proposal stik tunas
DESCRIPTION
rdh trjhr6tTRANSCRIPT
PROPOSAL
ANALISIS KANDUNGAN NITRIT DAN PEWARNA SINTETIS
(RHODAMIN B) PADA BEEF BURGER YANG DI JUAL DI TOSERBA YOGYA
CIAMIS
Cici Sifa Fauziah
20109043
PRODI D3 ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011
HALAMAN PERSETUJUAN
Mahasiswa jurusan Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya yang Saya bimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiahnya :
Nama : Cici Sifa Fauziah
NIM : 20109043
Judul : Analisis kandungan nitrit dan zat pewarna
pewarna sintetis (Rhodamin B) pada beef burger yang dijual di Toserba
Yogya Ciamis
Proposal penelitiannya telah selesai dan siap untuk diseminarkan.
Tasikmalaya, 22 Desember 2011
Disetujui,
Pembimbing Utama PembimbingTeknis
Diketahui,
Ketua Jurusan Analis Kesehatan
STIKes BTH Tasikmalaya
Rianti Nurfalah, SKM
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang di rancang secara khusus
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Untuk kelangsungan hidupnya, manusia
memerlukan kebutuhan yang asasi, yang sering disebut kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia dapat berbeda satu dengan yang lainnya bergantung pada
tingkat peradaban manusia, kebutuhan dasar itu tidak cukup bila dipenuhi hanya
dengan sandang, pangan, serta perumahan dan pemukiman (Winarno, 1993: 3).
Makanan mempunyai sifat mudah busuk, terutama bila penyimpanan dan
pengolahannya salah. Makanan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya, tetapi sebagian besar biasanya terlebih dahulu diolah menjadi berbagai
bentuk dan jenis makanan lain Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki
interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika
semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk
menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan
melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi
(Winarno,1993 : 133).
Bahan pangan berkualitas tinggi yang dikehendaki manusia juga merupakan
produk yang mudah sekali rusak. Dengan keberhasilan aplikasi teknologi pengawetan
pangan secara komersial penyediaan bahan pangan yang mudah rusak dapat di
perpanjang, sehingga memberikan andil yang penuh bermanfaat bagi kesejahteraan
umat manusia (Norman W Desrosier, 1988 : 32)
Menurut Cahyadi (2006), peranan bahan tambahan pangan khususnya bahan
pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi
bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk
lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga relatif murah akan mendorng
meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan
konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
Salah satu jenis pangan yang membutuhkan pengawetan adalah daging.
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu
yang cukup lama agar kualitas dan kebersihannnya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak (Margono,
1993).Tujuan dari pengawetan pangan secara komersial adalah dapt mengawetkan
bahan pangan secara transportasi dari produsen ke konsumen dengan menghindarkan
perubahan-perubahan bahan pangan dari nilai gizinya atau perubahan secara
fisiologis, mengatasi kekurangan produksi akibat musim dan memudahkan dalam
penanganan melalui berbagai bentuk kemasan ( Afrianti, 2008 : 3).
Salah satu jenis pengawet adalah garam nitrit. Biasanya nitrit banyak
digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan beef burger serta
berbagai daging olahan lainnya(Yuliarti, 2007 : 141).
Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88 tentang bahan tambahan
makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging
olahan yaitu sebesar 125 mg/kg (Cahyadi, 2006 : 7).
Konsusmsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Masalah
keracunan nitrit pernah terjadi di Indonesia sekitar tahun 1990 terdapat kasus biskuit
beracun yang menelan korban 38 jiwa akibat mengkonsumsi natrium nitrit yang
secara tidak sengaja ditambahkan pada makanan karena kekeliruan ( Winarno dan
Rahayu, 1994 : 140 ).
Pada awalnya nitrat dan nitrit digunakan untuk memperoleh warna merah
yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat tersebut dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada
makanan yang di awetkan. Penggunaan nitrat dan nitrit semakin meluas pada
pembuatan berbagai jenis daging olahan lainnya (John.M.Deman, 1997 : 531).
