

kepada semua ahli waris yang berhak

e. Menyatakan

- Penggugat M binti M sebagai janda

- Tergugat I M binti S sebagai anak kandung

- Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung

Adalah sebagai ahli waris almarhum S bin MK

f. Menyatakan bagian masing-masing

- Penggugat M binti M sebagai janda mendapat 1/8 bagian atau

6/48x5033 m2=629,13 m2

Page 79: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

68

- Tergugat I M bin S sebagai anak kandung mendapat 21/48x5033m2

=2201,93 m 2

- Tergugat II SK bin S sebagai anak kandung mendapat 21/48x5033

m2=2201,93 m2

g. Memerintahkan kepada para pihak untuk melaksanakan pembagian

sesuai dengan yang ditetapkan tersebut di atas

h. Menghukum pera tergugat atau siapa saja yang memperoleh hak dari

mereka untuk menyerahkan kepada masing-masing yang berhak dalam

keadaan kosong

i. Menyatakan menolak dan tidak menerima gugatan pengggugat selain

dan selebihnya

2. Dalam rekonpensi

a. Menyatakan gugatan rekonpensi penggugat tidak dapat diterima

3. Dalam konpensi dan rekonpensi

a. Menghukum para pihak untuk membayar biaya perkara secara tanggung

renteng yang hingga kini sebesar Rp 1.166.000,- (satu juta seratus enam

puluh enam ribu rupiah)

Page 80: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

69

BAB IV

ANALISIS

F. Analisis terhadap Pembagian Waris dalam Perkara Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama Ambarawa

Seperti yang telah ditetapkan KHI bahwa anak perempuan dan istri

merupakan kelompok ahli waris dari pewaris. Kemudian dalam pasal 176 dan

180 menerangkan jika terdapat dua anak perempuan dan istri, bagian mereka

masing-masing adalah 2/3 dan 1/8 dari harta warisan. Terhadap harta tersebut

dibagi harta bersama setengah bagian terlebih dahulu. Yaitu setengah dari

10.066 m2 adalah hak istri, dan setengah lagi adalah harta yang diwariskan.

2/3 atau 32/48 dan 1/8 atau 6/48 maka terdapat sisa 10 bagian, maka

bagian tersebut dibagikan kepada dua anak perempuannya. 32/48+10/48=

42/48. Sehingga bagian mereka masing-masing adalah 42/48:2=21/48x5033

m2=2201,93 m2. Bagian istri adalah 6/48 x 5033 m2 = 629,13 m2 ditambah

dengan harta bersama seluas 5.033m2. Hal tersebut telah sesuai dengan KHI,

mengingat tidak ada ahli waris lain yang lebih dekat untuk menerima harta

warisan tersebut karena telah terhalang oleh adanya anak.

G. Analisis terhadap Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb

1. Pembagian Waris dalam Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di

Pengadilan Agama Ambarawa Tinajauan KHI

Page 81: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

70

Pembagian waris di Pengadilan Agama sangat erat kaitannya dengan

pembagian waris secara islam. Menengok perkembangan hukum waris di

Indonesia, pembagian waris secara Islam terkodifikasi dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang merupakan modifikasi hukum Islam agar sesuai

dengan masyarakat Indonesia.

Dalam pembagian waris yang dilakukan Pengadilan Agama

Ambarawa telah mengacu pada Kompilasi Hukum Islam, mulai dari

penentuan ahli waris, bagian warisan, dan penentuan harta warisan dan

pelaksanaan pembagian.

a. Penentuan Ahli Waris

Dalam putusan itu pada poin s disebutkan menimbang, bahwa

sesuai keterangan para pihak, bukti P3 dan keterangan saksi-saksi,

maka telah terbukti bahwa pada saat S bin MK meninggal dunia

meninggalkan seorang istri (penggugat) dan dua (dua) orang anak

perempuan (tergugat I dan tergugat II), mereka ketiganya beragama

Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris, oleh

karenanya harus dinyatakan bahwa mereka:

