pelaksanaan 3m plus terhadap keberadaan larva

151
PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH: Faradillah Desniawati NIM : 1110101000095 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H

Upload: lyhuong

Post on 12-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES

AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA

TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH:

Faradillah Desniawati

NIM : 1110101000095

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H

Page 2: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA
Page 3: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2014

Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095

Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014

xx + 105 Halaman + 26 Tabel + 2 Grafik + 5 Gambar + 3 Bagan + 4 Lampiran

ABSTRAK

Kecamatan Ciputat merupakan salah satu dari kecamatan yang paling banyak

ditemukan kasus DBD setiap tahunnya. Pada tahun 2010-2013 jumlah kasus DBD di

Puskesmas Ciputat adalah 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Menurut data

surveilans DBD Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 nilai ABJ sebesar 89,96%,

91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Salah satu upaya pencegahan penyakit DBD adalah

memutuskan rantai penularan dengan cara mengendalikan vektor melalui kegiatan

pelaksanaan 3M plus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional, sampel yang diambil sebanyak 235 rumah tangga. Pengambilan sampel

yang dilakukan menggunakan teknik purposive sampling terhadap RW yang terpilih

dan random sampling terhadap masing-masing rumah tangga. Metode pengumpulan

data menggunakan data primer berupa wawancara dengan instrumen penelitian

kuesioner dan observasi, dan data sekunder berupa profil Puskesmas Ciputat tahun

2010-2013 dan Laporan Bulanan data kesakitan (LB I) tahun 2010-2013. Waktu

penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juni 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan larva Aedes aegypti 15,3%.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada lima variabel yang berhubungan

dengan keberadaan larva Aedes aegypti yaitu variabel menguras tempat penampungan

air (p value 0,000), mengubur barang bekas (p value 0,002), mengganti air vas bunga

dan tempat minum hewan (p value 0,007), memperbaiki saluran dan talang air yang

tidak lancar (p value 0,001), mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai

(p value 0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah variabel menutup

tempat penampungan air, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang

kawat kasa, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan sebaiknya pihak

puskesmas meningkatkan pemeriksaan jentik secara berkala, dan meningkatkan

kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini

dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka

kejadian DBD.

Kata kunci: Larva Aedes aegypti, 3M plus, DBD

Page 4: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduated Thesis, August 2014

Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095

The Implementation Of 3M Plus Against The Presence Of Larvæ Aedes Aegypti

In The Work Area Health Center Of Ciputat South Tangerang City In May-

June 2014.

xx + 105 Pages + 26 Tables + 2 Graphic + 5 Images + 3 Chart + 4 Appendices

ABSTRACT

Subdistrict Ciputat is one of the most frequently found DBD cases every year.

In 2010-2013 the number of cases of DBD Health Center of Ciputat is 71 cases, 7

cases, 31 cases, and 24 cases. According to the surveillance data DBD health center

of Ciputat in 2010-2013 the value of ABJ 89,96%, 91,06%, 90,86%, and 93,13%. One of the dengue disease prevention is to break the chain of transmission by vector

control through implementation of 3M plus activity. The purpose of the study was to

determine the relationship between the condition of the implemantation of 3M plus

with presence of larvae in work area of Health Center of Ciputat, South Tangerang

city in May-June 2014.

This study was the quantitative cross-sectional study design. The samples

were 235 household, and sampling methode used purposive sampling of selected RW

and random sampling of each household. The research used primary data from

interview with an questionnaire and observation, and secondary data from profile of

Health Center of Ciputat in 2010-2013 and monthly reports I (LB I) in 2010-2013.

The research was conducted in May-June 2014.

The result showed that presence of Aedes aegypti larvae was 15,3%. There

were five variables significantly associated with presence of Aedes aegypti larvae

were drained container (p value 0,000), buried the used goods (p value 0,002),

replaced water vase and drinking animals pot (p value 0,007), repaired unsmoothed

water channel and drain (p value 0,001), and sought adequate lighting and ventilation

(p value 0,000). While unrelated variables were closing water pot, closed the holes on

a piece of bamboo and trees with soil, sowed powder abate, kept fish larva eater, put

on the wire netting, and avoided the habit of hanging clothes (p value > 0,05)

Based on the result, then it is recommended health center should checkings

larva periodically, and increase public awareness of the conduction of 3M plus

activity simultaneously and continuously. It is intended to break the mosquito life

cycle and reduces the incidence of dengue.

Keyword: Aedes aegypti larvae, 3M plus, DBD

Page 5: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA
Page 6: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA
Page 7: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Faradillah Desniawati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Desember 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kemandoran IV No. 26 RT 08/09 Kedaung,

Pamulang, Tangerang Selatan

Telepon : (021) 7494056 / 085781777220

e-mail : [email protected]

Pendidikan

1997 - 1998 : TK Perwanida

1998 – 2004 : SDN 1 Ciputat

2004 – 2007 : MTsN Tangerang 2 Pamulang

2007 – 2010 : MAN 4 Model Jakarta

2010 – Sekarang : S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan

Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan

Page 8: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak

kita mendapat syafa’atnya.

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

Bulan Mei-Juni Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan. Namun dengan

bantuan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Papaku Drs. H. Abdul Rauf N, MM., dan Mamaku

Hj. Rosmalina S yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan

materil kepada penulis dalam penulisan skripsi sehingga dapat menyelesaikan

studi S1 ini.

2. Kakak, dan adikku tercinta, Nurputri Septiardina S.E.Sy., Moehammad Arfandi

SH, dan Naila Fitriah Khairunnisa yang selalu mendoakan, dan memberikan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. DR (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Page 9: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

viii

6. Ibu Febrianti, SP, M.Si, Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Bapak dr. Sholah

Imari, M.Sc selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran

untuk perbaikan skripsi ini.

7. Pihak Puskesmas Ciputat yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian serta bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan penulis.

8. Pihak Kelurahan Ciputat yang telah memberikan izin penelitian serta arahan

maupun dukungannya.

9. Pihak Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin dan dukungannya.

10. Teman-teman Kebabers, yaitu Eliza, Siva, Iwed, Tika, Dini, Anin, Mawar,

Asri, Furi, Karlin yang selalu memberikan semangat, bantuan, serta tempat

berbagi suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman Kesling 2010, yaitu Nida, Annis, Alya, Tuti, Yuni, Fitri, Rizka,

Misyka, Ifa, Reka, Elfira, Angger, Fuad, Ilham, Febri, dan Akbar yang sama-

sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas semangat yang

diberikan.

12. Teman-teman Kesmas 2010 yang menjadi teman seperjuangan dan berbagi

ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan.

13. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan

skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan

kritik senantiasa diharapkan penulis agar menjadi masukan di masa mendatang.

Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak. Terima

kasih.

Jakarta, Agustus 2014

Penulis

Page 10: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. i

ABSTRAK............................................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ ........ iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................ vi

KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii

DAFTAR ISI......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL................................................................................................ xiv

DAFTAR GRAFIK...................................................................................... ........ xvi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ........ xvii

DAFTAR BAGAN................................................................................................ xviii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xix

DAFTAR SINGKATAN...................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.......................................................................................................

1.1 Rumusan Masalah...........................................................................................

1.2 Pertanyaan Penelitian......................................................................................

1.3 Tujuan..............................................................................................................

1.4.1 Tujuan Umum........................................................................................

1.4.2 Tujuan Khusus........................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................

1.6 Ruang Lingkup.................................................................................................

1

6

7

7

7

7

8

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti...............................................................

2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti........................................................

2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.........................................................

2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti.....................................................

2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti....................................................................

2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan........................................

10

10

11

11

15

15

Page 11: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

x

2.2.1.1 Tempat Penampungan Air (TPA)..............................................

2.2.1.2 Iklim..........................................................................................

2.2.2 Perilaku Menghisap Darah.....................................................................

2.2.3 Perilaku Istirahat............................................................................ ........

2.2.4 Penyebaran.............................................................................................

2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti............................................................. ........

2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular..............................................................

2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengeu (DBD)....................... ........

2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus....................................................................... ........

2.6 Kerangka Teori................................................................................................

17

18

19

21

22

23

24

28

28

39

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,

HIPOTESIS PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep..............................................................................................

3.2 Definisi Operasional........................................................................................

3.3 Hipotesis Penelitian..........................................................................................

40

42

45

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain dan Penelitian.......................................................................................

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................................

4.2.1 Tempat Penelitian...................................................................................

4.2.2 Waktu Penelitian....................................................................................

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian.......................................................................

4.3.1 Populasi Penelitian.................................................................................

4.3.2 Sampel Penelitian...................................................................................

4.4 Metode Pengumpulan Data..............................................................................

4.4.1 Data Primer............................................................................................

4.4.2 Data Sekunder........................................................................................

4.5 Instrumen Penelitian........................................................................................

4.6 Pengolahan Data..............................................................................................

4.7 Analisis Data....................................................................................................

47

48

48

48

48

48

48

52

52

52

53

53

54

Page 12: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xi

4.7.1 Analisis Univariat..................................................................................

4.7.2 Analisis Bivariat.....................................................................................

55

55

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................................

5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian..............................................

5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti...........................................................

5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air....................................................

5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air......................................................

5.2.4 Mengubur Barang Bekas........................................................................

5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................

5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air....................................................

5.2.7 Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon................

5.2.8 Menabur Bubuk Abate...........................................................................

5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................

5.2.10 Memasang Kawat Kasa........................................................................

5.2.11 Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................

5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang.............................

5.3 Analisis Bivariat...............................................................................................

5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menguras Tempat Penampungan Air....................................................

5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menutup Tempat Penampungan Air......................................................

5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengubur Barang Bekas.......................................................................

5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................

5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................

5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu................

56

57

57

58

59

59

60

61

61

62

63

63

64

65

65

66

67

68

69

70

71

Page 13: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xii

5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menabur Bubuk Abate...........................................................................

5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................

5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memasang Kawat Kasa.......................................................................

5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................

5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Yang Memadai...

72

73

74

75

76

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian....................................................................................

6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti.....................................................................

6.3 Analisis Bivariat...............................................................................................

6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menguras Tempat Penampungan Air....................................................

6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menutup Tempat Penampungan Air......................................................

6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengubur Barang Bekas.......................................................................

6.4.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................

6.4.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................

6.4.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu...............

6.4.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menabur Bubuk Abate...........................................................................

6.4.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................

77

77

79

79

82

84

87

88

90

91

93

Page 14: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xiii

6.4.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Memasang Kawat Kasa.........................................................................

6.4.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................

6.4.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan

Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai....

95

97

99

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan..........................................................................................................

7.2 Saran.................................................................................................................

7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat...............................................................

7.2.2 Saran Bagi Masyarakat..........................................................................

7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya.............................................................

102

102

102

104

105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................... 42

Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun

2013.............................................................................................................

50

Tabel 5.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

57

Tabel 5.2 Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva Aedes

aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

58

Tabel 5.3 Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat Penampungan

Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014...........................................................................................................

58

Tabel 5.4 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat Penampungan

Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

59

Tabel 5.5 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

60

Tabel 5.6 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas Bunga dan

Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-

Juni Tahun 2014..........................................................................................

60

Tabel 5.7 Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran dan Talang

Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014...........................................................................................................

61

Tabel 5.8 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang Pada

Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan

Mei-Juni Tahun 2014..................................................................................

62

Tabel 5.9 Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

62

Tabel 5.10 Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan Pemakan Jentik

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

63

Tabel 5.11 Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014............................................................................................................

64

Tabel 5.12 Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan

Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-

Juni Tahun 2014..........................................................................................

64

Tabel 5.13 Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi yang

Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun

2014.............................................................................................................

65

Tabel 5.14 Gambaran Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan

Page 16: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xv

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................

66

Tabel 5.15 Gambaran Hubungan Menutup Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................

67

Tabel 5.16 Gambaran Hubungan Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan

Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-

Juni Tahun 2014..........................................................................................

68

Tabel 5.17 Gambaran Hubungan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum

Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................

69

Tabel 5.18 Gambaran Hubungan Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................

70

Tabel 5.19 Gambaran Hubungan Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu

dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................

71

Tabel 5.20 Gambaran Hubungan Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014.................................................................................................

72

Tabel 5.21 Gambaran Hubungan Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................

73

Tabel 5.22 Gambaran Hubungan Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014.................................................................................................

74

Tabel 5.23 Gambaran Hubungan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian

dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014...........................................................

75

Tabel 5.24 Gambaran Hubungan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang

Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................

76

Page 17: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2007-

2012..............................................................................................

2

Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012....... 3

Page 18: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti.................................................................. 10

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti............................................ 12

Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti....................................................................... 13

Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti...................................................................... 13

Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti........................................................................ 14

Page 19: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 39

Bagan 3.1 Kerangka Konsep........................................................................ 41

Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel.......................................... 52

Page 20: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Kuesioner Peneliitian

3. Ouput Analisis Data

4. Foto

Page 21: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

xx

DAFTAR SINGKATAN

ABJ : Angka Bebas Jentik

DBD : Demam Berdarah Dengue

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

HI : House Index

CI : Container Index

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

TPA : Tempat Penampungan Air

WHO : World Health Organization

Page 22: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi

sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah Demam

Berdarah Dengue (DBD).

Pada tahun 1953 penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila

(Filipina), dan kemudian menyebar ke berbagai negara. Data dari seluruh

dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health Organization (WHO)

terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 mencatat bahwa negara

Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara

(Achmadi, 2011).

Penyakit DBD mulai melanda Indonesia sejak tahun 1968. Sejak itu

penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue ini telah menyebar ke seluruh

provinsi di Indonesia dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang

berarti. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, ini kerap menimbulkan kepanikan di masyarakat karena

penyebarannya yang cepat dan potensinya yang dapat menyebabkan kematian.

Page 23: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

2

Dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti mengalami empat stadium

yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di

dalam air tawar yang jernih serta tenang. Tempat Penampungan Air (TPA)

potensial sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah genangan air

yang terdapat di dalam suatu wadah atau container (Ridha, MR,. dkk, 2013).

