perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id hubungan …/hubungan...hubungan antara derajat sesak napas...

50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN ANTARA DERAJAT SESAK NAPAS DENGAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) PADA PASIEN ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DI RSUD MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran PRITANIA PRAMESWARA PUTRI G0009171 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

Upload: dinhdan

Post on 16-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT SESAK NAPAS DENGAN NILAI ARUS

PUNCAK EKSPIRASI (APE) PADA PASIEN ASMA TERKONTROL

SEBAGIAN DI RSUD MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PRITANIA PRAMESWARA PUTRI

G0009171

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Hubungan Antara Derajat Sesak Napas Dengan Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian Di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta

Pritania Prameswara Putri, NIM: G0009171, Tahun: 2012

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari:............................, Tanggal: ................................

Pembimbing Utama Penguji Utama Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) Yusup Subagio Susanto, dr., Sp.P (K) NIP. 19651030 200312 1 001 NIP. 19570315 198312 1 002 Pembimbing Pendamping Penguji Pendamping Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D Enny Ratna S., drg. NIP. 19551061 199412 1 001 NIP. 19521103 198003 2 001

Tim Skripsi

Nur Hafidha Hikmayani, M.Clinc. Epid NIP. 19761225 200501 2 001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan Antara Derajat Sesak Napas Dengan Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian Di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta.

Pritania Prameswara Putri, NIM: G0009171, Tahun: 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari: ................., Tanggal: ...................

Pembimbing Utama Nama : Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) NIP : 19651030 200312 1 001 (......................................) Pembimbing Pendamping Nama : Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D NIP : 19551061 199412 1 001 (......................................) Penguji Utama Nama : Yusup Subagio Susanto, dr., Sp.P (K) NIP : 19570315 198312 1 002 (......................................) Penguji Pendamping Nama : Enny Ratna S., drg. NIP : 19521103 198003 2 001 (......................................)

Surakarta, ............................................... Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP: 19770914 200501 1 001 NIP: 19510601 197903 1 002

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Pritania Prameswara Putri, G0009171, 2012. Hubungan antara Derajat Sesak Napas dengan Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Asma merupakan penyakit kronik paling umum dan sudah menjadi salah satu masalah kesehatan global yang serius. Asma yang diakibatkan oleh latihan fisik, atau biasa disebut Exercise Induced Asthma (EIA) biasanya dikenali dari riwayat sesak napas setelah latihan fisik. Bagaimanapun juga, gejala pada asma tidak selamanya spesifik. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan lain seperti tes fungsi paru pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan menggunakan spirometer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat sesak napas dan nilai APE pada pasien asma terkontrol sebagian. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan April - Mei 2012 di Klinik Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive random sampling, seleksi dilakukan dengan memeriksa Asthma Control Test dan sampel tidak dapat dipilih jika skor tidak berjumlah 15-19. Subjek mengisi (1) Formulir biodata, (2) Kuesioner Asthma Control Test, (3) Kuesioner Borg Scale untuk mengetahui skor derajat sesak napas. Perlakuan pada responden (1) Pengukuran APE menggunakan peak flow meter, (2) Aktivitas fisik selama 5-10 menit. Diperoleh data sebanyak 35 subjek penelitian dan dianalisis menggunakan korelasi Spearman melalu program SPSS 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan nilai korelasi Spearman r = -0,60, sedangkan p < 0,001 yang berarti terdapat korelasi negatif yang bermakna antara derajat sesak napas dan nilai APE pada pasien asma terkontrol sebagian dengan kekuatan korelasi kuat. Nilai rata-rata APE 269,43 ± 87,244 dan nilai rata-rata derajat sesak napas 1,400 ± 0,8026. Simpulan Penelitian: Terdapat korelasi negatif antara derajat sesak napas dan nilai APE pada pasien asma terkontrol sebagian dengan kekuatan korelasi kuat.

Kata Kunci: Derajat sesak napas, Nilai APE, Asma terkontrol sebagian

iv

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT Pritania Prameswara Putri, G0009171, 2012. Correlation between Perception of Dyspnea and Peak Expiratory Flow in Partially Controlled Asthma Patient. Mini Thesis Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Asthma is one of the most common chronic disease and a serious global health problem. Exercise Induced Asthma (EIA) is typically characterized by a history of shortness of breath with exercise. However, the symptoms are not usually specific to asthma. Therefore, other tests are needed such as lung function test measurement of Peak Expiratory Flow (PEF) by using a spirometer. This research aims to determine the correlation between perception of dyspnea and Peak Expiratory Flow in partially controlled asthma patient. Method: This study was a descriptive analytical research using cross sectional approach implemented in April – May 2012 in Pulmonology Clinic, Dr. Moewardi general hospital Surakarta. The sample was taken using purposive random sampling, selection is conducted by checking the Asthma Control Test and sampel could not be selected if the score was not below 15-19. The subject filled in (1) Curriculum vitae form, (2) Asthma Control Test, (3) Borg scale to find out the perception of dyspnea score. The subject asked to do (1) Measure the PEF by using a spirometer, (2) Exercising for 5-10 minutes. Data obtained by 35 subjects and analyzed using Spearman correlation through SPSS 17.00 for Windows. Result: This research showed the Spearman correlation value r = -0,60, while p was p < 0,001, which means there is a significant negative correlation between perception of dyspnea and PEF in partially controlled asthma patient. The mean of PEF was 269,43 ± 87,244 and the mean of perception of dyspnea was 1,400 ± 0,8026. Conclusion: There is a correlation between perception of dyspnea and PEF in partially controlled asthma pastient with a strong correlation.

Keywords: Perception of dyspnea, PEF, Partially Controlled Asthma

v

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PRAKATA

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan antara Derajat Sesak Napas dengan Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing Pendamping

yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Yusup Subagio Susanto, dr., Sp.P (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Enny Ratna S., drg. selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Nur Hafidha Hikmayani, M. Clinc. Epid. dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Kolonel Soni Bayu Putranto dan Ibunda Fenny Sulistyani yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

8. Adik tersayang Pradana Fadil Nugraha, Prathama Naufal Rifki Pamungkas, Affan Haydar Amani dan Alya Zahra Khairunnisa yang senantiasa memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan.

9. Sahabat-sahabat terdekat, Dini, Made, Amel, Anita, Tya, Anin, Marsha, Cety atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

10. Rekan-rekan Poli Paru Ibu Lestari, Ibu Krisni dan Bapak Tanto atas bantuannya dalam mempermudah jalannya penelitian.

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Mei 2012 Pritania Prameswara Putri

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. x BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................. 6 A. Tinjauan Pustaka........................................ ........................................... 6

1. Anatomi Sistem Respirasi ............................................................. .. 6 2. Asma ....................................................... ......................................... 7

a. Etiologi ....................................................................................... 8 b. Patofisiologi Asma ...................................................................... 9 c. Klasifikasi Asma ......................................................................... 11

3. Sesak Napas .................................. ................................................... 13 4. Arus Puncak Ekspirasi (APE) .......................................................... 15

B. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 19 C. Hipotesis .............................................................................................. 20

BAB III. METODE PENELITIAN............................................................................ 21 A. Jenis Penelitian .................................................................................... 21 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 21 C. Subjek Penelitian ................................................................................. 21 D. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................ 22 E. Alur Penelitian ..................................................................................... 23 F. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................ 23 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 24 H. Instrumentasi ....................................................................................... 25 I. Cara Kerja ............................................................................................ 25 J. Teknik Analisis Data Statistik .............................................................. 26

BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................ 28 A. Karakteristik Data ................................................................................ 28 B. Analisis Data ........................................................................................ 33

BABV. PEMBAHASAN ........................................................................................ 37 BABVI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 43

A. Simpulan .............................................................................................. 43 B. Saran .................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 45 LAMPIRAN

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Asma merupakan penyakit kronik paling umum dan sudah menjadi salah

satu masalah kesehatan global yang serius. Kurang lebih sudah ada 300 juta

orang hidup dengan kelainan pernapasan kronik ini (GINA, 2011a).