Laporan yang di kemukakan oleh food Addictives and Contaminant Committe
tentang pemakaian nitrit dan nitrat pada daging curing dan keju perlu dilakukan
penurunan total maksimum nitrit dan nitrat yang di izinkan. Alasannya didasarkan
pada hasil studi yang dikemukakan pada tahun 1978, yang menyatakan bahwa
pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker pada sistem hewan
percobaan (tikus). Karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan
beberapa amin secara alami kedapatan dalam bahan pangan sehingga membentuk
senyawa nitrosamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Baik di dalam
pangan maupun pencernaan, ternyata senyawa mudah diubah menjadi nitrit, yaitu
senyawa yang tergolong sebagai racun, khususnya NO yang terserap dalam darah,
mengubah haemoglobin darah manusia menjadi nitrose hemoglobin atau
methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen. Kebanyakan penderita
methaemoglobinemia menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak napas,
muntah, dan shock. Kemudian kematian penderita terjadi apabila kandungan
methaemoglobinemia lebih tinggi dari ± 70% (Cahyadi, 2006 : 29 ).
Selain pengawet bahan tambahan makanan lain yang sering ditambahkan
adalah zat pewarna. Pewarna adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Contohnya sepeti karamel, kalsofil, eritrosin dan
tartazine Irianto & Waluyo, 2010 : 76).
Di Indonesia seringkali masih terjadi penyalahgunaan pemakaian zat
pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan
kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini berbahaya bagi kesehatan
karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya
penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat
mengenai zat pewarna untuk makanan, dan di samping itu harga zat pewarna untuk
industri relatif murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan,
salah satu zat pewarna tekstil yang penggunaannya sering digunakan untuk
mewarnai makanan adalah rhodamin B (Winarno & Rahayu, 1994 : 68).
Mengingat perubahan pola konsumsi masyarakat yang pada saat ini lebih
menyukai makanan siap saji karena rasa dan penyiapannya lebih praktis seperti beef
burger, serta adanya kemungkinan pada kedua produk tersebut di tambahkan nitrit
dan zat pewarna Rhodamin B yang melebihi batas maka penulis tertarik untuk
mengetahui kadar nitrit dan zat pewarna Rhodamin B pada produk beef burger yang
di jual di Toserba Yogya Ciamis.
B. Rumusan Masalah
Produk Daging olahan banyak beredar di masyarakat. Dalam hal pembuatan
daging olahan di gunakan nitrit untuk mengawetkannya, dan apabila jumlahnya
berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti methaemoglobinemia.
Selain itu bahan tambahan makanan lain yang sering di tambahkan adalah pewarna
sintetis Rhodamin B, yang juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bila jumlahnya
berlebihan. Berdasarkan hal tersebut, dan latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan yaitu apakah kadar nitrit dan zat pewarna Rhodamin B yang di
tambahkan pada produk beef burger yang di jual di Toserba Yogya Ciamis memenuhi
syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88.
C. Pembatasan Masalah
Sampel yang digunakan yaitu Beef Burger yang di jual di Toserba Yogya
Ciamis.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kandungan nitrit yang digunakan sebagai bahan
tambahan makanan beef burger yang dijual di Toserba Yogya Ciamis.
2. Untuk mengetahui apakah zat pewarna rhodamin B ditambahakan pada
produk beef burger yang dijual di Toserba Yogya Ciamis
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kandungan nitrit dalam beef
burger
2. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih produk beef burger
olahan yang tidak mengandung nitrit dan zat pewarna yang sesuai dengan
Permenkes RI No. No.722/Menkes/PER/IX/88.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Daging
1.Definisi Daging
Daging adalah salah satu komoditi pertanian hasil hewani yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, karena protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat
daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung,
dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Menurut “Food
and Drug Administration”, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak
mamalia seperti sapi dan domba, yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk
dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian otot yang berserat, yaitu yang berasal dari
otot rangka atau lidah, diafragma, jantung dan usofagus Daging adalah salah satu
komoditi pertanian hasil hewani yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan zat gizi protein, karena protein daging mengandung susunan asam amino yang
lengkap. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada
kerangka, (Muchtadi dkk, 2010 : 2).
B. Beef Burger
1.Definisi Beef Burger
Burger sapi merupakan produk olahan daging sapi yang digiling dan
dihaluskan, dicampur bumbu dan kemudian diaduk dengan lemak hingga
tercampur rata dengan proses kuring (Soeparno, 1994). Bahan baku yang
diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau cacah, lemak, bahan
pengikat, bahan pengisi dan aneka bumbu (Senior, 2006).