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, jumlah angka

kesakitan DBD di Indonesia dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan

dan penurunan tiap tahunnya (fluktuatif). Berikut merupakan grafik tren DBD

dari tahun 2007-2012:

Grafik 1.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue di Indonesia Per

100.000 Penduduk Tahun 2007-2012

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Jumlah Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2008-2012 juga mengalami

peningkatan dan penurunan tiap tahunnya dan masih belum sesuai dengan

target nasional yaitu sebesar ≥ 95%, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh

dalam jumlah angka kesakitan DBD. Berikut merupakan grafik ABJ di

Indonesia tahun 2008-2012:

Tahun

Page 24: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

3

Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia

Tahun 2008-2012

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Jumlah penderita DBD di wilayah provinsi Banten pada tahun 2011

sebanyak 1.979 kasus. Kemudian mengalami peningkatan di tahun 2012

dengan 3.486 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Banten, 2012). Sedangkan

untuk kota Tangerang Selatan diketahui jumlah kasus DBD pada tahun 2011

sebanyak 750 kasus dan mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan jumlah

781 kasus dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak lima orang

(Dinkes Tangsel, 2012). Hal ini dikarenakan nilai ABJ di wilayah tersebut

pada tahun 2011-2012 masih ≤ 95% yaitu 90,6% dan 93,62%, sehingga resiko

terjadinya DBD tinggi.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012,

diketahui bahwa tiga dari tujuh kecamatan di Tangerang Selatan hingga kini

masih dalam status zona merah yang berarti bahwa di wilayah tersebut setiap

tahunnya sering ditemukan banyak kasus DBD. Ketiga kecamatan itu adalah

Pondok Aren, Ciputat, dan Pamulang. Angka kejadian DBD yang paling

banyak adalah kecamatan Pondok Aren. Tiga kecamatan lain yang tidak

Tahun

Page 25: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

4

masuk zona merah adalah Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, dan Setu

(Dinkes Tangsel, 2012).

Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD

Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD

yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤

95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Sehingga jumlah kasus

DBD dan nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Ciputat selalu mengalami

peningkatan maupun penurunan tiap tahunnya. Akan tetapi, penyakit DBD

tidak termasuk kedalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ciputat. Namun,

penyakit ini merupakan masalah yang harus diatasi ataupun dicegah

penularannya agar tidak menyebabkan kematian.

Upaya pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan

istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD yang dilakukan dengan

cara pelaksanaan 3M Plus terdiri dari: menguras Tempat Penampungan Air

(TPA), menutup TPA, mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan

tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan

tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang

kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, dan

memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Depkes, 2005).

Page 26: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

5

Keberadaan jentik Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi

keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik dapat berkembang biak pada

wadah-wadah TPA di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011).

Keberadaan kontainer di lingkungan rumah sangat berperan dalam

kepadatan jentik Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan

semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk

Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti, maka semakin

tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat

sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya

mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD (Maria, Ita. et.al.,

2013).

Hasil penelitian Suprianto (2011), didapatkan bahwa praktik PSN

berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (p value=

0,03). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulina (2012)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan keberadaan jentik terhadap penyakit

DBD (p value= 0,002) serta terdapat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap

penyakit DBD (p value= 0,047).

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis, pada 9

rumah yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menunjukkan bahwa

55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum

melaksanakan 3M Plus secara keseluruhan. Sedangkan 44,44% (4 dari 9

rumah) tidak terdapat larva Aedes aeypti dan sudah melaksankan 3M Plus.

Page 27: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

6

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif

untuk penyakit DBD, sehingga PSN-3M Plus merupakan cara pengendalian

vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).

Oleh karena itu, pencegahan DBD sangat diperlukan dengan melakukan

pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti

melalui 3M Plus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka, peneliti merasa

tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun

2014.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD

Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD

yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤

95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Dalam studi pendahuluan

yang dilakukan oleh penulis diperoleh hasil bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah)

terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M plus secara

keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan tempat-tempat perindukan nyamuk

dapat dijadikan indikator kejadian DBD, sehingga PSN-3M plus dianggap

sebagai cara paling efektif menangani DBD. Atas dasar pemikiran di atas

maka penulis ingin mengetahui “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan

Page 28: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

7

Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014.”

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni Tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014?

3. Adakah hubungan pelaksanaan 3M Plus dengan keberadaan larva Aedes

aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

bulan Mei-Juni tahun 2014?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan

larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang

Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-

Juni tahun 2014.

2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.

Page 29: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

8

3. Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan 3M Plus terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan informasi tentang hubungan pelaksanaan 3M

plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti agar dapat menjadi

bahan masukan dalam menentukan kebijakan serta perencanaan

kesehatan pada masyarakat untuk penanggulangan penyakit DBD.

2. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan masukan untuk dapat berpartisipasi dalam

penanggulangan penyakit DBD.

3. Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan secara nyata teori-teori yang telah didapat

di perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang

penelitian serta menambah wawasan dalam pengalaman menulis dan

meneliti.

4. Bagi Peneliti Lain

Dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam melakukan

pengembangan ilmu dan menyelesaikan penelitian.

Page 30: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

9

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dan

dilakukan pada Mei – Juni 2014 dengan populasi penelitian adalah semua

rumah tangga yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

yaitu Kelurahan Ciputat dan Cipayung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan desain cross sectional, dengan

tujuan untuk melihat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan

larva Aedes aegypti yang diteliti pada waktu yang bersamaan. Metode

pengumpulan data dalam penelitian ini dengan data primer melalui wawancara

tertutup kepada responden menggunakan kuesioner dan juga dengan cara

observasi serta data sekunder berupa profil Puskesmas tahun 2010-2013 dan

Laporan Bulanan I (LB I) tahun 2010-2013.

Page 31: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti

2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh

Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam

klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes, RI 2013

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006)

Page 32: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

11

2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera:

Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai

dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam.

Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan

putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada

bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak

yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis

lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip

pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci

pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya

lebih besar dibandingkan nyamuk jantan.

2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan

perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat

tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga

termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto,

2006).

Page 33: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

12

Gambar 2.2

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

1. Stadium Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval

memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak

memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan

telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada

tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di

atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat

menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah

manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan

sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi

jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006, dalam

Sulina, 2012).

Page 34: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

13

Gambar 2.3

Telur Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

2. Stadium Larva (Jentik)

Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas

memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva

ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis

negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak

lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air

dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan

oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat

berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, tahun

2012).

Gambar 2.4

Jentik Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Page 35: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

14

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat

tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut,

yaitu:

1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2. Instar II : 2,5-3,8 mm

3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes

RI, 2005)

3. Stadium Pupa

Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti

mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada

(cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian

perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ‘koma’. Tahap

pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama

2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi

perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke

permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk

persiapan munculnya nyamuk dewasa.

Gambar 2.5

Pupa Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Page 36: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

15

4. Nyamuk dewasa

Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru

muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas

permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan

menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan

betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk

jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat

tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan

kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah

kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan

untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah

manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan

(Achmadi, 2011). Pada umumnya nyamuk betins hanya kawin

satu kali selama hidupnya, biasanya perkawinan terjadi setelah

24 – 28 jam setelah keluar dari kepompong (Sumantri, 2010).

2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat

perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-

tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah,

berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana

Page 37: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

16

seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-

barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan

akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di

genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Supartha,

2008, dalam Sulina, 2012).

Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama dapat

dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA)

untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi,

bak WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air

(TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman

hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan

sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang

terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung

kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain.

Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada

kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang

terletak di tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Telur

diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air, bila terkena

air telur akan menetas menjadi larva atau jentik, setelah 5-10 hari

larva berubah menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk

dewasa (Depkes R1, 2005).

Nyamuk betina mempunyai kemampuan memilih tempat

perindukan atau tempat berkembang biak yang sesuai dengan

Page 38: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

17

kesenangan dan kebutuhannya. Aedes aegypti senang meletakkan

telur di air tawar yang bersih dan tidak langsung menyentuh tanah,

begitu selanjutnya masih banyak banyak variasi lain. Oleh karena

itu, perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka

diperlukan suatu survei yang intensif untuk inventarisasi tempat

perindukan, yang sangat membantu dalam program pengendalian

vektor (Sumantri, 2010).

2.2.1.1 Tempat Penampungan Air

Tempat penampungan air (TPA) adalah berbagai

macam tempat yang digunakan untuk menamapung air guna

kebutuhan sehari-hari, seperti: drum, tempayan, bak mandi,

ember, dan lain-lain (Roose, 2008).

Tempat penampungan air berfungsi sebagai tempat

perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Pada musim

hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti ini dapat meningkat

karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas

ketika tempat perkembang biakannya, yaitu tempat

penampungan air, khususnya TPA bukan untuk keperluan

sehari-hari dan alamiah, mulai terisi air hujan. Kondisi

seperti ini akan dapat meningkatkan populasi nyamuk,

sehingga penularan penyakit DBD dapat meningkat pula

(Kusumawardani, 2012).

Page 39: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

18

Secara fisik tempat penampungan air dibedakan lagi

berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik,

porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain-lain), warna

tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain),

volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100

lt, 101-200 lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air

(di dalam atau di luar rumah), penutup tempat

penampungan air (ada atau tidak), pencahayaan pada tempat

penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2005).

2.2.1.2 Iklim

Terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, dan

kecepatan angin.

a. Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah,

tetapi metabolismenya menurun bahkan terhenti bila

suhunya turun sampai di bawah 10oC. Pada suhu yang

lebih tinggi dari 35oC, nyamuk juga akan mengalami

perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses

fisiologis. Rata-rata suhu ideal untuk pertumbuhan

nyamuk adalah 25oC-27

oC. Pertumbuhan nyamuk akan

terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10oC atau

lebih dari 40oC.

Page 40: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

19

b. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang terlalu tinggi di dalam

rumah mengakibatkan berkembang biaknya bakteri

penyebab penyakit. Kelembaban nyamuk berkisar antara

60%-80%. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk

tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk jadi

lebih pendek sehingga nyamuk tidak dapat menjadi

vektor.

c. Curah hujan

Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan

juga memperbanyak tempat perindukan nyamuk untuk

berkembang biak.

d. Kecepatan angin

Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh

terhadap kelembaban dan suhu udara serta arah

penerbangan nyamuk.

2.2.2 Perilaku Menghisap Darah

Menurut Sumantri (2010), perilaku mencari atau

menghisap darah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:

a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu

Nyamuk pada umumnya mencari darah pada malam

hari, sebagian spesies nyamuk aktif mencari darah siang

Page 41: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

20

hari seperti nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang aktif

mencari darah malam hari, ternyata setiap spesies berbeda

dan mempunyai sifat tertentu. Ada spesies yang aktif mulai

dari senja hingga menjelang tengah malam, adapula yang

aktif mulai menjelang tengah malam hingga pagi hari, dan

adapula yang aktif mulai dari senja hingga menjelang pagi.

b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat

Apabila metode yang sama kita adakan di dalam

atau di luar rumah, maka dari hasil penangkapan ini dapat

diketahui ada dua golongan nyamuk:

1. Exophagic, yang lebih senang mencari darah di luar

rumah.

2. Endophagic, golongan nyamuk yang lebih senang

mencari darah di dalam rumah.

c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah

Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita

dapat membedakan sebagai berikut:

1. Anthropophilic, nyamuk senang dengan darah manusia.

2. Zoophilic, nyamuk senang dengan darah hewan.

3. Nyamuk yang tidak mempunyai pilihan tertentu.

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk

betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya.

Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan

Page 42: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

21

darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk

betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali.

Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari

dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB.

Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina

sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap

darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan

kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar

100 meter (Depkes RI, 2004).

2.2.3 Perilaku Istirahat

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai

menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-

3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti

hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam

rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang

disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab

dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di

dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang

digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah

nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di

luar rumah (Depkes RI, 2004).

Page 43: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

22

Menurut Sumantri (2010), beristirahat bagi nyamuk

mempunyai arti dua macam, yaitu:

1. Beristirahat yang sebenarnya, selama waktu menunggu

proses perkembangan telur.

2. Beristirahat yang hanya sementara, yaitu pada waktu

nyamuk sedang aktif mencari darah.

Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat

yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat, tetapi

apabila diteliti lebih lanjut tiap spesies ternyata mempunyai

perilaku yang berbeda. Ada spesies yang hanya hinggap di

tempat-tempat dekat tanah, tetapi adapula spesies yang

hinggap di tempat-tempat yang lembab dan terlindung dari

cahaya.

2.2.4 Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter,

maksimal 100 meter, namun karena angin atau kendaraan

dapat berpindah lebih jauh (Widodo, 2012).

Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti

tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia,

nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun

tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan

berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari

Page 44: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

23

permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini

tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian

tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI,

2005).

Menurut Sumantri (2010), Penyebaran vektor

mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang

ditularkan oleh serangga. Penyebaran nyamuk dapat

berlangsung dengan dua cara yaitu:

1) Cara aktif, yang dilakukan nyamuk dengan

menggunakan kekuatan terbang.

2) Cara pasif, dengan perantaraan dan bantuan transportasi

angin.

2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti

Keberadaan larva atau jentik nyamuk merupakan indikator dari

potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat

berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayati, W.

et. al., 2011).

Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan

vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang

memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan

Page 45: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

24

semakinpadat pula jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air

tersebut (Wati, 2009).

Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah

sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan

tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan

menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah,

2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena

DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.

2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui

kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan

beberapa survei di beberapa rumah, seperti:

a. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk

dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing

selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di

dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya

dilakukan dengan menggunakan aspirator. Indeks nyamuk yang

digunakan:

1. Biting/Landing Rate:

Jumlah Aedes agypti betina tertangkap umpan orang

Jumlah Penangkapan x Jumlah jam penangkapan

Page 46: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

25

2. Resting per rumah:

Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

b. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Menurut Depkes RI (2005), untuk mengetahui keberadaan jentik

Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai

berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata

telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar,

seperti: bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air

lainnya, jika pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan

jentik, tunggu kira-kira ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar

jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,

seperti vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali

airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh

biasanya digunakan senter.

