bab 4 analisa putusan pengadilan agama …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124068-pk i...
TRANSCRIPT
78
BAB 4
ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
NOMOR: 549/Pdt.G/2007/PA.JP
MENGENAI SITA MARITAL
4.1.Pokok Perkara dalam Putusan Nomor: 549/Pdt.G/2007/PA.JP
Pihak PEMOHON:
HALIMAH AGUSTINA KAMIL BINTI ABDULLAH KAMIL,
memberikan kuasa kepada Dr. Todung Mulya Lubis, SH. LLM, Lelyana
Santosa SH., Arin Tjahjadi Muljana SH, B. Cyndy Panjaitan SH, dan kawan-
kawan.
Pihak TERMOHON:
BAMBANG TRIHATMODJO BIN H.M. SOEHARTO, memberikan kuasa
kepada Juan Felix Tampubolon SH MH., Devi Selvana SH., Wimboyono
Seno Hadji SH., Mundyah Titi Respati SH.
PEMOHON, mengajukan sita marital sekalipun tanpa adanya
permohonan gugatan cerai didasarkan atas pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum
Islam yang merupakan modifikasi dari Pasal 186 KUHPer (Burgelijke
Wetboek). Sebagaimana pendapat Yahya Harahap bahwa permohonan sita
marital tidak mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau pembagian
harta bersama.
PEMOHON telah melangsungkan pernikahan yang sah menurut
hukum dengan TERMOHON selama 26 tahun, dengan status hukum sah
hingga saat ini masih terikat dalam suatu pernikahan yang sah dan telah
dikaruniai tiga anak kandung: Gendis Siti Hatmanti (Perempuan, 25 tahun),
Bambang Panji Adhikumoro (Laki-laki, 21 tahun), Bambang Aditya
Trihatmanto (Laki-laki, 17 tahun). Walaupun PEMOHON dan TERMOHON
masih terikat dalam perkawinan perlu dilakukan tindakan prevensi terhadap
keselamatan harta bersama karena PEMOHON khawatir TERMOHON
melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama
berupa pemborosan karena TERMOHON mempunyai hubungan gelap dengan
wanita lain yang bernama MAYANGSARI, dari hubungan gelap bahkan
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
79
sampai ke taraf nikah sirry telah lahir anak bernama Siti Khirana Hartina
Trihatmojo. Seharusnya terhadap harta bersama setiap tindakan terhadapnya
harus dengan persetujuan kedua belah pihak, dan yang berhak atas harta benda
bersama hanya PEMOHON dan TERMOHON serta anak-anak dari
TERMOHON dan PEMOHON. Wanita lain tidak berhak sama sekali terhadap
harta bersama tersebut. Ada persangkaan kuat bahwa TERMOHON telah
memberikan ataupun melakukan pemborosan terhadap harta bersama dengan
wanita lain dengan didirikannya salon Pravda, showroom mobil serta hotel di
Purwokerto dan usaha rumah makan yang akan dibuat di Grand Indonesia atas
nama Mayangsari. Bahkan sampai saat PEMOHON mengajukan permohonan
ini wanita lain serta anak luar kawinnya diduga telah menempati rumah yang
termasuk dalam harta bersama milik PEMOHON dan TERMOHON, wanita
lain telah dibolehkan TERMOHON untuk menikmati dan memberikan harta
milik PEMOHON dan TERMOHON. Dengan demikian PEMOHON mohon
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang terhormat dapat menetapkan
sita marital agar TERMOHON tidak melakukan transaksi jual-beli,
menggadaikan, menjaminkan, atau menerima sebagai jaminan atau transaksi-
transaksi lain yang bersifat mengalihkan kepemilikan terhadap harta-harta
bersama demi menghindari adanya tuntutan hukum berupa pidana maupun
penggelapan.
Isi gugatan yang diajukan PEMOHON antara lain:
1. Mengabulkan permohonan sita marital (maritale beslaag) yang
diajukan oleh PEMOHON;
2. Menetapkan bahwa harta-harta kekayaan yang telah diuraikan
dalam permohonan sita marital dinyatakan sebagai harta
bersama;
3. Menyatakan sah permohonan sita marital (maritale beslaag)
yang diajukan oleh PEMOHON.
Ikatan perkawinan antara PEMOHON dan TERMOHON masih dalam
proses perceraian. TERMOHON memasukkan permohonan izin thalak ke
Pengadilan Agama tanggal 16 Januari 2005, permohonannya dikabulkan dan
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
80
PEMOHON mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama, dan
putusannya membatalkan permohonan izin thalak TERMOHON. Prosesnya
masih berjalan sampai sekarang masih berujung pada Mahkamah Agung,
TERMOHON masih bersihkukuh menceraikan PEMOHON secara legal
formal, dalam pemberitaan media massa disebutkan keinginnannya untuk
menceraikan PEMOHON lantaran ada wanita lain yang berstatus sebagai istri
sirrynya. Sementara di sisi lain, PEMOHON ingin mempertahankan
perkawinan yang telah dilakukan selama 26 tahun, tidak ingin rumah
tangganya hancur berantakan. Sementara selama ini, TERMOHON sering
membelanjakan hartanya kepada istri sirrynya sehingga dia menjadi “Orang
Kaya Mendadak”. PEMOHON khawatir harta bersamanya dengan
TERMOHON juga akan digunakan TERMOHON untuk dihamburkan ke istri
sirrrynya.
Adapun harta bersama yang dimintakan untuk diletakkan sita marital
kepada Pengadilan Agama berupa barang tidak bergerak meliputi beberapa
bidang tanah; rumah, dan juga berupa barang bergerak meliputi kapal;
kendaraan mobil; rekening Bank; dan saham-saham. Jumlah harta bersama
yang dimohonkan untuk ditetapkan sebagai harta bersama dan diletakkan sita
marital berjumlah 119 harta.
Dalam eksepsi Jawaban, kuasa TERMOHON mengungkapkan bahwa
PEMOHON pernah mengajukan sita marital yang sama dan serupa dengan
permohonan yang diajukan PEMOHON saat ini, dalam permohonan cerai
thalak yang diajukan pihak TERMOHON dengan nomor gugatan
249/Pdt.G/2007/PA.JP PEMOHON mengajukan permohonan sita marital
dalam rekopensinya pada tahap menjawab, yang pada akhirnya ditolak oleh
Majelis Hakim untuk permohonan sita maritalnya. Permohonan cerai thalak
TERMOHON masih belum berkekuatan hukum tetap (in kracht), sehingga
jika PEMOHON mengajukan permohonan sita marital yang terpisah sekali
pun dapat mengakibatkan putusan Pengadilan yang saling bertentangan satu
sama lain.
Selain itu, kuasa TERMOHON dalam Jawaban Pokok Perkaranya
menyebutkan bahwa PEMOHON dan TERMOHON sudah tidak tinggal
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
81
bersama lagi, TERMOHON hanya sekali saja datang ke rumah kediaman
bersamanya dengan PEMOHON dan itu pun tidak tidur satu kamar lagi
selama kurang lebih satu tahun. Menyangkal bahwa TERMOHON melakukan
pemborosan yang merugikan dan membahayakan harta bersama dengan
memberikan harta bersamanya kepada wanita lain dengan cara wanita lain
menempati rumah di daerah Simprug Golf, Grogol Jakarta Selatan yang
termasuk dalam harta bersama yang dimohonkan .
