pbsi.trunojoyo.ac.idpbsi.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/bahan... · web viewmata kuliah...

82
BAHAN AJAR TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Penyusun: Ahmad Jami’ul Amil, S.Pd., M.Pd. Abdul Rosid, S.Pd., M.Pd. Kholifah, S.Pd., M.Pd.

Upload: buicong

Post on 20-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAHAN AJARTEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Penyusun:Ahmad Jami’ul Amil, S.Pd., M.Pd.

Abdul Rosid, S.Pd., M.Pd.Kholifah, S.Pd., M.Pd.

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURAFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

KATA PENGANTAR

Mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia (berbobot 2 SKS) ini adalah salah satu mata kuliah yang harus

dipelajari dalam kelompok mata kuliah Kependidikan. Mata kuliah ini mencakup

pembahasan dasar tentang Teori Belajar, Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia, Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Model dan

Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .Mata kuliah Teori Belajar dan

Pembelajaran Bahasa dan Sstra Indonesia merupakan mata kuliah wajib bagi

mahasiswa semester 2 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FIP UTM.

Materi perkuliahan meliputi perkembangn dan ragam teori belajar dan

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berkembang sejak abad 19 serta

prinsip-prinsip dasar teori belajar dan pembelajaran.

Mahasiswa juga akan dikenalkan pada contoh bentuk-bentuk penerapan

pembelajaran yang menggunakan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

kontekstual. Pada akhirnya, mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan yang

diperolehnya sebagai alternatif pilihan untuk menerapkan pembelajaran di kelas.

Dalam maeri perkuliahan ini mahasiswa akan mendapatkan pengetahuan dan

pemahaman tentang: 1) teori belajar dan pembelajaran, 2) pendekatan, model, dan

strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pada akhirnya, mahasiswa

dapat memahami materi yang telah diperoleh tentang teori belajar dan

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan dapat menjelaskannya serta dapat

menerapkan dalam pembelajaran berdasarkan teori yang telah dipahaminya.

Penyusun,

Ahmad Jami’ul Amil, S.Pd., M.Pd.Abdul Rosid, S.Pd., M.Pd.

Kholifah, S.Pd., M.Pd.

Identitas Matakuliah

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan sastra IndonesiaMatakuliah & Kode : Teori Belajar dan Strategi Pembelajaran/ PBI 301SKS : 3 SKSDosen Pengampu : Ahmad Jami’ul Amil, M.PdCapaian Pembelajaran : Mampu menguasai dan menerapkan teori serta

menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan analisis permasalahan pembelajaran bahasa dan sastra.

Mata Kuliah Prasyarat : Pengantar Ilmu PendidikanDeskripsi mata kuliah : Mata kuliah Strategi Pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia membahas secara mendalam konsep dan teori pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang diorientasikan pada pendidikan karakter.

1. PendahuluanMata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

(berbobot 3 SKS) ini adalah salah satu mata kuliah yang harus dipelajari dalam kelompok mata kuliah Kependidikan. Mata kuliah ini mencakup pembahasan dasar tentang Teori Belajar, Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Model dan Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .Mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sstra Indonesia merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa semester 3 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FIP UTM. Materi perkuliahan meliputi perkembangan dan ragam teori belajar dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berkembang sejak abad 19 serta prinsip-prinsip dasar teori belajar dan pembelajaran.

1.1 Cakupan atau ruang lingkup pembelajaran1. Teori-teori pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.2. Konsep pendidikan bahasa yang berorientasi pendidikan karakter.3. pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran bahasa dan sastra.4. prinsip-prinsip pembelajaran bahasa.5. strategi dan model pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.6. Evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berbasis kurikulum

2013.

1.2 Capaian Pembelajaran1. Mendeskripsikan teori belajar dan strategi pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia di tunjukkan dengan literasi.

2. Menganalisis persoalan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.3. Merumuskan penilaian pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia minimal satu

materi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

1.3 Perilaku awal mahasiswa, beri penjelasan kemampuan apa yang sebaiknya telah dimiliki mahasiswa agar dapat mengikui pembahasan materi ini dengan baikMahasiswa membaca refrensi dan modul perkuliahan berdiskusi, mencari

artikel dan mencari perkembangan filsafat dan teori belajar dan

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, dan merumuskan strategi

pembelajaran sesuai dengan permaslahan yang dibahasa.

1.4 Manfaat: Penjelasan apa pentingnya mempelajari materi iniDalam maeri perkuliahan ini mahasiswa akan mendapatkan pengetahuan dan

pemahaman tentang: 1) teori belajar dan pembelajaran, 2) pendekatan,

model, dan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pada

akhirnya, mahasiswa dapat memahami materi yang telah diperoleh tentang

teori belajar dan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan dapat

menjelaskannya serta dapat menerapkan dalam pembelajaran berdasarkan

teori yang telah dipahaminya.

1.5 Urutan pembahasanMendeskripsikan teori belajar secara lisan dari sumber buku referensi,

Bekerjasama dalam kelompok mengenai artikel atau jurnal mendiskusikan

perkembangan pembelajaran bahasa mutakhir.

1.6 Petunjuk belajar, isinya menekankan apa yang harus dilakukan mahasiswa sebagai subyek dalam pembelajarana. bacalah dengan seksama capaian pembelajaran dalam materi setiap

bab.b. telaah dengan seksama teori dan deskripsikan contoh bentuk-bentuk

pembelajaran yang menggunakan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kontekstual. Pada akhirnya, mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya sebagai alternatif pilihan untuk menerapkan pembelajaran di kelas.

1.7 PenilaianPenilaian dalam matakuliah ini adalah unjuk kerja (performance), memcahkan permasalhan dalam bentuk deskripsi tertulis atau lisan kedalam opini ilmiah, atau draf strategi pembelajaran kemampuan berbahasa dan sastra.

1.8 ReferensiA.S. Ghazali. 2013. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Kedua. Malang:

Banyumedia.Asih. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka

Setia.Suyatna. 2007. Model-model Pembelajaran Langsung. Lampung: Diknas FIP

Unilam.Suyatno. 2007. Pembelajaran Kooperatif Inovatif. Surabaya: Meia Buana

Pustaka.Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka.Bruce Joyce and Marsha Weil. 1980. Models of Teaching. New Jersey:

Prentice. Hall. Inc.Chomsky, N. 1969. Aspects of The Theory of Syntar. Massachusetts: The MIT

Press.Sumardi, M. 1989. Pendekatan Humanistik dalam Pengajaran Bahasa.

Makalah dalamPELLBA 10. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.

BAB I

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. Belajar dan Pembelajaran (Learning)

Paul Engrand pada tahun 1970 mengemukakan konsep pendidikan sepanjang

hayat, lifelong education, sebagai laporan kepada UNESCO, yang berimplikasi berupa

terselenggaranya belajar sepanjang hayat, lifelong learning. Manusia harus senantiasa

belajar, kapan saja dan dimana saja, baik disadari amupun tidak disadari. Bahkan,

menimbang pentingnya belajar ini, seneca (6 SM-65), ahli filsafat Yunani, menyatakan

bahwa waktu luang yang tidak digunakan untuk belajar sama dengan kematian, leasure

without study is death. Oleh sebab itu, tidaklah heran jika konsep belajar dan

pembelajaran yang dahulu lebih ditekankan kepada istilah mengajar atau pengajaran,

selalu berubah dan berkembang. Perubahan paradigma dari pengajaran (teaching), atau

instruksi yang berfokus kepada aktivitas guru (teacher-centered) menuju pembelajaran,

yang berfokus kepada aktivitas siswa (student-centered) diawali dengan penelitian dan

perbincangan yang cukup panjang, sesuai dengan perkembangan konsep psikologi dan

filsafat pendidikan yang sedang berkembang. Dalam sejumlah sumber, istilah

pembelajaran lebih cenderung identik dengan Learning ‘belajar’ tetapi menurut

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Ditjen Mandikdasmen Depdiknas (2008)

pembelajaran identik dengan instruction, walaupun ternyata dalam buku sumber yang

sama mastery learning diterjemahkan menejadi pembelajaran tuntas. Dengan kata lain

istilah learning identik dengan pembelajaran.

Kita juga bisa mengajukan pertanyaan tentang konsep-konsep seperti

pembelajaran dan pengajaran. Pembelajaran adalah “penguasaan atau pemerolehan

pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman,

atau instruksi”. Pemebelajaran saat ini mengamali pergeseran dari mahluk belajar

menjadi mahluk pembelajar, artinya yang dulu manusia sebagai penerima sekarang harus

mencari dan menmukan pengetahuan sendiri. Dalam praktiknya kita kenal dengan

teacher centered menjadi student centered, pergeseran tersebut dipengaruhi oleh

perubahan kehidupan manusia yang semakin cepat dan menuntut manusia untuk

Capaian pembelajaranMahasiswa mampu mendeskripsikan dan membedakan teori pembelajaran dan perkembangan belajar.

mengikuti arus global tersebut. Jika pembelajar tidak cepat dan mencari pengetahuan

sendiri maka pengetahuan pembelajar tersebut tidak akan berkembang.

2. Pengajaran (teaching)

Seorang psikolog pendikan mendefinisikan pembelajaran lebih padat lagi sebagai

“sebuh perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman” (Slevin, 2003,

h. 138). Begitu pula pengajaran, yang tersirat dalam definisi pertama pembelajaran, bisa

didefinisikan sebagai “menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara

melakukan sesuatu, memberi instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan

pengetahuan, menjadikan tahu atau paham”. Memilah-milah komponen definisi tentang

pembelajaran, kita bisa mendapatkan, seperti yang kita dapati dalam bahasa, berbagai

domain penelitian dan penyelidikan.

Pengajaran tidak bisa didefinisikan terpisah dari pembelajaran. Pengajaran adalah

memandu dan memfasilitasi pembelajaran, memungkinkan pembelajar untuk belajar,

menetapkan kondisi-kondisi pembelajaran. Mungkin tidak ada yang lebih baik dalam

menghadirkan lingusitik struktural di kelas selain Charles Fries, yang membahas “drill

struktural (structural drills)” dan “latihan pola (pattern practices)” dalam bukunya

teaching and learning English as a Foreign Language (1945) dan the Structure of

English (1952). Metode Audiolingual yang sangat populer banyak mengambil visi dari

karya Fries yang sangat berpengaruh.

1. Mengajar dalam bidang studi bahasa dan seni

Mengajar dalam bidang bahasa dan seni tentunya juga berbeda ketika guru

mengajarkan bidang studi sebelumnya. Dalam mengajarkan seni maka terdapat teori-teori

psikologi dan komunikasi yang hatrus selalu dipadukan. Teori-teori psikologi yang harus

selalu digunakan adalah teori-teori kognitif, khususnya teori yang dikemukakan oleh

Rogers dalam hal ini teori pengolahan informasi information processing. Agar teori

mengajar ini lebih optimal dalam membimbing siswa dalam belajar bahasa dan seni,

maka guru jugga harus menerapkan teori biologi komunikasi, yaitu teori komunikasi yang

berupaya mengoptimalkan kemampuan berpikir yang dilakukan oleh otak. Khususnya

bagian spesifik otak yang disebut dengan occiptial, dan central. Kedua bagian ini sangat

dominan dalam komunikasi antara kedua belahan otak kiri dan otak kanan. Occiptial

dominan dalam hal pengamatan dan proses pembentukan kesan baik-buruk sesuai apa

yang dilihat dan ini sangat diperlukan ketika guru mengajarkan bidang seni. Adapun

central tugasnya menghubungkan antara logika dan perasaan, jadi ketika guru mengajar

bahas, maka guru harus mampu menyisipkan informasi yang bisa menyentuh dan

memberdayakan kemampuan otak kiri dan otak kanan siswa. Selama mengajarkan bidang

studi seni seorang siswa akan menghubungkan antara logika atau apa yang ia lihat dengan

perasaan baik, buruk, indah, jelek sesuai dengan kemampuan otak kanannya.

