pbl
DESCRIPTION
maklahTRANSCRIPT
Penatalaksanaan Perioperatif
Dauri Prayogo
102011085
Fakultas Kedokteran
Universitas Krida wacana
Jl. Arjuna No.6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat
Telp: 021-569422061
Pendahuluan
Tindakan operasi merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada bidang kedokteran
terutama bagi penyakit yang memang membutuhkan tindakan tersebut seperti apendisitis,
tonsilektomi bahkan pencangkokan organ. Pada umumnya orang awam mempunyai persepsi
bahwa tindakan operasi merupakan ranah dokter bedah saja, namun pada kenyataanya ahli
anestesi juga mengambil bagian dalam tindakan operasi dan boleh dikatakan mengambil
bagian yang penting. Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani a = tanpa dan aesthesis =
rasa/sensasi yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Sedangkan anestesiologi adalah cabang
ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi ataupun
analgesi, pengawasan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan
lainnya, pemberian bantuan hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Tugas ahli anestesi yang utama adalah manajemen nyeri,
mengatur jalannya napas selama operasi dan mengembalikan keadaan pasien setelah keluar
dari kamar operasi khususnya recovery dari efek anestesi yang digunakan, oleh sebab itu ahli
anestesi mempunyai peranan penting dalam tindakan operasi.
Pada kesempatan kali ini kami mendapatkan kasus tentang seorang perempuan yang
datang kebagian pendaftaran rawat inap RS dengan membawa surat permintaan rawat dari
dokter spesialis THT. Dari surat tersebut, diketahui dokter tersebut akan menjalani tindakan
tonsilektomi dan merujuk kebagian anestesi untuk penanganan perioperatif operasi
tonsilektomi esok hari. Pada kasus ini kita ditempatkan sebagai dokter anestesi yang akan
merancanakan apa yang yang harus dilakukan dengan pasien ini untuk persiapan operasi.
1
Untuk itu mari kita simak penjelasan dari makalah ini tentang penanganan perioperatif pada
pasien ini.
Isi
Untuk mempermudah pemikiran kita alangkah baiknya kita mulai memposisikan diri
kita sebagai dokter spesialis anestesi yang akan menghadapi kasus tonsilektomi untuk esok
hari. Tentunya kita akan menyusun langkah-langkah untuk tindakan perioperatif. Oleh karena
itu kita akan membahas tindakan perioperatif ini secara berurutan mulai dari praoperasi,
intraoperasi dan pasca operasi.
Pre-Operatif
1.Persiapan Pasien Sebelum Anestesi.
Kegagalan untuk mempersiapkan keadaan pasien sering terjadi, dan biasnaya dapat
dihindari dengan mudah untuk mencegah kecelakaan yang berhubungan denga
anestesi.semua pasien harus dipersiapkan sebelum anestesi oleh orang yang akan melakukan
anestesi. Persiapan ini menyangkut setiap aspek terhadap konsisi pasien dan tidak hanya
permasalahan patologis yang membutuhkan operasi.1
Penilaian pertama adalah riwayat kesehatan pasien, terdapat hal-hal yang menarik
perhatian ahli anestesi. Masalah patologis yang memerlukan operasi dan jenis tindakan
operasinya juga pentingdan kita juga tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan. Tanyakan
pada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu, penyakit serius yang pernah dialami,
juga tanyai menganai malaria, penyakit kuning, hemoglobinopati, penyakit kardiovaskuler
atau penyakit sistem pernapasan. Sehubungan dengan keadaan pasien sekarang, perlu juga
ditanyakan toleransi pasien terhadap olahraga, batuk, sesak nafas, wheezing, sakit dada, sakit
kepala dan pingsan. Apakah pasien memakan obat tertentu secara teratur? Obat-obat yang
berhubungan secara nyata dengan anestesi adalah obat antidiabetik, antikoagulan, antibiotika,
kortikostroid dan antihipertensi, dimana dua obat terkahir harus diteruskan selama anestesi
dan operasi, tetapi obat lainnya harus dimodifikasi seperlunya. Catatlah bila ada keterangan
mengenai alergi terhadap obat, juga apakah pasien atau keluarganya pernah mengalami
2
penolakan terhadap obat anestesi pada masa lalu. Dan akhirnya nilailah kehilangan cairan
dari perdarahan, muntah, diare dan sebab lainnya dan tanyakan juga riwayat dietnya. Apakah
pasien dapat makan dan minum secara normal sampai saat sebelum operasi? Jika tidak kita
harus curiga adanya kekurangan cairan dan nutrisi, sehingga dibutuhkan beberapa tahap
untuk memperbaiki sebelum operasi. Tanyakan kapan makan/minum terakhir dan jelaskan
perlunya puasa sebelum anestesi. 1
Pemeriksaan Pasien
Pertama periksalah keadaan umum pasien. Apakah pasien tampak pucat, kuning,
sianosis, dehidrasi, malnutrisi, edema, sesak atau kesakitan? Selanjutnya perhatikan jalan
napas bagian atas dan pikirkan bagaimana penatalaksanaan selama anestesi. Apakah jala
napas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit dan mudah ? apakah pasien ompong atau
memakai gigi palsu atau mempunyai rahang kecil, yang akan mempersulit lariongoskopi?
Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan
abnormal pada leher yang mendorong saluran napas bagian atas? Periksalah apakah pasien
menderita penyakit jantung atau pernapasan, khususnya untuk penyakit katup jantung ,
hipertensi dan kegagalan jantung kiri atau kanan dengan peningkatan tekanan vena adanya
edema pada sakral dan pergelangan kaki, perbesaran hepar. Lihatlah bentuk dada dan
aktivitas pernapasan untuk mencari adanya obstruksi jalan napas akut atau kronis atau
kegagalan pernapasan. Rabalah trakea apakah tertarik oleh karena fibrosis, kolaps sebagian
atau seluruh paru atau pneumotoraks. Lakukan perkusi pada dinding dada , bila terdengar
redup kemungkinan kolaps paru atau efusi. Dengarkan apakah ada wheezing atau ronki kasar
yang menandakan adanya obstruksi bronkus umum atau setempat. Perhatikan juga abdomen.
Pembesaran hepar mungkin disebabkan oleh penggunaan alkohol atau penyakit hepar
lainnya, yang akna berpengaruh pada obat anestesi lainnya, yang akan berpengaruh pada oba
anestesi yang akan digunakan. Jika kita berada didaerah endemi malaria periksalah limpa
pasien, adanya hipersplenisme menandakan adanya gangguan omebekuan darah. Distensi
abdomen, bahkan uterus graid dapat mengganggu pernafasan bila pasein berabaring. 1
Setelah dilakukan pemerikaan, kita dapat mengetahui beberapa masalah, putuskan
apakah perlu pemeriksaan lain (seperi tes laboratorium, radiologi dan elektrokardiogram).
Radiologi rutin untuk toraks tidak diperlukan jika tidak ada gejala/ tanda abnormal pada dada,
tapi pemeriksaan Hb dan Ht sebaiknya rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani
anestesi umum. 1
3
Jika semua hasil baik, maka tanyakan pada diri kita sendiri 3 pertanyaan dibawah ini: 1
1. Apakah kondisi pasien membutuhkan terapi pre-operatif?
2. Apakah pasien harus dirujuk untuk pengobatan penyakit dasar seperti anemia,
infeksi atau kekurangan gizi sebelum operasi?
3. Teknik anestesi apa yang akan dilakukan untuk pasien?
Jika kita sudah memutuskan teknik anestesi yang akan dilakukan, jelaskan secara
singkat kepada pasien apa yang akna terjadi, katakan bahwa kita akan memperhatikan fungsi
jantung dan pernapasannya dan yakinkan bahwa pasien tidak akan merasakn sakit. Juga
terangkan kepada pasien apa yang akan dijumpai setelah bangun, seperti oksigen, infus,
sonde lambung atau drain. Setelah itu maka pasien akan berkurang rasa takutnya dan anestesi
lebih muda dilakukan. Agar penilaian pre-operatif lebih sederhana dan efisien, kita dapat
melihatnya pada lembar pemeriksaan (lampiran 1). Satu status dapat terdiri dari lembar
pemeriksaan preoperatif, kartu anestesi dan lembar instruksi pasca bedah. 1
Premedikasi Untuk Anestesi dan Operasi
Pasien yang akan dioperasi biasanya diberika premedikasi karena: 1
Diberikan sedatif untuk mengurangi ansietas.
Diberikan sedatif untuk mempermudah konduksi anestesi.
Diberikan analgetik jika pasien merasa sakit preoperatif atau dengan latar belakang
analgesia selama dan sesudah operasi.
Untuk menekan sekresi, khususnya sebelum penggunaan ketamin. Dipakai atropin.
Untuk mengurangi resiko aspirasi isi lambung.
Obat-obat premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan keadaan umum
pasien. Biasanya premedikasi diberikan intramuskular 1 jam sebelumnya atau per oral 2 jam
sebelum anestesi. Beberapa ahli anestesi menghidari penggunaan opium untuk premedikasi
jika anestesinya mencakup pernafasan spontan dan campuran eter/ udara. Yang banyak
digunakan adalah morfin dan petidin sebagai analgesik opium, diazepam dan prometazin
sebagai sedatif, atropin sebagai vagolitik antisialogog dan natrium sitrat sebagai antasida. 1
2.Memilih dan Merancanakan Teknik Anestesi
Pemilihan jenis anestesi sangat bergantung pada kemampuan dan pengalaman kita,
peralatan dan obat-obatan yang tersedia dan keaddan klinis. Harus selalu diingat peraturan
4
utama: bagaimanapun kuatnya indikasi untuk melakukan teknik anestesi tertentu, khususnya
pada kasus gawat darurat, teknik anestesi yang terbaik adalah teknik yang paling kita kuasai. 1
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan anestesi:
1. Ketrampilan dan pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah
2. Tersedianya obat dan peralatan
3. Kondisi klinis pasien
4. Waktu yang tersedia
5. Tindakan gawat darurat atau elektif
6. Keadaan lambung
7. Pilihan pasien
Faktor tersebut tidak sama pentingnya tapi harus dipertimbangkan khususnya bila ragu-
ragu dalam memilihi.
