pbl

33
INSOMNIA Septriani Bukang Nim 102009086 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] A. PENDAHULUAN Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang paling sering dijumpai baik pada pasien dengan maupun tanpa gangguan psikiatrik. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat insomnia paling sering disebabkan ansietas, baik sebagai gejala sisa atau pengalaman yang mencetuskan ansietas. Menurut penelitian di luar negeri, 70% pasien psikiatrik yang dirawat di rumah sakit menderita insomnia. Di Inggris, 15% pasien yang mengunjungi dokter keluarga menderita insomnia. Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya usia. Insomnia lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria. B. ANAMNESIS: 1. identitas pasien : nama, usia,jenis kelamin, agama, pendidikian, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,keadaan lingkungan. 1

Upload: annie-bukang

Post on 18-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

insomnia

TRANSCRIPT

INSOMNIA Septriani BukangNim 102009086Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510E-mail: [email protected]. PENDAHULUANInsomnia adalah suatu gangguan tidur yang paling sering dijumpai baik pada pasien dengan maupun tanpa gangguan psikiatrik. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat insomnia paling sering disebabkan ansietas, baik sebagai gejala sisa atau pengalaman yang mencetuskan ansietas.Menurut penelitian di luar negeri, 70% pasien psikiatrik yang dirawat di rumah sakit menderita insomnia. Di Inggris, 15% pasien yang mengunjungi dokter keluarga menderita insomnia. Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya usia. Insomnia lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria.B. ANAMNESIS: 1. identitas pasien : nama, usia,jenis kelamin, agama, pendidikian, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,keadaan lingkungan.12. Keluhan Utama/Alasan masuk panti/rumah sakit: Adapun keluhan utama dari klien dengan insomnia adalah susah untuk tidur sehingga terjadi peningkatan waktu antara tidur. Selain itu terjadi kesulitan untuk mempertahankan tidur dan tidak dapat tidur secukupnya yang mengakibatkan seseorang terbangun sebelum mendapatkan tidur yang cukup.3. Riwayat kesehatana) Riwayat kesehatan sekarang (RKS) : Kaji tentang kapan mulainya datang gejala/keluhan gangguan pola tidur (insomnia),penyebab timbulnya,dampak pola tidur,alat bantu tidur,serta upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.1

Format pengkajian (pertanyaan yang diajukan) : Kebiasaan pola tidur bangun,apa ada perubahan : Waktu tidur dan bangun Jumlah jam tidur Kualitas tidur Apakah mengalami kesulitan tidur? Apakah sering bangun saat tidur? Apakah mengalami mimpi yang mengancam? Apakah tidur siang?berapa jam? Apakah bangun sangat pagi?kemudian sulit untuk tidur kembali?1

Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : Apakah merasa segar saat bangun? Apa yang terjadi jika kurang tidur? Tingkat energi sehingga mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari? Alat bantu tidur Apa yang anda lakukan sebelum tidur? Apakah menggunakan obat-obatan untuk membantu tidur? Ceritakan ruangan/lingkungan yang anda sukai untuk tidur? Gangguan tidur/factor-faktor kontribusi : Jenis gangguan tidur Kapan masalah itu terjadi? Apakah ada penyakit yang mempengaruhi tidur anda? Bagaimana masalah tersebut dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari? Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?b) Riwayat kesehatan dahulu (RKD): Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit insomnia sebelumnya,menjalani pengobatan gangguan susah tidur serta obat-obatan yang dikonsumsi.c) Riwayat kesehatan Keluarga/keturunan : Kaji adakah ada keluarga yang menderita penyakit yang dialami oleh pasien,yaitu gangguan pola tidur (insomnia),serta penyakit keturunan yang dialami keluarga yang dapat menjadi penyebab timbulnya insomnia,seperti penyakit jantung,stroke atau asma,dll.1

4. Kebiasaan sehari-haria) Riwayat Psikososial: Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakit yang dialaminya.b) Biologis: Meliputi pola makan, pola minum, pola tidur, pola eliminasi, dan aktivitas sehari-hari.c) Sosial: Meliputi dukungan keluarga, hubungan antar keluarga dan hubungan dengan orang lain.d) Spiritual/kultural: Meliputi pelaksanaan ibadah, keyakinan tentang kesehatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK a) Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien.b) Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan conjungtiva merahc) Perilaku irritable ,kurang perhatian, pergerakan lambat,postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri, bingung dan kurang koordinasi.1

D. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang didapatkan dari pasien psikiatri saat melakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasien dapat berubah setiap hari atau setiap jam. Pemeriksaan status mental adalah gambaran penampilan pasiean, cara bicara, tindakan, dan pikiran selama wawancara.2 Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaan, dokter dapat memperoleh segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat. Meskipun format pencatatan pemeriksaan status mental para praktisi sedikit berbeda berdasarkan organisasinya, format tersebut harus mencangkup kategori informasi tersebut. Salah satu formatnya yaitu:2 Penampilan Gaya bicara Mood Subyektif Obyektif Pikiran Persepsi Sensorium Kewaspadaan Orientasi (orang, tempat, waktu) Konsentrasi Ingatan (segera, jangka pendek, jangka panjang) Kemampuan berhitung Dasar pengetahuan Penalaran abstrak