Metode survei jentik antara lain:

a. Single larva methode

Page 47: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

26

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap

genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih

lanjut.

b. Visual

Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya

jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran kepadatan populasi jentik dapat ditentukan dengan

mengukur:

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Jumlah rumah bangunan yang tidak ditemukan jentik

X 100% Jumlah rumah bangunan yang diperiksa

Jika nilai ABJ ≥ 95%, maka sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh Depkes (2005).

2. House Index (HI)

Jumlah rumah bangunan yang ditemukan jentik

X 100% Jumlah rumah bangunan yang diperiksa

Jika nilai HI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah.

sedangkan, jika nilai HI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD

tinggi.

3. Container Index (CI)

Jumlah container dengan jentik

X 100% Jumlah container yang diperiksa

Page 48: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

27

Jika nilai CI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah.

sedangkan, jika nilai CI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD

tinggi.

4. Breteau Index (BI)

Jumlah container dengan jentik

X 100% Jumlah rumah yang diperiksa

c. Survei Perangkap Telur

Menurut Depkes RI (2005), survei perangkap telur dilakukan

dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, seperti potongan

bambu, kaleng, atau gelas plastik, yang bagian dalam dindingnya dicat

warna hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut

dimasukkan padel berupa potongan bambu yang berwarna gelap

sebagai tempat untuk meletakkan telur bagi nyamuk. Kemudian ovitrap

diletakkan di tempat gelap di dalam dan luar rumah. Setelah 1 minggu

dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel. Perhitungan

ovitrap index adalah:

Jumlah padel dengan telur X 100%

Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular

secara lebih tepat, telur-telur pada padel tersebut dikumpulkan dan

dihitung jumlahnya.

Kepadatan populasi nyamuk berdasarkan jumlah telur pada padel:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ ovitrap 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 = .......... telur per ovitrap

Page 49: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

28

2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat

dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa.

2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus

Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik

Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dapat dilakukan

dengan cara melalui pemberantasan jentik yang dikenal dengan

kegiatan 3M plus, yaitu:

1. Menguras tempat penampungan air (TPA)

Menguras tempat penampungan air (TPA) seperti bak

mandi, bak WC, dan lain-lain perlu dilakukan secara teratur

sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan menyikat dan

menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak

dapat berkembang biak di tempat tersebut. Sebagaimana juga

yang dijelaskan oleh Sutaryo (2005) pada saat pengurasan atau

pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau

menyikat dinding dindingnya.

Dalam penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada

hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air

Page 50: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

29

(TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam

penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah

Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara menguras tempat penampungan air

dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Tempat penampungan air terdiri dari tempat penampungan

air dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat

penampungan air dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan,

dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah

yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007). Tempat

penampungan air yang sering ditemukan larva Aedes aegypti

adalah bak mandi (Fatimah, 2006).

Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar

rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes

aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi

tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga

dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006).

Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada

hubungan antara keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di

tempat penampungan air. Silvia (2007), menyebutkan bahwa

keberadaan jentik dalam penampungan air, menguras tempat

penampungan air lebih dari satu minggu sekali berpengaruh

terhadap kejadian DBD.

Page 51: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

30

2. Menutup tempat penampungan air (TPA)

Menutup rapat tempat penampungan air dalam

pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN

DBD) yaitu seperti menutup rapat ember, tempayan, baskom, bak

mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di

wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan antara menutup rapat tempat penampungan air

dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam

penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota

Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes

aegypti.

3. Mengubur barang-barang bekas

Mengubur barang-barang bekas merupakan praktik

pemberantasan nyamuk DBD yang dilakukan dengan cara

mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air

dan terdapat larva Aedes aegypti seperti kaleng bekas, botol

bekas, ban bekas, dan lain-lain (Depkes, 2005).

Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol

bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka

peluang terhadap kejadian DBD.

Page 52: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

31

Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat

menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk

tempat perkembang biakan nyamuk. Karena semakin banyak

tempat bagi nyamuk yang dapat menampung air, semakin banyak

tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak,

sehingga makin meningkat pula risiko kejadian DBD (Widodo,

2012).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009)

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan praktik

mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non

endemis penyakit DBD. Namun, dalam penelitian yang dilakukan

oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota

Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes

aegypti. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Yudhastuti, dkk (2005) di Surabaya.

4. Mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung

Dalam mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung

seminggu sekali, hal yang perlu dilakukan tidak hanya mengganti

air tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat

tempat-tempat tersebut agar jentik Aedes aegypti tidak dapat

hidup ataupun berkembang biak di dinding-dindingnya.

Page 53: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

32

Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, Keman, dan Wahyuni

(2005) menunjukan bahwa keberadaan kontainer atau tempat

penampungan air, baik yang berada di dalam maupun di luar

rumah, merupakan faktor yang berperan penting dalam penularan

ataupun terjadinya KLB DBD.

Saniambara et al. (2003) menyatakan bahwa nyamuk Aedes

aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih

dan yang tidak beralaskan tanah, seperti: bak mandi/wc, drum dan

kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias.

Kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang

pagar/bambu dan lubang tiang bendera.

5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di

tempat tersebut (Depkes, 2005).

Tempat penampungan air positif larva yang juga penting

diperhatikan adalah talang air. Hal ini dikarenakan letak talang air

yang tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk

dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang

digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani,

dkk., 2009).

6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan

tanah.

Page 54: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

33

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat

berkembang biak (Depkes, 2005).

Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat

menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada

potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang

berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan

nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma,

dkk, 2007).

7. Menabur bubuk larvasida

Dalam menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di

tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau

dibersihkan dan di daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1

ppm atau 10 gram (lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap

100 liter air. Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek

residu 3 bulan dan aman digunakan meskipun diberikan pada

tempat-tempat penampungan air baik untuk mencuci atau air

minum sehari-hari (Depkes, 2005).

WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan larva

nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran temephos

dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup

efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti

Page 55: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

34

atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan

risiko terjadinya KLB penyakit DBD.

Hasil penelitian Yunita K.R dan Soedjajadi K (2007),

menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik Aedes aegypti pada

rumah yang tidak diberi abate pada tempat penampungan airnya

adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan dengan rumah yang diberi

abate pada tempat penampungan airnya terhadap kejadian DBD.

8. Memelihara ikan pemakan jentik

Pengendalian jentik Aedes aegypti adalah dengan

memelihara ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan

mujair, ikan nila (Depkes, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) menyatakan

tidak terdapat hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik

dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang menunjukkan

bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara ikan pemakan

jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan

Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009.

Nilai Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630),

Page 56: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

35

menunjukkan bahwa responden yang tidak memelihara ikan

pemakan jentik mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar

menderita DBD daripada responden yang memelihara ikan

pemakan jentik tetapi karena 95%CI mencakup angka 1 maka

variabel tidak memelihara ikan pemakan jentik belum tentu

merupakan faktor risiko timbulnya penyakit DBD.

9. Memasang kawat kasa

Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya

pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).

Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada

responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah

18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada

hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan

kejadian DBD.

Sementara menurut Widodo (2012) dalam penelitiannya

menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk juga akan

berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula dengan

penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita., et.al.

2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung

menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi

mempunyai hubungan dengan kejadian DBD.

10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian

Page 57: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

36

Menurut Harianto dkk (1989) mengatakan bahwa kebiasaan

menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-tempat yang

disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu

waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit

angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang

bergantungan dan benda-benda lain di rumah.

Penelitian Cendrawirda (2003) menyatakan bahwa ada

hubungan kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah dengan

kejadian DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Perich

et. al. (2000) dari hasil penelitiannya di Panama seperti dikutip

oleh Widjana (2003), bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai

sebagai tempat beristirahat nyamuk yakni permukaan semen,

kayu, pakaian, dan logam.

11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

Pencahayaan dan ventilasi ruangan di rumah harus

memadai sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat

berkembang biak (Depkes, 2005).

Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas

lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.

Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah

mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat

Page 58: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

37

yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat

(Soegijanto, 2003).

12. Menggunakan kelambu.

Menggunakan kelambu saat tidur terutama pada pukul

09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00, sehingga dapat tercegah

terkena penyakit DBD (Depkes, 2005).

Hasil penelitian Mahardika (2009) menyatakan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara memakai kelambu dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009.

Nilai Odd Ratio (OR) = 1,138 (95% CI = 0,420-3,084),

menunjukkan bahwa responden yang tidak memakai kelambu

mempunyai risiko 1,138 kali lebih besar menderita DBD dari

pada responden yang memakai kelambu saat tidur tetapi karena

95%CI mencakup angka 1 maka variabel tidak memakai

kelambu belum tentu merupakan faktor risiko timbulnya

penyakit DBD.

13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan repellent,

obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik (Depkes, 2005).

WHO (2005) menyatakan bahwa penolak serangga

merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan

serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis

Page 59: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

38

besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan

kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan

bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat

memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti,

Aedes albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam.

Teori Nadesul (2004) menyatakan bahwa cara lain untuk

menghindari gigitan nyamuk adalah dengan membaluri kulit

badan dengan obat anti nyamuk (repellent).

Menurut Sitio (2008), dalam penelitiannya menyebutkan

penggunaan obat anti nyamuk di siang hari (OR= 4,343)

berpengaruh terhadap kejadian DBD. Dalam penelitian

Mahardika (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara memakai lotion anti nyamuk dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring

Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd

Ratio (OR)= 6,000 (95% CI= 1,787-20,147), menunjukkan

bahwa responden yang tidak memakai lotion anti nyamuk

mempunyai risiko 6,000 kali lebih besar menderita DBD dari

pada responden yang memakai lotion anti nyamuk.

Page 60: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

39

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka

teori sebagai berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi teori dan penelitian dari Depkes (2005), Anggara (2005),

Dewi, dkk (2013), Sulina (2012), dan Widodo (2012)

DBD

Sumber Penular

Virus Dengue

Aedes aegypti

Keberadaan Larva

Aedes aegypti

1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

2. Menutup Tempat Penampungan Air (TPA)

3. Mengubur barang bekas

4. Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan

5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan

tanah

7. Menaburkan bubuk abate

8. Memelihara ikan pemakan jentik

9. Memasang kawat kasa

10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian

11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

12. Menggunakan kelambu

13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

Bionomik Vektor:

1. Perilaku Istirahat

2. Perilaku Menghisap Darah

3. Penyebaran

4. Tempat Perkembang biakan:

1). TPA

2). Iklim

Page 61: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

40

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori

dan penelitian dari Depkes (2005) Anggara (2005), Dewi, dkk (2013),

Sulina (2012), dan Widodo (2012). Berdasarkan teori dan penelitian yang

ada, diketahui bahwa terdapat berbagai macam yang mempengaruhi

keberadaan larva Aedes aegypti.

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti,

yaitu TPA dan iklim karena adanya keterbatasan penelitian dan khawatir

data yang didapatkan bias. Selanjuntnya, variabel menggunakan kelambu

dan memakai obat anti gigtan nyamuk tidak diteliti karena secara teori

tidak mempunyai hubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Maka

peneliti menetapkan beberapa variabel saja variabel yang akan diteliti.

Variabel yang dimaksud adalah untuk variabel independen berupa

menguras Tempat Penampungan Air (TPA), menutup Tempat

Penampungan Air (TPA), mengubur barang bekas, mengganti air vas

bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang

tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan

pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan

jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung

Page 62: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

41

pakaian, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai,

sedangkan variabel dependen berupa keberadaan larva Aedes aegypti.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Keberadaan Larva

Aedes aegypti

Menguras Tempat Penampungan Air

Menutup Tempat Penampungan Air

Mengubur barang bekas

Mengganti air vas bunga, dan tempat

minum hewan

Memperbaiki saluran dan talang air

yang tidak lancar atau rusak

Menutup lubang-lubang pada

potongan bambu dan pohon dengan

tanah

Menabur bubuk abate

Memelihara ikan pemakan jentik

Memasang kawat kasa

Menghindari kebiasaan menggantung

pakaian

Mengupayakan pencahayaan dan

ventilasi ruang yang memadai

Page 63: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

42

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen

Keberadaan

larva Aedes

aegypti

Larva Aedes aegypti yang

ditemukan baik di dalam

rumah maupun di luar rumah

pada tempat penampungan air.

Observasi

jentik

Lembar

observasi

0. Ada larva

Aedes aegypti

yang

ditemukan

1. Tidak ada

larva Aedes

aegypti yang

ditemukan

Ordinal

Variabel Independen

Menguras

Tempat

Penampungan

Air

Kegiatan pengurasan tempat-

tempat penampungan air (TPA)

sekurang-kurangnya seminggu

sekali dengan menyikat

dinding-dindingnya dan

menggunakan sabun agar

nyamuk tidak dapat

berkembang biak di tempat

tersebut (Depkes, 2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Menutup

Tempat

Penampungan

Air

Kegiatan menutup tempat

penampungan air seperti

ember, bak mandi, tempayan,

drum, dan lain-lain dengan

rapat (Depkes, 2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Page 64: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

43

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Mengubur

barang bekas

Kegiatan mengubur barang-

barang bekas (kaleng, ban, dan

lain-lain) yang dapat

menampung air hujan (Depkes,

2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Mengganti air

vas bunga, dan

tempat minum

hewan

Kegiatan mengganti air vas

bunga, tempat minum hewan

seperti burung atau lainnya

yang sejenis seminggu sekali

dengan menyikat dinding-

dindingnya (Depkes, 2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Memperbaiki

saluran dan

talang air yang

tidak lancar

atau rusak.

