peb1

67
1 BAB I PENDAHULUAN Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun.Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di Negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002. Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup. 1,3,9 Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Badan Kesehatan dunia atau WHO (2004) memperkirakan

Upload: melzmoca

Post on 11-Jul-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ed

TRANSCRIPT

Page 1: PEB1

1

BAB I

PENDAHULUAN

Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi

yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400

perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal

setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu

meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan

kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun

meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6

juta anak balita meninggal setiap tahun.Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita

terjadi di Negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia

angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per

1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup

pada kurun waktu 1998-2002. Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di

negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup.1,3,9

Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan

kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan

terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Badan Kesehatan dunia

atau WHO (2004) memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat kematian ibu

sebesar 500.000 jiwa pertahun diperkirakan karena perdarahan (25%), penyebab

tidak langsung (20%), preeklampsia/eklampsia (15%), infeksi (13%), aborsi yang

tidak aman (12%), persalinan yang kurang baik (8%) dan penyebab langsung

lainnya (8%).1,2,3,9

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya: paritas, ras dan etnis. Selain itu juga dipengaruhi

oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan, juga sosial dan ekonomi. Di

Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Angka ini memberikan

total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Sedangkan di

Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari

semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Berdasarkan studi yang

dilakukan oleh WHO tahun 2009, dengan peserta wanita yang hamil atau wanita

Page 2: PEB1

2

hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002, terdapat

sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia

merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin

sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini

menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu

yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara yang

sedang berkembang.1,3,4,7

Salah satu upaya untuk menurunkan Angka Kematian Perinatal (AKP)

akibat preeklampsia adalah dengan menurunkan angka kejadian preeklampsia.

Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini dan

terapi. Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat

diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi. Saat ini beberapa

faktor resiko telah berhasil diidentifikasi, shingga diharapkan dapat mencegah

timbulnya preeklampsia. Menurut Duckitt dan Harrington faktor resiko

preeklampsia yang perlu diperhatikan meliputi faktor usia, paritas, nutrisi, riwayat

preeklampsia sebelumnya, atau riwayat penyakit seperti Diabetes Melitus,

hipertensi kronik sebelumnya, dan lain-lain.5,6

Untuk menurunkan angka kematian karena preeklampsia ini, maka

ketersediaan akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara

rutin dilakukan 4 kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal

ini dapat memberikan pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care

secara benar. Upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting

untuk mencegah angka kematian pada gangguan ini.8

Page 3: PEB1

3

BAB II

LAPORAN KASUS

 I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 33 tahun

Alamat  : Blajo Kalitengah Lamongan

Pendidikan Terakhir : Sarjana

Pekerjaan : Dosen 

Nama suami : Tn. M

Usia Suami : 29 Tahun 

Lama Menikah : 6 Tahun

Pekerjaan Suami : Dosen

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal masuk : 6 Oktober 2012 - Pukul 20.03 WIB

II. ANAMNESA

Anamnesa langsung dengan pasien pada tanggal 6 Otober 2012 pukul

20.15 WIB di IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

Keluhan utama :  Sakit kepala

RPS :

Pasien dengan jenis kelamin wanita, usia 33 tahun datang ke IGD RSML

pada tanggal 6 Oktober 2012 pukul 20.03 dengan keluhan sakit kepala. Sakit

kepala dirasakan seperti tegang dari daerah dahi sampai belakang kepala. Sakit

kepala dirasakan sejak sekitar 1 jam sebelum MRS. Selain itu pasien jg

mengeluhkan bengkak pada kaki yang hilang timbul sejak kehamilan pasien

memasuki bulan ke 5. Keluhan bengkak tersebut dirasakan pasien hilang saat

istirahat tapi sudah seminggu ini lebih sering bengkak.

Page 4: PEB1

4

Selama kontrol kehamilan tekanan darah pasien naik turun tidak stabil.

Tekanan darah pasien mulai meningkat awal-awal kehamilan, namun hanya

mengalami peningkatan sedikit, (sistole mengalami peningkatan sekitar 10-15

mmHg, diastole mengalami peningkatan sekitar 10 mmHg) dan kadang-kadang

turun lagi. Namun saat kehamilan memasuki bulan ke 5 tekanan darah pasien

mengalami peningkatan lagi dari sebelumnya hingga sistole mencapai 170-180

mmHg. Saat terakhir kontrol tekanan darah pasien mencapai 180/90 mmHg. Saat

ini pasien sedang mengandung anak kedua.

Pasien belum mengeluhkan keluar darah dan lendir dari vagina, belum

terasa kenceng-kenceng. Janin dalam perut masih bergerak kadang-kadang. Pasien

mengaku belum merasakan adanya ketuban atau cairan yang merembes. Pasien

juga tidak mengeluhkan adanya perdarahan di jalan lahir.

Riwayat Menstruasi

Menarche : Usia 13 tahun

Siklus Haid : Teratur 1 bulan sekali,

Lama : 7 hari

Gumpalan : (-)

Dismenore : (+)

Flour albus : (-)

HPHT : 13 Februari 2012

TP : 20 November 2012

Riwayat Pernikahan

1x selama 6 tahun.