E. DIAGNOSIS KERJA Insomnia merupakan suatu keluhan sukar tidur yang berhubungan dengan kesukaran untuk masuk tidur, kesukaran untuk mempertahankan tidur, terbangun pagi sangat dini, dan konsekuensi diurnal seperti kelelahan, penampilan menurun nervous dan somnolensi Diperkirakan sepertiga populasi melaporkan adanya kesukaran tidur, wanita lebih sering daripada pria. Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya usia : terdapat 1,6% populasi di bawah usia 20 tahun yang menderita insomnia dibandingkan dengan 11,9% populasi usia 30-40 tahun. Pada kelompok usia di atas 40 tahun, insidensi meningkat lebih cepat pada wanita, 40% wanita usia 40-54 tahun mengeluh insomnia dibandingkan dengan 20% pria pada kelompok usia yang sama. Kesukaran tidur mencapal puncaknya pada kelompok usia 65 - 69 tahun, yaitu terdapat pada 40 % wanita dan 25% pria.3Macam macam insomnia Insomnia Primer Ditandai dengan: Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya. Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat. Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairmentnya bermakna. 3Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan tidur. Makin berokupasi dengan tidur, makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan makin tidak bisa tidur. Akibatnya terjadi lingkaran setan. Insomnia sekunder: disebabkan ganguan irama sirkandian,kejiwaan,masalah neurologi atau masalah medis lainnya atau reasi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua Insomnia kronik Insomnia kronik disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur. Ketidakmampuan menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha tidur dapat pula menyebabkan insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk tidur. Insomnia ini disebut juga insomnia yang terkondisi. Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis ditegakkan bila seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada bukti objektif adanya gangguan tidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk tidur (lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari hasil polisomnografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih lama. Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakan mengalami mispersepsi terhadap tidur. 3

Insomnia idiopatik Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama hidup. Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang dan menyebabkan lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan. Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan. Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat. Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk (latensi tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan stadium 3 dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas alfa dan beta juga meningkat

Klasifikasi Diagnostik InsomniaMenurut klasifikasi diagnostik yang dikeluarkan oleh WHO, yaitu lCD 9CM insomnia dimasukkan dalam golongan Disorders of Initiating and Maintaining Sleep (DIMS), yang terdiri dari sembilan kategori sebagaimana tampak dalam Lampiran 2. Namun, untuk mudahnya pada umumnya insomnia dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:1. Transient insomnia2. Short-term insomnia3. Long-term insomniaMereka yang menderita transient insomnia biasanya adalah mereka yang termasuk orang yang tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu stres atau suatu situasi penuh stres yang berlangsung untuk waktu yang tidak terlalu lama (misalnya perjalanan jauh dengan pesawat terbang yang melampaui zona waktu, hospitalisasi, dan sebagainya), tidak bisa tidur. Mereka yang menderita short-term insomnia adalah mereka yang mengalami stres situasional (kehilangan/kematian seorang yang dekat, perubahan pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, pemindahan dan lingkungan tertentu ke lingkungan lain, atau penyakit fisik). Biasanya insomnia yang demikian itu lamanya sampai tiga minggu dan akan pulih lagi seperti biasa.3,4Yang lebih serius adalah insomnia kronik, yaitu long-term insomnia. Untuk dapat mengobati insomnia jenis ini maka tidak boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan fisik dan psikiatrik yang terinci dan komprehensif untuk dapat mengetahui etiologi dari insomnia ini. Di luar negeri untuk kepentingan ini telah didirikan beberapa klinik insomnia, yang antara lain mengkhususkan diri untuk menegakkan diagnosis yang terinci dan sebab insomnia dengan pemberian terapi yang sesuai. Insomnia ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun dan perlu diobati dengan cara yang tersedia kini yaitu dengan teknik tertentu untuk tidur atau obat-obatan sesuai dengan gangguan utama yang diderita pasien.4

F. DIAGNOSIS BANDING Insomnia organic: Insomnia organik biasanya dipengaruhi oleh gangguan organ atau penyakit yang diderita seseorang. Gagal jantung pasien merasa sesak saat bernafas ketika berbaring dan sulit tidur ISK sering BAK pada malam hari menyebabkan gangguan tidur. DM nokturia menyebabkan gangguan tidur.2

Gangguan tidur jagaGambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnostik pasti: Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama (out of synchrony) dengan pola tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hiperinsomnia pada waktu kebanyakan orang terjaga yang dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek Ketidak-puasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.2