Kuasa TERMOHON juga menyatakan bahwa pengalihan atau
pembebanan harta bersama antara TERMOHON dan PEMOHON tidak
mungkin dilakukan karena menurut hukum, pengalihan atau pembebananan
atau segala sesuatu yang bersangkutan dengan harta bersama harus dengan
persetujuan kedua belah pihak, sejak TERMOHON belum mengajukan
permohonan cerai thalak pun TERMOHON sudah mengemukakan kesediaan
membagi harta bersama, namun pembagian harta bersama baru bisa dilakukan
setelah perkawinan putus. Apalagi sampai saat ini TERMOHON menunjukkan
itikad baiknya dengan bertanggung jawab memberikan uang nafkah dan
fasilitas-fasilitas yang sangat mencukupi untuk kehidupan PEMOHON dan
anak-anak PEMOHON dan TERMOHON.
Kuasa TERMOHON berpendapat bahwa permohonan sita marital
hanya dapat dilakukan bagi isteri yang tunduk pada KUHPer untuk menuntut
pemisahan harta bersama dengan maksud melindungi isteri dari kekuasaan
mutlak suami terhadap harta bersama serta harta bawaan yang bercampur
bulat setelah terjadinya perkawinan. Pemisahan harta bersama hanya dapat
diminta oleh isteri jika suami melakukan pengurusan harta yang buruk
terhadap isteri yang juga terkandung di dalam harta bersamanya sehingga
dengan putusan diletakkan sita marital selain harta berrsama dipisahkan, isteri
mendapat haknya lagi untuk mengurus hartanya sendiri. Sedangkan
PEMOHON tidak pernah menuntut pembagian harta bersama.
TERMOHON juga meminta kepada Majelis Hakim untuk tidak
menjatuhkan sita terhadap saham dan aset yang ada sangkut pautnya dengan
pihak ketiga karena berdasarkan pasal 3 UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas disebutkan bahwa barang-barang bergerak dan tidak
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
82
bergerak merupakan aset dan kekayaan pihak ketiga yang terpisah dengan
kekayaan TERMOHON.
TERMOHON juga berpendapat bahwa Islam tidak mengenal adanya
harta bersama, mengingat kekuasaan pihak suami maupun isteri adalah sama
atau seimbang, masing-maisng punya hak untuk menjual, menggadaikan dan
lain sebagainya, telah terjadi pemisahan harta yaitu terhadap harta bawaan
masing-masing, pengelolaannya ada pada kuasa baik suami maupun isteri.
Oleh karena itu pemisahan harta bersama saat ini sudah kehilangan maknanya
dan dalam praktik sekarang ini sita marital tidak banyak dimanfaatkan.
Saksi ahli yang mendukung dalil PEMOHON adalah Prof. Dr. Zulfa
Djoko Basuki, S.H., M.H.; Yahya Harahap S.H.; K.H. Nazri Adlani, M.A.
Menurut pendapat Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. sita marital dapat
dilakukan dengan permohonan terpisah yang berdiri sendiri selama
perkawinan berlangsung yang bertujuan untuk menyelamatkan harta bersama
bila ada indikasi adanya perbuatan yang dapat merugikan dan membahayakan
harta bersama. Permohonan sita marital yang diajukan oleh PEMOHON
berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam sudah tepat dan benar.
Pernyataan beliau pun dipertegas oleh Pendapat H.M. Yahya Harahap, S.H.
menurutnya pengajuan sita marital yang satu rumpun dengan sita jaminan
secara tersendiri dengan artian terlepas dari perkara cerai berdasarkan pasal 95
Kompilasi Hukum Islam diperbolehkan. Maksud dari pasal 95 Kompilasi
Hukum Islam sendiri menurutnya sebagai upaya untuk menyelamatkan harta
bersama suami isteri supaya tidak berpindahtangan kepada pihak lain,
menjamin harta bersama agar tidak mengalami kehancuran guna menjamin
keselamatan obyek harta bersama. Beliau juga berpendapat mengenai eksepsi
jawaban TERMOHON Yang mengatakan akan ada pertentangan putusan.
Menurut beliau, tidak akan terjadi pertentangan putusan Majelis Hakim
terdahulu dengan putusan Majelis Hakim perkara ini mengenai sita marital.
Jika putusan cerainya dikabulkan tetap saja putusan sita maritalnya sah, begitu
pula jika cerainya ditolak sita maritalnya pun tetap sah sehingga antara
putusan Majelis Hakim justru saling menguatkan. Yahya Harahap juga
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
83
mengemukakan bahwa walaupun sita marital jarang dipergunakan sekarang
ini, bukan berarti upaya hukum tersebut tidak boleh dilakukan.
Menurut pendapat Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. sita
marital merupakan sita khusus yang diterapkan terhadap harta bersama suami
isteri yang fungsinya melindungi hak pemohon selama pemeriksaaan sengketa
perceraian di pengadilan berlangsung dengan menyimpan atau membekukan
barang-barang yang disita agar tidak jatuh ke tangan pihak ketiga.
Menurutnya, dengan adanya penyitaan terhadap harta bersama, baik suami
maupun isteri dilarang memindahkannya kepada pihak ketiga dalam bentuk
apapun.
Menurut pendapat K.H. Nazri Adlani, M.A. pasal 95 KHI tidak
bertentangan dengan Hukum Islam, karena maksud sita marital agar harta
bersama terjaga dengan baik dan tidak saling merugikan di antara suami dan
isteri, sesuai dengan prinsip dalam Surat Al Baqarah ayat 279 yang intinya
tidak saling merugikan. Walaupun tanpa dikaitkan dengan perceraian, pasal 95
Kompilasi Hukum Islam membolehkan mengajukan sita harta bersama secara
tersendiri yang sifatnya menyelamatkan harta bersama.
Lain halnya dengan pernyataan saksi ahli yang diajukan TERMOHON,
Prof.. Dr. Bernadette M. Waluyo, S.H., M.H., C.N. Menurutnya, jika telah
diajukan permohonan cerai baik dalam bentuk permohonan thalak maupun
dalam bentuk gugatan cerai, sita jaminan atas harta bersama atas dasar pasal
95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam tidak dapat diberlakukan. Selain itu, saksi
ahli lain yang diajukan TERMOHON pun mementahkan Kompilasi Hukum
Islam sebagai dasar hukum yang dapat digunakan dalam Sistem Hukum
Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Abdul Djamali, S.H. Menurutnya,
Kompilasi Hukum Islam hanya merupakan himpunan atau kumpulan
ketentuan-ketentuan hukum positif teretentu, digunakan sebagai pedoman dan
acuan dalam beracara di Pengadilan Agama menjadi pelengkap dari dasar
hukum positifnya, oleh karena itu ketentuan-ketentuan dalam Kompilasi
Hukum Islam tidak dapat dijadikan dasar hukum yang berdiri sendiri dalam
gugatan atau permohonan yang disamapaikan ke Pengadilan Agama.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
84
PEMOHON mengajukan 119 harta yang ingin ditetapkan sebagai harta
bersama sekaligus diletakkan sita marital/ sita jaminan atas harta bersama.
Pengadilan Agama menetapkan hanya 8 di antara kesemua harta bersama yang
diajukan PEMOHON. Harta tersebut di antaranya:
1. Tanah seluas ±1.985 m2 di Menteng atas nama Bambang
(TERMOHON);
2. tanah seluas ±1.259 m2 di Menteng atas nama Bambang
(PEMOHON);
3. mobil Porsche Cayenne B 905 AT atas nama Halimah
(PEMOHON);
4. mobil Volkswagen Toureg B 82 G atas nama Halimah
(PEMOHON);
5. tanah dengan luas 3.105 m2 di Ciganjur atas nama Halimah
(PEMOHON);
6. tanah seluas 2.705 di Jalan Simprug Garden II Grogol Selatan
atas nama PT Asri Land;
7. tanah seluas 1.355 m2 Jalan Simprug Garden II RT 007/03
Grogol Selatan atas nama PT Asri Land;
8. tanah seluas ±4.650 m2 di Megamendung Bogor atas nama
Bambang (TERMOHON).