Kegiatan memperbaiki saluran

dan talang air yang tidak lancar

atau rusak agar nyamuk Aedes

aegypti tidak dapat

berkembang biak di tempat

tersebut (Depkes, 2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Menutup

lubang-lubang

pada potongan

bambu dan

pohon dengan

tanah

Kegiatan menutup lubang-

lubang pada potongan bambu

dan pohon dengan tanah

sehingga nyamuk Aedes

aegypti tidak dapat

berkembang biak (Depkes,

2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Page 65: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

44

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Menabur

bubuk abate

Kegiatan menaburkan bubuk

abate yang dilakukan 2 – 3

bulan sekali di tempat-tempat

penampungan air yang sulit

dikuras atau dibersihkan dan di

daerah yang sulit air (Depkes,

2005).

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Memelihara

ikan pemakan

jentik

Terdapat ikan gabus, ikan

guppy, ikan kepala timah, ikan

mujair, ikan nila yang dapat

mengendalikan jentik Aedes

aegypti (Depkes, 2005).

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Memasang

kawat kasa

Adanya kawat kasa yang

terpasang pada lubang ventilasi

rumah (Depkes, 2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Menghindari

kebiasaan

menggantung

pakaian

Kegiatan menghindari

kebiasaan menggantung

pakaian dalam rumah (Depkes,

2005)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Mengupayakan

pencahayaan

dan ventilasi

ruang yang

memadai

Adanya cahaya efektif dapat

diperoleh dari jam 08.00-16.00

dan ventilasi memiliki ukuran

10% dari luas lantai rumah

(KepMenkes, 1999)

Wawancara Lembar

kuesioner

0. Tidak

1. Ya

Ordinal

Page 66: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

45

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara menguras tempat penampungan air terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

2. Ada hubungan antara menutup tempat penampungan air terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

3. Ada hubungan antara mengubur barang bekas terhadap keberadaan

larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota

Tangerang Selatan tahun 2014.

4. Ada hubungan antara mengganti air vas bunga, dan tempat minum

hewan terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

5. Ada hubungan antara memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar atau rusak terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

6. Ada hubungan antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu

dengan tanah terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

7. Ada hubungan antara menabur bubuk abate terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang

Selatan tahun 2014.

Page 67: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

46

8. Ada hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

9. Ada hubungan antara memasang kawat kasa terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang

Selatan tahun 2014.

10. Ada hubungan antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian

terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

11. Ada hubungan antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang

yang memadai terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

Page 68: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

47

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis survei analitik

dengan desain studi cross sectional, karena pada penelitian ini variabel

independen dan dependen akan diamati pada waktu yang bersamaan.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah menguras Tempat

Penampungan Air (TPA), menutup Tempat Penampungan Air (TPA),

mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum

hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik,

memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian,

dan mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah keberadaan

larva Aedes aegypti.

Page 69: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

48

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan

Cipayung.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan adalah Mei sampai

dengan Juni 2014.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan

Ciputat dan kelurahan Cipayung dengan jumlah sebanyak 15 RW

untuk kelurahan Ciputat dan 12 RW untuk kelurahan Cipayung.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian rumah tangga

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan

Ciputat dan kelurahan Cipayung. Besar sampel dalam penelitian

ini menggunakan rumus (Dahlan, M.Sopiyudin., 2010)

𝑛 = Z1−α/2 2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2

P1 – P2

2

Page 70: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

49

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,609 dari

penelitian terdahulu (Anggara, 2005).

P2 : Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap

keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,364 dari

penelitian terdahulu (Anggara, 2005).

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

P : Rata-rata proporsi 𝑃1+𝑃2

2

Q : 1 – P

Z1-α/2 : Derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu

sebesar 5%= 1,96

Z1-β : Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95%= 0, 84

Perhitungan:

𝑛 = Z1−α/2 2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2

P1 – P2

2

× 2

𝑛 = 1,96 2 × 0,4865 × 0,5135 + 0,84 0,609 × 0,391 + 0,364 × 0,636

0,609 − 0,364

2

× 2

𝑛 = 1,3854 + 0,5756

0,245

2

× 2

Page 71: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

50

𝑛 = 1,961

0,245

2

× 2

𝑛 = 8 2 × 2 𝑛 = 128

128 = 60% 𝑥 𝑛′

𝑛′ = 128

60%

𝑛’ = 213,53 ≈ 214

Maka jumlah sampel dalam penelitian ini setelah ditambah

10% adalah 235 sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian

ini dengan menggunakan metode purposive sampling untuk

menentukan RW yang terpilih dan random sampling untuk

menentukan masing-masing rumah tangga.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini berdasarkan dari RW

yang pernah ada kasus DBD maupun tidak dan tidak berada di

wilayah perbatasan. Berikut merupakan tabel jumlah kasus DBD di

wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2013:

Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Tahun 2013

RW Kelurahan

Ciputat Cipayung

1 1 1

2 - -

3 1 2

4 - -

5 - -

6 - 1

7 1 3

8 1 4

9 - 3

10 2 -

11 - -

12 - 1

13 1

14 -

15 3

Sumber: LB I Puskesmas Ciputat tahun 2013

Page 72: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

51

Jumlah sampel yang diambil didapatkan melalui rumus sebagai

berikut:

Kelurahan Ciputat:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔 × 235

=18.764

(18.764 + 21.180)× 235 = 110,35 ≈ 110

Perhitungan sampel tiap RW:

RW 15= 95

390× 110 = 26,79 ≈ 27

RW 10 = 110

390× 110 = 31,02 ≈ 31

RW 8 = 90

390× 110 = 25,38 ≈ 25

RW 2 = 95

390× 110 = 26,79 ≈ 27

Kelurahan Cipayung:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔× 235

=21.180

(18.764 + 21.180)× 235 = 125

Perhitungan sampel tiap RW:

RW 8 = 120

407× 125 = 36,85 ≈ 37

RW 7 = 98

407× 125 = 30

RW 3 = 95

407× 125 = 29,17 ≈ 29

RW 2 = 94

407× 125 = 28,86 ≈ 29

Page 73: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

52

Adapun langkah-langkah penentuan sampelnya adalah sebagai

berikut:

Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel

4.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dengan data primer dan data sekunder yang akan diuraikan sebagai

berikut:

4.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

responden dengan teknik wawancara tertutup melalui alat ukur

kuesioner, dan observasi atau survei jentik.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Ciputat berupa

profil puskesmas tahun 2010 - 2013 dan Laporan Bulanan (LB)

1 tahun 2010 – 2013.

Puskesmas Ciputat

Kelurahan Cipayung Kelurahan Ciputat

RW 15 RW 10 RW 8 RW 8 RW 9

29 sampel 37 sampel 25 sampel 27 sampel 31 sampel

RW 7

30 sampel

RW 2

27 sampel

RW 2

29 sampel

Page 74: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

53

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan

bentuk pertanyaan tertutup yang terdiri dari beberapa item pertanyaan,

yaitu mengenai pelaksanaan 3M Plus (Menguras Tempat

Penampungan Air (TPA), Menutup Tempat Penampungan Air (TPA),

Mengubur barang bekas, Mengganti air vas bunga dan tempat minum

hewan, Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak, Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah, Menabur bubuk abate, Memelihara ikan pemakan jentik,

Memasang kawat kasa, Menghindari kebiasaan menggantung pakaian,

dan Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai).

Selanjutnya, untuk variabel keberadaan larva Aedes aegypti dilakukan

observasi dengan menggunakan senter.

4.6 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat

bantu komputer dengan program olah data statistik. Langkah-langkah

pengolahan data tersebut meliputi:

1. Editing

Mengecek kembali kebenaran dan kelengkapan data, dari

konsistensi dan relevan pengisian setiap jawaban kuesioner,

kelengkapan pengisian, kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban,

kesesuaian antar jawaban, dan kesalahan pengisian.

Page 75: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

54

2. Coding

Memberi kode pada setiap variabel independen dan

dependen pada kuesioner untuk mempermudah proses pemasukan

dan pengolahan data selanjutnya. Mengkode jawaban adalah

merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka,

sehingga mempermudah dalam meng-entry data serta menganalisis

data tersebut.

3. Entry data

Membuat template data terlebih dahulu melalui Epidata,

setelah itu masukkan atau entry data yang sudah diberi kode pada

kuesioner, kemudian input ke dalam komputer dengan

menggunakan program (software) olah data statistic, yaitu SPSS

versi 16.

4. Cleaning

Memeriksa kembali data yang telah di-entry, seperti

jawaban yang missing, nilai-nilai ekstrim, atau data yang out of

range. Hal ini dilakukan untuk memastikan data tersebut tidak ada

yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.7 Analisis Data

Data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis yang juga

menggunakan alat bantu komputer dengan program olah data statistik.

Kegiatan analisis data tersebut dilakukan secara univariat, dan bivariat.

Page 76: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

55

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang telah diteliti, baik

variabel independen (pelaksanaan 3M plus) maupun dependen

(keberadaan larva Aedes aegypti).

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan variebel independen dengan variabel dependen. Adapun

statistik uji yang digunakan adalah Chi Square dengan

menggunakan test kemaknaan 5%. Jika P value ≤ 0,05 maka ada

hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

dependen. Sedangkan jika P value ≥ 0,05 berarti tidak ada

hubungan yang bermakna variabel independen dengan dependen.

Persamaan Chi Square:

𝑋2 = 𝑂 − 𝐸

𝐸

2

Keterangan: X2 = Chi Square

O = Nilai yang diamati

E = Nilai yang diharapkan

Page 77: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

56

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang

Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 ha dengan

sebagian besar berupa tanah darat atau kering, sisanya adalah tanah rawa

atau danau. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu dari 3 Puskesmas

yang ada di wilayah Kecamatan Ciputat. Letaknya berbatasan dengan:

a. Sebelah utara: Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah

b. Sebelah selatan: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

c. Sebelah barat: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

d. Sebelah timur: Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur

Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Kihajar Dewantara No.7

Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi

Banten. Dibangun di atas tanah seluas 693 m2

dengan luas bangunan lebih

kurang 1200 m2

terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan dipusatkan di

lantai 1, sedangkan lantai 2 difungsikan sebagai ruang pimpinan, staff,

data, dan ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan

pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik PTRM, dan laboratorium.

Wilayah kerja Puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan, yaitu

Kelurahan Ciputat, dan Kelurahan Cipayung. Jumlah penduduk di

Kelurahan Ciputat sebanyak 18.764 dengan jumlah RW sebanyak 15,

Page 78: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

57

sedangkan jumlah penduduk untuk Kelurahan Cipayung sebanyak 21.180

dengan jumlah RW sebanyak 12.

5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian

5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti

Hasil penelitian mengenai keberadaan larva Aedes aegypti

pada rumah responden diperoleh dari observasi. Berdasarkan hasil

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1

Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Keberadaan Larva Aedes

aegypti

N %

Ada

Tidak Ada

36

199

15,3

84,7

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pada rumah

responden yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36

orang (15,3%).

Berdasarkan hasil observasi jentik berdasarkan jenis

kontainer diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

Page 79: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

58

Tabel 5.2

Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Jenis Kontainer Keberadaan Larva Total

Positif Negatif

N % N % N %

Bak Mandi 20 43,47 26 56,53 46 100

Ember 31 41,33 44 58,57 75 100

Tempat Penampungan Dispenser 3 33,33 6 66,67 9 100

Kaleng Bekas 11 44 14 56 25 100

Botol Bekas 5 35,72 9 64,28 14 100

Ban Bekas 8 40 12 60 20 100

Vas Bunga 1 25 3 75 4 100

Kolam Ikan 1 25 3 75 4 100

Total 80 35,98 117 64 197 100

Berdasarkan tabel 5.2 bahwa jenis kontainer yang paling

banyak ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi (43,47%).

5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air

Menguras tempat penampungan air yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah responden yang menguras tempat

penampungan air 1 kali dalam seminggu dengan menyikat dan

menggunakan sabun. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai

berikut:

Tabel 5.3

Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat

Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Menguras N %

Tidak

Ya

36

199

15,3

84,7

Total 235 100

Page 80: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

59

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang

menguras tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah

199 orang (84,7%).

5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air

Menutup tempat penampungan air yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah responden yang menutup tempat

penampungan air dengan rapat-rapat. Berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4

Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat

Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Menutup N %

Tidak

Ya

193

42

82,1

17,9

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa responden tidak

menutup tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah

193 orang (82,1%).

5.2.4 Mengubur Barang Bekas

Mengubur barang bekas yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah responden yang mengubur barang-barang bekas seperti

kaleng bekas, botol bekas, dan lain-lain. Berdasarkan hasil

penelitian adalah sebagai berikut:

Page 81: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

60

Tabel 5.5

Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni

Tahun 2014

Mengubur Barang-

barang Bekas

N %

Tidak

Ya

144

91

61,3

38,7

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa responden tidak

mengubur barang-barang bekas paling banyak yaitu berjumlah 144

orang (61,3%).

5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan

Mengganti air vas dan tempat minum hewan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah responden yang mengganti air vas

bunga dan tempat minum hewan 1 kali dalam seminggu dengan

menyikatnya. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 5.6

Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas

Bunga dan Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Mengganti Air Vas Bunga

dan Tempat Minum Hewan

N

%

Tidak

Ya

13

222

5,5

94,5

Total 235 100

Page 82: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

61

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa responden yang

mengganti air vas bunga, dan tempat minum hewan paling bnayak

yaitu berjumlah 222 orang (94,5%).

5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air

Memperbaiki saluran dan talang air yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah responden yang memperbaiki saluran dan

talang air yang tidak lancar atau rusak. Berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.7

Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran

dan Talang Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan

Mei – Juni Tahun 2014

Memperbaiki Saluran

dan Talang Air

N %

Tidak

Ya

7

228

3

97

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang

memperbaiki saluran dan talang air paling banyak yaitu berjumlah

228 orang (97%).