Pemilihan Teknik Anastesi Untuk Operasi Khusus
Untuk operasi kecil (menjahit luka atau manipulasi fraktur lengan) jika lambung
penuh maka pilihan yang terbaik adalah anestesi kondusif atau regional. Untuk operasi besar
gawat darurat, anestesi kondusi atau umum sangat kecil perbedaan dalam hal keamanannya. 1
Jika kita sudah memustukan salah satu teknik anestesi, diskusikan dengan ahli bedah
dan tim kamar operasi, yang akan memberikan informasi lebih lanjut, misalnya tindakan
operasi tersbeu tmembutuhkan waktu yan lebih lama dari teknik anestesi yang kita pilih.
Periksalaha juga alat dan obat-obatan yang dibutuhkan. 1
Jika kita akan memutuskan teknik apa yang akan dipakai, pada prinsipnya pilih salah satu
diantara : 1
5
1. Anastesi umum dengan obat diberikan secara intravena/ inhalasi.
2. Anestesi spinal
3. Blok saraf
4. Anestesi infiltrasi
Ada keuntungan mengkombinasikan antara anestesi umum ringan dengan anestesi
konduksi, karena jumlah obat yang dibutuhkan untuk anestesi umum akan berkurang
sehingga pemulihannya lebih cepat dan analgesia paska bedah dapat ditetapkan dengan
mempertahankan blok konduksi. 1
3.Merencakanakan Anestesi Umum
Untuk anestesi umum, maka intubasi endotrakeal rutin dikerjakan, kecuali bila ada
alasan khusus yang harus dihindari. Intubasi endoktrakea merupakan keterampilan dasar ahli
anestesi. Untuk rumah sakit kecil, banyak operasi merupakan kasus gawat darurat, paru-paru
dan hidup pasien berada dalam keadaan bahaya jika tidak dilindungi dngan tindakan ini. 1
Ingatlah, semua relaksan otot merupakan kontraindikasi untuk intubasi endotrakea
bila terdapat abnormalitas rahang dan leher atau alasan lain yang menyebabkan kesulitan
itubasi dan laringoskopi. 1
Jika terjadi kesulitan untuk intubasi setelah kita meberikan suksametonium, da bila
kita gagal melakukan intubasi dalam 30 detik setelah laringoskopi, kita harus memberikan
oksigen dengan melakukan ventilasi menggunakan masker wajah untuk 10 kali pernapasan.
Cobalah sekali lagi dan bila gagal setelah 30 detik, lihat tentang keterangan kegagalan
intubasi. 1
4.Menentukan Prognosis
6
Berdasarkan status fisik pasien praanestesia, ASA (American Society of
Anesthesiologist) membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam 6 kelompok atau
kategori sebagai berikut :2
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah maupun penyakit lainnya. Tidak ada keterbatasan fungsional.
Contoh : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien
appendicitis akut dengan leukositosis atau febris.
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Contoh : pasien appendicitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstruksi dengan iskemia miokard.
ASA 4 : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidak mampuan fungsi.
Contoh : pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
ASA 5 : Pasien tidak dapat bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi.
Contoh : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik.
ASA 6 : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.(1)
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat
(D = Darurat / E = Emergency). Misalnya 1D atau 3D.2
3.Persiapan Pada Hari Operasi
7
1 . Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan.
Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah aspirasi isi lambung
karena regurgitasi dan muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung
dilakukan dengan puasa, pada pasien dewasa puasa 6-9 jam, pada bayi/anak dipuasakan
3-4 jam.2
Pada pembedahan darurat, pengosongan lambung dapat dilakukan lebih aktif dengan
cara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik atau memberi obat yang
menyebabkan muntah seperti apomorphin, dsb2
Cara-cara ini tidak menyenangkan pasien sehingga jarang sekali dilakukan. Cara lain
yang dapat ditempuh adalah menetralkan asam lambung dengan memberi antasida
(magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (cimetidin, ranitidine atau famotidin)
Puasa yang cukup lama pada kasus akut kadang-kadang tidak menjamin lambung
kosong secara sempurna, misalnya pada stress mental yang hebat, kehamilan, rasa nyeri
atau pasien diabetes mellitus. 2
Pemberian obat pencahar umumnya dilakukan pada laparotomi eksplorasi. Komplikasi
penting yang harus dihindari kerena puasa adalah hipoglikemia atau dehidrasi, terutama
pada bayi, anak, dan pasien geriatrik. 2
2. Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditinggalkan dan bahan kosmetik
seperti lipstick, cat kuku harus dibersihkan agar tidak menggangu pemeriksaan selama
anestesi, misalnya sianosis. 2
3. Kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi. Untuk membersihkan
jalan napas, pasien diminta batuk kuat-kuat dan mengeluarkan lendir jalan napas. 2
4. Penderita dimasukan ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian khusus, diberikan
tanda atau label, terutama untuk bayi. Periksa sekali lagi apakah pasien atau keluarga
sudah memberikan izin pembedahan secara tertulis (informed consent). 2
5. Pemeriksaan fisik yang penting dapat diulang sekali lagi di kamar operasi karena
mungkin terjadi perubahan bermakna yang dapat menyulitkan perjalanan anestesi, misal
hipertensi mendadak, dehidrasi, atau serangan akut asma. 2
8
6. Pemberian obat premedikasi secara intra muscular atau oral dapat diberikan ½ - 1
jamsebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intra
vena. 2
Tentunya sebelum melakukan itu semua, wajib dilakukan inform consent kepada pasien
secara tertulis karena diketahui pasien dalam kesadaran penuh.
Inta-Operatif
1.Anestesi Umum
Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anestesi umum yang sering digu-
nakan, sedangkan teknik intravena dapat digunakan sebagai alternatif. Terdapat dua sistem
yang berbeda untuk mcmberikan gas dan uap anestesi kepada pasien. Pada sistem draw over,
udara digunakan sebagai pembawa gas yang mudah menguap atau gas kompresi sebagai
tambahan. Pada sistem continuous flow, udara tidak digunakan, tetapi digunakan gas medis
yang dikompresi, biasanya nitrogen oksida dan oksigen, mengalir melalui flow meter
(rotameter) dan vaporizer untuk memberikan anestesi kepada pasien.1
Mesin anestesi continuous flow (biasanya dikcnal scbagai mcsin Boyle) dapat digu-
nakan bila ada jaminan aliran oksigen dan nitrogen oksida yang lebih baik. Gas ini tidak
selalu mudah didapat dan nitrogen oksida relatif mahal. Resiko penggunaan gas komprcsi
adalah bila scharusnya oksigen mengalir selama anestesi, tetapi mesin bisa hanya
mengalirkan nitrogen saja, maka hal ini akan membunuh pasien dengan cepat. Bermacam-
macam alarm tanda bahaya dipasang pada mesin Boyle ini untuk menghindari resiko
tersebut, akan tetapi tidak cukup memuaskan. Sistem draw over, dimana salah satu ujung
berhubungan dengan atmosfer, tidak dapat memberikan oksigen lebih dari konsentrasi
oksigen dalam atmosfer yaitu 20,9% dari volume dan dapat dipergunakan bahkan tanpa
silinder gas. Pada beberapa kasus patut diberikan tambahan oksigen pada gas inspirasi dan
hal ini mudah serta sangat ekonomis bila dilakukan dengan sistem draw over.1
Sistem draw over merupakan cara anestesi kelas satu. Sebaliknya dengan sistem
continuous flow yang digunakan pcrtama kali pada tahun 1912, sedangkan pera-latan draw
over modern yang dikembangkan pada tahun 1940 dan 1950 terbukti lebih baik, mudah
dimengcrti dan pemeliharaannya mudah serta ekonomis. Sehingga merupakan pilihan
9
pertama untuk anestesi inhalasi pada rumah sakit kecil dan salah satu jenis yang digunakan
pada rumah sakit pendidikan. Tetapi, beberapa rumah sakit kecil dan besar menggunakan
mesin continuous flow sehingga perlu dibicarakan dalam bab ini. Perkembangan lebih lanjut
dari kompresor dan konsentrator oksigen pada masa yang akan datang akan memungkinkan
penggunaan mesin Boyle tanpa gas komprcsi, tapi saat ini belum ada mesin jenis ini yang
cocok digunakan pada rumah sakit kecil. 1
Anestesi juga dihasilkan oleh beberapa obat dengan tipe dan proporsi yang berbeda.
Tujuannya adalah memberikan induksi yang menyenangkan dan hilangnya kesadaran pasien,
dengan menggunakan teknik yang aman bagi pasien dan ahli anestesi serta untuk
menyediakan kondisi operasi yang baik untuk ahli bedah. Tapi sayangnya, obat anestesi yang
ideal yang diinginkan tidak ada. Yang biasa digunakan adalah kombinasi beberapa obat untuk
suatu anestesi. Di sini digambarkan dengan diagram sebagai scgitiga, di mana sudut-sudutnya
mewakili tidur (tidak sadar), relaksasi otot dan analgesia (hilangnya rcspon terhadap sakit) . 1
Obat-obat tertentu misalnya tiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi
analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Sebaliknya eter menyebabkan analgesia dan
relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan kelarutannya dalam tinggi sehingga agak
mengganggu dan lambat (meskipun aman) untuk indukdi. Relaksan otot hanya mempunyai
efek relaksasi otot, oleh karena itu digunakan untuk mencapai relaksasi bedah yang baik
selama anestesi ringan, dan pasien sadar kembali dengan cepat pada akhir anestesi. Obat-obat
opium seperti dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus
atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat diper untuk mencapai
tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai pasien. 1
Sebelum Induksi Anestesi
Anestesia selalu dibandingkan dengan terbang dengan pesawat terbang - kecelakaan
paling sering terjadi pada saat tinggal landas dan mendarat, maka perhatian khusus harus
diberikan pada saat induksi dan pemulihan. 1
Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti. Tanggung jawab untuk pemeriksaan
ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anestesi. Periksalah apakah pasien sudah
dipersiapkan untuk operasi dan tidak makan/minum sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya,
meskipun bayi yang masih menyusui hanya dipuasakan 3 jam. (Untuk induksi anestesi pada
operasi darurat, lambung mungkin penuh.) Ukurlah nadi dan tekanan darah dan buatlah
10
pasien relaks sebisa mungkin. Asisten yang membantu induksi harus terlatih dan
berpengalaman. Jangan menginduksi pasien sendirian saja tanpa asisten. 1
Pemeriksaan Alat
Penting sekali bila kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anestesi, karena ke-
selamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar hal-hal yang harus
diperiksa (lihat lampiran 1 dan 2) dan gantungkan pada alat anestesi yang sering digunakan.
Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan baik. Jika kita
menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang digunakan dan silinder
cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah disambung dengan tepat tanpa ada yang bocor,
hilang atau terlepas, sistem pernapasan dan aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan
aman. Jika kita tidak yakin pada sistem pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anestesi
dimatikan). Periksalah fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi
kesalahan aliran gas), laringoskop, pipa endotrakea (periksalah apakan balon bisa
mengembang atau apakah ada kebocoran) dan alat penghisap. Kita juga harus yakin bahwa
pasien berbaring pada meja atau kereta dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam
posisi kepala di bawah, bila terjadi hipotensi mendadak atau muntah. 1
Persiapkan obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan
bahwa obat itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi anestesi, yakinkan aliran
infus adekuat dengan mema-sukkan jarum indwelling atau kanula ke dalam vena besar; untuk
operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai. 1
Pilihan teknik induksi anestesi yang dapat digunakan adalah: 1
Injeksi barbiturat atau ketamin intravena
Injeksi ketamin intramuskuler
Induksi inhalasi
Induksi Intravena
Teknik ini menyenangkan bagi pasien dan mudah bagi ahli anestesi. Ini merupakan
teknik pilihan untuk beberapa pasien, tapi harus hati-hati karena dosis sering berlebihan atau
menyebabkan pasien berhenti bernapas. Jika pasien berhenti bernapas, pasien akan
11
meninggal, kecuali jika dengan cepat dilakukan ventilasi paru dengan masker wajah atau pipa
endotrakea. Peraturan pertama pada induksi intravena adalah tidak boleh digunakan pada
pasien dengan jalan pernapasan yang sulit dita-ngani. Untuk pasien seperti ini, teknik induksi
inhalasi lebih aman, dan pasien harus diintubasi pada saat pasien masih sadar. 1
Induksi Dengan Barbiturat
Barbiturat intravena tersedia dalam ampul yang berisi bubuk kuning yang harus
dilarutkan dengan air atau salin steril untuk membuat larutan 2,5% (25 mg/ml). Konsentrasi
yang lebih tinggi akan berbahaya, khususnya bila tidak sengaja disuntikkan keluar dari vena.
Pada prakteknya digunakan dosis "tidur", dengan penyuntikkan secara perlahan-lahan sampai
pasien tidak sadar dan refleks mata hilang. Dosis tidur rata-rata pada orang dewasa sehat
adalah 4-5 mg/kgbb, tetapi untuk orang sakit dosisnya lebih kecil. Dosis tiopental yang
berlebihan akan menyebabkan hipotensi akibat depresi pusat vasomotor dan henti napas.
Karena depresi pusat pernapasan. Injeksi tiopental biasanya tidak sakit. Jika pasien mengeluh
sakit, hentikan penyuntikkan segera, karena mungkin jarum keluar dari vena atau bahkan
masuk kedalam arteri. (Jika mungkin hindari penyuntikkan pada fosa kubiti karena arteri dan
vena letaknya berdekatan.) Jika ujung jarum masuk ke dalam arteri, biarkan dulu, untuk
orang dewasa suntikkan 5 ml Lidokain 1%, hidrokortison 100 mg dan heparin 1000 I.U.
untuk mencegah trombosis arteri, kemudian angkat dan suntikkan Lidokain 5 ml di sekitar
arteri. 1
Sebagai alternatif dari tiopental dapat digunakan Metoheksitol. Juga berbentuk bubuk
yang harus dilarutkan menjadi larutan 1% (10 mg/ml). Dosis tidur rata-rata berkisar 1
mg/kgbb. Pasien merasa sakit sedikit, walaupun benar masuk ke dalam vena. Sakit akan lebih
terasa bila digunakan vena kecil pada punggung tangan. Sesaat setelah pasien kehilangan
kesadarannya, hentikan suntikkan. Pada pasien tua atau sakit, aliran darah dari lengan ke otak
lambat, maka suntikan obat secara perlahan-lahan untuk menghindari kelebihan dosis.
Setelah induksi, maka tanggung jawab untuk menjaga jalan napas dan pernapasan berada di
tangan kita. Pada sebagian besar kasus, untuk mempertahankan jalan napas diperlukan
pemasangan pipa endotrakea. 1
12
Induksi Dengan Ketamin
Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Dosis berkisar 1-2 mg/kgbb
(formula standar adalah 50 mg/ml dan 100 mg/ml, sebaiknya periksalah lebih dahulu).
Penampilan pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat, pasien
tidak tampak "tidur". Mata mungkin tetap terbuka, tetapi tidak menjawab bila diajak bicara
dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Bila kita mencoba untuk memasang pipa
endotrakea pada tahap ini, mungkin pipa akan didorong keluar lagi oleh pasien. Tonus otot
rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin, demikian juga refleks batuk. Jalan napas
yang aman tidak dijamin, karena bila terjadi regurgitasi isi lambung, terdapat bahaya aspirasi
ke dalam paru. 1
Setelah induksi dengan ketamin kita bisa memilih anestesi inhalasi dengan atau tanpa
relaksan dan intubasi. Untuk prosedur yang singkat, ketamin dapat diberikan secara intravena
atau intramuskuler setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit. Teknik anestesi ini
sangat sederhana, tetapi tidak ada relaksasi otot dan ketamin bukanlah obat yang murah. Jika
persediaan terbatas, gunakan ketamin untuk kasus tertentu saja, misalnya pada prosedur
singkat pada anak-anak. 1
Induksi Intramuskuler
Ketamin dapat juga diberikan secara intramuskuler untuk induksi anestesi. Dengan
dosis 6-8 mg/kgbb, induksi terjadi dalam beberapa menit, dalam 10-15 menit dapat dilakukan
tindakan bedah. Pada dosis 8 mg/kgbb, ketamin meningkatkan sekresi saliva, sehingga
memerlukan injeksi atropin (dapat dicampur dengan ketamin). Penambahan ketamin dapat
diberikan secara intravena atau intramuskuler. Pemberian secara intramuskuler bertahan lebih
lama dan dimasukkan lebih lambat. Jika ketamin dipakai sebagai anestesi tunggal, kadang-
kadang terdapat keluhan mimpi buruk dan halusinasi. Halusinasi tersebut dapat dikurangi
dengan pemberian diazepam sebelum atau pada akhir anestesi. Halusinasi tidak akan terjadi
bila ketamin hanya digunakan untuk induksi dan diikuti olch anestesi yang konvensional. 1
Induksi Inhalasi
13
Teknik ini merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani. Jika diberikan
induksi intravena, pada pasien sepcrti itu dapat mcnimbulkan kematian akibat hipoksia jika kita tidak
dapat mengembangkan paru. Sebaliknya, induksi inhalasi hanya dapat dilakukan bila jalan
napas bersih sehingga obat anestesi dapat masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat
anestesi tidak dapat masuk dan anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi
akan dangkal. Jika hal ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga digunakan
untuk anak-anak yang takut pada jarum. 1
Induksi inhalasi merupakan teknik yang penting dan harus dilakukan dengan rutin;
karena teknik ini sederhana dan hanya membutuhkan kesabaran, perhatian dan pengamatan.
Baik aparatus draw over maupun continuous flow dapat digunakan untuk induksi inhalasi ,
tetapi dibutuhkan teknik yang sedikit berbeda. 1
Induksi Menggunakan Aparatus Draw Over
Zat yang dianjurkan untuk digunakan pada induksi inhalasi dengan aparatus drawover
adalah eter (misalnya EMO, Afya atau PAC vaporizer), halotan dan triklo-roetilen (keduanya
untuk PAC atau Oxford Miniature Vaporizer). Jika oksigen tersedia, tambahkan dengan
penghubung berbentuk T. Peralatan draw over dan sistem pernapasannya dapat dilihat pada.
Jika digunakan halotan dan trikloroetilen, maka vaporizer akan menggantikan eter vaporizer. 1
Induksi yang terbaik adalah dengan menggunakan masker wajah yang menempel
dengan baik dan lembut, dan mulailah dengan halotan (yang lebih disukai) atau trikloroetilen.
Secara bertahap konsentrasinya dinaikkan, misalnya 0,5% setiap 5 kali pernapasan, sampai
pasien tertidur (maksimum 2-3% halotan atau 1,5% trikloroetilen). Kemudian gantikan
perlahan-lahan dengan eter dan naikkan konsentrasinya 1% setiap 5 kali pernapasan. Efek
stimulasi eter terhadap pernapasan akan meningkatkan asupan eter sendiri dan halotan atau
trikloroetilen. Jika pasien batuk atau menahan napas, kurangi konsentrasi eter segera menjadi
3 kali saat memulai dan mencoba lagi. Jika mencapai 8% eter, hentikan semua obat lain.
Kemudian lakukan laringoskopi dan intubasi setelah anestesi dalam yaitu pada saat eter
mencapai 15%. Perhatikan pada saat otot interkostalis bawah mulai paralisis, hal ini
menunjukkan anestesi cukup dalam. Tambahkan oksigen sampai intubasi terpasang. Jika
intubasi gagal, cepat pasang kembali masker wajah dan anestesi diperdalam kembali dan
mulailah untuk kedua kalinya. Jika intubasi masih tidak mungkin, tetapi jalan napas dapat
dijaga tetap lapang dengan menggunakan masker wajah, anda dapat melanjutkan anestesi
14
dengan masker tersebut dengan menggunakan eter 7-10% untuk mencapai relaksasi jika
diperlukan. Jika relaksasi tidak diperlukan, turunkan eter menjadi 6%. Dengan konsentrasi
ini, penambahan oksigen kadang-kadang tidak diperlukan, kecuali jika pasien sangat muda,
sangat tua, sakit berat atau anemia. 1
Berikan perhatian khusus jika digunakan halotan dan trikloroetilen bersama-sama
sekaligus sebagai ganti eter, karena keduanya mendepresi pernapasan dan jantung. Oksigen
tambahan diberikan jika perlu. Jika tidak ada kontra indikasi dan jalan napas mudah
ditangani, dapat digunakan relaksan otot untuk intubasi. Jika oksigen tidak ditambahkan pada
campuran halotan dan trikloroetilen, maka pernapasan harus dikontrol dengan IPPV. 1
2.Anestesi Umum Inhalasi
Dengan Intubasi, Relaksan Otot dan Ventilasi Artifisial
Dapat dianggap sebagai teknik universal yang dapat digunakan untuk setiap operasi pada
orang dewasa yang memakan waktu lebih dari 20 menit, khususnya jika dibu-tuhkan
pemulihan cepat. Kontraindikasinya adalah pasien yang sulit diintubasi. Pada kasus-kasus
seperti itu dapat digunakan induksi inhalasi atau teknik intubasi, dan kemudian lanjutkan ke
nomer 4. 1
1. Lakukan oksigenisasi dengan oksigen berkonsentrasi tinggi dalam waktu minimal 3
menit atau minimal 10 kali pernapasan dengan aliran oksigen 10 L/menit menggunakan
masker wajah. Pemberian oksigen dengan cara ini untuk mempertahankan pasien
supaya tetap teroksigenisasi dengan baik, bahkan jika intubasi membutuhkan waktu
beberapa menit.