Dalam hal ini Carole Cox (1997) menjelaskan beberapa interaksi sosial yang

dibutuhkan guru ketika mengajarkan bahasa dan seni, yaitu (a) mulailah dengan menggali

kemampuan berkomunikasi siswa, (b) berikan peluang pada setiap siswa untuk

berinteraksi (saling berbicara satu sama lain); (c) kenalilah struktur pengetahuan siswa

dalam menerapkan pengetahuan seni dan bahasanya; (d) berikan kesempatan pada siswa

untuk mengapresiasikan bahasa dan seni budayanya masing-masing.

Dalam perkembangannya mengajar dalam bidang bahasa dan seni ini melahirkan

apa yang disebut teori transaksional. Teori mengajar transaksional ini menuntut kepada

setiap pengajar untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: (a) jadikanlah siswa untuk

menampilkan dirinya sebagai pembaca dan penulis yang baik; (b) tumbuhkan isi yang

bermakna pada diri siswa melalui menulis dan membaca; (c) ungkapkan pengalaman-

pengalaman menyenangkan pada diri siswa dengan cara menuliskannya kembali; (d)

berikan kesempatan pad diri siswa untuk melakukan interpretasi terhadap apa yang

dilihatnya.

Mengajar dalam bidang studi yang berbeda tentunya memberikan dampak

pengalaman yang berbeda dalam menerapkan dan memandang apa yang dirumuskan oleh

berbagai pakar pendidikan terdahulu. Pergeseran teori-teori tentang mengajar pada

dasarnya banyak dipengaruhi oleh paradigma pemikiran terhadap pendidikan dari tahun

ke tahun. Banyak upaya penelitian yang dilakukan khususnya dalam menemukan

beberapa model dan proporsi ilmiah yang dibutuhkan sehingga teoriteori belajar modern

bermunculan.

Pendahuluan

Sebenarnya banyak sekali aliran-aliran psikologi pendidikan yang melatar

belakangi teori belajar, menurut perkembangannya dimulai dari aliran

behaviorisme dan konstruktivisme. Kemudian berkembang menjadi teori belajar

yang baru. Dengan kata lain aliran tersebut memengaruhi berkembangnya para

ilmuan untuk mengembangkan teori dan konsep pembelajaran.

Kognitivisem yang dikembangkan oleh sejumlah ahli termasuk Jean

piaget, Robert M. Gagne, David P Ausabel dan Jerome S. Bruner cenderung

dimasukkan dalam aliran konstruktivisme, antara lain kiprah Jean Piagget yang

cukup signifikan dalam mengembangkan konsep konstruktivisme. Di samping itu

banyak irisan antara aliran-aliran besar itu. Misalnya aliran Neobehaviorisme dari

albert Bandura yang mengembangkam teori belajar sosial, yang sudah

dipengaruhi oleh kognitivisme.

2. Teori-Teori Belajar

A. Teori Disiplin Mental

Teori disiplin mental merupakan teori belajar yang kurang begitu populer, tetapi

merupakan rintisan menuju aliran Behaviorisme. Teori ini berasal dari teori pembelajaran

menurut Plato dan Aristoteles. Teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa

harus didisiplinkan atau dilatih. Menurut rumpun psikologi ini individu memeiliki kekuat,

kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Beberapa aliran psikologi seperti psikologi

daya, herbartisme, dan aliran Naturalisme Romantik dari J.J Rousseau memiliki sudut

pandang berbeda tentang bagaimana proses kekuatan-kekuatan tersebut (Sukmadinata

2004: 167-168).

Psikologi daya menyatakan bahwa individu memiliki sejumlah daya, mengenal,

mengingat, menanggapi, menghayal, berpikir, merasakan, berbuat dan lain-lain. Daya-

daya tersebut bisa berkembang melalui latihan-latihan dalam bentuk ulangan-ulangan.

Adapun Herbartisme, dinamakan demikian karena sesuai nama pelopornya, Herbart

seorang psikolog Jerman. Herbart menyebut teorinya dengan Vorstellugen. Vorstellugen

menyebutkan bahwa perkembangan belajar anak dimulai dari tiga bentuk, yaitu: impresi

indera, tanggapan atau bayangan dari impresi indera yang lalu, serta perasaan senag atau

tidak senang.

Jean-Jacques Rousseau pelopor aliran naturalisme Romantik, pendidik, dan

negarawan Pransic, menyatakan bahwa anak-anak memiliki potensi-potensi yang masih

terpendam. Melalui berlajar, siswa harus diberikan kesempatan seluasnya untuk

mengembangkan dan mengatualkan potensi-potensi tersebut. Teori disiplin mental ini

kurang kuat pengaruhnya terhadap pendidikan dan pembelajaran, mungkin juga karena

pengaruh sifat negativisme terhadap pendidikan seperti yang dipegang oleh penganjur

aliran naturalisme. Disamping itu, sifat spekulatif dari teori-teori ini banyak mendapatkan

kritikan dari para ahli pendidikan. Berbeda dengan konsep behaviorisme, kognitisme, dan

konstruktivisme.

B. BEHAVIORISME

Aliran ini disebut dengan Behaviorisme karena sangat menekankan kepada

perlunya perilaku (behavior) yang dapat diamati, yaitu: 1) mengutamakan unsur-unsur

atau bagian-bagian kecil, 2) bersifat mekanistis, 3) menekankan peranan lingkungan, 4)

mementingkan pembentukan respon, 5) menekankan pentingnya latihan. Pembelajaran

Behaviorisem bersifat molekuler. Artinya lebih menekankan pada elemen-elemen

pembelajaran, memandang bahwa kehidupan individu terdiri dari unsur sama halnya

seperti molekul.

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih

kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti

kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat

dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan

binatang seperti burung merpati, kucing, tikus, dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar

semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi

kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar

adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat

adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respon (R). Menurut teori ini, dalam belajar

yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon.

Teori belajar behaviorisme mendudukkan orang sebgai individu yang pasif,

stimulus adalah segala hal yang berikan guru terhadap pembelajar, respon adalah segala

sesuatu yang ditimbulkan oleh adanya stimulus. Beberapa pakar peneliti yang melakukan

studi tentang belajar antara lain Ivan Pavlov, Edward Lee Thorndike, Guthrie, Burhus

Frederic Skinner, dan Hull.

1. Teori-teori belajar dalam aliran Behaviorisme

a. Connectionisme (S-R Bond) menurut Edward Lee Thorndike

Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun behaviorisme.

Objek eksperimen Thorndike, yaitu seekor kucing, menurut teori ini tingkah laku

manusia tidak lain merupakan hubungan anatara stimulus (perangsang) merupakan

respon (jawaban, tanggapak-banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan S-R sebanyak-

ng subanyaknya, yaitu orang yang sukses dalam belajar. Pembentukan hubungan S-R

dilakukan melalui latihan dan ulangan-ulangan, dengan prinsip trial and error, coba dan

salah.

Seekor kucing yang dilaparkan dimasukkan dalam suatu kotak percobaan

(problem box) yang merupakan suatau labyrinth, banyak jalan berliku, menyesatkan, dan

hanya satu jalan yang benar menuju tujuan. Di ujung problem box, dimasukkan makanan,

kucingg yang kelaparan itu membaui makanan, maka dia akan berusaha mencapai

makananitu dengan berbagai jalan, seringkali tersesat, kembali berputar ke tempat

semula, atau menemui jalan buntu. Namun, sekali kucing tersebut menemukan jalan ke

arah maknanan, pada percobaan berikutnya dia akan melalui jalan yang langsung menuju

makanan. Tori ini dalam beberap hal memiliki kesamaan dengan teori psikologi daya atau

herbartisme.

Beberapa hukum belajar yang dikemukakan Thorndike anatara lain:

1) Law of effect (hukum efek), jika sebuah rspon (R), menghasilkan efek yang

memuaskan, maka ikatan antara S (stimulus) dengan R (respon) akan semakin kuat.

Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai melaui respon, maka

semakin lemah pula ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya delajar akan lebih

bersemangat apabila mengetahui akan mendapatkan hasil yang baik.

2) Law of readniess (hukum kesiapan), maknanya, suatu kesiapan (readiness) terjadi

berlandaskan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan

satuan pengantar (conduction unit), unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan

yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Pada

implementasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk

melakukannya.

3) Law of Exercise (hukum latihan), hubungan antara S dengan R akan semakin

bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin berkurang bila jarang dilatih.

Dengan, demikian, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.

b. Classical Conditioning oleh Ival Pavlov

Teori pengkondisian klasik merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori

koneksionisme. Akhir 1800-an, Ivan Pavlov, ahli fisika Rusia, memelopori munculnya

proses kondisioning responden (respondent conditioning) atau kondisioning klasik

(cllasical conditioning), karena itu disebut kondisioning Ivan Pavlov. Dari penelitian

bersama koleganya ini, pavlov mendapatkan Nobel. Ivan pavlov melakukan eksperimen

terhadap anjing. Pavlov melihat selama pelatiahan ada perubahan dalam waktu dan rata-

rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika daging diletakkan

dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena

daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing sehingga secara otomatis ia

mengeluarkan air liur. Walaupun tanpa latihan atau dikondisikan sebelumnya, anjing

pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan pada daging. Dalam percobaan ini,

daging disebut dengan stimulus yang tidak terkondisikan (unconditioned stimulus). Dan

karena saliva terjadi secara otomatis pada saat daging di dekat anjing tanpa latihan atau

pengkondisian, maka keluarnya saliva pada anjing tersebut dinamakan sebagai respons

yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning).

kalau daging dapat menimbulkan saliva pada anjing tanpa latihan atau

penggalaman sebelumnya, maka stimulus yang lain, seperti bel, tidak dapat menghasilkan

saliva. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respons, maka stimulus (bel) tersebut

disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen pavlov, jika

stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (unconditioning stimulus) dan dilakukan

secara berulang-ulang, maka stimulus netral berubah menjadi stimulus yang terkondsikan

(conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons

anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena itu, bunyi bel sendiri akan dapat

menyebabkan anjing mengeluarkan air liur (saliva). Proses ini dinamakan clasical

conditioning. Hukum belajar yang dikemukakan pavlov:

1) Law of Respondet Conditioning, atau hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua

macam stimulus dihadirkan secara serentak (dengan salah satunya berfungsi sebagai

reinforcer) maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2) Law of Respondent Extinction, atau hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks

yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan turun.

J.B Watson adalah orang Amerika pertama yang menerapkan percobaan Pavlov

tentang Classical Conditioning, dengan menggunakan binatang seekor tikus dan seorang

anak bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan beberapa refleks

dan reaksi emosional seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Walaupun tidak

diturunkan hukum-hukum pembelajaran dari percobaannya, nama Watson dikenang

karena dialah yang menggunakan untuk pertama kali istilah behaviorisme.

c. Teori belajar Menurut Edwin Guthrie

Hukum belajar yang dihasilkan dari penyelidikannya adalah law of contiguity

atau hukum hubungan. Gabungan stimulus-stimulus yang disertai dengan gerakan, pada

waktu timbul kembali akan cenderung diikuti gerakan yang sama. Guthrie juga

menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya

proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi

stimulus sedangkan pada saat yang sama tidak ada respon lain yang dapat terjadi.