Diperkirakan ada 250.000 orang yang meninggal akibat asma setiap tahun dan

terus meningkat seiring perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup pada

manusia (Makino, 2012).

Indonesia termasuk negara dengan prevalensi asma rendah, yaitu <5%.

Walaupun Indonesia dinyatakan sebagai low prevalence country (<5%) untuk

asma, pada kenyataannya sulit dibantah bahwa asma berkembang secara luas

dan bila diambil angka yang pesimis saja yaitu 2,5%, berarti ada 5 juta

penyandang asma di Indonesia (Surjanto dan Martika, 2009). Menurut Depkes

(2008), pada tahun 2007 prevalensi asma di Provinsi Jawa Tengah

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,3% dan secara keseluruhan

adalah 3%.

Di samping menjadi beban berat dalam hal biaya perawatan, asma juga

dapat membuat para penderita kehilangan produktivitas dan dapat mengurangi

partisipasi dalam kehidupan berkeluarga. Bahkan, apabila tidak terkontrol

dapat menyebabkan kematian (GINA 2011b). Asma dibagi menjadi beberapa

kategori berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan tes fungsi paru (Jindal,

1

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2011). Terdapat 3 level kontrol pada penyakit asma, yaitu asma terkontrol,

asma terkontrol sebagian, dan asma tidak terkontrol (Álvarez-Gutiérrez et al.,

2010). Klasifikasi asma tersebut digunakan untuk menentukan pengobatan

pada pasien asma. Pengobatan perlu ditingkatkan pada asma tidak terkontrol,

sedangkan pada asma terkontrol sebagian perlu dipertimbangkan adanya

peningkatan intensitas pengobatan. Oleh karena itu penting sekali untuk

mengetahui tingkat keparahan penyakit pada asma (Taylor et al., 2008).

Faktor risiko umum gejala asma meliputi pemaparan oleh alergen (seperti

tungau, binatang berbulu, kecoa, serbuk sari, dan jamur), asap rokok, infeksi

virus pernapasan, ekspresi emosional yang berlebihan, bahan iritan, obat-

obatan (aspirin dan beta bloker), dan aktivitas fisik (GINA, 2011b). Aktivitas

fisik diketahui dapat menyebabkan individu dengan asma mengalami efek

yang tidak menyenangkan dengan cara memicu terjadinya bronkokonstriksi

(Ritz et al., 2010). Asma yang diakibatkan oleh latihan fisik, atau biasa disebut

Exercise Induced Asthma (EIA) biasanya dikenali dari riwayat batuk atau

mengi dan riwayat sesak napas setelah latihan fisik. Prevalensi EIA pada

pasien asma dilaporkan berkisar dari 40% sampai 90%, selain itu latihan fisik

dianggap menjadi stimulus paling besar untuk menimbulkan obstruksi saluran

pernapasan (Martín-Muñoz et al., 2008).

Asma merupakan kelainan kompleks yang ditandai dengan inflamasi,

gejala berulang, obstruksi saluran pernapasan, dan hiperresponsivitas bronkus.

Interaksi dari beberapa hal tersebut menentukan manifestasi klinis dan tingkat

keparahan asma (NIH, 2007). Sesak napas merupakan salah satu gejala utama

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

pada pasien asma, selain batuk, mengi dan sensasi nyeri dada yang seringkali

terjadi pada malam atau pagi hari (Parente et al., 2011; GINA, 2011a). Gejala

ini dapat terjadi akibat peningkatan pertukaran udara setelah latihan fisik,

aliran inspirasi yang lebih tinggi dihubungkan dengan keparahan derajat sesak

napas (Ritz et al., 2010). Sebuah penilaian yang sudah dimodifikasi, Borg

Scale, telah berhasil digunakan untuk menilai derajat sesak napas pada pasien

asma dewasa dan pasien penyakit paru obstruksi kronik (Khan et al., 2009).

Pada sebagian besar penyakit kronik, prinsip dasar terapi didasarkan pada

tingkat keparahan penyakit, manifestasi klinis dan penegakan diagnosis yang

dilakukan untuk menentukan intensitas terapi yang dibutuhkan pasien.

Bagaimanapun juga, gejala pada asma tidak selamanya spesifik, terkadang

gejala-gejala tersebut muncul pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

dan gagal jantung. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan lain seperti tes

fungsi paru (Taylor et al., 2008).

Semua data klinis dan pemeriksaan laboratorium, dalam rangka menilai

fungsi paru, dengan menggunakan spirometer atau pengukuran Arus Puncak

Ekspirasi (APE), dikombinasikan untuk mengkonfirmasi dan mengeliminasi

penyakit pada pasien serta untuk menilai tingkat keparahan penyakit (Parente

et al., 2011). Pengukuran APE merupakan salah satu pemeriksaan yang

digunakan untuk mendeteksi secara dini tingkat keparahan asma pada pasien

sebelum terjadinya serangan asma mendadak yang lebih berat. Pengukuran

APE dengan menggunakan peak flow meter sangat mudah dilakukan dan

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

dapat digunakan untuk mendeteksi derajat sesak napas pada pasien (Kamiya et

al., 2012).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara

derajat sesak napas dengan nilai APE pada pasien asma terkontrol sebagian.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai Arus Puncak

Ekspirasi (APE) pada pasien asma terkontrol sebagian?

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai Arus

Puncak Ekspirasi (APE) pada pasien asma terkontrol sebagian di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan

antara derajat sesak napas dengan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE)

pada pasien asma terkontrol sebagian dengan harapan mampu

menekan morbiditas dan mortalitas penyakit paru.

b. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti

dalam bidang penelitian.

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

2. Aspek aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar oleh para klinisi dalam

mengidentifikasi lebih awal tingkat keparahan asma yang didasarkan

pada pengukuran nilai APE dan interpretasi sesak napas pada pasien

asma, sehingga dapat digunakan untuk menentukan terapi selanjutnya.

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Anatomi Sistem Respirasi

Fungsi utama sistem pernapasan adalah memberikan pertukaran gas

yang cukup antara darah yang bersirkulasi terhadap jaringan dan

mengeluarkan karbondioksida. Dalam melakukan tugasnya paru-paru

bekerja ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni

menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan

udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi) (Matondang, 2008).

Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus,

dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus,

dan paru. Udara dihirup melalui mulut dan hidung, lalu melewati faring,

laring dan akhirnya sampai pada tabung fleksibel yang keras disebut

trakhea (yaitu: batang tenggorok). Trakhea memiliki panjang kurang lebih

1 inchi dan panjangnya 4,25 inchi, serta bercabang membentuk bronkus

primer kanan dan kiri. Bronkus primer kiri mengalirkan udara ke paru kiri;

bronkus primer kanan mengalirkan udara ke paru kanan. Ketika bronkus

primer memasuki paru, saluran ini terbagi lagi menjadi saluran yang lebih

kecil, yang disebut bronkus sekunder dan bronkiolus. Bronkiolus

merupakan segmen yang paling tipis dari percabangan bronkus dan

mengalirkan udara ke alveoli yang akan mengalami pertukaran di

6

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

permukaan paru. Alveoli berhubungan dengan jaringan pembuluh darah

yang luas, dimana oksigen dipertukarkan dengan karbondioksida (Jones,

2008).

