pedoman penulisan artikel k · volume iii nomor 4, november 2013 issn: 2086-3098 i 2-trik:...

59
Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes Sekretariat: Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 081335251726, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 1 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm. 2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail). Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Volume III Nomor 4 Halaman 186 - 242 November 2013 ISSN: 2089-4686

Upload: others

Post on 30-Apr-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan

Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes

Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes

Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes

Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes

Sekretariat: Winarni, A.Md.Keb

Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi

Rafif Naufi Waskitha Hapsari

Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo

RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Telp. 081335251726, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com

Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan

Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan

hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama.

Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:

1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 1 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm.

2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail).

Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:

1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan .

8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm.

9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard.

Redaksi

Volume III Nomor 4 Halaman 186 - 242 November 2013 ISSN: 2089-4686

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

ii 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

EDITORIAL

Para pembaca yang terhormat, di penghujung tahun 2013 ini, kini kita bertemu kembali dengan publikasi pada Volume III Nomor 4. Kali ini dapat Anda baca hasil-hasil penelitian kesehatan karya sejawat-sejawat kita dari Magetan, Surabaya, Madiun, Surakarta, Bengkulu, serta Medan. Penelitian-penelitian tersebut mencakup bidang kesehatan lingkungan, kesehatan anak, keperawatan, kebidanan, serta pendidikan kesehatan, sebagaimana tertera pada daftar judul di bawah.

Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di

portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume IV Nomor 1 bulan Februari 2013 yang akan datang. Terimakasih.

Redaksi

DAFTAR JUDUL

1 DESAIN SARINGAN PASIR UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN ZAT ORGANIK, KEKERUHAN, Fe DAN Mn PADA AIR Retna Sari Puji Astuti, Sunaryo, Hery Koesmantoro

186 – 194

2 HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERPANJANGAN KALA I PERSALINAN Beti Asepta, Tinuk Esti Handayani, Agung Suharto

195 – 200

3 HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR MENOLONG PERSALINAN DENGAN KOMPETENSI MENOLONG PERSALINAN DI MODEL Sri Wahyuni, Dwi Purwanti, Evi Yunita Nugrahini

201 – 205

4 BEDA WAKTU PENGELUARAN ASI ANTARA IBU NIFAS RAWAT GABUNG DENGAN RAWAT PISAH DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN Erinka Pricornia Mudaharimbi, Sukardi, Sulikah

206 – 210

5 HUBUNGAN HYPNOBIRTHING DENGAN NYERI PERSALINAN PADA PRIMIPARA INPARTU KALA 1 FASE AKTIF Khulaifatul Mukhtaroh, Sri Ratnawati, Sriami

211 – 216

6 HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN SIKAP ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 tahun DI DESA MANISREJO KECAMATAN TAMAN KOTA MADIUN. Eny Pemilu Kusparlina, Didik G. Tamtomo, Pancrasia Murdani K

217 – 223

7 PENGARUH INTERVENSI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP TINGKAT DEPRESI, KECEMASAN, DAN STRES PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI BENGKULU Derison Marsinova Bakara, Yusniarita, Yanti Sutriyanti

224 – 228

8 PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENGURANGAN INTENSITAS DISMENORE DI SMAN 1 CURUP SELATAN Heni Ruqoyah Nasution, Derison Marsinova Bakara, Ratna Ningsih

229 – 232

9 HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEPUASAN MAHASISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DI AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH MADIUN Rury Narulita Sari, Bhisma Murti, Putu Suriyasa

233 - 238

10 PARITAS DAN SOSIAL EKONOMI BERHUBUINGAN DENGAN KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010-2012 Evi Desfauza

239 - 242

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

186 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

DESAIN SARINGAN PASIR UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN

ZAT ORGANIK, KEKERUHAN, Fe DAN Mn PADA AIR

Retna Sari Puji Astuti (Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Sunaryo (Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Hery Koesmantoro (Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRACT

Background: The use of water that does not meet health standards will cause adverse effects. This study was conducted to determine the chemical parameters decreased levels of organic matter, turbidity, Fe and Mn in river water ponds in Ngrancang Hamlet, Village Dadapan, Kendal district, Ngawi after a sand filter. Method: The method used in this study is a descriptive analysis using tables to determine the reduced levels of organic matter, turbidity, Fe and Mn between before and after through a sand filter and then compared with the water quality standards that the Minister of Health of the Republic of Indonesia Regulation Number: 416/MENKES/PER / IX/1990. By comparing the results of laboratory tests before and after going through the sand filter is unknown whether there is a decrease in the levels of organic matter, turbidity, Fe and Mn. In addition it can be known whether the results of such reduction has met the applicable standard or not if it is used by the public. Resulit: Of this study showed that for the average organic matter down to 6.9 mg / l (40.2%), Turbidity average ho scale down to 4.8 NTU (81.7%), Fe average down to 0.461 mg / l (54.7%), and Mn average dropped to 0.25 (58.6%). Average yield reduction when compared with the water quality standards that the Minister of Health of the Republic of Indonesia Regulation Number: 416/MENKES/PER/IX/1990 already qualified and worthy utilized for the community. Recommendation: Based on the above research suggests for the clinic or local health department should make outreach to the community regarding the use of clean water to be sober and not use water carelessly. Keywords: Sand filter, organic matter, turbidity, Fe, Mn

PENDAHULUAN Latar Belakang

Air bersih adalah salah satu kebutuhan mendasar sehari-hari untuk setiap manusia yang digunakan mulai dari mencuci, masak, minum dan mandi (Chandra, 2006). Di banyak tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Selain di bumi, sejumlah besar kekurangan air juga diperkirakan terdapat pada kutub utara dan selatan planet Mars, serta pada bulan-bulan Europa dan Enceladus (http://aimyaya.com/id/ lingkungan-hidup/kumpulan-teknik-penyaringan-airsederhana).

Menurut hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 menunjukkan setiap orang Indonesia mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 liter per hari. Dari sejumlah itu pemakaian terbesar untuk keperluan mandi, yakni sebanyak 65 liter per orang per hari atau 45% dari total pemakaian air. (http://ciptakarya.pu.go.id).

Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi merupakan salah satu dusun yang memiliki jumlah penduduk 2219 jiwa. Hampir seluruh masyarakatnya memanfaatkan air PAM (Perusahaan Air Minum) yaitu yang berasal dari mata air yang didistribusikan melalui sistem perpipaan ke rumah-rumah warga. Akses dari asal sumber air menuju Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi tersebut menempuh jarak 15 km. Karena sistem manajemen yang kurang baik menyebabkan air yang sampai ke rumah-rumah warga sangat terbatas. Oleh karena itu pula masyarakat memanfaatkan air sungai sebaga alternatif. Disalah satu sisi, air sungai tersebut dimanfaatkan warga untuk buang air besar, mandi, mencuci, memandikan binatang ternak, dan mengairi sawah sehingga air menjadi keruh dan berwarna kecoklatan. Masyarakat di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi menampung air sungai di dalam kolam untuk kemudian bisa dimanfaatkan sebagai pelengkap kebutuhan air setiap harinya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel air sungai yang ada di kolam penampungan Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi di laboratorium Poltekkes Kemenkes Surabaya Program Studi D3 Kesehatan Lingkungan Kampus Magetan pada bulan Januari tahun 2013 didapatkan hasil bahwa parameter yang tidak memenuhi syarat baku mutu air bersih Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

187 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air adalah kandungan zat organik 13,1 mg/l, kekeruhan 27,3 skala NTU, Fe 1,386 mg/l, dan Mn 0,841 mg/l.

Menurut Juli Soemirat (2000), air merupakan salah satu media transmisi penularan penyakit. Penggunaan air yang kurang memenuhi syarat, baik kualitas maupun kuantitas akan mengakibatkan adanya gangguan kesehatan bagi manusia. Oleh sebab itu perlu adanya pengolahan terhadap air baku air bersih terutama kualitas fisik maupun kimia agar terhindar dari serangan berbagai macam penyakit.

Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan adsorbs. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal dan kemungkinan juga mengandung zat-zat warna, zat pencemar seperti limbah detergen dan pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas (aluminium sulfat), pasir, korin atau kaporit, kapur tahar, dan karbon aktif. Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal, sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga membentuk koloidal Al(OH)3 yang dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi, maka selain tawas digunakan karbon aktif. Pasir berfungsi sebagai penyaring. Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama (desinfektan), sedangkan kapur tohor berguna untuk menaikkan pH yaitu untuk menetralkan keasaman yang terjadi karena penggunaan tawas. Sistem pengolahan air bersih dengan sumber air baku sungai, tanah dan air pegunungan, dengan skala atau standar air minum, memerlukan beberapa proses. Mengenai proses yang perlu diterapkan tergantung dari kwalitas air baku tersebut. (http://www.mediaindo.co.id).

Keuntungan saringan pasir diantaranya adalah air hasil penyaringan cukup bersih untuk keperluan rumah tangga. Membuatnya cukup mudah dan sederhana pemeliharaannya. Bahan-bahan yang digunakan mudah didapatkan di daerah pedesaan dan air keruh yang digunakan bisa berasal dari mana saja misalnya : sungai, rawa, telaga, sawah dan sumur. Sedangkan untuk kerugian dari media ini adalah Air tidak bisa dialirkan secara teratur, karena air dalam jumlah tertentu arus diendapkan dulu dan disaring melalui bak penyaringan (http:// diplomaiiikesehatanlingkungan.blogspot.com/2009_06_01_archive.html)

Saringan pasir merupakan salah satu sistem pengolahan air dengan metode filtrasi. Selain mereduksi kandungan zat

padat, filtrasi dapat menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Filtrasi dibutuhkan untuk sebagian besar air permukaan sebagai pencegah transmisi dari waterborne desease (http://environmentalist-onduty.blogspot.com/2011/06/rapid-sand-filter-saringan-pasir-cepat04.html).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Desain Saringan Pasir Untuk Menurunkan Kandungan Zat Organik, Kekeruhan, Fe Dan Mn Pada Air Di Dusun Ngrancang Desa Dadapan Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi Tahun 2013”. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Mengetahui kualitas air ditinjau dari segi kimia setelah melalui proses saringan pasir.

2. Tujuan Khusus a. Mengukur kadar zat organik pada air

sebelum melalui proses saringan pasir.

b. Mengukur kekeruhan pada air sebelum melalui proses saringan pasir.

c. Mengukur kandungan Fe pada air sebelum melalui proses saringan pasir.

d. Mengukur kandungan Mn pada air sebelum melalui proses saringan pasir.

e. Mengukur kadar zat organik pada air setelah melalui proses saringan pasir.

f. Mengukur kekeruhan pada air setelah melalui proses saringan pasir.

g. Mengukur kandungan Fe pada air setelah melalui proses saringan pasir.

h. Mengukur kandungan Mn pada air setelah melalui proses saringan pasir.

METODE PENELITIAN Pengembangan Rancangan Saringan Pasir

Saringan pasir ini dibuat dengan sistem

aliran up flow yang memanfaatkan 2 bak berbahan fiber yang berfungsi sebagai bak koagulasi flokulasi dan bak penyaringan. Bak koagulasi flokulasi berfungsi sebagai tempat pembubuhan tawas dan kaporit. Sedangkan bak penyaringan berfungsi sebagai penyaring air setelah melalui bak koagulasi flokulasi. Bak yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbahan fiber dengan tinggi 90 cm dan diameter 35 cm. Sedangkan untuk tipe Saringan Pasirini dibuat single media.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

188 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

1. Kriteria Perencanaan a. Volume Bak: 160 liter b. Bahan Bak: Fiber c. Media:

Pasir berukuran 0,25-0,35 mm, setebal 20 cm

Kerikil dengan diameter 1-2 cm dengan tebal 10 cm

Ijuk 2 lapis dengan tebal masing-masing 10 cm

Batu dengan tebal 20 cm (semua media telah dicuci bersih)

d. Bahan: Dalam proses ini menggunakan bahan koagulan berupa tawas dengan dosis sesuai dengan uji yartest dan chlor (kaporit) sebagai desinfektan sesuai penghitungan kebutuhan chlor.

2. Tahap Pembuatan Rancangan Saringan pasir a. Komponen yang diperlukan :

1) Drum berbahan fiber (2 buah) 2) Pipa PVC dengan diameter ¾ inci

(4 m) 3) Kran air (1 buah) 4) Sambungan pipa L (2 buah) 5) Lem PVC 6) Ember penampung air bersih 7) Aliran listrik 8) Stop kontak 9) Pompa listrik 10) Media pasir dengan ukuran 0,25-

0,35 mm 11) Media kerikil diameter 1-2 cm 12) Batu 13) Ijuk 14) Tawas 15) Kaporit

b. Pembuatan bak koagulasi flokulasi (bak 1 Gambar 3) 1) Buat 2 lubang pada bak dengan

bor. 1 lubang 20 cm dari dasar pada dinding drum untuk saluran pipa kran inlet dan 1 lubang berjarak 5 pada dasar bak sebagai lubang pengurasan.

2) Pasang pipa pada inlet kemudian salurkan ke bak filtrasi dan pasang stop kran untuk engatur aliran.

3) Pasang pipa 8-10 cm pada lubang pengurasan dan tutup dengan dop pipa.

4) Pasang pipa pada pompa listrik untuk pengisian air sampel dari kolam penampung air sungai.

c. Pembuatan Bak Filtrasi (bak 2 Gambar 2) 1) Buat 3 lubang pada bak fiber. 1

lubang untuk pemasangan pipa

dengan jarak 10 cm dari mulut bak untuk lubang pemasangan stop kran outlet ¾ inch. Dan 1 lubang lagi pada 20 cm dari tepian dasar bak fiber sebagai lubang kran dari pipa inlet , dan 1 lubang lagi sebagai lubang pengurasan.

2) Isi drum berturut-turut dari bawah ke atas dengan batu 20 cm, ijuk 10 cm, pasir 20 cm, ijuk 10 cm dan kerikil 10 cm.

Gambar 1. Bak Penyaring

Gambar 2. Susunan Media Penyaring

d. Sistematika Proses Saringan pasir 1) Drum/bak disusun bertingkat

seperti gambar 3.3. 2) Stop kran dalam keadaan

tertutup. 3) Nyalakan pompa listrik untuk

mengalirkan air dari kolam penampung air sungai ke dalam bak 1 ( lihat gambar 3.3).

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

189 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

4) Masukkan tawas sesuai dengan uji jartest (gr/lt) untuk proses koagulasi-flokulasi.

5) Masukkan kaporit sesuai dengan penghitungan dalam gr/lt.

6) Kemudian aduk selama 10 menit kemudian diamkan selama 30 menit.

7) Setelah 30 menit alirkan sampel air dari bak 1 ke bak 2 (gambar 3.3).

8) Buka stop kran dari bak 2 untuk mengalirkan air hasil proses penyaringan dan atur debitnya, sesuaikan antara aliran dari bak 1 dan bak 2.

Gambar 3. Rangkaian Saringan Pasir

Gambar 4. Saringan Pasir

Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen yaitu meneliti penurunan kadar zat organik, kekeruhan, Fe dan Mn pada air setelah melalui saringan pasir. Desain yang digunakan yaitu Eksperimen (Experiment Designes) dengan bentuk One Group Pretest-Postest, rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen. Objek Uji

Objek uji pada penelitian ini yaitu sampel

air sungai di salah satu kolam penampungan Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, kabupaten Ngawi. 1. Penentuan populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh air yang ada di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi.

2. Sampel pada penelitian Sampel yang diambil adalah sebagian kecil dari populasi untuk diuji dilaboratorium untuk mengetahui hasil sebelum dan sesudah melalui proses saringan pasir. Jumlah sampel adalah 2 sampel yaitu sampel sebelum proses penyaringan menggunakan saringan pasir dan setelah melalui saringan pasir dengan replikasi pemeriksaan dilakukan sebanyak 5 kali. Berdasarkan prosedur pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali konstan, dan hasil pemeriksaan tersebut sudah bisa dikatakan valid.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan pengukuran lapangan dan pemeriksaan laboratorium. Diantaranya adalah : 1) Pengukuran pH, 2) Pengukuran suhu air, 3) Pemeriksaan kadar zat organik, 4) Pemeriksaan kekeruhan, 5) Pemeriksaan Fe, 6) Pemeriksaan Mn. Pengolahan Data

1. Editing yaitu meneliti kembali data yang telah diperoleh untuk dicek kebenarannya. Yaitu mengecek ulang perhitungan penurunan antara sebelum dan sesudah melalui saringan pasir.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

190 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2. Tabulasi data yaitu memasukkan data ke dalam tabel. Yaitu data-data hasil pemeriksaan laboratorium dan data hasil perhitungan penurunan antara sesudah dan sebelum proses dimasukkan ke dalam tabel.

Metode Analisis Data

Untuk menganalisa data dilakukan dengan melihat hasil penurunan dan prosentase penurunan kadar zat organik, kekeruhan, Fe dan Mn pada air kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal setelah melalui saringan pasir. Dari hasil penurunan yang diperoleh, dianalisa dan dibandingkan dengan baku mutu air bersih yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990.

HASIL PENELITIAN Proses Penyaringan dengan Saringan Pasir

1. Air sampel yang akan disaring diambil untuk diperiksa kandungan fisik dan kimianya di laboratorium. Hal ini dilakukan agara mengetahui perbedaan kandungan fisik maupun kimia antara sebelum dan setelah melalui saringan pasir.

2. Pastikan stop kran lubang inlet di bak 1 tertutup. Isi bak 1 (bak koagulasi flokulasi) dengan air sampel/ yang akan disaring hingga penuh. Pada bak 1 ini terjadi beberapa proses yaitu sebagai berikut : a. Koagulasi

Pada proses koagulasi tawas (Al(SO4)) dibubuhkan sesuai kebutuhan berdasarkan uji Yartest yang telah dilakukan. Untuk 160 liter air sampel pada penelitian ini dibutuhkan 16 gram tawas (Al(SO4)). Tawas (Al(SO4)) berfungsi sebagai pengikat koloid dalam air dan menangkap partikel koloid di dalam air sehingga tersebut flog yang lebih besar dan mudah diendapkan atau disaring. (Beny Suyanto, 2002). Selain itu tawas (Al(SO4)) berfungsi untuk mengatasi kekeruhan pada air sekaligus sebagai penjernih. (Wahyono Hadi) Berikut merupakan hasil uji yartest yang telah dilakukan :

Tabel 1. Hasil Uji Yartest di Laboratorium Kesling Bulan Maret 2013

Dosis

Al(SO4) (gr)

pH

Jumlah Endapan

Hasil Larutan

Sedikit Banyak Jernih Tidak

Kontrol 8 - √

0,1 7 √ √

0,2 6 √ √

0,3 4 √ √

0,4 4 √ √

0,5 4 √ √

Berdasarkan uji yartest yang telah dilakukan, dosis tawas yang digunakan adalah 0,1 gr untuk 1 liter air sampel percobaan. Hasil tersebut diambil dari pengamatan beacker glass dengan pertimbangan endapan/gumpalan terbanyak, dosis yang digunakan minimum, larutan paling jernih, dan pH sesuai standart 6-8. Perhitungan kebutuhan tawas (Al(SO4)) 80 % untuk 1 liter air adalah 0,1 gr. Maka untuk 160 liter air sampel dibutuhkan:

Kebutuhan tawas untuk 160 liter = 0,1 g/liter x 160 liter = 16 gr

b. Desinfeksi Karena air yang akan disaring mengandung zat organik, Fe dan Mn yang cukup tinggi maka perlu pembubuhan kaporit (Ca(ClO2)). (Fadjar Hadi, 1979). Zat organik dapat hancur oleh desinfektan. Di Indonesia desinfektan yang biasa digunakan adalah kaporit (Ca(ClO2)). Pemakaian kaporit (Ca(ClO2)) juga berfungsi untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air (Heru Dwi Wahyono, 1999).

Tabel 2. Hasil Uji Daya Sergap Chlor

di Laboratorium Kesling Bulan Maret 2013

Dosis Kaporit (Ca(ClO2)

(gr)

Sisa Chlor Konstan

1 1,6

0,9 1,6

0,85 1,4

0,8 1,4

0,75 0,2

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

191 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Untuk mengetahui dosis yang akan digunakan maka dilakukan uji Daya Sergap Chlor dengan metode trial and error, dosis yang dapat menghasilkan sisa chlor konstan adalah 0,75 gram seperti pada Tabel 2, maka: Daya Sergap Chlor = Jumlah Kaporit yang dibutukan – sisa chlor konstan = 750 - 0,2 = 749,8 mg Dosis Kaporit = DPC + sia Chlor

% = 749,8 + 0,2

60/100 = 1250 mg/l

Kebutuhan Kaporit untuk 160 liter air = 1250 mg/l x 160 liter = 200.000 mg = 200 gr

c. Flokulasi Pada proses flokulasi, air yang telah dibubuhi tawas (Al(SO4)) dan kaporit (Al(SO4)) kemudian diputar/diaduk pelan selama 15-30 menit untuk mempercepat proses pengendapan flok yang berwarna putih dalam air. Setelah proses flokulasi, air sampel didiamkan selama 30 menit sampai 1 jam agar pengendapan bisa terjadi secara sempurna. Waktu didiamkan pada proses tersebut sebagai td (waktu tinggal).

3. Setelah didiamkan, stop kran dari bak 1 dibuka agar air mengalir menuju bak 2 untuk proses penyaringan (filtrasi) menggunakan media pasir.

4. Stop kran outlet pada bak 2 juga dibuka untuk mengeluarkan air hasil proses penyaringan. Untuk mengetahui debit yang dihasilkan maka dilakukan pengukuran debit dengan menggunakan jurigen plastik dengan volume 5 liter dalam waktu 30 detik. Maka diperoleh hasil l/dt dengan perhitungan sebagai berikut: Debit yang dihasilkan (l/dt) = 5 liter 30 dt = 0,17 l/dt = 0,00017 m

3/dt

Debit per m

3/jam

= 0,00017 m3/dt x 3600 dt = 0,6 m

3/jam

Luas Penampang = ¼ x π x D

2

=1/4 x 3,14 x 0,352

= 0,0961625 m2

Debit per m3/m

2/jam

= 1 . x 600 liter 0,0961625

= 6239,4 liter/m2

= 6,24 m3/m

2/Jam

5. Air hasil penyaringan menggunakan

saringan pasir tersebut diperiksa di laboratorium untuk mengetahui besar penurunan kandungan fisik maupun kimianya.

Hasil Pemeriksaan Zat Organik, Kekeruhan, Fe dan Mn

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Parameter Zat Organik Sebelum dan

Sesudah Melalui Saringan Pasir

Para

me

ter

Kim

ia

Sebelu

m

Me

lalu

i

Sarin

gan P

asir

Sesudah

Me

lalu

i

Sarin

gan P

asir

Penuru

nan

Pers

enta

se

Penuru

nan

Baku M

utu

Zat organik (mg/l)

11,7 7,1 4,6 39,3

10 mg/l

11,5 6,9 4,6 40,0

11,7 7,1 4,6 39,3

11,6 6,8 4,8 41,4

11,7 6,9 4,8 41,0

Rerata 11,6 6,9 4,6 40,2

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kadar

Prameter Kekeruhan Sebelum dan Sesudah Melalui Saringan Pasir

Jenis

Para

me

ter

Kim

ia

Sebelu

m M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Sesudah M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Penuru

nan

Pers

enta

se

Penuru

nan

Baku M

utu

Kekeru

han 26,2 4,8 21,4 81,7

5 S

kala

NT

U

26,0 4,9 21,1 81,2

26,2 4,8 21,4 81,7

26,1 4,7 21,4 82

26,2 4,8 21,5 82

Rerata 26,1 4,8 21,4 81,7

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kadar

Prameter Fe Sebelum dan Sesudah Melalui Saringan Pasir

Jenis

Para

me

ter

Kim

ia

Sebelu

m M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Sesudah M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Penuru

nan

Pers

enta

se

Penuru

nan

Baku M

utu

Fe (mg/L)

1,019 0,462 0,557 54,7

1,0 mg/L

1,018 0,465 0,553 54,3

1,019 0,461 0,558 54,8

1,018 0,460 0,558 54,8

1,017 0,461 0,556 54,7

Rerata 1,018 0,461 0,556 54,7

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

192 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Kadar Prameter Mn Sebelum dan Sesudah

Melalui Saringan Pasir

Jenis

Para

me

ter

Kim

ia

Sebelu

m M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Sesudah M

ela

lui

Sarin

gan P

asir

Penuru

nan

Pers

enta

se

Penuru

nan

Baku M

utu

Mn (mg/L)

0,605 0,251 0,354 58,5

0,5 mg/L

0,604 0,250 0,354 58,6

0,604 0,251 0,354 58,6

0,605 0,250 0,355 58,7

0,604 0,249 0,355 58,8

Rerata 0,604 0,25 0,354 58,6

Verifikasi Data

1. Media Saringan Pasir Media saringan pasir ini memiliki drum dengan volume 160 liter, dengan debit 6,24 m

3/m

2/Jam. Dalam proses

penyaringan dengan media saringan pasir ini membutuhkan tawas (Al(SO4)) sebanyak 16 gram dan kaporit (Ca(ClO2)) sebanyak 200 gram. Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa debit yang dihasilkan adalah sebesar 6,24 m

3/m

2/Jam, maka saringan

pasir ini termasuk dalam kriteria saringan pasir cepat. Kriteria saringan pasir cepat (Rapid Sand Filter ) yaitu dapat menghasilkan debit 5-15 m

3/m

2/jam.