Penggunaan sekadar hanya melindunggi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan

jalan mencegah perolehan respon baru.

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara. Oleh karena itu dalam

kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan

anatar S dan R bersifat lebih kuat dan manetap. Guthrie, berbeda dengan ahli yang lain

melihat faktor punishment, hukuman, memegang peranan penting dalam proses belajar.

Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mamapu mengubah tingkah laku

sesorang. Saran utama dari teori ini guru harus mampu mengasosiasi stimulus-respon

secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa-apa yang perlu dipelajari, jangan

mengabaikan siswa.

d. Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark hull adalah seorang behavioris yang amat terpengaruh oleh teori evolusi

Charles Darwin. Bagi Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk

menjaga agar organisme tetap bertahan hidup (stuggle for existence). Oleh sebab itu,

kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah

penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus

dalam belajar pun hadir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun repspon

yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

e. Operant Conditioning Menurut B.F Skinner

Teori ini dilandasi oleh adanya penguatan (reinforcement). Bedanya dengan teori

pengondisian klasik dari pavlov, kalau pada teori Pavlov yang diberi kondisi adalah

stimulus (S) nya, maka pada teori operant conditioning yang diberi kondisi adalah respon

(R) nya. Misalnya, karena seorang anak belajar dmengan giat maka dia mampu menjawab

banyak atau semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian. Guru kemudian memberikan

pengghargaan (sebagai penguatan terhadap respon) kepada anak tersebut dengan niali

tinggi, pujian atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini maka anak itu akan belajar

lebih rajin lagi.

Tabel 3.1 beda antara Classical Conditioning dengan operant conditioning

Classical Conditioning (Pavlov) Operant Conditioning (Skinner)

ResponsStimulus (hadiah makanan)

Stimulus tak berkondisi

Stimulus terkondisi (bel)

Stimulus terkondisi (bel)

(menekan pengungkit)

WAKTU BERLALU

Respon terkondisi

(menekan pengungkit)

Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral menjadi

terasosiasikan dengan sebuah refleks. Bel, stimulus

netral, menjadi terasosiasikan dengan refleks air liur.

Dalam pengkondisian operan, pembelajar beroperasi

di lingkungan tertentu dan menerima sebuah imbalan

bagi perilaku tertentu (operasi). Pada akhirnya ikatan

antara operasi (penekanan pengungkit) dan stimulus

imbalan (makanan) pun terbentuk.

Sumber: Smith (2009:82) dimodifikasi

Hukum-hukum belajar yang dihasilkan dari penelitiannya ini adalah sebagai

berikut.

1) Law of Operant Conditioning, jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus

penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of Operant Extinction, jika timbulnya operant yang telah diperkuat melalui

proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku

tersebut akan menurun bahkan akan menghilang.

Skinner lebih percaya kepada penguatan negatif (negative reinforcement).

Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Bedanya, jika hukuman harus diberikan

sebagai stimulus agar respon yang timbul berbeda dengan respon yang sudah ada,

sedangkan penguat negatif sebagai stimulus harus dikurangi agar respon yang sama

menjadi lebih kuat. Misalnya, jika sesuatu yang kurang disukai siswa (sehingga ia

melakukan kesalahan) dikurangi dan pengurangan ini mendorong siswa untuk

memeperbaiki kesalahnnya, maka inilah penguat negatif. Lawan penguat negatife, yaitu

penguat positif (positive reinforcement). Bedanya jika penguat negatif harus dikurangi

untuk memeprkuat repons, maka penguat positif harus ditambah agar respon lebih kuat.

f. Teori Belajar Sosial (Social Learning) menurut Albert Bandura

Terori belajar sosial disebut juga teori pembelajaran observasional,

dikembangkan oleh Albert Bandura. Melalui pembelajaran observasional yang disebut

modeling atau menirukan perilaku manusia model, Bandura mengembangkan teori

Respon tak berkondisi (salivasi, keluar air liur)

Respon tak berkondisi (salivasi)

Stimulus terkondisi (hadiah makanan)

pembelajaran sosial. Perilaku siswa pengamat dapat dipengaruhi oleh perilaku model

dalam bentuk akibat-akibat positif (vicarious reinforcement, penguatan yang seolah-olah

dialaminya sendiri) maupun dalam bentuk akibat-akibat negatif (vicarious punishment).

Proses modeling terjadi dengan beberapa tahapan sebagai berikut.

(1) Atensi (perhatian), jiak ingin memepelajari sesuatu harus memeprhatikannya dengan

seksama, berkonsentrasi, jangan banyak hal yang menggunakan pikiran.

(2) Retensi (ingatan), kita harus mampu mempertahankan, menginggat apa yang telah

diperhatikan dengan seksama tadi.

(3) Produksi, kita hanya perlu duduk dan berkhayal untuk menerjemahkan citraan atau

deskripsi mode ke dalam perilaku aktual. Aspek paling penting di sini adalah

kemampuan kita berimprovisasi ketika kita membanyangkan diri kita sebagai model.

(4) Motivasi, adanya dorongan atau alsan-alasan tertentu untuk berbuat meniru model.

Ada tiga hal yang merupakan motivasi, yaitu; (i) dorongan masa lalu, (ii) dorongan

yang dijanjikan (insentif) yang dapat kita bayangkan, dan (iii) dorongan-dorongan

yang kentara (tangible), seperti melihat atau mengingat model-model yang patut

ditiru.

Berikut ini merupakan sejumlah prinsip-prinsip panduan (guiding principles)

yang melatarbelakangi pembelajaran sosial atau pembelajaran observasional.

(1) Pengamat akan mencontoh perilaku model jika model memiliki karakteristik seperti

talenta, kecerdasan, kekuatan, penampilan yang baikma, atau popularitas, yang

diinginkan atau menarik perhatian siswa pengamat.

(2) Pengamatan atau bereaksi sesuai dengan cara model diperlakaukan dan menirukan

perilaku model.

(3) Ada perbedaan dari perilaku yang didapat pengamat dengan perilaku yang dilakukan

pengamat. Melalui observasi, pengamat dapat menerima perilaku tanpa harus

melakukannya.

(4) Atensi dan pengingat berkaitan dengan penerimaan pembelajaran dari perilaku mdel,

sedangkan produksi dan motivasi akan mengontrol kinerja.

(5) Perkembangan manusia merefleksikan interaksi kompleks antarpribadi, perilaku

seseorang akan lingkungannya. Hubungan antar unsur-unsur ini disebut

determinisme resiprokal, penentuan timbal-balik (reciprocal determinism).

Kecakapan kognitif sesorang, karakteristik fisik, kepribadian, kepercayaan, dan

sikap berepngaruh terhadap perilaku dan lingkungannya.

C. KOGNITIVISME

Ada lima gagasan pokok yang melandasi revolusi kognitif ini seperti yang

dinyatakan oleh Steven Pinker (2002), yaitu: (i) dunia mental (pikiran) dapat dibumikan

pada dunia fisis melalui konsep-konsep tentang informasi, komputasi dan umpan balik,

(ii) pikiran tidak mungkin seperti papan tulis kosong karena papan tulis kosong tidak

dapat berbuat apa-apa (iii) suatu rentang yang tidak terbatas menyangkut perilaku dapat

dibangkitkan oleh program-program gabungan tertentu di dalam pikiran, (iv) mekanisme

mental universal dapat mmenjadi dasar timbulnya berbagai macam variasi tindakan lintas

budaya, (v) pikiran adalah suatu sistem kompleks yang trsusun dari bagian-bagain yang

saling berinteraksi.

Teori kognitif diawali oleh perkembangan psikologi Gestalt yang dipelopori oelh

Marx Wertheimer, walau sebenarnya seperti halnya dengan teori Behaviorisme,

kehadirannya dapat diruntut ke belakang ke masa Yunani kuno, berawal dari filsafat Plato

dan Aristoteles. Namun, yang disebut sebagai pengembang teori ini adalah Jean Peaget,

seorang ahli psikologi perkembangan kelahiran Swiss. Akan tetapi, jangan dilupakan

bahwa Piagget juga memegang peranan penting dalam teori konstruktivisme. Nama ahli

lain para pionir aliran kognitivisme adalah Kurt Lewin, Jerome S. Brunner, Robert M.

Gagne, dan David P. Ausabel.

Penting untuk dipahami bahwa dua pemikiran pokok dari kognitivisme adalah

teori pemrosesan informasi dan teori skema. Kedua gagasan pokok itu dikembangkan

baik oleh Jean Piaget maupun jerome S. Bruner, David P. Ausabel dan Robert M. Gagne.

Bedanya, tidak seperti Jean Piaget ketiga ahli yang lain tidak mengedepankan perlunya

mengacu proses perkembangan kognitif seperti halnya yang dilakaukan Jean Piaget.

Menurut pendekatan kognitif, dalam kaitan teori pemrosesan informasi, unsur

terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yangg dimiliki setiap individu sesaui

dengan situasi belajarnya. Apa yang telah diketahui siswa akan menentukan apa yang

akan diperhatikannya, dipersepsi olehnya, dipelajari, didingat atau bahkan dilupakan

(unlern). Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai

berikut:

(1) Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata

atau disebut pula pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif rentangnya luas,

dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum

dan aturan.

(2) Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses

yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaiaman melakukan (how to do).

Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau implementasi dari suatu konsep.

(3) Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when and

why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural digunakan

pengetahuanini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan

deklaratif, maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan ini amat penting karena

menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan

masalah.

Proses pengelolaan informasi berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu

pengolahan informasi dalam sensor pencatat (sensory register, sensory memory, sensory

registry), kemudian diproses dalam memori jangka pendek, selanjutnya ditransfer menuju

memori jangka panjang untuk disimpan dan sewaktu diperlukan dipanggil kembali.

Dalam sensor pencatat masukan informasi berlangsung selam kurang dari satu detik

sampai selama-lamanya 4 detik, kemudian menghilang karena diganti atau meluruh.

Kebanyakan informasi jarang yang mampu mencapai STM, hanya informasi yang dinilai

penting dan menarik yang dilanjutkan ke STM. Sementara itu di STM, memori yang

masuk dapat ditahan sampai 20 detik atau lebih jika dilatih berulang-ulang. STM dapat

menyimpan 7 – 2 jenis informasi. Kapasitas STM dapat ditingkatkan jika material

informasi dibentuk sebagai keping-keping informasi yang bermakna (meaninggful

chunk). Sebaliknya LTM memiliki kapasitas dan durasi yang tidak terbatas. Beberapa

informasi “dipaksa” masuk ke dalam LTM dengan cara memorisasi hafalan (rote

memorization) dan over learning (identik dengan pembelajaran bermakna). Pengolahan

yang levelnya lebih dalam akan terjadi jika ada upaya membangun hubungan antara

informasi lama dengan yang baru, dan ini merupakan cara yang lebih baik dalam

mempertahankan ingatan terhadap sesuatu materi.

Sumber: Hillgard E.R. and Bower, G.G. (1975) pengelolaan informasi menurut teori kognitif

INFORMATION

Receptors

Sensory receptors

Shorterms memory

Longterm memory

1. Teori-teori belajar berbasis Kognitivisme

a. Teori kognitif Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau konfergensi.