4) Pengugat M binti M sebagai janda

5) Tergugat I M binti S sebagai anak kandung

6) Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung

Adalah ahli waris dari S bin MK

Dari pertimbangan tersebut, ketiganya dinyatakan sebagai ahli

waris dalam amar putusan yang berbunyi “menyatakan Pengugat M

Page 82: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

71

binti M sebagai janda, Tergugat I M binti S sebagai anak kandung,

Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung Adalah ahli waris dari S

bin MK”.

b. Penentuan harta peninggalan

Dalam menentukan harta warisan Majelis Hakim menggunakan

pertimbangan-pertimbangan seperti yang diuraikan dalam BAB III yang

intinya sebagai berikut:

- poin g menjelaskan bahwa pada tanggal 2 Pebruari 1965 penggugat

telah menikah dengan S bin MK dan selama perkawinan antara

penggugat dan S bin MK belum pernah bercerai

- poin h menegaskan bahwa S bin M telah meninggal dunia pada

tanggal 25 Juli 1973

- poin j menjelaskan bahwa tanah tersebut belum pernah dibagi waris,

dan penggugat masih mempunyai hak terhadap harta tersebut.

- Poin k menjelaskan bahwa dalam harta tersebut masih terikat sebagai

harta gono-gini.

- Poin l menegaskan bahwa harta tersebut diperoleh dalam masa

perkawinannya oleh almarhum

- Poin m menguraikan antara pernyataan Tergugat I dan Tergugat II

tidak sama. Tergugat II menyatakan bahwa harta tersebut belum

pernah dibagi, itu sama halnya menguatkan pernyataan penggugat.

Page 83: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

72

- Poin o menguraikan bahwa tidak ditemukannya surat pelepasan hak

dari penggugat, maka status tanah itu adalah harta bersama dalam

perkawinannya.

Dari pertimbangan-pertimangan tersebut Majelis Hakim

menyatakan harta yang berupa sebidang tanah dengan sertifikat HM

Nomor 927 tahun 1992, atas nama M (Tergugat I) dan SK (Tergugat

II), dengan luas tanah 10.066 m2 yang terletak di Karanganyar RT 02

RW 05 Kelurahan Tambakboyo, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten

Semarang, dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah utara : rumah Sriyanto, tanah kapling, tanah Dewi

- Sebelah timur: jalan setapak

- Sebelah selatan: sawah Kasiyadi dan sawah Yuhri

- Sebelah barat: jalan kampung

Adalah sebagai harta bersama perkawinan penggugat M binti M dengan

almarhum S bin MK.

c. Penentuan bagian waris

Oleh karena telah ditentukan ahli waris harta warisan, maka

ditentukan juga bagian masing-masing dari hak waris mereka dengan

beberapa pertimbangan. Pada poin p disebutkan menimbang, bahwa

oleh karena itu harus dinyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak

mempunyai kekuatan hukum, dan status tanah sengketa dimaksud

sebagai harta bersama perkawinan penggugat dengan almarhum S bin

MK yang belum dibagi.

Page 84: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

73

Pada poin q disebutkan menimbang, bahwa oleh karena itu sesuai

pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 96 ayat

1 Kompilasi Hukum Islam penggugat M binti M sebagai istri berhak

atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut di atas (12/x10.066m2),

dan S bin MK sebagai suami juga berhak atas seperdua (1/2) dari harta

bersama tersebut diatas (12/x10.066m2)

Dalam poin t disebutkan menimbang, bahwa pertimbangan-

pertimbangan tersebut di atas, Majelis harus menetapkan bagian

masing-masing ahli waris, sesuai pasal 180 Kompilasi Hukum Islam

penggugat M binti M sebagai janda mendapat bagian 1/8 (6/48) dari

harta warisan tersebut di atas (6/48 x 5033 m2 = 629,13 m2)

Dalam poin u disebutkan menimbang, bahwa karena anak

perempuan almarhum dua orang, maka kedua anak tersebut

memperoleh 2/3 bagian (32/48) dari harta warisan almarhum sesuai

pasal 176 Kompilasi Hukum Islam.