(Budiman Chandra, 2006). 2. Hasil Pemeriksaan Parameter Zat

Organik, Kekeruhan, Fe dan Mn Saringan pasir ini mampu menurunkan kadar kimia air berupa zat organik sebesar 40%, kekeruhan 81,2%, Fe 54,7% dan Mn 58 ,6%. Dengan penurunan tersebut keadaan air yang mula-mula keruh, berwarna coklat kekuningan menjadi bersih dan jernih. Dari analisis hasil pemeriksaan laboratorium kandungan bahan kimia berupa zat organik, kekeruhan, Fe dan Mn pada air yang berada di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi bulan Maret Tahun 2013 diatas adalah sebagai berikut: a. Zat organik

Zat Organik adalah zat yang terkandung dalam air yang apabila dalam jumlah besar memberikan rasa dan bau yang menurunkan rasa estetika, dan apabila dalam jumlah besar juga dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk

menurunkan zat organik yang terkandung dalam air dapat dilakukan dengan cara desinfeksi. Di Indonesia umumnya menggunakan kaporit sebagai zat desinfektan (Fadjar Hadi, 1979). Proses Desinfeksi pada proses pengolahan air dengan saringan pasir dalam penelitian ini dilakukan pada bak koagulasi flokulasi (bak 1 pada gambar 3.3) agar dapat menghancurkan zat organik yang terkandung dalam air dan ikut mengendap pada saat proses sedimentasi. Kadar zat organik pada air yang berada di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi sebelum melalui media saringan pasir rata-rata adalah 11,6 mg/l namun setelah melalui saringan pasir rata-rata mengalami penurunan menjadi 6,9 mg/l dengan prosentase penurunan 40,2 % atau 4,6 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa kandungan zat organik yang mula-mula 11,6 mg/l turun menjadi 6,9 mg/l. Hasil penurunan tersebut sudah cukup baik karena kandungan zat organik dibawah standart Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih khususnya zat organik yang diperbolehkan yaitu maksimal 10 mg/l.

b. Kekeruhan Kekeruhan pada air disebabkan oleh adanya zat padat yang tersuspensi, baik bersifat organik maupun anorganik. Air yang keruh sulit didesinfeksi karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu patogen (Juli Soemirat, 2000). Untuk mengatasi kekeruhan yang terlalu tinggi pada air dapat dilakukan pembubuhan tawas atau alum sebagai penjernih (Wahyono Hadi) Pembubuhan Alminium sulfat (Al(SO4)) juga dilakukan pada penyaringan dengan saringan pasir pada bak 1. Kadar kekeruhan pada air yang berada di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi sebelum melalui media saringan pasir adalah sebesar 26,1 Skala NTU sedangkan setelah

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

193 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

melalui saringan pasir rata-rata mengalami penurunan menjadi 4,8 mg/l dengan prosentase penurunan sebesar 81,7 % atau 21,4 mg/l. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kekeruhan yang mula-mula 26,1 Skala NTU turun menjadi 4,8 Skala NTU. Hasil penurunan tersebut tidak melebihi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih khususnya kekeruhan yang diperbolehkan yaitu maksimal 5 Skala NTU.

c. Fe Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Didalam air minum Fe menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan kekeruhan. Apabila Fe masuk ke dalam tubuh manusia dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini (Juli Soemirat, 2000). Keberadaan Fe dalam air dapat diturunkan dengan cara klorinasi menggunakan kaporit dan koagulasi menggunakan tawas. Pemakaian kaporit atau kalsium hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air. (Heru Dwi Wahyono, 1999) proses khlorinasi dan koagulasi menjadi satu dalam tahapan pada bak koagulasi flokulasi yaitu pembubuhan kaporit dan tawas. Berdasarkan hasil analisa hasil pemeriksaan laboratorium pada tabel IV.3 di atas diketahui bahwa kadar Fe sebelum melalui media saringan pasir rata-rata adalah sebesar 1,018 mg/l dan untuk kandungan Fe setelah melalui saringan pasir menjadi sebesar 0,461 mg/l dengan prosentase penurunan sebesar 54,7% atau 0,556 mg/l. Dari hasil tersebut diketahui bahwa rata-rata Fe mula-mula 1,018 mg/l setelah melalui saringan pasir turun menjadi 0,461 mg/l. Hasil Fe tersebut sudah baik karena tidak melebihi standart baku mutu yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih

khususnya Fe maksimal yang diperbolehkan sebesar 1,0 mg/l.

d. Mn Mangan (Mn) adalah logam berwarna abu-abu keperakan yang merupakan unsur pertama logam golongan VIIB. Apabila Mn terakumulasi dalam tubuh maka dapat memberikan efek seperti tremor, gangguan kejiwaan dan sakit kepala. Untuk menurunkan kadar Mn dalam air sama halnya dengan Fe. Karena dua jenis logam tersebut cenderung muncul secara bersamaan. Pemakaian kaporit (Ca(ClO2)) untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit (Ca(ClO2)) berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air (Heru Dwi Wahyono, 1999). Berdasarkan hasil analisis tabel IV.4 di atas diketahui bahwa kadar Mn sebelum melalui media saringan pasir rata-rata sebesar 0,604 mg/l dan kadar Mn setelah melalui saringan pasir menjadi 0,25 mg/l dengan prosentase penurunan 58,6 % atau 0,354 mg/l. Dari hasil tersebut diketahui bahwa kadar Mn yang mula-mula sebesar 0,604 mg/l turun menjadi 0,25 mg/l. hasil tersebut sudah baik karena tidak melebihi standart baku mutu tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990 khususnya Mn maksimal yang diperbolehkan sebesar 0,5 mg/l.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kadar zat organik pada air di kolam

penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kendal, Ngawi sebelum melalui saringan pasir adalah sebesar 11,6 mg/l.

2. Kadar kekeruhan pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kendal, Ngawi sebelum melalui saringan pasir adalah sebesar 26,1 mg/l.

3. Kadar Fe pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kendal, Ngawi sebelum melalui saringan pasir adalah sebesar 1,018 mg/l.

4. Kadar Mn pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kendal,

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

194 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Ngawi sebelum melalui saringan pasir adalah sebesar 0,604 mg/l.

5. Kadar Zat organik pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi setelah melalui saringan pasir adalah sebesar 6,9 mg/l dan sudah memenuhi standart baku mutu sesuai dengan Permenkes RI No: 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.

6. Kadar kekeruhan pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi setelah melalui saringan pasir adalah sebesar 4,8 mg/l dan sudah memenuhi standart baku mutu sesuai dengan Permenkes RI No: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.

7. Kadar Fe pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi setelah melalui saringan pasir adalah sebesar 0,461 mg/l dan sudah memenuhi standart baku mutu sesuai dengan Permenkes RI No: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.

8. Kadar Mn pada air di kolam penampungan air sungai di Dusun Ngrancang, Desa Dadapan, Kendal, Ngawi setelah melalui saringan pasir adalah sebesar 0,25 mg/l dan sudah memenuhi standart baku mutu sesuai dengan Permenkes RI No: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.

Saran

Berdasarkan uraian di atas masih terdapat kekurangan maka dari itu peneliti menyarankan beberapa hal antara lain: 1. Untuk pihak Puskesmas atau Dinas

Kesehatan setempat sebaiknya mengadakan penyuluhan berkaitan dengan penggunaan air bersih agar masyarakat sadar dan tidak memanfaatkan air sembarangan.

2. Untuk masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan saringan pasir ini sebagai alat pengolah air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Sebaiknya perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang metode pengolahan air bersih dengan sistem saringan pasir agar dapat mengembangkan kembali alat penelitian yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Djasio Sanropie et al. 1984. Penyediaan Air Bersih, Departemen Kesehatan RI

Dwi Wahyono, Heru, et al. 1999. Pelayanan Informasi Elektronik Untuk Paket Teknologi Pengelahan Air.Jakarta : Direktorat Teknologi Lingkungan BPPT

Fadjar Hadi, et al. 1979.Ilmu Teknik Penyehatan 1.Jakarta: Depdikbud Direktorat Menengah Kejuruan

Hadi, Wahyono. 2007. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum.

Krisbiantoro, Wiharyanto Oktiawan. 2007. Efektifitas Penurunan Fe

2+ Dengan Unit

Saringan Pasir Cepat Media Pasir Aktif.Jurnal Presipitasi, Edisi 1 (Vol. 2):56.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Puslitbangsebranmas, 2005. Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pekerjaan Umum. http://ciptakarya.pu.go.id

Slamet, Juli Soemirat, 2000. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Suyanto, Beny, 2002. Rancang Bangun Pengolahan Air. Madiun: Poltekkes Kemenkes Surabaya Prodi Kesling Kampus Magetan

Arifin. 2010. Kajian Penghilangan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) di IPACikokolTangerang. http://smk3ae. wordpress.com/2010/08/28/penghilanganbesi-fe-dan-mangan-mn-dalam-air-2/

http://diplomaiiikesehatanlingkungan.blogspot.com/2009_06_01_archive.html

http://environmentalist-onduty.blogspot.com/ 2011/06/rapid-sand-filter-saringan-pasir-cepat04.html

http://www.repository.usu.ac.id/"repository.usu.ac.id

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26867/.../Chapter%20II.pdf

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tb_045666_chapter2.pdf

https://docs.google.com/viewer?url=http://repository.usu.ac.id/bitstr.

https://docs.google.com/viewer?url=http://repository.usu.ac.id/bitstr%20am/123456789/26867/4/Chapter%2520II.pdf

https://docs.google.com/viewer?url=http://repository.usu.ac.id/bitstr%20am/123456789/26867/4/Chapter%2520II.pdf"am/123456789/26867/4/Chapter%2520II.pdf

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

195 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN ANTARA

KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERPANJANGAN

KALA I PERSALINAN

Beti Asepta (Alumnus Jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tinuk Esti Handayani (Jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Agung Suharto

(Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Proses persalinan dapat berjalan lancar jika faktor power, passage, passanger dalam keadaan normal, namun bila salah satu atau lebih faktor mengalami masalah, maka dapat terjadi perpanjangan kala I persalinan. Tujuan: Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan. Metode: Jenis penelitian adalah analitik, dengan populasi seluruh ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode 1 Maret 2012 sampai 31 Maret 2013 sebesar 116 orang. Besar sampel adalah 90, diambil secara simple random sampling. Data diambil dari rekam medik. Analisis data menggunakan uji Chi-square dengan tingkat signifikansi 0,05 yang dilanjutkan koefisien kontingensi. Hasil: Dari 90 ibu bersalin dengan KPD, 74,4% mengalami KPD>12 jam dan 40% mengalami perpanjangan kala I. KPD ≤12 jam, 8,6% mengalami perpanjangan kala I. KPD >12 jam, 50,7% mengalami perpanjangan kala I. Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai probabilitas 0,00 dan nilai koefisien kontingensi 0,324. Simpulan: Ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan dengan tingkat signifikansi rendah. Saran: Diharapkan bidan lebih waspada dalam penatalaksanaan persalinan dengan KPD, yaitu dengan melakukan pengawasan persalinan menggunakan partograf serta melakukan rujukan segera pada kasus KPD (maksimal 12 jam setelah ketuban pecah). Diharapkan dengan penatalaksanaan kasus KPD yang tepat dapat menurunkan insiden perpanjangan kala I persalinan akibat KPD.

Kata kunci: Ketuban pecah dini, Kala I persalinan

PENDAHULUAN Latar belakang

Kematian ibu merupakan masalah kompleks yang tidak hanya berpengaruh terhadap ibu saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan bayi dan dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian bayi. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara, salah satu penyebabnya adalah infeksi dan perpanjangan persalinan (Depkes RI, 2007:1). Seringkali ketuban pecah mendekati akhir kala dua, tetapi pecahnya ketuban dapat juga terjadi setiap saat sebelum atau selama persalinan (Oxorn dan Forte, 2010:108). Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu 1 jam belum dimulainya tanda persalinan disebut ketuban pecah dini (KPD). KPD yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan perpanjangan kala I (fase laten dan aktif) persalinan (Manuaba, 2010:281).

Insidensi ketuban pecah dini terjadi pada 8-10% perempuan hamil aterm (Manuaba, 2010:283). Sokol dkk. melaporkan insidensi fase laten berkepanjangan terdapat 3 sampai 4%, berapapun paritasnya (Saifuddin, 2009:571). Hernawati (2011:24) menjelaskan bahwa dilihat dari perkiraan jumlah kematian ibu menurut penyebabnya di Indonesia tahun 2010 adalah karena infeksi 11%, dan perpanjangan persalinan 5%. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Sayidiman Magetan tahun 2012, insiden KPD mencapai 21,3% dari seluruh persalinan, yaitu 2 kali lipat dari insiden KPD yang seharusnya terjadi. Dari 10 ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di RSUD dr. Sayidiman Magetan bulan Januari 2013, terdapat 20% diantaranya disertai dengan perpanjangan kala I persalinan.

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bergantung pada usia kehamilan. Makin lama jarak ketuban pecah dengan persalinan, makin meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 2010:283). Pada perpanjangan persalinan sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, hal ini dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum. (Wiknjosastro, 2005:644). Bagi negara, kejadian infeksi dan perpanjangan persalinan merupakan salah satu penyebab peningkatan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2007:1).

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

196 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Fakta di lapangan menunjukkan kejadian ketuban pecah dini masih tinggi. Untuk upaya mengatasi kejadian KPD adalah pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus melakukan 18 penapisan yang termasuk didalamnya adalah ketuban pecah lama (> 12 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) (Wiknjosastro, 2008:52). Bidan sebagai tenaga medis terlatih seyogyanya bertindak konservatif, memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Sikap yang paling penting dalam penanganan ketuban pecah dini adalah melakukan rujukan. Selain itu, diperlukan peran aktif bidan yaitu dengan melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO (Manuaba, 2010:284,372).

Oleh karena itu, dalam rangka untuk mengetahui apakah ada hubungan antara KPD dengan perpanjangan kala I persalinan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Ketuban Pecah Dini dengan Perpanjangan Kala I Persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013”. Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Faktor yang mempengaruhi terjadinya perpanjangan kala I persalinan adalah terdapat kelainan power akibat pemberian sedatif yang berlebihan, kelainan passage berupa serviks belum matang pada awal persalinan, terjadinya persalinan disfungsi-onal, atau kelainan passenger berupa posisi janin abnormal, fetopelvic disproportion, ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan (Oxorn dan Forte, 2010:606). Pembatasan Masalah

Peneliti ingin membatasi masalah pada

hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan. Rumusan Masalah

“Apakah ada hubungan antara ketuban

pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan?” Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah

mengetahui hubungan antara KPD dengan perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013. Sedangkan tujuan khususnya meliputi:

1. Mengidentifikasi kejadian KPD di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013.

2. Mengidentifikasi kejadian perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013.

3. Mengidentifikasi kejadian KPD terhadap perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013.

4. Menganalisis hubungan antara KPD dengan perpanjangan kala I persalinan di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik, dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Sayidiman Magetan, waktu penelitian bulan Maret 2013 sampai dengan Juli 2013.

Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013. besar populasi adalah 116 ibu bersalin. Besar sampel adalah 90 orang yang diambil dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) dengan mengundi anggota populasi (lottery technique) atau teknik undian.

Variabel independen (resiko/sebab) dalam penelitian ini adalah ketuban pecah dini, sedangkan variabel dependen (akibat) adalah perpanjangan kala I persalinan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi pada rekam medik RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan status ibu bersalin, kemudian dilakukan cross check dengan menggunakan partograf dalam rekam medik di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013 dan lembar pengumpulan data.

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Editing (Penyuntingan Data)

Hasilnya seluruh data yang diperoleh lengkap dan tidak ada data yang dikeluarkan.

2. Coding Pada penelitian ini kode diberikan sesuai dengan variabel: ketuban pecah dini diberi kode 1 untuk periode KPD < 12 jam, dan diberi kode 2 untuk periode KPD > 12 jam.Perpanjangan kala I persalinan diberi kode 1 untuk tidak memanjang, yaitu fase laten tidak lebih dari 20 jam pada primi dan tidak lebih

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

197 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dari 14 jam pada multi, fase aktif tidak melewati garis waspada pada partograf. Kode 2 untuk memanjang, yaitu fase laten lebih dari 20 jam pada primi dan lebih dari 14 jam pada multi, fase aktif melewati garis waspada pada partograf.

3. Tabulating Data yang telah diseleksi dimasukkan ke dalam tabel tabulasi.

Analisa data penelitian ini di antaranya: 1. Analisis deskriptif

Pada penelitian ini, kejadian ketuban pecah dini diolah dengan distribusi frekuensi. Langkah selanjutnya adalah melakukan tabulasi. Terakhir data disajikan dalam bentuk tabel silang serta diagram, baik diagram pie maupun batang.

2. Uji hipotesis menggunakan uji Chi-square.

HASIL PENELITIAN

Secara ringkas, hasil analisis data disajikan pada Gambar 1, Gambar 2, dan Tabel 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode

Maret 2012-Maret 2013

Gambar 2. Kejadian Perpanjangan Kala I Persalinan

di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Maret 2012-Maret 2013

Tabel 1. Distribusi Perpanjangan Kala I

Persalinan Menurut Kejadian KPD di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode

Maret 2012-Maret 2013

KPD

Perpanjangan Kala I Persalinan

Jumlah Tidak

Memanjang Memanjang

F % F % f %

≤ 12 jam 21 91,3 2 8,7 23 100 > 12 jam 33 49,3 34 50,7 67 100

Jumlah 54 60 36 40 90 100

Dari penyajian data di atas diketahui

bahwa sebagian besar KPD terjadi lebih dari 12 jam, sedangkan kejadian perpanjangan Kala I persalinan mencapai 40%.

Hasil uji Chi-square diperoleh hasil untuk p=0,000, dengan demikian H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan. Sedangkan nilai koefisien kontingensi adalah 0,351, sehingga dikategorikan memiliki tingkat hubungan yang rendah. PEMBAHASAN Kejadian Ketuban Pecah Dini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

74,4% ibu bersalin mengalami KPD >12 jam. Varney (2007:788) mengemukakan bahwa KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awal persalinan. Interval ini disebut periode laten dan dapat terjadi kapan saja dari 1 sampai 12 jam atau lebih. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7-17%, bergantung pada lama periode laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosa. Oxorn dan Forte (2010:592) menjelaskan bahwa insiden KPD antara 10-12%. Pada 20% kasus KPD, bayi lahir prematur. Menurut Manuaba (2010:281-283), mekanisme terjadinya KPD adalah selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks, maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Penyebab KPD mempunyai dimensi multifaktoral, antara lain: 1) Serviks inkompeten, 2) Ketegangan rahim berlebihan akibat kehamilan kembar atau hidramnion, 3) Kelainan letak janin dalam rahim (sungsang atau lintang), 4) Kemungkin-an kesempitan panggul (perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, cephalopelvic disproportion), 5) Kelainan bawaan dari

selaput ketuban, serta 6) Infeksi pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

198 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sehingga memudahkan ketuban pecah. Oxorn dan Forte (2010:604) menjelaskan bahwa ketuban pecah ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar sering terdapat periode laten yang lama.

Berdasarkan penjelasan Varney dan Oxorn-Forte yang menyebutkan bahwa pada ketuban pecah dini sering terdapat periode laten yang lama, maka dapat disimpulkan bahwa teori tersebut sesuai dengan fakta penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan, yaitu ibu bersalin dengan KPD sebagian besar bersalin dalam waktu >12 jam. Kejadian Perpanjangan Kala I Persalinan

Dari 90 ibu bersalin di Ruang Bersalin

RSUD dr. Sayidiman Magetan menunjukkan 40% ibu bersalin mengalami perpanjangan kala I persalinan. Pengertian perpanjangan persalinan menurut Manuaba (2010:389) adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Oxorn dan Forte (2010:604,608) menyebutkan bahwa insiden perpanjangan persalinan bervariasi dari 1 sampai 7%, serta sebagian besar perpanjangan persalinan menunjukkan perpanjangan kala I. Perpanjangan kala I persalinan menurut Saifuddin (2009:572) adalah bila fase laten lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara atau kecepatan pembukaan fase aktif kurang dari 1,2 cm per jam untuk nulipara dan 1,5 cm per jam untuk multipara. Wiknjosastro (2008:63) menjelaskan dalam partograf WHO, fase aktif persalinan dimulai di garis waspada. Jika pembukaan kurang dari 1 cm per jam (mengarah ke sebelah kanan garis waspada), maka harus dipertimbangkan terjadinya fase aktif memanjang.

Menurut Oxorn dan Forte (2010:606) sebab-sebab terjadinya perpanjangan kala I persalinan antara lain: 1) Serviks belum matang pada awal persalinan, serviks yang belum matang hanya akan memperpanjang persalinan, dan kebanyakan serviks akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. 2) Posisi janin abnormal, pada kasus perpanjangan persalinan kemungkinan terdapat malposisi seperti presentasi dahi dan presentasi posterior occiput. 3) Fetopelvic disproportion, penyebabnya dapat berasal dari rongga panggul yang berupa tulang atau serviks, atau akibat kepala janin terlampau besar bagi ukuran panggul. 4) Persalinan disfungsional sering diakibatkan kelelahan myometrium dalam berkontraksi. 5) Pemberian sedatif yang berlebihan dapat mengakibatkan abnormalitas kerja uterus. 6)

Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan.

Berdasarkan teori Saifuddin serta Oxorn-Forte tentang insiden perpanjangan persalinan dapat diambil kesimpulan bahwa insiden perpanjangan kala I persalinan di lapangan lebih banyak dari teori. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini menggunakan populasi yang menurut teori merupakan salah satu sebab terjadinya perpanjangan kala I persalinan yaitu seluruh ibu bersalin KPD. Hubungan antara Lama KPD dengan Perpanjangan Kala I Persalinan

Dari 90 ibu bersalin di Ruang Bersalin RSUD dr. Sayidiman Magetan menunjukkan pada ibu bersalin < 12 jam, sebesar 8,7% ibu mengalami perpanjangan kala I. Sedangkan pada ibu bersalin dengan KPD >12 jam, memiliki persentase yang lebih besar yaitu 50,7% ibu mengalami perpanjangan kala I persalinan. Menurut Manuaba (2010:98) pada ketuban pecah dini, terjadi pengeluaran air ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan penyebaran his tidak merata. Makin lama waktu KPD, maka jalan lahir semakin mengering dengan semakin sedikitnya cairan ketuban dalam rahim. Ketuban pecah dini yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gangguan dalam proses pembukaan dan penurunan janin atau terjadi perpanjangan kala I (fase laten dan aktif) persalinan. Oxorn dan Forte (2010:604) menjelaskan bahwa ketuban pecah ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar dapat menyebabkan perpanjangan kala I persalinan.

Mengacu kepada pernyataan Manuaba, Oxorn dan Forte tentang KPD dan perpanjangan kala I persalinan, dapat disimpulkan bahwa teori sesuai dengan fakta penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan, yaitu semakin lama waktu KPD (>12 jam), maka kemungkinan terjadinya perpanjangan kala I persalinan semakin besar, sebaliknya semakin dekat KPD dengan pembukaan lengkap (<12 jam) maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya perpanjangan kala I persalinan.

Uji statistik menunjukkan ada hubungan dengan tingkat hubungan rendah antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan di Ruang Bersalin RSUD dr. Sayidiman Magetan. Menurut Varney (2007:790), 80-85% wanita pada semua usia gestasi yang mengalami KPD, akan mengalami persalinan dalam waktu 24 jam, sedangkan sisanya (15-20%) akan mengalami persalinan lebih dari 24 jam. Oxorn dan Forte (2010:604) menjelaskan

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

199 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

bahwa KPD merupakan faktor tambahan yang dapat menyebabkan perpanjangan kala I persalinan, yang dimaksud disini adalah ketuban pecah ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar. Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang kuat tidak pernah memperpanjang persalinan. Selain KPD, faktor tambahan yang dapat menyebabkan perpanjangan kala I persalinan adalah primigraviditas, analgesik dan anastesi yang berlebihan dalam fase laten, serta wanita yang dependen, cemas dan ketakutan. Faktor-faktor tersebut dapat berperan sendiri-sendiri atau bersama-sama.

Mengacu kepada pernyataan Manuaba dan Oxorn-Forte tentang hubungan antara KPD dengan perpanjangan kala I persalinan, dapat disimpulkan bahwa teori sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan dengan tingkat hubungan rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu oleh Andriani (2012) dengan hasil ada hubungan antara KPD dengan perpanjangan persalinan serta ibu bersalin dengan KPD beresiko 3,46 kali lebih besar untuk mengalami perpanjang-an persalinan. Tingkat hubungan yang rendah menunjukkan bahwa KPD bukanlah faktor utama penyebab perpanjangan kala I persa-linan, terbukti dengan adanya penelitian terdahulu oleh Mega (2010) dengan hasil ada hubungan antara paritas dengan perpanjang-an persalinan. Pada primipara lebih banyak terjadi perpanjangan persalinan. Hal ini menunjukkan bahwa primigraviditas juga dapat mengakibatkan perpanjangan persalinan.

Dengan adanya fakta di atas, maka kewaspadaan bidan harus tetap diperhatikan, khususnya pada ibu bersalin dengan KPD, mengingat dampak KPD terhadap ibu dan janin sangat besar. Peran bidan pada kasus KPD adalah melakukan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas yang memadai sesegera mungkin atau maksimal 12 jam setelah ketuban pecah. Jika KPD disertai perpanjangan kala I, maka upaya terminasi kehamilan harus segera dipertim-bangkan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil analisa data pada penelitian ini,

maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar ibu bersalin dengan

KPD di RSUD dr. Sayidiman Magetan

mengalami ketuban pecah dini lebih dari 12 jam.