2. Syarat mutu Beef Burger
TABEL 2
Syarat Mutu Beef Burger
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Aroma - Normal,Sesuai
Label
1.2 Rasa - Normal,Sesuai
Label
1.3 Tekstur - Normal
2. Benda Asing Tidak Boleh
Ada
3. Air - Maks 60
4. Protein % b/b Min 13
5. Lemak % b/b Maks 20
6. Karbohidrat % b/b Maks 25
7. Kalsium (Ca) Mg/100 g Maks 30
8 BTM
8.1 Pengawet - Sesuai SNI 01-
0222-1995
8.2 Pewarna - Sesuai SNI 01-
0222-1995
9. Cemaran Logam
9.1 Timbal (Pb) Mg/Kg Maks 2,0
9.2 Tembaga Mg/Kg Maks 20,0
9.3 Seng (Zn) Mg/Kg Maks 40,0
9.4 Timah (Sn) Mg/Kg Maks 40,0
9.5 Raksa (Hg) Mg/Kg Maks 0,03
10. Cemaran Arsen (As) Mg/Kg Maks 1,0
11. Cemaran Mikroba
11.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 105
11.2 Coliform APM/g Maks 10
11.3 E.Coli APM/g < 3
11.4 Enterococci Koloni/g 102
11.5 Clostridium perfringens Koloni/g Maks 1 x 102
(SNI 01-6683-2002)
C.Bahan Tambahan makanan (Zat aditif)
Bahan tambahan makanan adalah zat yang ditambahkan pada makanan yang
diberikan dalam jumlah kecil dengan maksud untuk memperbaiki rupa, susunan, atau
sifat makanan (Irianto & Waluyo.2010 : 75 ).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76 yang
di maksud bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke
dalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan,
pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 2002 : 214).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2006 :
2).
1. Berdasarkan cara penambahan
Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi 2
golongan besar, Yaitu :
a. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengoahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan
pengeras.
b. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan secara tidak sengaja,
yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut,
terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup
banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan
pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan
dari baghan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam
makanan yang akan di konsumsi. Contoh bahan tambahan pangan
dalam golongan ini adalah residu pestidida (termasuk insektisida,
herbisida, Fungisida, dan Rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon
aromatik polisiklis (Cahyadi, 2006 : 2).
2. Penggunaan Bahan tambahan makanan
Bahan tambahan makanan yang digunakan hanya dapat di benarkan
apabila :
a. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan
dalam pengolahan
b. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang
salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
c. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk makanan
d. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
(Cahyadi.2006 : 2-3).
7. Macam-macam bahan tambahan pangan :
a. Zat pengikat logam
Sekuestran atau zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang
digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat
mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan
sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Dengan demikian
senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur
contohnya seperti(Winarno, 2002 : 215).
b.Zat Antikerak
Zat Antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk tepung atau
butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya.
Zata Antikerak akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang
berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tak dapat larut
(Winarno, 2002 : 217).
c.Zat Pemantap
Digunakan untuk memperoleh tekstur yang keras, contohnya seperti CaCl2,
Ca-Sitrat, Ca-monofosfat
d. Zat Pemanis sintetik
Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,
sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula.
Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang berbeda
dengan polihidrat gula alam (Winarno, 2002 : 218).
a. Zat Penjernih Larutan
Zat ini dipakai untuk mengatasi masalah kekeruhan, pengendapan, dan
oksidasi yang menyebabkan perubahan warna (Winarno, 2002 : 219).
b. Zat Pemucat
Zat pemucat ada yang berfungsi sebagai pemucat saja, dan ada juga yang
berfungsi meningkatkan daya mengembang terigu, dan ada yang berfungsi
untuk keduanya (Winarno, 2002 : 220).
c. Zat Pengasam
Asidulan atau zat pengasam merupakan senyawa kimia yang bersifat asam
yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Zat ini dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi
after taste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah
pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet (Winarno,
2002 : 220).
d. Zat Pengembang Adonan
Bahan pengembang yang sekarang sering dipakai menggunakan bahan-
bahan kimia yang dapat menghasilkan gas CO2. Gas ini diperoleh dari
garam karbonat atau garam bikarbonat.bahan pengembang yang umum
digunakan adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) (Winarno, 2002 : 221).