2. Lakukan induksi anestesi dengan tiopental dosis tidur, biasanya 4-5 mg/kgbb pada
orang dewasa, yang disuntikkan secara intravena selama 30-45 detik.
3. Lakukan intubasi setelah memberikan relaksan otot berupa suksametonium (1
mg/kgbb). Anestesi inhalasi dilakukan dengan eter 10% dalam udara selama 3 menit.
4. Jika efek suksametonium hilang, biasanya setelah 3-5 menit, berikan relaksan "non-
depolarisasi" dalam dosis yang cukup seperti alkuronium atau gallamin.
5. Lakukan ventilasi dengan eter 3% dalam udara dengan menggunakan sistem draw over
atau IPPV; jika digunakan diatermi, maka eter digantikan dengan halotan 1-1,5% atau
trikloroetilen 0,5-1% dengan penambahan oksigen.
15
6. Lima menit sebelum operasi berakhir, matikan eter dan lakukan ventilasi dengan udara.
7. Pada akhir operasi, hilangkan efek relaksan dengan neostigmin 2,5 mg ditambah
dengan atropin 1 mg secara intravena. Relaksan otot tidak dapat dihilangkan minimal
20 menit setelah pemberiannya. Kita harus menunggu sampai tonus otot kembali,
misalnya ada sedikit gerakan pernapasan, sebelum memberikan neostigmin dan atropin.
8. Bantulah pernapasan sampai pasien dapat bernapas dalam dan teratur dan mem-bran
mukosa berwarna merah muda.
9. Miringkan pasien dan lakukan ekstubasi bila pasien sudah bangun, setelah dilakukan
penghisapan sekret dari mulut dan faring.
Intubasi Dengan Pernapasan Normal
Teknik ini sebagai alternatif jika operasi kurang dari 1 jam dan tidak membutuhkan
relaksan otot. 1
1. Lakukan oksigenisasi seperti di atas
2. Induksi anestesi dengan tiopental dosis tidur.
3. Lakukan intubasi setelah pemberian relaksan otot dengan suksametonium. Jika
digunakan eter, lakukan ventilasi dengan eter 10% sampai pernapasan sta" kemudian
secara bertahap turunkan konsentrasi eter sampai 6%. Cara ini be juan untuk
memberikan eter sewaktu suksametonium masih bekerja, sehi pasien tidak batuk atau
tidak terjadi tahanan waktu pernapasan kembali.
4. Biarkan pasien bernapas spontan baik dengan halotan 1% ditambah trikl etilen 0,5%
dengan oksigen 1 liter atau eter 6% dalam udara.
5. Pada akhir operasi, lakukan ektubasi baik pada saat pasien dalam keadaan anestesi
dalam (naikkan konsentrasi anestetik pada gas inspirasi menjadi 10% atau 3% halotan
selama 2 menit sebelum ekstubasi) atau pada saat pasien ngun. Selalu lakukan ekstubasi
dengan pasien dalam posisi miring setelah me kukan penghisapan sekret dari mulut dan
faring.
Tanpa intubasi
16
Intubasi tidak diperlukan jika anestesi hanya dibutuhkan untuk waktu 10 menit atau kurang.
Walaupun demikian pasien tetap harus dipersiapkan dan dipuasakan. 1
1. Letakkan pasien dalam posisi miring yang terbaik untuk operasi.
2. Induksi anestesi dengan tiopental dosis tidur.
3. Biarkan pasien bernapas dengan halotan dan trikloroetilen dalam udara ya kaya oksigen
dari masker wajah. Catatan: jika kita hanya mempunyai eter untuk anestesi inhalasi,
maka lebih cepat jika digunakan teknik intubasi, karena akan membutuhkan waktu 15
menit sebelum pasien tidur bila diberikan eter dengan masker wajah.
3.Obat yang digunakan dalam anstesi umum
Agen inhalasi
Dietil eter (CH3.CH2.O.CH2.CH3)
Dietil eter yang biasa disebut eter, sering digunakan untuk nastesi inhalasi karena
aman, mudah didapat dan murah. Berupa cairan yang tidak berwarna, berbau tajam dan titik
didih 35oC. Konsentrasi yang digunakan dalam anestesi bervariasi antara 2-20%. Eter relatif
larut di dalam darah, oleh karena itu saturasinya dalam darah lambat, kecuali bila ditambakan
bahan lain misalnya halotan. Konsentrasi eter yang mempunyai efek anaestesi, mudah
terbakar bila dicampur dengan udara dan akan meledak bila dicampur dengan oksigen atau
nitrogen oksida atau keduanya. Harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap. 1
Eter mempunyai efek analgesik dan anestetik. Dengan konsentrasi rendah dalam
tubuh pasca bedah, akan menimbulkan rasa tidak enak bagi pasien. Selama anestesi, eter
meningkatkan fungsi katekolamin oleh kelenjar adrenal, sehingga curah jantung tubuh akan
meningkat(kecuali pada anestesi yang sangat dalam, depresi jantung lebih dominan). Eter
aman untuk digunakan bila ahli bedah ingin menginflitrasi epinefrin atau vasokontriksi
lainnya. Mempunyai efek relaksasi otot yang mirip dengan blok obat neuromuskuler non-
depolarisasi dan menimbulkan potensiasi. Sehingga dapat digunakan sebagai bahan tunggal
untuk relaksasi otot pada laparotomi, tetapi membutuhkan aneestesi yang dalam dan masa
pemulihan yang lambat. Eter juga menimbulkan relaksasi pada uterus dengan anestesi yang
dalam, sehingga bisa digunakan untuk versi dalam dan luar pada bagian kebidanan. Eter
merupakan bronkodilator dan dapat digunakan untuk mengatasi serangan asma. Jika eter
17
diberikan dengan masker wajah, akan terjadi peningkatan saliva, yang dapat dicegah dengan
pemberian atropin sebagai premedikasi. Jika sekresi ini banyak dan ditelan pada permulaan
anestesi, eter yang larut dalam saliva ana menimbulkan iritasi pada labung dan muntah pasca
bedah. Rasa mual dan muntah pasca bedah setelah anestesi dalam, lebih sering terjadi
dibandingkan dengan obat lain, tetapi hal ini tidak terjadi bila eter 3% dikombinasi dengan
relaksan otot dan IPPV. Sebagian besar (80-90%) eter yang masuk kedalam tubuh akan
diekhalasi lagi, sedangkan sisanya akan dimetabolisme. 1
Anestesia dengan eter saja (termasuk induksi dengan eter) terbagi dalam beberapa stadium:
1. Stadium I : Analgesia
2. Stadium II : Kejang, pupil dilatasi, melawan menahan napas dan muntah.
3. Stadium III : Anestesi operatif yang terbagi atas 4 tingkatan penignkatan ukuran
pupil yang progresif; relaksasi meningkat, dimulai dari abdomen dan otot interkostal
bagian bawah dan ke atas.
4. Stadium IV : Aktivitas diafragma minimal, tekanan darah muli turun, kemudian
pernafasan dan jantung berhenti.
Cara ini jarang digunakan karena induksi dan pemulihannya lama.
Halotan (CF3.CHClBr)
Halotan merupakan hidrokarbon holegenisasi dengan bau yang manis, tidak tajam
mempunyai titik didih 50oC. Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi bervariasi antara
0,2-3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk
mecegah kelebihan dosis. Karena kurang larut dalam darah dibandingkan eter, maka saturasi
dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan
untuk pasien. Jika persediaan terbatas, maka sebaiknya halotan digunakan untuk induksi
inhalasi atau untuk menstabilkan setelah induksi intravena, sambil memulai pemerian eter.
Pada kondisi klinis halotan tidak mudah terbakan dan meledak. 1
Halotan memberikan induksi anestesi yang mulus, tapi mempunyai sifat analgesia
yang buruk. Penggunaan zai ini untuk anestesi akan mneyebabkan depresi kardiopulmoner
yang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan
konsentrasi tinggi. Halotan mempunyai efek relaksasi gravidus dan merupakan bronkodilator.
Depresi pusat pernafasan oleh halotan ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal,
peningkatan frekuensi pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium.
18
Efek utama pada sistem kardiovaskular adalah depresi langsung pada miokardium dengan
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Tetapi terjadi asodilatasi kulit, sehingga perfusi
jaringan mungkin tampak baik. Jika pasien bernafas spontan, maka efek depresi pada jantung
lebih kecil dibandingkan pasien yang pernafasannya dibantu. Retensi karbondoksida (akibat
depresi pernafasan) akan menyebabkan sekresi katekolamin meningkat sehingga efeknya pda
sistem kardiovaskular berupa penurunan curah jantung. Sayangnya halotan juga
menyebabkan jantung sensitif terhadap katekolamin sehingga dapat terjadi gangguan irama
jantung, infiltrasi epinefrin pada anestesi dengan halotan tidak diperbolehkan. 1
Banyak kerugian yang didapat dari penggunaan halotan, bisa diatasi bila halotan
dikombinasikan dengan analgesia inhlasi seperti nitrogen oksida (50-70%) atau trikloroetilen
(0,5-1%).1
Trikloretilen (CHCl.CCl2)
Trikloretilen merupakan hidrokarbon halogenisasi dengan bau manisdan titik didih
87oC. Formula anestesinya berwarna biru.