Dalam dunia psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang

bermakna (a unifield or meaningful whole). Peletak dasar teori Gestalt adalah Marx

Wertheimer. Gagasan pokok dari teori gestalt yaitu pengelompokan (grouping).

Pentingnya groupingbdijelaskan melalui hukum gestalt: 1) proximity (kedekatan), 2)

symmetry (kesamaan), 3) good continuation (kesinambungan).

b. Teori belajar Medan Kognitif dari Kurt Lewin

Kurt lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive field) dengan

menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa

setiap individu berada didalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis (life

space), memiliki tujuan yang ingin dicapai.

c. Teori perkembangan kognitif Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembanggan intelektual atau

teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang

dikemas dalam tahap-tahap perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa.

Menurut piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan

yang teratur.

d. Teori Discovery Learning dari Jerome S. Brunner

Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang menyatakan bahwa anak

harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah belajar dengan

menemukan (discovery learning), siswa menggorganisasikan bahan pelajaran yang

dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir produk dari materi pelajaran tersebut.

e. Teori belajar dari Robert M. Gagne

Belajar menurut Gagne (Dahar, 2001) adalah suatu proses di mana suatu

organisasi (siswa) berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

Berdasarkan definisi ini, diketahui bahwa belajar merupakan suatu proses yang

akan memerlukan waktu untuk melihat perubahannya. Perubahan yang

dimaksudkan di sini adalah perubahan perilaku dari kurang baik menjadi lebih

baik. Seorang siswa dikatakan telah belajar jika telah terdapat perubahan dalam

perilakunya. Dalam hal ini terdapat beberapa macam hasil belajar yang

dikemukakan oleh Gagne (Driscoll, 2005), yaitu informasi verbal, keterampilan

intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik.

f. Teori belajar bermakna dari David P.Ausabel

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk

mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna

David Ausubel. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna

(meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar

bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan

dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.

Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai

bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

3. TEORI BELAJAR KONSTRUTIVISME

a. Teori konstrutivisme piaget

Teori ini berlandasan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna

membangun struktur kognitifisme atau peta mentalnya yang diistilahkan

“scherma/skema atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi

pengalaman fisik dalam lingkungan di sekelilingnya.

Lebih lanjut piaget menyatakan bahwa struktur kognitif ana meningkat

sesuai dengan perkembangan usianya, bergerak dari sekedar reflek-reflek awal

seperti menangis dan menyusu menu ju aktifitas mental yang kompleks. Dasarnya

tentu saja teori perkembangan kognitif sehimgga beberapa konsep pokok seperti

skema asimilasi dan akomodasi tetap relevan karena teori kognitifisme piaget

memliki kesinambungan hubungan teori kontrutivisme.

b. Teori konstruktivisme vygotsy

Vygotsky lebih suka menyatakan teori pembelajarannya sebagai

pembelajaran kognisi social. Pembelajaran kognisi social meyakini bahwa

kebudayaan merupakan penentu utama bagi pengembangan individu. Mnusia

merupakan satu-satunya spesies diatas bumi ini yang memiliki kebudayaan hasil

rekayasa sendiri.

Beberapa kunci pemikiran kognisi sosial dari vygotsky antara lain:

1. Kebudayaan menciptakan dua macam konstribusi terhadap perkembangan

inteletual anak.

2. Perkembangan kognitif yang dihasilkan dari sebuah proses dialektika

3. Pada awalnya seseorang yang berinteraksi dengan anak bahwa dia lebih

dibebani tanggung jawab untuk memandu anak

4. Bahasa adalah bentuk primer dari interaksi

5. Sebagai hasil kemajuan belajar anak-anak memiliki bahasanya sendiri yang

dipergunakan sebagai perangkat primer bagi adaptasi intelektualnya.

C. Perbandingan antara konstruktivisme piaget dengan konstruktivisme

vygotsky.

Jika piaget lebih mengembangkan teori schemata maka vygotsky lebih

mengembangkan teori zona perkembangan kecuali itu piaget dikenal karena

mengembangkan teorinya berlandaskan perkembngan anak sesuai kronologis

usianya sedangkan vygotsky tidak melihat hal semacam itu penting. Kemudian

jika teori piaget lebih menekankan perkembangan siswa sebagai individu walau

bukan berarti mengkabaikan pandangannya tentang kontruksionisme sosial

vygotsky secara lebih tegas lebih menekankan perkembangan sisa sebagai

makhluk sosial yang amat dipengaruhi oleh peradaban tradisi dan lingkungan dan

budayanya.

4. TEORI BELAJAR HUMANISME

Teori belajar humanisme ini adalah teori belajar yang meletakkan

pandangan bahwa belajar merupakan kegioatan sebagai upaya untuk

memanusiakan manusia secara utuh atau paripurna. Dalam pandangan humanisme

belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif (pengetahuan) semata

melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan

seluruh bagian atau domain yang ada, yakni kognitif atau pengetahuan. Afektif

atau sikap, dan psikomotorik atau keterampilan. Selain itu, belajar bukan hanya

sebagai sarana tranformasi pengetahuan saja, melainkan proses belajar merupakan

bagian dari mengembangkan nilai-nilai kemanusian.

Humanisme lebih melihat pada sisi mperkembangan kepribadian manusia.

Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya

untuk melakukan hal-hal yang positif.

Prinsip-prinsip belajar humanisme

1. Manusia mempunyai belajar alami

2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid

mempunyai relevansi dengan maksud tertentu.

3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya

4. Tugas belajar yang mengancamdiri ialah lebih mudah dirasakan bila

ancaman itu kecil.

5. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh

cara.

6. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.

7. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar

a. Peran guru dalam pembelajaran bedasarkan teori humanisme

Bedasarkan pandangan teori humanisme ini, dalam pembelajaran guru

hendaknya:

1. Pembelajaran tidak hanya untuk mengembangkan kognisi (pengetahuan)

saja, melainkan juga harus mengembangkan aspek afeksi (sikap) dan

psikomotor (keterampilan) siswa.

2. Dalam setiap pembelajaran harus diikuti dengan penanaman nilai-nilai

karakter siswa.

3. Pembelajaran ditekankan juga untuk mengembangkan nilai-nilai kerja

sama, saling membantu dan menguntungkan, kejujuran, kreativitas,

moralitas, spritualitas dalam pembelajaran.

b. Tokoh dan pandangan teori humanisme

1. Arthur comb (1912-199)

Comb berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan

berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun

dan disajikan sebagaimana mestinya.

2. Abraham maslow

Teori maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada

dua hal suatu usaha yang positif untuk berkembang, kekuatan untuk

melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow berpendapat bahwa

individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang

bersifat hirarki.

3. Carl rogers

Rogers membedakan dua tip0e belajar yaitu: (a) kognitif (kebermaknaan),

(b) experiental (pengalaman), experiental learning menunjuk pada

pemenuhan kebutuhan keinginan siswa.

BAB II

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa

dan bersastra, meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta kemampuan

memperluas wawasan. Selain itu, siswa juga diarahkan untuk mempertajam perasaannya.

Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara

lugas atau langsung, tetapi juga memahami informasi yang disampaikan secara tidak

langsung. Siswa tidak hanya pandai dalam bernalar, tetapi juga memiliki kecakapan

dalam interaksi sosial dan dapat menghargai perbedaan, baik dalam hubungan antar

individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat, yang berlatar belakang berbagai

budaya dan agama.

A. Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa

1. Pembelajaran Bahasa

Belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Pemikiran ini muncul

berdasarkan fakta dalam penggunaan bahasa. Bahasa dimiliki setiap individu untuk

melakukan keggiatan berkomunikasi antar sesama. Pemikiran seperti ini suduh muncul

dalam linguistik struktural Mongin-Ferdinand de Saussure. Saussure mengatakan bahwa

languagge is a social institutions, bahasa merupakan fajta sosial. Pemikiran Saussure

banyak dipengaruhi oleh pemikiran ahli sosoiologi Emile Durkheim. Dengan demikian,

perhatian terhadap aspek kemanusiaan mendapat tempat dalam pengajaran bahasa.

2. Pola Pengembangan Pembelajaran Bahasa

Para linguis terapan pun memikirkan pola pengembangan pembelajaran bahasa

yang berwawasan kemanusiaan sehingga lahirlah ancangan yang dinamakan ancanggan

humanistik.

Rancangan ini melahirkan Community Language Learning (CLL) yang

dikembangkan oleh Charles A. Curran, Total Physical Response (TPR) yang

Capaian pembelajaranMendeskripsikan pendekatan belajar dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

dikembangkan oleh James Asher, The Naural Approuch (NA) yang dikembangkan oleh

Tracy Terrell, The Silent Way yang dikembangkan oleh Caleb Gattegno dan

Suggestopedia yang dikembangkan oleh George Lozanov. Pengembanggan ancanggan

berwawasan humanistik tersebut lebih ditujukan pada pengajaran bahasa kedua dan/atau

pengajaran bahasa asing.

Dalam pelaksanaannya, untuk situasi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai

bahasa kedua pun tidak mudah karena berbagai kendala teknis yang sering menjadi alasan

utama, misalnya jumlah anak didik di dalam keals, media pengajaran, dan sumber daya

manusia (guru) yang masih belum profesional. Selain itu, berbagai ancangan tersebut

meskipun sudah diuji keterandalannya dengan berbagai uji-coba, penelitian sulit

diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena ancangan tersebut lebih banyak

diterapkan kepada siswa yang berlatar belakang bahasa pertama yang berbeda-beda (tidak

serumpun) dalam pembelajaran bahasa Inggris.

Kasus tersebut dulit diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena posisi

bahasa Indonesia dengan bahasa pertama yang dikuasai siswa masih berada dalam satu

rumpun. Dengan situasi kedwibahasaan seperti ini, semua ancangan humanistik masih

menjadi kendala untuk diterapkan. Dengan demikian, ancangan yang lebih

memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia adalah ancangan komunikatif. Ancangan

ini masih memanfaatkan pikiran Chomsky, terutama konsep kompetensi dan

performasinya. Bagi Chomsky, kompetensi merupakan the speaker hearers knowledge of

his language dan performansi merupakan the actual use of language in concrete

situation.

3. Proses Pembelajaran bahasa

Menurut Chomsky, proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah

(role formation proces), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation process).

Chomsky ingin memberi tahu dunia pengajaran bahasa bahwa kompetensi perlu

dikembangkan pada diri siswa sehingga mampu menggunakan bahasa secara gramatikal.

Ancangan komunikatif sebenarnya lebih dekat dengan kajian tata bahasa fungsional yang

telah dilakukan oleh para linguis, misalnya para linguis aliran praha, seperti Vilem

Mathesius, Trubetzkoy, Andre Martinet, dan Roman jakobson.

Ancangan komunikatif muncul berkaitan dengan slogan belajar bahasa, yatu

belajar berlomunikasi. Dengan slogan itu, guru diharapkan dapat menyadari hakikat

belajar bahasa bagi para siswanya, bahwa mereka harus diarahkan dalam belajar bahasa

untuk berkomunikasi. Dengan demikian, keberadaan fungsi bahasa mulai mendapat

perhatian.

Dalam pelaksanaan pembelajaran pembelajan tidak ada istilah metode yang baik

atau metode yang jelek karena yang ada adalah metode yang cocok (tepat). Untuk itu,

perlu disiapkan seperangkat metode yang menarik, atraktif, normatif, taktis, andal, dan

praktis.