4.2. Analisa Data
4.2.1. Kedudukan Kompilasi Hukum Islam sebagai
Ijtihad Ulama dan Peraturan Perundang-undangan Nasional
Penerapan Hukum Islam melalui perundang-undangan seperti
Kompilasi Hukum Islam yang dijadikan pegangan dalam penerapan
hukumnya untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat menuju
tujuan Hukum Islam salah satunya mengenai masalah harta bersama
mengandung masalah ijtihadiyah yang diselesaikan dengan ijtihad ulama
Indonesia dengan menggunakan metode-metode istihlah, istihsan, ‘urf dan
lain sebagainya yang merupakan metode istidlal dengan tujuan jabal mashalih
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
85
wa dar’u al mafasid. 143 Dapat dikatakan kedudukan Kompilasi Hukum Islam
merupakan ijma’ yang merupakan salah satu metode ijtihad yaitu usaha atau
ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mengarahkan seluruh kemampuan
dilakukan oleh orang (ahli Hukum) seperti Ulil Amri/Ulama yang memenuhi
syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam Al Qur’an dan Sunnah. Metode ijma’ merupakan
persetujuan atau kesesuian pendapat para ahli mengenai suatu masalah
(hukum syariat mengenai suatu kejadian/kasus) pada suatu tempat di suatu
massa yang diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama.144 Pembuatan
Kompilasi Hukum Islam menurut pertimbangan Hakim telah melibatkan
banyak pakar hukum dari Perguruan Tinggi terutama IAIN dan semua ulama
di Indonesia. Perlu diperhatikan lebih seksama, ijma’ merupakan persetujuan,
jika ada satu orang saja yang tidak menyetujui suatu pendapat hal tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai ijma’. Dengan perkataan lain, semua ahli hukum
dan semua ulama menyetujui suatu pendapat merupakan ijma’ berarti isi atau
materi yang dikandung dalam Kompilasi Hukum Islam disetujui dengan suara
bulat oleh semua ulama di Indonesia.
Sebelum adanya Kompilasi, mengingat adanya ketidakseragaman
pendapat dalam hukum Islam, adanya kesimpangsiuran putusan dan tajamnya
perbedaan pendapat mengenai masalah hukum Islam, masalah fiqh berbeda-
beda yang dikhawatirkan jadi pemecah, pemilihan kitab rujukan yang ada di
antara hakim berbeda, dan kitab kuning yang merupakan ijtihad berisi
pendapat dan pasti berbeda antara pendapat mujtahid yang satu dengan yang
lainnya maka Pemerintah perlu memberikan suatu pedoman yang dapat
digunakan hakim dalam menerapkan hukum Islam di Indonesia. Menurut Prof.
Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. jika sudah diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam maka hakim tidak dapat berpendapat lain dengan merujuk pada
suatu aliran di dalam hukum Islam, karena judge made Law hanya bisa
dilakukan jika tidak ada hukumnya. Jika ada hukumnya, hukumnyalah yang
harus dilaksanakan. Kompilasi Hukum Islam merupakan Lex Spesialis yang
143 Abdurrahman, Op. Cit. 144 Ali, Op. Cit., hlm.120-123.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
86
merupakan hukum khusus yang menyimpang dari lex generalis yang
merupakan dasar dari lex generalis.145 Oleh karena itu agar Kompilasi Hukum
Islam dapat berlaku maka Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No.1
tahun 1991 dan ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No.
154/1991 yang kemudian Dirjen Peradilan Agama menindaklanjutinya dengan
memerintahkan kepada seluruh hakim untuk mempedomani dan
memberlakukan KHI sebagai landasan hukum bagi masyarakat Islam dalam
mengadili sengketa yang timbul.
Menurut pendapat Koesnoe, Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum
Islam dapat dilihat dalam dua kedudukan yaitu sebagai ijma’ dan sebagai
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan.
Sebagai peraturan perundang-undangan kedudukannya sebagai Instruksi
Presiden (Inpres) sama dengan Keputusan Presiden (Kepres), berdasarkan
hierarki perundang-undangan kedudukannya ada di bawah Undang-undang.
Dasar dari Instruksi Presiden itu sendiri adalah pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945 Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.146 Presiden memegang
kekuasaan Pemerintahan Negara. Salah satu kekuasaan pemerintahan yang
dapat dilakukan Presiden adalah mengeluarkan peraturan, salah satunya adalah
Instruksi Presiden atau Keputusan Presiden.
Instruksi Presiden ditujukan kepada Menteri Agama untuk
menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang sudah disepakati. Salah satu
diktum keputusan ini adalah untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam
yang terdiri dari 3 Buku mengatur Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan
yang telah diterima oleh para ulama dalam lokakarya nasional. Oleh karena itu
tidak dapat ditemukan penegasan mengenai kedudukan dan fungsi Kompilasi
Hukum Islam. Salah satu konsideran instruksi menyatakan bahwa Kompilasi
Hukum Islam oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannnya
dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.
145 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1999). Hlm. 142. 146 Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya amandemen I, II, III, dan IV.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
87
Koesnoe juga “Dapat menjadi pedoman” tidak harus diartikan
kompilasi tidak mengikat, untuk beberapa pihak dapat menggunakannya dan
pihak yang lainnya lagi tidak memakainya. Pedoman seharusnya bisa diartikan
hal yang dapat dijadikan pegangan sehingga bisa berpegang teguh pada
pedoman tersebut. Layaknya sumber hukum Islam yang pertama dan Kedua
yakni Al Qur’an dan Sunnah/Hadits Rasul merupakan pedoman bagi Umat
Islam, tentunya tidak dapat diartikan Umat Islam tidak terikat terhadap Al
Qur’an dan hadits sehingga bagi umat Islam bisa memutuskan apakah ingin
menggunakannya atau tidak. Akan menjadi sangat riskan bila suatu pedoman
tidak ditaati, terlebih lagi Kompilasi Hukum Islam adalah ijma’ yang
merupakan ijtihad ulil amri yang telah memenuhi syarat tertentu, karena
Kompilasi Hukum Islam merupakan ijma’ yang merupakan ijtihad maka dapat
dikatakan Kompilasi Hukum Islam merupakan sumber Hukum Islam bagi
masyarakat Indonesia. Tanpa adanya pedoman hidup manusia tidak tertatur
tanpa arah, untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang semestinya ditaati.
Apabila “dapat menjadi pedoman” diartikan kompilasi tidak mengikat tentulah
tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam. Menurut
Yahya Harahap tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam adalah: Untuk
merumuskan secara sistematis Hukum Islam di Indonesia secara konkret;
dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di Lingkungan Peradilan
Agama; dapat terbina penegakan kepastian hukum yang lebih seragam dalam
pergaulan lalu lintas masyarakat Islam. Jika keberlakuan Kompilasi Hukum
Islam tidak seragam ada yang menggunakan adapula yang tidak menggunakan
maka tujuan tersebut tidak dapat tercapai.
Menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhary, Kompilasi Hukum Islam
sebagai pedoman tidak hanya harus diperhatikan tapi juga mempunyai
kekuatan mengikat bagi para Hakim Peradilan Agama. Dengan demikian
penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang tidak setuju dengan pendapat
saksi ahli dari TERMOHON, Abdul Djamali, S.H. yang menyebut Kompilasi
Hukum Islam sebagai pedoman saja yang diartikan tidak harus dipatuhi.
Menanggapi pernyataan saksi ahli Abdul Djamali S.H. yang menafikan
substansi Kompilasi Hukum Islam dengan menyatakan “Apabila Kompilasi
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
88
Hukum Islam merupakan hukum positif bertarti di Negara ini ada dualistis
hukum positif sejenis.” Pendapat seperti itu menyamakan secara
berdampingan dan bersamaan ketentuan-ketentuan hukum positif dalam Ayat
Al Qur’an, hadits dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang perkawinan
dengan Kompilasi Hukum Islam. Menurutnya pembuatan Kompilasi Hukum
Islam mencampurkannya dengan ketentuan-ketentuan hukum dalam aturan
hukum lain bahkan fiqh sebagai penjabaran dari Mahzab dari Hadits Nabi
dengan ketentuan-ketentuan hukum positif yang diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan. Pendapat Abdul Djamali dapat disimpulkan mengungkapkan
bahwa “ Kompilasi Hukum Islam bukanlah sumber hukum.” Majelis Hakim
tidak sependapat dengan pernyataan saksi ahli ini. Kompilasi Hukum Islam
yang bukan merupakan sumber hukum di Indonesia tidak berdasarkan fakta,
karena pada faktanya Pengadilan Agama sampai Mahkamah Agung telah lama
menerapkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Pendapat Abdul Djamali
terlalu kebarat-baratan, dan mengarah ke teori Iblis, teori receptie yang
diajarkan oleh Cornelis Van Vollenhoven dan Betrand ter Haar dan Snouck
Hugronye. Menurut teori receptie yang berkembang sebelum adanya hukum
nasional Indonesia yaitu masih adanya hukum adat dan hukum Islam, antara
hukum adat dengan hukum Indonesia dipertentangkan dan seolah-olah tidak
dapat menyatu. Teori ini sebenarnya punya maksud politis untuk memecah
belah dan mengadu domba rakyat Indonesia untuk mengukuhkan kekuasaan
Belanda di Indonesia.147 Teori ini bagaikan teori membelah bambu,
mengangkat belahan yang satu (adat) dan menekan belahan yang lain (Islam),
hukum adat kedudukannya lebih tinggi daripada hukum Islam. Teori ini
mempunyai maksud untuk menghapuskan hukum Islam dari Indonesia,
mematikan pertumbuhan Hukum Islam. Pertimbangan hakim terhadap
pendapat saksi ahli Abdul Djamali tentunya menentang teori resepsi, karena
teori ini mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan
perintah Allah dan Sunnah Rasulnya. Majelis Hakim tentunya tidak
menganggap hukum Islam itu sendiri, Majelis Hakim menganggap Hukum
Islam merupakan hukum, tidak tergantung apakah hukum Islam tersebut sudah
147 Ali, Op. Cit., hlm.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
89
atau belum dapat diterima. Mematuhi hukum Islam merupakan ketaatan dan
ketaqwaan. Lagipula teori receptie ini sudah tidak sesuai lagi dan tidak
berlaku lagi dengan kondisi Hukum Indonesia saat ini.
Jika ingin dihubungkan dengan sesuai atau tidaknya dengan keadaan
hukum, Kompilasi Hukum Islam sudah sesuai dengan keadaan masyarakat
Hukum Islam itu sendiri. Mengingat pembentukan Kompilasi Hukum Islam
salah satunya dengan memperhatikan prinsip “Unity dan Variety” yaitu
semacam bentuk sosiologis yang mengacu pada kondisi yang “satu dalam
keragaman.” Tujuannnya justru menghindari adanya ketidakseragaman. Selain
itu, metode lain yang digunakan adalah melakukan pendekatan perumusan
Kompilasi Hukum Islam dengan pendekatan kompromi dengan hukum Adat
untuk mengantisipasi perumusan nilai-nilai hukum yang tidak dijumpai
nashnya dalam Al Qur’an dan Sunnah, sedangkan pada sisi lain, nilai-nilai itu
sendiri telah tumbuh subur berkembang sebagai norma adat dan kebiasaan
masyarakat Indonesia. Di samping itu, nilai-nilai adat kebiasaan yang dalam
konteks ilmu hukum Islam disebut dengan istilah ‘Urf itu nyata-nyata
membawa kemaslahatan ketertiban serta kerukunan dalam kehidupan
masyarakat. Jelas tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam untuk
kemaslahatan, dapat diasumsikan bahwa dengan menjadikan Kompilasi
Hukum Islam sebagai dasar hukum membawa manusia khususnya mayarakat
Islam di Indonesia ke arah yang mursalah bukan ke arah mudharat. Pendapat
saksi ahli seakan membuat paradigma baru bahwa Kompilasi Hukum Islam
bukanlah sumber hukum yang tidak harus digunakan, bagi pihak tertentu bisa
menggunakann bagi pihak lainnya tidak wajib digunakan seakan berdampak
bahwa Kompilasi Hukum Islam membawa masyarakat Islam Indonesia ke
arah mudharat karena adanya dualistis hukum.
Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam berlaku mengikat karena
seluruh Hakim sudah menggunakan Kompilasi Hukum Islam, hak hakim
untuk berijtihad tidak boleh lagi menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
disebutkan secara tegas dengan Kompilasi Hukum Islam, bukan lagi
menerapkan keyakinan hukumnya sesuai dengan pendapat yang dianutnya
dalam salah satu kitab fiqh. Untuk ketentuan yang masih belum diatur dalam
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
90
Kompilasi Hukm Islam dapat dirujuk ke dalam kitab-kitab fiqh sebagai
perbandingan untuk penafsiran bagi para hakim. Perlu diingat fiqh merupakan
bahan perbandingan, jika pada praktiknya ada pertentangan antara Kompilasi
Hukum Islam dengan Fiqh, yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam
yang merupakan Lex spesialisnya.
Masalah sita marital atau disebut juga sebagai sita jaminan atas harta
bersama diatur dengan tegas dalam Kompilasi Hukum Islam. Tidak perlu lagi
dipertanyakan ketentuan yang mengaturnya, karena sudah jelas tertulis. Tidak
perlu mempertanyakan apakah Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman
dapat diterapkan dan berlaku mengikat atau tidak. Jika tidak ada
pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam barulah dapat dirunut ke dalam
kitab fiqh . Selama ketentuan yang diatur tidak bertentangan dengan sumber
hukum Islam lainnya yang lebih tinggi, yaitu Al Qur’an dan Hadits bukan
merupakan suatu masalah untuk menerapkan ketentuan tersebut.
Sita marital erat kaitannya dengan perkawinan. Kompilasi Hukum
Islam merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang perkawinan bagi
pemeluk agama Islam. Dalam hukum perkawinan kedudukan Kompilasi
Hukum Islam merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan
bagi Pemeluk Agama Islam karena sejalan dengan Undang-Undang
Perkawinan. Jika sejalan dengan Undang-undang tidak ada alasan untuk tidak
dijadikan sebagai sumber hukum. Kalaupun ada yang bertentangan, karena
Kompilasi Hukum Islam yang digunakan bagi umat Islam karena lebih sesuai
dengan syariat dan sebagai lex spesialis dari Undang-Undang Perkawinan
yang merupakan hukum khusus yang bisa menyimpang dari lex generalis yang
sebagai dasarnya.