5.2.7 Menutup Lubang-lubang pada Potongan Bambu dan Pohon

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

yang dimaksud dalam penelitian adalah responden yang menutup

lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon yang berada di

sekitar rumah dengan menggunakan tanah. Berdasarkan hasil

penelitian adalah sebagai berikut:

Page 83: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

62

Tabel 5.8

Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang

Pada Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Menutup Lubang-lubang Pada

Potongan Bambu dan Pohon

N %

Tidak

Ya

77

158

32,8

67,2

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang

menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon paling

banyak yaitu berjumlah 158 orang (67,2%).

5.2.8 Menabur Bubuk Abate

Menabur bubuk abate yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah responden yang memberikan bubuk abate tiap 2-3 bulan

sekali pada tempat penampungan air. Berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.9

Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni

Tahun 2014

Menabur Bubuk Abate N %

Tidak

Ya

193

42

82,1

17,9

Total 235 100

Page 84: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

63

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang tidak

menabur bubuk abate paling banyak yaitu berjumlah 193 orang

(82,1%).

5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik

Memelihara ikan pemakan jentik yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah responden yang memelihara ikan pemakan

jentik seperti ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan

mujair, dan ikan nila. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai

berikut:

Tabel 5.10

Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan

Pemakan Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei – Juni Tahun 2014

Memelihara Ikan Pemakan

Jentik

N %

Tidak

Ya

205

30

87,2

12,8

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa responden yang

tidak memelihara ikan pemakan jentik paling banyak yaitu

berjumlah 205 orang (87,2%). Hampir semua responden yang

memelihara ikan pemakan jentik, jenis ikannya adalah ikan mujair.

5.2.10 Memasang Kawat Kasa

Memasang kawat kasa yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah responden yang memasang kawat kasa pada lubang ventilasi

rumah. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Page 85: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

64

Tabel 5.11

Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni

Tahun 2014

Memasang Kawat Kasa N %

Tidak

Ya

20

215

8,5

91,5

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa responden yang

memasang kawat kasa lebih banyak yaitu berjumlah 215 orang

(91,5%).

5.2.11 Menghindari Kebiasaaan Menggantung Pakaian

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah responden menghindari kebiasaan

menggantung pakaian di dalam rumah.

Tabel 5.12

Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan

Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Bulan

Mei - JuniCiputat Tahun 2014

Menghindari Kebiasaan

Menggantung Pakaian

N %

Tidak

Ya

209

26

88,9

11,1

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa responden yang

tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian paling banyak

yaitu berjumlah 209 orang (88,9%).

Page 86: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

65

5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang

Memadai

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden

memiliki pencahayaan yang memadai dan ukuran luas ventilasi

10% dari luas lantai.

Tabel 5.13

Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi

yang Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan

Mei – Juni Tahun 2014

Mengupayakan

Pencahayaan dan Ventilasi

yang Memadai

N

%

Tidak

Ya

36

199

15,3

84,7

Total 235 100

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

paling banyak yaitu berjumlah 199 orang (84,7%).

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat

yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Adapun uji statistik yang digunakan yaitu Chi

Square, hasilnya akan dijelaskan di bawah ini.

Page 87: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

66

5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air

Hasil penelitian mengenai hubungan antara menguras

tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.14

Gambaran Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014

Menguras Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

13

23

36,1

11,6

23

176

63,9

88,4

36

199

100

100

0,000

Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa responden yang

tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva

Aedes aegypti ada 13 dari 36 orang (36,1%). Sedangkan responden

yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva

Aedes aegypti ada 23 dari 199 orang (11,6%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang

bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat tahun2014.

Page 88: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

67

5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air

Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup tempat

penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.15

Gambaran Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014

Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa responden yang

tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes

aegypti ada 34 dari 193 orang (17,6%). Sedangkan responden yang

menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes

aegypti ada 2 dari 42 orang (4,8%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,063,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti.

Menutup Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

34

2

17,6

4,8

159

40

82,4

95,2

193

42

100

100

0,063

Page 89: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

68

5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengubur Barang Bekas

Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengubur

barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.16

Gambaran Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan

Mei-Juni Tahun 2014

Mengubur Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

31

5

21,5

5,5

113

86

78,5

94,5

144

91

100

100

0,002

Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang

tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti

ada 31 dari 144 orang (21,5%). Sedangkan responden yang

mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 5

dari 91 orang (5,5%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,002,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang

bermakna antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva

Aedes aegypti.

Page 90: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

69

5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum

Hewan

Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengganti air

vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

sebagai berikut:

Tabel 5.17

Gambaran Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Mengganti Air Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

6

30

46,2

13,5

7

192

53,8

86,5

13

222

100

100

0,007

Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa responden yang

tidak mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan

ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 13 orang (46,2%).

Sedangkan responden yang mengganti air vas bunga dan tempat

minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 222

orang (13,5%)

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,007,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang

Page 91: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

70

bermakna antara mengganti air vas bunga dan tempat minum

hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air

Hasil penelitian mengenai hubungan antara memperbaiki

saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.18

Gambaran Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014

Memperbaiki

Saluran dan

Talang Air

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

5

31

71,4

13,6

2

197

28,6

86,4

7

228

100

100

0,001

Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang

tidak memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan

ditemukan larva Aedes aegypti 5 dari 7 orang (71,4%). Sedangkan

responden yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 31 dari 228 orang

(13,6%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,001,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang

bermakna antara memperbaiki saluran dan talang air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti.

Page 92: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

71

5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu

dan Pohon

Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup

lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.19

Gambaran Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon

dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Menutup

Lubang-

lubang

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

14

22

18,2

13,9

63

136

81,8

86,1

77

158

100

100

0,511

Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa responden yang

tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 14 dari 77

orang (18,2%). Sedangkan responden yang menutup lubang-lubang

pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan

larva Aedes aegypti ada 22 dari 158 orang (13,9%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,511,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

Page 93: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

72

bermakna antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu

dan pohon dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menabur Bubuk Abate

Hasil penelitian mengenai hubungan antara menabur bubuk

abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.20

Gambaran Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Menabur

Bubuk Abate

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

34

2

17,7

4,7

158

41

82,3

95,3

192

43

100

100

0,056

Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa responden yang

tidak menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti ada

34 dari 192 orang (17,7%). Sedangkan responden yang menabur

bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti 2 dari 43 orang

(4,7%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,056,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva

Aedes aegypti.

Page 94: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

73

5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik

Hasil penelitian mengenai hubungan antaramemelihara ikan

pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.21

Gambaran Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni

Tahun 2014

Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa responden yang

tidak memiliki ikan pemakan jentik dan ditemukan larva Aedes

aegypti ada 32 dari 205 orang (15,6%). Sedangkan responden yang

memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan Aedes aegypti ada

4 dari 30 orang (13,3%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 1,000,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan

keberadaan larva Aedes aegypti.

Memelihara

Ikan

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

32

4

15,6

13,3

173

26

84,4

86,7

205

30

100

100

1,000

Page 95: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

74

5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memasang Kawat Kasa

Hasil penelitian mengenai hubungan antara memasang

kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 5.22

Gambaran Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Memasang

Kawat Kasa

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

6

30

30

14

14

185

70

86

20

215

100

100

0,095

Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa responden yang

tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada

6 dari 20 orang (30%). Sedangkan responden yang memasang

kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 215

responden (14%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,095,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva

Aedes aegypti.

Page 96: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

75

5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian

Hasil penelitian mengenai hubungan antara menghindari

kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes

aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai

berikut:

Tabel 5.23

Gambaran Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang

tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan

larva Aedes aegypti ada 34 dari 209 orang (16,3%). Sedangkan

responden yang menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan

ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 26 orang (7,7%) .

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,387,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian

dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Menghindari

Kebiasaan

Menggantung

Pakaian

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

34

2

16,3

7,7

175

24

83,7

92,3

209

26

100

100

0,387

Page 97: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

76

5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang

Memadai

Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengupayakan

pencahayaan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

sebagai berikut:

Tabel 5.24

Gambaran Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai

dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014

Mengupayakan

Pencahayaan dan

Ventilasi yang

Memadai

Keberadaan Larva Aedes aegypti

Total

Pvalue

Ada Tidak Ada

N % N % N %

Tidak

Ya

17

19

47,2

9,5

19

180

52,8

90,5

36

199

100

100

0,000

Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang

tidak mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan

ditemukan larva Aedes aegypti ada 17 dari 36 orang (47,2%).

Sedangkan responden yang mengupayakan pencahayaan dan

ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 19

dari 199 orang (9,5%).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000,

artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang

bermakna antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang

memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Page 98: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

77

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu:

1. Observasi jentik yang dilakukan pada penelitian ini tidak menggunakan

metode single larva methode yaitu mengambil satu jentik di setiap TPA

yang ditemukan untuk diidentifikasi lebih lanjut, namun dalam

penelitian ini hanya dilihat dari ada tidaknya jentik pada TPA saja.

2. Pada variabel pelaksanaan 3M Plus menghindari kebiasaan

menggantung pakaian dapat terjadi bias karena tergantung dari

kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan di kuesioner.

6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat

Keberadaan larva Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi

keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat

berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayanti,

W. et. al., 2011).

Larva nyamuk Aedes aegypti merupakan cikal bakal nyamuk

dewasa yang dapat diamati di sarang-sarang nyamuk. Semakin banyak

larva nyamuk ditemukan, semakin banyak nyamuk dewasa yang akan

Page 99: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

78

berterbangan, dan semakin pula besar risiko penularan penyakit DBD yang

terjadi.

Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan

vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang

memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan

semakin padat pula larva nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air

tersebut (Wati, 2009).

Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah

sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan

tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan

menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah,

2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena

DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada rumah

responden di wilayah kerja Puskesmas yang ditemukan ada larva Aedes

aegypti sebanyak 36 orang (15,3%) dan terdapat 199 orang (84,7%) yang

tidak ditemukan adanya larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air

yang banyak ditemukan larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah

bak mandi (43,47%). Sebagaimana dalam penelitian Widagdo (2008)

menyatakan ada hubungan bermakna PSN 3M Plus di bak mandi, ember

dan gentong plastik dengan jumlah jentik di tempat penampungan air

tersebut.

Page 100: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

79

Berdasarkan data surveilans DBD di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat tahun 2011-2013 nilai ABJ masih dibawah dari 95%, sementara

berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi larva Aedes aegypti

dalam penelitian ini nilai ABJ yang didapatkan sebesar 84,68%. Maka dari

itu, angka kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat masih

terbilang tinggi.

Dari hasil tersebut dimungkinkan bahwa responden belum secara

maksimal dalam memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara

membasmi jentik-jentik nyamuk dengan melakukan 3M plus sehingga

tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan

kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan.

Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

dan menekan angka kejadian DBD, dan perlu diadakannya pemeriksaan

intensif jentik secara berkala yang dilakukan oleh pihak Puskesmas

Ciputat serta kader-kader posyandu ataupun juru pemantau jentik. Karena

program pemeriksaan jentik yang telah ditetapkan Puskesmas Ciputat

dalam pelaksanaannya masih belum sesuai, yaitu tidak satu bulan sekali.

6.3 Analisis Bivariat

6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air

Menguras Tempat Penampungan Air merupakan salah satu

cara pencegahan penyakit DBD. Menguras bak mandi, ember, dan

Page 101: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

80

lain-lain perlu dilakukan secara teratur seminggu sekali dengan

menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar

nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut (Depkes

RI, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden menguras tempat

penampungan air.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara menguras tempat

penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana

dari hasil penelitian diperoleh 13 dari 36 orang (36,1%) yang tidak

menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Sedangkan, 23 dari 199 responden (11,6%) yang

menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena secara umum nyamuk

meletakkan telurnya pada dinding tempat penampungan air, oleh

karena itu pada waktu pengurasan atau pembersihan tempat

penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dinding-

dindingnya (Sutaryo, 2005).

Walaupun sebagian masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat telah melaksanakan pengurasan seminggu sekali, namun

tetap saja masih ada larva Aedes aegypti yang ditemukan di TPA

tersebut. Pelaksanaan pengurasannya masih belum baik seperti

hanya membuang air yang berada di TPA yang dianggap sudah

Page 102: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

81

kotor kemudian langsung mengganti air TPA tersebut tanpa

dilakukan dengan menyikat TPA, sehingga menyebabkan adanya

larva Aedes aegypti yang ditemukan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi, dkk (2013)

didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras TPA dengan

keberadaan larva Aedes aegypti. Hasil penelitian tersebut bertolak

belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di

Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara menguras TPA dalam rumah

dengan keberadaan larva Aedes aegypti

Dalam penelitian ini larva Aedes aegypti yang paling banyak

ditemukan pada TPA adalah di bak mandi. Sebagaimana

dinyatakan oleh Fatimah (2006) bahwa salah satu tempat

penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak

mandi. Menguras TPA minimal sekali dalam seminggu dapat

mengurangi tempat berkembang biaknya larva Aedes aegypti.

Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa larva Aedes

aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Herms, 2006,

dalam Sulina, 2012). Oleh karena itu, pelaksanaan menguras TPA

seminggu sekali berpengaruh dalam kemungkinan terjadinya DBD.

Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada

hubungan antara keberadaan larva Aedes aegypti di TPA dengan

Page 103: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

82

kejadian DBD, sedangkan menurut Silvia (2007) menyebutkan

bahwa menguras TPA berpengaruh terhadap kejadian DBD.

TPA terdiri dari TPA di dalam rumah dan TPA di luar rumah.

TPA dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi.

Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga,

kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007).

Selain itu, keberadaan tempat penampungan air di dalam

maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva

Aedes aegypti, bahkan TPA tersebut bisa menjadi tempat

perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat

menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006).

Puskesmas Ciputat sudah mempunyai program penyuluhan

kesehatan tentang menguras TPA. Akan tetapi, dalam

pelaksanaannya belum maksimal dilakukan. Oleh karena itu, perlu

ditingkatkan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh pihak

Puskesmas Ciputat kepada masyarakat dalam hal penanggulangan

penyakit DBD dengan pengendalian di tempat-tempat berkembang

biaknya jentik Aedes aegypti melalui PSN-3M plus terutama dalam

hal ini yaitu menguras TPA.