Jika dilihat dari standar nasional pendidikan, proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif, kooperatif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisispasi aktif, serta memberikan ruang

yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

4. Pendekatan Pembelajaran

Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approuch yang salah satu artinya

“Pendekatan”. Dalam pengajaran, approuch diartikan sebagai a way of beginning

something ‘cara memulai sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara

memulai pembelajaran. Dan lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi

mengenai cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang

sesuatu, suatu filsafat, atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya.

Pendekatan ini bersifat aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran teori yang

digunakan tidak dipersoalkan lagi. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik

tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada

pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya

mewadahi, mengsinspirasi, menguautkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

cakupan teoritis tertentu.

Pendekatan ialah suatu rancangan atau kebijaksanaan dalam studi yang

memberi arah dan corak kepada metode pengajarannya dan didasarkan kepada

asumsi yang berkaitan. Sedangkan pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia ialah suatu rancangan untuk bidang bahasa ataupun sastra Indonesia

untuk mempermudah metode pemelajaran agar tecapai suatu tujuan.

B. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Bahasa

Pendekatan adalah suatu ancangan atau kebijaksanaan dalam memulai

pengajaran suatu bidang studi, yang memberi arah dan corak pada metode

pengajarannya dan didasarkan pada asumsi yang berkaitan.

Pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia dalam tulisan ini dibatasi pada

empat macam pendekatan, yaitu pendekatan Whoel Language, pendekatan

kontekstual, pendekatan komunikatif, dan pendekatan integratif.

1. Pendekatan Whole Langauge

Whole Language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang

menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah, Edelsky

(1991), Froese (1990), Goodman (1986), dan Weafer (1992) dalam Santosa

(2004) menjelaskan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak

dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan

komponen bahasa, seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh

bermakna dan dalam situasi nyata atau autentik. Misalnya, pembelajaran

penggunaan tanda baca diajarkan berkaitan dengan pemeblajaran keterampilan

menulis. Demikian pula, pembelajaran membaca dapat diberikan bersamaan

dengan pembelajaran keterampilan berbicara, pembelajaran bersastra dapat

diberikan bersamaan dengan keterampilan membaca dan menulis ataupun

berbicara.

Dalam pendekatan whole language, pembelajaran bahasa juga dapat

diberikan sekaligus dengan materi lainnya, misalnya bahasa matematia, bahasa-

IPS, bahasa-sains, dan bahasa-agama.

Menurut Robert (Santosa, 2004), pendekatan Whole Language didasari

oleh pemahaman konstruktivisme yang mengatakan bahwwa anak membentuk

pengetahuannya sendiri melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole)

dan terpadu (integrated).

Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang

dipelajarinya memang bermkana bagi mereka. Umtuk itu, guru berkewajiban

untuk siswa agar menciptakan lingkungan belajar yang baik. Fungsi guru berubah

dari fungsi desiminator informasi menjadi fasilitator.

2. Pendekatan komunikatif

Pendekatan komunikatif memfokuskan pada keterampilan siswa

mengimplementasikan fungsi bahasa (untuk berkomunikasi) dalam pembelajaran.

Berdasarkan prinsip pendekatan komunikatf, pengajaran menulis harus diarahkan

pada penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pembelajaran

menulis surat.

3. Pendekatan Integratif

Pembelajaran bahasa harusdilakukan secara utuh. Para siswadituntut untuk

terampilberbahasa, yaitu terampilmenyimak, membaca, berbicara,dan menulis.

Keempatketerampilan berbahasa tersebutharus dilakukan secara terpadudalam

satu proses pembelajarandengan fokus satu keterampilan.Misalnya, para siswa

sedangbelajar keterampilan menulismaka ketiga keterampilan yanglainnya harus

dilatihkan juga,tetapi kegiatan tersebut tetapdifokuskan untuk

mencapaipeningkatan kualitas menulis.

4. Pendekatan CBSA (Cara Belajar SiswaAktif)

Pendekatan cara belajar siswa aktif diartikan sebagai kegiatan belajar

mengajar yang melibatkan siswa. Artinya, siswa secara aktifterlibat dalam proses

pengajaran, terutama dalam empat keterampilan berbahasa.

5. Pendekatan Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif merupakansuatu metode yangmengelompokkan siswa

ke dalamkelompok-kelompok kecil. Siswabekerja sama dan salingmembantu

dalam menyelesaikan tugas, disebut juga dengan belajar berkelompok.

6. Pendekatan Tujuan

Pendekatan tujuan inidilandasi oleh pemikiran bahwadalam setiap kegiatan

belajarmengajar, yang harus dipikirkandan ditetapkan terlebih dahuluialah tujuan

yang hendak dicapai.Dengan memperhatikan tujuanyang telah ditetapkan itu

dapatditentukan metode mana yangakan digunakan dan teknikpengajaran yang

bagaimana yangditerapkan agar tujuanpembelajaran tersebut dapat dicapai.

7. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatandalam

pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa

sebagai seperangkat kaidah. Dalam hal inipengetahuan tentang pola-polakalimat,

pola kata, dan suku katamenjadi sangat penting, jelas,bahwa aspek kognitif

bahasadiutamakan. Dengan pendekatanstruktural siswa akan menjadicermat

dalam menyusun kalimat,karena mereka memahamikaidah-kaidahnya.

8. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual(Contextual Teaching andLearning/ CTL)

merupakan konsepbelajar yang membantu gurumengaitkan antara materi

yangdiajarkan dengan situasi dunianyata siswa dan mendorong siswamembuat

hubungan antarapengetahuan yang dimilikinyadengan penerapannya

dalamkehidupan mereka sebagaianggota keluarga dan masyarakat.Pendekatan ini

mempunyaikonsep, guru menggunakan objekdi sekitar siswa sebagai

mediapembelajaran di kelas. Misalnya peristiwa yang ada di sekeliling siswa bisa

untuk dijadikan bahan menulis.

BAB IV

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

A. Pengertian

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi bermakna sebagai

rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi

dapatdiartikan pula sebagai upaya untuk mensiasati agar tujuan suatukegiatan

dapat tercapai.Strategi Pembelajaran BahasaIndonesia berisi segala sesuatu

yangdapat digunakan dalam menyusun rencana pembelajaran bahasaIndonesia

secara cermat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.

Agar pembelajaran berbahasa memperoleh hasil yang baik,

strategipembelajaran yang digunakan guru harus memenuhi kriteria berikut.

1) Relevan dengan tujuanpembelajaran

2) Menantang dan merangsang siswa untuk belajar

3) Mengembangkan kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok.

4) Memudahkan siswa memahami materi pelajaran

5) Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

6) Mudah diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit.

7) Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Rubin, seorang pakar yang dirintis sebagian besar bekerja dibidang

strategi, membuat perbedaan antara strategi memberikankontribusi langsung

untuk belajardan mereka berkontribusi tidak langsung untuk belajar. Menurut

Rubin, ada beberapa jenis strategi yang digunakan oleh peserta didikyang

memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung untuk belajar bahasa:

1. Cognitive Learning Strategies(Strategi Belajar Kognitif)

Strategi ini merujuk padalangkah-langkah atau operasiyang digunakan

dalampembelajaran atau pemecahan masalah yang memerlukananalisis langsung,

Capaian pembelajaran

transformasi,atau sintesis bahan pembelajaran. Diidentifikasi 6 strategi utama

belajar kognitif memberikan kontribusi langsung untuk belajar bahasa:

a. Klarifikasi/verifikasi

b. Penalaran Induktif/ menebak

c. Penalaran deduktif

d. Praktek

e. Menghafal

f. Monitoring

2. Metacognitive Learning Strategies (Strategi Belajar Metakognitif)

Strategi ini digunakan untuk mengawasi, mengatur atau bahasa diri

langsung belajar, Dalam strategi ini melibatkan berbagai proses

perencanaan,prioritas, menetapkan tujuan, dan manajemen diri.

3. Communication Strategies (StrategiKomunikasi)

Mereka tidak langsungberhubungan dengan bahasabelajar karena fokus

merekaadalah pada proses yangberpartisipasi dalam percakapandan mendapatkan

arti seluruhatau mengklarifikasi apa yangdimaksudkan pembicara. Komunikasi

strategi yang digunakan oleh pembicara ketika menghadapi kesulitan karena

kenyataan bahwa komunikasi mereka berakhir berlari lebih cepat dari komunikasi

mereka berarti atau ketika dihadapkan dengan kesalah pahaman oleh pembicara.

4. Social Strategies (Strategi Sosial)

Strategi sosial adalah merekaterlibat dalam kegiatanpembelajar yang

mampu merekakesempatan untuk menjadi terkena dan praktek pengetahuan

mereka. (Rubin and Wenden1987:23-27).

BAB V

METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan berbahasa dan bersastra, meningkatkan kemampuan berpikir dan

bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, pembelajaran bahasa

Indonesia mampu mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa tidak hanya

pandai dalam bernalar tetapi juga memiliki kecakapan dalam interaksi social dan

dapat menghargai perbedaan, baik dalam hubungan anatarindividu maupun dalam

kehidupan bermasyarakat yang memiliki keberagaman budaya dan agama.

A. Konsep Dasar, Pola Pengembangan, dan Proses Pembelajaran Bahasa

Indonesia

Belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Pemikiran ini muncul

berdasarkan fakta dalam penggunaan bahasa. Bahasa dimiliki setiap individu

untuk melakukan kegiatan berkomunikasi antarsesama. Hal ini sebagaimana yang

disampaikan oleh Saussure (1971: 15) bahwa language is a social institutions,

bahasa merupakan fakta sosial.

Para linguis terapan pun memikirkan pola pengembangan pembelajaran

bahasa yang berwawasan kemanusiaan sehingga lahirlah ancangan yang

Capaian Pembelajaran

Dalam subtopik ini dibahas tentang konsep dasar, pola pengembangan, dan proses pembelajaran bahasa Indonesia, ragam metode pembelajaran bahasa Indoensia, dan Faktor yang berpengaruh terhadap metode pembelajaran bahasa Indonesia.

Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami keseluruhan teori dan konsep dasar tentang metode pembelajaran bahasa Indonesia serta faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya

dinamakan ancangan humanistic (Stevik, 1991: 119). Rancangan ini melahirkan

Community Language Learnig (CLL) yang dikembangkan oleh Charles A.

Curran, Total Physical Response (TPR) yang dikembangkan oleh James Asher,

The Natural Approach (NA) yang dikembangkan oleh Tracy Terrell, The Silent

Way yang dikembangkan Caleb Gattegno dan Sugestopedia yang dikembangkan

oleh George Lozanov. Pengembangan ancangan ini berwawasan humanistic

tersebut lebih ditujukan pada pengajaran bahasa kedua dan/atau pengajaran bahasa

asing.

Dalam pelaksanaannya, untuk situasi pembelajaran bahasa Indonesia

sebagai bahasa kedua pun tidak mudah karena berbagai kendala teknis yang sering

menjadi alas an utama, misalnya jumlah anak didik di dalam kelas, media

pengajaran, dan sumber daya manusia (guru) yang belum professional. Selain itu,

berbagagai ancangan tersebut meskipun sudah diuji keterandalannya dengan

berbagai uji-coba, penelitian sulit diterapkan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia karena ancangan tersebut lebih banyak diterapkan kepada siswa yang

berlatar belakang bahasa pertama yang berbeda-beda (tidak serumpun) dalam

pembelajaran bahasa Inggris.