2. Hampir setengahnya ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan mengalami perpanjangan kala I persalinan.

3. Ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan perpanjangan kala I persalinan dengan tingkat hubungan rendah.

Saran

Dari kesimpulan yang telah diperoleh,

selanjutnya diajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Penolong persalinan perlu melakukan evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan, terutama terhadap penanga-nan persalinan dengan ketuban pecah dini. Misalnya evaluasi terhadap tindakan bidan dalam melakukan perto-longan persalinan serta pemanfaatan partograf, sehingga angka kejadian perpanjangan kala I akibat KPD semakin berkurang.

2. Bagi institusi pendidikan Institusi pendidikan perlu menambah sumber kepustakaan di perpustakaan, terutama yang berhubungan dengan permasalahan dalam kebidanan, sebagai sarana memperkaya ilmu pengetahuan pembaca pada umumnya dan bagi peneliti pada khususnya.

3. Bagi peneliti Peneliti perlu lebih cermat dan giat, baik dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah maupun dalam melakukan penelitian, agar penelitian berikutnya dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan etika penelitian yang berlaku.

4. Bagi peneliti lain Peneliti lain perlu melakukan pengem-bangan penelitian, terutama yang berhubungan dengan perpanjangan kala I maupun ketuban pecah dini.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur

Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Anggraini, Dilla Mega. 2010. Hubungan

Antara Paritas dengan Kejadian Partus lama di RSUD dr. Harjono S. Ponorogo. Magetan.

Cahyani, Santi Andriani A. 2012. Hubungan Antara Kejadian Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Partus Lama di RSUD dr. Sayidiman Magetan. Magetan.

Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams Vol.1. Jakarta: EGC.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

200 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Depkes RI. 2007. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI).

http://menegpp.go.id/V2/index.php/datadaninformasi/kesehatan?download=23%3Aangka-kematian-ibu-melahirkan-aki. (diakses tanggal 13-3-2013 pukul 13.55 WIB).

Hernawati, Ina. 2011. Analisa Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2010. http://www.scribd.com/doc/96235371/Paparan-Direktur-Pada-Pertemuan-Teknis-Kes-Ibu-6-April-2011-Edit-Dir-Ibu-FINAL. (diakses tanggal 13-3-2013 pukul 14.15 WIB).

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Ed.Rev. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan ed.2. Jakarta: Salemba Medika.

Oxorn, Harry dan Forte, William R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan Ed.1. Yogyakarta: YEM.

Saifuddin, Abdul Bari. 2004. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: JNPKKR-POGI.

. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

. 2009. Ilmu Kebidanan Ed. Keempat. Jakarta: BP-SP.

Sudarianto. 2009. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2008. http://datinkessulsel.files.wordpress.com/2009/11/profil-kesehatan-sulsel_09.pdf. (diakses tanggal 14-3-2013 pukul 10.00 WIB).

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Varney, Helen. Kriebs, Jan M. dan Gegor, Carolyn L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol.2. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Gulardi H. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu dini ed.Rev. Jakarta: JNPK-KR.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan Ed. Ketiga. Jakarta: BP-SP

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

201 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR MENOLONG PERSALINAN DENGAN

KOMPETENSI MENOLONG PERSALINAN DI MODEL

Sri Wahyuni (Alumnus Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Dwi Purwanti

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Evi Yunita Nugrahini (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Motivasi belajar mahasiswa dapat berupa motivasi intrinsik maupun ekstrinsik. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model. Metode: Sampel penelitian analitik korelasional ini adalah sebagian mahasiswa semester VI kelas non reguler Prodi Kebidanan Soetomo, Poltekkes Kemenkes Surabaya Surabaya, dengan besar sampel 35 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, selanjutnya dianalisis menggunakan uji korelasi rank Spearman. Hasil: Sebagian besar motivasi belajar mahasiswa adalah lemah yaitu sebanyak 22 responden (62,86%). Hasil kompetansi menolong persalinan di model hampir seluruhnya kompeten yaitu sebanyak 30 (85,7%). Dari hasil uji korelasi rank spearman didapatkan nilai signifikansi = 0, 015 (p<0,05), sehingga ditemukan adanya hubungan secara signifikan antara motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan dimodel. Kesimpulan: Ada hubungan antara motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model. Saran: Dibutuhkan optimalisasi pemahaman tujuan belajar dikaitkan dengan keyakinan yang dianutnya untuk meningkatkan motivasi belajar. Kata Kunci: Pertolongan persalinan, motivasi belajar, kompetensi

PENDAHULUAN Latar belakang

Tujuan pembanguan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Bidan adalah salah satu kategori tenaga kesehatan yang sangat berperan dalam upaya tersebut sehingga dalam pengadaan tenaga bidan yang profesional sesuai dengan kewenangan, registrasi, dan praktek bidan maka sejak tahun 1996 telah dilaksanakan pendidikan Diploma-3 Kebidanan dengan menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1996.

Beberapa upaya untuk menghasilkan lulusan bidan yang kompeten telah dilakukan, salah satunya dengan dilaksanakannya model pengembangan pembelajaran dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar serta fasilitas yang tersedia di kelas atau klinik. Metode pembelajaran klinik yang dikembangkan adalah metode pengalaman, metode penyelesaian masalah, metode konferensi, metode observasi, metode peer review, visite, studi kasus, dan pembelajaran

praktek secara mandiri. Metode pembelajaran klinik dengan metode pengalaman yaitu dengan belajar di kelas dan laboratorium, sehingga hasil belajar mahasiswa kebidanan tidak hanya berdasar penilaian dikelas tetapi juga penilaian di laboratorium kelas.

Metode pengalaman belajar dengan laboratorium kelas sesuai dengan pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa, bahwa beban studi pendidikan Diploma terdiri dari 40% teori dan 60% praktek. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengelolaan pembelajaran yang berbasis kompetensi. Kompetensi yang harus dicapai mahasiswa selama pembelajaran klinik dijabarkan berdasarkan peran dan fungsi bidan.

Salah satu tugas mandiri bidan adalah memberikan asuhan kebidanan pada persalinan normal berdasarkan standar asuhan persalinan normal (APN). Asuhan persalinan normal merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam usaha menurunkan AKI. Mahasiswa kebidanan diharapkan mampu melakukan pertolongan persalinan normal di klinik berdasarkan ketuntasan belajar menolong persalinan sesuai standar di laboratorium kelas. Nilai laboratorium kelas dari asuhan persalinan

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

202 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

normal dengan acuan standar APN pada mahasiswa D-3 Kebidanan Soetomo Surabaya kelas non regular, dari 39 mahasiswa 5,26% mencapai nilai 70; 71,05% mencapai nilai 75-80; dan 23,68% mencapai nilai 80–85. Hasil penilaian tersebut telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar berdasarkan indikator kompetensi dasar yang telah ditetapkan di Akademi kebidanan Soetomo Surabaya sehingga mahasiswa boleh mempelajari tahapan kompetensi dasar berikutnya.

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah faktor psikologis yaitu motivasi. Motivasi belajar merupakan pendorong, penggerak dan pengarah seseorang untuk melakukan perubahan tingkah laku dalam mencapai hasil yang baik dalam proses pembelajaran. Jadi dengan adanya motivasi belajar yang kuat pada diri mahasiswa akan didapatkan hasil belajar yang sangat memuaskan. Menurut Munawar (2008) hasil belajar merupakan kemampuan asuhan siswa/mahasiswa setelah menerima pengalaman belajarnya, sedangkan menurut Sukardi (2009) merupakan simbol atau nilai yang merepresentasikan hasil belajar seorang siswa/mahasiswa. Penilaian kelas menurut Martinis (2009) merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar dari proses pembelajaran.

Kompetensi asuhan persalinan merupakan salah satu hasil belajar yang diharapkan mampu memberikan motivasi belajar bagi mahasiswa kebidanan supaya kompeten memberikan asuhan kebidanan ibu bersalin. Asuhan kebidanan ibu bersalin berdasarkan standar APN merupakan salah satu tugas mandiri bidan yang identik dengan profesi bidan sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan ibu bersalin. Identifikasi Masalah

Beberapa masalah yang dapat

memengaruhi hasil belajar adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri atas faktor fisiologis yang berhubungan dengan kondisi fisik dan faktor psikologis meliputi intelegensi, motivasi, minat, bakat dan sikap individu. Faktor ekstrinsik meliputi faktor lingkungan sosial dan non sosial. Faktor lingkungan sosial meliputi lingkungan sekolah (guru, administrasi, teman-teman dan proses belajar), masyarakat dan keluarga. Termasuk dalam lingkungan nonsosial adalah lingkungan alamiah dan faktor instrumental.

Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan motivasi belajar

menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi motivasi belajar

menolong persalinan mahasiswa D-3 kebidanan Soetomo Surabaya kelas non reguler semester VI

2. Mengidentifikasi kompetensi menolong persalinan dimodel oleh mahasiswa kebidanan Soetomo Surabaya kelas non reguler semester VI

3. Menganalisis hubungan motivasi belajar menolong persalinan mahasiswa D-3 kebidanan Soetomo Surabaya kelas non reguler dengan kompetensi menolong persalinan di model

Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada

hubungan motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model. METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional karena peneliti ingin mengetahui hubungan sebab akibat dari variabel bebas dan tergantung. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional karena peneliti melakukan

observasi atau mengumpulkan data hanya satu kali pada saat jangka waktu tertentu. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh

mahasiswa Prodi D-3 Kebidanan Soetomo, Poltekkes Kemenkes Surabaya kelas non regular semester VI sebanyak 39 mahasiswa. Besar sampel adalah 35, yang diambil dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) melalui undian.

Variabel independen (bebas) pada penelitian ini adalah motivasi belajar, sedangkan variabel dependen (tergantung) adalah kompetensi menolong persalinan. Teknik pengumpulan data

Data penelitian dikumpulkan

menggunakan kuesioner yang digunakan untuk mengungkap data tentang motivasi belajar kuat dan motivasi belajar lemah yaitu

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

203 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dengan menjabarkan variabel menjadi indikator yang mengacu pada motivasi intinsik dan ekstrinsik. Kuesioner motivasi belajar berisi 20 pernyataan. Setelah kuesioner terisi, kemudian dilakukan pemberian skor dan penilaian sesuai dengan skala Likert.

Sedangkan data kompetensi menolong persalinan dikumpulkan dengan menggunakan check list 58 langkah asuhan

persalinan normal. Penilaian kompeten dan kurang kompeten didasarkan persentase penguasaan, dan ditentukan melalui observasi. Penekanan pada langkah kritikal yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dengan benar. Nilai baik bila 90-100% langkah APN dilaksanakan dan langkah kritikal dikerjakan dengan benar, nilai kurang baik bila kurang dari 90% langkah APN dilaksanakan.

Pengolahan dan analisis data

Untuk data motivasi belajar, tahap pertama adalah menghitung varians dan simpangan baku, lalu Skor-T motivasi belajar dan kesimpulan dari perhitungan skot-T yaitu motivasi kuat dan motivasi lemah. Untuk data kompetensi menolong persalinan, persentase penguasaan untuk menilai kompeten dan kurang kompeten melalui tahapan penjumlahan pencapaian skor masing-masing responden, pengelompokan kompeten dan kurang kompeten berdasarkan pencapaian skor menguasaan.

Selanjutnya dilakukan analisis korelasi menggunakan uji korelasi Rank Spearman. HASIL PENELITIAN Motivasi belajar menolong persalinan

Distribusi frekuensi motivasi belajar

menolong persalinan disajikan dalam Tabel 1, dengan hasil bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai motivasi lemah.

Tabel 1. Distribusi Motivasi Belajar Menolong Persalinan

Motivasi Frekuensi Persentase

Lemah Kuat

22 13

62,86 37,14

Total 35 100,00

Kompetensi menolong persalinan

Distribusi frekuensi kompetensi menolong

persalinan di model disajikan dalam Tabel 2, yang menunjukkan bahwa hampir seluruh

responden kompeten dalam menolong persalinan.

Tabel 2. Distribusi Kompetensi Menolong Persalinan di Model

Kompetensi Frekuensi Persentase

Kompeten Kurang Kompeten

30 5

85.7 14.3

Total 35 100

Hubungan motivasi belajar dengan kompetensi menolong persalinan di model

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hubungan motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model seperti pada Tabel 3. Dapat dijelaskan mahasiswa yang mempunyai motivasi lemah sebagian besar (77,3%) kompeten dalam menolong persalinan di model, sedangkan responden yang mempunyai motivasi kuat seluruhnya (100%) kompeten dalam menolong persalinan di model.

Tabel 3. Distribusi Kompetensi Menolong Persalinan Berdasarkan Motivasi Belajar

Motivasi Belajar

Kompetensi Menolong Persalinan

di Model Total

Kompeten Kurang

Kompeten

Jml % Jml % Jml %

Lemah Kuat

17 13

77.3 100

5 0

22.7 0

22 13

100 100

Total 30 85,7 5 14,3 35 100

α = 0,05 p = 0,015

Hasil uji rank Sperman menunjukkan nilai

p=0,015 (p<0,05), sehingga Ho ditolak, berati ada hubungan antara motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model. PEMBAHASAN Motivasi Belajar Menolong Persalinan

Motivasi kuat menurut Dimyati M (2006)

berasal dari faktor instrinsik, dimana motivasi instrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar. Anak didik yang belajar berdasarkan motivasi instrinsik sangat sedikit terpengaruh dari luar sehingga semangat belajarnya sangat kuat. Semangat belajar yang sangat kuat bukan sutu-satunya faktor yang memengaruhi hasil belajar. Menurut Hamzah (2008) motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

204 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dengan beberapa indikator yang mendukung. Dorongan internal dan eksternal saling memengaruhi dalam proses belajar untuk mendapatkan hasil belajar yang baik.

Dorongan eksternal menurut Baharudin (2010) memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Dosen memberikan peranan yang besar dalam membangkitkan motivasi ekstrinsik. Pujian dengan kata-kata yang membangkitkan semangat misalnya “prestasi saudara saat ini cukup bagus, berusahalah untuk ditingkatkan dan saya yakin dengan kemampuan yang dimilliki saudara pasti bisa”. Setelah itu memberikan penghargaan dengan kata-kata “saya bangga dengan prestasi saudara dan patut dijadikan contoh teman-teman” dan dibuktikan dengan bukti nilai serta hasil belajar yang memuaskan, maka mahasiswa akan berusaha untuk mempertahankan sedangkan mahasiswa dengan nilai kurang akan berusaha lebih baik lagi.

Kompetensi menolong persalinan

Penilaian kelas menurut Martinis (2009)

merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar. Faktor yang memengaruhi nilai atau hasil belajar terdiri dari faktor internal yaitu faktor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis meliputi keceradasan intelegensia, motivasi, minat, sikap dan bakat. Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psikologis fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar karena itu menentukan kualitas belajar siswa.

Kualitas belajar mahasiswa di suatu akademi diawali dari penerimaan mahasiswa baru. Akademi Kebidanan Soetomo Surabaya dalam penerimaan mahasiwa baru melalui beberapa tahapan seleksi, sehingga para mahasiswa yang berhasil diterima di Akademi Kebidanan Soetomo Surabaya sudah memiliki kompetesi yang baik dibandingkan peserta test yang tidak diterima. Kecerdasan intelegensi mereka tidak diragukan terbukti mahasiswa semester VI kelas non reguler pada penelitian ini hampir seluruhnya (77,3%) berkompeten menolong persalinan di model walaupun memiliki motivasi belajar lemah. Mahasiswa yang bermotivasi kuat seluruhnya kompeten menolong persalinan dimodel.

Selain faktor intrinsik, faktor ekstrinsik atau eksternal juga memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Salah satu yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi dan teman-teman sekelas. Akademi Kebidanan Soetomo Surabaya mempunyai tenaga pengajar yang berpengalaman serta administrasi yang tertata. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak hanya mahasiwa dengan motivasi belajar kuat yang mempunyai hasil belajar baik tetapi mahasiswa dengan motivasi lemah juga dapat bersaing dengan hasil belajar yang baik pula.

Hubungan motivasi belajar dengan kompetansi menolong persalinan

Hasil uji korelasi Rank Sperman

menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi menolong persalinan di model. Hubungan motivasi belajar dengan kompetensi (hasil belajar) sesuai dengan pendapat Slavin (1994) dalam Baharudin (2010) bahwa motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar dan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Pada penelitian ini seluruh responden yang mempunyai motivasi kuat berkompeten dalam menolong persalinan di model. Hal ini dapat dijelaskan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan tingkatan kebutuhan pokok manusia dimana kebutuhan tertinggi adalah aktualisasi diri termasuk hasil belajar.

Lingkungan sekolah juga sangat memegang peranan dalam menentukan hasil belajar mahasiswa, dimana para pengajar di Akademi Kebidanan Soetomo Surabaya mayoritas berlatarbelakang pendidikan S2 dan sebagian lagi berpendidikan S3 dan D-IV dengan pengalaman mengajar lebih dari 3 tahun. Laboratorum kelas yang dimiliki juga sangat mendukung dengan kelengkapan peralatan dan model yang setiap saat dapat digunakan mahasiswa belajar untuk melatih ketrampilannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Sebagian besar mahasiswa semester VI

kelas non reguler di Prodi Kebidanan Sutomo Poltekkes Kemenkes Surabaya mempunyai motivasi belajar lemah.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

205 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2. Sebagian besar kompetensi dalam menolong persalinan di model.

3. Ada hubungan antara motivasi belajar menolong persalinan dengan kompetensi menolong persalinan di model pada mahasiswa semester VI Akademi Kebidanan Soetomo Surabaya.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

mengoptimalisasi penerapan prinsip belajar terutama pemahaman tujuan belajar dikaitkan dengan keyakinan yang dianutnya. Mengoptimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran terutama dalam menumbuhkan dan memelihara minat mencintai profesi sebagai bidan yang professional. Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar dengan memberikan harapan yang realistis tentang perkembangan ilmu kebidanan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka

Cipta Azwar, Saifuddin (2005), Sikap manusia

Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bahri S, 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta

Baharudin dan Esa Nur, 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media Biran Affandi at al, 2007, Buku acuan

pelatihan keterampilan dan pelatihan, Jakarta : JNPK - KR

Dimyati dan Mudjiono, 2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Djaali, 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Hamzah, 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara

Nursalam dan Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Nursalam, 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nursalim, at al . 2007. Psikologi Pendidikan.

Surabaya : Unesa University Press Nolo at al. 2009 Laporan akhir RISBINAKES

Penerapan Asuhan persalinan normal . Surabaya: Polltekkes Depkes Surabaya

Martinis Yamin dan Maisah. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas Srtategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada

Purwanto N. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta : Raja Grafindo

Persada Soemanto W. 2006. Psikologi Pendidikan.

Jakarta : Rineka Cipta Sofyan, Mustika, at all. 2001. Bidan

Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta : Bumi Aksara

Suryabrata S. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

206 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BEDA WAKTU PENGELUARAN ASI

ANTARA IBU NIFAS RAWAT GABUNG DENGAN RAWAT PISAH

DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN

Erinka Pricornia Mudaharimbi (Alumnus Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sukardi

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Sulikah (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Pemberian ASI sangat bergantung pada waktu/kapan ASI itu keluar. Dalam hal ini jenis perawatan ibu nifas rawat gabung sangat perpengaruh terhadap cepatnya pengeluaran ASI. Berdasarkan studi pendahuluan di ruang nifas RSUD dr. Sayidiman magetan diperoleh, pada Bulan Januari-Februari didapatkan 35,61% ibu melakukan rawat gabung dan sebanyak 64,39% melakukan rawat pisah dari 73 ibu bersalin normal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dengan rawat pisah di RSUD Dr. Sayidiman Magetan periode 1 Mei s/d 31 Mei 2013. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu nifas yang dirawat di ruang nifas RSUD Dr. Sayidiman Magetan mulai 1 Mei s/d 31 Mei. Sampel diambil dengan teknik non probability sampling jenis sampling purposive, sebesar 38 ibu nifas. Variabel bebas adalah ibu nifas rawat gabung dan rawat pisah, sedangkan variabel terikat adalah waktu pengeluaran ASI. Untuk menganalisis adanya perbedaan digunakan uji paired t test. Hasil: Rata-rata waktu pengeluaran ASI ibu nifas rawat gabung sebesar 10,35 jam sedangkan rawat pisah 45,38 jam menunjukkan bahwa nilai Asymp.

Sig. (0,00) lebih kecil dari alpha () 0,05, sehingga H0 ditolak. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara signifikan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dengan rawat pisah. Saran: sebaiknya dipilih jenis perawatan rawat gabung yang dapat membantu ASI cepat keluar. Kata kunci: Nifas, rawat gabung, rawat pisah, ASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menyusui memberikan efek yang sangat

besar. Interaksi yang timbul pada waktu menyusui antara ibu dan bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi (Poernomo Ida, 2007: 3-6). Pemberian ASI membantu bayi untuk memulai kehidupan dengan baik, susu pertama mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat. Penting sekali untuk segera memberi ASI pada bayi pada jam pertama sesudah lahir kemudian setiap 2-3 jam (Bahiyatun, 2009:17). Perkembangan menunjukkan perubahan yang justru memisahkan bayi dari ASI yang dimiliki ibu yaitu dengan adanya jam-jam tertentu untuk menyusui bayi, dan bayi yang mempunyai kamar sendiri yang terpisah dari ibunya serta adanya masa puasa setelah bayi lahir menunjukkan betapa penyimpangan telah terjadi dan jauh dari tujuan pemanfaatan ASI (Soetjiningsih, 2012:96).

Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya namun praktik pemberian ASI masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2010 hanya 10% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama (WHO, 2010). Suatu hasil penelitian di Ghana yang diterbitkan oleh jurnal pediatriks menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah kelahirannya (Roesli, 2001:21).

Penyebab ibu tidak memberikan ASI pada hari pertama yaitu karena masih banyaknya budaya yang menganggap air susu yang pertama tidak baik untuk bayi dan adanya anggapan bahwa ASI tidak cukup (Poernomo Ida,2007:6-7). Dengan rawat gabung ibu dapat menyusui lebih dini dan menyusui bayinya setiap saat sehingga merangsang kolostrum cepat keluar (Poernomo Ida, 2007:8-3).

Berdasarkan studi data awal di ruang nifas RSUD dr. Sayidiman Magetan, pada Bulan Januari-Februari hanya 35,61% ibu yang melakukan rawat gabung dari 73 ibu bersalin normal. Di ruang nifas RSUD dr. Sayidiman Magetan, dari 10 ibu nifas yang melakukan rawat gabung waktu pengeluaran ASI < 24 jam sebanyak 80%, 24-72 jam sebanyak 20% dan > 72 jam sebanyak 0%. Sedangkan ibu nifas rawat pisah waktu pengeluaran ASI < 24 jam sebesar 10%, 24-

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

207 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

72 jam sebesar 30% dan > 72 jam sebesar 60%.

Isapan bayi dan pengosongan payudara yang sesering mungkin akan mempercepat pemantapan proses menyusui. Isapan yang kuat adalah rangsangan yang potensial untuk sekresi prolaktin dan oksitosin. Kedua hormon tersebut diperlukan untuk memulai pengeluaran ASI ibu dan hormon tersebut dapat mempercepat kontraksi dan involusi rahim (Perinasia, 2004: 8-3). Selain dengan isapan bayi hal kedua yang tidak kalah penting adalah adanya reflek let down pada ibu untuk merangsang pengeluaran kolostrum lebih banyak (Hubertin, 2004:27). Dengan rawat gabung ibu dengan mudah menyusui kapanpun bayi menginginkan dan dengan rawat gabung pula bayi dapat disusui dengan frekuensi lebih sering sehingga dapat merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan mempercepat involusi rahim (Saifuddin, 2009:386).

Kontak kulit dengan kulit dan mata dengan mata antara ibu dengan bayi yang telah terbina segera setelah lahir harus tetap dipertahankan, ibu sebaiknya tidak dibatasi hubungan dengan anaknya. Mengingat masalah tersebut, sistem rawat pisah dimana bayi dan ibu hanya diperbolehkan mengunjungi bayinya menurut jadwal yang ditentukan harus diganti dengan sistem rawat gabung. Bila dibandingkan dengan rawat pisah, rawat gabung mempunyai banyak keuntungan seperti mempererat hubungan bayi dengan ibu, dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan ayah maupun anggota keluarga yang lain dan bayi dapat menyusu tanpa jadwal sesuai kebutuhan. Isapan yang sering akan mempercepat produksi ASI dan mempercepat kontraksi uterus sehingga berpengaruh pada involusi rahim (Perinasia, 2004:22).

Dibandingkan dengan bayi yang di rawat pisah cenderung diberikan susu dengan menggunakan botol dot. Memberikan susu dengan menggunakan dot/kempeng (pacifier) kepada bayi yang baru belajar

menyusu, dapat mengakibatkan bayi bingung puting (Soetjiningsih, 2012:173). Bayi yang bingung puting yaitu, akan menolak menyusu pada ibu, hal ini mengakibatkan bayi lebih jarang disusui, maka dampaknya produksi ASI akan menurun (Soetjiningsih, 2012:113).

Banyak manfaat yang didapat dari rooming in (Rawat gabung) baik bagi ibu maupun bayi. Ketenangan, rasa aman dan nyaman yang dirasakan oleh si bayi akan memberikan dampak yang baik. Semua itu dapat menjadikannya manusia yang memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi.