Trikloretilen mempunyai efek analgetik yang kuat, tapi bila digunakan sebagai obat
tunggal, efek penurunan kesadaran lebih lambat karena efek hipnotik yang buruk serta
kelarutannya yang tinggi dalam darah. Seperti halnya halotan, trikloroetilen digunakan
sebagai induksi inhalasi sebelum penggunaan eter. Jika digunakan sebagai anestesi tnggal
tanpa kontrol entilasi, akan menyebabkan depresi kardiorepirtori dengan takipnea. Dosis
analgesik sangat bergun; telah dipaki sejak lama untuk mengurangi rasa sakit pada persalinan
secara inhalasi dengan konsentrasi 0,35%-0,5%. Analgesia dengan trikloroetilen dalam udara
dapat digunakan untuk tindakan yang singkat pad pada permukan, misalnya insisi abses atau
mengganti perban pada pasien rawat jalan. Untuk prosedur yang lebih besar, dapat digunakan
trikloroetilen1% dengan relaksan otot dan IPPV dengan udara atau oksigen/udara. Seperti
halotan, maka trikloetilen juga tidak digunakan sebagai infiltasi epinefrin. 1
Karena trikloretilen merupakan analgesik yang baik, biasanya dikombinasikan dengan
halotan yang merupakan hipnotik yang baik tapi analgesik yang buruk. Dia aporizer yang
sesuai dapat dihubungkan secara seri dengan vaporizer trikloroetilen yang ebih dekat dengan
pasien. Sistem ini dapat memberikan anestesi yang sangat baik untuk pasien yang bernafas
spontan dengan konsentrasi halotan berksiar 1% dan trikloretilen 0,5%.1
Metoksifluran, enfluran dan isofluran
19
Merupakan eter halogenisasi yang diperkenalkan sejak 20 taun yang lalu, tetpai
karena harganya mahal dan keuntungannya terbatas, maka tidak dianjurkan untuk rumah sakit
kecil. Merupakan bahan yang poten dan hanya boleh diberikan dengan vaporizer khusus yang
dikalibrasi. 1
Kloroform dan etilklorida
Meskipun masih dipergunakan di beberapa tempat, bahan ini berbahaya terutama di
tangan orang yang tidak berpengalaman, maka penggunaanya tidak dianjurkan. 1
Anestesi Intravena
Tiopental (tiopenton)
Tiopental merupakan tiobarbiturat, misalnya barbituran yang mengandung sulfur,
berupa bubuk kuning dan dipergunakan dalam bentuk larutan dalam air yang mengandung
2,5% untuk induksi anestesi. Larutan ini merupakan basa kuat dan iritatif, dan menimbulan
masaah bila disuntikan diluar vena. Seperti barbiturat pada umumnya, maka tiopental
mempunyai efek depresi fungsi otak, sehingga kesadaran menurun disertai dengan depresi
pusat pernafasan dan pusat vasomotor. Depresi pernafasan dan vasmotor bersihat sementara
dan ringan pada pasien sehat yang diberi dosis tidur, tapi dosis yang berlebihan akan
mengakibatkan hipotensi dan gagal nafas. Setelah dosis induksi normal , maka waktu yang
diperlukan untuk mengalirkan zat anestesi dari lengan ke otak biasanya berkisar antara 15-25
detik, tetapi pasien tua atau hipovolemik membutuhkan waktu yang lebih lama. Biasanya
pasien bernapas dalam sebelum kesadarannya hilang. Bila diberikan dalam dosis tunggal,
maka pasien tidak sadar selama 4-7 menit, tetapi akan bereaksi rasa sakit pada akhir waktu
ini. 1
Pemulihan terjadi karena obat keluar dari otak, dan akan disebarkan ke jaringan lain.
Barbiturat biasanya didetoksifikasi di hepar dalam waku beberapa jam. Bila diberikan dosis
tiopental ulangan, maka pada suatu saat cadangan dalam tubuh akan menjadi jenuh dan
pasien baru sadar berjam-jam atau berhari-hari. Oleh karena itu iopental ulangan tidak
diberikan untuk memperpanjang anestesi. Untuk tindakan yang hanya membutuhkan waktu
singkat 1-2 menit dapat digunakan dosis tunggal tiopental saja, tetapi hati-hati karena dapat
menyababkan spasme karing akibat kesakitan atau stimulasi vagal, misalnya pada dilatasi
anal. 1
20
Metoheksital
Metoheksital biasanya digunakan sebagai alternatif tipental, merupakan anestesi kuat
berupa bubuk yang dilarutkan untuk membuat larutan 1% dengan dosis tidur rata-rata
1mg/kgbb. Setelah pemberian dosis tunggal, pasien sadar lebih cepat dibandingkan dengan
tiopental, tapi masih mempengaruhi dalam 24 jam sehingga pasien dilarang untuk
mengendarai mobil, mengoperasikan mesin atau minum alkohol selama 24 jam kemudian. 1
Ketamin
Ketamin merupakan obat yang paling unik. Pada dosis anestesi menimbulkan keadaan
seperti orang kesurupan, sehingga disebut anestesi disodiatif, dimana didapatkan efek
analgesia yang dalam dan terdapat gangguan refelks faring dan laring yang ringan. Juga
terdapat peningkatan aktivitas simpatis, dengan peningkatan stimulasi kardiovaskular ringan
dan sedikit peningkatan tekanan arteri, tekanan intrakranial dan intraokular. Ketamin
mempunyai efek bronkodilator dan bila diberikan dalam dosis tinggi intra muskuler
meneyababkan peningkatan produksi saliva, sehingga perlu diberikan atropin sebelum atau
bersamaan. Ketamin mempunyai efek oksitosik sehingga tidak boleh diberikan selama
kehamilan, kecuali saat persalinan dengan forceps atau seksio sekasria. Tidak mempunyai
efek relaksasi otot, kadang-kadang ekstremitas menjadi kaku dalam posisi yang abnormal,
karena terjadi perubahan tonus otot . untuk induksi umumnya diberikan dosis 1-2 mg/kgbb
secara intravena atau 6-8 kgbb intramuskuler. Tersedia dalam berbagai macam formula
dengan kekuatan yang berbeda-beda, tapi yang menjadi standar adalah yang kekuatannya 50
mg/ml dan diencerkan bila diberikan secara intravena. Formula ini disediakan dalam bentuk
ampul dengan berbagai dosis sehingga harus dimasukan ke lemari es setelah dibuka. Untuk
prosedur yang memerlukan relaksasi dan juga untuk penggunaan yang lebih umum, ketamin
dapat diberikan dengan infus bersama bersama relaksan otot dan IPPV dengan udara.
Ketamin memberikan anestesi ringan seperti yang didapatkan dengan eter 3%. Pemberian
dengan infus mengurangi dosis total obat yang diperlukan dan memberikan pemulihan yang
lebih cepat. Kecepatan infus rata-rata untuk orang dewasa 1mg/menit. 1
Dalam dosis anestetik 0,5 mg/kgbb, ketamin merupakan efek analgesik yang sangat
baik dan tidak terdapat bukti depresi pernapasan. Merupakan analgesia yang berharha jika
kita perlu memindahkan pasien dengan luka-luka yang nyeri, contohnya untuk memberikan
posisi pad apasien untuk anestesia konduksi atau untuk mengganti perban dan pembalut.
Ketamin juga perlu sebagai anestetik pada anak-anak yang memerlukan anestesi berulang
21
untuk waktu yang singkat dan jika jalan nafas sulit dicapai. Pada pasien dengan riwayat
keluarga hipertermia ganas, ketamin dapat digunakan secara aman. Ketamin relatif mahal,
sehingga penggunaannya terbatas. Halusinasi pada pemulihan merupakan masalah.
Halusinasi yang terjadi pada pemberian kentamin dapat dikurangi dengan pemberian
benzodiazepin atau butiroferon. 1
Propofol
Propofol telah menjadi anestetik intravena yang paling populer. Kecepatan mula
kerjanya setara dengan barbituran intavena, tetapi dengan waktu pemulihan yang lebih cepat
sehingga pasien dapat lebih awal dimobilisasi pascaanestesi umum. Lebih lanjut, pasien
merasa lebih baik segera setelah operasi karena berkurangnya mual dan muntah pascaoperasi.
Propofol digunakan baik untuk anestesi induksi maupun pemeliharaan sebagai bagian dari
teknik anestesi intavena total atau anestesi berimbang dan merupakan anestesi terpilih untuk
bedah rawat jalan. Obat ini juga efektif menghasilkan sedasi jangka panjang pada pasien
dalam perawatan kritis. Pemberian obat melalui infus kontinu untuk sedasi atau manajemen
ventilasi di ICU menimbulkan kumulasi efek yang menyebabkan pasien terlambat bangun.
Sebagai tambahan, pemberian jangka panjang formulai emulsi konvensional dapat
meningkatkan kadar lipid serum. Penggunaan propofol untuk menimbulkan sedasi pada anak
kecil dalam kondisi kritis dapat menyebakna asidosis berat bila terdapat infeksi pernapasan,
dan mungkin juga mneyebabkan sekuele neurologik setelah obat dihentikan. Efeknya pada
fungsi respirasi mirip dengan tiopental pada dosis lazim, yang juga mencakup depresi
dorongan ventilasi sentral dan apneu. Namun propofol menyebabkan penurunan tekanan
darah yang nyata selama induksi anestesi melalui penurunan tahanan arteri perifer dan
venodilatasi. Sebagai tambahan, propofol memiliki efek inotropik langsung yang lebih kuat
dari pada anestesi intravena lainnya. Pemberian lidokain 20-50mg sebelum atau bersamaan
dengan propofol merupakan langkah yang efektif untuk mengurangi nyeri akibat injeksinya.3
Opium
Analgetik opium seperti morfin dan petidin sering digunakan untuk premedikasi. Juga
berguna untuk mencegah respon refleks terhadap rangsangan rasa sakit selama anestesi(pada
pasien yang paralise gejala berupa takikardi, berkeringat atau peningkatan tekanan darah),
22
khususnya pada anestesi dangkal dengan ntogen oksida . sebagai tambahan bagi anestesi,
berikan dosis kecil opium intravena misalnya 0,1 mg/kgbb atau petidin 0,25 mg/kgbb. Jangan
memberikan tambahan opium pada setengah jam terakhir operasi, karena kita akan membuat
pasien kesulitan untuk bernapas. Opium mendepresi pernapasan, biasanya dengan jalan
mengurangi frekuensi pernapasan, dan sedikit efek dalam pernafasan dalam. Jika terjadi
pemberian opium dalam dosis berlebihan, maka permasalahan utama adalah depresi
pernapasan. Maka terapi pertama adalah harus membuat nafas buatan jika perlu gunakan alat
yang tersedia. Sebagai antagonis opium dapat diberikan nalokson secara intravena atau
intramuskuler yang dapat memulihkan kembali efek depresi pernapasan.1
Relaksan otot
Obat ini bekerja pada neuromuscular junction, yaitu dengan menghambat tranmisi
impuls saraf dan menyebabkan relaksasi otot dan paralisis. Tetapi tidak mempunyai efek
terhadap kesadaran dan perasaan, sehingga jangan diberikan pada pasien yang sadar atau
semua pasien lain, kecuali bila anda yakin dapat melakukan ventilasi paru dengan masker
wajah dan tersedia pipa endotrakea. Relaksasi otot selama anestesi dibutuhkan untuk: 1
1. Laringoskopi dan intubasi selama anestesi ringan.
2. Membantu ahli bedah untuk mengatasi organ dan jaringan tertentu.
Suksametonium
Suksametonium mengandung dua molekul asetilkolin yang bersatu. Suksametonium
menyebabkan depolarisasi serat otot, yang tampak sebagai fasikulasi otot setelah pemberian
intravena dengan dosis 1mg/kgbb, kemudian diikuti oleh relaksasi, biasanya 45 detik setelah
penyuntikan. Setelah aksi awal ini, motor end plate tetap terdepolarisasi dan otot akan
paralisis sampai suksametonium dipecah oleh enzim kolinesterase biasanya setelah 3-5 menit.