Usia istri saat menikah : 27 tahun

Usia suami saat menikah : 25 tahun

 Riwayat Kontrasepsi

(-)

Page 5: PEB1

5

Riwayat Antenatal Care

Pasien hamil ke 2 ini, saat trimester I dan II tidak didapatkan keluhan mual

dan muntah. Pasien rutin kontrol kehamilan di dokter 1x tiap bulan dan kontrol

tekanan darah tidak stabil, kadang naik kadang normal. Mengalami peningkatan

sedikit saat awal kehamilan sekitar 140/80 dan mengalami peningkatan lagi saat

kehamilan memasuki bulan ke 5 hingga mencapai 180/90 mmHg.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

GII P1-1 A0

I : Laki-laki, 6 tahun, berat 3,3 kg, dengan SC (APS)

II : Hamil ini

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Diabetes : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Hepatitis : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

Riwayat Sosial

Pasien bekerja menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Lamongan,

dan sekitar 2 minggu terakhir sedang sibuk mempersiapkan wisuda bagi

mahasiswanya, sering pulang larut malam dan kecapaian. Pasien tinggal serumah

dengan suami dan ibunya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2012 di VK Sakinah 20.45 WIB

Page 6: PEB1

6

Vital Sign

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 181/105 mmHg

Nadi : 115x/menit

Suhu : 36,6 derajat celcius

RR : 24x/menit

Status Generalis

Kepala : Anemis (-), Ikterus (-), Cyanosis (-), Dispneu (+).

Reflek cahaya +/+.

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar thyroid (-).

Thorax : Simetris (+), Reguler (+), Retraksi (-).

C/ S1 S2 Tunggal, Mumur (-), Gallop (-)

P/ Vesicular +/+, Rh +/+, Whez -/-

Abdomen : Perut besar dan panjang sesuai usia kehamilan, BU (+) N.

Ekstremitas : Akral HKM, Edema +/+, CRT <2 menit.

Status Obstetrik

Inspeksi : Tampak membesar dan memanjang, striae gravidarum (+).

Palpasi :

Leopord I : TFU = 27 cm, Teraba masa bulat besar lunak.

Leopord II : Kanan : bagian kecil janin. Kiri : tahanan memanjang.

Leopord III : Bagian bawah teraba bagian bulan besar keras.

Leopord IV : Belum masuk PAP

Auskultasi :

DJJ : (+), 135x/menit

Vaginal Toucher:  Tidak dilakukan.

Page 7: PEB1

7

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap pemeriksaan urinalisa, hasilnya adalah

sebagai berikut :

A. Pemeriksaan darah lengkap dan BGA

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Diffcount 1/0/80/24/5 1-2/0-1/49-67/25-33/3-7

Hematokrit 33,3% L 40-54%, P 35-47%

Hemoglobin 11,7 g/dl P=12,0-16,0 mg/dl, L=13,0 18,0 mg/dl

Leukosit 11.500 4000-10.000

Trombosit 284.000 150.000- 450.000

Bleeding Time -

Clothing Time -

SGOT 12 L: 37 U/L, P:31 U/L

SGPT 19 L:41 U/L, P:31 U/L

Urea 16 10-50 mg/dl

Serum Creatinin 0.5 P 0,7 – 1,2 mg/dl , L 0,8 – 1,5 mg/dl

Uric Acid -

GDA 110 <200 mg/dl

HBs-Ag -

Albumin -

Bill.Direct -

Bill.Total -

Kalium -

Natrium -

Page 8: PEB1

8

B. Pemeriksaan urinalisa

V.

DIAGNOSA

Berdasarkan data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjuang yang dilakukan, disimpulkan bahwa assesment pada Ny.S adalah : G2

P1001 Ab000 Gr 32 minggu dengan PEB

Rencana tindakan:

1.Bed rest

2.Tidur miring kiri

PemeriksaanTanggal Nilai Normal

6 Oktober 2012

Urine Lengkap

Bakteri NEGATIFNEGATIF

Bilirubin urine NEGATIF NEGATIF

Cast NEGATIFNEGATIF

Cylinder Eritrosit NEGATIF NEGATIF

Cylinder Leukosit NEGATIFNEGATIF

Epitel Urine POSITIF 2-3 POSITIF 0-2/plp

Eritrosit Urine POSITIF 1-2NEGATIF

Hyalin NEGATIF NEGATIF

Jamur Urin NEGATIFNEGATIF

Keton Urin NEGATIF NEGATIF

Kristal Amorfp Urat NEGATIFNEGATIF

Kristal Ca Ox NEGATIF NEGATIF

Kristal Uric Acid NEGATIFNEGATIF

Leukosit Urine NEGATIF POSITIF 0-2/plp

Parasit Urine NEGATIFNEGATIF

Protein Urine NEGATIF NEGATIF

Reduksi Urin NEGATIFNEGATIF

Urobilin Urin NEGATIF NEGATIF

Page 9: PEB1

9

3.O2 Nasal 3 lpm

4. Infus RD 5 20 tpm

5.Pasang DK

6.Nifedipin 3x10 mg

7.Metildopa 3x500 mg

8.Kalmethasone 2 x 3 ampul

9.SM 40% 4 gram IM (bokong kanan-kiri)

10. Observasi tanda-tanda vital

11. NST

Prognosa : Dubia et Bonam 

Rawat Hari Ke 0 Rawat Hari Ke 1 Rawat Hari Ke 2 Rawat Hari Ke 3 Rawat Hari Ke 4 Rawat Hari Ke 5A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil Mode CPAV 