6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air

Menutup rapat tempat penampungan air memegang peranan

penting dalam PSN DBD yaitu seperti menutup rapat ember,

Page 104: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

83

tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden tidak menutup tempat penampungan air.

Berdasarkan hasil uji statistik pada peneilitian ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan

larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34

dari 193 responden (17,6%) yang tidak menutup tempat

penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2

dari 42 responden (4,8%) yang menutup tempat penampungan air

dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah

Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara menutup rapat TPA dengan keberadaan larva

Aedes aegypti. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota

Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

menutup TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Menurut WHO (2005), tempat berkembang biak nyamuk

Aedes aegypti adalah air bersih yang tergenang. Responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat lebih suka menampung air

sebanyak mungkin untuk keperluan sehari-hari di TPA seperti:

ember dan bak mandi. Sehingga nyamuk Aedes aegypti lebih suka

Page 105: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

84

menetaskan telurnya di TPA tersebut hingga menjadi larva Aedes

aegypti. Sehingga menutup rapat TPA sangat berperan penting dapat

mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang ada di dalam TPA

bahkan tidak ada larva Aedes aegypti di TPA dalam rumah karena

adanya tutup TPA tersebut.

Pentingnya ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak

diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada

tempat penampungan air, dimana kontainer tersebut

menjadi media berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.

Apabila semua masyarakat telah menyadari pentingnya penutup

TPA, diharapkan keberadaan nyamuk dapat diberantas, namun

berdasarkan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmasa Ciputat kondisi ini tampaknya belum dilaksanakan

secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya dalam

memutus rantai penularan penyakit DBD dengan melalui

pengendalian tempat-tempat yang dapat berpotensi nyamuk

berkembang biak yaitu dengan melakukan penutupan pada TPA.

6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengubur Barang Bekas

Mengubur barang bekas merupakan praktik PSN DBD

dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi

menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti serta tidak

dimanfaatkan lagi, seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas,

Page 106: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

85

dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada

tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak

mengubur barang-barang bekas.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes

aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 31 dari 144

responden (21,5%) yang tidak mengubur barang bekas dan

ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 5 dari 91 responden

(5,5%) yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Kemungkinan hal ini disebabkan masih ada masyarakat

yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih

menyimpan barang bekas di lingkungan rumah dengan alasan akan

dipergunakan kembali dan tidak ada lahan kosong untuk

membuang maupun membakarnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

praktik mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa

non endemis penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena faktor

perbedaan karakteristik individu dan lingkungan masyarakat di

masing-masing lokasi penelitian dan lahan kosong yang

menunjang.

Page 107: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

86

Namun, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian

yang dilakukan oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas

Dahlia Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara mengubur barang-barang bekas dengan

keberadaan larva Aedes aegypti, disebabkan karena padatnya

penduduk di wilayah tersebut. Demikian juga dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti, dkk (2005) di

Surabaya.

Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat

menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk

tempat perkembangbiakan nyamuk. Semakin banyak barang bekas

yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk

untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin meningkat

pula risiko kejadian DBD (Widodo, 2012).

Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol

bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka

peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas merupakan

tempat perkembang biakan utama Aedes aegypti daerah perkotaan.

Maka sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat apabila

terdapat barang-barang bekas di sekitar rumah lebih baik dikubur

agar kemungkinan tidak dapat terjadi risiko DBD yang disebabkan

oleh adanya tempat perkembang biakan Aedes aegypti.

Page 108: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

87

6.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum

Hewan

Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan

seminggu sekali harus dilakukan tidak hanya mengganti air

tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat tempat-

tempat tersebut agar larva Aedes aegypti tidak dapat hidup dan

berkembang biak di dinding-dindingnya (Depkes, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 diketahui bahwa

sebagian besar responden mengganti air vas bunga dan tempat

minum hewan.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan

keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian

diperoleh hasil 6 dari 13 responden (46,2%) yang tidak mengganti

air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva

Aedes aegypti. Sedangkan, 30 dari 222 responden (13,5%) yang

mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan

larva Aedes aegypti. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan

bahwa mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dapat

mempengaruhi adanya larva Aedes aegypti dapat ditemukan hingga

Page 109: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

88

menyebabkan kemungkinan terjadinya DBD di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat.

Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, dkk (2005)

menyimpulkan bahwa keberadaan tempat penampungan air, baik

yang berada di dalam maupun di luar rumah merupakan faktor

yang berperan penting dalam penularan ataupun terjadinya KLB

DBD.

Sebagaimana dalam pendapat Saniambara et al. (2003) yang

menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak

di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah,

seperti: bak mandi/wc, drum dan kaleng bekas, tempat minum

burung dan pot tanaman hias. Kadang-kadang ditemukan juga di

pelepah daun, lubang pagar/bambu dan lubang tiang bendera.

Masyarakat dapat mengurangi risiko keberadaan larva Aedes

aegypti dengan melakukan pengendalian pada tempat-tempat yang

dapat berpotensi berkembang biaknya larva Aedes aegypti seperti

vas bunga dan tempat minum hewan melalui peningkatan

pelaksanaan 3M plus, sehingga tidak ada larva Aedes aegypti yang

nantinya dapat ditemukan.

6.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak dapat mencegah agar larva Aedes aegypti tidak dapat

Page 110: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

89

berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005). Berdasarkan

hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian besar

responden memperbaiki saluran dan talang air.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes

aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 5 dari 7

responden (71,4%) yang tidak memperbaiki saluran dan talang air

yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan,

31 dari 228 responden (13,6%) yang memperbaiki saluran dan

talang air yang tidak lancar dan tidak ditemukan larva Aedes

aegypti. Sehingga memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar dapat menyebabkan adanya larva Aedes aegypti di wilayah

kerja Puskesmas Ciputat.

Tempat penampungan air positif larva yang juga penting

diperhatikan adalah talang air. Dikarenakan letak talang air yang

tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk

dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang

digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani,

dkk., 2009). Dalam hal ini, berdasarkan wawancara dengan

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, masyarakat telah

memperhatikan jika ada saluran dan talang air yang tidak lancar

atau rusak selalu diperbaiki agar tidak terdapat larva Aedes aegypti

Page 111: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

90

yang dapat berkembang biak sehingga dapat menyebabkan

terjadinya risiko penularan DBD. Kondisi rumah dengan saluran

air yang tidak lancar mengalir disenangi oleh nyamuk Aedes

aegypti sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar.

6.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menutup Lubang-lubang

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti

berkembang biak (Depkes, 2005). Sehingga apabila hal ini

dilakukan dapat mencegah terjadinya DBD. Berdasarkan hasil

penelitian pada tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar

responden menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan

pohon.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

mennunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara menutup lubang-lubang dengan keberadaan larva Aedes

aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 14 dari 77

responden (18,2%) yang tidak menutup lubang-lubang pada

potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva

Aedes aegypti. Sedangkan, 22 dari 158 responden (13,9%) yang

menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan

tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti.

Page 112: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

91

Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat

menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada

potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang

berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan

nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma,

dkk, 2007). Masih banyaknya lubang-lubang pada potongan

bambu, pohon, dan lain-lain yang ditemukan di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat dapat mengakibatkan larva Aedes aegypti

berkembang biak sehingga dapat terjadi penularan DBD.

Upaya pengendalian terhadap jentik yang telah ditetapkan

oleh Puskesmas Ciputat yaitu program pemeriksaan jentik yang

dilakukan tiap satu bulan sekali oleh jumantik. Akan tetapi dalam

pelaksanaannya masih belum sesuai, karena tidak setiap bulan

program tersebut dilakukan. Sehingga sebaiknya Puskesmas

Ciputat perlu meningkatkan kembali program pemeriksaan jentik

secara berkala.

6.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menabur Bubuk Abate

Menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di tempat-

tempat penampungan air yang sulit dikuras atau dibersihkan dan di

daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram

(lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air.

Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek residu 2-3 bulan

Page 113: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

92

dan aman digunakan meskipun diberikan pada tempat-tempat

penampungan air baik untuk mencuci atau air minum sehari-hari

(Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9

diketahui bahwa sebagian besar responden tidak menabur bubuk

abate.

WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan

jentik nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran themephos

dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup

efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti atau

meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko

terjadinya KLB penyakit DBD.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes

aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34 dari 192

responden (17,7%) yang tidak menabur bubuk abate dan ditemukan

larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 43 responden (4,7%) yang

menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti. Dalam

penelitian ini, kemungkinan yang menyebabkan banyak rumah

yang tidak menabur bubuk abate dalam tiga bulan terakhir karena

kurangnya pengetahuan akan pentingnya penaburan bubuk abate

TPA setiap 2-3 bulan. Selain itu, sebagian responden masih merasa

tidak aman untuk melakukan abatisasi karena air dalam TPA-nya

Page 114: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

93

akan menjadi kotor, serta takut jika bubuk abate akan memberikan

dampak negatif bagi kesehatan.

Meskipun Puskesmas Ciputat telah mempunyai program

pembagian abate setiap tiga bulan. Namun dalam pelaksanaannya

masih banyak masyarakat yang belum menerima abate tersebut dan

kurangnya informasi kepada masyarakat dalam hal tata cara

penggunaan abate.

Sementara dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh

Yunita, dkk (2007), menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik

Aedes aegypti pada rumah yang tidak diberi abate pada tempat

penampungan airnya adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan

dengan rumah yang diberi abate pada tempat penampungan airnya

terhadap kejadian DBD.

Maka dari itu, diperlukan upaya untuk memberikan

informasi yang benar mengenai fungsi bubuk abate dan cara

penggunaannya. Selain informasi atau pengetahuan yang diberikan

dari pihak puskesmas, adanya pembagian rutin bubuk abate setiap

tiga bulan juga menjadi salah satu solusi untuk menciptakan

koordinasi antara masyarakat dengan pihak Puskesmas Ciputat.

6.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik

Melihara ikan pemakan jentik atau larva Aedes aegypti

dalam hal ini ikan cupang, ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala

Page 115: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

94

timah, ikan mujair, dan ikan nila yang diletakkan di TPA seperti

bak mandi/wc dan ember atau di kolam ikan dengan tujuan untuk

mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang terdapat di kolam

ikan (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.10

diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memelihara ikan

pemakan jentik.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva

Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 32 dari 205

responden (15,6%) yang tidak memiliki ikan pemakan jentik dan

ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 4 dari 30 responden

(13,3%) yang memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan

Aedes aegypti. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas Ciputat tidak memelihara ikan pemakan jentik

sebagai upaya dalam mengurangi jumlah larva Aedes aegypti.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anggara (2005) yang menyatakan tidak terdapat hubungan

antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva

Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara

ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Page 116: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

95

Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan

Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai

Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630), menunjukkan

bahwa responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik

mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar menderita DBD dari pada

responden yang memelihara ikan pemakan jentik.

6.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Memasang Kawat Kasa

Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya

pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.11 diketahui bahwa

sebagian responden memasang kawat kasa.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Dimana dari hasil penelitian diperoleh 6 dari 20 responden (30%)

yang tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Sedangkan, 30 dari 215 responden (14%) yang memasang

kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti

bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Page 117: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

96

Ciputat telah memasang kawat kasa di rumahnya sehingga tidak

terdapat hubungan yang berarti dengan keberadaan larva Aedes

aegypti.

Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada

responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah

18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada

hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan

kejadian DBD. Sementara menurut Widodo (2012) dalam

penelitiannya menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk

juga akan berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula

dengan penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita.,

et.al. 2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar

Lampung menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada

ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD.

Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa

nyamuk, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah

untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Dengan tidak

adanya nyamuk masuk ke ruang rumah maka kemungkinan

nyamuk untuk menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi rumah

yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk

ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi

rumah, akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam

Page 118: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

97

rumah pada pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan

memudahkan terjadinya kontak antara penghuni rumah dengan

nyamuk penular DBD, sehingga akan meningkatkan risiko

terjadinya penularan DBD yang lebih tinggi dibandingkan dengan

rumah yang ventilasinya terpasang kasa.

Maka, Puskesmas Ciputat perlu menghimbau kepada

masyarakat agar memasang kawat kasa pada ventilasi rumah

masing-masing untuk mengurangi risiko keberadaan larva Aedes

aegypti.

6.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian termasuk

salah satu upaya dalam mencegah penularan penyakit DBD

(Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.12

bahwa sebagian besar responden tidak menghindari kebiasaan

menggantung pakaian.

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan

keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian

diperoleh 34 dari 209 responden (16,3%) yang tidak menghindari

kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Sedangkan, 2 dari 26 responden (7,7%) yang menghindari

Page 119: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

98

kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes

aegypti. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih

banyak masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang

menggantung pakaian di dalam rumah baik yang sudah dipakai

maupun belum dipakai, sehingga hal ini dapat memicu nyamuk

Aedes aegypti masuk ke dalam rumah dan larva Aedes aegypti

berkembang biak serta menyebabkan kemungkinan terjadinya

kejadian DBD. Dikarenakan pakaian bekas pakai yang tergantung

di dalam rumah, merupakan media yang disenangi nyamuk penular

DBD, yang merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan

terjadinya DBD.

Menurut Harianto dkk (1989) mengatakan bahwa

kebiasaan menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-

tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama

menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan

sedikit angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang

bergantungan dan benda-benda lain di rumah.

Selain itu, dalam penelitian Cendrawirda (2003) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung

pakaian di dalam rumah dengan kejadian DBD.

Seharusnya pakaian-pakaian yang tergantung di balik

lemari atau di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam

almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan

Page 120: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

99

beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung

(Yatim, 2007). Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perich

et. al (2000) di Panama seperti yang dikutip oleh Widjana (2003),

bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai sebagai tempat

beristirahat nyamuk yakni permukaan semen, kayu, pakaian, dan

logam. Maka, sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat untuk

menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah.