4.2.2. Kedudukan Harta Bersama terhadap Suami Isteri
Kedudukan antara suami dan isteri adalah sama, baik suami maupun isteri
berhak atas harta pribadi/ harta bawaan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap hartanya. Namun, untuk harta bersama dalam melakukan perbuatan
hukum terhadapnya dibutuhkan persetujuan kedua belah pihak.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
91
Pada dasarnya menurut Hukum Islam, harta suami isteri terpisah. Masing-
masing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya dengan
sepenuhnya tanpa boleh diganggu oleh pihak lain. Baik merupakan harta
bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami
isteri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang diperoleh oleh salah
seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka menikah.
Prof. Hazairin menyimpulkan bahwa Al Qur’an tidak mengatur lembaga harta
bersama dalam perkawinan. Dalam kitab fiqh pun tidak menyebut tegas mengenai
harta bersama selama perkawinan yang disebut sebagai harta kekayaan
perkawinan. Kitab fiqh yang ada hanya membahas mengenai mahar. Oleh karena
itu segala sesuatu yang tidak diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul menjadi
otonomi setiap umat Islam untuk mengaturnya secara “syura bainahum”.148
Dengan demikian ada pendapat yang menyatakan harta bersama dapat terjadi
dalam perkawinan Islam, ada juga yang berpendapat bahwa Islam tidak mengenal
harta bersama kecuali dengan dilakukannya syirkah.
Harta bersama sebelumnya dikenal dalam masyarakat hukum adat sebagai
harta gono-gini. Di Mesir tidak dikenal harta gono-gini seperti di Indonesia. Para
ulama Indonesia yang melakukan ijtihad mengatur mengenai harta tersebut yang
kemudian dirumuskan dalam Kompilasi Hukum Islam. Menurut keterangan yang
penulis dapat dari wawancara dengan anggota Majelis Hakim yang memutus
perkara ini, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. Harta bersama yang dikenal Islam
diadopsi dari hukum adat, sebagaimana metode ijtihad bisa dilakukan dengan cara
‘Urf. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam dapat
dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.( al-’adatu
muhakammah).149
Berdasarkan pendapat yang mengakui adanya harta bersama, walaupun
harta suami isteri terpisah, dan diberikan hak yang sama bagi isteri dan suami
mengatur harta pribadinya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-masing namun
dimungkinkan adanya syirkah yang merupakan percampuran harta kekayaan yang 148 Ramulyo, Op. Cit., hlm 28.
149 Wawancara dengan Anggota Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
92
diperoleh suami dan/atau isteri selama masa adanya perkawinan atas usaha suami
atau isteri sendiri-sendiri atau usaha bersama..
Dengan menikah PEMOHON dan TERMOHON terjadi perkongsian
terbatas (syarikatur rajuli filhayati), PEMOHON menjadi kongsi sekutu
TERMOHON dalam melayari bahtera hidup. Kekayaan bersatu karena syirkah
seakan-akan merupakan harta kekayaan tambahan. Antara PEMOHON dan
TERMOHON melakukan usaha bersama selama perkawinan yaitu sebagai
pemegang saham sebesar 99,99% saham atas PT Asri Land. Perusahaan tersebut
dibentuk selama PEMOHON dan TERMOHON terikat dalam perkawinan. Hal ini
ditunjukkan dalam Akta Risalah Rapat PT Asri Land bahwa TERMOHON adalah
Direktur Utama dan Pemilik dari 99,99% saham PT Asriland sedangkan
PEMOHON adalah komisaris Asriland. Dengan menduduki posisi-posisi kunci
serta memiliki saham mayoritas dari perusahaan Asriland maka dengan mudah
dipergunakan sebagai nominee dari harta-harta yang dimiliki oleh TERMOHON
maupun PEMOHON. Selama dalam perkawinannya Perusahaan tersebut semakin
berkembang sehingga harta bersama juga bertambah. Jika antara suami isteri
melakukan usaha bersama selama perkawinan perolehan atas usaha tersebut
menjadi milik bersama. Berdasarkan katagori harta dikatakan sebagai harta
bersama dalam kehidupan perkawinan menurut Yahya Harahap salah satunya
adalah penghasilan yang tumbuh dari harta bersama dan harta bawaan. Saham PT
Asriland yang dimiliki oleh PEMOHON dan TERMOHON merupakan
penghasilan harta bersama dan harta bawaan.
Lamanya hubungan perkawinan sebanding dengan jumlah harta bersama
yang didapat. Semakin lama suatu hubungan dimungkinkan semakin banyak pula
harta bersama yang didapatkan. Selama dalam ikatan perkawinan, jika diperoleh
harta baik dihasilkan oleh pihak suami atau isteri sendiri-sendiri ataupun diperoleh
atas hasil kerja sama antara kedua pihak akan menjadi harta bersama. Dengan
adanya perolehan harta, maka memungkinkan harta bersama bisa bertambah.
Atas perolehan harta selama perkawinan tersebut melahirkan tanggung
jawab memeliharanya dan mengelolanya. Sesuai dengan Pasal 89 dan 90
Kompilasi Hukun Islam, baik suami maupun isteri bertanggung jawab atas harta
bersama, harta isteri maupun suaminya dan hartanya sendiri. Untuk menjual atau
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
93
memindahkan harta bersama tersebut dibutuhkan persetujuan baik suami maupun
isteri.
Majelis hakim tidak menjelaskan kedudukan harta bersama antara
PEMOHON dan TERMOHON. Pada pertimbangan hukumnya hanya disebutkan
bahwa pihak yang mendalilkan harta bersama dia yang harus membuktikan. Tidak
memberikan pertimbangan batasan apa yang menjadi harta bersama dan harta
bawaan. Hal ini sesuai dengan katagori harta bersama dalam perkawinan yang
disebutkan oleh Yahya Harahap. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama
perkawinan itulah yang merupakan harta bersama. PEMOHON harus
membuktikan adanya harta bersama, mengingat siapa yang mendalilkan dia yang
membuktikan. Namun TERMOHON untuk menyangkal bahwa harta yang
dimaksud PEMOHON bukan harta bersama melainkan merupakan harta pribadi/
harta bawaannya dapat dibuktikan dengan akta notariil atau alat bukti sah lainnya
bahwa harta yang diperoleh adalah harta pribadinya terpisah dari harta bersama,
maka harta tersebut digolongkan sebagai harta pribadi bukan harta bersama. Jika
TERMOHON tidak bisa menunjukkan harta selama perkawinan adalah harta
pribadinya, maka harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut dianggap
sebagai harta bersama.
PEMOHON tidak bisa membuktikan harta-harta yang diajukan dalam
gugatannya karena PEMOHON tidak dapat memperlihatkan asli surat bukti
tertulis, PEMOHON hanya menunjukkan bukti berupa foto copy yang nilai
pembuktiannya kurang kuat. PEMOHON hanya bisa menunjukkan asli surat bukti
berupa :
1. Sertifikat tanah No. 133/Gondangdia yang dikeluarkan oleh Kantor
Agraria Jakarta Pusat tahun 1987 atas nama TERMOHON
terhadap tanah seluas ±1.985 m2 di Menteng;
2. Sertifikat tanah No. 216/Gondangdia yang dikeluarkan oleh Kantor
Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan tahun 1996 atas nama
TERMOHON tanah seluas ±1.259 m2 di Menteng;
3. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor D No. 0987837 mobil Porsche
Cayenne No. Polisi B. 905 atas nama PEMOHON;
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
94
4. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor D. No. 7283570 mobil
Volkswagen Toureg No. Polisi B 82 G atas nama PEMOHON;
5. Akta Jual Beli Tanah Nomor 26/ V/ 1982 dengan luas 3.105 m2 di
Ciganjur atas nama PEMOHON;
6. Surat Perjanjian jual beli tanah serta bangunan seluas ±4.650 m2 di
Megamendung Bogor atas nama TERMOHON.