Manfaat bagi bayi, dengan melihat dan mendekap anaknya akan muncul rasa bahagia. Kondisi psikis yang sedang bahagia dan tenang ini dapat merangsang hormone oksitosin yang dimiliki ibu untuk mengalirkan ASI lebih banyak dari “pabrik” ke “gudang” di payudara yaitu dari alveolus (tempat ASI diproduksi) ke duktus laktiferus (tempat dimana ASI disimpan sebelum dihisap oleh bayi) (Prawirohardjo, 2004:386). Bila dibandingkan dengan sistem rawat pisah, rawat gabung mempunyai banyak keuntungan seperti mempererat hubungan anak dan ibu, bayi dapat menyusui setiap saat bila memerlukan (tanpa jadwal) dan mengurangi resiko infeksi neonatal sebagai hal yang sering dipermasalahkan (Perinasia, 2004:22-23). Bayi yang dirawat pisah dianjurkan tidak diberikan susu dengan menggunakan dot atau kempeng, karena dapat mengakibatkan bayi bingung puting. Bila bayi dirawat pisah, ASI diberikan dengan sendok, pipet atau sonde demikian pula pemakaian susu formula atas indikasi medis. (Soetjiningsih, 2012:173).

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penggunaan ASI dikeluarkanya Juklak Permenkes 240/85 tanggal 1 Mei 1985 yaitu diadakanya lomba Rumah Sakit Sayang Bayi, dimana rumah sakit ini melaksanakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui. Dalam sepuluh langkah tersebut didalamnya terdapat langkah tentang praktek rawat gabung (langkah ke 7) dan pemberian ASI on demand (langkah ke 8) (Soetjiningsih, 2012:168-169).

Berdasarkan data dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengidentifikasi perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas yang rawat gabung dengan rawat pisah.

Identifikasi penyebab masalah

Menurut Soetjiningsih (2012: 110-113)

faktor yang mempengaruhi produksi ASI tidak lancar, yaitu 1) makanan suplemen lain pada bayi sebelum ASI keluar seperti susu formula, 2) penggunaan empong, 3) gizi ibu dan diit yang salah seperti adanya pantangan makanan seusai melahirkan, 4) gizi selama kehamilan, 5) rawat pisah.

Dengan rawat gabung ibu akan mudah menjangkau bayinya dan menyusui setiap saat, bayi dapat menyusu dengan frekuensi lebih sering yang akan membantu reflek prolaktin memicu produksi ASI (Poernomo Ida, 2007:8-3).

Tidak semua bayi dan ibu bisa melakukan rawat gabung bila dalam keadaan, sebagai berikut 1) bayi sangat premature, 2) bayi

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

208 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sakit misalnya pasca asfiksia berat, sepsis, sesak dan sianosis, 3) bayi dengan cacat bawaan berat, 4) ibu sakit misalnya, infeksi demam tifoid, hipertensi (Perinasia, 2004:8-5)

Rawat gabung akan membantu memperlancar pemberian ASI. Karena dalam tubuh ibu menyusui ada hormon oksitosin. Hormon ini sangat berpengaruh pada keadaan emosi ibu. Jika ibu tenang dan bahagia karena dapat mendekap bayinya, maka hormon ini akan meningkat dan ASI pun cepat keluar, sehingga bayi lebih puas mendapatkan ASI (Febrianti, 2008). Bayi yang dirawat pisah cenderung diberikan susu dengan menggunakan botol dot. Memberikan dot pada bayi yang baru belajar menyusu, dapat mengakibatkan bingung puting yaitu, akan menolak menyusu pada ibu dan hal ini akan mengakibatkan bayi lebih jarang disusui, maka produksi ASI akan menurun (Soetjiningsih, 2012:113) Rumusan masalah

“Adakah perbedaan waktu pengeluaran

ASI antara ibu nifas rawat gabung dengan rawat pisah?”

Tujuan penelitian

1. Mengidentifikasi waktu pengeluaran ASI pada ibu nifas yang dirawat gabung.

2. Mengidentifikasi waktu pengeluaran ASI pada ibu nifas yang dirawat pisah.

3. Menganalisis perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas yang dirawat gabung dan dirawat pisah.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah survei analitik,

dengan rancanganrancangan penelitian cross sectional. Lokasi penelitian adalah di RSUD Dr. Sayidiman Magetan, dan dilaksanakan mulai Bulan Maret s/d Juli 2013.

Populasi penelitian adalah ibu nifas di RSUD Dr. Sayidiman Magetan pada bulan Mei 2013. Besar sampel adalah 38 orang, yang diambil dengan teknik purposive sampling, yang selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu ibu nifas yang melakukan rawat gabung sebanyak 17 ibu nifas dan ibu nifas yang melakukan rawat pisah sebanyak 21 ibu nifas.

Variabel bebas adalah cara perawatan ibu nifas (di rawat gabung dan rawat pisah), sedangkan variabel terikat adalah jarak waktu pengeluaran ASI ibu nifas. Teknik pengumpulan data melalui ibu nifas yang

diteliti. Ibu nifas terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok ibu nifas yang rawat gabung dan kelompok ibu nifas yang rawat pisah dalam lingkup waktu pengeluaran ASI, kemudian diobservasi apakah ada perbedaan lama pengeluaran ASI dari kedua kelompok. Data dikumpulkan dengan cara observasi, dilengkapi dengan lembar observasi. Selanjutnya data dianalisis dengan uji t, setelah sebelumnya dilakukan uji normalitas data. HASIL PENELITIAN

Waktu pengeluaran ASI ibu nifas rawat gabung dan rawat pisah

Tabel 1. Waktu Pengeluaran ASI Ibu Nifas

Rawat Gabung dan Warat Pisah

Cara Perawatan Ibu

Nifas

Waktu pengeluaran ASI

<24 jam

24-72 jam

>72 jam

Jml

Rawat gabung 88,25% 11,75% 0% 100%

Rawat pisah 9,52% 80,95% 9,52% 100%

Gambar 1. Waktu Pengeluaran ASI Ibu Nifas

Rawat Gabung dan Rawat Pisah Perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dan rawat pisah

Waktu pengeluaran ASI yang paling

sering pada ibu nifas rawat gabung yaitu <24 jam sebanyak 88,25%, sedangkan waktu pengeluaran ASI yang paling sering terjadi pada ibu nifas rawat pisah antara 24-72 jam sebanyak 80,95%. Hasil uji t, menunjukkan nilai signifikansi = 0,000 (<0,05) maka H0

ditolak, sehingga terbukti bahwa ada perbedaan yang signifikan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas yang rawat gabung dengan rawat pisah. PEMBAHASAN Jenis perawatan ibu nifas

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat

44,74% yang melakukan rawat gabung dan

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

209 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

selebihnya rawat pisah. Jumlah ibu nifas yang melakukan rawat pisah lebih tinggi dibandingkan dengan rawat gabung Banyak ibu yang dilakukan rawat pisah dikarenakan keadaan ibu maupun bayi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan rawat gabung. Seperti yang terjadi di ruang bersalin RSUD dr. Sayidiman magetan, ibu dengan PEB, melahirkan secara SC dan bayi BBLR maka tidak akan dilakukan rawat gabung sebelum keadaaan masing-masing normal. Faktor predisposisi yang merupakan kontraindikasi pelaksanaan rawat gabung meliputi faktor dari ibu yaitu ibu dengan kelainan jantung, pre-eklamsi berat atau eklamsi, karsinoma payudara, psikosis dan ibu dengan penyakit akut yang berat. Sedangkan faktor dari janin meliputi bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan kelainan kongenital dan memerlukan observasi atau terapi kusus (Wiknjosastro, 2009: 387-388).

Hal ini tidak sesuai pendapat Wiknjosastro (2009:386) yang menyatakan, bahwa dengan metode rawat gabung ibu akan lebih mudah menyusui bayinya, dengan demikian ASI akan cepat keluar. Sejauh ini faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI dengan jenis ruang perawatan yaitu rawat gabung telah diketahui (Sarwono,2007:377). Ibu yang melahirkan dengan cara operasi bukan halangan untuk bisa dilakukan rawat gabung. Bila anastesi pada seksio digunakan anastesi umum, jika keadaan umum ibu dan bayi baik tanpa komplikasi, maka harus segera dilakukan rawat gabung (Soetjiningsih, 2012: 119). Menurt Ayu Nurul (2012) dalam penelitianya yang berjudul hubungan antara pelaksanaan rawat gabung dengan kelancaran produksi ASI pada ibu pasca bersalin diruang flamboyan RSUD Ungaran menunjukan adanya hubungan bermakna antara pelaksanaan rawat gabung dengan kelancaran produksi ASI.

Penyebab ketidaklancaran produksi ASI umumnya tidak hanya satu, oleh karena itu kadang sulit melakukan pencegahan. Kita dapat meningkatkan produksi ASI dengan berbagai upaya dalam rangka memperbanyak ASI diantaranya dengan memperbaiki kesehatan ibu karena kesehatan ibu memegang peranan penting dalam produksi air susu ibu (Bahiyatun, 2009:23) Waktu pengeluaran ASI pada ibu nifas rawat gabung

Didapatkan rata-rata waktu pengeluaran ASI pada ibu nifas rawat gabung sebesar 10,35 jam. Hal ini sesuai dengan teori

Soetjiningsih (2012: 21), menyebutkan bahwa ASI (kolostrum) mulai diekskresikan oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai ketiga. Bahkan dari hasil penelitian menunjukkan waktu pengeluaran ASI ibu nifas rawat gabung lebih cepat dari teori. Dengan bayi yang ditempatkan dekat ibunya diruang yang sama (rawat gabung), ibu dapat dengan mudah menyusui bayi yang lapar (Bahiyatun, 2009:20). Dengan menyusui bayi tanpa jadwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul. Hal ini akan memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan (Bahiyatun, 2009: 24). Makin sering rangsangan penyusuan, makin banyak pula produksi ASI (Poernomo Ieda, 2007:2-3)

Waktu pengeluaran ASI pada ibu nifas rawat pisah

Didapatkan rata-rata waktu pengeluaran

ASI pada ibu nifas rawat pisah sebesar 45,38 jam. Hal ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (2012:21) menyebutkan bahwa ASI (kolostrum) mulai diekskresikan oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai ketiga. Bayi yang dirawat pisah cenderung diberikan susu dengan menggunakan botol dot. Memberikan susu dengan botol/dot kepada bayi yang baru belajar menyusu, dapat mengakibatkan bayi bingung puting susu (Soetjiningsih, 2012:173). Tanda bayi yang bingung puting yaitu akan menghisap puting seperti menghisap dot, pada saat menyusui cara menghisapnya terputus-putus, dan bayi akan menolak menyusu pada ibu, hal ini mengakibatkan bayi lebih jarang disusui yang mengakibatkan produksi ASI akan menurun (Soetjiningsih, 2012:113). Banyak rumah sakit yang menetapkan jadwal menyusui untuk ibu nifas, hal ini bertentangan dengan pendapat Poernomo Ieda (2007:4-10), mengatakan bahwa sebaiknya bayi disusui tanpa jadwal, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhanya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dan rawat pisah

Hasil analisis data ditemukan bahwa

terdapat perbedaan rata-rata waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dengan rawat pisah. Perbedaan ini

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

210 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah frekuensi menyusui yang kurang pada bayi yang rawat pisah.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang melakukan rawat pisah waktu pengeluaran ASI-nya lebih lama. Ibu sebaiknya tidak dibatasi untuk berhubungan dengan anaknya. Mengingat masalah ini, faktor rawat pisah dimana ibu hanya dibolehkan “mengunjungi” bayinya menurut jadwal yang ditentukan. Bila dibandingkan dengan faktor rawat pisah, rawat gabung mempunyai banyak keuntungan seperti mempererat hubungan anak dan ibu, bayi dapat menyusui setiap saat bila memerlukan (tanpa jadwal) dan mengurangi resiko infeksi neonatal sebagai hal yang sering dipermasalahkan. Bayi yang dirawat pisah dengan ibunya cenderung mendapat kuman penyakit dari petugas rumah sakit. Dengan rawat gabung juga dapat mengurangi kebutuhan tenaga untuk mengantar bayi keruang ibu yang cukup jauh sehingga tenaga tadi dapat dialihkan untuk tugas lainya (Chalik, 1996:22-23).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rata-rata waktu pengeluaran ASI pada

ibu nifas rawat gabung yaitu 10,35 jam. 2. Rata-rata waktu pengeluaran ASI pada

ibu nifas rawat pisah yaitu 45,38 jam. 3. Ada perbedaan rata-rata waktu

pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dengan ibu nifas rawat pisah.

Saran

1. Perbedaan waktu pengeluaran ASI antara ibu nifas rawat gabung dan rawat pisah dapat digunakan sebagai patokan bagi rumah sakit untuk memilih penatalaksanaan yang lebih tepat untuk kelancaran produksi ASI.

2. Masyarakat hendaknya lebih memperhatikan jenis perawatan rawat gabung yang lebih tepat untuk ibu dan bayi demi menunjang kelancaran ASI ibu

3. Para peneliti diharapkan menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi bagi penelitian lanjutan, dengan menyertakan faktor perancu lainnya, misalnya tentang faktor lain yang mempengaruhi pengeluaran ASI pada ibu nifas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsini. 2006. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta

Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta:EGC

Bobak, I.M; Lowdermilk, D,L: Jensen. M.D, Perry, S.E. 2000. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chalik, 1996. Melindungi, meningkatkan dan Mendukung Menyusui. Jakarta:Perinasia

Febrianti E.M. 2007. Kamar ibu bersalin dan Rawat Gabung. http://www.wordpress.com. 23 Januari 2010

Hadi dan Haryono, 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung:Pustaka Setia

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:Renika

Cipta Nursalam, 2001. Pendekatan Praktis

Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Inti Media

Perinasia, 2004. Manajemen Laktasi 2. Jakarta:Perinasia

Poernomo, Ida, 2007. Manajemen Laktasi. Cetakan ke 3. Jakarta: CV Inti Media

Prawirohadjo Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan .jakarta: YBP-SP

Roesli Utami, 2001. Bayu Sehat Berkat Asi Eksklusif, Makanan Pendamping Tepat dan Imunisasi Lengkap. Jakarta: PT Elex Media Komp Utama

Rulina Suradi, et.al. 1996. Menyusui dan Rawat Gabung. Jakarta:Perinasia

Saifuddin, Abdul Bari, 2001. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:EGC

Verrals Sylvia, 2003. Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan. Jakarta:EGC

Soetjiningsih. 2012. Petunjuk Untuk Tenaga kesehatan. Jakarta:EGC

Sri Purwanti, Hubertin, 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta:EGC

Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:Alfa Beta

Syarifudin, B. 2010. Panduan TA Keperawatan dan Kebidanan dengan SPSS. Yogyakarta:Grafindo Litera Media

Winkjosastro, Hanifa, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta:YBP-SP

__________, 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi

keempat. Jakarta:YBP-SP

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

211 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN HYPNOBIRTHING DENGAN NYERI PERSALINAN PADA PRIMIPARA

INPARTU KALA 1 FASE AKTIF

Khulaifatul Mukhtaroh (Alumnus Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sri Ratnawati

(Alumnus Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Sriami (Alumnus Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK Latar belakang: Diperlukan suatu manajemen yang efektif untuk mengatasi nyeri persalinan, salah satunya adalah hypnobirthing. Dari 3 primipara yang dilatih hypnobirthing, semua ibu mengalami nyeri persalinan ringan. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada primipara inpartu kala 1 fase aktif. Metode: Populasi penelitian cross sectional ini adalah 34 ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif. Besar sampel 32 orang yang diambil dengan teknik quota sampling. Pengumpulan data melalui observasi dengan instrumen berupa check list. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil: Dari 16 ibu menerapkan hypnobirthing, sebagian besar mengalami nyeri persalinan ringan. Dan dari 16 ibu tidak menerapkan hypnobirthing, sebagian besar mengalami nyeri persalinan berat. Hasil Uji Chi-Square χ² hitung (13,86) > χ² tabel (5,99). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada primipara inpartu kala 1 fase aktif. Saran: Perlunya bidan mengikuti pelatihan untuk menerapkan hypnobirthing dalam mengatasi nyeri persalinan.

Kata Kunci: Hypnobirthign, nyeri persalinan

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kehamilan dan persalinan merupakan

proses alami, tetapi bukannya tanpa risiko. Ibu dapat mengalami beberapa keluhan fisik dan mental, sebagian kecil mengalami kesukaran selama kehamilan dan persalinan, tetapi kebanyakan ibu tersebut pulih sehat kembali sepenuhnya dengan mempunyai bayi yang normal dan sehat.

Ada beberapa cara persalinan yang mungkin terjadi pada ibu hamil, diantaranya adalah persalinan normal (pervaginam) dan dengan sectio caesarea (SC). Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 2010). Sedangkan Seksio sesaria merupakan prosedur operatif yang dilakukan dibawah anastesia sehingga janin, placenta dan ketuban dilahirkan melalui dinding abdomen dan uterus (Diane M Fraser & Cooper, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di sebuah rumah sakit swasta di Surabaya pada bulan April 2013, dari 60 persalinan terdapat 54 (90,00%) persalinan dilakukan dengan cara Sectio Caesarea (SC). Dan diantara 54 persalinan dengan sectio caesarea tersebut terdapat 50 (93,00%) dilakukan atas permintaan sendiri (APS). Persalinan dengan Sectio Caesarea (SC) ini 86,00% dilakukan oleh ibu primigravida. Sectio Caesarea (SC) dipilih ibu primigravida karena alasan takut mengalami nyeri hebat pada saat persalinan. Sebagian besar dari ibu primigravida tersebut menghindar untuk melakukan persalinan karena kemungkinan nyeri yang akan dialami.

Meskipun persalinan merupakan proses yang fisiologis, tetapi selalu dihubungkan dengan penderitaan akibat nyeri hebat yang dirasakan ibu. Nyeri bersifat subyektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang sama pada seorang individu (Patricia A. Potter, 2005). Nyeri yang paling dominan dirasakan pada saat persalinan terutama selama kala I (Mander R, 2004). Secara fisiologi nyeri persalinan mulai timbul pada persalinan kala I fase laten dan fase aktif, timbulnya nyeri disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks. Dengan makin bertambahnya baik volume maupun frekuensi kontraksi uterus, nyeri yang dirasakan akan bertambah kuat dan puncak

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

212 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

nyeri terjadi pada fase aktif (Laily Y, 2008). Menurut Laily Y (2008), penanganan dan

pengawasan nyeri persalinan terutama pada kala I fase aktif sangat penting, karena ini sebagai titik penentu apakah seorang ibu bersalin dapat menjalani persalinan normal atau diakhiri dengan suatu tindakan dikarenakan adanya penyulit yang diakibatkan nyeri yang sangat hebat. Selama tiga dekade terakhir di Indonesia, banyak cara yang dikembangkan dalam dunia kedokteran untuk menanggulangi nyeri persalinan. Cara yang dipakai berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain tergantung kebudayaan, fasilitas, personil medis dan faktor sosial maupun profesional yang lain. Setiap cara untuk menanggulangi nyeri persalinan menimbulkan indikasi, indikasi kontra dan keterbatasan. Tujuan utama manajemen nyeri adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri pada ibu selama proses menjelang persalinan (Sulistyo A, 2013). Oleh karena diperlukan suatu metode atau manajemen yang bagus untuk mengatasi atau mengalihkan nyeri persalinan yang mungkin akan dialami ibu inpartu (ibu yang sedang menjalani proses persalinan).

Salah satu manajemen penanganan nyeri adalah dengan teknik relaksasi. Relaksasi tidak menganggap penting penyebab terjadinya ketegangan, melainkan menciptakan kondisi yang lebih nyaman dan menyenangkan di lingkungan sekitar ibu. Relaksasi merupakan salah satu cara mengistirahatkan fungsi fisik dan mental. Selain itu relaksasi merupakan media untuk mengurangi nyeri pada saat persalinan. Salah satu teknik relaksasi adalah dengan Hypnobirthing. Hypnobirthing ini adalah upaya untuk mengurangi nyeri dengan cara mempengaruhi sistem kerja otak dimana jika tubuh yang selalu tenang dan rileks maka secara otomatis pikiran akan memerintahkan pada tubuh untuk mengeluarkan hormon endorfin, yaitu hormon yang dapat menetralisisr nyeri yang timbul, menciptakan ketenangan dan kedamaian (Minarni H, 2010).

Persalinan dengan tingkat nyeri minimal dapat diperoleh apabila dilatih dengan metode Hypnobirthing sejak awal kehamilan atau pada saat persalinan. Hypnobirthing telah dipublikasikan besar-besaran oleh media selama berabad-abad tetapi sangat berlawanan dengan penggunaannya yang jarang yaitu hanya 0,007% wanita bersalin yang memilih metode Hypnobirthing sedangkan 99,93% memilih cara lain untuk mengatasi nyeri selama proses persalinan (Evariny, 2007).

Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan, Rata-rata jumlah ibu yang melahirkan dalam sebulan sebanyak 10-20 orang primipara. Dari hasil wawancara dengan bidan Masturah, sejak pertengahan tahun 2012 sudah dilakukan pelatihan hypnobirthing kepada sebagian ibu yang melahirkan di wilayah kerja puskesmas Arosbaya Bangkalan. Hypnobirthing yang diterapkan oleh bidan Masturah yaitu tehnik konsentrasi pikiran dengan menggunakan tehnik bola energi dan teknik visualisasi, namun belum pernah dilakukan penelitian tentang Hubungan hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada ibu primipara inpartu kala I fase aktif sehingga tidak diketahui seberapa besar hubungan hypnobirthing dengan nyeri persalinan yang dirasakan oleh pasien inpartu kala I fase aktif. Dari hasil wawancara dengan 3 orang pasien yang pernah dilatih hypnobirthing di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya, terdapat 2 orang (66,67%) tidak merasakan nyeri pada saat persalinan, dan 1 orang (33,33%) mengeluh sedikit nyeri pada saat persalinan. Bahkan menurut wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu ibu multipara yang menerapkan teknik hypnobirthing mengatakan anak ke dua yang dilahirkan dengan manajemen mengatasi nyeri dengan teknik hypnobirthing memiliki emosional lebih

stabil dan kecerdasan (daya tangkap) lebih tinggi dari pada anak pertama yang tidak dilatih hypnobirthing saat persalinan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti ingin meneliti tentang Hubungan antara Hypnobirthing dengan Nyeri Persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan - Madura. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara

Hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada primipara pnpartu kala 1 fase aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan? Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi penerapan Hypno-

birthing di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Bangkalan. 2. Mengidentifikasi nyeri persalinan pada

Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan.

3. Menganalisis hubungan antara Hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

213 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik

observasional, dengan populasi seluruh primipara inpartu kala 1 fase aktif di wilayah kerja puskesmas Arosbaya Bangkalan Madura. Besar populasi adalah 34 ibu. Besar sampel adalah 32 ibu, yang diambil dengan teknik quota sampling. Variabel bebas

penelitian ini adalah penerapan hypnobirthing dan variabel tergantung yaitu nyeri persalinan primipara inpartu kala 1 fase aktif. Pengumpulan data melalui observasi menggunakan instrumen berupa check list. HASIL PENELITIAN Penerapan Hypnobirthing

Tabel 1. Distribusi Penerapan Hypnobirthing

pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan, pada Bulan Mei – Juli 2013

Penerapan Hypnobirthing

Jumlah Persentase

Menerapkan Tidak

16 16

50,00 50,00

Jumlah 32 100,00

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa

dari 32 ibu inpartu primipara kala 1 fase aktif, setengahnya (50,00%) menerapkan hypnobirthing.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya, bulan Mei – Juli 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Dasar 5 15,63 Menengah 21 65,62

Tinggi 6 18,75

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 2, dari 32 ibu inpartu

primipara, sebagian besar 21 (65,62%) memiliki tingkat pendidikan menengah.

Tabel 3. Distribusi Pekerjaan

Ibu Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Bangkalan, Bulan Mei – Juli 2013

Usia Jumlah Persentase

Bekerja 12 37,50 Tidak Bekerja 20 62,50

Jumlah 32 100,00

Berdasarkan Tabel 3, dari 32 ibu inpartu primipara, sebagian besar 20 (62,50%) tidak bekerja. Pada ibu yang tidak bekerja lebih sering menerapkan afirmasi hypnobirthing yang telah dilatih pada kehamilan trimester III selama ibu di rumah. Tetapi pada ibu yang bekerja, sebagian besar menerapkan afirmasi hypnobirthing hanya ketika waktu istirahat yaitu waktu menjelang tidur. Menurut Batbual B (2010) semakin sering sugesti/ afirmasi itu diulangi oleh klien maka tingkat kedalaman sugesti (deepening) juga semakin dalam. Dengan demikian pengaruh hypno pada dirinya juga akan semakin besar. Nyeri persalinan pada primipara inpartu kala 1 fase aktif

Tabel 4. Distribusi Nyeri Persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan, pada Bulan Mei – Juli 2013

Nyeri Jumlah %

Ringan 11 34,38 Sedang 11 34,38 Berat 10 31,24

Total 32 100,00

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

bahwa dari 32 ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif, terdapat hampir setengah 11 (34,38%) ibu mengalami nyeri persalinan ringan dan sedang.

Tabel 5. Distribusi Usia Ibu Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Bangkalan

Usia Jumlah %

< 20 tahun 5 15,62

20-35 tahun > 35 tahun

26 1

81,25 3,13

Jumlah 32 100,00

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa

dari 32 ibu inpartu primipara kala 1 fase aktif, hampir seluruhnya 26 (81,25%) berusia 20-35 tahun.