6.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan

Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang

yang Memadai

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan di

rumah yang memadai dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti

tidak dapat berkembang biak (Depkes, 2005). Menurut

KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan

kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas lubang

ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah. Kondisi

rumah dengan pencahayaan yang kurang disenangi oleh nyamuk

penular DBD untuk perkembang biakan larva Aedes aegypti

sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar. Berdasarkan

hasil penelitian pada tabel 5.13 diketahui bahwa sebagian besar

responden mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai.

Page 121: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

100

Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dengan

keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian

diperoleh 17 dari 36 responden (47,2%) yang tidak mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva

Aedes aegypti. Sedangkan, 19 dari 199 responden (9,5%) yang

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan

ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti bahwa pencahayaan

dan ventilasi yang memadai merupakan faktor penentu adanya

larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah

mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat yang

disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto,

2003). Kondisi rumah dengan pencahayaan yang kurang ditambah

dengan banyaknya tumbuhan maupun pepohonan yang dijumpai di

lingkungan rumah masyarakat wilayah kerja Puskesmas Ciputat

serta padatnya rumah penduduk mengakibatkan pencahayaan dan

ventilasi ruang tidak memadai sehingga memicu larva Aedes

aegypti dapat berkembang biak hingga menyebabkan terjadinya

penularan DBD.

Dengan demikian, sebaiknya masyarakat perlu

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai di

Page 122: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

101

rumahnya masing-masing agar tidak ada larva Aedes aegypti yang

dapat ditemukan serta dapat mengurangi risiko kemungkinan

terjadinya DBD.

Page 123: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

102

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat pada rumah responden yang ditemukan ada

larva Aedes aegypti sebanyak 36 (15,3%).

2. Gambaran pelaksanaan 3M plus di wilayah kerja Puskesmas

Ciputat meliputi:

2.1 Responden yang tidak menutup tempat penampungan air

sebanyak 193 orang (82,1%).

2.2 Responden yang tidak mengubur barang-barang bekas

sebanyak 144 orang (61,3%).

2.3 Responden yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan

bambu dan pohon sebanyak 77 orang (32,8%).

2.4 Responden yang tidak menabur bubuk abate sebanyak 193

orang (82,1%).

2.5 Responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik

sebanyak 205 orang (87,2%).

2.6 Responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung

pakaian sebanyak 209 orang (88,9%).

Page 124: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

103

3. Pelaksanaan 3M plus yang berhubungan terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti yaitu menguras tempat penampungan air (p value

0,000), mengubur barang-barang bekas (p value 0,002), mengganti

air vas bunga dan tempat minum hewan (p value 0,007),

memperbaiki saluran dan talang air (p value 0,001), dan

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai (p

value 0,000).

4. Pelaksanaan 3M plus yang tidak berhubungan terhadap keberadaan

larva Aedes egypti yaitu menutup tempat penampungan air,

menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon, menabur

bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat

kasa, dan menghindari kebiasaaan menggantung pakaian dalam

rumah.

7.2 Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan terdapat

beberapa saran diantaranya adalah:

7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat

1. Pihak Puskesmas lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan

jentik secara berkala setiap bulannya, agar dapat memonitoring

nilai ABJ.

2. Menggalakkan kegiatan pengurasan TPA kepada masyarakat,

sehingga tidak ada lagi larva Aedes aegypti yang dapat

ditemukan.

Page 125: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

104

3. Menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan penguburan

barang-barang bekas yang ada di lingkungan sekitar rumah,

mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan rutin setiap

seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar atau rusak, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi

ruang yang memadai dengan cara memotong daun dari

pepohonan yang sudah lebat sehingga cahaya matahari dapat

masuk ke dalam rumah, agar keberadaan larva Aedes aegypti

tidak dapat ditemukan.

4. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai tata cara penggunaan

abate serta fungsi dari abate tersebut.

5. Adanya koordinasi dengan masyarakat tentang pembagian bubuk

abate secara rutin setiap 2-3 bulan sekali, sehingga semua

masyarakat dapat menerima bubuk abate.

7.2.2 Saran Bagi Masyarakat

1. Masyarakat hendaknya lebih meningkatkan kegiatan 3M plus

dalam kehidupan sehari-hari seperti menguras TPA, mengubur

barang-barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum

hewan, memperbaiki saluran dan talang air, dan mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai agar tidak ada

larva Aedes aegypti yang ditemukan dan terhindar dari risiko

terjadinya DBD.

Page 126: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

105

2. Masyarakat hendaknya melakukan penaburan bubuk abate setiap

2-3 bulan pada TPA, sehingga dapat mengurangi risiko

keberadaan larva Aedes aegypti dan terjadinya DBD.

3. Masyarakat hendaknya menghindari kebiasaan menggantung

pakaian di dalam rumah agar mengurangi risiko terjadinya DBD.

7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

penelitian jenis kualitatif, sehingga informasi tentang faktor-

faktor yang terkait dengan pelaksanaan 3M Plus khususnya faktor

budaya bisa dibahas secara mendalam.

2. Perlu dilakukan observasi jentik dengan menggunakan single

larva methode untuk memastikan lebih lanjut apakah jentik yang

ditemukan Aedes aegypti atau bukan.

Page 127: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit

Rajawali Pers, Jakarta.

Achmadi, Umar Fachmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT

Rajagafindo Persada: Jakarta.

Alupaty, dkk. 2012. Pemetaan Distribusi Densitas Larva Aedes aegypti dan

Pelaksanaan 3M dengan Kejadian DBD di Kelurahan Kalukuang

Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2012. Jurnal Kesehatan

Lingkungan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anggara. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan keberadaan larva aedes

aegypti di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar Tahun

2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Azwar, M. 2009. Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah

dengue di wilayah kerja Puskesmas Lompoe Kota Pare-Pare. Skripsi.

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Benvie. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan Demam Berdarah Dengue di

wilayah Puskesmas Maricayya Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Bustan, M, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Surakarta: Rineka Cipta.

Cendrawirda. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya

Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Tembelahan Kota

Kecamatan Tembelahan Kabupaten Endragem Heler Propinsi Riau

Tahun 2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Univeristas

Sumatera Utara. Medan.

Dahlan, M.Sopiyudin. 2010. Evidence Based Medicine Seri 3:Langkah-langkah

Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan.

Cetakan kedua, Sagung Seto: Jakarta.

Dewi, dkk. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Endemis DBD Kelurahan

Kassi-Kassi Kota Makassar. Kesehatan Lingkungan. Fakultas

Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Departemen Kesehatan RI. 1999. KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Buletin Harian Perilaku dan Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui dalam Melakukan

Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik

Berkala. Ditjen P2M & PL. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen PP & PL. Jakarta.

Page 128: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Departemen Kesehatan RI. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia.

http://www.depkes.go.id. Pada tanggal 24 Desember 2013.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2012. Profil Kesehatan Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012.

Duma, S, Darmansyah, Arsunan. 2007. Analisis yang berhubungan dengan

kejadian DBD di Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2007. Jurnal

analisis hal 91-100.

Gillot, C., 2005. Entomology. Plenum Press, New York.

Fathi., Keman, Soedajajadi., & Wahyuni, Catharina Umbul. 2005. Peran Faktor

Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah

Dengeu di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (1), 1-10.

Fatimah. 2006. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan

jentik vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus di Puskesmas

Buntapan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Hardayanti,W. et. al. 2011. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Angka Bebas

Jentik Dan Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Pekanbaru Kota,

Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau. Pekanbaru. ISSN:

1724-6248

Harianto, B, dkk. 1989. Berbagai aspek demam berdarah dengeu dan

penanggulangannya. Pusat Penelitian Lembaga Penelitian UI, Jakarta.

Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States

of America.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela

Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian

Kesehatan RI. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk

Pengelola Program DBD Puskesmas. Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2013.

Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta.

Kusumawardani, Erna. 2012. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Wilayah Pedesaan Tahun 2012 (Daerah Perbatasan Kabupaten Bogor

dan Kabupaten Lebak). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Indonesia. Depok.

Lintang, S, D. dkk. 2010. Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan

percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin

Kota Semarang. Jurnal Entomologi Indonesia, ISSN: 1721-6781.

Page 129: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Mahardika, Wahyu. 2009. Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja

Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal Tahun

2009. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu

Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Maria, Ita., et.al. 2013. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

di Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Nadesul, Hendrawan. 2004. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Demam

Berdarah. Jakarta: Puspa Swara.

UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2010. Kota Tangerang

Selatan.

UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2012. Kota Tangerang

Selatan.

UPT Puskesmas Ciputat. 2010-2013. Laporan Bulanan I. Kota Tangerang Selatan.

Ramadhani, dkk. 2009. Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah

Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Jurnal Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Vol. 1, No. 1, April 2013.

Ridha MR., dkk. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Kontainer dengan

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam

Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan

Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal)

Vol. 4, No. 3, Juni 2013 Hal : 133 – 137. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Kalimantan Selatan: Banjarmasin.

Roose, Awida. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Bukit Raya Kota

Pekanbaru Tahun 2008. Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara. Medan.

Saniambara, N., et al. 2003. Penyakit yangDitularkan oleh Nyamuk di NTT.

Santoso., dkk. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP)

Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palemabang Provinsi

Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2, Agustus 2008

hal 732-739.

Sembel, D., 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset,

Yogyakarta.

Silvia, Sri Wahyuni. 2007. Hubungan Antara Keberadaan Jentik dan Praktik

Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah

Dengue Di Kecamatan Tanjung Pinang Timur Kota. Skripsi.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 130: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk

Dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis.

Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sitorus. 2005. Strategi pencegahan kejadain luar biasa (KLB) Demam Berdarah

Dengeu (DBD) melalui pendekatan faktor risiko di kota Medan. Tesis.

Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soedarto, 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Penerbit Sagung Seto, Jakarta.

Soegijanto, S. 2003. Demam berdarah dengeu:tinjauan dan temuan baru di era

2003. Airlangga University Press, Surabaya.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Penerbit Airlangga

University Press, Surabaya.

Soeroso, T. 2000. Perkembangan DBD, epidemiologi dan pemberantasannya di

Indonesia. Jakarta.

Soeroso, T. 2004. Situasi Epidemiologi dan Program Pemberantasan DBD di

Indonesia. Dalam Seminar Kedokteran Tropis: Kajian Demam

Berdarah Dari Biologi Molekuler Sampai Pemberantasannya.

Yogyakarta, 12 Juni 2004.

Sulina, Parida S. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti dan

Pelaksanaan 3M Plus Dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan

XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Fakultas

Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Kencana:

Jakarta.

Suprianto, Yudi. 2011. Hubungan Jenis Breading Place dan Pemberantasan

Sarang Nyamuk dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di

RW III Kelurahan Srondol Kulon Wilayah Puskesmas Srondol Kota

Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM.

Suyasa, N Gede, dkk.2009. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku

Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Politeknik

Kesehatan Denpasar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Jurnal Ecotrophic

3 (1) : 1 - 6 ISSN: 1907-5626.

Syarief, Ahmad. 2008. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan larva

Aedes aegytpi dan Aedes albopictus di wilayah Puskesmas Tarakan

Kota Makassar Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tamza, R.B., et. al. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan perilaku dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan

Perumnas Way Halim Kota Badar Lampung. Jurnal Kesehatan

Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013. FKM UNDIP.

Page 131: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Wati, N.A.P. 2009. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi

keberadaan jentik vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus)

antara desa endemis dan sporadis Kecamatan Banguntapan Kabupaten

Bantul. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan

Pacitan Tahun 2009. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Program

Studi Kesehatan Masyarakat.

Widagdo, Laksmono, et. al. 2008. Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sebagai

Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M Plus): Di

Kelurahan Srondol Wetan, Semarang. Jurnal Makara Kesehatan VOL.

12, NO. 1, JUNI 2008: 13-19. Universitas Diponegoro. Semarang.

Widjana, D.P. 2003. Vektor Demam Berdarah Dengue. Denpasar: Bagian

Parasitologi FK Universitas Udayana.

Widyastuti, P. 2007. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan

Demam Berdarah Dengue. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Widodo, Nur Purwoko. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian

Demam Berdarah Dengeu di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat

Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Studi

Epidemiologi. Depok.

WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah

Dengue. Terjermahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 :

Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

Jakarta : Depkes RI.

WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan

Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC.

Yatim, F., 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid

2. Penerbit Pustaka Obor Populer, Jakarta.

Yotopranoto, S., et. al. 2008. Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan

Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya.

Yudhastuti, R., & Vidiyani, A. 2005. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer

dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya. Jurnal

Kesehatan Lingkungan 1:170-182.

Yunita K.R. dan Soedjajadi K. 2007. Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan

Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah

Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3, No.2, Januari 2007 : 107

– 118.

Page 132: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA
Page 133: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

KUESIONER PENELITIAN

PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES

AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA

TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Saya Faradillah Desniawati mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud untuk melakukan penelitian

mengenai Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun

2014. Penelitian yang akan saya lakukan ini adalah merupakan tugas akhir untuk

mendapatkan gelar sarjana Kesehatan Masyarakat.

Untuk itu, saya mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini

dengan lengkap dan jelas. Jawaban Saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat

menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan dan informasi

yang diberikan.

Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Ciputat, Mei 2014

Peneliti Responden

Faradillah Desniawati (...........................)

Page 134: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

No. Responden

Petunjuk Pengisian:

a. Isilah terlebih dahulu biodata Anda pada tempat yang telah disediakan!

b. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan, sebelum anda menjawabnya!

c. Berilah tanda check list (√) pada jawaban yang anda anggap benar!