Gambar 2.1 Sistem pernapasan bawah

Sumber : Jones, 2008

Gambar 2.2 Percabangan trakhea dan bronkhus

Sumber : Jones, 2008

2. Asma

Asma merupakan penyakit radang kronik pada saluran pernapasan

bawah yang melibatkan sel-sel inflamasi dan beberapa mediator yang

menyebabkan perubahan patofisiologi. Inflamasi kronik ini dihubungkan

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

dengan hiperresponsivitas saluran pernapasan (sebuah respon berlebihan

terhadap pemicu, seperti alergen dan latihan fisik), yang menyebabkan

gejala berulang seperti mengi, sesak napas, nyeri dada, dan batuk. Gejala

berulang ini dihubungkan dengan keparahan obstruksi saluran pernapasan

pada paru-paru yang biasanya reversibel dengan pengobatan (Melo et al.,

2011; GINA, 2011a; Kim dan Mazza, 2011).

a. Etiologi asma

Asma dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

peningkatan respon rangsangan pada cabang trakeobronkial,

peningkatan infiltrasi bermacam sel inflamasi terutama eosinofil ke

dalam saluran pernapasan, kerusakan epitel, penebalan otot polos

saluran pernapasan, penyempitan saluran pernapasan, sumbatan

saluran napas yang biasanya berhubungan dengan inflamasi paru-paru

dan hipersekresi mukus pada dinding bronkiolus paru-paru

(Bijanzadeh et al., 2011).

Stimuli yang berhubungan dengan peningkatan respon saluran

napas dan mencetuskan serangan akut asma, dapat dibagi dalam 7

kategori besar, yaitu 1) alergen, 2) zat-zat farmakologi, 3) lingkungan,

4) pekerjaan, 5) infeksi (terutama infeksi virus), 6) aktivitas fisik

(exercise related), dan 7) emosi (Santosa et al., 2004).

Latihan fisik merupakan stimulus yang dapat menyebabkan

penyempitan saluran pernapasan melalui mekanisme tidak langsung,

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

yaitu melalui aktivasi sel-sel inflamasi dan stimulasi ujung saraf yang

melepaskan mediator inflamasi dan sitokin, yang menginduksi

obstruksi (Hildebrand et al., 2011). Sánchez-Solís (2008) menyebutkan

ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat keparahan

EIA, antara lain hiperpermeabilitas vaskular saluran pernapasan,

inflamasi eosinofilik dan hiperreaktivitas bronkial. Walaupun

mekanisme terjadinya asma akibat latihan fisik belum sepenuhnya

dijelaskan, latihan fisik dipercaya dapat memberikan banyak

rangsangan untuk menginduksi bronkokonstriksi. Penyempitan saluran

pernapasan yang terjadi setelah latihan fisik merupakan sebuah hasil

dari pelepasan mediator yang mungkin diproduksi selama

penghangatan pada saluran pernapasan dan menimbulkan terjadinya

bronkokonsriksi, pembengkakan dan kebocoran pembuluh darah, serta

peningkatan produksi mukus (Martín-Muñoz et al., 2008).

b. Patofisiologi Asma

Gejala fisiologis utama pada asma adalah obstruksi saluran napas

episodik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi.

Sedangkan gejala patologis utama pada asma adalah inflamasi saluran

pernapasan, yang terkadang dihubungkan dengan perubahan struktur

saluran napas (GINA, 2011a).

Asma dihubungkan dengan sel imun T helper 2 (Th2), yang khas

dengan kondisi atopi lainnya. Peningkatan jumlah sel Th2 di saluran

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

pernapasan memicu pelepasan sitokin-sitokin spesifik, termasuk

interleukin (IL)-4, IL-5, IL-9, IL-13 yang meningkatkan produksi

eosinofil dan imunoglobulin E (IgE) oleh sel mast. Produksi IgE

memicu mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien yang

menyebabkan bronkospasme (kontraksi otot halus pada saluran

pernapasan), edema (pembengkakan) dan hipersekresi mukus yang

menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma (Kim dan Mazza, 2011).

Hasil akhir yang didapat adalah peningkatan tahanan saluran napas,

penurunan Volume Ekspirasi Paksa (VEP), hiperinflasi paru dan

toraks, peningkatan kerja napas, perubahan fungsi otot-otot

pernapasan, perubahan elastic recoil, distribusi yang abnormal dari

ventilasi dan aliran darah paru, serta perubahan gas (Santosa et al.,

2004).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keadaan saluran

napas, termasuk kondisi kekakuan otot polos saluran napas, dinding

saluran napas yang pasif (misalnya penebalan dinding saluran napas),

ketegangan parenkim dan reaksi tekanan transmural dalam

mengembangkan jalan napas. Beberapa hal ini dapat dipengaruhi oleh

perubahan bentuk dinding saluran napas. Pengembangan saluran napas

yang berkurang pada pasien asma saat inspirasi maksimal, mungkin

dikarenakan perbedaan struktur pada dinding saluran napas dan/atau

perbedaan fungsi pada otot polos saluran napas sebagai faktor-faktor

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

yang juga dapat meningkatkan kepekaan terhadap rangsangan

kontraksi bronkus (Mendonça et al., 2011).

Kepekaan berlebihan saluran napas, merupakan karakteristik

fungsional yang abnormal pada pasien asma, dan dapat menyebabkan

penyempitan saluran napas. Pada akhirnya, penyempitan saluran napas

ini menyebabkan berkurangnya kapasitas aliran udara dan timbulnya

gejala-gejala awal asma. Kepekaan berlebihan pada saluran pernapasan

dihubungkan dengan inflamasi dan keadaan saluran pernapasan, tetapi

sebagiannya reversibel dengan terapi. Beberapa mekanisme terjadinya

hiperresponsivitas saluran pernapasan ini antara lain karena kontraksi

berlebihan pada otot polos saluran pernapasan, penebalan dinding

saluran pernapasan dan tidak berfungsinya saraf sensorik yang

menyebabkan kontraksi berlebihan pada saluran pernapasan (GINA,

2011a).

c. Klasifikasi Asma

Global Initiative for Asthma (GINA) membagi klasifikasi asma

menjadi 2. Pertama, berdasarkan tingkat keparahan (intermiten,

persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat) dan yang kedua,

klasifikasi terbaru, berdasarkan kontrol asma (terkontrol, terkontrol

sebagian, dan tidak terkontrol) (Arnlind et al., 2010; Quirce et al.,

2011).

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Klasifikasi kontrol asma didasarkan pada Pedoman GINA tahun

2006 (Tabel 1). Asma dikatakan terkontrol apabila terdapat ciri-ciri

berikut, antara lain gejala sehari-hari terjadi 2 kali seminggu atau

kurang dan tidak terdapat serangan asma selama 3 bulan terakhir (yang

membutuhkan kortikosteroid oral, rawat inap atau kunjungan darurat),

tidak adanya keterbatasan aktivitas, tidak ada gejala nokturnal atau

terbangun di malam hari, kebutuhan obat pereda/penyelamatan

sebanyak 2 kali seminggu atau kurang, aliran udara normal (FEV1 dan

arus puncak ekspirasi) yaitu sama dengan atau lebih dari 80% dari nilai

prediksi. Asma dikatakan terkontrol sebagian apabila satu atau 2 dari

gejala-gejala tersebut ada. Asma dikatakan tidak terkontrol apabila

terdapat lebih dari 2 gejala tersebut ada atau apabila asma telah

menyebabkan pasien di rawat inap dalam 12 bulan terakhir (Dalcin et

al., 2009).