Hubungan penerapan Hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 16 orang primipara inpartu kala 1 fase aktif yang menerapkan Hypnobirthing, sebagian besar 10 (62,50%) mengalami nyeri Persalinan

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

214 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ringan. Sedangkan dari 16 orang primipara inpartu kala 1 fase aktif yang tidak menerapkan hypnobirthing, sebagian besar 9 (56,25%) mengalami nyeri persalinan berat.

Tabel 6. Hubungan antara Penerapan Hypnobirthing dengan Nyeri Persalinan

di Puskesmas Arosbaya Bangkalan bulan Mei-Juli 2013

Hypno-birthing

Nyeri Persalinan Jml

Ringan Sedang Berat

f % f % f %

Mene-rapkan

10 62,50 5 31,25 1 6,25 16 100

Tidak

1 6,25 6 37,50 9 56,25 16 100

Setelah dilakukan analisis dengan uji chi square didapatkan χ² hitung (13,86) > χ² tabel (5,99), yang berarti Ho ditolak, berarti terdapat hubungan antara Hypnobirthing

dengan Nyeri Persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif.

PEMBAHASAN

Diketahui bahwa 50% ibu menerapkan hypnobirthing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Evariny (2007) yang menyatakan bahwa Hypnobirthing merupakan metode alami yang digunakan untuk menghilangkan rasa takut, panik, tegang, dan tekanan-tekanan lain yang menghantui ibu dalam proses persalinan atau proses melahirkan dengan hipnotis.

Hypnobirthing merupakan salah satu teknik otohipnosis (self hypnosis), yaitu upaya alami menanamkan niat positif atau sugesti jiwa atau pikiran bawah sadar dalam menjalani masa kehamilan dan persiapan persalinan (Lanny, 2011). Ada beberapa faktor penyebab seseorang itu mau tidaknya untuk dilatih hypnobirthing, salah satunya adalah pendidikan dan pekerjaan ibu.

Sebagian besar ibu tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap seseorang itu mau untuk dilakukan hypnobirthing dan cepat tidaknya efek hypnotis tersebut pada dirinya. Pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah dan tinggi mudah menerima sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan juga memiliki tingkat sugesti yang lebih cepat dibandingkan dengan yang berpendidikan dasar, sehingga pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih cepat menunjukkan pengaruh hypnobirthingnya yang positif.

Hal ini sesuai juga dengan teori Batbual B (2010) yang menyatakan bahwa deepening

atau proses untuk memperdalam kondisi hipnosis subjek salah satunya dipengaruhi oleh kepercayaan dan tingkat pendidikan klien. Klien yang memiliki tingkat pendidikan semakin tinggi maka secara otomatis akan memiliki pengetahuan yang tinggi pula, dengan begitu tingkat kepercayaan klien pada hypnosis yang dilakukan pada dirinya akan semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan tingkat sugesti yang ditimbulkan juga semakin besar.

Dari 32 ibu inpartu primipara, sebagian besar tidak bekerja. Pada ibu yang tidak bekerja lebih sering menerapkan afirmasi hypnobirthing yang telah dilatih pada

kehamilan trimester III selama ibu di rumah. Tetapi pada ibu yang bekerja, sebagian besar menerapkan afirmasi hypnobirthing hanya ketika waktu istirahat yaitu waktu menjelang tidur. Menurut Batbual B (2010) semakin sering sugesti/ afirmasi itu diulangi oleh klien maka tingkat kedalaman sugesti (deepening) juga semakin dalam. Dengan demikian pengaruh hypno pada dirinya juga akan semakin besar.

Dari 32 ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif, terdapat hampir setengah ibu mengalami nyeri persalinan ringan dan sedang. Hal ini sesuai dengan teori Batbual B (2010) yang menyebutkan bahwa nyeri persalinan adalah nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme fisiologis sejumlah sistem tubuh yang selalu menyebabkan respon stres fisiologis yang umum dan menyeluruh.

Menurut teori Rosemary Mander (2005) nyeri yang paling dominan dirasakan pada saat persalinan terutama selama kala I persalinan. Secara fisiologis, nyeri persalinan mulai timbul pada persalinan kala I fase laten dan fase aktif, timbulnya nyeri disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks. Dengan makin bertambahnya baik volume maupun frekuensi kontraksi uterus, nyeri yang dirasakan akan bertambah kuat dan puncak nyeri terjadi pada fase aktif.

Nyeri pada persalinan merupakan sebuah sinyal yang menandakan bahwa klien yang bersangkutan segera memasuki tahap persalinan. Namun, sebenarnya rasa nyeri itu bersifat induvidual. Banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai kondisi fisik hingga budaya klien hamil yang bersangkutan (Lanny, 2011).

Dari 32 ibu inpartu primipara kala 1 fase aktif, hampir seluruhnya 26 (81,25%) berusia 20-35 tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan yaitu usia, dimana kurun reproduksi sehat seorang

tidak beresiko untuk melahirkan yaitu antara 20 sampai 35 tahun. Seorang wanita yang

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

215 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

hamil dan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun akan memiliki resiko kegagalan yang lebih besar dibandingkan dengan usia reproduksi.

Ibu yang menerapkan Hypnobirthing, sebagian besar mengalami nyeri ringan, sedangkan ibu yang tidak menerapkan hypnobirthing, sebagian besar mengalami nyeri berat, dan hasil uji chi square menyimpulkan bahwa ada hubungan antara Hypnobirthing dengan Nyeri Persalinan pada Primipara Inpartu Kala 1 Fase Aktif.

Adanya hubungan hypnobirthing dengan nyeri persalinan dapat dijelaskan dengan teori dan cara kerja hypnobirthing. Menurut

Lanny Kuswandi (2011) ketika ibu bersalin mengalami stress, pesan tersebut disampaikan oleh reseptor ke seluruh tubuh. Tubuh secara otomatis mengeluarkan hormon ketakolamin. Klien yang tidak bisa melepaskan rasa cemas dan rasa takut sebelum melahirkan akan melepas hormon ketokolamin dalam konsentrasi tinggi yang secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi rahim terasa semakin nyeri dan sakit. Sebaliknya, jika saat persalinan dihadapi dengan tenang, ikhlas dan pasrah secara alami tubuh akan mengeluarkan hormon endorfin yang justru membuat penasaraan menjadi nyaman, mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit.

Pada sebagian besar ibu yang tenang dan rileks saat menghadapi persalinan maka mereka akan lebih nyaman dan berkurang nyerinya karena tubuh lebih mudah mengeluarkan hormon endorfin dan serotin dalam konsentrasi tinggi. Hormon inilah yang dapat memberikan rasa nyaman dan menstransimisi rasa nyeri serta menekan hormon ketokolamin. Tetapi untuk ibu bersalin yang tidak bisa mengendalikan kondisi yang tenang dan rileks maka ibu tersebut juga tidak dapat mendapatkan rasa nyaman. Oleh karena itu, tubuh yang tenang dan rileks sangat berpengaruh dalam menurunkan nyeri persalinan.

Pada sebagian kecil yang dilatih hypnobirthing mengalami nyeri persalinan

berat. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya kondisi klien. Kondisi fisik klien yang merasa sakit atau mengalami suatu gangguan secara fisik, klien mengeluarkan keringat dingin atau ketika diraba kulitnya terasa lembab. Hal ini dapat menghambat penerapan hypnobirthing. Selain itu, kondisi psikologis

ibu bersalin perlu juga diperhatikan misalnya secara emosi sedang terganggu atau tidak stabil emosinya, seperti dalam kondisi marah, kesal, jengkel atau kondisi negatif lainya. Kondisi psikologis ini cenderung membuat pasien bersikap emosional

sehingga metode hypnobirthing yang telah diajarkan tidak diterapkan sepenuhnya oleh ibu. Kondisi seperti inilah yang membuat pengaruh hypnobirthing terhadap nyeri persalinan juga semakin kecil, yang akhirnya ibu tetap mengalami nyeri berat pada saat persalinannya. Selain itu keberhasilan hypnobirthing ini juga dipengaruhi banyak hal, diantaranya adalah tingkat pendidikan dan aktivitas ibu (ibu bekerja dan tidak bekerja).

Dari 32 ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat sugestibilitas (tingkat penerimaan pengaruh) seseorang terhadap hypnobirthing yang telah diterapkannya. Pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah dan tinggi mudah menerima sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi dirinya sehingga memiliki tingkat sugesti yang lebih cepat dan dalam dibandingkan dengan yang berpendidikan dasar, sehingga pada ibu yang berpendidikan lebih tinggi akan lebih cepat menunjukkan pengaruh hypnobirthingnya yang positif. Hal ini sesuai juga dengan teori Batbual B (2010) yang menyatakan bahwa deepening atau proses untuk memperdalam kondisi hipnosis subjek salah satunya dipengaruhi oleh kepercayaan dan tingkat pendidikan klien. Klien yang memiliki pendidikan semakin tinggi maka secara otomatis akan memiliki pengetahuan yang tinggi pula, dengan begitu tingkat kepercayaan klien pada hypnosis yang dilakukan pada dirinya akan semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan tingkat sugesti penghypno pada dirinya juga semakin besar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penerapan hypnobirthing ada pada

setengah ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif di wilayah kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan.

2. Nyeri Persalinan ringan dan sedang dialami Hampir setengah ibu primipara inpartu kala 1 fase aktif di wilayah kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan.

3. Ada hubungan antara hypnobirthing dengan nyeri persalinan pada primipara inpartu kala 1 fase aktif di wilayah kerja Puskesmas Arosbaya Bangkalan.

Saran

1. Bagi Bidan Bidan diharapkan agar mengikuti pelatihan hypnobirthing, sehingga bisa

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

216 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

menerapkan metode tersebut dalam mengatasi nyeri persalinan.

2. Bagi peneliti selanjutnya Agar peneliti selanjutnya lebih mendalami pengetahuan mengenai metode dan lebih memperhatikan waktu yang tersedia untuk melakukan penelitian sehingga dapat melaksakan penelitian lebih maksimal dan memperoleh hasil yang memuaskan.

3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan mahasiswa atau civitas akademika yang lain perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat lain dari hypnobirthing dan manajemen

lain yang dapat mengatasi nyeri persalinan secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Anik Maryuni. 2010. Nyeri Dalam Persalinan. Jakarta : CV. Trans Info Media

Batbual, B. 2010. Hypnosis Hypnobirthing. Yogjakarta : Gosyen Publishing

Diane M Fraser & Margaret A. Cooper. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC

Evariny Andriana. 2007. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer

Hanifa Winkjosastro. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo

I.B.G Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Judha S. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Laily Yuliatun. 2008. Penanganan Nyeri Persalinan dengan Metode Farmakologis. Malang : Banyu Media

Publishing M. Sopiyudin Dahlan. 2011. Statistik untuk

Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Mander, Rosmary. 2004. Nyeri Persalinan.

Jakarta : EGC Minarni Hariyanti. 2010. Aplikasi Hipnosis

dalam Asuhan Kebidanan. Yogyakarta :

Gosyen Publishing Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan

Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Sigit Nian Prasetyo. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta : Graha Ilmu

Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Suharsimi Arikunto, 2010. Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka cipta

Sulistyo A. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

WWW.Http/Tesis Kedokteran Yuyun perbedaan Intensitas Nyeri Pada Manajemen Nyeri dengan Teknik Pernafasan, Relaksasi dan Hypnobirthing UNS Solo. Diakses tanggal 24 April 2013 jam 20.00 WIB.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

217 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN SIKAP ORANGTUA DENGAN

PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 tahun DI DESA MANISREJO KECAMATAN

TAMAN KOTA MADIUN.

Eny Pemilu Kusparlina (Akbid Muhammadiyah Madiun)

Didik G. Tamtomo (Program Pasca Sarjana, UNS Surakarta)

Pancrasia Murdani K (Program Pasca Sarjana, UNS Surakarta)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kepribadian, sikap dan cara hidup orangtua adalah unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Terkadang orangtua lupa akan kewajibannya dalam mengawasi perkembangan anak hanya karena sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Materi sering menjadi alasan betapa seringnya orangtua bekerja dan meninggalkan anaknya di rumah. Tujuan: Menganalisis hubungan antara pola asuh dan sikap orangtua terhadap perkembangan anak usia 1-3 tahun. Metode: Penelitian Cross sectional ini dilakukan di Desa Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun dengan mengambil sampel sebanyak 60 orangtua yang mempunyai anak usia 1-3 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Data tentang pola asuh, sikap dan perkembangan anak usia 1-3 tahun diambil dengan menggunakan kuesioner pola asuh dan sikap diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji regresi linier ganda. Hasil: Uji Chi-Square antara pola asuh dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun menunjukkan bahwa Chi-Square Hitung sebesar 451,494 > Chi-Square tabel dengan p<0,05. Sedangkan Uji Chi-Square antara sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun menunjukkan bahwa Chi-Square hitung sebesar 270,388 > Chi-Square tabel dengan p<0,05. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dan sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun di Desa Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun. Kata Kunci: Sikap, pola asuh orangtua, perkembangan anak

PENDAHULUAN

Latar belakang

Orangtua adalah pembinaan pribadi yang

pertama dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinyaakan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Perilaku orangtua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Perlakuan keras, akan berlainan akibatnya daripada perlakuan yang lembut dalam pribadi anak. Hubungan orangtua dengan sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang terbuka dan mudah didik, karena ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang. Tapi, hubungan orangtua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percecokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk, karena ia tidak memberikan standart mutlak yang harus dituruti oleh anaknya, sering menghukum anak jika anak tidak melaksanakan keinginan orangtua, memaksakan kehendak, dan tidak mengenal kompromi sehingga akan menghasilkan anak yang penakut, tertutup, berontak, tidak inisiatif, dan gemar menentang (Dariyo, 2004).

Bermacam-macam corak kehidupan dalam keluarga sejalan dengan beragamnya bentuk pendidikan dalam kelurga tersebut, antara lain sikap orangtua yang terlalu melindungi (over protective). Orangtua yang selalu memaksakan kehendak dengan kekerasan, kebanyakan justru mengakibatkan kegagalan pada diri anak. Sebaliknya, orangtua yang selalu melindungi pun akan menimbulkan dampak yang kurang baik pada diri anak dan menimbulkan anak menjadi sangat tergantung, tidak mandiri, dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

Masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period), jendela kesempatan (window oppourtunity) dan masa kritis (critical period). Sekitar usia enambelas bulan, anak mulai belajar berlari dan menaiki tangga, tetapi masih kelihatan kaku. Oleh karena itu anak perlu diawasi, karena dalam beraktifitas anak memperlihatkan bahaya. Perhatian anak terhadap lingkungan menjadi lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya dimana lebih banyak berinteraksi dengaan

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

218 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

keluarganya. Anak lebih banyak menyelidiki benda disekitarnya dan meniru apa yang diperbuat oleh orang lain. Kemungkinan dia bisa mengaduk – aduk tempat sampah, laci atau lemari pakaian, membongkar mainan dan lain-lain. Di sinilah diperlukan peran orangtua untuk meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang secara optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Nursalam, 2005).

Anak yang sulit mengendarai sepeda, mengancingkan baju atau menggunakan gunting, merupakan salah satu ciri dari gangguan perkembangan koordinasi motorik (development coordination disorder/DCD). DCD diketahui diderita 1 dari 20 anak usia sekolah. Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya gangguan inimengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang sangat berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya. Anak lebih sulit mengatur keseimbangan setelah melakukan gerakan dan keseimbangan saat berdiri. Dalam penelitian di Kanada terhadap 1.979 anak dari 75 sekolah di propinsi Ontario diketahui anak dengan DCD beresiko tiga kali lebih besar untuk kegemukan dibanding dengan anak yang tidak menderita DCD (Ana, 2010).

Di lapangan banyak sekali terjadi kasus-kasus perkembangan anak yang sering diremehkan, mendapatkan suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu tergantung oleh suasana orangtuanya (Munir, 2010).

Pola asuh orangtua dibagi menjadi tiga yaitu otoriter, permisif, dan demokratis. Pola asuh demokratis dicirikan dengan kedudukan orangtua yang sejajar dengan anak; orangtua bersikap rasional, realistis dan keputusan diambil bersama-sama dengan anak dengan mempertimbangkan kedua belah pihak; anak diberikan yang bertanggung jawab dan dibawah pengawasan orangtua. Pola asuh seperti ini akan membimbing anak agar dapat hidup mandiri dan mengontrol diri sendiri. Pola asuh permisif memiliki sifat children centered yakni orangtua selalu memberikan kesempatan yang luas kepada anakanya untuk berperilaku tanpa adanya pengawasan yang cukup darinya sehingga anak cenderung bersikap semena – mena, kurang disiplin dalam berperilaku serta segala kemauan anak selalu dituruti oleh orangtua. Pola asuh otoriter (parent oriented) memiliki sifat antara lain orangtua cenderung disembunyikan agar tidak banyak yang tahu atau memang belum tersosialisasikan

kepada masyarakat umum mengenai perkembangan anak yang seharusnya bahkan juga sering ditemukan kasus – kasus yang berakibat sudah terlalu jauh, sehingga bantuan yang diperlukan untuk menormalkan kembali perkembangan anakmemakan waktu yang tentunya lebih lama pula (Pane, 2007).

Mengingat jumlah anak usia 1-3 tahun di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang anak di Indonesia perlu mendapat perhatian serius, yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Hermiyanti, 2007).

Terkadang orangtua lupa akan kewajibannya dalam mengawasi perkembangan anak hanya karena sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Materi sering menjadi alasan betapa seringnya orangtua bekerja dan meninggalkan anaknya di rumah. Padahal yang dibutuhkan seorang anak bukan hanya materi tetapi juga perhatian. Hal itu yang dapat memicu cara berpikir anak untuk melakukan aktifitas yang bisa saja termasuk perilaku menyimpang.

Kesalahan dalam memberikan pola asuh maupun menyikapi pertumbuhan anak dengan melarang anankya untuk beraktifitas, sering memarahi ketika anak membuat kesalahan, akan mengakibatkan anak menjadi murung karena peran sosial dan tanggung jawab sosial yang rendah dalam mengintrogasikan anaknya, sehingga anak menunjukkan kekakuan dan penurunan komunikasi verbal, yang akhirnya perkembangan anak terganggu. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan observasi

analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan di desa Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun. Populasi pada penelitian ini adalah semua orangtua yang mempunyai anak berusia 1-3 tahun sebanyak 71 orang. Besar sampel adalah 60 orang, yang diambil dengan teknik simple random sampling.

Variabel bebas pertama adalah pola asuh orangtua, yaitu kecenderungan orangtua dalam mengasuh anaknya, yang dibagi menjadi tiga yaitu otoriter, demokratis dan permisif (berskala nominal). Parameter pola asuh adalah sebagai berikut: 1) Otoriter: Kontrol terhadap anak bersifat kaku, komunikasi bersifat memerintah, penekanan pada pemberian hukuman, disiplin pada

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

219 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

orangtua bersifat kaku; 2) Demokratis: Kontrol terhadap anak relatif longgar, komunikasi dua arah, hukuman diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan anak, disiplin terbentuk atas komitmen bersama; 3) Permisif: Kontrol terhadap anak lemah atau sangat longgar, komunikasi sangat tergantung pada anak, hukuman atau konsekuensi perilaku tergantung pada anak, disiplin terhadap anak sangat longgar, orangtua bersifat bebas.

Cara pemberian skor pada kuesioner pola asuh adalah: - Pola asuh otoriter jika jawaban ”Ya” lebih

dari 80% dan jika jawaban ”Ya” kurang dari sama dengan 80% maka tidak disebut sebagai otoriter.

- Pola asuh demokratis jika jawaban ”Ya” lebih dari 80% dan jika jawaban ”Ya” kurang dari sama dengan 80% maka tidak disebut sebagai demokratis.

- Pola asuh permisif jika jawaban ”Ya” lebih dari 80% dan jika jawaban ”Ya” kurang dari sama dengan 80% maka tidak disebut sebagai permisif.

Untuk menguji validitas dan reabilitas instrumen pola asuh, digunakan 11 orang di luar sampel tetapi tetap berada dalam suatu populasi yang sama.

Variabel bebas kedua adalah sikap orangtua, yaitu kecenderungan orangtua dalam memantau perkembangan anaknya, yang dibagi menjadi 2 yaitu sikap positif dan sikap negatif (berskala nominal). Sikap positif adalah perasaan mendukung atau memihak sedangkan sikap negatif adalah perasaan yang tidak mendukung. Parameter variabel sikap antara lain kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif merupakan kepercayaan orangtua mengenai pengetahuan yang benar tentang perkembangan anak, afektif merupakan perasaan orangtua terhadap perkembangan anak, dan konatif merupakan kecenderungan perilaku yang ditunjukkan oleh orangtua berkaitan dengan perkembangan anak. Cara pemberian skor sikap adalah: positif, jika skor ≥60%, dan negatif jika skor <60%.

Variabel terikat adalah perkembangan anak usia 1-3 tahun yaitu bertambahnya kemampuan (skill) sebagai hasil proses pematangan menuju kedewasaan dan perkembangan mental anak. Parameter variabel ini dengan menerapkan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) di mana item yang terdapat dalam kuesioner ini terdiri atas perkembangan motorik kasar, perkembangan motorik halus, perkembangan bahasa, perkembangan sosialisasi dan kemandirian.

Variabel ini berskala ordinal, dengan pemberian skor yaitu: sesuai usia, jika

jawaban ”Ya” = 9 atau 10, meragukan jika jawaban ”Ya” = 7 atau 8, dan penyimpangan jika jawaban ”Ya” = 0-6.

Kegiatan yang dilakukan untuk medapatkan data tentang perkembangan anak usia 1-3 tahun yaitu dengan mengisi cek list pada KPSP. Sedangkan untuk mendapatkan data tentang pola asuh dan sikap orangtua yaitu dengan menggunakan kuesioner yang langsung diberikan pada sumber data primer yaitu orangtua anak usia 1-3 tahun. Data yang diperoleh diolah dan dianalisa menggunakan uji Chi-Square, dengan taraf nyata 5% (α = 0,05) HASIL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah orangtua yang mempunyai anak berusia 1-3 tahun di wilayah Desa Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun. Penelitian dilaksanakan di wilayah ini karena banyaknya jumlah anak yang berusia 1-3 tahun dan selama ini yang diperhatikan oleh orangtua adalah tingkat pertumbuhan anak saja tetapi kurang empedulikan tingkat perkembangan mereka.

Pola asuh orangtua

Tabel 1. Pola Asuh Orangtua Menurut Usia

Usia (Tahun)

Pola Asuh Orangtua Total Oto-

riter Demo-kratis

Permisif

Σ % Σ % Σ % %

20 – 29 2 6,66 25 83,34 3 10,00 100 30 – 39 1 3,70 19 70,37 7 25,93 100

>39 0 0,00 1 33,33 2 66,67 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa pola asuh

demokratis lebih dipilih oleh responden dari berbagai jenjang usia, yaitu pada jenjang usia 20-29 tahun sebanyak 83,34% dan pada jenjang usia 30-39 tahun sebanyak 70,37%.

Tabel 2. Pola Asuh Orangtua Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan Pola Asuh Orangtua

Total Otoriter Demo-kratis

Permisif

Σ % Σ % Σ % %

SD 2 11,11 13 72,22 3 16,67 100 SLTP 1 3,33 23 76,67 6 20,00 100 SMU 0 0,00 9 75,00 3 25,00 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa baik dari

jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SMU, pola asuh yang dipilih oleh sebagian responden adalah demokratis.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

220 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 3. Pola Asuh Orangtua Menurut Pekerjaan

Pekerjaan Pola Asuh Orangtua

Total Otoriter Demo-kratis

Permisif

Σ % Σ % Σ % %

IRT 3 5,77 37 71,15 12 23,08 100

Swasta 0 0,00 7 100 0 0,00 100

Wiraswasta 0 0,00 1 100 0 0,00 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian

besar responden baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga lebih memilih pola demokratis dalam mendidik anaknya. Sikap orangtua

Tabel 4. Sikap Orangtua Menurut Usia

Pekerjaan Pola Asuh Orangtua

Total Positif Negatif

Σ % Σ % %

20-29 27 90,00 3 10,00 100 30-39 22 81,48 5 18,52 100 >39 1 33,33 2 66,67 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap jika ditinjau dari berbagai jenjang usia responden. Hal ini ditunjukkan dengan data di atas yang menyebutkan bahwa sebanyak 90% responden yang berusia 20-29 tahun mempunyai sikap positif terhadap perkembangan anaknya.