Bila dosis diulang suksametonium dapat menyebabkan bradikardi dan dibutuhkan atropin
untuk mencegah terjadinya hal ini. Pada pasien yang mengalami kerusakan jaringan berat,
maka suksa metonium akan mengakibatkan kehilangan ion kalsium masif dari sel kedalam
sirkulasi, sehingga merupakan kontraindikasi. 1
Relaksan Non-Depolarisasi
Obat ini memblok reseptor asetilkolin pada otot, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi pada membran otot. Lama kerjanya sekitar 30 menit dan mula kerjanya agak
23
lambatmembutuhkan waktu 3 menit untuk mencapai efek total. Setelah dosis permulaan,
kemudian ditambahkan dosis kecil bila diperlukan relaksasi selama operasi. Banyak relaksan
non-depolarissi lain yang tersedia, tetapi kerjanya pada dasarnya adalah sama. Dua relaksan
yang paling sering digunakan adalah gallamin dan alkuronium. Gallamin yang lebih sering
digunakan, cenderung menimbulkan takikardia karena efek vagolitiknya. Dieksresikan
melalui ginjal, sehingga jangan diberikan pada pasien gagal ginjal. Dosis permulaanya adalah
1-1,5 mg/kgbb dengan dosis tmbahan 0,5 mg/kgbb. Alkuronium hanya mempengaruhi sedikit
sistem kardiovaskular dan kerjanya dapat dihilangkan tanpa kesukaran. Dosis biasa adalah
0,2 mg/kgbb dengan dosis tambahan 0,07 mg/kg. Relaksan non-depolarisasi yang lain, dapat
digunakan jika tersedia. Kurare, yang biasa digunakan dalam bentuk turbokurari, harganya
mahal ; dapat merangsang pelepasan histamin dan cenderung menurunkan tekanan darah.
Pankuronium merupakan zat sintetik yang kuat, efek terhadap tekanan darah kecil, tetapi
membutuhkan lemari es untuk menyimpannya. Antrakurium dan vekuronium mempunyai
efek jangka pendek dan cepat kembali. Verukonium tersedia dalam bentuk bubuk yang stabil
panas. 1
4.Perkiraan Darah Yang Hilang Selama Operasi
Walaupun kehilangan cairan dan darah yang terjadi pre-operatif sudah dikoreksi
penuh, kita juga harus enggantikan darah yang hilang selama operasi, perkiraan yang
diharapkan berkisar 5-10% dari volome darah, maka tranfusi darah tergantung pada kadar
hemoglobin sebelum operasi. Untuk memperkirakan jumlah darah yang hilang diperlukan
pengalaman. Jika mungkin, mintalah agar darah yang terdapat pada botol penghisap diuukur
sehingga kita dapat menghitung jumlah darah yang hilang. Sebaiknya menggunakan
penghisap yang dihungkan dengan botol yang mempunyai ukuran, sehingga dapat
diperkirakan darah yang keluar selama operasi. 1
Darah yang hilang selama operasi, dari luka atau darah pada kassa penyeka, pembalut,
lantai, yang ditampung pada penghisap dan drain, juga cairan yang hilang dari sirkulasi dan
ruang interstisial lainnya kedalam jaringan trauma sebagai cairan edema. Jika mesenterium
dengan luas 1 m2 menjadi tebal karena edema 1 mm, maka cairan yang hilang dari sirkulasi
adalah 1 liter. Selama operasi besar, sebagai standar praktis diberikan cairan 5 ml/kgbb/jam
dengan menggunakan larutan Hartmann atau NaCl fisiologis untuk orang dewasa dan glukosa
5% atau glukosa 4% dengan NaCl 0,18% untuk anak kecil karena anak-anak tidak
mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan natrium dalam jumlah besar. 1
24
Ahli anastesi bertanggung jawan untuk memperkirakan jumlah darah dan cairan yang
hilang pada saat operasi dan menggantikan selam dan sesudah operasi. Sebaknya diperiksa
kembali secara teratur dan memberikan cairaan lebih dari 6-12 jam tanpa perhitungan
kembali, khususnya pada pasien yang sakit dan anak-anak. 1
5.Monitoring Anestesi
Monitoring anestesi pada pasien didisain untuk mengumpulkan data yang
menggambarkan kondisi fisiologi yang sedang berlangsung dan respon yang timbul dari
intervensi obat. Monitoring memberitahu ahli anestesi untuk mengetahui perubahan fisiologi
sebelum menghasilkan kerusakan organ yang ireversibel. The Amberican Society of
Anasthesiologist (ASA) telah menetapkan dasar monitoring anestesi. Standar yang ada
menggunakan pulse oximetry, capnografi, analisis oksigen, disconnect alarm, temperatur
tubuh dan elektrokardiografi selama periode intaoperatif pada semua pasien. Tekanan darah
sistemik dan denyut nadi harus dipantau setiap 5 menit. Penggunaan stimulatir saraf perifer
untuk monitoring efek dari obat pemblok neuromuskular mungkin menjadi monitoring
standar yang dibutuhkan. Pemilihan monitoring intraoperasi dapat berkembang diluar standar
dasar ASA, tergantung dari kondisi pasien sendiri dan kompleksitas dari prosedur operasi.4
Elektrokardiogram (EKG)
EKG menggambarkan ritme jantung dan juga bisa mendeteksi iskemia jantung.
Standart sadapat jantung seperti I, II, dan III, dan augmentasi unpolar seperti avr, al dan avf
sangat membantu bagi dokter, meskipun terbatas untuk melihat miokardium. Monitoring
iskemia jantung sangat signifikan dengan menggunakan sadapan precordial V1 sampai V6.4
Arterial Blood Pressure Cuff Monitoring
Teknik umum yang paling sering digunakan untuk mengukur tekanan darah arteri dengan
menggunakan metode Riva-Rocci. Metode Riva-Rochi memerlukan penempatan manset tiup
di sekeliling lengan. Manset dipompa sampai denyut di distal tidak teraba. 4
Monitoring Tekanan Vena Central
Monitoring tekanan vena sentral digunakan untuk monitor pengisian ventrikel kanan.
Normal tekanan vena sentral terletak antara 2 dan 7 mmHg. Tekanan pengisian digunakan
25
sebagai indikator dari volume jantung berdasarkan volume yang adekuat menghasilkan
sedikit penignkatan kontraltilitas jantung. Gelombang tekanan vena sentral digunakan untuk
diagnosa berbagai situasi klinik. Lebih tepatnya untuk membantu dalam penilaian status
volume intravaskular. 4
Pulse Oximetry
Pulse Oximetry adalah dasar aplikasi dari hukum Beers-Lambert, dimana
berhubungan dengan konsentrasi terlarut dan pelarut. Terlalut yang dimaksud adalah
hemoglobin. Pulse Oximetry menggunakan 2 tipe gelombang cahaya: 660 nm sinar merah
dan 940 nm adalah sinar infrared. Peningkatan penyerapan dari cahaya merah ke jaringan
sewaktu sistolik jantung adalah berhubungan dengan saturasi hemoglobin arteri. Jumlah sinar
yang diarbsosrsi terlihat di companen pulsatil dan terhitung sebagai saturasi oksigen. 4
Kapnografi
Formasi gelombang karbondioksida berguna dalam melihat apakah pasien dalam
ventilasi yang baik, estimasi dari PaCO2 dan evaluasi dead space. Carbon dioksida >30mmHg
berturut-turut menandakan bahwa ETT sudah terletak dengan baik pada trakea. 4
Monitoring Suhu
Perubahan suhu tubuh sering terjadi selama operasi berlangsung. Yang terpenting,
anestesi umum menyebabkan penurunan fungsi termoregulator. Banyak anestesi umum
mempunyai profil vasodilator, salah satunya penyebab mengalirnya energi termal dari inti
tubuh ke area perifer. Pada umumnya, suhu inti menurun 1oC sampai 1.5oC pada jam pertama
setelah induksi anestesi. Setelah bebrapa jam, panas tubuh berlanjut menurun karena
lingkunhan dan besarnya operasi insisi. Panas inti hilang dari efek redistribusi sedangkan
kehilangan panas perifer hilang melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. 4
Pasca-Operatif
1.Perawatan Pasien Pasca Bedah
26
Sebagai ahli anestesi, anda bertanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat
pemulihan. Lakukan observasi dengan mengkur nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan
secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang berlanjut.1
Pada jam pertama setelah anestesi, merupakan saat yang paling berbahaya bagi
pasien. Reflex perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah
bangun dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresikan pernafasan. Nyeri pada luka
khususnya pada thorax dan abdomen bagian atas akan menghambat pasien untuk mengambil
nafas dalam atau batuk. Ini dapat menyebabkan berkembangnya nfeksi di dada atau kolaps
dasar paru dengan hipoksi lebih lanjut. Pasien yang masih belum sadar betul, sebaiknya
dibaringkan dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar
sadar biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar. Oksigen harus
selalu diberikansecara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yang menjalani operasi yang
lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan oksigen Selama masa pemulihan adalah
memlaui kateter nasofaring lunak 0,5-1 l/mnt, yang akan mengahasilkan udara inspirasi
dengan konsentrasi oksigen 30-40%. Jika dibutuhkan analgetik kuat misalnya opiat berikan
dosis pertama secar intravena sehingga anda dapat menghitung dosis yang diperlukan untuk
melawan rasa sakit dan juga bisa mengobsevasi bila terjadi depresi pernafasan. Bila
dibutuhkan, dosi intravena tersebut kemudian dapat diberikan secara intramuscular. 1
Tempat pemulihan
Tempat yang baik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu sendiri, dimana semua
peraltan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi tersedia. Akan tetapi biasanya
pasien di pindahkan ke ruangan pemulihan, shingga kamr operasi dapat dibersihkan dan
digunakan untuk operasi berikut. Ruangan pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar
operasi, sehingga anda bisa ceat melihat pasien bila terjadi sesuatu. Alat penghisap harus
selalu tersedia juga oksigen dan peralatan resusitasi. Pasien yang tidak sadar jangan di kirim