Bagi Majelis Hakim dibutuhkan ketelitian memisahkan antara harta
bersama dengan harta bawaan/harta pribadi. Menurut Drs. Faizal Kamil S.H.
M.H. Harta bawaan dilihat dari sudut pandang asalnya, sedangkan harta bersama
dilihat dari hasil dan perolehan dari usaha atau pekerjaan.150 Menurut Ketua
Majelis Hakim, Drs. H. Alizar Jaz, S.H. M.H.,jika perolehan suatu harta bukan
saat dalam ikatan perkawinan harus dibuktikan, jika bukan harta bersama
seharusnya dicatat di notaris.151 Pembagian antara harta bawaan dengan harta
bersama berkaitan dengan harta yang bisa diletakkan sita marital. Pada dasarnya
harta bawaan/harta pribadi tidak dapat diletakkan sita marital, dan sita marital
hanya diletakkan terhadap harta bersama secara keseluruhan baik yang ada di
tangan PEMOHON atau TERMOHON. Harta pribadi/bawaan PEMOHON yang
ada di tangan TERMOHON juga tidak menutup kemungkinan untuk diletakkan
sita.
4.2.3. Kedudukan Harta Bersama Terkait dengan Pihak Lain (Pihak ke-3)
Dalam pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa harta
kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik
sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan
berlangsung dan selanjutnya disebut sebagai harta bersama tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapa.
PEMOHON dan TERMOHON bekerjasama dengan membentuk PT
Asriland. PEMOHON sebagai komisarisnya dan TERMOHON sebagai Direktur
Utama. Suatu perseroan terbatas melakukan hubungan perdagangan dan perikatan
150 Wawancara dengan Anggota Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
151 Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk.
Drs. H. Alizar Jas, S.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
95
lainnya dengan pihak ketiga. Dalam hubungan tersebut dihasilkan harta kekayaan
perusahaan. Dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas diatur bahwa kekayaan pihak ketiga terpisah tidak
meliputi dengan harta kekayaan pribadi pemegang saham. Pemegang saham
perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian melebihi saham yang
dimiliki.152 Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas
seluruh saham yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan fungsi tanggung jawab
terbatas (Limited Liability) yang diterapkan ke dalam suatu perusahaan. Selama
belasan tahun TERMOHON dan PEMOHON membangun bahkan
mengembangkan usaha dari perusahaan. Hasil dari hubungan perdagangan
maupun perikatan lainnya layaknya menambah jumlah pendapatan bagi
perusahaan yang PEMOHON dan TERMOHON bangun. Hal ini tentunya juga
berakibat pada jumlah harta kekayaan masing-masing pihak akan bertambah,
sebagaimana syirkah atau harta bersama merupakan harta tambahan bagi suami
isteri.
PEMOHON bekerja sama dengan TERMOHON dalam pemilikan saham
serta pengelolaan perusahaan tersebut. Baik PEMOHON maupun TERMOHON
berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya. Sebagaimana Al Qur’an telah
mengaturnya: Manusia, sebagai khalifah-Nya di bumi, berhak mengurus dan
memanfaatkan milik mutlak Allah itu dengan cara-cara yang benar dan halal dan
berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya.153
Salah satu harta yang didaftarkan dengan nama PT Asri Land, adalah
Tanah di jalan Simprug Garden II Grogol Selatan. TERMOHON meminta agar
harta tersebut tidak diletakkan sita karena harta terdaftar atas nama pihak lain
yaitu PT Asriland sebagai badan hukum. Di mana harta kekayaan badan hukum
terpisah dengan harta yang menjadi pengurusnya. Majelis Hakim berpendapat
walaupun harta tersebut atas nama PT Asri Land tidak menjadi halangan hukum
untuk menetapkannya sebagai harta bersama PEMOHON dengan TERMOHON.
152 Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007. LN No.106
tahun 2007, TLN No.4756.
153 Ali (2), Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
96
Berdasarkan pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam, harta bersama tidak
mempersoalkan terdaftar atas nama siapa. Harta bersama tidak harus didaftar atas
nama suamikah, istri sajakah, tapi juga dimungkinkan atas nama pihak ketiga
seperti Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnnya. Dalam pengaturan ini
difokuskan pada perolehan harta bersama selama berlangsungnya ikatan
perkawinan, bukan atas nama siapa objek tersebut didaftarkan.
Kepemilikan PEMOHON dan TERMOHON terhadap saham PT Asri
Land sebesar 99,99% dapat dikatakan hampir semua sahamnya sebagai harta
bersama. Ada harta bersama PEMOHON dan TERMOHON dalam asset pada PT
Asri Land tersebut. Salah satunya adalah tanah bersertifikat hak guna bangunan
seluas 2.705 m2 di Jalan Simprug Garden II Grogol Selatan dan tanah seluas
1.355 m2 bersertifikat hak guna bangunan Jalan Simprug Garden II RT 007/03
Grogol Selatan.
Pengertian harta kekayaan menjadi luas jangkauannya, seperti yang diatur
dalam pasal 91 Kompilasi Hukum Islam. Harta bersama dapat berupa benda
berwujud meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga
atau benda tidak berwujud berupa hak maupun kewajiban. Surat-surat berharga
seperti saham, polis, cek dan lain sebagainya termasuk sebagai harta kekayaan.
Kepemilikannya jika selama perkawinan sama halnya dengan harta kekayaan
lainnya seperti benda bergerak dan tidak bergerak merupakan harta bersama.
PEMOHON dan TERMOHON mempunyai harta kekayaan berupa saham, di
mana saham tersebut didapat selama ikatan perkawinan merupakan harta bersama.
Saham PEMOHON dan TERMOHON terkandung dalam asset PT Asri Land,
asset tersebut dapat dikategorikan sebagai hara kekayaan PEMOHON dan
TERMOHON yang dapat disebut sebagai harta bersama.
Asset tersebut dikhawatirkan oleh PEMOHON akan berpindah tangan,
maka PEMOHON mengajukan asset tersebut untuk disita oleh Pengadilan
Agama, asset yang termasuk harta bersama dibekukan guna melindungi utuhnya
harta bersama agar baik PEMOHON, TERMOHON maupun PT Asri Land itu
sendiri tidak ada yang dirugikan. Bagi PT Asri Land, dengan diletakkannya sita
marital pada asset tersebut tidak menghalangi perputaran asset-asset tersebut
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
97
dalam pengelolaannya karena sifat peletakan Sita marital atau sita jaminan atas
harta bersama hanya sekedar pengamanan.