Sangat sulit untuk mengikuti kriteria GINA dalam mengevaluasi

level kontrol asma. Hal tersebut dikarenakan persepsi setiap individu

terhadap gejala yang dirasakan berbeda-beda dan dipengaruhi oleh

beberapa hal antara lain umur dan tingkat pendidikan. Oleh karena itu

dibutuhkan sebuah alat yang sederhana dan mudah digunakan pada

pasien asma untuk menginterpretasikan gejala-gejala yang dirasakan

oleh pasien (Yoo et al., 2010; Nguyen et al., 2011).

Terdapat sebuah kuesioner yang telah dikembangkan oleh Quality

Metric Incorporated dan dikenal sebagai Asthma Control Test (ACT).

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

ACT merupakan sebuah kuesioner sederhana yang digunakan untuk

mengetahui level kontrol pasien asma. Kuesioner ini berisi 5

pertanyaan yang berhubungan dengan frekuensi munculnya gejala

asma dan penggunaan obat asma dalam kurun waktu 4 minggu

terakhir. Skor setiap pertanyaan berkisar dari 1 (paling buruk) sampai

5 (paling baik), dengan total skor berkisar dari 5-25. Klasifikasi asma

kontrol berdasarkan ACT dibagi menjadi 3, tidak terkontrol (<15),

terkontrol sebagian (15-19) dan terkontrol (25) (Álvarez-Gutiérrez et

al., 2010; Nguyen et al., 2011).

Tabel 2.1 Derajat Kontrol Asma

Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian

Tidak Terkontrol

Gejala harian 0-2 kali seminggu

>2 kali seminggu

3 atau lebih dari gejala asma terkontrol

Keterbatasan aktivitas Tidak ada Tidak ada

Terbangun malam hari Tidak ada Tidak ada

Kebutuhan pertolongan darurat

0-2 kali seminggu

>2 kali seminggu

Fungsi paru (APE atau VEP)

Normal <80% dari nilai APE prediksi

Sumber : GINA, 2011a

3. Sesak Napas

Kata dyspnea berasal dari bahasa Yunani, dys (kesulitan, berat) dan

pnóia (bernapas), dan dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai kesulitan

dalam bernapas. Menurut American Thoracic Society, dyspnea adalah

istilah yang digunakan untuk menunjukkan perasaan subjektif mengenai

ketidaknyamanan dalam bernapas yang berbeda-beda secara kualitatif

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

dalam berbagai intensitas. Dyspnea (sesak napas) merupakan keluhan

utama dan cukup umum dalam praktek klinis, serta menjadi faktor utama

yang membatasi kualitas hidup di banyak penyakit paru-paru kronik.

Istilah-istilah berbeda digunakan oleh para pasien untuk mendeskiripsikan

sensasi sesak napas yang mungkin dapat mendasari mekanisme

patofisiologi asma dan oleh karena itu dijadikan sebagai dasar untuk

melakukan diagsnosis (Teixeira et al., 2011).

Terdapat metode pemeriksaan secara kualitatif dan kuantitatif untuk

menentukan tingkat keparahan sesak napas. Salah satu metode kualitatif

yang paling digunakan adalah Modified Borg Scale (MBS). Borg Scale

adalah sebuah pengukuran dengan 12 skala numerik dari 0 sampai 10,

dimana skala 0 menunjukkan tidak adanya gejala sedangkan skala 10

menunjukkan munculnya gejala paling maksimal (Tabel 2.2). Pada

pengukuran ini para pasien dinilai derajat ketidaknyamanan dalam

bernapas setelah dilakukannya latihan fisik Borg scale sudah sering

digunakan oleh banyak peneliti, namun para klinisi masih jarang

menggunakannya. Walaupun begitu, skala pengukuran ini sangat berguna

untuk mengetahui derajat sesak napas pasien asma dikarenakan pasien

dapat dengan mudah menentukan batas kemampuan bernapasnya setelah

dilakukannya latihan fisik (Stulbarg dan Adams, 2005; Parente et al.,

2011; Hommerding et al., 2010).

Uji latihan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya hiperreaktivitas

bronkus, prinsipnya adalah terjadi bronkokonstriksi akibat hilangnya panas

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dan cairan pada mukosa saluran nafas selama latihan fisik.

Bronkokonstriksi yang terjadi selama atau segera setelah latihan fisik

disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA). Biasanya, EIA terjadi

beberapa menit setelah aktivitas fisik dan mencapai puncaknya 5-10 menit

(Siregar, 2007).

Pada pemeriksaan ini diperlukan latihan fisik sampai submaksimal

selama 6-8 menit. Biasanya bronkokonstriksi timbul segera sesudah

latihan fisik berhenti, maksimal 3-5 menit, dan kembali ke keadaan

sebelumnya dalam 1-2 jam. Keadaan bronkokonstriksi setelah latihan ini

biasanya didahului bronkokonstriksi sebentar selama 1-2 menit pertama

latihan (Matondang, 2008).

Tabel 2.2 Skala kategori Borg termodifikasi

Sumber : Schwartzstein dan Adams, 2010

4. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

APE adalah kekuatan seseorang untuk mengeluarkan udara dengan

ekspirasi maksimal dan merupakan salah satu alternatif dalam mengukur

Nilai Persepsi Sesak Napas

0 Tidak ada 0.5 Sangat, sangat ringan (sedikit terasa) 1 Sangat ringan 2 Ringan 3 Sedang 4 Sedikit berat 5 Berat 6 7 Sangat berat 8 9 Sangat, sangat berat (hampir tidak bisa bernapas) 10 Tidak bisa bernapas

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

fungsi paru yang dapat dengan mudah dipantau (Santosa et al., 2004;

Dombkowski et al., 2010). Pengukuran APE dilakukan dengan

menggunakan peak flow meter yang secara umum murah, mudah dibawa,

terbuat dari plastik, sederhana, memberikan hasil konsisten dan ideal bagi

pasien untuk menggunakannya di rumah dalam rangka mengukur

kapasitas aliran udara dari hari ke hari secara objektif. (GINA, 2011a).

Lebih lanjut peak flow meter dapat memberikan peringatan lebih awal

terhadap pasien jika terjadi perubahan pada fungsi sistem pernapasan. APE

ini memiliki nilai yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi

badan, umur dan jenis kelamin. Seseorang dikatakan masih dalam batas

skala normal, jika nilai APE-nya antara 80%-120% dari nilai yang

seharusnya (Santosa et al., 2004).

Cara kerja peak flow meter berdasarkan asas mekanika, seperti yang

terlihat pada Gambar 2.3 menunjukkan deras arus udara diukur dengan

gerakan piston yang terdorong oleh arus udara yang ditiupkan melalui pipa

peniup. Piston akan mendorong jarum penunjuk (marker). Karena piston

dikaitkan dengan sebuah pegas, maka setelah arus berhenti, oleh gaya tarik

balik (recoil) piston tertarik ke kedudukan semula dan jarum penunjuk

tertinggal pada titik tunjuk jarum penunjuk (Yanti, 2010).