Dalam poin v disebutkan menimbang, bahwa jumlah bagian

penggugat, tergugat I dan II: 6/48 + 32/48 = 38/48, sehingga masih

tersisa 10/48 bagian. Sisa dari bagian tersebut diraddkan kepada kedua

anak tersebut (tergugat I dan II), dengan memperhatikan pendapat

Jumhur Fuqoha dalam buku Ilmu Waris (Drs. Fathur Rahman), maka

penerimaan tergugat I dan terguggat II sebagai berikut: 32/48+10/48=

42/48, dengan demikian bagian 1 (satu) orang anak perempuan adalah:

42/48:2=21/48x5033 m2=2201,9 m2

Page 85: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

74

Dari pertimbanga-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim

menetapkan “penggugat M binti M berhak atas seperdua (1/2) dari harta

bersama tersebut di atas (12/x10.066m2=5033 m2), dan almarhum S bin

MK berhak atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut

(12/x10.066m2=5033m 2)”. Menyatakan bagian masing-masing ahli

waris:

- Penggugat M binti M sebagai janda mendapat 1/8 bagian atau

6/48x5033 m2

- Tergugat I M binti S sebagai anak kandung mendapat

21/48x5033m2=2201,93m2

- Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung mendapat

21/48x5033m2=2201,93m2

Pembagian waris tersebut telah sesuai dengan ketetapan

pembagian waris islam, yaitu istri mendapat 1/8 bagiam, 2 anak

perempuan mendapat 2/3 bagian dan sisa harta dibagikan pada kedua

anaknya. Terhadap istri mendapat separo bagian dari harta bersama hal

itu merupakan perkembangan hukum waris islam di Indonesia karena

kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama.

d. Pelaksanaan pembagian oleh Pengadilan Agama Ambarawa

Pertimbangan Majelis Hakim dalam pelaksanaan pembagian

waris adalah sebagai berikut :

- Poin w menyebutkan “menimbang, bahwa oleh karena harta tersebut

merupakan satu kesatuan, maka diperintahkan kepada ahli waris

Page 86: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

75

untuk melakukan pembagian sesuai dengan yang telah ditetapkan

tersebut di atas”.

- Poin x menerangkan bahwa Tergugat I adalah pihak yang menguasai

sertifikat tersebut dan menempati tempat trsebut, sedang Tergugat III

juga memanfaatkan objek tersebuut, maka mereka dihukum untuk

menyerahkan kepada masing-masing yang berhak sesuai bagian

yang telah ditetapkan di atas dalam keadaan kosong.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim memerintahkan kepada

para pihak untuk melaksanakan pembagian sesuai yang ditetapkan dan

menghukum para tergugat atau siapa saja yang memperoleh hak dari

mereka untuk menyerahkan kepada masing-masing yang berhak .

Dari uraian tentang perkara waris di Pengadilan Agama

Ambarawa tersebut terhadap penentuan ahli waris, penentuan harta

peninggalan, penentuan bagian masing-masing, dan pelaksanaan

pembagian telah sesuai dengan KHI dan telah menggali kebenaran-

kebenaran sehingga penalaran terhadap putusan tersebut sudah terasa

adil. Tidak ada hal yang terasa ganjil selama proses persidangan serta

menempatkan antara bukti surat dan saksi dengan seimbang.

H. Analisis terhadap Pelaksanaan Putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb

Mengenai hal tersebut di atas Pengadilan Agama Ambarawa dalam

putusan nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb tentang kewenangan mengadili pada

bidang kewarisan telah sesuai dengan KHI. Dan terhadap putusan Pengadilan

Agama telah menyebutkan untuk memerintahkan pembagian waris

Page 87: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

76

berdasarkan putusannya. Sehinggan pelaksanaan pembagian waris lebih pasti

karena putusan tersebut mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan

pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.