4.2.4. Alasan Sita Marital PEMOHON Terhadap TERMOHON
Alasan pokok permohonan sita marital oleh PEMOHON setidaknya ada
dua alasan pokok yakni adanya Qorinah (persangkaan kuat Majelis Hakim)
hubungan tersendiri bahkan sudah sampai ke tingkat nikah siry antara
TERMOHON dengan Mayangsari dilahirkan seorang anak perempuan. Alasan
kedua adanya keinginan TERMOHON menceraikan PEMOHON secara legal
formal. Dari kedua alasan pokok tersebut, PEMOHON khawatir harta bersamanya
dengan TERMOHON tidak aman dan tidak bisa diselamatkan yang akibatnya
akan merugikan PEMOHON dan anak-anaknya dikemudian hari. Bahkan Majelis
Hakim sampai ke tingkat Muttawattir (fakta tidak dapat disangkal lagi) karena
TERMOHON menunjukkan hubungannya dengan istri sirrynya secara nyata di
depan publik, dan media massa banyak memuat berita tersebut tanpa ada
penyangkalan sebagai klarifikasi dari TERMOHON. Sesuatu yang logis apabila
seseorang tidak membantah apa yang terjadi di depan publik pihak tersebut
cenderung membenarkan. Dengan demikian Majelis Hakim menetapkan adanya
Qorinah berupa persangkaan kuat atas fakta-fakta tingkah laku antara
TERMOHON dan Mayangsari.
PEMOHON dapat membuktikan alasan untuk diajukan sita marital atau
yang disebut sebagai sita jaminan atas harta bersama, untuk itu Majelis Hakim
mengabulkan Permohonan Sita Maritalnya. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum
Islam yang merupakan modifikasi dari pasal 186 KUHPer.154 Salah satu dasar
diajukannya permohonan sita marital adalah adanya perbuatan yang merugikan
dan membahayakan harta kekayaan perkawinan seperti salah satu contohnya
adanya pemborosan atau kelalaian lain dalam menjaga harta kekayaan
perkawinan. Hal ini dapat dirujuk ke dalam Nash Al Qur’an. Allah tidak
menyukai keborosan dalam Surah Al Isra’ (27): Sesungguhnya orang-orang
154 Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. H.
Drs. Alizar Jas, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
98
pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhannya.155
PEMOHON mengajukan alasan adanya kekhawatiran yang beralasan
terhadap keamanan harta bersama, walaupun ada ketentuan yang mengatur bahwa
harta bersama tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain tanpa adanya
persetujuan kedua belah pihak hal ini tidak memberi suatu jaminan harta bersama
tidak berpindah tangan. Untuk itu, PEMOHON ingin mengamankan harta
bersamanya dengan TERMOHON dijamin secara legal formal yaitu dengan
meletakkan sita agar PEMOHON dan anak-anaknya tidak dirugikan.
Majelis hakim menggunakan alat bukti persangkaan bahwa telah terjadi
perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama mengacu pada
Qorinah bahwa TERMOHON telah memiliki hubungan dengan wanita lain
bahkan sampai ke tingkat nikah sirry. Tentunya terdapat persangkaan
TERMOHON dapat melakukan perbuatan yang membahayakan harta bersama
yang akibatnya akan merugikan PEMOHON dan anak-anak dari PEMOHON dan
TERMOHON.
Persangkaan Majelis Hakim tersebut dapat menjadi alat bukti,
sebagaimana diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata jo. Pasal 164 HIR. Majelis
memandang hubungan TERMOHON dan wanita lain dapat dilihat sebagai
muttawattir adanya Qorinah menyebabkan TERMOHON sewenang-wenang
terhadap harta bersamanya dengan PEMOHON. Merupakan pandangan yang logis
jika istri sah khawatir harta bersama dengan suami sah akan disalah gunakan
terhadap istri sirrynya, mengingat pernikahan sirry terjadi dirahasiakan oleh
suami. Sirry dapat diartikan diam-diam atau dalam hati. Begitulah yang terjadi
terhadap PEMOHON yang khawatir harta bersamanya akan diberikan kepada istri
sirry TERMOHON, sehingga istri sirry TERMOHON juga ikut merasakan harta
bersama antara PEMOHON dan TERMOHON yang bukan sama sekali hak dari
istri sirrynya. Mengingat pernikahan sirry yang tidak diadakan pencatatan tidak
akan menimbulkan akibat hukum termasuk dalam harta kekayaan. Dengan
demikian Majelis hakim atas alat bukti persangkaannya (qorinah) dapat
membuktikan adanya perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta
155 Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 17:27.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
99
bersama, sehingga Pengadilan Agama sesuai dengan Pasal 95 Kompilasi Hukum
Islam dapat mengabulkan permohonan sita yang dimohonkan PEMOHON.
4.2.5. Akibat Sita Marital Terhadap Status Perkawinan
Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa sita dapat dilakukan
oleh Pengadilan Agama jika salah satu pihak melakukan perbuatan yang
merugikan dan membahayakan harta bersma. Tujuan dari peletakan sita adalah
untuk menjamin keutuhan seluruh harta kekayaan bersama dalam perkawinan.
Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam merupakan modifikasi dan sejiwa
dengan pasal 186 KUH Perdata di mana diatur bahwa tuntutan pemisahan harta
oleh isteri. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam diatur bahwa di luar gugatan
perceraian isteri atau suami dapat mengajukan pemisahan harta perkawinan yang
masih utuh ke Pengadilan. menunjukkan bahwa permohonan sita marital tidak
mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau pembagian harta bersama.
Dapat diperhatikan, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam tidak sama mutlak
dengan pasal 186 KUHPerdata, mengingat pasal 186 KUHPer terlalu kebarat-
baratan dengan menganggap isteri tidak cakap melakukan perbuatan hukum
sehingga hanya isteri yang dapat mengajukan permohonan sita. Sita marital
identik dengan adanya harta persatuan bulat sehingga isteri dapat meminta
pemisahan harta. Sedangkan Hukum Islam tidak membedakan kedudukan antara
suami dan isteri, dan tidak mengenal harta persatuan bulat, masing-masing pihak
cakap melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya masing-masing. Hal yang
diadopsi dari pasal 186 KUHPer ke dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam
adalah mengenai cara mengajukan sita yang independent, berdiri sendiri tanpa
adanya gugatan cerai.
Hal ini tidak bertentangan dengan Sumber Hukum Islam yang utama yakni
Al Qur’an, dalam Surah Al Baqarah ayat 279 untuk tidak saling merugikan. Jika
kamu tidak melaksanakanya maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak
berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).156
156 Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 2: 279.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
100
PEMOHON tidak menginginkan terjadinya perceraian, juga tidak
membahas mengenai pembagian harta bersamanya, karena PEMOHON masih
menginginkan keutuhan rumah tangga. Sementara suami atau isterinya melakukan
tindakan-tindakan yang dapat merugikan harta bersama yang merupakan sumber
bagi penghidupan dan kesejahteraan bagi keluarganya, dibutuhkanlah suatu
tindakan prevensi agar harta bersama tidak habis dan berpindah tangan ke pihak
lain selain isteri dan anak-anaknya yang berhak atas harta bersamanya. Tujuan
pokok sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam adalah
menyelamatkan keutuhan harta bersama tanpa merusak ikatan hubungan keluarga.
Permohonan sita marital berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam
sifatnya tidak assesoir. Pernyataan “ tanpa adanya permohonan gugatan cerai”
dapat diinterpretasikan tidak tergantung apakah terjadi perceraian atau tidak. Sita
tetap dapat dilaksanakan karena tujuannya adalah untuk melindungi harta bersama
saat perkawinan masih berlangsung. Jika sekalipun terjadi perceraian harta
tersebut dapat aman terbagi, antara suami isteri mendapatkan masing-masing
seperdua sebagaimana diatur dalam pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.Hal ini
sesuai dengan penjelasan Prof. Dr. Zulfa.