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Gambar 2.3 Mekanika kerja Wright peak flow meter

Sumber : Yanti, 2010

Tabel 2.3 Tafsiran hasil pengukuran APE

Sumber : PDPI, 2003

Hijau a. Kondisi baik, asma terkontrol b. Tidak ada / hampir minimal timbulnya gejala c. APE : 80 – 100% nilai dugaan/terbaik Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi

Kuning a. Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan

akut/eksaserbasi b. Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk,

mengi, dada terasa berat baik saat aktivitas maupun istirahat dan/atau APE 60-80% prediksi/nilai terbaik

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah a. Berbahaya b. Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari c. APE < 60% nilai dugaan/terbaik Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Pemantauan APE sangat berguna pada pasien asma dan dapat

membantu : 1) untuk menegakkan diagnosis asma, 2) untuk meningkatkan

kontrol asma, terutama pada pasien dengan persepsi gejala yang buruk, 3)

untuk mengidentifikasi lingkungan (termasuk lingkungan kerja) yang

menyebabkan timbulnya gejala-gejala asma, 4) untuk memantau dan

mengamati perkembangan asma (GINA, 2011a; Takara et al., 2010).

Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa nilai APE berkorelasi baik

dengan Forced Expiration Volume (FEV1). Pengukuran APE di rumah

dengan menggunakan peak flow meter lebih mudah dibandingkan

mengukur FEV1, sehingga pengukuran APE setiap harinya

direkomendasikan secara internasional untuk penderita asma (Siregar,

2007).

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

B. Kerangka Pikiran

Gambar 2.4 Kerangka pikiran

ASMA

Inflamasi kronik saluran pernapasan

Sel imun Th 2 ↑

IL-5 ↑ IL-4 ↑ IL-13 ↑ IL-9 ↑

Eosinofil ↑ IgE ↑

Histamin ↑ Leukotrien ↑

a. Bronkospasme b. Edema c. Hipersekresi mukus

Nilai APE ↓

Variabel luar terkendali: 1) Umur 2) Jenis kelamin 3) Tinggi badan

Pencetus asma lainnya: 1. Alergen 2. Zat farmakologi 3. Lingkungan 4. Pekerjaan 5. Infeksi 6. Emosi

LATIHAN FISIK

Sesak napas Borg Scale

Skripsi

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

C. Hipotesis

Ada hubungan negatif sssssantara derajat sesak napas dengan nilai Arus

Puncak Ekspirasi (APE) pada pasien asma terkontrol sebagian. Semakin

menurun nilai APE, semakin tinggi derajat sesak napas pada pasien asma

terkontrol sebagian

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Klinik Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta

pada bulan April - Mei 2012.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Sumber

Penderita asma usia 18 - 60 tahun yang datang berobat ke Klinik Paru

RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Sampel

Penderita asma usia 18 - 60 tahun yang datang berobat ke Klinik Paru

RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan April - Mei 2012, dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi:

1) Penderita asma yang tidak dalam keadaan serangan.

2) Usia antara 18 - 60 tahun.

21

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

3) Tinggi badan 150 - 172 cm berdasarkan tabel nilai normal APE

untuk pria & wanita Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP

1992.

4) Bersedia ikut penelitian dengan persetujuan lisan atau tulisan.

b. Kriteria eksklusi:

1) Penderita asma dengan infeksi saluran napas.

2) Penderita asma dengan obesitas.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, di mana

pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang sesuai

dengan karakteristik populasi (Taufiqurahman, 2004).

Dikarenakan keterbatasan waktu dan jumlah sampel, maka jumlah sampel

minimal yang diambil pada rentan waktu penelitian April-Mei 2012 adalah 30

sampel, sesuai dengan jumlah sampel minimal menurut Rule of Thumb (Murti,

2010).

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

E. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Nilai APE

2. Variabel terikat : Derajat sesak napas

3. Variabel perancu :

a. Terkendali: umur, jenis kelamin, tinggi badan.

b. Tidak terkendali: nutrisi, genetik, alergen, iklim, polusi udara.

Penderita Asma

Pemberian Questionare (Klasifikasi Menurut WHO)

Asma Terkontrol Sebagian

Informed Consent

Asma Terkontrol

Asma Tidak Terkontrol

Pengukuran Nilai APE

Pengukuran Derajat Sesak Napas

Uji Borg

Hasil Hasil

Koefisien Korelasi Spearman

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas: Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE)

a. Definisi: Nilai APE adalah nilai kecepatan maksimum arus yang

dihasilkan saat ekspirasi yang diukur dengan satuan liter/menit dapat

memberi peringatan dini adanya penurunan fungsi paru dan

menggambarkan adanya penyempitan atau sumbatan saluran nafas.

Tekanan akibat ekspirasi paksa menyebabkan diafragma bergerak dan

membuka orifisium lebih luas. Nilai APE dipengaruhi oleh beberapa

ratus mililiter udara yang dimulai dari inflasi penuh dari paru dan oleh

kekuatan otot dada dan perut (Siregar, 2007).

b. Alat ukur: Vitalograph peak flow meter

c. Hasil: L/menit

d. Skala pengukuran: Kontinu (0-800 L/menit) dan Kategorikal (0: Hijau;

1: Kuning; 2: Merah).

2. Variabel Terikat: Derajat sesak napas

a. Definisi: Yang dimaksud derajat sesak napas adalah rasa tidak nyaman

pada pasien ketika bernapas setelah melakukan latihan fisik dengan

waktu yang telah ditentukan.

b. Alat ukur: Uji Borg

c. Satuan: 12 skala

d. Skala pengukuran: Kontinyu

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

H. Instrumentasi

1. Peak Flow Meter (merk: Vitalograph; spesifikasi: 0 - 800 L/menit;

ketelitian: 10 L/menit).

2. Kapas dan alkohol 75 % (sterilisasi).

3. Tabel nilai normal APE untuk pria & wanita Indonesia berdasarkan

penelitian tim IPP 1992.

4. Kuesioner.

I. Cara Kerja

1. Sampel penelitian diminta untuk mengisi kuesioner.

2. Tinggi badan dan berat badan sampel penelitian diukur dengan berdiri

tegak tanpa alas kaki.

3. Pemeriksaan APE.

4. Prosedur tindakan pemeriksaan APE:

a. Subyek penelitian dalam posisi berdiri dan tenang sambil memegang

peak flow meter.

b. Tempatkan indikator pada pangkal dari skala peak flow meter.

c. Lakukan inspirasi dalam.

d. Letakkan corong peniup peak flow meter dalam mulut. Jangan sampai

lidah menutup corong penutup.

e. Ekspirasikan semua udara yang telah diinspirasi secara kuat dan cepat

semaksimal mungkin.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

f. Catat angka pada skalanya, lakukan percobaan ini tiga kali.

g. Ambil nilai yang tertinggi (Santosa, 2004).

5. Membaca hasil pemeriksaan APE (nilai ukur APE) pada peak flow meter

(dalam L/menit).

6. Berdasarkan umur dan tinggi badan sampel penelitian, dibaca nilai APE

prediksi pada tabel nilai normal APE untuk pria & wanita Indonesia

berdasarkan penelitian tim IPP 1992.