Tabel 5 Sikap Orangtua Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan Pola Asuh Orangtua

Total Positif Negatif

Σ % Σ % %

SD 13 72,22 5 27,78 100

SLTP 26 86,67 4 13,33 100

SMU 11 91,67 1 8,33 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dari berbagai jenjang pendidikan mempunyai sikap yang positif perkembangan anak dan sebanyak 91,67% responden yang berpendidikan SMU mempunyai sikap yang positif terhadap perkembangan anak. Tabel 6. Sikap Orangtua Menurut Pekerjaan

Pekerjaan Pola Asuh Orangtua Total Positif Negatif

Σ % Σ % %

IRT 43 82,70 9 17,30 100

Swasta 0 0,00 1 100 100

Wiraswasta 7 100 0 0,00 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh sebagian besar responden kepada anaknya, baik responden yang bekerja maupun yang tidak bekerja adalah sikap positif. Sebanyak 82,70% ibu rumah tangga mempunyai sikap yang positif terhadap perkembangan anaknya. Hubungan antara pola asuh orangtua dengan perkembangan anak

Tabel 7. Hubungan antara Pola Asuh

Orangtua dengan Perkembangan Anak

Pola Asuh

Perkembangan Anak Tot (%)

Sesuai Meragu-kan

Penyim-pangan

Σ % Σ % Σ %

Permisif 2 16,67 3 25 7 58,33 100

Demokratis 22 48,89 20 44,44 3 6,67 100

Otoriter 1 33,33 2 66,67 0 0,00 100

X2= 451,494 p= 0,00

Tabel 7 menunjukkan bahwa pola asuh

demokratis dapat meningkatkan perkembangan anak usia 13 tahun, yaitu sebanyak 48,89% anak dengan pola asuh demokratis mempunyai tingkat perkembangan yang sesuai. Hasil uji Chi-Square diperoleh hasil = 451,494 dan p = 0,00 (<0,05), maka diputuskan menolak Ho (terdapat hubungan antara pola asuh dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun). Hubungan antara sikap orangtua dengan perkembangan anak

Tabel 8. Hubungan antara Sikap Orangtua

dengan Perkembangan Anak

Sikap

Perkembangan Anak Tot (%)

Sesuai Meragu-kan

Penyim-pangan

Σ % Σ % Σ %

Positif 24 48,00 20 40,00 6 12,00 100

Negatif 1 10,00 5 50,00 4 40,00 100

X2= 270,388 p= 0,00

Tabel 8 menunjukkan bahwa sikap positif

responden mampu meningkatkan perkembangan anaknya, hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 48% anak yang diberikan sikap positif oleh orangtuanya mempunyai tingkat perkembangan yang sesuai. Hasil uji Chi-Square diperoleh hasil = 270,388, dengan p = 0,00 (<0,05) maka diputuskan menolak Ho (terdapat hubungan antara sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun).

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

221 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PEMBAHASAN

Hubungan pola asuh orangtua dengan perkembangan anak

Hasil uji Chi-Square membuktikan

hubungan signifikan antara pola asuh orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun, juga memberikan makna bahwa pola asuh demokratis lebih baik daripada pola asuh permisif dan otoriter.

Keluarga tidak hanya berfungsi terbatas sebagai penerus keturunan saja tetapi orangtua juga berperan dalam membimbing dan mengarahkan anak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden age) karena perkembangan otak terjadi secara keseluruhan pada keempat bagian otak, termasuk belahan-belahan otak dan belahan otak inilah yang menyimpan kemampuan anak. Bimbingan dan stimulasi yang diberikan orangtua pada masa golden age ini akan meningkatkan kualitas perkembangan anak pada tahap-tahap selanjutnya. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa sebanyak 75% orangtua memberikan pola asuh demokratis kepada anak-anaknya. Pola asuh ini lebih dipilih orangtua karena mereka mulai mengetahui dan menyadari bahwa pola pengasuhan ini merupakan yang paling efektif bagi perkembangan anak. Hal tersebut tampak dalam penelitian ini bahwa sebanyak 48,89% anak dengan pola asuh demokratis mempunyai tingkatan perkembangan yang sesuai dengan usia mereka.

Pada pola pengasuhan demokratis, orangtua mendorong anak untuk menjadi mandiri tetapi tetap memberikan batasan serta mengontrol perilaku anak. Orangtua bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang serta perhatian. Orangtua juga memberikan ruang kepada anak untuk membicarakan apa yang mereka inginkan atau harapkan dari orangtuanya.

Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiller and Garrison (2001) bahwa pola asuh bukan merupakan predictor yang lebih baik terhadap perkembangan kognitif bagi anak daripada kondisi sosio ekonomi dan budaya dengan nilai signifikansi p ≤ 0,05. Hubungan sikap orangtua dengan perkembangan anak

Hasil uji statistik membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun, juga memberikan makna bahwa sikap positif lebih baik daripada sikap

negatif. Pada penelitian ini responden yang

mempunyai sikap positif terhadap perkembangan anak sebanyak 83%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sikap positif orangtua akan mempengaruhi perkembangan anak usia 1-3 tahun, yaitu sebanyak 48% anak mempunyai tingkat perkembangan yang sesuai karena adanya sikap yang positif dari orangtuanya walaupun ada sekitar 40% yang mempunyai tingkat perkembangan yang meragukan. Pembentukan sikap seseorang sendiri dapat dipengaruhi oleh bakat, minat, pengetahuan, pengalaman, emosional dan situasi lingkungan. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan responden yang mana sebanyak 52% berpendidikan SLTP dan 20% berpendidikan SMU. Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.

Meski sering tidak disadari bahwa orangtua merupakan tokoh panutan bagi anak. Orangtua sangat berperan dalam mendidik anak dalam segala aspek perkembangan pribadi anak antara lain dalam hal sikap, kebiasaan, kedisiplinan, cara belajar dan sebagainya karena orangtua mempunyai peran sebagai pendidik utama dan pertama bagi seorang anak. Sikap positif yang ditunjukkan oleh orangtua kepada anaknya dalam menghadapi tugas perkembangannya akan mendorong seorang anak untuk mandiri, percaya diri dan lebih kreatif, dan juga sebaliknya jika yang ditunjukkan oleh orangtua anak adalah merupakan sikap negatif dalam menghadapi tugas perkembangan anak, maka anak akan cenderung minder dan kurang percaya diri.

Penelitian yang diungkapkan oleh Maw & Maw (2009) menyatakan bahwa sikap ayah dan ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap anak perempuan baik dengan tingkat keaktifan rendah maupun tinggi. Sedangkan sikap ayah dan ibu akan berpengaruh sifnifikan terhadap anak laki-laki dengan tingkat keaktifan rendah maupun tinggi. Ayah dari anak laki-laki dengan tingkat keaktifan tinggi mempunyai nilai signifikan lebih tinggi daripada yang mempunyai anak dengan tingkat keaktifan rendah (t = 2,12).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan Vijayakumar (2007) bahwa tingkat pendidikan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola asuh dan sikapnya (p

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

222 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

≤ 0,05). Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan, sikap, pola asuh ibu dan dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan tentang hubungan antara pola asuh dan sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun di desa Manisrejo kecamatan Taman kota Madiun, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dan sikap orangtua dengan perkembangan anak usia 1-3 tahun di desa Manisrejo kecamatan Taman kota Madiun. Semakin baik pola asuh dan sikap orangtua dalam mendidik anak maka semakin bisa maksimal perkembangan anak.

Pola asuh demokratis lebih baik daripada pola asuh permisif dan pola asuh otoriter dalam meningkatkan perkembangan anak usia 1-3 tahun di desa Manisrejo kecamatan Taman kota Madiun dengan nilai signifikansi p ≤ 0,05.

Sikap positif orangtua dapat meningkatkan perkembangan anak usia 1-3 tahun di desa Manisrejo kecamatan Taman kota Madiun dengan nilai signifikansi p ≤ 0,05.

Saran

Secara teoritis, pola asuh dan sikap orangtua mempunyai peranan dalam meningkatkan perkembangan anak usia 1-3 tahun. Pemberian pola asuh yang baik dan sikap positif dari orangtua merupakan suatu metode yang paling baik dalam mengoptimalkan perkembangan anaknya.

Secara praktis, saran pertama orangtua hendaknya lebih memilih memberikan pola asuh demokratis pada anaknya karena pola asuh yang seperti ini merupakan pola asuh yang paling efektif dan banyak memberikan dampak yang positif pada perkembangan anak terutama balita. Saran kedua, kegiatan Posyandu hendaknya tidak hanya difokuskan pada menimbang dan imunisasi saja, tetapi perkembangan balita juga perlu dipantau. Panduan tentang tugas perkembangan balita sebenarnya sudah disertakan dalam buku panduan posyandu tetapi masyarakat masih kurang memperhatikan akan pentingnya hal tersebut. Petugas kesehatan dan kader posyandu saat ini hendaknya mulai mensosialisasikan

tentang pentingnya pemantauan terhadap perkembangan balita dan tugas perkembangan yang harus dilalui pada tiap perkembangan usianya. DAFTAR PUSTAKA

Ana. 2001. Pola Asuh Pengaruhi

Kepribadian Anak (Online) . www.kompas.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011.

Arikunto S. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar S. 2010. Tes Prestasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Budiarto E. 2008. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Bornstain L dan Bornstain . 2007. Parenting Style and Child Social Development, National Institude of Child Health and Human Development University of Pensylvania, (Online). www.children-encyclopedya.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011.

Budiarto E. 2008. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Dahlan M S. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS.

Jakarta: Salemba Medika. Dariyo A. 2004. Psikologi Perkembangan

Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia. Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan

Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar.

-------. 2007. Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Pada balita dan Anak Prasekolah.

Grusec J. 2006. Parent Attitude and Belief : Their Impact on Children Development, University of Toronto, Canada (Online).

www.children-encyclopedya.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011.

Hawani. 1995. Melahirkan Anak Shaleh. Jakarta : Mitra Pustaka.

Hermiyati S. 2007. Deteksi dan Interview Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: EGC.

Hurlock E B. 2007. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Kuntoro. 2007. Metode Statistik. Surabaya: Pustaka Melati

Maw W H dan Maw E W. 2009. Children’s Curiosity and Parental Attitudes, Journal

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

223 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

of Mariage and Family. www.jstor.org/stable/349885. Diakses pada tanggal 11 Januari 2012.

Mansur H. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Murti B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di bidang Kesehatan. Yogyakarta: UGM Press.

Narendra B M. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sangu Seta.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo S. 2002. Tingkatan Sikap.

Jakarta : EGC. --------. 2007. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho H S W. 2009. Petunjuk Praktis

Denver Developmental Screening Test. Jakarta: ECG

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

-------. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Prasetya G T. 2003. Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta : Elex Media Computindo.

Purwanto H. 1999. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta:

EGC. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental,

Konsep Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: EGC.

Sugiyono. 2007. Statistic Untuk Penelitian. Bandung: CV AlfaBeta.

-----------. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta. Thoha C. 1996. Kapita Selekta Pendidikan

Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (IKAPI).

Thomas dan Vijayakumar. 2007. Parenting children under three years of age in south Indian setting (Online). www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed.com. Diakses tanggal 12 Januari 2012.

Tiller A E dan Garrison M E. 2001. The Influence of Parenting Styles on Children’s Cognitif Development. Lousiana State University AgCenter.

www.kon.org/urc/tiller.pdf. Diakses tanggal 12 Januari 2012.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

224 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PENGARUH INTERVENSI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE

(SEFT) TERHADAP TINGKAT DEPRESI, KECEMASAN, DAN STRES

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI BENGKULU

Derison Marsinova Bakara (Prodi Keperawatan Curup,

Poltekkes Kemenkes Bengkulu) Yusniarita

(Prodi Kebidanan Curup, Poltekkes Kemenkes Bengkulu)

Yanti Sutriyanti (Prodi Keperawatan Curup,

Poltekkes Kemenkes Bengkulu)

ABSTRAK Latar Belakang: Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit penyebab kematian. Gejala depresi kecemasan, dan stres meningkat pada pasien GGK. Gejala ini dapat mempengaruhi proses pengobatan dan penyembuhan serta menimbulkan komplikasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap penurunan depresi, kecemasan, dan stres pada pasien GGK yang dirawat di ruang haemodilisis. Metode: Rancangan penelitian menggunakan quasi experimental, teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling, ukuran sampel 30 orang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan SEFT selama 15 menit. Sebelum dan sesudah intervensi diukur tingkat depresi, kecemasan, dan stres mengunakan kuesioner The Depression Anxiety Stress Scales (DASS). Data dianalisis dengan Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat depresi, kecemasan, dan stres sebelum dan sesudah intervensi SEFT (p <0,05) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,05). Intervensi SEFT membantu menurunkan depresi, kecemasan, dan stres pada pasien GGK. Kesimpulan: Implikasi penelitian ini bahwa intervensi SEFT dapat menurunkan depresi, kecemasan, dan stres pada pasien GGK. Kata kunci: SEFT, Depresi, Kecemasan, Stres, Gagal Ginjal Kronik

PENDAHULUAN

Latar belakang

Selama mengalami hemodialisis pasien

akan mengalami peningkatan depresi. Depresi dan kecemasan dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri (Patel, Sachan, Nischal, and Surendra, 2012), merupakan permasalahan psikiatri yang utama pada pasien gagal ginjal kronik, juga merupakan gejala psikopatologi yang meningkat pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik (Drayer, Piraino, dan Reynolds. 2006).

Hemodialisis menimbulkan pengaruh terhadap fisik dan psikologi, dan berpengaruh terhadap keluarga, pekerjaan, menimbulkan ketergantungan terhadap pengobatan, kualitas hidup yang negatif serta berpengaruh terhadap kemampuan untuk mengontrol diri dalam berhubungan (Kimmel, 2001). Beberapa memiliki angka harapan hidup yang lebih rendah (Kimmel, 2000 dan Boulware, 2006). Menurut Suharjono (2006) mengemukakan bahwa penyakit gagal ginjal kronis dapat digolongkan sebagai stressor yaitu peristiwa

yang menimbulkan stres pada seseorang. Gagal ginjal tergolong penyakit kronis

yang mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan perubahan atau ketidakseimbangan yang meliputi biologi, psikologi, sosial dan spiritual pasien. Seperti, perilaku penolakan, marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa bahkan bunuh diri (IKCC, 2010).

Intervensi SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Selain itu teknik ini juga dapat membantu pasien untuk lebih mandiri dalam mengurangi kecemasan, serta relatif lebih cepat, serta tidak memiliki risiko yang membahayakan. SEFT adalah sebuah metode yang menggunakan dasar sistem energi tubuh dalam menghilangkan masalah-masalah fisik maupun emosi secara cepat.mulai dari rasa takut, kecemasan, sedih, kecewa, stress, pobia, trauma, mentalitas kelangkaan dan penyakit psikologis (Anwar, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh intervensi SEFT terhadap tingkat depresi, kecemasan dan stres pada pasien gagal ginjal kronik.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

225 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

METODE

Penelitian ini termasuk penelitian

kuantitatif, dengan rancangan Quasi Eksperimental, dengan pre test and post test design with control group. Kelompok

intervensi adalah pasien gagal ginjal kronik yang mengalami depresi, kecemasan, dan stres dan mendapatkan intervensi SEFT. Sebelum dan sesudah dilakukan pengukuran depresi, kecemasan, dan stres. Sedangkan kelompok kontrol dilakukan pre test dan post test untuk mengukur depresi, kecemasan, dan stres.

Penelitian ini dilakukan pada pasien yang mengalami terapi hemodialisis di ruangan hemodialisis RSUD Curup dan RSUD M. Yunus Bengkulu. Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah ádalah 30, dengan pembagian 15 sampel untuk kelompok intervensi diruangan hemodialisis RSUD Curup dan 15 sampel untuk kelompok kontrol diruangan hemodialisis RSUD M. Yunus Bengkulu. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012.

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian adalah menggunakan Depression Anxiety Sress Scale 21 (DASS 21) Lovibond & Lovibond (1995).DASS 21 merupakan hasil revisi dari DASS 42 yang digunakan untuk mengukur depresi, kecemasan, dan stres.DASS dirancang dan digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan emosinal negatif yang meliputi depresi, kecemasan, dan stres. HASIL PENELITIAN Analisis Univariabel

Tabel 1. Hasil Uji Beda Karakteristik Responden pada Kelompok Intervensi (n=15) dan Kelompok Kontrol (n=15)

Karakteristik Kelompok X

2

p Intervensi Kontrol

Jenis kelamin: -Perempuan -Laki-laki

9 (60) 6 (40)

9 (60) 6 (40)

0,000 1,000

Usia (tahun): -≤51 -≥52 -Rerata (SD)

11(73,3) 4(26,7)

47,1(13,87)

8(53,3) 7(46,7)

49.1(9,44)

1,292 0,026

Pendidikan -SD -SMP -SMA/SLTA -PT

2 (13,3) 7 (46,7) 6 (40,) 0 ( 0)

4 (26,7) 4 (26,7) 1 ( 6,7) 6 (40.)

11,056 0,011

Pekerjaan -Bekerja -Tidak bekerja

0 (0)

15 (100)

6 (40) 9 (60)

7,500 0,006

Tabel 1 dapat menunjukan bahwa data karakteristik jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi menunjukan nilai p<0,05. Hasil hasil uji beda karakteristik responden tersebut dapat disimpulkan bahwa antara karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Analisis Bivariabel

Uji normalitas tingkat depresi, kecemasan, dan stres sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Tingkat

Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok

Kontrol dan Kelompok Intervensi

Pengu-kuran

Waktu Kelom-pok Re-rata

SD Nilai P

Depresi

Sebelum -

Sesudah

Kontrol Intervensi

Kontrol

Intervensi

18,93 21,73

18,93 16,00

4,713 5,284

4,713 3,464

0,084 0,047

0,084 0,004

Kece-masan

Sebelum -

Sesudah

Kontrol Intervensi

Kontrol

Intervensi

17,20 16,87

17,20 12,93

5,060 2,167

5,060 2,251

0,001 0,048

0,001 0,001

Stres

Sebelum -

Sesudah

Kontrol Intervensi

Kontrol

Intervensi

17,20 22,67

17,20 17,47

5,060 3,266

5,060 2,200

0,001 0,158

0,001 0,246

Pada Tabel 2 ditampilkan hasil uji

normalitas dengan menggunakan uji statistik Shpiro-Wilk. Hasil uji normalitas menunjukan nilai p tingkat depresi, kecemasan, dan stres

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebagian besar kurang dari 0,05. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa data rerata tingkat depresi, kecemasan, dan stress pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat disimpulkan data tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang tepat untuk dilakukan adalah dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu Wilcoxon.

Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol

Uji statistik yang digunakan melihat rerata

depresi, kecemasan, dan stres adalah non parametrik Wilcoxon karena hasil uji beda

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

226 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

rerata sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol didapatkan hasil distribusi data tidak normal dan tidak homogen.

Tabel 3. Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan

Sesudah pada Kelompok Kontrol

Pengukuran Kelompok Rerata Z P

Depresi

Sebelum Sesudah

18,93 18,93

0,001 1,000

Kecemasan

Sebelum Sesudah

17,20 17,20

0,001 1,000

Stres

Sebelum Sesudah

17,20 17,20

0,001 1,000

Hasil uji statistik yang ditampilkan pada Tabel 3 didapatkan nilai p>0,05. Hasil

tersebut dapat diartikan bahwa data rerata tingkat depresi, kecemasan dan stres sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna. Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi

Untuk melihat rerata depresi, kecemasan,

dan stres menggunakan uji Wilcoxon karena

distribusi data tidak normal. Tabel 4 menyajikan ringkasan hasil uji pada skala ukur depresi, kecemasan, dan stres, dengan nilai p<0,05, sehingga ada perbedaan rerata tingkat depresi, kecemasan, dan stres antara sebelum dan sesudah intervensi. Tabel 4. Perbedaan Rerata Tingkat Depresi,

Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah Intervensi

pada Kelompok Intervensi

Pengukuran Kelompok Rerata z P

Depresi

Sebelum Sesudah

21,73 16,00

-3,316 0,001

Kecemasan

Sebelum Sesudah

16,87 12,93

-3,571 0,001

Stres

Sebelum Sesudah

22,67 17,47

-3,347 0,001

Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Uji statistik untuk melihat rerata depresi,

kecemasan, dan stres adalah Mann-Whitney karena distribusi data tidak normal. Hasilnya untuk depresi (Tabel 5) adalah nilai z adalah -1,445 dan nilai p>0,05, sehingga tidak ada perbedaan rerata tingkat depresi sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi. Untuk tingkat kecemasan sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi didapatkan nilai z adalah -0,839 dan nilai p>0,05, sehingga tak ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Sedangkan untuk tingkat stres, nilai z adalah -3,152 dan nilai p<0,05, sehingga juga tak ada perbedaan tingkat stres sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Tabel 5. Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres

Sebelum Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Pengukuran Kelompok Rerata z P

Depresi

Kontrol Intervensi

18,93 21,73

-1,445 0,146

Kecemasan

Kontrol Intervensi

17,20 16,87

- 0,839 0,402

Stres

Kontrol Intervensi

17,20 22,67

-3 ,152 0,200

Perbedaan Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sesudah Intervensi pada Kelompok Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Tabel 6. Perbedaan Rerata Tingkat Depresi,

Kecemasan, dan Stres Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

dan Kelompok Intervensi Pengukuran Kelompok Rerata Z P

Depresi

Kontrol Intervensi

18,93 16,00

- 2,214 0,027

Kecemasan

Kontrol Intervensi

17,20 12,93

- 2,647 0,008

Stres

Kontrol Intervensi

17,47 17,20

- 3,152 0,002

Uji statistik untuk melihat rerata depresi, kecemasan, dan stres adalah Mann-Whitney karena distribusi data tidak normal. Hasil uji statistik yang ditampilkan pada Tabel 6 didapatkan nilai p<0,05 (ada perbedaan rerata tingkat depresi, kecemasan, dan stres sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi). Perbedaan Selisih Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi.

Uji statistik yang yang digunakan untuk

melihat rerata depresi, kecemasan, dan stres adalah non parametrik Mann-Whitney karena

hasil uji beda rerata sebelum dan sesudah

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

227 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi didapatkan hasil distribusi data tidak normal.

Tabel 7. Perbedaan Selisih Rerata Tingkat Depresi, Kecemasan, dan Stres Sebelum dan Sesudah Intervensi pada

Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Pengukuran Kelompok Rerata Z P

Depresi

Kontrol Intervensi

0,000 4,421

0,000 0,001

Kecemasan

Kontrol Intervensi

0,000 5,894

0,000 0,001

Stres

Kontrol Intervensi

0,000 4,000

0,000 0,001

Hasil uji statistik adalah p<0,05 (selisih rerata tingkat depresi, kecemasan, dan stres sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi ada perbedaan yang bermakna. PEMBAHASAN Pengaruh intervensi SEFT terhadap tingkat depresi pada pasien GGK

Rerata tingkat depresi sesudah intervensi

antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukan adanya pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan depresi pada pasien GGK. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna tingkat depresi responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi SEFT pada kelompok intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi SEFT tidak mengalami penurunan tingkat depresi.

Terapi spiritual dapat memberikan ketenangan, mengurangi rasa takut dan mendekatkan diri kepada Tuhan dan menguatkan keyakinan spiritual, keyakinan kepada Tuhan untuk menyembuhkan penyakitnya. Terapi spiritual menimbulkan respon relaksasi dan kesehatan, dapat menimbulkan keyakinan dalam perawatan diri, dan bermanfaat terhadap kecemasan dan panik pada pasien terminal yang dapat menimbulkan ketenangan (Syed,2003). Menurut Kozier, Berman, & Snyder (2010) keyakinan spiritual ini akan memberikan rasa tenang dan harapan positif bagi yang mengalami sakit, sehingga diharapkan dapat menurunkan kecemasannya.

Keadaan psikologis yang tenang akan mempengaruhi sistim limbik dan saraf otonom yang menimbulkan rileks, aman, dan menyenangkan sehingga merangsang pelepasan zat kimia gamma amino butric

acid, enchepalin dan beta endorfin yang akan mengeliminasi neurotranmiter rasa nyeri maupun kecemasan sehingga menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien. Endorfin adalah polipeptida yang mengandung 30 unit asam amino yang mengikat pada reseptor opiat di otak dan dapat menimbulkan perasaan euforia, lepaskan nafsu makan, modulasi hormon dan memiliki sifat menghilangkan rasa sakit. Endorfin adalah neurotransmitter yang berinteraksi dengan neuron reseptor morfin untuk mengurangi rasa sakit. Pada gangguan nyeri kronis, endorfin ditemukan dalam jumlah tinggi (Bailey, 2006).

Pengaruh intervensi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada pasien GGK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rerata tingkat kecemasan sesudah intervensi antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukan ada pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan kecemasan pada pasien GGK. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah di berikan intervensi SEFT pada kelompok intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi SEFT tidak mengalami penurunan tingkat depresi.

Hasil penelitian lain juga mengemukakan bahwa spiritual berpengaruh terhadap stress pada pasien penyakit kronis dan berpengaruh terhadap ketenangan psikologis (Rowe & Allen 2004). Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat penting ketika sedang mengalami sakit fisik.Ketika kondisi fisik terganggu ada kemungkinan mengalami perubahan emosi.Pada kondisi tersebut, komponen spiritual seseorang sangat penting untuk mengatasi perubahan emosi tersebut. Mendekat pada Tuhan, diyakini akan memudahkan seseorang untuk mengatasi perubahan emosional selama sakit (Lueckenotte, 1995).

Pengaruh intervensi SEFT terhadap tingkat stres pada pasien GGK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rerata tingkat stres sesudah intervensi antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukan ada pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan stres pada pasien GGK. Dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna tingkat stres responden sebelum dan sesudah di berikan intervensi SEFTpada kelompok intervensi. Sedangkan pada

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

228 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi SEFT tidak mengalami penurunan tingkat stres.

Spiritual dapat mempengaruhi psiko-neuroimunologi yang merangsang imunitas sehingga mempengaruhi relaksasi dan dapat menyebabkan sistem saraf mengeluarkan endorfin, delison dan berbagai neurotransmiter yang lain yangmembawa manfaat pada peningkatan imunitas, peningkatan aktifitasinterferon dan makrofag (Spencer & McEwen, 1990). KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian intervensi SEFT menurunkan

tingkat depresi, kecemasan, dan stres pada pasien GGK secara bermakna karena intervensi SEFT memiliki nilai spiritual sehingga dapat memberi efek ketenangan dan nilai spiritual. Saran

Diharapkan dapat dilakukan penelitian

dengan menggunakan metode intervensi SEFT pada pasien yang menderita penyakit lain yang memiliki respon depresi, kecemasan, dan stres, serta respon tubuh yang lain. DAFTAR PUSTAKA

Anwar.Z. (2010).Terapi SEFT.Diunduh 6

Juni 2012 dari http://zainulanwar.staff.umm.ac.id.