Kode Pertanyaan Jawaban Diisi Oleh

Peneliti

A. Data Responden

A1 Nama

A2 RT/RW

A3 Umur

A4 No. Telepon/HP

A5 Pendidikan Terakhir 0. Tidak Sekolah

1. Tidak Tamat SD

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMA/sederajat

5. Perguruan Tinggi

B. Pelaksanaan 3M Plus

B1 Menguras Tempat Penampungan Air

Apakah seminggu sekali Anda

menguras tempat penampungan air

dengan menyikat dan menggunakan

sabun?

0. Ya

1. Tidak [ ]

Page 135: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

B2 Menutup Tempat Penampungan Air

Apakah tempat penampungan air Anda

ditutup dengan rapat?

0. Ya

1. Tidak [ ]

B3 Mengubur Barang Bekas

Apakah Anda mempunyai barang-

barang bekas yang berada di sekitar

rumah Anda seperti:

a. Ban

b. Kaleng

c. Botol

(Jika jawaban=tidak, langsung ke

pertanyaan B4)

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

[ ]

Apakah Anda mengubur barang-

barang bekas yang berada di sekitar

rumah Anda seperti:

a. Ban

b. Kaleng

c. Botol

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

[ ]

B4 Mengganti air vas bunga dan tempat

minum hewan

Apakah Anda seminggu sekali

mengganti:

a. Air vas bunga

b. Tempat minum burung

c. Tempat-tempat lainnya yang

sejenis

dengan menyikat dinding-dinding

tempat tersebut?

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

0. Ya 1. Tidak

[ ]

Page 136: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

B5 Memperbaiki saluran dan talang air

Apakah Anda memperbaiki saluran

dan talang air yang tidak lancar atau

rusak?

0. Ya

1. Tidak [ ]

B6 Menutup lubang-lubang pada

potongan bambu dan pohon

Apakah Anda menutup lubang-lubang

pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah?

0. Ya

1. Tidak [ ]

B7 Menabur Bubuk Abate

Apakah Anda memberikan bubuk

abate yang dilakukan 2 – 3 bulan

sekali pada tempat penampungan air

yang digunakan untuk keperluan

sehari-hari ?

0. Ya

1. Tidak

[ ]

B8 Memelihara ikan pemakan jentik

Apakah Anda memelihara ikan

pemakan jentik seperti ikan gabus,

ikan guppy, ikan kepala timah, ikan

mujair, dan ikan nila pada tempat

penampungan air?

0. Ya

1. Tidak

[ ]

B9 Memasang kawat kasa

Apakah Anda memasang kawat kasa

untuk menghindari masuknya nyamuk

pada lubang ventilasi?

0. Ya

1. Tidak [ ]

B10 Menghindari Kebiasaan Menggantung

pakaian

Page 137: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Apakah Anda sekeluarga

menggantung pakaian di dalam

rumah?

0. Ya

1. Tidak [ ]

B11 Pencahayaan dan ventilasi

Apakah di rumah Anda memiliki

pencahayaan yang memadai dan

ventilasi dengan ukuran luas lubang

ventilasi 10% dari luas lantai?

0. Ya

1. Tidak [ ]

Page 138: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

LEMBAR OBSERVASI

SURVEI JENTIK

PETUNJUK:

- Isi jawaban dengan mencontreng ( √ ) pada kolom-kolom yang tersedia!.

Kontainer Dalam Rumah Jentik

Ada Tidak Ada

a. Bak mandi

b. Ember

c. Penampungan dispenser

d.

e.

f.

Kontainer Luar Rumah Jentik

Ada Tidak Ada

a. Kaleng bekas

b. Ban bekas

c. Vas bunga

d. Kolam ikan

e.

Page 139: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

OUTPUT SPSS

Univariat

1. Keberadaan Larva Aedes aegypti

larva

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Ada 200 85.1 85.1 85.1

Ada 35 14.9 14.9 100.0

Total 235 100.0 100.0

2. Menguras Tempat Penampungan Air

menguras

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 36 15.3 15.3 15.3

Ya 199 84.7 84.7 100.0

Total 235 100.0 100.0

3. Menutup Tempat PenampunganAir menutup

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 193 82.1 82.1 82.1

Ya 42 17.9 17.9 100.0

Total 235 100.0 100.0

4. Mengubur Barang Bekas mengubur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 144 61.3 61.3 61.3

Ya 91 38.7 38.7 100.0

Total 235 100.0 100.0

5. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan ganti_air_vas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 13 5.5 5.5 5.5

Ya 222 94.5 94.5 100.0

Total 235 100.0 100.0

Page 140: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

6. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar saluran_tdk_lncr

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 7 3.0 3.0 3.0

Ya 228 97.0 97.0 100.0

Total 235 100.0 100.0

7. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah menutup_lubang_dgn_tanah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 77 32.8 32.8 32.8

Ya 158 67.2 67.2 100.0

Total 235 100.0 100.0

8. Menabur Bubuk Abate menabur_abate

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 192 81.7 81.7 81.7

Ya 43 18.3 18.3 100.0

Total 235 100.0 100.0

9. Memelihara Ikan Pemakan Jentik ikan_pemakan_jentik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 205 87.2 87.2 87.2

Ya 30 12.8 12.8 100.0

Total 235 100.0 100.0

10. Memasang Kawat Kasa kawat_kasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 20 8.5 8.5 8.5

Ya 215 91.5 91.5 100.0

Total 235 100.0 100.0

11. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian menggantung_pakaian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 209 88.9 88.9 88.9

Ya 26 11.1 11.1 100.0

Total 235 100.0 100.0

Page 141: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

12. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai pencahayaan_ventilasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 36 15.3 15.3 15.3

Ya 199 84.7 84.7 100.0

Total 235 100.0 100.0

Bivariat 1. Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti

menguras * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

menguras Tidak Count 23 13 36

% within menguras 63.9% 36.1% 100.0%

Ya Count 177 22 199

% within menguras 88.9% 11.1% 100.0%

Total Count 200 35 235

% within menguras 85.1% 14.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 14.167

a 1 .000

Continuity Correctionb 12.338 1 .000

Likelihood Ratio 11.672 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 14.107 1 .000

N of Valid Casesb

235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 142: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for menguras (Tidak / Ya) .231 .103 .518

For cohort larva = Tidak Ada .722 .562 .928

For cohort larva = Ada 3.124 1.749 5.581

N of Valid Cases 235

2. Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

menutup Tidak Count 159 34 193

% within menutup 82.4% 17.6% 100.0%

Ya Count 40 2 42

% within menutup 95.2% 4.8% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within menutup 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.394a 1 .036

Continuity Correctionb 3.459 1 .063

Likelihood Ratio 5.481 1 .019

Fisher's Exact Test .035 .023

Linear-by-Linear Association 4.375 1 .036

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for menutup (Tidak / Ya)

.234 .054 1.015

For cohort larva = Tidak Ada .865 .787 .950

For cohort larva = Ada 3.699 .925 14.801

N of Valid Cases 235

Page 143: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

3. Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti mengubur * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

mengubur Tidak Count 113 31 144

% within mengubur 78.5% 21.5% 100.0%

Ya Count 86 5 91

% within mengubur 94.5% 5.5% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within mengubur 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 11.050a 1 .001

Continuity Correctionb 9.849 1 .002

Likelihood Ratio 12.513 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association 11.003 1 .001

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,94.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for mengubur (Tidak

/ Ya) .212 .079 .568

For cohort larva = Tidak Ada .830 .752 .917

For cohort larva = Ada 3.918 1.581 9.708

N of Valid Cases 235

4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan

Larva Aedes aegypti ganti_air_vas * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

ganti_air_vas Tidak Count 7 6 13

% within ganti_air_vas 53.8% 46.2% 100.0%

Ya Count 192 30 222

% within ganti_air_vas 86.5% 13.5% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within ganti_air_vas 84.7% 15.3% 100.0%

Page 144: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.086a 1 .001

Continuity Correctionb 7.727 1 .005

Likelihood Ratio 7.473 1 .006

Fisher's Exact Test .007 .007

Linear-by-Linear Association 10.043 1 .002

N of Valid Casesb 235

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,99.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ganti_air_vas (Tidak / Ya)

.182 .057 .579

For cohort larva = Tidak Ada .623 .375 1.033

For cohort larva = Ada 3.415 1.739 6.707

N of Valid Cases 235

5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar dengan Keberadaan

Larva Aedes aegypti saluran_tdk_lncr * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

saluran_tdk_lncr Tidak Count 2 5 7

% within saluran_tdk_lncr 28.6% 71.4% 100.0%

Ya Count 197 31 228

% within saluran_tdk_lncr 86.4% 13.6% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within saluran_tdk_lncr 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 17.510a 1 .000

Continuity Correctionb 13.336 1 .000

Likelihood Ratio 11.589 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 17.435 1 .000

N of Valid Casesb 235

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,07.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 145: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for saluran_tdk_lncr

(Tidak / Ya) .063 .012 .339

For cohort larva = Tidak Ada .331 .102 1.068

For cohort larva = Ada 5.253 2.967 9.303

N of Valid Cases 235

6. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup_lubang_dgn_tanah * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

menutup_lubang_dgn_tanah Tidak Count 63 14 77

% within menutup_lubang_dgn_tanah

81.8% 18.2% 100.0%

Ya Count 136 22 158

% within

menutup_lubang_dgn_tanah 86.1% 13.9% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within menutup_lubang_dgn_tanah

84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .723a 1 .395

Continuity Correctionb .432 1 .511

Likelihood Ratio .707 1 .400

Fisher's Exact Test .442 .253

Linear-by-Linear Association .720 1 .396

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,80.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

menutup_lubang_dgn_tanah (Tidak / Ya)

.728 .350 1.516

For cohort larva = Tidak Ada .951 .841 1.074

For cohort larva = Ada 1.306 .708 2.409

N of Valid Cases 235

Page 146: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

7. Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menabur_abate * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

menabur_abate Tidak Count 158 34 192

% within menabur_abate 82.3% 17.7% 100.0%

Ya Count 41 2 43

% within menabur_abate 95.3% 4.7% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within menabur_abate 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.617a 1 .032

Continuity Correctionb 3.666 1 .056

Likelihood Ratio 5.773 1 .016

Fisher's Exact Test .034 .020

Linear-by-Linear Association 4.598 1 .032

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,59.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for menabur_abate

(Tidak / Ya) .227 .052 .983

For cohort larva = Tidak Ada .863 .786 .947

For cohort larva = Ada 3.807 .951 15.243

N of Valid Cases 235

8. Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti

ikan_pemakan_jentik * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

ikan_pemakan_jentik Tidak Count 173 32 205

% within ikan_pemakan_jentik 84.4% 15.6% 100.0%

Ya Count 26 4 30

% within ikan_pemakan_jentik 86.7% 13.3% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within ikan_pemakan_jentik 84.7% 15.3% 100.0%

Page 147: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .105a 1 .746

Continuity Correctionb .003 1 .959

Likelihood Ratio .108 1 .743

Fisher's Exact Test 1.000 .499

Linear-by-Linear Association .104 1 .747

N of Valid Casesb 235

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,60.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ikan_pemakan_jentik (Tidak /

Ya)

.832 .272 2.545

For cohort larva = Tidak Ada .974 .836 1.134

For cohort larva = Ada 1.171 .445 3.077

N of Valid Cases 235

9. Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti kawat_kasa * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

kawat_kasa Tidak Count 14 6 20

% within kawat_kasa 70.0% 30.0% 100.0%

Ya Count 185 30 215

% within kawat_kasa 86.0% 14.0% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within kawat_kasa 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.632a 1 .057

Continuity Correctionb 2.500 1 .114

Likelihood Ratio 3.051 1 .081

Fisher's Exact Test .095 .064

Linear-by-Linear Association 3.617 1 .057

N of Valid Casesb 235

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 148: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kawat_kasa

(Tidak / Ya) .378 .135 1.061

For cohort larva = Tidak Ada .814 .608 1.089

For cohort larva = Ada 2.150 1.018 4.539

N of Valid Cases 235

10. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes

aegypti menggantung_pakaian * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

menggantung_pakaian Tidak Count 175 34 209

% within menggantung_pakaian 83.7% 16.3% 100.0%

Ya Count 24 2 26

% within menggantung_pakaian 92.3% 7.7% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within menggantung_pakaian 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.311a 1 .252

Continuity Correctionb .733 1 .392

Likelihood Ratio 1.527 1 .217

Fisher's Exact Test .387 .200

Linear-by-Linear Association 1.305 1 .253

N of Valid Casesb 235

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,98.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

menggantung_pakaian (Tidak / Ya)

.429 .097 1.900

For cohort larva = Tidak Ada .907 .800 1.029

For cohort larva = Ada 2.115 .539 8.294

N of Valid Cases 235

Page 149: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

11. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai dengan

Keberadaan Larva Aedes aegypti pencahayaan_ventilasi * larva Crosstabulation

larva

Total Tidak Ada Ada

pencahayaan_ventilasi Tidak Count 19 17 36

% within pencahayaan_ventilasi 52.8% 47.2% 100.0%

Ya Count 180 19 199

% within pencahayaan_ventilasi 90.5% 9.5% 100.0%

Total Count 199 36 235

% within pencahayaan_ventilasi 84.7% 15.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 33.355a 1 .000

Continuity Correctionb 30.514 1 .000

Likelihood Ratio 26.079 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 33.213 1 .000

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pencahayaan_ventilasi (Tidak /

Ya)

.118 .053 .264

For cohort larva = Tidak Ada .583 .427 .797

For cohort larva = Ada 4.946 2.854 8.570

N of Valid Cases 235

Page 150: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

FOTO

No. Gambar Keterangan

1

Bak mandi salah satu

responden yang

ditemukan larva

Aedes aegypti.

2

Bak mandi responden

yang ditemukan larva

Aedes aegypti

didalamnya.

3

Ember salah satu

responden yang

ditemukan larva

Aedes aegypti di

dalamnya.

Page 151: PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA

4

Ban bekas yang

berada di sekitar

halaman rumah salah

satu responden yang

ditemukan adanya

larva Aedes aegypti.

5

Salah satu kolam

ikan rumah

responden yang

memelihara ikan

pemakan jentik.