7. Presentase variasi nilai APE

Presentase APE = nilai APE tertinggi (L/menit) x 100 %

nilai APE prediksi (L/menit)

8. Pengukuran derajat sesak napas, di mana pasien diminta untuk jalan di

tempat selama 6-8 menit.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik

menggunakan SPSS for Windows Release 17. Karakterisitik sampel data

kontinyu dideskripsikan dalam n, mean, minimal dan maksimal. Karakteristik

sampel data kategorikal dideskripsikan dalam n dan persen. Hubungan derajat

sesak napas dan APE ditunjukkan oleh Koefisiensi Korelasi Spearman (jika

data tidak distribusi normal dan data ordinal). Ukuran hubungan menggunakan

Koefisien Korelasi Spearman (r) memiliki interpretasi sebagai berikut :

r = 0 à tidak ada hubungan

0 < r ≤ 1 à terdapat hubungan positif

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

-1 ≤ r < 0 à terdapat hubungan negatif

Hubungan variabel tersebut dideskripsikan secara grafis dengan

menggunakan :

1) Diagram sebar

2) Boxplot

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Data

Penelitian mengenai hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai

Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada pasien asma terkontrol sebagian

dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Dari penelitian tersebut telah diperoleh 35 sampel yang memenuhi kriteria,

yaitu 35 pasien asma terkontrol sebagian. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposive sampling. Berikut disampaikan hasil penelitian yang

disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Tabel 4.1 Distribusi penderita asma terkontrol sebagian yang mempunyai nilai APE < 60 % , 60 % - 80% dan >80% berdasarkan umur

Asma Terkontrol Sebagian (n=35)

Umur <60%

(Merah) 60%-80% (Kuning)

>80% (Hijau)

∑ % ∑ % ∑ % 20-30 4 23.53 2 15.38 0 0 31-40 3 17.65 3 23.08 0 0 41-50 5 29.41 6 46.15 2 40 51-60 5 29.41 2 15.38 3 60 ∑ 17 100 13 100 5 100

28

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Gambar 4.1 Persentase jumlah penderita asma terkontrol sebagian berdasarkan umur

Pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penderita

asma terkontrol sebagian yang berumur di atas 40 tahun adalah 65,71% (23

orang), sedangkan yang berumur di bawah 40 tahun adalah 34,28% (12

orang). Penderita asma terkontrol sebagian yang berumur di atas 40 tahun

lebih banyak memiliki nilai APE <60% (Merah) yaitu sejumlah 10 orang.

Jumlah penderita dengan rentang nilai APE 60%-80% (Kuning) adalah 8

orang dan pada nilai APE>80% (Hijau) sejumlah 5 orang.

Tabel 4.2 Distribusi derajat sesak napas pada penderita asma terkontrol sebagian berdasarkan kategori nilai APE

Kategori APE

Derajat Sesak Napas (n=35)

Jumlah 0

(Tidak ada)

0.5 (Sangat, sangat ringan)

1 (Sangat ringan)

2 (Ringan)

3 (Sedang)

<60% (Merah)

17 0 0 5 9 3

60%-80% (Kuning)

13 0 7 3 3 0

>80% (Hijau)

5 1 3 1 0 0

∑ 35 1 10 9 12 3

17.14%

17.14%

37.14%

28.57%

20-30 31-40 41-50 51-60

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pasien asma terkontrol sebagian

dalam kategori derajat sesak napas 2 (Ringan) terbanyak masuk pada kategori

nilai APE <60% (Merah) yaitu 9 orang (75%). Pada pasien dengan nilai APE

60% - 80% didapatkan 3 orang (25%) pasien. Sedangkan pada pasien dengan

nilai APE >80% tidak didapatkan pasien yang masuk dalam kategori derajat

sesak napas 2. Dapat dilihat juga bahwa pada pasien dengan nilai APE <60%

dan nilai APE 60%-80% tidak didapatkan pasien yang masuk dalam kategori

derajat sesak napas 0 (Tidak ada). Namun pada pasien dengan nilai APE

<60% didapatkan pasien yang masuk dalam kategori derajat sesak napas 3

(Sedang) yaitu 3 orang (100%). Pada pasien dengan nilai APE >80% pasien

terbanyak masuk dalam kategori derajat sesak napas 0 (Tidak ada) yaitu 1

orang (100%). Didapatkan juga 3 orang (30%) pasien yang masuk dalam

kategori derajat sesak napas 0,5 (Sangat, sangat ringan).

Tabel 4.3 Distribusi derajat sesak napas pada penderita asma terkontrol sebagian berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir

Derajat Sesak Napas (n=35)

Jumlah 0

(Tidak ada)

0.5 (Sangat, sangat ringan)

1 (Sangat ringan)

2 (Ringan)

3 (Sedang)

SD 8 0 2 1 4 1 SMP 6 0 3 0 2 1

SMA/SMK 16 2 6 4 3 1 PT 5 0 1 1 2 1 ∑ 35 2 12 6 11 4

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pasien asma pada kategori derajat

sesak napas 0,5 yaitu 7 orang (70%); 1 yaitu 4 orang (44,44%) paling banyak

ditemukan pada pasien dengan riwayat pendidikan terakhir SMA/SMK. Pada

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

kategori derajat sesak napas 2 terbanyak pertama ditemukan pada pasien

dengan riwayat pendidikan terakhir SD dan SMA/SMK yaitu masing-masing

sebanyak 4 orang (33,33%). Sedangkan pada kategori derajat sesak napas 3

distribusi pasien merata di semua kategori kecuali kategori pasien dengan

pendidikan terakhir PT dimana masing-masing terdapat 1 pasien (33,33%)

dengan riwayat pendidikan terakhir SD, SMP dan SMA/SMK.

Tabel 4.4 Distribusi derajat sesak napas pada penderita asma terkontrol sebagian berdasarkan usia

Umur

Derajat Sesak Napas (n=35)

Jumlah 0 (Tidak ada)

0.5 (Sangat, sangat ringan)

1 (Sangat ringan)

2 (Ringan)

3 (Sedang)

20-30 6 0 1 2 2 1 31-40 6 0 3 1 2 0 41-50 13 0 4 3 5 1 51-60 10 1 2 3 3 1 ∑ 35 1 10 9 12 3

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa interpretasi derajat sesak napas pada

pasien asma terkontrol sebagian lebih variatif pada usia di atas 40 tahun. Pada

pasien usia di atas 40 tahun didapatkan 2 orang (66,66%) dengan kategori

derajat sesak napas 3, 8 orang (66,66%) dengan kategori derajat sesak napas 2

dan 6 orang (66,66%) dengan kategori derajat sesak napas 1, sedangkan pada

pasien usia di bawah 40 tahun hanya didapatkan 1 orang (33,33%) dengan

kategori derajat sesak napas 3, 1 orang (33,33%) di kategori 2 dan 3 orang

(33,33%) dengan kategori derajat sesak napas 1. Pada kategori derajat sesak

napas 0,5 dan 0 juga lebih banyak ditemukan pada pasien usia di atas 40 tahun

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dimana ditemukan 6 orang (60%) dengan kategori derajat sesak napas 0,5 dan

1 orang (100%) dengan kategori derajat sesak napas 0.

Tabel 4.5 Distribusi derajat sesak napas pada penderita asma terkontrol sebagian berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pasien dengan IMT <18,5

(underweight) paling banyak mengalami derajat sesak napas kategori 2 yaitu 2

orang (50%). Pasien dengan IMT 18,5-24,99 (normal) juga didapatkan paling

banyak mengalami sesak napas pada kategori 2 yaitu sejumlah 8 orang

(33,33%), dan paling sedikit mengalami sesak napas kategori 0 yaitu 1 orang

(4,16%). Sedangkan pasien dengan IMT ≥25 (overweight) paling banyak

ditemukan mengalami sesak napas kategori 0,5 yaitu 4 orang (57,14%) dan

tidak ditemukan adanya pasien yang mengalami sesak napas kategori 3.