e. Zat Pengawet
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam
atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya
ada yang efektif terhadap bakteri, khamir ataupun kapang(Winarno, 2002 :
224).
f. Zat Pengental
Bahan makanan yang berupa cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan
gumi dan bahan polimer sintetik. Viskositas yang lebih tinggi diperoleh
dengan teknik pembuatan emulsi (Winarno, 2002 : 226).
g. Zat Pewarna
Zat pewarna merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel, karsofil, eritrosin,
tartazine. Juga bisa digunakan untuk menentukan mutu, indikator kesegaran
atau kematangan (Irianto & Waluyo, 2010 : 76).
h. Penyedap Rasa dan aroma
Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan
atau mempertegas rasa dan aroma, contohnya asam butirat, ametal, asam
glutamat, dan eugenal (Irianto & Waluyo.2010 : 76).
i. Antioksidan
Antioksidan yang paling umum digunakan adalah hidroksianisol yang di
butilasi (BHA), hidroksitoluena yang di butilasi (BHT), propilgalat (PG),
tokoferol, dan asam askorbat (Winarno, 2002 : 77).
D. Zat Pengawet
1. Pengertian Zat Pengawet
Zat pengawet adalah bahan makanan yang mencegah atau menghambat
fermentasi, penguraian, atau pengasaman yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Zat pengawet dipergunakan untuk memberikan kesan segar
terhadap makanan (Irianto & Waluyo.2010 : 75).
Terdapat 2 jenis zat pengawet yaitu pengawet organik dan anorganik
a. Zat pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik
dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang
sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam
propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
b. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yangsering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitri, zat pengawet anorganik lebih berbahaya
karena bersifat karsinogenik.
(Cahyadi, 2006 : 7)
E. Nitrit
1. Fungsi Nitrit
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta
natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama
berabad-abad. Pada akhir abad ke-19, para ahli telah berhasil mengungkapkan
penemuannya lebih dalam lagi yaitu bahwa senyawa (garam nitrat) bukan penyebab
merahnya daging, tetapi penyebab sesungguhnya adalah garam nitrit (NO2), dan
sendawa berfungsi sebagai sumber nitrit. Oleh bakteri nitrat dapat direduksi menjadi
nitrit. Dapat diketahui bahwa di dalam daging, nitrit dipecah sehingga menghasilkan
NO (Nitroso). Senyawa ini mudah bereaksi dengan pigmen dalam daging
(myoglobin) dan pigmen dalam darah (heme), dengan membentuk warna merah muda
yang stabil yang disebut nitrosamyo chromogen dan nitrosochemo chromogen.
Warna inilah yang bertanggung jawab terhadap warna corned yang menarik itu (F G
Winarno dan Titi Sulistyowati, 1994 : 141).
Nitrit mampu menghambat Clostridium Botulinum, bakteri ini merupakan
mikroorganisme patogenik paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat
mengkontaminasi daging. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium Botulinum
dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan
yang disebabkan oleh toksin Clostridium Botulinum disebut botulisme. (Winarno,
1994 : 141).
Mioglobin(Ungu Merah)
Oksimioglobin(Merah terang)
Metmioglobin(Coklat)
NOMioglobin(Merah)
NOHemokromogen
(Pink)
Oxidized porphyrins
(Hijau,kuning, tidak berwarna)
Oksigenisasi
Deoksigenisasi
Oksidasi
Reduksi + NO
Oksidasi
Reduksi +Oksigenisasi
Oksidasi(Nitrit)
Reduksi
Panas Panas
Bakteri, Oksigen
Bahan kimia, sinar
Gambar 1. Pembentukan Warna Merah Pada Daging (F.G Winarno, 1989 : 71).
2. Efek penggunaan nitrit pada bayi
Bayi pada umumnya lebih sensitif terhadap methemoglobinemia daripada
orang dewasa, disebabkan karena pembentukan enzim untuk menguraikan metHb
menjadi Hb masih belum sempurna. Sebagai akibat methemoglobinemia adalah bayi
akan kekurangan oksigen,pucat,maka mukanya akan tampak membiru (cianosis),
muntah dan shock. Dan karenanya penyakit ini dikenal sebagai penyakit Blue Babies.