PSVA. Clear A. Clear

B. RR : 14x/menit     Sp02 : 87%     Ves +/+ ,  Rh +/+, Wh  

+/+, Retraksi -/-

B. RR : 12x/ menit     Sp02 : 99%

Ves +/+ ,  Rh -/-, Wh +/+

B. RR : 19x/ menit     Sp02 : 94%     Ves +/+ ,  Rh -/-, Wh -/-     Retraksi -/-

B. RR : 16x/ menit     Sp02 : 94%     Ves +/+ ,  Rh -/-, Wh -/-     Retraksi -/-

B. Spontan     RR : 19x/ menit     Sp02 : 94%     Ves +/+ ,  Rh -/-, Wh -/-     Retraksi -/-

B. SpontanRR: 22-24 x/menitSpo2: 99%Ves +/+ ,  Rh -/-, Wh 

-/-Retraksi -/-

C. T: 122/88 mmHgN : 84 x/menitSuhu: 38,2 CAkral : HKM

C.  T: 126/83 mmHg      N: 134x/menit      Suhu: 38,6 C      Akral: HKM

C.  T: 129/76mmHg      N: 140x/menit      Suhu: 38,7 C      Akral: HKM

C.  T: 163/98mmHg      N: 110x/menit      Suhu: 36,7 C      Akral: HKM

C.  T: 145/95mmHg      N: 80x/menit      Suhu: 35 C      Akral: HKM

C.  T: 153/84 mmHg      N: 76x/menit      Suhu: 36 C      Akral: HKM

D. KU: LemahGCS : 4X6

D. KU: LemahGCS: 4X6

D. KU:  LemahGCS: 4X6

D.  KU: Lemah      GCS: 4X6

D.  KU: Lemah      GCS: 456

D.  KU : Cukup      GCS: 456

E. Terpasang DC (+)PU : 950 ccEks : Oedema +/+

E. Terpasang DC (+)PU: 5550 ccEks : Oedema +/+

E. Terpasang DC (+)     PU: 1450     Eks : Oedema +/+

E. Terpasang DC (+)     PU:3810 cc     Eks : Oedema -/-

E. Terpasang DC (+)     PU: 2285 cc     Eks : Oedema -/-

E. Terpasang DC (+)PU : 720 ccEks : Oedema -/-

Pemeriksaan tambahan :DL , BGA, LFT, RFT,  Foto Thorax

Pemeriksaan tambahan :BGA, GDA, SC, DL

Pemeriksaan tambahan :Kultur darah + Sputum ETT

Pemeriksaan tambahan : Pemeriksaan tambahan :Cek DL, BGA, Albumin darah

Pemeriksaan tambahan :BGA, Albuin, UL  Pindah Ruangan

Terapi :- Assering 500 cc 

/24 jam- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole 

3x500 mg- Gentamicin 2x80 

mg- Vit C- Furosemid 3x1- Pransa 1x1- Ulsafat 3x10 cc

Terapi :- Assering 500 

cc/24 jam- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole 

3x500 mg- Gentamicin 2x80 

mg- Vit C- Furosemid pump 

5 mg- Oksitosin drip- Ulsafat 3x10 cc

Terapi :- Inf Tridex 100 500 

cc/24 jam- Tranfusi PRC- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole 3x500 

mg- Gentamicin 2x80 mg- Ulsafat 3x10 cc

Terapi: - IVFD Tridex 100 500 

cc- Inj. Amoxcicilin 3x1- Inj.Metronidazole 

3x500 - Inj.Gentamicin 2x80 

mg- Nebule Ventolin

Terapi: - Inf. Tridex 100 500 cc- Inj. Terfacef 21- Inj. Furosemid 3x1- Inj. Trovensis 1 amp- Inj. Miloz 2,5 mg- Drip Cernevit- Inj. Antrain 3x1- Inj. Ranitin 2x1- Transfusi PRC sd 

HB>8 gr

Terapi :- IVFD PAG 500 cc- Tridex 100 500 cc- Inj. Terfacef 2x1- Inj. Furosemid 1x1- Inj. Hexylon 2x1- Drip Cernevit 1x1- Inj. Antrain 3x1- Inj. Ranitidin 2x1- Nebul Ventolin- Ulsafat 3x10 ml

SOAP

Page 10: PEB1

10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sesuai dengan batasan dari National Institues of Health (NIH)

Working Group on Blood Pressure in Pregnancy, preeklampsia adalah

timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih

dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sedangkan menurut POGI

pada tahun 2005 menyatakan bahwa preeklampsia adalah penyakit

hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20

minggu. Saat ini oedema pada wanita hamil dianggap sebagai hal biasa dan

tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Sebelumnya, edema termasuk

ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak

lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, kecuali edema anasarka yang

bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500 gr/minggu.3,9,10

Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda

lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat

membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah

dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.11

Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam

yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang

Page 11: PEB1

11

dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali

dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,

sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.12,13

Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-

eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan

di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan

tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat

badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan

sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.

Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai

timbulnya pre-eklampsia.12,13

Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi

eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia

dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular

coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga

eklampsia dapat berakibat fatal.11,12,13

Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di

Indonesia pada tahun 2005, hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi

menjadi : 14,15

1. Hipertensi gestasional

Dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg untuk pertama

kalinya ketika hamil, tidak terdapat proteinuria, dan tekanan darah

kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.

2. Preeklampsia

Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai

kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan

diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau

setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal

dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+

atau 2+ pada urin kateter atau midstream.

Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila

disertai kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya

Page 12: PEB1

12

proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+

atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc

per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri

di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,

gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin

terhambat.

3. Eklampsia

Merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan

koma. Eklampsia didefinisikan sebagai penambahan kejang umum

pada sindrom preeklampsia ringan dalam waktu lama atau berat.

Biasanya eklampsia ditandai dengan tekanan darah yang meningkat

lebih tinggi, oedema menjadi lebih umum, proteinuria bertambah

banyak dan timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.

4. Hipertensi kronik

Hipertensi kronik adalah ditemukannya peningkatan tekanan darah

hingga >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan

20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

5. Hipertensi kronik dengan Superimposed Preeklampsia

Timbulnya proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil yang

sebelumnya telah mengalami hipertensi (hipertensi kromis), tetapi

tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.

B. Epidemiologi

Angka kejadian preeklampsia – eklampsia dinyatakan berkisar antara

2% dan 10% dari kehamilan di seluruh dunia, walaupun terdapat pula

perbedaan laporan sehingga frekuensi preeklampsia untuk tiap Negara

berbeda-beda karena kemungkinan penyebab preeklampsia merupakan

interaksi antara banyak faktor antara lain faktor ekonomi, psikologi, sosial,

nutrisi, lingkungan, dan genetic. Adanya faktor yang berperan membuat

perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Terdapat

kecenderungan bahwa angka kejadian preeklampsia lebih meningkat di

negara berkembang.9,16

Page 13: PEB1

13

Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara

Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus

per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang

bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1

kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia

di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,

Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.17,18,19

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 3,4 – 8,5 %

dari seluruh kehamilan dengan angka kematian maternal sekitar 9,8 – 25%

dan angka kematian perinatal sekitar 7,7 – 60%, ini merupakan bukti bahwa

preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi

ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah

akibat perdarahan.1,3,4,5,10

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /

preeklampsia /eklampsia.16,20,21,22

1. Faktor resiko maternal

a. Primigravida & jumlah paritas

b. Usia yang terlalu muda dan terlalu tua (< 15 tahun / >35 tahun)

c. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

d. Riwayat preeklampsia pada keluarga

e. Faktor nutrisi

f. Berat badan

g. Ras kulit hitam

h. Kontrasepsi barrier

i. Kebiasaan (merokok)

2. Faktor resiko medis

a. Hipertensi kronik

b. Sebab sekunder hipertensi kronik seperti hiperkortisol,

hiperaldosteronisme, feokromositoma dan stenosis arteri renalis

c. Infeksi (ISK, periodontitis)

d. Diabetes yang sedang diderita baik tipe 1 atau 2 terutama dengan

komplikasi mikrovaskuler

Page 14: PEB1

14

e. Gangguan mood dan ansietas

f. Penyakit ginjal

g. Penggunaan obat-obat antidepressant

h. SLE, obesitas, trombofilia

3. Faktor resiko plasenta

a. Penyakit trofoblas gestasional

b. Kehamilan multiple

c. Hydrops fetalis

d. Triploidi

C. Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.

Beberapa teori yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 11,14,16,18,23,24,25,26,27

1. Teori Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang

pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin. Sekresi tromboksan oleh trombosit yang bertambah akan

menimbulkan vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron

menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi

plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.

2. Teori Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”

terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun

Page 15: PEB1

15

yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta.

Menurut penelitian Fierlie FM pada tahun 1992, pada preeklampsia

memang mendapatkan adanya komplek imun humoral dan aktivasi

komplemen pada system imun penderita preeklampsia dan eklampsia,

tapi masih belum ad bukti bahwa system imunologi bisa menyebabkan

preeklampsia dan eklampsia.

3. Teori Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia

bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Bukti pendukung

berperannya faktor genetic pada kejadian preeklampsia adalah

peningkatan faktor Human Leukocyte Antigen (HLA) pada wanita.

Pernelitian terakhir menghubungkan antara kejadian preeklampsia

dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik berperan pada preeklampsia

tetapi belum dapat diterangkan secara jelas manifestasinya pada penyakit

in.

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian

Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-

Eklampsia.

c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan

bukan pada ipar mereka.

4. Teori Iskemik Plasenta

Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua dan

miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler

menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak

jaringan muskulo-elastik dinding arteri dan mengganti dinding arteri

Page 16: PEB1

16

dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir semester I dan

pada masa ini perluasan proses tersebut sampai mengenai

Deciduomymetrial junction . Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi

invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen arteri

spiralis sampai asal arteritersebut dalam miometrium. Selanjutnya proses

seperti tahap pertama kemudianterjadi lagi penggantian endotel,

perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding

arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis,

lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya

dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan darah yang

meningkat. Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan

sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak

semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Kedua, pada

arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel

trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung

sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap

mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih

terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi ateriosis akut pada

arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen vaskuler arteri bertambah

kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel

trofoblas gagal mengadakan invasi arteri spiralis sampai saat ini belum

diketahui dengan jelas.

5. Teori Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA system)

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran

penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada

sistem ini angiotensin diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin

untuk memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif kemudian

dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara biologis oleh

Angiotensin Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler.