Bailey R. (2006).The Power Of Endorphins

Diunduh tanggal 20 September 2012 dari http://www.parkridgecardiology.com

Cohen LM, Dobscha SK, Hails KC, (2002). Depression and suicidal ideation in Patients who discontinue the life-support treatment of dialysis.Psychosom Med; 64:889–896

Drayer RA, Piraino B, Reynolds CF 3rd, et al (2006). Characteristics of depression in hemodialysis patients: symptoms, quality of life, and mortality risk. Gen Hosp Psychiatry 2006; 28:306–312

Hughes, (2005).Nursing Faculty Attitudes, Knowledge and Practice Of Therapeutic Touch, Thesis. Montana State University

IKKC (2010).Mengatasi Dampak Psikologis Pasien Gagal Ginjal.Diunduh tanggal 5 Juni 2012dari http://www.ikcc.co.id

Kimmel, P.L., (2000). Multiple Measurements of Depression Predict Mortality in A Longitudinal Study of Chronic Hemodialysis Outpatients. Kidney International, Vol. 57: pp. 2093-2098.

Kimmel. (2001). PL: Psychosocial factors in dialysis patients. Kidney Int ; 59:1599–1613.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik (Vol. 2). New Jersey: EGC.

Lueckenotte Annette G. (1995). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book

Lovibond, S.H. & Lovibond, P.F. (1995).Manual for the Depression Anxiety Stress Scales (2nd ed.). Sydney: Psychology Foundation.

Patel ML, Sachan R, Nischal A, and Surendra (2012).Anxiety and Depression - A Suicidal Risk in Patients with Chronic Renal Failure on Maintenance hemodialysis.International Journal of Scientific and Research Publications,

Volume 2, Issue 3 Spencer RL & McEwen BS.(1990).

Adaptation of the hypothalamic pituitary-adrenal axis stress tochronic ethanol.Neuroendocrinol.: 52; 481-89. 1. Atkinson

Syed. I.B,. (2003). Spiritual Medicine in the History of Islamic Medicine. Medicine

University of Louisville School of Medicine Louisville

Suharjono (2000) Kualitas Hidup Penderita Pasien Haemodialisa.Disampaikan pada Simposium Ginjal dan Hipertensi. Jakarta

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

229 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENGURANGAN

INTENSITAS DISMENORE DI SMAN 1 CURUP SELATAN

Heni Ruqoyah Nasution

(Alumnus Prodi Keperawatan Curup, Poltekkes Kemenkes Bengkulu)

Derison Marsinova Bakara (Prodi Keperawatan Curup,

Poltekkes Kemenkes Bengkulu) Ratna Ningsih

(Prodi Keperawatan Curup, Poltekkes Kemenkes Bengkulu)

ABSTRAK

Latar belakang: Hampir 10% remaja penderita dismenore mengalami absensi 1-3 hari per bulan sehingga menyebabkan ketidakmampuan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Di sman 1 curup selatan mengaku 60% siswi kelas x mengkonsumsi obat-obatan dalam menangani dismenore. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat terhadap pengurangan intensitas dismenore. Metode: pre experiment dengan one group pre and post test design. Populasi penelitian adalah seluruh siswi kelas x yang mengalami dismenore (93 orang) dengan sampel 20 orang yang diambil dengan teknik accidental sampling. Hasil: analisa data melalui dua tahap, yaitu univariat dan bivariat. 70% responden mengalami nyeri sedang sebelum diberikan intervensi dan 85% responden mengalami nyeri ringan setelah diberikan intervensi. Intensitas dismenore sebelum dan sesudah kompres hangat dengan nilai p=0,001 ≤ α 0,005. Ada pengaruh kompres hangat terhadap pengurangan intensitas dismenore. Saran: diharapkan agar lebih memperkenalkan manfaat kompres hangat di bagian lumbal pada masyarakat yang mengalami dismenore untuk dapat melakukan pengkompresan secara rutin saat dismenore sehingga dapat merasakan manfaat secara optimal. Kata kunci: Kompres hangat, intensitas dismenore

PENDAHULUAN

Latar belakang

Siklus menstruasi merupakan rangkaian

peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus dan hipofisis serta ovarium. Bila tidak terjadi kehamilan, terjadilah menstruasi (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004). Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 2001).

Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama menstruasi dan sering kali rasa mual sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari (Winkjosastro, 2009). Dismenore dapat mengganggu aktivitas perempuan, bahkan sering kali mengharuskan penderita beristirahat dan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam akibat dismenore (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).

Dismenore primer dialami oleh 60% sampai 75% wanita muda. Pada tiga perempat wanita yang mengalaminya, intensitas kram ringan atau sedang, tetapi 25% nyerinya berat dan membuat penderita tidak berdaya (Lewellyn, 2001). Almazaini (2009) dalam Lubis dan Libraulfa (2011) menyebutkan prevalensi dismenore tertinggi terjadi pada remaja. Hampir (10%) remaja yang dismenore mengalami absensi 1 sampai 3 hari per bulan sehingga menyebabkan ketidakmampuan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dismenore juga menyebabkan ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas rutin, kesulitan untuk jatuh tertidur, dapat membangunkan saat tidur pada malam hari, kemampuan bekerja secara serius terancam jika masalah dismenore ini tidak diatasi (Perry dan Potter, 2005).

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu banyak aktivitas keperawatan non farmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah, walaupun tindakan non farmakologis

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

230 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Brunner dan Sudarth, 2002). Cara mengatasi nyeri dismenore adalah dengan teknik farmakologis dan non farmakologis (Perry dan Potter, 2005). Prosedur farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-obatan yang menekan ovulasi dengan memberikan kontrasepsi oral atau memberikan salah satu inhibitor sintetase prostaglandin atau NSAIDS seperti asam mefenamat, ibufropen, natrium diklofenat, atau naproxen (Lewellyn, 2001). METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre Experimental designs dengan One Group Pretest-Posttest Design, dalam model ini sebelum dimulai perlakuan responden diberi tes awal untuk mengukur intensitas dismennore kemudian mendapatkan intervensi kompres hangat selanjutnya diberikan kompres hangat selama 20 menit di bagian lumbal menggunakan handuk dan air hangat dengan suhu 43-46ºC secara konstan, kemudian dilakukan pengukuran kembali intensitas dismenore. Pengukuran intensitas dismenore mengunakan skala intensitas nyeri numerik (numerical rating scale, NRS).

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan non probability sampling yaitu dengan teknik accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan atau accidental yang cocok sebagai sumber data. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siswi kelas X di SMA Negeri 1 Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong yang berjumlah 20 orang. Untuk menguji hasil penelitian digunakan uji Wilcoxon dengan taraf kepercayaan α = 0,005 HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data dari responden berupa umur, Menarche, dismenore, dan siklus menstruasi, intensitas dismenore siswi sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat, serta data perbedaan intensitas dismenore siswi sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat. Sesuai dengan rencana data yang terkumpul dilakukan analsis dengan Univaribel dan analisis bivariabel dengan gambaran sebagai berikut.

Tabel 1 menunjukkan bahwa (sebagian besar 60%) responden berumur 15 tahun. Menarche hampir sebagian besar (45%)

responden yaitu saat usia 13 tahun. Sebagian besar responden (65%) mengalami dismenore selama 1 hari dan hampir seluruh (85%) responden mempunyai siklus menstruasi yang tidak teratur.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Umur, Menarche, Dismenore, dan Siklus

Menstruasi Siswi di SMAN 1 Curup Selatan

Variabel Frekuensi Persentase

Umur 15 tahun 12 60 16 tahun 8 40

Total 20 100

Umur Menarche 11 tahun 1 5 12 tahun 3 15 13 tahun 9 45 14 tahun 7 35

Total 20 100

Dismenore 1 hari 13 65 2 hari 4 20 3 hari 2 10 4 hari 0 0 5 hari 1 5

Total 20 100

Siklus Menstruasi Teratur 3 15

Tidak Teratur 17 85

Total 20 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum

diberikan kompres hangat sebagian besar responden (70%) mengalami dismenore dengan intensitas nyeri sedang.

Tabel 2. Distribusi Intensitas Dismenore Siswi Sebelum Diberikan Kompres Hangat

di SMAN 1 Curup Selatan Tahun 2013

Sebelum Intervensi Frekuensi Persentase

Nyeri ringan 4 20 Nyeri sedang 14 70 Nyeri berat 2 10

Total 20 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sesudah

diberikan kompres hangat hampir seluruh responden (85%) mengalami dismenore dengan intensitas nyeri ringan.

Tabel 3. Distribusi Intensitas Dismenore

Siswi Sesudah diberikan Kompres Hangat di SMAN 1 Curup Selatan Tahun 2013

Sesudah Intervensi Frekuensi Persentase

Nyeri ringan 1 5 Nyeri sedang 17 85 Nyeri berat 2 10

Total 20 100

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

231 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 4 menunjukkan intensitas dismenore sebelum dan sesudah kompres hangat dengan nilai p=0,000 < α 0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kompres hangat terhadap pengurangan intensitas dismenore.

Tabel 4. Pengaruh Kompres Hangat Sebelum dan Sesudah diberikan

pada Penderita Dismenore di SMAN 1 Curup Selatan Tahun 2013

Intensitas Dis-

menore n

Re-rata

SD z P

CI 95%

Lower-Upper

Nyeri sebelum kompres hangat

20 1,90 0,553 6,474

0,000 0.575 - 1.125 Nyeri

sesudah kompres hangat

20 1,05 0,394 6,474

PEMBAHASAN

Hasil uji t dependent menunjukkan

intensitas dismenore memiliki rata-rata sebelum kompres hangat (1,90) dan sesudah kompres hangat (1,05) dengan selisih sebelum dan setelah kompres hangat yaitu (0,85), t (6,474) dengan hasil p 0,000 < α 0,005. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa intensitas dismenore sesudah diberikan kompres hangat menjadi berkurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Husni dan Duweny (2010), menyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian kompres hangat menunjukkan bahwa kompres hangat dapat menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi laparatomi.

Sejalan dengan penelitian Wahyuni dan Nurhidayat (2008) menyatakan bahwa kompres hangat merupakan tindakan untuk menurunkan nyeri dengan memberikan energi panas melalui proses konduksi, dimana panas tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga menambah pemasukan oksigen, nutrisi dan leukosit darah yang menuju ke jaringan tubuh, akibatnya adalah memperkecil inflamasi, menurunkan nyeri dan kekakuan otot serta mempercepat penyembuhan jaringan lunak. Hasil penelitian didukung oleh pendapat Perry dan Potter, 2005) menyatakan kompres hangat merupakan bagian dari stimulasi kutaneus yang dapat menyebabkan pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini merupakan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri. Kompres hangat merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Keuntungannya juga dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya.

Hasil penelitian ini didukung oleh Perry dan Potter (2005) yang menyatakan bahwa pemakaian kompres hangat dapat menimbulkan respon sistemik dan lokal. Respon sistemik terjadi melalui mekanisme peningkat konservasi panas (vasokontriksi). Respon lokal terhadap panas terjadi melalui stimulasi ujung saraf, yang berada di dalam kulit yang sensitif terhadap suhu. Stimulasi ini akan mengirimkan impuls dari perifer ke hipotalamus yang akan menyebabkan timbulnya kesadaran terhadap suhu lokal dan memicu timbulnya respons adaptif untuk mempertahankan suhu normal tubuh. Jika perubahan terjadi di sepanjang jalur sensasi suhu, penerimaan dan persepsi terhadap stimulasi akan diubah.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Lewellyn (2001) menyatakan bahwa efek panas secara biologis yaitu adanya peningkatan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi (peredaran) darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan meningkat sedangkan Ph darah akan mengalami penurunan (Hani, 2010). Didukung oleh teori Cree dan Rischmiller (2005), menyatakan bahwa manfaat kompres hangat saat dismenore dapat memperbesar kecenderungan darah untuk mengalir, memperlancar sirkulasi, vasodilatasi dan aliran cairan getah bening. Semua efek tersebut dapat memperlancar pengeluaran produk sisa atau toksik, meningkatkan kenyamanan, serta meredakan ketegangan otot. Akibatnya dismenore yang terjadi menyebabkan endometrium mengalami spasme sehingga kekurangan O2 di uterus terjadi. Pemberian dengan kompres hangat dimaksudkan agar proses pertukaran O2 di dalam uterus dapat lancar sehingga spasme otot uterus penyebab dismenore dapat berkurang.

Berdasarkan Teori Gate Control pengiriman nyeri dapat dimodifikasi atau di blok dengan stimulasi pusat. Selama persalinan, perjalanan impuls nyeri dari uterus sepanjang serabut neural kecil

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

232 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

(serabut C) pada bagian ascending ke substansia gelatinosa pada bagian columna spinal. Sel kemudian menghantarkan rangsang nyeri ke otak. Stimulasi taktil seperti masase dapat menghasilkan pesan yang berlawanan yang menghantarkan sepanjang serabut neural terbesar dan tercepat (serabut delta A). Pesan yang berlawanan ini menutup gerbang masuk „gate‟ di substansia gelatinosa sehingga

dapat memblok pesan nyeri (Potter & Perry‚ 2006).

Hasil analisis penelitian ini ditemukan ada 3 orang responden yang tidak mengalami pengurangan nyeri. Hal ini sesuai dengan teori Perry dan Potter (2005) yang menyatakan nyeri itu bersifat subjektif dan individual. Hal ini dipengaruhi oleh makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, keletihan, pola koping, dukungan keluarga dan sosial, serta budaya. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, dikarenakan berbagai latar belakang budaya. Seseorang belajar dari budayanya bagaimana seharusnya merespon nyeri. Rasa cemas juga meningkatkan persepsi nyeri, jika nyeri tidak mendapat perhatian maka rasa cemas tersebut dapat menimbulkan suatu masalah. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi adanya peningkatan nyeri, semakin gaduh suatu lingkungan semakin intensitas nyeri dapat meningkat, jadi diperlukannya lingkungan yang nyaman agar timbul rasa rileks saat dilakukannya kompres hangat. Kelelahan menyebabkan nyeri semakin intensif dan menurunkan koping, jika responden mengalami nyeri sejak lama dan tidak sembuh maka ansietas muncul. Tetapi jika responden mengalami jenis nyeri yang berulang dan dapat berhasil menguranginya, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri akibatnya responden akan lebih siap untuk menghilangkan nyerinya. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan

bahwa ada pengaruh kompres hangat terhadap pengurangan intensitas dismenore. Saran

Selanjutnya disarankan agar manfaat

kompres hangat di bagian lumbal lebih diperkenalkan pada masyarakat yang mengalami dismenore untuk dapat melakukan pengkompresan secara rutin saat

dismenore sehingga dapat merasakan manfaat secara optimal. DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M, Lowdermilk, D.L, & Jensen, M.D. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas: Edisi 4. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8.

Jakarta : EGC. Cree, L. & Rischmiller, S. 2005. Sains dalam

Keperawatan. : Fisika, Kimia, Biologi Edisi 4. Jakarta : EGC.

Hani, A.R. 2010. Teori dan Aplikasi Fisika Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Offset.

Husni & Duweny. 2010. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Op Laparatomi di Ruang Seruni (B2) RSUD M. Yunus Bengkulu. Jurnal Media Kesehatan.

Lewellyn, D. I. J. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta : Hipokrates.

Lubis, Y. & Libraulfa, S. 2011. Efektivitas Relaksasi Pernafasan Terhadap Dismenore Mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Analis Kesehatan Politeknik Bengkulu. Jurnal Media Kesehatan.

Manuaba, I. B. G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.

Perry, P.A & Potter, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC.

Winkjosastro, H. 2009. Ilmu Kandungan Edisi 2 Cetakan 7. Jakarta : PT. Bina

Pustaka. Wahyuni, N.S & Nurhidayat, S. 2008. Jurnal

Efektivitas Pemberian Kompres Panas terhadap Penurunan Nyeri Plebitis Akibat Pemasangan Intravena Line di RSU Aisyiyah Ponorogo.

World Association for Sexual Health. (2008). Sexual health for the millennium: A declaration and technical document.

Minneapolis, MN: World Association for Sexology.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

233 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN

KEPUASAN MAHASISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DENGAN

PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DI AKADEMI KEBIDANAN

MUHAMMADIYAH MADIUN

Rury Narulita Sari (Akbid Muhammadiyah Madiun)

Bhisma Murti (Program Pasca Sarjana UNS Surakarta)

Putu Suriyasa (Program Pasca Sarjana UNS Surakarta)

ABSTRAK

Latar Belakang: Motivasi termasuk faktor internal dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh mahasiswa Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun Angkatan I, II, dan III Tahun Akademik 2011/2012 (besar populasi: 160 mahasiswa). Besar sampel 40 mahasiswa dan diambil dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan indeks prestasi mahasiswa. Analisis data menggunakan regresi linier ganda. Hasil: Terdapat hubungan positif antara motivasi belajar dengan prestasi belajar. Mahasiswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki prestasi belajar 0,01 point lebih tinggi daripada mahasiswa dengan motivasi belajar rendah (b = 0,01; CI = 95% 0,01 hingga 0,02; p < 0,001). Ada hubungan positif antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar. Mahasiswa dengan kepuasan tinggi dalam proses belajar mengajar memiliki prestasi belajar 0,01 point lebih tinggi daripada mahasiswa dengan kepuasan rendah dalam proses belajar mengajar (b = 0,01; CI = 95% 0,00 hingga 0,01; p = 0,064). Kesimpulan: Ada hubungan positif antara motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa.

Kata kunci: motivasi belajar, kepuasan, proses belajar mengajar, prestasi belajar

PENDAHULUAN

Latar belakang

Lembaga pendidikan bertujuan

memberikan layanan kepada konsumen dan pihak yang dilayani ingin memperoleh kepuasan dari layanan tersebut, dengan kompensasi mereka membayar kepada lembaga pendidikan tersebut sejumlah cost

yang nantinya dipergunakan untuk menggerakkan proses pencetak yang dikenal sebagai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) peserta didik.

Mahasiswa pada perguruan tinggi merupakan konsumen dan perguruan tinggi sebagai produsen, tentunya dalam hal ini mahasiswa akan memiliki tingkat kepuasan sebagai konsumen, yang menikmati dan menghabiskan jasa dari produsen. Kepuasan mahasiswa merupakan tingkat perasaan yang dimiliki atau dirasakannya, setelah dia merasakan proses pembelajaran yang sudah terjadi. Kemudian membandingkannya dengan gambaran atau harapan yang dimilikinya.

Mutu proses belajar mengajar diartikan sebagai mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan peserta didik. Sedangkan mutu hasil proses belajar mengajar ialah mutu hasil dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan peserta didik yang terwujud dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai rata-rata dari semua mata pelajaran dalam satu semester.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Hal ini mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa (Uno, 2011).

Tingginya motivasi belajar berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Motivasi dapat menumbuhkan minat belajar. Bagi mahasiswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai keinginan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Imran, 2006).

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Dengan timbulnya suatu kepuasan dalam proses belajar mengajar akan menimbulkan motivasi yang baik bagi siswa. Hal ini mempunyai dampak yang positif untuk mencapai prestasi belajar yang baik.

Prestasi belajar merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

234 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan dosen sebagai pemegang peran penting/ utama yang ditunjang dengan sarana dan prasarana.

Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun merupakan salah satu pendidikan tinggi kebidanan yang ingin meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Kualitas pelayanan pendidikan dapat dilihat dari mutu proses dan hasil dalam kegiatan belajar mengajar mahasiswa (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun, 2010).

Mahasiswa Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun berasal dari berbagai latar belakang keluarga dan pendidikan atas yang berbeda-beda, baik SMA (jurusan IPA atau IPS), SMK, dan MA. Hal ini juga mempengaruhi motivasi belajarnya. Melalui pengamatan terhadap hasil belajar mengajar di Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun selama 3 tahun terakhir terjadi penurunan prestasi mahasiswa yang dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1. Persentase Indeks Prestasi Selama 3 Tahun Terakhir

Tahun Akademik

Semester Rerata

IP Kelas

Persen

2007-2008 I 2,76 69% II 2,88 72%

2008-2009 I 2,89 72,25% II 2,88 72% III 3,38 84,5%

IV 3,13 78,25% 2009-2010 I 2,85 71,25%

II 2,15 53,75% III 3,14 78,5% IV 3,02 75,5% V 2,85 64,5% VI 2,39 59,75%

Dari hasil wawancara dengan mahasiswa

Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun pada waktu bimbingan akademik diperoleh hasil bahwa 30 dari 38 mahasiswa mengalami penurunan nilai IP dikarenakan ketidakpuasan terhadap kinerja dosen dalam proses pembelajaran di kelas. Ketidakpuasan tersebut juga ditunjang oleh pelayanan akademik dan juga keberadaan fasilitas penunjang seperti laboratorium dan perpustakaan.Berbagai upaya telah dilakukan seperti mengikutsertakan dosen dalam berbagai pelatihan, melengkapi fasilitas laboratorium dan pengadaan buku perpustakaan. Namun, upaya tersebut dinilai masih kurang. Keikutsertaan dosen dalam berbagai pelatihan belum serta merta dapat mengubah kinerjanya dalam proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan studi pendahuluan tentang kepuasan mahasiswa yang dilakukan peneliti di terhadap 40 mahasiswa didapatkan hasil sebagai berikut:

Puas

Tidak Puas

0

10

20

30

40

50

60

70

Gambar 1. Kepuasan Mahasiswa

Terhadap Proses Belajar Mengajar

Dari Gambar 1 dapat diketahui tingkat kepuasan mahasiswa sebesar 60,8% dan tidak puas sebesar 39,2%; ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pendidikan masih kurang dinilai dari segi kepuasan mahasiswa.

Dari latar belakang masalah di atas penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut karena belum pernah dilakukan penelitian yang serupa sebelumnya agar dapat diketahui bagaimana hubungan antara motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa di Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Akademi Kebidanan Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun Jalan Mayjend Panjaitan No. 18 Madiun, selama kurun waktu semester ganjil tahun akademik 2011/2012 yaitu mulai bulan Desember 2011 sampai April 2012. Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh mahasiswi DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun sejumlah 160 mahasiswi.

Teknik pengambilan sampel yang dalam penelitian ini menggunakan proportional stratified random sampling yang diambil dari mahasiswa Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun yang dipilih dari tingkat I, II, dan III tahun akademik 2011-2012. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik ganda sehingga ukuran sampel yang digunakan adalah (15-20) x jumlah variabel independen jadi jumlahnya 30-40 sampel. Stratifikasi sampel dalam penelitian ini adalah:

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

235 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 2. Stratifikasi Sampel Penelitian

Strata Anggota Populasi

Sampel Persen

Tingkat I 73 18 46% Tingkat II 47 12 29% Tingkat III 40 10 25%

Jumlah 160 40 100%

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar, sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar.

Definisi operasional motivasi belajar adalah dorongan dari diri seseorang baik dari dalam maupun dari luar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman. Pengukuran menggunakan pertanyaan dalam kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Setiap pertanyaan mempunyai jawaban sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skala pengukuran kontinu.

Definisi operasional kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar adalah persepsi mahasiswa terhadap seluruh mutu pelayanan pembelajaran yang diperoleh dari faktor proses belajar mengajar yang meliputi: kurikulum/ bahan pelajaran, guru/ pengajar, sarana dan fasilitas, serta administrasi/ manajemen. Pada penelitian ini pengukuran menggunakan pertanyaan dalam kuesioner telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Setiap pertanyaan mempunyai jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skala pengukuran kontinu.

Definisi operasional prestasi belajar mahasiswa adalah kecakapan nyata dalam suatu mata kuliah setelah mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu yang indikatornya dinyatakan dalam Indeks Prestasi (IP). Alat ukur berupa dokumen penilaian/ kartu hasil studi (KHS). Skala pengukuran kategorikal.

Validitas isi (content validity) kuesioner motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar diuji dengan menggunakan matriks/ kisi-kisi.

Reliabilitas variabel yang diteliti diuji dengan korelasi item total dan Alpha Cronbach. Masing-masing item (butir) pertanyaan harus memiliki koefisien korelasi item total r > 0.20. Kuesioner tersebut harus memiliki Alpha Cronbach > 0,60.

Karakteristik subjek data kontinu dideskripsikan dalam n, mean, SD, minimum, maksimum. Karakteristik subjek data kategorikal dideskripsikan dalam n dan

persen. Hubungan antara motivasi belajar dan

kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar dianalisis dengan model regresi linier ganda, sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2

Y = prestasi belajar (skor) X1 = motivasi belajar (skor) X2 = kepuasan mahasiswa dalam proses

belajar mengajar (skor) Kekuatan hubungan variabel ditunjukkan oleh koefesien regresi b: b = 0 tidak ada hubungan b > 0 terdapat hubungan positif b < 0 terdapat hubungan negatif Kemaknaan statistik b diuji dengan uji t. Hasilnya uji t dinyatakan dalam nilai p. HASIL PENELITIAN

Tabel 3 Korelasi motivasi belajar dan

kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar

Variabel 1 Variabel 2 Pearson

Correlation p

Motivasi belajar

Prestasi belajar

0,73 <0,001

Kepuasan dalam proses

belajar mengajar

Prestasi belajar

0,63 <0,001

Motivasi belajar

Kepuasan dalam proses

belajar mengajar

0,64 <0,001

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan hasil

bahwa terdapat korelasi positif dan secara statistik signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar (r = 0.73, p < 0.001) dan juga terdapat korelasi positif dan secara statistik signifikan antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar (r = 0.63, p < 0.001).