Kemudian terkait setelah adanya putusan tersebut, oleh pihak keluarga

telah dilakukan pembagian waris sesuai dengan yang ditetapkan dalam

putusan. Dan putusan tersebut juga dijadikan dasar untuk mengurus sertifikat

tanah yang dijadikan agunan lunak, kemudian dijadikan dasar lagi untuk

mengurus sertifikat berikutnya atas nama masing-masing ahli waris.

Mengingat dasar hukum yang diterapkan dalam putusan tersebut telah sesuai

dan bisa diterima serta telah dilakukan pembagian maka putusan ini telah

mencakup rasa adil.

Page 88: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

77

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pembagian Waris dalam Perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb di

Pengadilan Agama Ambarawa telah mengacu pada Kompilasi Hukum Islam

dalam menetapkan ahli waris, besar bagian masing-masing dan penetapan

harta warisannya, yaitu: Penggugat sebagai istri mendapat setengah bagian

dari harta bersama (1/2x10.066 m2=5.033 m2). Bagian waris istri 1/8 atau

6/48, dua anak perempuan mendapat 2/3 atau 32/48. Terdapdat sisa harta

10/48 bagian yang dibagiakan pada 2 anak perempuannya. Sehingga bagian

istri 6/48x 5.033 m2=629,13 m2. Tergugat I mendapat 21/48x5033m2

=2201,93 m 2. Tergugat II mendapat 21/48x5033m2 =2201,93 m 2

2. Dasar pertimbangan hakim pembagian waris putusan Nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb adalah sebagai berikut. Dari keterangan para saksi

dan bukti-bukti yang diajukan serta pengakuan dapi para pihak maka

terbukti bahwa tanah sengketa waris belum pernah dibagi waris. Oleh

karena penggugat adalah istri dari almarhum, maka sesuai dengan pasal 35

UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 96 ayat 1 KHI penggugat berhak atas ½

bagian dari harta bersama dan ½ bagian menjadi harta warisan. Kemudian

penetapan ahli waris berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang

diajukan dalam persidangan maka Penggugat, Tergugat I, dan Tergugat II

adalah ahli waris dari almarhum. Terhadap bagian masing-masing ahli

waris, sesuai keterangan dari Bapak Syamsuri selaku hakim Pengadilan

Page 89: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

78

Agama Ambarawa, menerangkan bahwa dalam pasal 174 (2) KHI

disebutkan “apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat

warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda”, yang dimaksud dengan

anak adalah baik itu anak laki-laki atau perempuan. Jadi kedudukan

Tergugat I dan Tergugat II sebagai anak perempuan kandung dari almarhum

telah menghalangi saudara almarhum untuk mewarisi. Sehingga dapat

ditetapkan bahwa istri sebagai ahli waris mendapat 1/8 bagian dan dua anak

perempuan mendapat 2/3 bagian. Dalam hal ini terdapat sisa harta 10

bagian, kemudian hakim mempertimbangkan berdasarkan jumhur fuqoha

dalam buku Ilmu Waris Drs. Fathur Rahman, maka sisa harta tersebut

menjadi hak anak (Tergugat I dan Tergugat II). Setelah penentuan itu

semua, pelaksanaan pembagian waris ditegaskan dalam amar putsan yang

menegasakan “memerintahkan para pihak untuk melaksanakan pembagian

sesuaiyang ditetapkan tersebut di atas dan menghukum kepada para tergugat

atau siapa saja yang memperoleh hak dari mereka untuk menyerahkan

kepada masing-masing yang berhak dalam keadaan kosong. Kewenangan

mengadili perkara Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb telah sesuai dengan

ketentuan penjelasan pasal 49 huruf b UU No 3 tahun 2006. Yaitu

penentuan ahli waris, penentuan harta warisan, penentuan bagian masing-

masing, dan pelaksanaan pembagian. Serta pembagian waris dilakukan telah

sesuai dengan KHI.

3. Pelaksanaan putusan nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb oleh pihak keluarga

telah dilaksanakan pembagian sesuai dengan putusan. Oleh karena putusan

Page 90: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

79

tersebut telah mempunyai kekuatan hokum, maka pihak keluarga sangat

terbantu dalam pengurusan keperdataan selanjutnya seperti pengurusan

sertifikat yang dijadikan agunan pinjaman lunak dan pensertifikatan

berikutnya oleh masing-masing ahli waris.