Kasus tersebut sulit diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia

karena posisi bahasa Indonesia dengan bahasa pertama yang dikuasai siswa

berada dalam satu rumpun. Dengan situasi kedwibahasaan seperti ini, semua

ancangan humanistik menjadi kendala untuk diterapkan. Dengan demikian,

ancangan yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia adalah

ancangan komunikatif. Ancangan ini masih memanfaatkan pemikiran Chomsky,

terutama konsep kompetensi dan performansinya. Bagi Chomsky, kompetensi

merupakan the speaker-hearers knowledge of his language dan performansi

merupakan the actual use of language in concrete situation (Chomsky, 1969: 4).

Menurut Chomsky (dalam Sumardi, 1989: 99), proses belajar bahasa

adalah proses pembentukan kaidah (role formation process), bukan proses

pembentukan kebiasaan (habbit formations process). Chomsky ingin

memberitahu dunia pengajaran bahasa bahwa kompetensi perlu dikembangkan

pada diri siswa sehingga mampu menggunakan bahasa secara gramatikal.

Ancangan komunikatif sebenarnya lebih dekat dengan kajian tata bahasa

fungsional yang telah dilakukan para linguis, misalnya aliran praha seperti Vilem

Mathesius, Trubetzkoy, Andre Martinet, dan Roman Jakobson.

Ancangan komunikatif muncul berkaitan dengan slogan-belajar bahasa,

yaitu belajar berkomunikasi, dengan slogan itu, guru diharapkan dapat menyadari

hakikat belajar bahasa bagi para siswanya, bahwa mereka harus diarahkan dalam

belajar bahasa untuk berkomunikasi. Dengan demikian keberadaan fungsi bahasa

mulai mendapat perhatian.

B. Metode Pembelajaran Bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan, 2001: 740) metode adalah

cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai

dengan yang dikehendaki. Selain itu, metode juga didefinisikan sebagai cara kerja

yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai system

perencanaan pembelajaran secara menyeluruh untuk memilih mengorganisasikan,

dan menyajikan materi pelajaran bahasa Indonesia secara teratur. Metode bersifat

prosedural, artinya penerapan pembelajaran bahasa Indonesia harus dikerjakan

menurut langkah-langkah yang teratur dan bertahap, yaitu mulai perencanaan,

penyajian sampai penilaian hasil pembelajaran.

Adapun metode mengajar adalah pengetahuan tentang cara mengajar yang

dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Dengan kata lain, metode

mengajar adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajarkan bahan

pelajaran kepada siswa dalam sebuah proses pembelajaran, baik secara individual

maupun kelompok, agar pelajaran dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh

siswa dengan baik. Semakin baik metode yang digunakan dalam mengajar, maka

akan semakin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran (Ahmadi, 2005: 52).

Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak ada istilah “metode yang baik atau

metode yang jelek” karena yang ada adalah metode yang cocok (tepat). Untuk itu,

perlu disiapkan seperangkat metode yang menarik, atraktif, normatif, taktis, andal,

dan praktis.

Jika dilihat dari standar nasional pendidikan (PP No. 19 Th. 2005), proses

pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

kooperatif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik.

Metode pembelajaran bahasa merupakan rencana pembelajaran bahasa

yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan bahan ajar secara

sistematis. Metode mencakup pemilihan dan penentuan bahan ajar, penyusunan,

serta kemungkinan mengadakan remidi dan pengembangan bahan ajar. Pemilihan,

penentuan, dan penyusunan bahan ajar secara sistematis dimaksudkan agar bahan

ajar mudah diserap dan dikuasai siswa. Kesemuanya didasarkan pada pendekatan

yang dianut, sebab pendekatan merupakan merupakan dasar penentu metode yang

digunakan.

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di antaranya sebagai berikut.

1. Metode tata bahasa/terjemahan

2. Metode membaca

3. Metode audiolingual

4. Metode reseptif/produktif

5. Metode langsung

6. Metode komunikatif

7. Metode integrative

8. Metode tematik

9. Metode kuantum

10. Metode konstruktivistik

11. Metode partisipatoris

12. Metode kontekstual

1. Faktor yang Berpengaruh terhadap Metode Pembelajaran Bahasa

Indonesia

Metode pembelajaran bahasa Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor

berikut.

a. Persamaan dan perbedaan antarsistem bahasa pertama siswa dengan

bahasa kedua yang mereka pelajari

b. Usia siswa saat belajar bahasa Indonesia

c. Latar belakang sosial budaya siswa

d. Pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa siswa dalam bahasa

yang dipelajarinya, yang sudah mereka miliki

e. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa guru dalam bahasa yang akan

dipelajarinya (penguasaan bahan ajar dan pengelolaan program belajar-

mengajar bahasa Indonesia)

f. Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipelajari siswa dalam masyarakat

tempat mereka berada

g. Tujuan pembelajaran yang diinginkan

h. Alokasi waktu yang tersedia untuk kegiatan pembelajaran

i. Metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa.

2. Ragam Metode Pembelajaran

Menurut Asih (2016: 85) dalam pembelajaran bahasa Indonesia

terdapat dua ragam dasar metode yang dapat digunakan, yakni a) metode yang

berpusat pada guru (ekspository), b) metode yang berpusat pada siswa

(discovery/inquiry) seperti eksperimen.

a. Metode yang Berpusat pada Guru

1. Metode ceramah, merupakan penuturan secara lisan yang

dilakukan oleh dalam proses pembelajaran

2. Metode tanya-jawab, merupakan metode mengajar ketika guru

menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual

3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk

memecahkan suatu masalah.

b. Metode yang Berpusat pada Siswa

1. Metode Kerja Kelompok

Siswa berada dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan

tertentu dari proses pembelajaran yang dilakukan

2. Metode Demonstrasi dan Eksperimen

Guru/narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan

dengan cara demonstrasi

3. Metode Sosiodrama dan Bermain Peran

Metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah

hubungan social. Metode ini merupakan suatu cara penguasaan

bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan

penghayatan. Pengembangan imajinasi dilakukan siswa dengan

memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.

4. Metode Pemberian Tugas Belajar dan Resitasi

Guru memberikan tugas, kemudian siswa melaporkan hasilnya.

5. Metode Karyawista

Suatu metode mengajar dengan mengajak siswa ke suatu objek

tertentu yang berkaitan dengan pelajaran

6. Drill atau Pemberian Latihan

Mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang

dipelajari

7. Metode Debat

Salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih

dan disusun menjadi paket pro dan kontra.

8. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah

pribadi atau perseorangan maupun masalah kelompok untuk

dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Memusatkan masalah

yang berkaitan dengan kehidupan siswa. Dalam hal ini peran

guru hanya menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan,

memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

9. Cooperative Script

Siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan

bagian-bagian dari materi yang dipelajari

10. Picture and Picture

Metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan

dan diurutkan menjadi urutan logis

11. Metode Jigsaw

Guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-

komponen lebih kecil. Selanjutnya, guru membagi siswa ke

dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri atas empat

orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab

terhadap penguasaan setiap komponen/subtopic yang ditugaskan

oleh guru.

3. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

a. Metode Langsung (Direct Method)

Gerakan metode langsung (ML) atau direct method dalam pengajaran bahasa sebagaimana dipelopori para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen bermula pada abad 19. Para pelopor  metode aktif ini percaya bahwa para siswa belajar memahami suatu bahasa dengan cara  menyimak dengan kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan

cara berbicara. Pada hakekatnya metodologi ini didasarkan pada cara anak-anak mempelajari bahasa ibu mereka: bahasa dipelajari melalui asosiasi “langsung” kata-kata atau frasa-frasa dan objek-objek dan tindakan-tindakan, tanpa penggunaan bahasa ibu sebagai variable penghalang (Tarigan, 1986:231).

Metode ini lebih menekankan pada menyimak dan berbicara. Kegiatan belajar bahasa dalam metode langsung menekankan pada hubungan langsung antara kata dan frasa dengan benda dan tindakan, tanpa perlu menggunakan bahasa pertama siswa sama sekali. Ketrampilan komunikasi lisan ini dikembangkan lewat progresi tahap demi tahap yang dirancang secara seksama dan dilakukan dengan menggunakan kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa dalam kelas yang kecil dan intensif. Tatabahasa diajarkan secara induktif atau digunakan dalam kalimat-kalimat yang diucapkan guru dan siswa dan tidak diajarkan langsung sehingga lama-lama siswa bisa menyimpulkan sendiri bagaimana yang benar dan materi linguistik yang baru selalu diperkenalkan pertama kali secara lisan (Ghazali, 2010:93).

Ciri-ciri metode langsung (Tarigan, 1986: 231-232) adalah sebagai berikut.

a. Belajar mulai dari situasi “di sini dan kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan sederhana;

b. Pelajaran berkembang di sekitar gambar-gambar yang dibuat secara khusus menggambarkan kehidupan di negara pemakai bahasa sasaran;

c. Dari permulaan pengajaran, para siswa mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan bermakna di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk pertukaran-pertukaran tanya jawab;

d. Ucapan yang tepat dan benar merupakan suatu pertimbangan penilaian penting dalam pendekatan ini

e. Kaidah-kaidah tatabahasa dipelajari melalui praktek dan latihan;f. Tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung” terhadap

naskah bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan.Metode Langsung memiliki beberapa keunggulanantara lain:

mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujaran dalam konteks; cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistic para siswa; beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan spontan. Akan tetapi metode ini juga

memiliki kelemahan di antaranya, hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil; sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi yang sebenarnya di dalam kelas; Sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih.

b. Metode Audio Lingual (MAL)

Metode audio-lingual (MAL) didasari oleh teori yang berakar pada dua

aliran pemikiran yang sejajar dalam psikologi dan linguistik (Ghazali, 2010:94).

Metode ini menekankan pada pentingnya pola bahasa dalam pengajaran serta

memandang bahasa lisan sebagai bentuk komunikasi yang paling utama. Metode

ini memanfaatkan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi behavioral yang

nampak pada kegiatan-kegiatan seperti menghafalkan dialog, mengulang kalimat

secara bersama-sama dan latihan berulang-ulang (drill) untuk menguasai pola-

pola kalimat. Siswa belajar bahasa sebagai kebiasaan dengan cara mempraktekkan

pola-pola kalimat, seperti lewat latihan berulang (repetition drill, latihan yang

persis dengan model yang diberikan oleh guru), dan latihan transformasi (latihan

yang berbeda dari model yang diberikan guru; siswa diminta untuk melakukan

operasi seperti penggantian, pengulangan kembali, pengisian, ekspansi, meringkas

atau mengintegrasikan).

Ciri-ciri Utama Metode Audio Lingual

Metode audio-lingual, yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, ketermpilan fungsional, New Key, atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa, diterima dan diperlakukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Lado (dalam Ghazali, 2010) dalam bukunya yang berjudul Language Teaching: A Scientific Approach, mengemukakan hukum-hukum empiris belajar berikut ini sebagai dasar MAL:

a. Hukum dasar hubungan menyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi bersama-sama, maka kemunculan yang satu akan mengingatkan kembali kepada yang satu lagi.

b. Hukum latihan mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu response dipraktekkan, maka semakin baik hal itu dipelajari dan semakin lama diingat.

c. Hukum intensitas menyatakan bahwa semakin intensif suatu response dipraktekkan, maka semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula diingat.

d. Hukum asimilasi menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan response yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang sama pada masa lalu.

e. Hukum pengaruh menyatakan bahwa apabila suatu response disertai atau diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang memuaskan, maka response itu semakin diperkuat. Apabila suatu response diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan, maka response itu dihindarkan.Rivers (dalam Tarigan, 1986:236) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu

dengan mengemukakan “lima slogan”, seperti berikut:a. Bahasa adalah ujaran, bukan tulisanb. Bahasa adalah seperangkat kebiasaanc. Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli, bukan yang dipikirkan

oleh seseorang apa yang harus dikatakand. Bahasa-bahasa berbeda-beda dan beraneka ragam.