IMT

Derajat Sesak Napas (n=35)

Jumlah 0

(Tidak ada)

0,5 (Sangat, sangat ringan)

1 (Sangat ringan)

2 (Ringan)

3 (Sedang)

Underweight 4 0 0 1 2 1 Normal 24 1 6 7 8 2

Overweight 7 0 4 1 2 0 ∑ 35 1 10 9 12 3

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Tabel 4.6 Karakteristik sampel berdasarkan nilai APE dan derajat sesak napas pada penderita asma terkontrol sebagian

Tabel 4.6 menunjukkan rerata skor nilai APE sebesar 269,43 dengan

rentang skor 150-460 dan nilai mediannya 260. Pada variabel derajat sesak

napas didapatkan rerata skor sebesar 1,4 dengan rentang skor 0,5-3 dan nilai

mediannya 1,0. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat data mean, median,

Standar Deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal pada variabel nilai APE

prediksi dan persentase APE.

B. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data yang terdiri dari dua

langkah, yaitu (1) uji normalitas data dan (2) uji hipotesis dengan korelasi

Spearman, menggunakan program komputer Statistical Product and Service

Solution (SPSS) 17.00 for Windows.

1. Uji normalitas data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui ditribusi data normal

atau tidak (Santoso, 2006). Suatu data dikatakan mempunyai sebaran

normal jika p >0,05 (Dahlan, 2005). Hasilnya sebagai berikut:

Variabel Mean Median Standar deviasi

Nilai minimal

Nilai maksimal

Nilai APE 269,43 260 87,244 150 460 Nilai APE Prediksi

450,3 412,4 99,414 310,3 625,82

Presentase APE 60,046 60,6 15,58 30,4 92,2 Derajat Sesak Napas

1,400 1,000 0,8026 0,5 3

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Tabel 4.7 Tes normalitas distribusi frekuensi variabel nilai APE dan derajat sesak napas

Interpretasi hasil uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk

karena sampel berjumlah ≤ 50 (Dahlan, 2005), didapatkan nilai

signifikansi p = 0,024 untuk nilai APE dan p = 0,001 untuk derajat sesak

napas. Dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai APE dan derajat sesak

napas pasien asma terkontrol sebagian adalah tidak normal. Dengan

demikian analisis menggunakan korelasi Spearman dapat dilaksanakan.

2. Analisis Bivariat

Metode non parametrik dapat dilakukan jika data yang didapatkan

tidak berdistribusi normal, atau jumlah data sangat sedikit (Santoso, 2009).

Kedua data dalam penelitian ini mempunyai sebaran data yang tidak

normal dan sampel hanya berjumlah 35, maka korelasi Spearman (r) dapat

dipakai untuk mengukur kekuatan hubungan antara nilai APE dan derajat

sesak napas. Hasilnya sebagai berikut:

Tabel 4.8 Analisis bivariat korelasi antara nilai APE dan derajat sesak napas

Variabel Derajat Sesak Napas

Nilai APE Koefisien Korelasi Spearman r -0,60

p <0,001 n 35

Variabel Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

p p Nilai APE 0,121 0,024

Derajat Sesak Napas <0,001 0,001

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Tabel 4.8 menunjukkan nilai korelasi Spearman (r) adalah -0,60. Hal

ini menunjukkan dua hal, yaitu arah korelasi dan kekuatan korelasi. Nilai

korelasi Spearman adalah negatif, menunjukkan adanya hubungan yang

berlawanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai suatu

variabel, semakin rendah nilai variabel yang lain. Angka korelasi untuk

Spearman berkisar pada 0 (tidak ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi

sempurna). Angka korelasi di atas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup

kuat, sedang di bawah 0,5 korelasi lemah. Nilai korelasi hasil penelitian ini

adalah -0,60 menunjukkan adanya korelasi negatif yang cukup kuat

(Santoso, 2009; Dahlan, 2005). Korelasi yang negatif dan cukup kuat

tersebut ditunjukkan pula oleh Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Garis regresi hubungan antara nilai APE dan derajat sesak

napas

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Untuk menilai kemaknaan korelasi antara dua variabel, digunakan nilai

p (Sig.). Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel jika nilai p <

0,05 (Dahlan, 2005). Interpretasi hasil uji statistik terhadap korelasi

Spearman pada penelitian ini, didapatkan nilai p < 0,001 menunjukkan

bahwa korelasi derajat sesak napas dan nilai APE adalah secara statistik

bermakna.

Nilai p < 0,001 mengandung arti bahwa korelasi antara nilai APE dan

derajat sesak napas secara statistik sangat signifikan. Dengan kata lain

korelasi tersebut konsisten. Jika penelitian dengan metode yang sama

diulangi 1000 kali maka akan diperoleh hasil yang sama dengan hasil

sekarang (r = -0,60) sebanyak 999 kali.

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian mengenai derajat sesak napas dan nilai Arus Puncak Ekspirasi

(APE) pada pasien asma terkontrol sebagian ini dilaksanakan dari bulan April -

Juni 2012 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dari penelitian didapatkan data

yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan, dan kemudian data tersebut

digunakan sebagai bahan analisis korelatif Spearman.

Pengambilan sampel didahului dengan pengisian kuesioner untuk mengetahui

apakah sampel memenuhi kriteria atau tidak, kemudian dilanjutkan dengan

pengukuran nilai APE dan melakukan aktivitas fisik selama 6 menit. Setelah

sampel diambil secara purposive sampling didapatkan 35 sampel pasien asma

terkontrol sebagian.

Berdasarkan panduan GINA (2011a), nilai APE prediksi mempunyai kaitan

yang erat dengan umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Dimana dapat dilihat pada

tabel pengukuran nilai APE prediksi sesuai hasil penelitian tim pneumobile

project Indonesia tahun 1992 dalam Lampiran 7 dan 8, ditemukan bahwa terjadi

penurunan nilai APE sesuai bertambahnya umur dan rendahnya tinggi badan.

Hasil pada penelitian ini yang dapat dilihat dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1,

didapatkan bahwa penderita asma terkontrol sebagian dengan umur di atas 40

tahun lebih banyak memiliki nilai APE <60% daripada pasien dengan umur di

bawah 40 tahun.

37

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Aktifitas yang dilakukan untuk merangsang terjadinya sesak napas dikenal

dengan istilah Exercise Induced Asthma (EIA). Manifestasi klinis dari EIA sendiri

antara lain batuk, mengi, dada sesak dan kesusahan dalam bernapas akibat sekresi

mukus berlebihan setelah melakukan aktivitas fisik. EIA biasa dilakukan paling

tidak selama 3-8 menit, sedangkan gejala akan muncul segera setelah aktivitas

dihentikan (Rakkhong et al., 2011). Pada penelitian ini didapatkan hasil yang

sesuai dengan pendapat Parente et al. (2011) bahwa dengan dilakukannya

pengukuran APE dapat membantu pengamatan terjadinya keparahan asma dimana

dalam hal ini dilakukan dengan cara mengamati salah satu gejalanya yaitu

terjadinya tingkat keparahan sesak napas. Dapat dilihat dari Tabel 4.2, diperoleh

bahwa setelah dilakukan aktivitas fisik selama 6-8 menit penderita asma dengan

nilai APE <60% lebih banyak mengalami derajat sesak napas kategori 1, 2 dan 3.