5% dari batas methemoglobinemia merupakan suatu batas aman sebelum terjadi
gejala akut. Pada anak usia 1 tahun,konsumsi spinach (sebangsa bayam yang
mengandung nitrit) sekitar 350 mg dengan kadar nitrit sekitar 110 ppm akan
menyebabkan keracunan (Juli Soemirat Slamet, 1994 : 116 ; Winarno dan Tuti
Sulistyowati Rahayu, 1994 : 142).
3. Efek Penggunaan Nitrit Pada Orang Dewasa
Meskipun pada orang dewasa, nitrit dapat juga bereaksi dengan hemoglobin
dalam darah, tetapi methaemoglobin yang terbentuk dapat dengan mudah direduksi
(diubah) menjadi haemoglobin kembali oleh enzim methaemoglobin reduktase, dan
darah menjadi normal kembali fungsinya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
Nitrit dianggap berbahaya pada orang dewasa karena sifatnya yang sangat reaktif
dengan senyawa amin sekunder, seperti pyrrolidin, dan membentuk senyawa
karsinogen (penyebab kanker) yang kuat, yang disebut nitrosoamine.
F. Zat Pewarna
1. Definisi Zat Pewarna
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki atau atau memberi warna pada makanan. Warna makanan dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan dari suatu makanan (Irianto
& Waluyo, 2010 : 76).
2. Dampak Zat Pewarna Sintetis Bagi Kesehatan
Penggunaan zat pewarna sintetis secara terus menerus dan melebihi kadar yang
sudah ditentukan, maka akan terakumulasi dalam tubuh yang pada akhirnya dapat
merusak jaringan atau organ tertentu. Tingginya kadar bahan pewarna akan
memberatkan fungsi hati untuk merombaknya agar keluar dari hati. Hati mempunyai
kemampuan yang terbatas untuk merombak bahan pewarna, akibatnya ada yang
tertimbun di dalam hati dan mengganggu fungsi organ ginjal. Pemakaian bahan
pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen
dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik,
meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang
atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal- hal yang
tidak diinginkan (Irianto & Waluyo, 2010 : 76).
Penggunaan pewarna merah seperti amaranth dalam jumlah besar dapat
menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan dapat menyebabkan hiperaktif
pada anak-anak. Allura red dapat memicu kanker limpa. Pemakaian erythrosine akan
mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-anak dan efek
yang kurang baik pada otak dan perilaku. Carmoissine bisa memicu terjadinya kanker
hati. Penggunaan Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urine,
kemudian dapat memicu timbulnya tumor. Rhodamin B bisa menyebabkan kanker,
keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, dan usus (Yuliarti, 2007 : 35).
G.Analisa Nitrit dengan Spektrofotometer Sinar Tampak
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang
digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud
dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa
atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Penentuan kadar nitrit secara kuantitatif dapat di ukur di spektrofotometer
sinar tampak. Keuntungan utama suatu metode spektrofotometri yaitu memberikan
cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil
(A.Hadyana,I.Setiono, 1994 : 810 dan 880).
H. Analisis Rhodamin B dengan KLT
Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan
sintetik. Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun
1970an, penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini
masih digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang digunakan
sederhana. Namun telah dikembangkan metode baru yang memberikan
keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis ialah metode
pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan
yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas,
logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi
selama perambatan kapiler (pengembangan). Kromatografi lapis tipis (KLT) telah
banyak digunakan pada analisis pewarna sintetik. KLT merupakan metode
pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih
baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak sebaik HPLC untuk pemisahan
dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk
memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT tidak mahal
dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan. Pada hakekatnya KLT
melibatkan dua fase: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau
campuran larutan pengembang (Gritter, dkk, 1991 : 107-109
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif.
B. Prosedur
1. Pembuatan Larutan standar Nitrit
a. Larutan Induk Standar
Ditimbang 0,1125 gram NaNO2 dengan teliti, masukkan ke dalam
labu ukur 500 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda
batas sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar yaitu :
PPM = BA NO2
BM NaNO 2 x Berat NaNO 2(mg)
Volume (L)
= 4669 x
112,50,5
= 150 ppm
b. Dari larutan induk standar dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai
tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi standar 1,5 ppm. Dari
konsentrasi 1,5 ppm dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml,
8 ml dimasukkan ke dalm labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan
aquadest sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi
standar secara berurutan adalah 0,015 ppm ; 0,030 ppm ; 0,060
ppm ; 0,090 ppm ; 0,120 ppm.