Karena sifat sita berdasarkan pasal 95 KHI tidak bersifat assesoir maka
tidak akan bertentangan dengan akibat hukum putusnya perkawinan. Seandainya
perkawinan putus, sementara harta bersamanya diletakkan sita justru
memudahkan untuk langsung dilakukan pembagian harta bersama. Jika
perkawinan tidak putus dalam arti kata tidak terjadi perceraian, perkawinan tetap
utuh sedangkan harta bersama suami isteri sudah diletakkan sita, harta bersama
tidak akan beralih ke pihak lain, justru terlindungi dengan adanya sita marital.
Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam ini merupakan dasar hukum yang
digunakan untuk mengajukan permohonan sita marital pertama kali. Dalam
yurisprudensi sebelumnya dasar hukum mengajukan permohonan sita marital
adalah Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan
Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, di mana antara permohonan sita
maritalnya diajukan menjadi satu bagian dalam proses gugatan perceraian. Antara
Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dengan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahunn 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
101
Islam tidak perlu dihubungkan, karena jelas antara pasal-pasal tersebut mengatur
hal yang esensinya berbeda.
Menurut Hukum Perkawinan Islam, thalak merupakan jalan terakhir, jika
sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki kerukunan rumah
tangga namun tidak juga dapat memperbaiki keadaan. Mengingat perkawinan
dalam ajaran Islam merupakan pertalian seteguh-teguhnya dalam hidup dan
kehidupan manusia, bukan saja antara suami isteri dan turunan bahkan antara dua
keluarga Thalak harus mempertimbangkan akibat perceraian baik yang
menyangkut kuasa atas anak, terhadap harta kekayaaan perkawinan, status sosial
dan lain sebagainya. Jika benar-benar tidak dimungkinkan upaya lain untuk
menyelamatkan perkawinan, barulah jalan perceraian terbuka. Dalam
memutuskan perkawinan apakah akan mendapatkan manfaat atau justru mudharat,
Allah sesungguhnya ingin hambaNya mengambil jalan yang penuh manfaat
dibanding jalan yang mudharat. Sebagaimana yang dimaksud Rasulullah,
perceraian bukanlah suatu permainan. Jika pihak isteri masih mau
mempertahankan suatu perkawinan ada baiknya pihak suami masih memberikan
kesempatan bagi isteri untuk memperbaiki semua, terlebih lagi jika isteri sungguh-
sungguh berusaha untuk melakukan perubahan.
Dalam kasus ini, PEMOHON sama sekali tidak ingin perkawinannya
putus lantaran adanya wanita lain yang masuk di antara kehidupan bersama
TERMOHON. Di lain pihak, TERMOHON lupa akan kewajibannya menjaga
harta bersama dengan terus mengalihkannya kepada istri sirrynya. Sementara
TERMOHON tutup mata rapat-rapat tidak melihat usaha PEMOHON untuk
memperbaiki keutuhan rumah tangga. Barang tentu PEMOHON khawatir harta
bersamanya semakin dikuasai istri sirry TERMOHON sehingga akan merugikan
PEMOHON dan anak-anaknya. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dapat
diterapkan. Dapat dinterpretasikan PEMOHON tidak mengajukan gugatan
perceraian, sesuai dengan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam “ tanpa adanya
permohonan gugatan cerai“ karena PEMOHON tidak pernah sekalipun
mengajukan gugatan cerai, melainkan TERMOHONlah yang mengajukan
permohonan izin thalak. Antara gugatan cerai dengan izin thalak merupakan hal
yang berbeda, meskipun mempunyai akibat hukum yang sama yakni
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
102
perkawinannya putus. Gugatan cerai diajukan oleh pihak isteri, sedangkan izin
thalak diajukan oleh pihak suami. Tidak ada pengaturan khusus yang mengatur
bahwa Sita Marital harus selalu bersifat asesoir dengan perkara perceraian.
Menurut pendapat Ketua Majelis Hakim Alizar Jaz, S.H. M.H., Pasal 24
ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 136 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan ketentuan mengenai sita, melainkan
hanya menyebutkan “menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin
terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama ....” bentuknya lebih luas
dari sita marital, bisa berupa pencatatan harta bersama oleh Pengadilan Agama,
Penitipan barang kepada pihak ketiga atas perintah hakim atau kesepakatan kedua
pihak.157 Sita marital yang disebut dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai (Sita
jaminan atas harta bersama) hanya diatur secara tegas dalam Pasal 95 Kompilasi
Hukum Islam. Jika menggunakan dasar hukum Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam
barulah permohonan sita maritalnya harus assesoir terhadap gugatan cerai. Sifat
sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam seperti yang di atas tidak
bersifat asesoir, sehingga dapat berdiri sendiri tanpa tergantung gugatan cerai.
Dengan demikian tidak ada hubungan yang bertentangan antara peletakan sita
dengan status hukum perkawinan, apakah perkawinan itu putus atau tetap utuh.
4.2.6. Sita Marital atau Sita Jaminan atas Harta Bersama
PEMOHON mengajukan permohonan sita marital dengan dasar hukum
Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur mengenai sita jaminan atas harta
bersama, bukan sita marital. Ketentuan mengenai sita marital diatur dalam Pasal
186 KUHPerdata yang suasana hukumnya masih menganggap kedudukan isteri di
bawah kuasa suami atas harta bersamanya, di mana suasana hukum ini tidak
sesuai lagi dengan kedudukan suami isteri yang sama. TERMOHON
mengemukakan dalam jawabannya sita marital hanya berlaku bagi wanita yang
tunduk pada KUHPer. Ada ketidak jelasan antara permohonan sita marital dengan
sita jaminan atas harta bersama.
157 Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk.
Drs. H. Alizar Jas, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
103
Menurut pertimbangan Majelis Hakim penyebutan sita marital dengan sita
jaminan dalam harta bersama tidak jadi masalah. Baik sita marital dalam pasal
186 KUHPerdata maupun sita jaminan dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam
obyeknya adalah harta bersama, dengan demikian antara sita marital dengan sita
jaminan dapat digolongkan dalam satu jenis. Menurut pendapat M. Yahya
Harahap sita jaminan yang langsung dikaitkan dengan harta bersama suami isteri
seperti yang dimaksud dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam lazim disebut
sebagai sita marital.
Sita marital atau Marital Beslaag merupakan salah satu bentuk dari sita
jaminan (conservatoir beslaag) yang bersifat khusus. Pada dasarnya, maritale
beslaag adalah sama dan serupa dengan sita jaminan (conservatoir beslaag), sita
marital merupakan perwujudan dari conservatoire beslaag. Yang membedakan
antara sita marital dengan sita jaminan adalah sita marital timbul jika terjadi
perkara perceraian, tujuan sita marital bukan untuk menjamin tagihan
pembayaran kepada penggugat, bukan juga untuk menuntut penyerahan hak milik,
tapi untuk membekukan harta bersama suami-isteri agar tidak berpindah kepada
pihak ketiga selama proses perkara perceraian atau pembagian harta bersama.
Sedangkan conservatoire beslaag bertujuan menjadikan barang yang disita
sebagai pemenuhan pembayaran utang tergugat.
Sita marital memiliki konotasi yang menempatkan isteri di bawah
kekuasaan suami dalam perkawinan. Dalam sistem hukum Indonesia, dapat
digunakan istilah sita jaminan atas harta bersama atau sita harta perkawinan.
Sebutan dengan istilah sita jaminan atas harta bersama memperlihatkan
kedudukan antara suami dan isteri adalah sama. Namun, istilah sita marital tetap
bisa digunakan untuk sengketa harta bersama. Antara sita marital dan sita jaminan
atas harta bersama hanya berbeda istilah dengan esensi yang sama.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009