ke bangsal. Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan penialaian
sebagai berikut: 1
1. Apakah warna (membrane mukosa, kulit, dll) pasien baik jika bernafas ?
2. Apakah pasien bisa batuk dan mempertahankan jalan nafas yang lapang ?
3. Apakah ada obstruksi atau spasme laring ?
27
4. Apakah pasien bisa menggakat kepala minimal 3 detik ?
5. Apakah frekuensi nadi dan tekanan darah pasien stabil ?
6. Apakah tangan dan kaki pasien hangat dan perfusinya baik ?
7. Apakah produksi urin baik ?
8. Apakah rasa sakit masi terkontrol, apakah sudah diberikan analgetik dan cairan ?
Kunjungan Pasca Bedah dan Pencatatan
Kita harus elalu mengunjungi pasien pasca bedah diruangan selama pemulihan, untuk
melihat apakah perlu terapi selanjutnya selama pemulihan terhadap efek obat-obatn anastesi.
Buatlah pencatatan teknik yang digunakan dan setiap komplikasi yang terjadi. Hal ini tidak
hanya berguna untuk pasien dimasa mendatang, tapi juga utuk kepentingan kita bila
mendapat kasus yang sama. Ahli anastesi yang baik akan belajar dari pengalaman yang
didapat dari setiap kasus. 1
2.Manajemen Nyeri Pasca Operasi
The World Health Organisation Analgesic Ladder diperkenalkan untuk
meningkatkanpenanganan nyeri pada pasien dengan kanker.Namun, formula ini dapat juga
dipakai untukmenangani nyeri akut karena memiliki strategi yang logis untuk mengatasi
nyeri.5
Formulasi ini menunjukkan, pada nyeri akut, yang pertama kali diberikan adalah
ObatAnti- Inflamasi non steroid, Aspirin, atau Paracetamol yang merupakan obat-obatan
yangbekerja di perifer. Apabila dengan obatobatanini, nyeri tidak dapat teratasi,
makadiberikan obat-obatan golongan Opioidlemah seperti kodein dandextropropoxyphene
disertai dengan obat –obat lain untuk meminimalisasi efeksamping yang timbul. Apabila
regimen initidak juga dapat mencapai kontrol nyeri yang efektif, maka digunakanlah obat-
obatangolongan Opioid Kuat, misalnya Morfin.Belakangan, World Federation ofSocieties of
Anaesthesiologists (WFSA)Analgesic Ladder telah dikembangkanuntuk mengobati nyeri
akut.Pada awalnya,nyeri dapat dianggap sebagai keadaan yangberat sehingga perlu
dikendalikan dengananalgesik yang kuat. Biasanya, nyeri pascaoperasi akan berkurang
seiring berjalannya waktudan kebutuhan akan obat yang diberikan melalui suntikan dapat
dihentikan. Anak tanggakedua pada WFSA Analgesic Ladder adalah pemulihan penggunaan
rute oral untukmemberikan analgesia.Opioid kuat tidak lagi diperlukan dan analgesia yang
memadai dapatdiperoleh dengan menggunakan kombinasi dari obat-obat yang berkerja di
28
perifer dan opioidlemah. Langkah terakhir adalah ketika rasa sakit dapat dikontrol hanya
dengan menggunakanobat-obatan yang bekerja di perifer. 5
Anestesi Lokal
Penggunaan teknik anestesi regional pada pembedahan memiliki efek yang positif
terhadaprespirasi dan kardiovaskuler pasien terkait dengan berkurangnya perdarahan dan
nyeri yangteratasi dengan baik.Singkatnya, teknik apapun yang dapat digunakan dalam
prosedur bedahmenghasilkan hasil yang nyaris sempurna untuk menghilangkan nyeri
pascaoperasi apabilaefeknya diperpanjang hingga melebihi durasi pembedahan.Ada beberapa
teknik anestesilokal sederhana yang dapat dilanjutkan ke periode pasca-operasi untuk
memberikan painrelief yang efektif. Sebagian besar dapat dilakukan dengan risiko minimal
termasuk infiltrasianestesi lokal, blokade saraf perifer atau pleksus dan teknik blok perifer
atau sentral.Meskipun begitu, kita tidak boleh mengharapkan anelgesi lokal saja dapat
mengatasi nyeri pasca operasi, karena nyeri pascaoperasi memiliki banyak faktor
penyebab.Karena nyeritimbul dari multifaktor, maka manajemen nyeri pascaoperasi haruslah
terdiri dari kombinasipendekatan untuk mencapai hasil terbaik. 5
Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang seperti Bupivacaine
dapatmemberikan analgesia yang efektif selama beberapa jam.Apabila nyeri berlanjut,
dapatdiberikan suntikan ulang atau dengan menggunakan infus. Blokade pleksus atau saraf
periferakan memberikan analgesia selektif di bagian-bagian tubuh yang terkait oleh pleksus
atau saraf tersebut. Teknik-teknik ini dapat digunakan untuk memberikan anestesi
untukpembedahan atau khusus untuk nyeri pasca-operasi. Teknik-teknik ini dapat sangat
bergunajika suatu blok simpatik diperlukan untuk meningkatkan suplai darah pascaoperasi
atauapabila blokade pusat seperti blokade spinal atau epidural merupakan
kontraindikasi.Spinal anestesi memberikan analgesia yang sangat baik untuk operasi di tubuh
bagian bawahdan pain relief bisa berlangsung berjam-jam setelah selesai operasi jika
dikombinasikandengan obat-obatan yang mengandung vasokonstriktor.Penggunaan teknik
epiduralmembutuhkan praktisi yang berpengalaman dan pelatihan khusus bagi staf perawat
dalampengelolaan pasca-operasi pasien.Kateter epidural dapat ditempatkan baik di leher,
toraksatau daerah lumbal tetapi blokade epidural lumbal adalah yang paling umum
digunakan. 5
Meskipun infus kontinu anestesi lokal dapat menghasilkan analgesia sangat efektif,
teknik inijuga menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan seperti hipotensi, blok
29
sensorik danmotorik, mual dan retensi urin. Kombinasi obat bius lokal dengan opioid yang
diberikansecara sentral dapat mengurangi sebagian dari masalah ini. 5
Analgesik Non-Opioid
Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh
duniaadalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk
nyeriringan sampai sedang. 5
Aspirin adalah analgesik yang efektif dan tersedia secara luas di seluruh dunia.Obatini
dikonsumsi per oral dan bekerja cepat karena segera dimetabolisme menjadi asam
salisilatyang memiliki sifat analgesik dan, mungkin, anti-inflamasi.Dalam dosis terapeutik,
asamsalisilat memiliki waktu paruh hingga 4 jam. Eksresinya tergantung oleh dosis,
sehinggadosis tinggi akan mengakibatkan obat diekskresi lebih lambat. Durasi kerja aspirin
dapatberkurang apabila diberika bersama-sama dengan antasida.Aspirin memiliki efek
samping yang cukup besar pada saluran pencernaan,menyebabkan mual, gangguan dan
perdarahan gastrointestinal akibat efek antiplateletnyayang irreversibel.Karena alasan ini,
penggunaan aspirin untuk pain relief pascaoperasi harusdihindari apabila masih tersedia obat-
obatan alternatif lainnya. 5
Aspirin juga memilikiketerkaitan epidemiologis dengan Reye’s Syndrome dan harus
dihindari untuk diberikansebagai analgesia pada anak-anak usia di bawah 12 tahun.Dosis
berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4 jam hingga maksimum 4g, peroral per hari. 5
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) memiliki dua efek, analgesik
danantiinflamasi.Mekanisme kerjanya didominasi oleh inhibisi sintesis prostaglandin oleh
enzimcyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin
yangmerupakan mediator utama peradangan. Semua OAINS bekerja dengan cara yang sama
dankarenanya tidak ada gunanya memberi lebih dari satu OAINS pada satu waktu. OAINS
padaumumnya, lebih berguna bagi rasa sakit yang timbul dari permukaan kulit, mukosa
buccal,dan permukaan sendi tulang. 5
Pilihan OAINS harus dibuat berdasarkan ketersediaan, biaya dan lamanya
tindakan.Jika rasa sakit tampaknya akan terus-menerus selama jangka waktu yang panjang
makadipilih obat dengan waktu paruh yang panjang dan efek klinis yang lama. Namun, obat -
obatankelompok ini memiliki insiden tinggi untuk efek samping penggunaan jangka
panjangdan harus digunakan dengan hati-hati.Semua OAINS mempunyai aktivitas
30
antiplateletsehingga mengakibatkan pemanjangan waktu perdarahan.Obat-obatan ini juga
menghambatsintesis prostaglandin dalam mukosa lambung dan dengan demikian
menghasilkanpendarahan lambung sebagai efek samping. 5
Kontraindikasi relatif untuk penggunaan OAINS antara lain adalah : setiap
riwayatulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal; operasi yang berhubungan dengan
kehilangandarah yang banyak, asma, gangguan ginjal sedang hingga berat , dehidrasi dan
setiap riwayathipersensitif untuk OAINS atau aspirin. 5
Ibuprofen merupakan obat pilihan jika rute oral tersedia.Obat ini secara klinis
efektif,murah dan memiliki profil efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan
OAINSlainnya.Alternatif lainnya adalah diclofenak, naproxen, piroxicam, ketorolac,
indometasindan asam mefenamat.pabila rute oral tidak tersedia obat dapat diberikan dengan
rute lainseperti supositoria, injeksi atau topikal. Aspirin dan sebagian besar OAINS tersedia
sebagai supositoria dan diserap dengan baik. 5
Opioid Lemah
Codeine adalah analgesik opioid lemah yang berasal dari opium alkaloid
(sepertimorfin).Codeine kurang aktif daripada morfin, memiliki efek yang dapat diprediksi
biladiberikan secara oral dan efektif terhadap rasa sakit ringan hingga sedang.Codeine
dapatdikombinasikan dengan parasetamol tetapi harus berhati-hati untuk tidak
melampauimaksimum dosis yang dianjurkan bila menggunakan kombinasi parasetamol
tablet. Dosis berkisar antara 15 mg - 60mg setiap 4 jam dengan maksimum 300mg setiaphari.