2. Pembuatan pereaksi
a. Pembuatan larutan induk nitrit
Ditimbang 0,150 gram NaNO2 dengan teliti. Larutkan dengan
aquadest dalam labu ukur 500 ml samopai tanda batas sehingga
diperoleh larutan standar 200 ppm.
b. Pereaksi Griess
Dilarutakan 0,5 gram asam sulfanilat dalam 150 ml
CH3COOH 15% v/v. Didihkan 0,1 gram alfanaftilamin dalam 20
ml H20 sampai larut dan dituangkan dalam keadaan panas ke
dalam 150 ml CH3COOH encer. Campurkan kedua larutan
tersebut dan disimpan didalam botol kaca berwarna coklat.
c. Larutan HgCl2 jenuh
Hgcl2 dimasukan ke dalam 20 ml aquadest sedikit demi
sedikit sampai larutan tersebut tidak larut lagi.
d. Larutan H2SO4 2N
Sebanyak 5,6 ml H2SO4 pekat dimasukan ke dalam gelas
ukur 100 ml yang telah ditambahkan sedikit aquadest kemudian
tambahkan lagi aquadest sampai tanda batas.
e. Larutan HCl 2N
Sebanyak 16,7 ml HCl pekat dimasukan ke dalam gelas
ukur 100 ml yang telah ditambahkan sedikit aquadest kemudian
tambahkan aquadest sampai tanda batas.
f. Amilum 1%
Sebnayak 0,1 gram amilum dibuat suspensi dalam 3 ml aquadest
lalu dimasukan ke dalam 7 ml aquadest yang telah dipanaskan
sedikit demi sedikit.
g. Larutan KMnO4 0,5%
Sebanyak 0,05 gram KMnO4 dimasukan ke dalam gelas kimia
tambahkan 5 ml aquadest kemudian panaskan dan diamkan selama
1 malam, saring menggunakan glass woll, lalu bilas. Encerkan
sampai volumenya 10 ml.
3. Pembuatan larutan sampel
a. Timbang dengan seksama sampel beef burger yang telah
dihaluskan dengan mortir, masukan ke dalam erlenmeyer 500 ml,
ditambahkan kurang lebih 40 ml air bebas nitrit yang telah
dipanaskan 80ºC aduk dengan batang pengaduk
b. Ditambahkan air panas ke dalam erlenmeyer 500 ml hingga
erlenmeyer berisi kurang lebih 300 ml, simpan diatas penangas air
selama 2 jam sambil sekali-kali digoyang
c. Pindahkan ke dalam labu ukur 500 ml, kemudian bilas dengan
aquadest
d. Ditambahkan 5 ml HgCl2 jenuh, digoyangkan pada suhu kamar,
lalu encerkan sampai tanda garis, dikocok dan disaring (SNI-01-
2894-1992).
4. Pemeriksaan Nitrit secara Kualitatif
a. Sebanyak 1 ml larutan sampel di dalam tabung reaksi di tambahkan
larutan H2SO4 2N, sedikit serbuk FeSO4 lalu campur merata.
Kemudian secara hati-hati melalui dinding tabung tambahkan 1 ml
H2SO4 pekat (jangan digoyang). Bila terdapat nitrit akan terbentuk
cincin berwarna coklat atau merah.
Reaksi yang terjadi yaitu : FE2+ + SO42- + NO [Fe,NO]SO4
b. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml HCl 2N, maka
akan terbentuk warna biru. Dengan reaksi : NO2- + H+ HNO2
c. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 1 ml
KMnO4, maka warna KMnO4 akan hilang.