Tinjauan lebih lanjut dan lebih seksama terhadap buku pelajaran yang menggunakan MAL akan memberikan pandangan-pandangan lebih lanjut mengenai cara atau upaya menerjemahkan metode itu ke dalam praktek. Setiap bab buku pelajaran MAL terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: diaolog, latihan pola, dan kegiatan aplikasi

Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, MAL juga memilki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan MAL antara lain: dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang; memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara; Sesuai bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan MAL yaitu: dibutuhkan guru yang trampil dan cekatan, ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah; dan kurang sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan (Steinberg dalam Ghazali, 2010).

c. Metode Kognitif

Pendekatan kognitif dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa anak mengemukakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik itu bergantung pada

perkembangan kognitif sang anak. Maksudnya, urutan-urutan perkembangan tersebut lebih banyak ditentukan oleh kerumitan semantik daripada oleh kerumitan struktural.

Ciri-ciri utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkum oleh Chastain (1976) sebagai berikut:

a. Tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri para siswa tipe-tipe kemampuan yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur asli;

b. bahan pelajaran dan guru harus memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan meningkatkan pemakaian bahasa kreatif;

c. karena perilaku bahasa secara konstan bersifat inovatif dan beragam, maka para siswa harus diajar memahami system kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model hafalan;

d. belajar haruslah selalu bermakna; artinya, para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang disuruh untuk dilakukan; benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh (Tarigan, 1986:240).

Beberapa keunggulan pendekatan kognitif antara lain: dapat dilaksanakan dalam kelas besar; sabar menghadapi, memperbaiki kesalahan; gabungan keterampilan-keterampilan dapat memperkuat atau meningkatkan upaya belajar; dan cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan pendekatan ini adalah sebagai berikut:tidak terdapat di dalamnya metode tertentu; bukan merupakan metode khusus (Steinberg, 1986:192); dan banyak interpretasi dapat diberikan.

d. Metode Tata Bahasa (TTB)

Metode terjemahan tatabahasa merupakan metode yang diwarisi dari pola-pola pengajaran bahasa latin. Metode ini menekankan pada bagaimana membuat siswa menguasai aturan-aturan tatabahasa dan kosa kata dengan memberikan daftar kosakata dan artinya kepada siswa untuk digunakan didalam membaca teks tertulis dalam pelajaran. Aturan-aturan tatabahasa ini dipelajari secara deduktif (diberikan penjelasan dulu tentang maknanya baru kemudian diterapkan dalam praktek membaca/menulis). Para siswa menerjemahkan wacana-wacana dari bahasa target kebahasa pertama yang sudah ia kuasai dan sebaliknya. Dalam metode ini, kemampuan menyimak dan berbicara tidak dikembangkan (Ghazali, 2010:93).

            Menurut Tarigan (1988:227), metode terjemahan tata bahasa pada hakekatnya mencakup dua komponen, yaitu: a). telaah eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan b). penggunan terjemahanAdapun ciri-ciri utama metode TTB menurut Tarigan (1986:228) adalah sebagi berikut:

a. Pertama siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata yang diarahkan pada bacaan pelajaran yang bersangkutan.

b. berikutnya, siswa diberikan penjelasan tentang aturan-aturan dalam latihan penerjemahan yang merupakan kelanjutan penjelasan tata bahasa.

c. pemahaman terhadap kaidah-kaidah dan bacaan-bacaan diuji melalui terjemahan dari bahasa sasaran ke bahasa asli dan sebaliknya.

d. bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkane. sangat sedikit kesempatan bagi kegiatan praktek atau latihan menyimak

dan berbicara.Metode ini memilki beberapa keunggulan (Tarigan, 1986:228), antara lain:

1) kelas-kelas besar dapat diajar; 2) guru yang tidak fasih dapat dipakai; 3) cocok bagi semua tingkat linguistic. Sementara kelemahan metode TTB ini antara lain: 1) secara linguistik dibutuhkan guru yang terlatih; 2) kebanyakan pokok bahasan (subjek matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang lain; 3) tidak sesuai bagi orang yang tuna-aksara.

e. Metode Alamiah (Natural Method)

Metode langsung merupakan metode pengajaran bahasa yang menyerupai

tatacara belajar seoarng anak pada bahasa ibunya di usia sejak dini. Siswa

akan dengan mudah menghayati benda, sifat, proses,

Ciri-ciri metode alamiah

1. Pengajaran langsung pada benda atau menggunakan gambar

2. Kata-kata baru, diajarkan berdasarkan pengetahuan dari siswa mengenai kata

lama

3. Kesalahan berbahasa segera diberitahuakan dan dibenarkan

4. Tidak menggunakan terjemahan

f. Metode Fonetik (Phonetic Method)

Metode ini dikenal juga dengan metode oral. Metode ini diawali melalui

telinga, lalu melalui ucapan yang berturut-turut dari bunyi bahasa (fonem),

kata, frase, dan kalimat. Langkah berikutnya adalah menghubungkannya

dengan percakapan dan cerita. Keunggulan metode ini adalah siswa terlibat

melafalkan bahasa yang dipelajari secra tepat.

g. Metode Membaca

Tujuan utama metode membaca adalah agar siswa memiliki keterampilan

pengetahuan membaca. Teks dibagi atas jenid tertentu yang didahului oleh

daftar katayang akan diajarkan melalui wacana, terjemahan, atau dengan

menggambarkannya. Setelah tahap kosakata tertentu dicapai, bahan

tambahan berupa cerita atau novel mulai diperkenalkan agar siswa

menguasai kota.

Kelebihan metode membaca adalah sebagai berikut.

1. Siswa terlatih memahami bacaan dengan analisis, tidak melalui

penerjemahan

2. Siswa menguasai kosakata dengan baik

3. Siswa memahami penggunaan tata bahasa

Kelemahan metode membaca di antaranya sebagai berikut.

1. Siswa lemah dalam keterampilan membaca nyaring

2. Siswa tidak terampil dalam menyimak dan berbicara

3. Siswa kurang terampil dalam mengarang bebas

g. Metode Terjemahan

Metode ini dapat digunakan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dan

sebaliknya. Dasar yang digunakan dalam metode ini yakni penguasaan

bahasa yang sedang dipelajari dapat dicapai melalui terjemahan dari

bahasa ibu atau sebaliknya. Selain itu, metode ini didasarkan pada persepsi

bahasa melalui pemusatan perhatian pada kata, yaitu bahwa bahasa asing

sama dengan bahasa ibu sebab yang berbeda adalah kata-katanya.

h. Metode Elektik

Metode elektik disebut juga dengan metode campuran, yakni metode

campuran dari unsur yang ada dalam metode langsung dan metode tata

bahasa-terjemahan. Keterampilan bahasa disuguhkan dengan urutan

berbicara, menulis, memahami, membaca. Aktivitas berbahasa termasuk di

dalamnya praktik berbahasa, membaca nyaring, bertanya, dan menjawab.

Latihan menerjemahkan pelajaran, tata bahasa secara deduktif, dan alat

peraga digunakan pula dalam metode ini,

Metode elektik dapat menjadi metode yang ideal apabila didukung oleh

penguasaan guru secara memadai terhadap berbagai macam metode,

sehingga dapat mengambil secara tepat segi-segi kekuatan dari setiap

metode dan menyesuaikannyadengan kebutuhan program pengajaran yang

ditanganinya kemudian menerapkan secara proporsional.

i. Metode Unit (the Unit Method)

Metode ini merupakan penerapan sistem mengajar, yang menurut Herbart

terdiri atas lima langkah, yaitu; persiapan siswa, penyuguhan bahan,

bimbingan melalui induk, penarikan kesimpulan generalisasi, dan

penerapan. Langkah ini dapat diterapkan pada semua tingkat.

Keunggulan metode ini adalah siswa menemukan sendiri kaidah-kaidah di

bawah bimbingan guru. Unsur demokrasi diperhatikan pula karena bahan

yang dipelajari dipilih secara suara bulat di kelas, selain itu siswa

mendapatkan latihan banyak yang memungkinkan mereka untuk kreatif.

Dalam metode ini, siswa tidak akan melupakan bahasa ibunya karena

bahan dipersiapkan dalam bahasa ibu mereka.

j. Metode Kontrol Bahasa (Language Control Method)

Metode ini merupakan metode pengajaran bahasa yang mengadakan

pembatasan dan gradasi terhadap kosakata dan kalimat yang akan

diajarkan. Pembatasan ini dapat didasarkan pada studi tentang frekuensi

kata atau poin-poin yang bermanfaat. Makna dapat diajarkan melalui

pembatasan aktivitas dan gambar, atau melalui peragaan bendanya atau

visualisasi. Metode ini dapat disamakan dengan metode langsung, tetapi

semua haris dipolakan dan terkontrol/dibatasi.

Keunggulan metode ini adalah siswa tidak akan mempelajari kata dan

kalimat yang tidak perlu, sebab hanya kata dan kalimat yang berfrekuensi

tinggi dalam pemakaian sehari-hari yang akan dipelajari.

k. Metode Memorisasi/Mimikri

Metode ini disebut juga dengan metode drill informant. Pengajaran dibagi

atas demonstrasi dan latihan atau drill. Bahan yang didemonstrasikan yaitu

tata bahasa, lafal, dan kosakata baik yang dilaksanakan oleh guru sendiri

maupun oleh informan. Keunggulan metode ini adalah siswa mengulang

pelajaran dan frekuensi latihan yang memadai sehingga ia tidak mudah

melupakan pelajarannya.

l. Metode Praktik-Teori (Practice-Theory Method)

Metode ini mendahulukan praktik daripada teori. Kalimat yang diajarkan

dilaksanakan dengan jalan mengulang-ngulang, menirukan informan atau

melalui rekaman. Kalimat-kalimat tersebut dianalisis secara fonetis dan

structural kemudian siswa diminta untuk memperluas atau membuat

kalimat baru berdasarkan pola kalimat yang diajarkan.

Keunggulan metode ini siswa memulainya dengan praktik sehingga akan

menemukan teorinya. Selain itu, siswa mendapat banyak kesempatan

untuk berlatih dan menciptakan kalimat baru sehingga pola kalimat yang

telah diajarkan tidak mudah dilupakan.

m. Metode Kognat (Kognat Method)

Dasar metode kognat adalah kemiripan antara bahasa yang sedang

dipelajari dengan bahasa ibu. Oleh sebab itu, siswa memulainya dengan

mempelajari kemiripan bentuk dan makna kosakata dalam bahasa yang

dipelajari dengan bahasa ibu. Kata-kata itu digunakan dalam bahasa lisan

dan latihan mengarang. Metode ini mirip dengan pendekatan analisis

konstruktif. Keunggulan metode ini, siswa dapat membandingkan secara

langsung kosakata yang dipelajari dengan bahasa ibunya.

n. Metode Berlitz

Metode ini berasal dari nama penganjurnya yang bernama Maximilian

Berlitz. Metode ini sama dengan prinsip dasar metode langsung.