Dextropropoxyphene secara struktural berkaitan dengan metadon tetapi memiliki
sifatanalgesik yang relatif miskin. Hal ini sering dipasarkan dalam kombinasi dengan
parasetamoldan kewaspadaan yang sama seperti Codeine harus diawasi. Dosis berkisar dari
32.5mg (dalam kombinasi dengan parasetamol) sampai 60mgsetiap 4 jam dengan maksimum
300mg setiap hari. 5
Kombinasi opioid lemah dan obat-obatan yang bekerja di perifer sangat bergunadalam
prosedur pembedahan kecil di mana rasa sakit yang berlebihan tidak diantisipasisebelumnya
atau untuk rawat jalan digunakan, analgesia tidak mencukupi - Parasetamol 1g secara oral
dengan Kodein 30sampai 60mg setiap 4-6 per jam sampai maksimum 4 dosis dapat
digunakan. 5
Opioid Kuat
31
Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur viseral membutuhkan
Opioidkuat sebagai analgesianya.Perawatan yang tepat dimulai dengan pemahaman yang
benartentang obat, rute pemberian dan modus tindakan. Pemberian awal akan
mencapaikonsentrasi obat yang efektif sehingga lebih mudah untuk mempertahankan tingkat
terapeutikobat di dalam darah. 5
Pemberian melalui rute oral mungkin tidak tersedia segera setelah pembedahan.
Jikafungsi gastrointestinal normal setelah operasi kecil atau besar,maka analgesia kuat
tidakdiperlukan. Namun, rute oral mungkin tersedia pada pasien yang telah sembuh
daripembedahan mayor sehingga opioid kuat seperti morfin dapat digunakan karena
morfinsangat efektif per oral. Bila pasien tidak dapat mengkonsumsi obat melalui rute oral
carapemberian lain harus dilakukan. Secara umum, analgesia yang efektif dapat diberikan
melaluisuntikan. 5
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyerapan obat.Mungkin ada variasi
yangbesar dalam darah dan tingkat penyerapan opioid setelah injeksi intramuskular. Ini
mungkindipengaruhi oleh gangguan hepatik atau penyakit ginjal, usia yang ekstrim dan
adanya terapiobat yang lain. Kondisi apapun yang mengurangi aliran darah perifer dapat
mengganggupenyerapan obat dan dengan demikian, mengurangi suhu tubuh, hipovolemia
dan hipotensi. Semua ini akan mengakibatkan menurunnya penyerapan dari situs injeksi.
Hipotermia danhipotiroidisme keduanya menyebabkan penurunan metabolisme yang
menyebabkanpeningkatan kepekaan terhadap obat-obatan. 5
Metode menggunakan obat opioid
Rute oral
Paling banyak digunakan karena merupakan rute yang palingdapat diterima oleh
pasien.Kekurangan dari rute oral untuk mengobati nyeri akut adalahbahwa penyerapan opioid
dapat berkurang akibat keterlambatan pengosongan lambungpascaoperasi. Mual dan muntah
dapat mencegah penyerapan obat-obatan yang diberikansecara oral dan di samping
itu,bioavailabilitas berkurang setelah metabolisme di dinding ususdan hati. Jadi rute oral
mungkin tidak cocok dalam banyak kasus. 5
Rute sublingual
32
Menawarkan beberapa keuntungan teoritis administrasi obat.Penyerapan terjadi
langsung ke sirkulasi sistemik karena tidak melewati metabolisme lintaspertama. Obat yang
telah paling sering digunakan oleh rute ini adalah buprenorfin yang cepatdiserap dan
memiliki durasi kerja yang panjang (6 jam). 5
Rute supositoria.
Kebanyakan analgesik opioid bergantung pada metabolisme jikadiberikan melalui
mulut.Rute dubur adalah alternatif yang berguna, terutama jika terdapatnyeri berat yang
disertai dengan mual dan muntah.Opioid dapat diberikan dengan efektifmelalui supositoria
tetapi tidak ideal untuk terapi segera nyeri akut karena bereaksi lambatdan kadang-kadang
penyerapannya tidak menentu, meskipun secara ideal cocok untukpemeliharaan
analgesia.Rektal dosis untuk sebagian besar opioid kuat adalah sekitarsetengah yang
dibutuhkan oleh rute oral.Ketersediaan opioid untuk penggunaan rektal sangatbervariasi di
seluruh dunia. 5
Administrasi intramuskular mewakili teknik yang optimal bagi negara
berkembang.Seperti yang dinyatakan sebelumnya, dengan metode ini efek analgesia akan
berhubungandengan banyak faktor. Sebuah cara sederhana untuk mengatasi masalah ini
adalah denganmelaksanakan analgesik secara reguler setiap 4 jam. Bahkan, telah dibuktikan
bahwa injeksiintramuskular opioid dapat sebagus yang dari Patient Controlled Analgesia
(PCA).Untukmencapai tingkat ini diperlukan penilaian anlagesia reguler, pencatatan skor
nyeri danpengembangan algoritme pemberian analgesia, tergantung dari tingkat
nyeri.Intravena. Selama bertahun-tahun telah menjadi tindakan yang umum
untukmemberikan bolus opioid baik dalam durante operasi dan pemulihan pasca-operasi
untukmenghasilkan analgesia langsung. Rute ini memiliki kelemahan fluktuasi
produksikonsentrasi plasma obat yang disuntikkan, meskipun bila dilakukan dengan hati-hati
injeksiintravena dapat meredakan nyeri dengan lebih cepat dari metode lain. Namun secara
umum teknik infus, baik oleh suntikan intermiten atau dengan infus, tidak sesuai kecuali
dalampengawasan ketat dan berada dalam unit terapi intensif karena secara inheren
berbahaya jikapasien dibiarkan tanpa pengawasan bahkan untuk periode singkat. 5
Patient Controlled Analgesia (PCA)
Patient Controlled Analgesia (PCA) menjadi populer ketika diketahui bahwa
kebutuhanindividu untuk opioid bervariasi.Oleh karena itu disusun suatu sistem di mana
33
pasien dapatmengelola analgesia intravena mereka sendiri dan mentitrasi dosis titik akhir
penghilang rasasakit mereka sendiri menggunakan mikroprosesor kecil yang dikontrol
dengan sejenis pompa.Berbagai perangkat komersial sekarang tersedia untuk tujuan
ini..Dengan demikian merekadapat menyesuaikan tingkat analgesia yang diperlukan, menurut
keparahan rasa sakit. Secarateori, tingkat plasma dari analgesik akan relatif konstan dan efek
samping yang disebabkanoleh fluktuasi tingkat plasma akan dihilangkan. 5
Untuk mencapai keberhasilan dan keamanan analgesia dengan PCA maka pasienharus
mengerti apa yang perlu dilakukan dan ini harus dijelaskan secara rinci sebelumoperasi.
Hampir setiap obat opioid telah digunakan untuk PCA.Secara teori, obat yang idealharus
memiliki onset yang cepat, durasi kerja sedang, dan memiliki margin keselamatan yangluas
antara efektivitas dan efek samping.Pilihan biasanya tergantung pada ketersediaan,preferensi
pribadi dan pengalaman.Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter lainnyaperlu
ditentukan termasuk ukuran bolus dosis, jangka waktu minimum antara dosis (kuncihabis)dan
dosis maksimum yang diperbolehkan. 5
Morfin adalah obat yang paling populer dan akan digunakan sebagai contoh.
Dosisideal morfin telah ditemukan yaitu 1mg. Namun, tinjauan ulang diperlukan dalam
setiapkasus untuk memastikan bahwa analgesia telah memadai.Tujuan jangka waktu
minimumantar dosis adalah untuk mencegah terjadinya overdosis.Jangka waktu minimum
antar dosisharus cukup lama untuk dosis sebelumnya memiliki efek.Dalam prakteknya,
jangka waktu ini berkisar antara 5 dan 10 menit cukup untuk sebagian besar opioid. Dalam
prakteknya,adalah lebih logis untuk menerima bahwa persyaratan analgesik pasien akan
sangat bervariasidan beberapa pasien mungkin memerlukan jumlah yang sangat besar untuk
mencapai nyeriyang memadai. 5
Pasien yang menggunakan PCA biasanya mentitrasi analgesia mereka ke titik di
manamereka merasa nyaman dan bukannya rasa bebas nyeri. Alasan untuk hal ini adalah
tidakjelas tetapi mungkin berkaitan dengan kekhawatiran akan overdosis, kebutuhan untuk
kontakdengan anggota staf rumah sakit dan harapan setelah operasi.5
Kesimpulan
Setelah kita melihat pembahasan diatas kita mengetahui betpa pentingnya peran ahli anestesi
dalam tindakan operasi mulai dari praoperatif dimana pasien ditentukan apakah siap untuk
34
melakukan operasi kemudian intraoperatif dimana pasien mulai dilakukan anestesi dan diatur
keadaan fisiologisnya agar tidak terjadi komplikasi kemudia pascaoperatif dimana pasien
harus dikembalikian fungsi tubuhnya setelah dibawah pengaruh zat anestesi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu anestesi merupakan ilmu yang sangat penting untuk
keadaan seperti ini dan juga kerja sama antara dokter bedah dan dokter anestesi sangat
diperlukan.
Daftar Pustaka
1. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.H.41-81.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI,dkk. Kapita selekta kedokteran. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.H.251-2.
3. Trevor JA, White PF. Farmakologi dasar dan klinik kazung. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.H.419.
4. Silva AD. Basics of Anesthesia miller. Phiadelphia: Elsevier Saundres; 2012.H.320-8.
5. Muhardi M. 1989. Anestesiologi. Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Jakarta: CV Infomedia.H.70-8.
35