Reaksi yang terjadi : 5NO2- + 2 MnO4- +6H+ 5NO3- + 2Mn2+ +
3H2O.
d. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml larutan sampel
ditambahkan 1 ml larutan KI, 1 ml H2SO4 2N dan 1 ml amilum 1%,
maka akan terbentuk warna biru
Dengan reaksi : 2NO2- + 2I- + H2SO4 I2 + 2NO + SO4- + 2H2O
(G Svehla, 1979 : 330-331)
5. Pemeriksaan Nitrit Secara Kuantitatif
Prinsip : Berdasarkan reaksi diazotasi asam sulfanilat oleh asam nitrit,
yang diikuti dengan reaksi kopling dengan α-nafhtilamin membentuk
suatu zat pewarna azo yang merah.
a. Dipipet 5 ml larutan hasil penyaringan, dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 ml, ditambahkan 2 ml pereaksi Griess dan diencerkan
sampai tanda garis. Dibiarkan selama 1 jam supaya terbentuk
warna
b. Absorban sampel dihitung dengan menggunakan spektrofotometer,
tentukan terlebih dulu panjang gelombang maksimalnya
c. Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan memplot pada kurva
standar yang diperiksa sama seperti sampel (SNI 01-2894-1992).
C. Prosedur Pemeriksaan Pewarna Rhodamin B
1. Identifikasi Rhodamin B
a. Pembuatan larutan induk nitrit
Eluen yang digunakan antara lain etil asetat, methanol dan ammonia 10%
dengan perbandingan 24 : 26 :23. Kocok dengan corong pisah.
b. Persiapan Chamber
1) Chamber yang digunakan dengan panjang 14 cm,tinggi 25 cm
dan lebar 6 cm.
2) Masukkan campuran eluen kedalam chamber yang telah
dilapisi kertas saring.
3) Tutup rapat, kemudian lakukan penjenuhan selama 1 malam.
c. Persiapan plat KLT
1) Siapkan lempeng silica gel GF254 dengan ukuran 10 x 10 cm.
2) Beri batas bawah 1 cm, batas atas 1 cm.
d. Penanganan sampel
1) Ditimbang sejumlah 100 mg cuplikan dimasukan ke dalam
Erlenmeyer 50 ml.
2) Tambahkan methanol 10 ml, saring dengan kertas saring.
e. Identifikasi Rhodamin B
1) Uji asam basa
Bahan H2SO4 p HCL p NH4OH 10% NaOH
3N
Rhodamin B Jingga Jingga Tetap merah Tetap
merah
2) Kromatografi Lapis Tipis
a) Larutan uji dan larutan standar masing-masing ditotolkan
pada batas bawah lempeng silica gel GF254 serta terpisah
dengan jarak 1,5 cm.
b) Masukan ke dalam bejana kromatografi (chamber) yang
telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluen, tutup rapat.
c) Larutan uji dan larutan standar dielusi. Keringkan di udara
lalu bandingkan Rf bercak sampel dengan bercak Rf bercak
standar.
2. Pembuatan Rhodamin B
Ditimbang sejumlah 50 mg rhodamin B, larutkan dalam 20 ml
methanol.
3. Pembuatan reagen
a. HCl 4 N
Dibuat 50 ml HCl 4 N dari HCl 12 N. Masukkan 33,3 ml
aquadest ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian tambahkan 16,7 ml
HCl 12 N ke dalamnya melalui dinfing secara perlahan-lahan,add
dengan aquadest sampai batas.
b. NH4OH 10 %
Dibuat 100 ml ammonia 10% dari ammonia 21%. Masukan
40 ml aquadest ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian tambahkan
47,6 ml ammonia ke dalamnya melalui dinding secara perlahan-
lahan,add dengan aquadest hingga batas.