B. SARAN

1. Yang pertama adalah saran terhadap diri saya sendiri untuk belajar dengan

giat lagi dalam mendalami sebuah bidang karena dalam skripsi yang

singkat ini saya telah menemukan banyak hal yang belum saya ketahui

sebelumnya.

2. Setelah mengikuti cara pembagian waris di Pengadilan Agama, khususnya

Pengadilan Agama Ambarawa, saran yang dapat saya sampaikan adalah

bagi masyarakat yang mempunyai masalah dalam pembagian waris jangan

enggan untuk mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama karena dalam

pembagian tersebut telah menggunakan banyak pertimbangan dan

ditangani oleh hakim-hakim yang ahli dalam bidang perdata Islam.

3. Bagi pihak kampus, kiranya dapat menerima dengan lapang dada penelitian

ini yang jauh dari sempurna.

4. Bagi para hakim, terutama hakim Pengadilan Agama Ambarawa dan

pegawai pengadilan untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam

menjalankan profesinya.

Page 91: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

80

DAFTAR PUSTAKA

Lubis & Simanjuntak. 2007. Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Budiono, A. Rachmad. 1999. Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.

Bandung: Citra Aditya Bakti. Alkalali, Asad. M. 1987. Kamus Indonesia-Arab. Jakarta: Bulan Bintang. Muqoddas, M. Busyro, dkk. 2010. Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab

Negara. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia. Harahap, M. Yahya. 2003. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama:

UU No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Sinar Grafika. Rasyid & Syaifuddin. 2009. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada

Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press. Djalil, Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana. Rasyid, Roihan. A. 2010. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: RajaGrafindo

Persada. Arto, A. Mukti. 1996. Praktek Perkara Perdata: pada Pengadilan Agama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Agama. 1998. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta. Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:

Kencana. Departemen Agama. 1986. Ilmu Fiqh 3. Jakarta. Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2007. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta:

Gema Insani. Fajri, Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publlisher. Muhibbin, Wahid. 2009. Hukum Islam sebagai Pembaruan Hukum Positif di

Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Suma, Muhammad Amin. 2008. Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan

Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 92: PELAKSANAAN PUTUSAN DALAM PEMBAGIAN WARIS DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3075/1/Aina Sufya Fuaida.pdf · Keberadaan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia

81

Ali, Mohammad Daud. 2011. Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia). Jakarta: Rajawali Pers.

Zumrotun, siti. 2007. Faktor Penyebab Keengganan Masyarakat Muslim Salatiga

Mengajukan Perkara Waris di Pengadilan Agama. STAIN Salatiga. Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Darmodiharjo& shidarta. 1999. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

http://www.pa-ambarawa.go.id/ diakses hari senin, 26 nop 2012 pukul 11.22

Zen, Nor Fuad. 2002. Wasiat Wajibah sebagai Alternatif Waris Anak Angkat.

STAIN Salatiga.

Aryanto, Slamet. 2009. Pembagian Warisan dengan Jalan Hibah menurut

Pandangan Islam. STAIN Salatiga.

Adityassari, Hanik. 2009. Pembagian Harta Warisan bagi Keturunan Punah.

STAIN Salatiga.

Haryanti, Isti. 2004. Hak Waris Anak dari Proses Bayi Tabung. STAIN Salatiga.

Setiawati, Ambar. 2004. Bagian Waris Anak dalam Kandungan. STAIN Salatiga.

Hartati. 2002. Bagian Waris Anak Luar Nikah menurut Hukum Islam dan Hukum

Positif. STAIN Salatiga.

Asad, Muhammad Ali. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris dalam Masyarakat

Islam. STAIN Salatiga.

Anggraeni, nanik dyah. 2001. Hak Opsi dalam Hukum Waris di Indonesia.

STAIN Salatiga.