Keunggulan metode ini, siswa langsung memahami bahasa yang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri umum metode Berlitz adalah

sebagai berikut,

1. Bahan didasarkan pada frase dan kosakata yang digunakan dalam

percakapan sehari-hari

2. Siswa selalu dibawa pada pikiran yang diungkapkan dalam bahasa

yang sedang diajarkan

3. Bahasa ibu tidak digunakan

4. Kata benda diajarkan melalui pengamatan bendanya, tiruan atau

gambarnya

5. Kata-kata yang bersifat abstrak dengan jalan demonstrasi

o. Metode Realis (Realis Method)

Metode realis digunakan berdasarkan pada prinsip bahwa mempelajari

bahasa harus sesuai tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya.

Keunggulan metode ini adalah siswa dapat langsung menghayati

penggunaan bahasa yang sesuai dengan tingkah laku berbahasa yang

sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri metode ini adalah sebagai berikut.

1. Dapat dipandang sebagai reaksi terhadap alam sekitar. Reaksi yang

dimunculkan manusia berupa bahasa verba, bahasa non verbal, dan

bunyi-bunyi pernyataan yang lain.

2. Pengguna bahasa harus sesuai dengan tingkah laku berbahasa yang

sesungguhnya

3. Penyusunan bahan dilakukan atas kerja sama antara ahli bahasa

dengan guru bahasa, bahkan disajikan dalam bentuk percakapan.

Referensi

A.S. Ghazali. 2013. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Kedua. Malang:

Banyumedia.

Asih. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Suyatna. 2007. Model-model Pembelajaran Langsung. Lampung: Diknas FIP

Unilam.

Suyatno. 2007. Pembelajaran Kooperatif Inovatif. Surabaya: Meia Buana

Pustaka.

Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka.

Bruce Joyce and Marsha Weil. 1980. Models of Teaching. New Jersey: Prentice.

Hall. Inc.

Chomsky, N. 1969. Aspects of The Theory of Syntar. Massachusetts: The MIT

Press.

Sumardi, M. 1989. Pendekatan Humanistik dalam Pengajaran Bahasa. Makalah

dalamPELLBA 10. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.

BAB VI

TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

A. Konsep Dasar Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia

Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar

yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut.

Teknik yang digunakan oleh guru bergantung pada kemampuan guru itu

mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar

dan berhasil dengan baik. Dalam menentukan teknik pembelajaran ini, guru

perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat

siswa, dan kondisi-kondisi yang lain. Dengan demikian, teknik

pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat bervariasi sekali. Untuk metode

yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran yang berbeda-beda,

bergantung pada berbagai faktor tersebut.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa teknik pembelajaran adalah

siasat yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk memperoleh hasil yang optimal. Teknik pembelajaran

ditentukan berdasarkan metode yang digunakan, dan metode disusun

berdasarkan pendekatan yang dianut. Dengan kata lain, pendekatan menjadi

dasar penentuan teknik pembelajaran. Dari suatu pendekatan dapat

diterapkan teknik pembelajaran yang berbeda-beda pula.

Berikut ini adalah teknik-teknik yang biasa digunakan dalam pembelajaran

bahasa

Indonesia.

a. Teknik pembelajaran menyimak

Capaian Pembelajaran

Dalam subtopik ini dibahas tentang konsep teknik pembelajaran Bahasa Indonesia dan Ragamnya.

Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami keseluruhan konsep teknik pembelajaran bahasa Indonesia serta mampu mengaplikasikan dalam proses pembelajaran.

(1) simak-ulang ucap

(2) simak-tulis (dikte)

(3) simak-kerjakan

(4) simak-terka

(5) memperluas kalimat

(6) menyelesaikan cerita

(7) membuat rangkuman

(8) menemukan benda

(9) bisik berantai

(10) melanjutkan cerita

(11) parafrase

(12) kata kunci

b. Teknik pembelajaran berbicara

(1) ulang-ucap

(2) lihat-ucapkan

(3) memerikan

(4) menjawab pertanyaan

(5) bertanya

(6) pertanyaan menggali

(7) melanjutkan

(8) menceritakan kembali

(9) percakapan

(10) parafrase

(11) reka cerita gambar

(12) bermain peran

(13) wawancara

(14) memperlihatkan dan bercerita

c. Teknik Pembelajaran Membaca

(1) membaca survei

(2) membaca sekilas

(3) membaca dangkal

(4) membaca nyaring

(5) membaca dalam hati

(6) membaca kritis

(7) membaca teliti

(8) membaca pemahaman

d. Teknik Pembelajaran Menulis

(1) menyalin kalimat

(2) membuat kalimat

(3) meniru model

(4) menulis cerita dengan gambar berseri

(5) menulis catatan harian

(6) menulis berdasarkan foto

(7) meringkas

(8) parafrase

(9) melengkapi kalimat

(10) menyusun kalimat

(11) mengembangkan kata kunci

B. Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Teknik Word Flow

Word Flo disebut juga kata mengalir karena dalam prosesnya, kata diolah

hingga membentuk kalimat. Tujuan yang ingin dicapai dari teknik ini

adalah cara pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan menantang

dapat tercapai. Dalam prosesnya, teknik pembelajaran ini mengajak siswa

untuk memproduksi kalimat sebanyak-banyaknya dengan kata-kata yang

dimiliki..

Menurut Suyatno (2007), langkah-langkah pelaksanaan teknik

pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

a. Tempat duduk siswa diatur berderet ke belakang dalam formasi lima

sampai enam siswa

b. Guru menjelaskan aturan permainan

c. Permainan dilombakan antarkelompok

d. Semakin banyak kalimat yang dihasilkan suatu kelompok, maka

semakin tinggi skor yang diperoleh kelompok

e. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas

f. Setelah siswa memahami tugas yang akan dikerjakan, permainan dapat

dimulai

g. Siswa paling depan menuliskan satu kata di lembar kerja, kemudian ia

memberikan lembar kerja tersebut di belakangnya

h. Siswa yang mendapat lembar kerja menambahi satu kata sehingga

dalam lembar kerja terdapat dua kata yang saling berkaitan dan begitu

seterusnya hingga siswa paling akhir dalam kelompok sehingga

tersusun sebuah kalimat yang utuh

i. Kalimat tersebut kemudian dicatat oleh semua anggota kelompok

j. Setelah itu, setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja

2. Teknik Card Paragraph

Tekni ini bertujuan agar siswa dapat mengurutkan berbagai paragraph

menjadi sebuah teks narasi yang logis dan runtut. Tugas siswa adalah

menganalisis paragraph yang dituangkan dalam bentuk kartu. Alat yang

dibutuhkan adalah potongan paragraph yang digunting dan ditempelkan

dalam karton.

Langkah-langkah pelaksanaan teknik Card Paragraph adalah sebagai

berikut.

a. Guru menjelaskan tujuan dan kegiatan belajar yang akan dilakukan

siswa

b. Kegiatan penyusunan dan pencocokan paragraph dilombakan

c. Kelompok yang paling cepat dan tepat dalam menuyusun paragraph

memperoleh skor tertinggi

d. Setelah diberi aba-aba, siswa mulai mengurutkan paragraph demi

paragraph secara logis dan runtut, dengan cara memberikan nomor

di buku tulis dengan penanda kalimat awal dalam paragraph

e. Setelah semua kelompok selesai, langkah selanjutnya adalah

mencocokkan jawaban siswa /hasil kerja siswa dengan kunci

paragraph yang benar

f. Guru merefleksikan kegiatan belajar yang diinginkan

3. Teknik Sentence Stock Exchange

Teknik ini bertujuan agar siswa dapat menyusun kalimat/paragraf secara

padu. Alat yang dibutuhkan adalah stoples besar tembus pandang yang diisi

potongan kalimat sebanyak-banyaknya. Potongan-potongan kalimat

tersebut diperoleh dari menggunting beberapa paragraph pada teks narasi

Suyatna (2007) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan teknik Sentence

Stock Exchange

a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri atas tiga

sampai empat siswa

b. Masing-masing kelompok duduk melingkar dan setiap kelompok diberi

satu stoples berisi potongan kalimat yang berisi potongan klimat dari

sebuah paragraph

c. Siswamengambil potongan kalimat dan mencari artinya kemudia

memasangkan semua potongan kalimat hingga menjadi paragraph yang

padu

d. Kegiatan ini dilombakan. Kelompok yang berhasil menyusun paragraph

paling banyak mendapat skor tertinggi.

e. Setelah waktu menyusun parafgraf selesai, masing-masing kelompok

menyalinnya di kertas kerja, menerjemahkannya, kemudian

membacakannya di depan kelas.

4. Teknik Complette Sentence

Teknik ini merupakan teknik pembelajaran yang menggunakan alat bantu

lembar kegiatan siswa berbentuk blangko isian yang berisi paragraph yang

kalimat-kalimatnya belum lengkap. Tugas siswa adalah melengkapi

paragraf tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan

mempunyai makna yang jelas.

Langkah-langkah Teknik Complette Sentence

a. Guru menyampaikan tujuan belajar yang akan dicapai

b. Guru membahagiakan bahan ajar dan menjelaskan materi pembelajaran

c. Siswa diminta membaca materi berupa teks deskriptif dan naratif

d. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil atau berpasangan

e. Setiap kelompok memperoleh lembar kegiatan siswa

f. Masing-masing kelompok atau pasangan bekerjasama melengkapi

paragraph yang belum sehingga teks tersebut menjadi bagian utuh dan

bermakna jelas

g. Masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya di depan kelas dan

kelomok lain memberikan tanggapan

h. Penarikan kesimpulan

5. Teknik Pembelajaran ‘Teropong’

Teknik ini melatih kemampuan siswa dalam aspek berbicara melalui teknik

teropong. Teknik ini bertujuan melatih siswa mendeskripsikan benda yang

dilihatnya dengan bahasa yang runtut, jelas, dan dapat dipahami

pendengarnya. Alat yang digunakan dalam permainan ini hanya selembar

kertas yang digukung menyerupai teropong

Langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut.

a. Siswa diminta berpasangan dan masing-masing membuat teropong dari

kertas

b. Setiap pasangan diminta untuk berhadapan

c. Salah satu siswa dari setiap pasangan diminta meneropong salah satu

objek di dalam kelas atau di luar kelas

d. Siswa yang diberi penjelasan mencatat penjelasan teman tentang benda

ataupun objek yang diteropong

e. Guru meminta siswa tersebut untuk menjelaskan kembali apa yang

dilihat temannya

f. Siswa kedua bergantian meneropong sebuah objek dan menjelaskan

kepada rekannya

g. Siswa yang diberi penjelasan mencatat dan membuat deskripsi objek,

kemudian diminta oleh guru menjelaskannya kembali.

Referensi

A.S. Ghazali. 2013. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Kedua. Malang:

Banyumedia.

Asih. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Suyatna. 2007. Model-model Pembelajaran Langsung. Lampung: Diknas FIP

Unilam.

Suyatno. 2007. Pembelajaran Kooperatif Inovatif. Surabaya: Meia Buana

Pustaka.

Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka.

Bruce Joyce and Marsha Weil. 1980. Models of Teaching. New Jersey: Prentice.

Hall. Inc.

Chomsky, N. 1969. Aspects of The Theory of Syntar. Massachusetts: The MIT

Press.

Sumardi, M. 1989. Pendekatan Humanistik dalam Pengajaran Bahasa. Makalah

dalamPELLBA 10. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.