Terdapat korelasi positif antara motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Juga terdapat korelasi positif antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki skor kepuasan dalam proses belajar mengajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki skor kepuasan dalam proses belajar mengajar rendah.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

236 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 4.4 Hasil analisis multivariat regresi linier ganda tentang motivasi belajar,

kepuasan dalam proses belajar mengajar, dan prestasi belajar.

Variabel Koefisien

Regresi (b) t p

CI 95%

Batas bawah

Batas atas

Konstanta 1,46 6,02 < 0,001 0,97 1,95

Motivasi belajar

0,01 4,02 < 0,001 0,01

0,02

Kepuasan dalam proses belajar

mengajar

0,01 1,91 0,064 0,00 0,01

n=40 , R2=55,4%, p<0,001

Tabel 4 menunjukkan bahwa ada

hubungan positif antara motivasi belajar dengan prestasi belajar. Setiap peningkatan 1 poin skor motivasi belajar akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,01 poin. Setiap peningkatan 10 poin skor motivasi belajar akan meningkatkan 0,1 poin prestasi belajar (b = 0,01; CI = 95% 0,01 hingga 0,02; p < 0,001).

Hasil analisis juga juga menunjukkan hubungan positif antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar. Setiap peningkatan 1 poin skor kepuasan dalam proses belajar mengajar akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,01 poin. Setiap peningkatan 10 poin skor kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar akan meningkatkan 0,1 poin prestasi belajar (b = 0,01; CI = 95% 0,00 hingga 0,01; p = 0,064).

R2 sebesar 55,4%, artinya variabel

motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar mampu mempengaruhi prestasi belajar sebesar 55,4%, sedangkan 44,6% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

PEMBAHASAN Motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa

Terdapat korelasi positif dan secara

statistik signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa motivasi belajar mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan Winkel (2006) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: faktor intelektual (taraf intelegensi, kemampuan belajar, cara belajar), faktor non intelektual (motivasi belajar, sikap, perasaan,

kondisi psikis). Sedangkan faktor eksternal meliputi: faktor proses belajar, faktor sosial di sekolah (sistem sekolah, status sosial siswa, interaksi guru dengan siswa), faktor situasional (politik, ekonomi, waktu, tempat, keadaan musim). Maka, motivasi belajar termasuk salah satu faktor internal non intelektual dalam mencapai prestasi belajar.

Selama belajar seseorang mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik, mental dan panca indera, otak dan bagian tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan, seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan sebagainya (Sukmadinata, 2008). Maka, motivasi merupakan salah satu aspek kejiwaan yang berperan selama proses belajar.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar (Ridwan, 2008). Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang dilakukan.

Dalam penelitian ini, terdapat hubungan positif antara motivasi belajar dengan prestasi belajar yang secara statistik signifikan. Mahasiswa yang motivasi belajarnya tinggi memiliki prestasi belajar 0,01 point lebih tinggi daripada mahasiswa yang motivasi belajarnya rendah (b = 0,01; CI = 95% 0,01 hingga 0,02; p < 0,001).

Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki motivasi belajar rendah.

Kepuasan mahasiswa dalam belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa

Terdapat korelasi positif dan secara

statistik signifikan antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar. Telah dijelaskan oleh Winkel (2006) bahwa selain dipengaruhi oleh faktor internal, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang meliputi: faktor proses belajar, faktor sosial di sekolah (sistem sekolah, status sosial siswa, interaksi guru dengan siswa), faktor situasional (politik, ekonomi, waktu, tempat, keadaan musim). Dalam penelitian ini kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar berhubungan dengan faktor sosial di sekolah.

Kotler dan Keller (2006: 136) telah menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kekecewaan seseorang setelah membandingkan kinerja

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

237 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Dalam perguruan tinggi jasa pelayanan pendidikan disajikan kepada mahasiswa sebagai konsumen. Apabila mahasiswa merasa puas dengan perkuliahan yang diikutinya, maka akan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Mahasiswa sebagai konsumen biasanya melihat tanda-tanda dari sesuatu yang bisa dilihat atau dirasakan untuk bisa menilai kualitas sesuatu jasa pendidikan. Mereka akan melihat kualitas dari kualitas kinerja guru/ dosen, tata usaha, dan karyawan (modal manusianya), sarana-prasarana, peralatan pendidikan (media pembelajaran) disesuaikan dengan harga yang mereka bayar pada lembaga pendidikan (Gojali dan Umiarso, 2011).

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar yang secara statistik signifikan. Mahasiswa yang tingkat kepuasan dalam proses belajar mengajarnya tinggi memiliki prestasi belajar 0,01 point lebih tinggi daripada mahasiswa yang tingkat kepuasan dalam proses belajar mengajarnya rendah.

Mahasiswa yang memiliki skor kepuasan dalam proses belajar mengajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki skor kepuasan dalam proses belajar mengajar rendah.

Motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar mahasiswa

Motivasi belajar dan kepuasan

mahasiswa dalam proses belajar mengajar mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Secara bersama-sama motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dapat menjelaskan variabel prestasi belajar mahasiswa.

Berdasarkan analisis data motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar mampu menjelaskan 55,4% dari variabel prestasi belajar mahasiswa.

Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang baik akan mendorong mahasiswa untuk belajar. Hal tersebut jika ditunjang dengan tercapainya kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar akan meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat hubungan positif antara

motivasi belajar dengan prestasi belajar. Mahasiswa dengan motivasi belajar tinggi berpotensi memiliki prestasi belajar 0,01 kali lebih tinggi daripada mahasiswa dengan motivasi belajar rendah.

2. Terdapat hubungan positif antara kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar. Mahasiswa dengan tingkat kepuasan dalam proses belajar mengajar tinggi berpotensi memiliki prestasi belajar 0,01 kali lebih tinggi daripada mahasiswa dengan tingkat kepuasan dalam proses belajar mengajar rendah.

3. Motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar mampu mempengaruhi prestasi belajar sebesar 55,4%.

Saran

1. Bagi institusi pendidikan

Institusi pendidikan sebaiknya memberikan pelayanan pendidikan yang memuaskan, yaitu dengan memenuhi semua komponen yang terkait dengan pengajaran meliputi: tujuan pendidikan dan pengajaran, siswa, tenaga kependidikan, kurikulum, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi pengajaran. Dengan demikian dapat meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.

2. Bagi Mahasiswa Timbulnya motivasi belajar dari diri mahasiswa terutama motivasi yang muncul dari dalam mahasiswa itu sendiri. Adanya motivasi belajar ditunjang dengan kualitas pelayanan pendidikan yang bermutu diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar.

3. Bagi Orang Tua Adanya kerjasama antara orang tua dan mahasiswa serta lembaga pendidikan dalam mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Orang tua sebagai motivator bagi mahasiswa di lingkungan keluarga, sedangkan lembaga pendidikan sebagai sarana dalam mencapai prestasi mahasiswa.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

238 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi A dan Supriyono W. 2004. Psikologi belajar. Jakarta: Rhineka Cipta.

Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun. 2012. Buku panduan akademik Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun. Madiun: Akbid Muhammadiyah Madiun.

Anitah S. 2011. Media pembelajaran.

Surakarta: UNS Press Arikunto S. 2002. Prosedur penelitian

sesuatu pendekatan praktik, Jakarta: Rineka Cipta

Azwar S. 2010. Tes prestasi, fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. 2011. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Daryanto. 2011. Sari kuliah manajemen

pemasaran. Bandung: CV. Yrama Widya Giantari IGAK, Agung IGNJ, Ardhani IGAKS

dan Rahanatha GB. 2008. Analisis kepuasan mahasiswa terhadap proses belajar mengajar di program Diploma III FE UNUD. Buletin Studi Ekonomi, 13:52-

66. http://ejournal.unud.ac.id. Diakses tanggal 28 Desember 2011

Hadis A dan Nurhayati. 2010. Manajemen mutu pendidikan. Bandung: Alfabeta

Hamalik O. 2001. Proses belajar mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

_________. 2008. Kurikulum dan pembelajaran, Ed 1, Cet.8. Jakarta: PT

Bumi Aksara Hamdu dan Agustina. 2011. Pengaruh

motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar IPA di sekolah dasar. Jurnal penelitian pendidikan Vol. 12 No.1 April 2011. Diakses tanggal 25 Mei 2012

Impartina A. 2010. Hubungan persepsi tentang kinerja dosen dan ketersediaan fasilitas dengan kepuasan mahasiswa kebidanan (Tesis). Surakarta: (Tidak Dipublikasikan) Pascasarjana UNS.

Iskandar Y. 2009. Test potensi akademik. Jakarta: Dharma Graha Group.

Kotler P. 2006. Manajemen pemasaran (Edisi millenium terjemahan). Jakarta: Prenhallindo.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

__________. 2008. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Malik ME. 2010. Impact of motivation to learn and job attitudes on organizational learning culture in a public service organization of pakistan. A Research Journal of South Asian Studies 25 (2):

217-235. Diakses tanggal 9 Januari 2012

Mamik. 2010. Organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan dan kebidanan.

Surabaya: Prins Media Publishing. Murti B. 2010. Desain dan ukuran sampel

untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. Purwanto N. 2011. Psikologi pendidikan.

Bandung: Remaja Rosdakarya Qoyyimah AU. 2009. Hubungan karakteristik

dosen dengan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar di program studi D-III Kebidanan Stikes Muhammadiyah Klaten (Tesis). Surakarta: (Tidak Dipublikasikan) Pascasarjana UNS.

Ridwan. 2008. “ Pengaruh kegiatan belajar terhadap prestasi yang dicapai” (dalam http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/), diakses 28 Desember 2011.

SK Dirjen Mandikdasmen No.12/C/Kep/TU/2008: Panduan penyusunan laporan hasil belajar peserta didik SMA.

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT

Asdi Mahasatya Sukmadinata NS. 2010. Pengembangan

kurikulum teori dan praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryabrata S. 2004. Psikologi pendidikan, Ed. 5. Cet. 12. Jakarta: Grafindo Persada.

Syah M. 1999. Psikologi pendidikan.

Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. __________. 2005. Psikologi pendidikan

dengan pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Umiarso dan Gojali I. 2011. Manajemen mutu sekolah di era otonomi pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Uno H. 2011. Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Winkel WS. 2006. Psikologi pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.

Yuneta, Agus Eka. 2010. Hubungan antara profesionalitas dosen dan kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dengan prestasi belajar asuhan kebidanan I (Tesis). Surakarta: (Tidak Dipublikasikan) Pascasarjana UNS.

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

239 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PARITAS DAN SOSIAL EKONOMI BERHUBUINGAN DENGAN

KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010-2012

Evi Desfauza

(Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan)

ABSTRAK

Latar belakang: Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 memperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu yang paling tinggi disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%. Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada awal kehamilan. Salah satu penyebab perdarahan pada kehamilan muda adalah mola hidatidosa. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan mola hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 - 2012. Metode: Penelitian bersifat analitik dengan desain Case Control. Pengumpulan data dilakukan dengan format checklist, populasi berjumlah 203 dan sampel 64 sebagai kasus dan 64 sebagai kontrol, pengambilan sampel menggunakan teknik sistematik random sampling, Pengumpulan data selama 1 minggu. Analisis data dilakukan univariat dan bivariat. Hasil: Ada hubungan signifikan antara paritas dengan kehamilan mola hidatidosa dengan p 0,00 (<0,05), sosial ekonomi dengan kehamilan mola hidatidosa dengan p 0,01 (<0,05), dan tidak ada hubungan signifikan antara umur dengan kehamilan mola hidatidosa. Kesimpulan dan saran: Adanya hubungan mola hidatidosa dengan peritas tinggi dan sosial ekonomi rendah, maka diharapkan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan lagi penyuluhan dan promosi kesehatan khususnya mengenai keluarga berencana dan nutrisi untuk ibu hamil. Kata Kunci: Mola hidatidosa, umur, paritas, sosial ekonomi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 memperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup (Brahim, 2010).

Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung, dan 20% tergolong pada kematian ibu tidak langsung seperti anemia pada kehamilan. Penyebab langsung kematian ibu 25% karena perdarahan, 14% sepsis, 12% hipertensi dalam kehamilan, 8% partus macet, 13% komplikasi aborsi tidak aman , dan sebab-sebab lain 8% (Prawirohardjo, 2008).

Kematian ibu yang paling tinggi disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%. Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada awal kehamilan (kehamilan muda). Salah satu penyebab perdarahan pada kehamilan muda adalah mola hidatidosa (Maryunani, 2012).

Insidensi mola hidatidosa di negara barat lebih rendah dari pada negara Asia dan beberapa negara Amerika Latin. Di Amerika Serikat kejadian mola hidatidosa 1:1.450 – 1:2.000 persalinan, Italia 1:1.642 persalinan, Korea 3:1000 persalinan, Meksiko 1:486 kehamilan, Jepang 3:2000 persalinan (Martaadisoebrata, 2005). Di negara-negara Barat kejadian mola hidatidosa 1:2000 kehamilan, sedangkan di Asia kejadian mola hidatidosa 1 dari 120 kehamilan (Prawirohardjo, 2008).

Frekuensi mola hidatidosa dari berbagai belahan dunia berbeda-beda. Di Amerika Serikat merupakan negara yang sangat rendah yaitu 1:2000 kehamilan, Mexico City 1:200 kehamilan, Filiphina 1:173 kehamilan , India 1:160 kehamilan, Taiwan 1:125 kehamilan. Dan di Indonesia ternyata frekuensi mola hidatidosa tertinggi yaitu berkisar antara 1:50 sampai 1:141 kehamilan (Satria, 2011).

Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 mencatat kasus mola hidatidosa sebanyak 121 orang, tahun 2009 sebanyak 125 dan tahun 2010 sebanyak 105 orang (Satria, 2011). Berdasarkan penelitian Martini Alim (2009), di RSUD Labuang Baji Makassar periode Januari-Desember 2006, kejadian mola hidatidosa berkisar antara 22:964 kehamilan atau 2,28%.

Menurut Sofian (2011) berdasarkan laporan Soejono di RS Dr.Cipto

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

240 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Mangunkusumo, prevalensi mola hidatidosa terjadi 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan. Laporan Soetomo di Surabaya prevalensi mola hidatidosa terjadi 1:80 persalinan. Djamhoer Martaadisoebrata melaporkan di Bandung insiden mola hidatidosa 9-21 per

1000 kehamilan, dan Luat A. Siregar melaporkan di Medan insiden mola hidatidosa 11-16 per 1000 kehamilan.

Berdasarkan hasil survey di RSUP H. Adam Malik Medan. Tahun 2010 angka kejadian mola hidatidosa terdapat 17:809 kehamilan, tahun 2011 terdapat 22:719 kehamilan, dan pada tahun 2012 terdapat 25:809 kehamilan. Dengan melihat peningkatan yang terjadi dari tahun ke tahun, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan mola hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012”. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam

Malik Medan selama 3 bulan di mulai dari bulan Februari sampai April 2013, pengumpulan data selama 2 minggu. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain Case Control, sebagai kasus adalah ibu hamil mola hidatidosa dan sebagai control adalah ibu hamil dengan perdarahan yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Tahun 2010-2012.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita hamil yang di rawat inap dengan keluhan pendarahan pervagina trimester I di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012, sebanyak 203 kasus. Sampel kasus adalah semua ibu yang dirawat dengan mola hidatidosa sebanyak 64 orang control semua ibu yang dirawat dengan perdarahan pervagina tanpa mola hidatidosa. Kasus dan control berbanding 1:1 maka besarnya sampel adalah 128. Teknik pengambilan sampel kontrol dengan menggunakan sistematik random sampling menggunakan rumus menurut Notoatmojo.

Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari medical record RSUP H. Adam Malik Medan mulai dari tahun 2010-2012, Instrumen penelitian ini menggunakan daftar checklist. Analisis data dilakukan secara univariabel, dan bivariabel menggunakan Chi-square dengan derajat kepercayaan 95%

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kehamilam Mola Hidatidosa di

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 -2012” di dapat 64 sampel sebagai kasus dan 64 sampel sebagai kontrol dengan hasil distribusi responden berdasarkan umur, paritas dan sosial ekonomi.

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Faktor yang Berhubungan Dengan

Kehamilan Mola Hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 – 2012

Variabel

Kehamilan Mola

Hidatidosa

Perdarahan pervaginam

n f n f

Umur (th) <20/>35 20-35

41 23

64,1 35,9

33 31

51,6 48,4

Total 64 100 64 100

Paritas > 3

≤ 32.

33 31

51,6 48,4

3

61

4,7 95,3

Total 64 100 64 100

Sosial Ekonomi Rendah Tinggi

53 11

82,8 17,2

40 24

62,5 37,5

Total 64 100 64 100

Tabel 2. Hubungan Umur, Paritas dan Sosial

Ekonomi dengan Kehamilan Mola Hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan

Tahun 2010-2012 Variabel

Independen Mola hidati-dosa

Perda-rahan Per

vagina

Total

N % N % N %

Umur Ibu (th)

<20/>35 41 55,4 33 44,6 74 100 20– 35 23 42,6 31 57,4 54 100

Total 64 50 64 50 128 100

P= 0,152 OR=0,825-0,399)

Paritas

> 3 33 91,7 3 8,3 36 100

≤ 3 31 33,7 61 66,3 92 100

Total 64 50 64 50 128 100

P= 0,000 OR=6,149-6,193)

Sosial ekonomi Rendah 53 57,0 40 43,0 93 100 Tinggi 11 31,4 24 68,6 35 100

Total 64 50 64 50 128 100

P= 0,01 OR=1,269-56,585)

Analisa Univariabel

Dari penelitian yang dilakukan, maka

dapat diperoleh data tentang distribusi responden berdasarkan umur, paritas, dan sosial ekonomi dengan kehamilan mola hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012 adalah sebagai berikut:

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

241 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Analisa Bivariabel

Analisa bivariabel untuk mengetahui

hubungan variabel umur, paritas, dan sosial ekonomi dengan kehamilan mola hidatidosa di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2012 dapat dilihat pada tabel berikut : Hubungan Umur dengan Kehamilan Mola Hidatidosa

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan

tidak ada hubungan signifikan antara kehamilan mola hidatidosa dengan ibu hamil berusia <20 - >35 tahun dibandingkan ibu hamil berusia 20 – 35 tahun. Dari hasil analisa bivariat didapat hasil uji chi-square p Value 0,152 berarti nilai p Value > 0,05.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Eva Mariana (2006) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005, dimana dari hasil penelitiannya menyatakan ada hubungan yang signifikan antara ibu hamil berusia <20 - >35 dengan kehamilan mola hidatidosa.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan pendapat (Martaadisoebrata, 2005), yang mengatakan resiko tinggi untuk mengalami kehamilan mola hidatidosa, yaitu mereka yang hamil pada usia di atas 35 tahun dan kurang dari 20 tahun.

Hal ini kemungkinan disebabkan hamil yang berusia <20 - >35 tahun, memiliki jumlah paritas ≤ 3 dan berada pada tingkat sosial ekonomi tinggi, sehingga semakin kecil resiko mengalami kehamilan mola hidatidosa, namun jika seorang wanita hamil pada usia <20 - >35 tahun, memiliki jumlah paritas > 3, dan berada pada sosial ekonomi rendah semakin tinggi pula resiko terjadi kehamilan mola hidatidosa. Hubungan Paritas Dengan Kehamilan

Mola Hidatidosa

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan adanya hubungan signifikan antara kehamilan mola hidatidosa dengan ibu hamil

yang telah memiliki anak > 3, dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki anak ≤ 3. Dari analisa bivariat didapat hasil uji chi-square p Value 0,00 berarti nilai p Value <

0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya oleh Martini Alim (2008), di RSUD Labuang Baji Makassar tahun 2007, dimana dari hasil penelitiannya menyatakan ada hubungan yang signifikan antara paritas tinggi dengan kehamilan mola hidatidosa.

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita

(BKKBN, 2006). Sesuai teori Sofian (2011) mola hidatidosa lebih sering dijumpai pada

multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.

Pada penelitian ini ibu dengan paritas tinggi cenderung mengalami kehamilan mola hidatidosa. Secara fisik paritas yang tinggi mengurangi kemampuan uterus sebagai media pertumbuhan janin. Berkurangnya kemampuan uterus tersebut mengakibatkan hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio setelah fertilisasi, namun terjadi proliferasi dari vili korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan

berkembang lebih cepat dari usia gestasi normal, tidak dijumpai adanya janin, dan kavum uteri hanya terisi oleh jarigan seperti rangkaian buah anggur. Ini yang menyebabkan adanya kaitan antara kehamilan mola hidatidosa dengan paritas tinggi.

Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kehamilan Mola Hidatidosa

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan

adanya hubungan signifikan antara kehamilan mola hidatidosa dengan ibu hamil yang berada pada sosial ekonomi rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang berada pada sosial ekonomi tinggi. Dari analisa bivariat didapat hasil uji chi-square p Value 0,01 dengan p Value < 0,05.

Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat (Martaadisoebrata, 2005) yang mengatakan kehamilan mola hidatidosa, banyak ditemukan pada golongan sosial ekonominya rendah yang kurang mengkonsumsi protein.

Pada penelitian ini responden yang berada pada sosial ekonomi rendah cenderung mengalami kehamilan mola hidatidosa. Sosial ekonomi rendah berkaitan dengan asupan nutrisi yang di konsumsi perhari. Kurangnya asupan nutrisi yang dikonsumsi akan melemahkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena suatu penyakit. Mola Hidatidosa erat kaitannya dengan defisiensi asupan protein. Dimana asupan protein yang tinggi di perlukan pada saat ibu hamil trimester I karena organ – organ vital mulai terbentuk pada masa ini. Apabila asupan protein tidak mencukupi maka kemungkinan terjadi suatu kelainan dalam kehamilan meningkat dan mudigah dapat mati pada usia kehamilan 3 – 5 minggu, sehingga terjadi gangguan peredaran darah sehingga dan terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan

akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung yang menyerupai rangkaian

Volume III Nomor 4, November 2013 ISSN: 2086-3098

242 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

buah anggur.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tidak ada hubungan signifikan antara usia ibu <20 - >35 tahun dengan kejadian kehamilan mola hidatidosa

2. Adanya hubungan signifikan antara Paritas ibu > 3 dengan kehamilan mola hidatidosa

3. Adanya hubungan signifikan antara sosial ekonomi rendah dengan kehamilan mola hidatidosa

Saran

1. Diharapkan agar pihak institusi pendidikan dapat meningkatkan jumlah dan variasi kepustakaan di perpustakaan institusi terutama tentang kehamilan patologi

2. Diharapkan bagi bidan yang bekerja di RSUP H. Adam Malik untuk meningkatkan lagi penyuluhan dan promosi kesehatan khususnya mengenai keluarga berencana dan nutrisi yang baik sewaktu hamil.

3. Diperlukan penelitian serupa lebih mendalami dengan menggunakan metode lain, seperti Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan mola hidatidosa

DAFTAR PUSTAKA

Alim, Martini,2007, Gambaran Angka Kejadian Mola Hidatidosa di RSUD Labuang Baji Makasar Periode Jakarta-Desember 2006 http://Rekam.Medik.RSUD.Labuang Baji Makasar.html. Diakses pada tanggal : 25-02-2013. Pukul : 08.54 Wib

Badan Kependudukan Keluaraga Berencana Nasional (BKKBN), 2006, Pengertian Paritas http://paritas.menurut.BKKBN.html. Diakses pada tanggal : 26-03-2013, Pukul : 17.37 Wib

Brahim R, Sitohang V, Zulkarnaen I, 2011, Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Hidayat.A, Aziz Alimul, 2011, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta

Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta

Martaadisoebrata, D, 2005, Buku Pedoman

Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional, EGC, Jakarta

Maryunani A, 2012, Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta

Mukhamoromah dan Wahyuningsih, 2011, Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Mola Hidatidosa http://dinamika kebidanan.com/8-15-1- SM.pdf//diakses tanggal 7-04-2013. Pukul 20.18.Wib

Nugroho, T, 2011, Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan, Muha Medika, Yogyakarta

Notoatmodjo, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta

Prawirahardjo, S, 2008, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, Jakarta

-----, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirahardjo, Jakarta Sastoasmoro, S dan Ismael S, 2011, Dasar-

Dasar Metodologi Klinis, Sagung Seto, Jakarta

Satria, 2012, Gambaran Angka Kejadian Mola Hidatidosa di RSUD Tenriawaru Kelas B Kab. Bone Tahun 2008-2010 http://satria-megarezky-bone.blogspot.com/2012/02/gambaran-angka-kejadian-mola hidatidosa,htm : Diakses pada tanggal 25-02-2013. Pukul : 10.15 Wib

Sofian, Amru, 2011, Sinopsis Obstetri, EGC, Jakarta

Wardani, Lidya, 2012, Hubungan Status Sosial Ekomi Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA Sma Negri 20 Medan. http://digilib.unimed.ac.id/hubungan-status-sosial-ekonomi orangtua-dengan-prestasi-belajar-biologi-siswa-kelas-xi-ipa-sma- negeri-20 medan-tahun-pembelajaran-20112012-22748.html. Diakses pada tanggal 18-04-2013. Pukul: 18.00 Wib

Yulaikhah, Lily, 2008, Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan, EGC, Jakarta