c. NaOH 3N 50 ml
Ditimbang 6 gram NaOH, masukan ke dalam labu ukur 50
ml, add dengan aquadest bebas CO2, sampai tanda batas.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam analisis kandungan nitrit adalah
seperti yang tercantum dalam tabel 3.1 sebagai berikut :
TABEL.3.1.1
Alat-alat yang digunakan
No Nama Alat Jumlah Spesifikasi
1 Batang pengaduk 1 buah P = 25
1 Botol semprot 1 buah -
2 Corong tangkai panjang 2 buah Ø= 100 cm
3 Gelas kimia 2 buah 100 ml
4 Gelas ukur 1 buah V = 100 ml
5 Kaca arloji 1 buah Ø= 7,5 cm
6 Kertas saring Whatman 4 buah No 42
7 Kuvet 2 buah Ø= 0,8 cm
8 Labu Erlenmeyer 4 buah V = 250 ml
9 Labu ukur 11 buah V = 50 ml, 100
ml, 500 ml
10 Mortir dan stemper 1 pasang Ø= 14 cm, P =
12 cm
11 Neraca listrik 1 unit -
12 Pipet volume 1 buah 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ;
5,0 ; 10,0 ; 25,0
ml
13 Pipet tetes 2 buah -
14 Spektrofotometer uv-
visible
1 unit -
15 Tabung reaksi 4 buah V = 20 ml
16 Waterbath 1 unit -
Alat yang digunakan untuk analisis Rhodamin B adalah seperti
yang tercantum dalam tabel 3.1.2 sebagai berikut :
TABEL 2
Alat yang digunakan untuk penelitian
No Nama alat spesifikasi Jumlah
1 Corong pisah 250 ml 1
2 Corong - 1
3 Gelas Ukur10 ml 1
100 ml 1
4 Gelas kimia 100 ml 2
5 Kaca arloji - 2
6 Batang pengaduk - 2
7 Pipet tetes - 2
8 Plat tetes - 1
9 Pipa kapiler - Secukupnya
10 Botol semprot - 1
11 Chamber - 2
12 Lempeng silika gel GF 254 Secukupnya
13 Neraca elektrik - -
14 Labu ukur50 ml 1
100 ml 1
C. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam Analisis kandungan nitrit
adalah seperti yang tercantum dalam tabel 3.2.1 sebagai berikut :
TABEL 3.2
Bahan-bahan yang digunakan
No Nama Alat Jumlah Konsentrasi
1 Alfanaftilamin
(C12H16Cl2N2)
0,01 gram -
2 Amilum 0,1 gram Serbuk
3 Asam asetat (CH3COOH) 4 ml 98%
4 Asam klorida (HCl) 1,6 ml 12 N
5 Asam Sulfanilat
(C6H7NO3S.H2O)
0,05 gram -
6 Asam sulfat (H2SO4) 4,8 ml 36 N
7 Ferrosulfat (FeSO4) 0,5 gram Serbuk
8 Kalium Iodida (KI) 1 gram Serbuk
9 Kalium permanganat
(KMnO4)
1 ml -
10 Natrium nitrit (NaNO2) 0,1 gram -
11 Merkuri II klorida
(HgCl2)
2 gram Serbuk
12 Aquadest Secukupnya -
Bahan yang diperlukan untuk analisis Rhodamin B adalah seperti
yang tercantum dalam tabel 3.2.1 sebagai berikut :
TABEL 2
Bahan yang digunakan untuk penelitian
No Nama Bahan Konsentrasi Volume / gram
1 Sampel - 0,1 gr
2 Ammonia 10 % 28 ml
3 Matanol - 160 ml
4 Etil Asetat - 16 ml
5 NH4OH 10 % 20 ml
6 H2SO4 36 N 1 ml
7 HCl 12 N 1 ml
8 NaOH 3 N 1 ml
9 Aquadest - Secukupnya
10 Kertas saring - Secukupnya
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.H. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabeta, 2008.
Alaerts,G. Sri Sumestri Santika. Metode Penelitian Air. Surabaya : Penerbit Usaha
Nasional, 1987.
Badan Standarisasi Nasional. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 722/MENKES/PER/IX/88/Tentang Bahan Tambahan Makanan. 2002.
Buckle, K A, Edwards, R.A dkk. Ilmu Bahan pangan. Jakarta : UI-Press, 1987.
Cahyadi, W.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. 2006
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Day, R. A. Dan Underwood, A.L. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI.
Jakarta: Erlangga, 2002.
Desroiser, N W. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah :
Mucji Muljohardjo. Jakarta: Universtas Indonesia, 1988.
Irianto, K dan Waluyo K. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV. Yrama
Widya, 2004.
Muchtadi, D. Keamanan Pangan, Sulfit Dipermasalahkan da Nitrit
Dikurangi?. Tanggal akses Desember 2011.http://www.web.ipb.ac.id
Muchtadi, T R. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta
CV.
Stahl, E. Analisis Obat Secara Khromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah :
Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung : ITB, 1985.
Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. 1994.
Srikandi Fardiaz. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
1992.
Vogel. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Edisi V. Jilid II. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Winarno, F. G dan Tuti Sulistyowati Rahayu. (1994). Bahan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1997.
Winarno, F. G. Pangan Gizi Teknologi dan Keracunan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Winarno, F. G. Teknologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1989.
Yuliarti, N. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta :
Penerbit Andi, 2007.