Sedangkan penderita asma dengan nilai APE 60%-80% dan >80% lebih banyak

mengalami derajat sesak napas 0,5 dan 0.

Pada penelitian Greenwood et al. (2011) terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan keparahan penyakit asma, antara lain adalah pengaruh lingkungan

dan pekerjaan serta status sosial ekonomi. Salah satu contoh yang masuk dalam

kategori pengaruh lingkungan dan pekerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan, kemiskinan dan para kaum minoritas yang dapat meningkat risiko

terjadinya keparahan asma. Hal tersebut sesuai dengan data pada Tabel 4.3,

dimana didapatkan pasien dengan pendidikan terakhir SMP ke bawah lebih

banyak mengalami derajat sesak napas yang lebih berat. Rendahnya tingkat

pendidikan pasien memungkinkan juga adanya pengetahuan dan kesadaran yang

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kurang pada pasien mengenai gejala asma. Selain itu kondisi sosial ekonomi

pasien diyakini dapat meningkatkan timbulnya gejala penyakit asma. Rendahnya

status sosial ekonomi seorang pasien dapat menyebabkan kesusahan bagi pasien

untuk melakukan pengobatan, yang selanjutnya akan memperparah kondisi dari

pasien tersebut dan meningkatkan keparahan derajat penyakit asma yang

dideritanya (Greenwood et al., 2011). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan

keparahan derajat asma dan sesak napas, yang dapat diketahui dengan pengukuran

nilai APE. Semakin rendah nilai APE seseorang, menandakan semakin buruk

fungsi paru orang tersebut dan menyebabkan peningkatan derajat sesak napas

pada pasien.

Berdasarkan data pada Tabel 4.4, distribusi derajat sesak napas pada pasien

asma terkontrol sebagian lebih banyak ditemukan pada pasien dengan umur di

atas 40 tahun. Diketahui bahwa pada proses penuaan terjadi beberapa penurunan

fungsi organ tubuh, di antaranya adalah penurunan fungsi paru. Beberapa temuan

yang didapatkan adalah terjadinya keterbatasan kerja pada dinding dada yang

disebabkan oleh pengapuran sendi-sendi tulang rusuk dan penurunan elastisitas

paru-paru akibat hilangnya serat elastis. Hal tersebut mengakibatkan paru-paru

tidak dapat bekerja secara maksimal dan memungkinkan terjadinya penyakit asma

yang lebih parah (Gilman et al., 2012).

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa setelah dilakukan aktivitasi fisik, pasien

asma terkontrol sebagian yang mengalami sesak napas derajat 0,5 sampai 3 lebih

banyak pada pasien dengan usia di atas 40 tahun. Hal tersebut sesuai dengan

penjelasan sebelumnya, bahwa semakin tua umur seseorang maka akan terjadi

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

penurunan fungsi organ-organ vital tubuh salah satunya adalah paru-paru. Sesak

napas merupakan salah satu manifestasi yang bisa terjadi pada pasien usia lanjut

dengan penurunan fungsi paru-paru, hal ini terjadi akibat usaha tubuh untuk dapat

mengkompensasi udara yang tidak mampu mencukupi kebutuhan akan adanya

oksigen. Namun, dalam penelitian ini ditemukan 1 orang pasien dengan umur di

atas 40 tahun yang sama sekali tidak merasakan sesak napas setelah dilakukannya

aktivitas fisik. Hal ini mungkin terjadi akibat pasien usia lanjut sudah sangat biasa

dengan sesak napas yang dirasakan setiap hari oleh karena bertambahnya umur

pasien (Hanania et al., 2011).

Cadangan lemak yang berlebihan diyakini dapat menjadi salah satu penyebab

dan faktor risiko terjadinya asma. Peningkatan jumlah jaringan adiposa dapat

menjadi salah satu peran penting terjadinya peradangan saluran pernapasan dan

hiperreaktivitas bronkial. Dari data terbaru ditemukan bahwa obesitas tidak hanya

berhubungan dengan prevalensi asma, tetapi juga dengan penurunan fungsi paru-

paru dan peningkatan gejala pada pasien asma (Kilic et al., 2011). Dapat dilihat

pada Tabel 4.5 pasien dengan BMI overweight lebih banyak yang mengalami

derajat sesak napas 0,5, 1 dan 2, tetapi tidak ditemukan pasien yang mengalami

sesak napas derajat 3 sehingga dalam penelitian ini tidak bisa disimpulkan bahwa

semakin meningkatnya BMI seseorang akan semakin berat juga derajat sesak

napas orang tersebut. Sedangkan pada pasien dengan BMI underweight ditemukan

pasien yang mengalami sesak napas derajat 1, 2 dan 3. Hal ini sesuai dengan

pendapat Behmanesh et al. (2010) bahwa ada kemungkinan terjadinya asma yang

lebih parah apabila pasien mengalami kekurangan nutrisi dan faktor pertumbuhan,

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

khususnya pada pasien anak-anak sehingga dapat menyebabkan terjadinya

perkembangan paru-paru yang tidak baik dan kemudian terjadi asma.

Manajemen asma yang tepat sangat tergantung pada kemampuan pasien untuk

memantau secara teratur gejala asma yang muncul. Bahkan pasien asma terkontrol

pun masih perlu dipantau untuk dilakukan penilaian tingkat keparahan asma dan

penyesuaian pemberian obat. Pemantauan diri sendiri tidak hanya bisa dilakukan

dengan mengamati gejala yang muncul, tapi juga bisa dilakukan dengan cara

melakukan pengukuran nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) sehari-hari.

Pemantauan dengan cara mengukur nilai APE ini sangat dianjurkan pada pasien

dengan tingkat keparahan asma sedang sampai berat. Pengukuran nilai APE dapat

sangat membantu dalam menentukan tingkat keparahan asma pasien dan dapat

membantu klinisi untuk menentukan dosis obat pada pasien asma (McCoy et al.,

2010; Burkhart et al., 2012).

Simpulan pada penelitian ini sesuai dengan pendapat Parente et al. (2011)

bahwa derajat sesak napas dapat menjadi acuan yang cukup baik untuk

menentukan derajat terjadinya obstruksi pada pasien asma. Walaupun begitu,

pemeriksaan fungsi paru tetap menjadi lini pertama dalam pengukuran tingkat

keparahan derajat asma. Dikarenakan, tanpa adanya penilaian fungsi paru,

penderita asma hanya akan menilai derajat keparahan asmanya secara subjektif

sesuai dengan gejala sehari-hari yang muncul (Ritz et al., 2010). Belum

ditemukan referensi mengenai penelitian yang serupa di Indonesia. Penelitian ini

penting dilakukan dengan tujuan untuk menghubungkan pengukuran secara

objektif dan subjektif. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN …/Hubungan...hubungan antara derajat sesak napas dengan nilai arus puncak ekspirasi (ape) pada pasien asma terkontrol sebagian di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

korelasi Spearman dan didapatkan nilai p < 0,001 (p < 0,05), yang berarti terdapat

korelasi yang bermakna antara derajat sesak napas dengan nilai APE pada pasien

asma terkontrol sebagian. Pada penelitian Parente et al. (2011) didapatkan korelasi

Spearman r = -0,24 menunjukkan adanya korelasi berlawanan dengan kekuatan

korelasi yang lemah. Sedangkan pada penelitian ini didapatkan nilai korelasi

Spearman = -0,60 menunjukkan adanya korelasi berlawanan dengan kekuatan

korelasi yang kuat.