Angiotensin II yang beredar dalam darah akan berinteraksi dengan

reseptor spesifik untuk merangsang kontraksi otot polos, menstimulir

Page 17: PEB1

17

produksi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium, mempercepat

pelepasan norepinefrin dan menghambat pengambilan kembali

norepinefrin oleh nervus terminalis simpatis, serta menambah reaktivitas

otot polos vaskuler terhadap norepinefrin. Pada kehamilan normal

komponen SRAA menigkat sedangkan pada preeklampsia beberapa

komponen SRAA lebih rendah dibanding pada kehamilan normal dan

terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata pada penekanan peptide dan

katekolamin. Ada pendapat yang menyatakan bahwa respon penekanan

terhadap angiotensin II meningkat secara bermakna pada usia kehamilan

18 minggu pada wanita hamil yang akan berkembang menuju

preeklampsia. Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya

berhubungan erat pada sintesis prostanoid. Penghambat sintesis

prostaglandin dinyatakan menambah respon penekanan terhadap

angiotensin II dalam kehamilan normal. Dari penelitian menunjukkan

bahwa infuse prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin E1(PGE1) dan

prostasiklin mengurangi respon penekanan angiotensin II pada trimester

II sedangkan indometasin meningkatkan sensitivitas vaskuler

6. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan kekurangan defisiensi gizi

berperan dalam terjadinya preeklampsia. Ada juga tentang suplementasi

zinc, kalsium dan magnesium yang dapat mencegah preeklampsia.

Penelitian lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran

memiliki efek anti oksidan sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Pemberian asupan vitamin C dan E juga dapat menurunkan insidensi

terjadinya preeklampsia pada wanita hamil. Perubahan hemodinamik

selama kehamilan seperti peningkaga curah jantung, volume darah, RBF,

dan GFR disebabkan adanya aktivitas NO. NO adalah substansi vasoaktif

yang diproduksi oleh endotel pembuluh darah dari asam amino L-arginin

yang diperantari oleh aktivitas enzim NO synthase. Pemberian suplemen

kalsium mempunyai peranan penting pada produksi NO di endotel

pembuluh darah. Selain itu penurunan kadar kalsium serum pada

Page 18: PEB1

18

preeklampsia berhubungan dengan penurunan kadar cGMP, yang

merupakan efektor dari kerja NO. Pada kehamilan normal, produksi NO

dievaluasi dari kadar nitrit dan nitrat plasma; fungsi NO dievaluasi dari

kadar cGMP. Pada preeklampsia kadar nitrit dan nitrat plasma sebanding

atau meningkat dibandingkan kehamilan normal, tetapi kadar cGMP di

urin dan plasma menurun. Penurunan kadar cGMP ini mungkin

disebabkan oleh peningkatan inaktivasi dari NO akibat produksi O2 yang

berlebihan. O2 akan bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrat yang

menyebabkan disfungsi pembuluh darah plasenta dan gangguan aliran

darah plasenta.

7. Teori stress oksidatif dan anti oksidan

Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeklampsia disebabkan

oleh gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga

memicu proses inflamasi intravaskuler sistemik. Dalam teori ini

dinyatakan bahwa preeklampsia timbul akibat adanya leukosit aktif

dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-

sitokin seperti Tumor Necrosis Faktor(TNF) dan interleukin (IL) dapat

memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia. Stres

oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang

memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya

menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel,

mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan

prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang

mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi

mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria

Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeklampsia ini

menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai

pencegahan preeklampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa

yang berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas

Page 19: PEB1

19

yang berlebihan. Contoh antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol,

vitamin C (asam askorbat), dan karoten.

D. Patofisiologi 11,16,23,26,28,29

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsia -

eklampsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten

dan menimbulkan hipertensi. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa

adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya

penurunan perfusi uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah

plasenta yang berkurang dan pada akhirnya terjadilah hipoperfusi plasenta

dan iskemik plasenta.

Adanya vasokonstriksi tersebut juga akan menimbulkan hipoksia pada

endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol

disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, iskemia plasenta

yang terjadi akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan

yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia. Radikal bebas akan

mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan

merusak endotel pembuluh darah.

Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan

disfungsi endotel dan berakibat sebagai berikut:

a. Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai

vasodilator kuat menurun

b. Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi tromboksan

sebagai vasokonstriktor kuat

c. Perubahan endotel glomerolus ginjal

d. Peningkatan permeabilitas kapiler

e. Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit oxide

(NO)

f. Peningkatan faktor koagulasi

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat

menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas

Page 20: PEB1

20

vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya

akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin

II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek

vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler

menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran

darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan

pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga

terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini

menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur

pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada

lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18

Selain itu, implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam

pembuluh darah uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi

yang berkaitan dengan sindrom preeklampsia. Secara fisiologis invasi ke

dalam uterus oleh trofoblas endovaskuler menyebabkan remodeling dari

arteri spiralis uterus yang luas, yang menyebabkan pelebaran dari diameter

pembuluh darah. Pada preeklampsia, terdapat invasi yang kurang dan

arteriol profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari

invasi trofoblas yang inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung

berkaitan dengan derajat keparahan dari hipertensi maternal. Kemudian,

akan menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan menyebabkan pelepasan

komponen vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon inflamasi

seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi,

dan disfungsi dari trombosit, yang semuanya akan berkontribusi terhadap

disfungsi organ dan gambaran klinis dari penyakit ini.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga

terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen

(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.

Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon

(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan

Page 21: PEB1

21

absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.

Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi

pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Semua hal diatas akan menimbulkan berbagai macam manifestasi atau

gangguan ke berbagai organ, yaitu :

Fungsi organ-organ lain :12,13,19

a. Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-

eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan

suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral,

faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.

b. Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang

berhubungan dengan beratnya penyakit.

c. Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi

glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,

sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin

meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran

protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).

d. Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah

patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor

yang menentukan hasil akhir kehamilan.

- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi

yang berkurang.

Page 22: PEB1

22

- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,

yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga

meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain

(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang

lebih tinggi.

- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai

oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan

pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

E. Gambaran klinis

Gejala subjektif pada pasien adalah :

Gambaran klinik mulai dengan kenaikan BB, oedema kaki atau tangan,

kenaikan tekanan darah dan terakhir akan terjadi proteinurin. Pada

preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala subjektif. Pada preeklampsia

ditemukan sakit kepala terutama daerah frontalis, rasa nyeri daerah

epigastrium, penglihatan kabur, mual disertai muntah. Gejala ini sering

ditemukan pada preeklampsia yang mana merupakan petunjuk bahwa

eklampsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi,

oedema terjadi lebih banyak dan proteinuria bertambah.23

F. Diagnosis dan klasifikasi

Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan

berat. Berikut adalah penggolongannya: 4,11,23

1. Preeklampsia ringan

Kriteria diagnostik : hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa

udema setelah usia kehamilan 20 minggu.

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;

kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik ≥ 15

mmHg tidak dipakai sebagai kriteria preeklamsia Cara pengukuran

sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa

1 jam, sebaiknya 4 jam.

Page 23: PEB1

23

b. Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg/24 jam ataui ≥ +1 dipstik; pada urin

kateter atau mid stream

c. Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria

diagnostik kecuali anasarka

2. Preeklampsia berat

Dibagi menjadi:

a. Preeklamsi berat dengan impending eklampsi

b. Preeklamsi berat tanpa impending eklampsi

Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah

gejala gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan

obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual

dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain

hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis (M. Dikman Angsar, 1995).

Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:

a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih dan tekanan diastole 110

mmHg atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani

perawatan di RS dan tirah baring

b. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4

dipstik

c. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.

d. Kenaikan kreatinin serum

e. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma, dan pandangan kabur

f. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen

karena teregangnya kapsula Glisson

g. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis

h. Hemolisis mikroangiopatik

i. Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT

j. Pertumbuhan janin terhambat

k. Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan

trombosit dengan cepat

Page 24: PEB1

24

l. Sindroma Hellp. (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets

Count)

G. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :18

a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya

retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion

c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang

memberat

d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan

berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

H. Pemeriksaan Penunjang 30,31

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif

untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator

preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat

diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang

menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya

preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan

pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari

pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,

protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan

juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu

perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu

dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan

sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.

I. Prognosis

Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur

gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan

Page 25: PEB1

25

bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.16

J. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :30

1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

2. Hipofibrinogenemia

3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis

periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.

5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.

Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat

yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

6. Edema paru

7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme

arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama

dengan enzim.

8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low

platelet).

9. Prematuritas

10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur

lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila

telah mencapai tahap eklampsia.

K. Diagnosis Banding

Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :16,23

1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik

2. Hipertensi Kronis

3. Hipertensi dalam kehamilan

Page 26: PEB1

26

4. Preeklampsia ringan

5. Proteinuria Kehamilan

L. Penatalaksanaan

1. Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka

secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk

ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap.

Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai

berikut :7

a. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.

b. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

c. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,

oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.

d. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.

e. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20

mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose

dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat

kejang, dan terpasang tongue spatel.

2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre

eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi

ditambah pengobatan medisinal.

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.

1. Perawatan Aktif 10,11,16,23,32

Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :

a. Indikasi

- Keadaan Ibu:

Page 27: PEB1

27

Kehamilan aterm ( > 37 minggu)

Adanya gejala-gejala impending eklampsia

Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal

terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala

tidak berubah)

Adanya Sindrom Hellp

- Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medikamentosa

- Segera MRS.

- Tirah baring miring ke satu sisi.

- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

- Antasida.

- Obat-obatan :

Anti kejang:

i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat-syarat pemberian MgSO4

a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1

gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.

b) Refleks patella positif kuat

c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress

pernafasan (-)

d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5

cc/kgBB/jam).

Cara Pemberian:

a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV +

IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal

sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4

menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan

MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong

Page 28: PEB1

28

kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan

jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat

diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin

pada suntikan IM.

b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,

dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara

intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri

dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

Penghentian MgSO4 :

1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,

refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi

SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena

ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7

mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot

pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

2. Setelah 24 jam pasca persalinan

3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan

luminal 3x30-60 mg

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

a) Hentikan pemberian magnesium sulfat

b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)

secara IV dalam waktu 3 menit.

c) Berikan oksigen.

d) Lakukan pernapasan buatan.

ii. Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500

ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak

ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

iii. Diuretika

Page 29: PEB1

29

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema

paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta

kelainan fungsi ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix

40mg/im).

iv. Anti hipertensi

Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg

diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan

menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan

dosis antihipertensi pada umumnya.

- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10

ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5

mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml

pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai

TD normotensif.

- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan

tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan

adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik

90-100 mmHg

v. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.

vi. Lain-lain :

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC

dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

atau xylomidon 2 cc IM.

Page 30: PEB1

30

- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6

jam/IV/hari.

- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena

kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg

sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

i. Induksi persalinan :

- amniotomi

- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan

dengan fetal heart monitoring.

ii. Seksio sesaria bila :

- Fetal assesment jelek

- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)

atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase

aktif.

- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi

dengan seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

Kala I

i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio

sesaria.

ii. Fase aktif :

- Amniotomi saja

- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap

maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan

oksitosin).

Kala II

Page 31: PEB1

31

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan

partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan

oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian

pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan

memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru

janin dengan memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan Konservatif 10,11,16,23,32

a. Indikasi perawatan konservatif

bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri

dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam

Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka

pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :

Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre

eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

konservatif gagal dan harus diterminasi.

Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih

dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :

Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia

ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

Page 32: PEB1

32

Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia

ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre

eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

M. Penatalaksanaan Eklampsia 31,32,34

Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai

semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala

eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi

konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah

terjadi konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang,

menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.

a. Prinsip pengobatan :

- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang

- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

- Mencegah komplikasi

- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin

pada ibu.

i. Obat untuk anti kejang

- Mg SO4

Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,

disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.

Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai

24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.

Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.

Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul

kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan

Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum

Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.

- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan

MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.

- Perawatan kalau kejang :

Page 33: PEB1

33

Kamar isolasi yang cukup terang

Pasang sadep lidah ke dalam mulut

Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap

Oksigenisasi yang cukup

Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan

fraktur

- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan

Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka

berikan dalam bentuk NGT

ii. Memperbaiki keadaan umum ibu

- Infus D5%

- Pasang CVP untuk :

Pemantauan keseimbangan cairan

Pemberian kalori

Koreksi keseimbangan asam basa

Koreksi keseimbangan elektrolit

iii.Mencegah komplikasi

- Obat-obat antihipertensi

Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih

(nifedipine,catapres)

- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan

fungsi ginjal

- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,

edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat

dengan cedilanid.

- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV

- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol

- Kortikosteroid

Page 34: PEB1

34

iv. Penanganan pada edema paru akut :

- Oksigen

- Morfin

- Furosemid

- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi

v. Terminasi kehamilan

Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini

- Setelah kejang terakhir

- Setelah pemberian anti kejang terakhir

- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir

- Penderita mulai sadar

- Untuk koma tentukan skor tanda vital

STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan

terminasi

Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

N. Pencegahan21,24,30,32

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan

agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan.

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat

dihilangkan.

4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada

akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga

untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3

golongan :

- Antioksidan primer

Page 35: PEB1

35

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal

bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya

menjadi produk yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer,

ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation

dimustase.

- Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta

mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder

diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.

- Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan

yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang

memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.

Page 36: PEB1

36

BAB IV

PEMBAHASAN

Kasus ini didiagnosa sebagai kasus preeklampsia karena berdasarkan

anamnesa didapatkan tekanan darah yang meningkat lebih dari 140/90, kemudian

disertai, nyeri kepala, dan edema. Sesuai dengan alur diagnosa pada pasien

eklampsia pada gambar di bawah ini :

Page 37: PEB1

37

Gambar 4.1

Alur Penilaian Klinik Pada Pasien Eklampsia

Pada kasus ini pasien mengalami gejala-gejala yang biasanya timbul akibat

eklampsia yaitu:

1.Hipertensi

Hipertensi pada kehamilan ini disebabkan oleh banyak faktor resiko di

dalamnya.

Page 38: PEB1

38

Gambar 4.2

Berbagaii faktor resiko hipertensi pada kehamilan

Page 39: PEB1

39

Gambar 4.3

Patofiologi hipertensi pada kehamilan

Kejadian awal pada hiprtensi dalam kehamilan tampaknya disebabkan

karena berkurangnya perfusi uteroplasenta sebagai akibat dari invasi sitotrofoblast

abnormal pada arteriol spiral. Iskemia plasenta diduga juga menyebabkan

meluasnya aktivasi / disfungsi endotel vaskular ibu yang nantinya akan

menghasilkan peningkatan pembentukan endotelin dan tromboksan, peningkatan

sensitivitas vaskular menjadi angiotensin II, dan penurunan pembentukan

vasodilator seperti oksida nitrat dan prostasiklin. Pentingnya faktor endotel dan

humoral yang memediasi penurunan hemodinamik ginjal dan fungsi ekskretorik

dan elevasi tekanan arteri selama hipertensi dalam kehamilan masih belum jelas.

Berbagai penelitian juga masih berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor plasenta

yang bertanggung jawab untuk memediasi aktivasi / disfungsi endotel vaskular

ibu.

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia

adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada

beberapa kasus lumenarteriol demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui

oleh satu sel darah merah saja. Tekanan darah yang meningkat merupakan usaha

mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.

Kenaikan berat badan dan edema karena penimbunan cairan yang berlebihan

Page 40: PEB1

40

dalam ruang interstisial belum diketahui sebabnya. Pada preeklampsia dan

eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang

tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan

volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklamsia

permeabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Menurunnya aliran darah memberikan dampak kepada organ-organ tubuh.

Pada plasenta, menurunnya aliran darah mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.

Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi

yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena

kekurangan oksigenasi.

Gambar 4.4

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

2.Proteinuria

Kurangnya darah ke ginjal mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang.

Kelainan yang penting adalah dalam hubungan dengan proteinuria serta dengan

retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus menurun sampai 50% dari normal,

sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguri

atau anuria.

3.Edema

Page 41: PEB1

41

Pada preeklampsia/eklampsia tampak edema retina , spasmus setempat

atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri . Diplopia dan ambliopia pada

kasus preeklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya

eklampsia. Hal ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pusat penglihatan di

korteks serebri.

Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia dan

eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

Hemokonsentrasi yang tinggi pada preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui

sebabnya. Terjadi pergeseran air dari ruang intravaskular ke ruang interstisial.

Terjadi peningkatan hemotokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya

edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, dan

waktu peredaran arah akan lebih lama. Aliran darah ke berbagai bagian tubuh

berkurang mengakibatkan hipoksia. 

Namun edema menurut penelitian yang terbaru tidak lagi menjadi bagian

dari kriteria diagnosis dari preeclampsia-eklampsia. Walaupun edema tidak lagi

menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan

cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding

perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat

menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami

kenaikan berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg

selama kehamilan. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu

dicurigai timbulnya pre-eklampsia.

Penatalaksanaan

Page 42: PEB1

42

Gambar 4.5

Alur penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan

Prinsip pengobatan :

- Dilakukan perawatan konservatif dengan indikasi :

a. kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

b. tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

c. keadaan janin baik.

- Bed rest

- Tidur miring kiri

- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

O2 untuk membantu oksigenasi ibu maupun janin

- Mencegah komplikasi

a. Obat-obat antihipertensi

Diberikan dengan indikasi TD sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110.

Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai sistolik

160 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg. Bisa dikombinasikan dengan

metildopa.

b. Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV

- SM

a. Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri

dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam

Page 43: PEB1

43

b. Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

c. Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan

diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

- Memperbaiki keadaan umum ibu

Infus RL (Ringer Lactate) yang mengandung 5% dextrosse 60-125cc/jam

Pasang CVP untuk :

Pemantauan keseimbangan cairan

Pemberian kalori

Koreksi keseimbangan asam basa

Koreksi keseimbangan elektrolit

- Kortikosteroid

Untuk merangsang pematangan paru dapat diberikan Kalmethasone 2 x 3

ampul.

- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif

gagal dan harus diterminasi.

- Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

-

-

DAFTAR PUSTAKA

Page 44: PEB1

44

1. Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta.

2. Abdul Bari S., George andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2010, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

3. Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia”,2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.

4. Ansar DM, Simanjuntak P, Handaya, Sjahid Sofjan. Panduan pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Satgas Gestosis POGI, Ujung Pandang, 2004. C: 12-20.

5. Saifuddin, B. A, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta.

6. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.

7. Sibai BM, et al. Aggressive versus expactant management of severe preeclampsia at 28 to 32 weeks’ gestation : A randomizad controlled trial. Am J Obstet Gynecol 1994;171:818-22)

8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The American Family Physician. 70(12). Hal 1-7 (http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h,).

9. World Health Organization. (2004). Beyond the numbers : reviewing maternal deaths and complications to make pregnancy safer . Geneva: World Health Organization.

10. Hernawati, I. (2011). Analisis Kematian Ibu Di Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Data SDKI, Riskesdas Dan Laporan Rutin KIA, (Online) diunduh 28 Januari 2012. Available from URL: HYPERLINK http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/08

11. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 530-561.

12. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: “Preeklampsia Berat”, hal.3-10.13. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.

Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.14. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia.

UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.15. Kee-Hak Lim.2009. Preeclampsia.Available on www.emedicine.com16. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins

GD et al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed. London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.

Page 45: PEB1

45

17. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health (http://www.who.int/topics/maternal_health/en/,)

18. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: (http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal).

19. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension. Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/,).

20. Barton JR, Sibai BM. Preeclampsia In : Manual of Obstetric, 7th edition, Texas : Lippincott Williams & Wilkins 2007 : 182 – 190.

21. Magee LA, Helewa M, Mourtquin JM. Diagnosis, Evaluation and management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy. Journal of Obstetric and Gynecology Canada, 2008; 30: S1-S48.

22. Gilstrap LC, Ramin SM. Diagnosis and Management of Preeclampsia dan Eclampsia. ACOG Practice Bulletin, 2002; 99; 159-67.

23. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 1999. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta

24. Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC25. Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.

Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161: 1200-1204.

26. Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia. Pathophysiology 2000; 6: 261-270

27. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG, Basel : New York

28. James, Scott. 2003. Danforth’s Obsetrics and Gnyecology 9th edition. Lippincolt William and Wilkins : England

29. Sibai BM. Diagnosis and Managemen of Gestasional hipertension and Preeclampsia. High risk pregnancy series : an expert's reviews. vol.102. Edisi pertama. New York : The American College of Obstetricians and Gynaecologist. Alih bahasa : Wibowo N. Diagnosis dan Managemen Preeklampsia Berat. Jakarta : Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri and Ginekologi FKUI-RSCM;2004.

30. Rustam, M. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.

31. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama Kehamilan” (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-271.

32. Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan penderita preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBGIN FK Univ. Hasanuddin : Makassar

Page 46: PEB1

46

33. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.