G. ETIOLOGI Beberapa Pandangan Tentang Etiologi Insomnia : Selain upaya mengklasifikasi insomnia, pendekatan rasional terhadap insomnia perlu memperhatikan pula faktor.faktor etiologik. Pengalaman menunjukkan bahwa faktor etiologik dari insomnia sering majemuk dan merupakan kombinasi dari beberapa faktor. Jarang kita menemukan hanya satu faktor saja sebagai penyebabnya. Sebagai faktor etiologik dikenal 4 kategori,yaitu:1. Faktor biologik dan psikologik.2. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif atau intoksikasi.3. Faktor lingkungan atau kebiasaan yang kurang baik.4. Pengkondisian negatif (negative conditioning).5

Faktor biologik dan psikologikDilihat dari segi anatomi, fisiologi dan biokimia dari otak dapat dikemukakan bahwa proses tidur dan bangun sangat erat hubungannya, bahkan diatur oleh sistem bangun (arousal system) dan sistem tidur (hypnagogic system) yang terdapat dalam otak. Pada umumnya dianggap bahwa dalam formatio reticularis terdapat pengaturan tidur dan bangun. Bila formatio reticularis (ascending reticular system) berada dalam keadaan aktif, maka dikirimkannya isyarat-isyarat ke korteks yang menyebabkan seseorang bangun. Sebaliknya apabila dalam sistem retikuler terdapat keadaan yang kurang aktif,maka impuls yang dikirim ke korteks dan pusat-pusat lain dan otak kurang, sehingga seseorang menjadi mengantuk. Kedua sistem bangun dan tidur bersama-sama bekerja untuk mencapai keseimbangan yang wajar. Namun, pada beberapa individu terdapat predisposisi, yaitu adanya sistem bangun yang lebih peka atau sistem hipnagogik yang kurang sempuma, sehingga padanya ada kecenderungan untuk bangun pada rangsang yang sedikit saja. Diduga pada orang dengan insomnia kronik terdapat predisposisi individual ini. Sistem bangunnya berada dalam kedaan keaktifan berlebih yang kronik. Pada mereka dengan ciri-ciri ini tampak adanya denyutan jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan orang lain, begitupun suhu badannya yang lebih tinggi. Seseorang yang menderita keadaan keaktifan fisiologik yang berlebihan ini, dapat terangsang pula keadaan mentalnya menjadi cemas, tegang, frustrasi, sehingga dapat memperkuat ketidakmampuan tidur. Di samping predisposisi fisiologik ini terdapat pula kondisikondisi atau penyakit fisik yang mempengaruhi tidur. Sebagai contoh dapat disebut:5(1) Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus. Setiap jenis perasaan nyeri dapat menjadikan seseorang mengalami insomnia. Pada siang hari seseorang dapat melupakannya dan tidak merasakan nyeri, tetapi di malam hari mulailah dirasakan nyeri tersebut, sehingga terganggulah tidurnya. Perasaan nyeri yang mengganggu dapat terjadi pada penyakit neuritis post-herpes, tumor pada organ dalam, luka atau infksi postoperatif, dan sebagainya.(2) Apnoe sewaktu tidur. Ini adalah kondisi dimana sewaktu tidur seseorang mendadak berhenti bernapas. Karena penderita dengan gangguan ini sering tidak tahu bahwa dia menderita kondisi ini, maka diagnosis sebenarnya hanya dapat ditegakkan dengan observasi dalam laboratorium tidur. Tetapi dalam pemeriksaan anamnestis dapat diperoleh informasi bahwa penderita merasa ngantuk yang berlebihan pada siang hari dan mendengkur berlebihan sewaktu tidur. Dengkuran ini sering mendadak berhenti karena ada penyumbatan pada alat pernapasan. Untuk menghindari ini penderita bergerak banyak, kadang-kadang sampai bangun duduk dan setelah dapat bernapas lagi, tidur kembali. Selama pengalaman ini pasien bisa saja tetap tidak sadar. Gangguan ini sering terjadi dan dapat berulang sampai puluhan kali semalam. Akibatnya penderita tidak sempat mencapai stadium dan fase tidur yang dalam. Apnoe sewaktu tidur ini dapat disebabkan oleh kelainan patologik pada jalan pernapasan yang menyebabkan obstruksi. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya kegemukan yang berlebihan atau kelainan-kelainan endokrin seperti hipertiroidi dan akromegali.(3) Mioklonus nokturnal. Keadaan ini ditandai dengan adanya kontraksi-kontraksi otot mendadak, berulang dan yang biasanya terjadi pada kaki atau lengan. Lama kontraksi-kontraksi ini tidak melebihi 10 detik dan dapat berulang-ulang beberapa puluh kali selama beberapa menit sampai beberapa jam. Kontraksi-kontraksi ini hanya terjadi selama tidur. Bila sewaktu jaga terjadi kontraksi sejenis juga, maka perlu dipikirkan adanya gangguan lain. Dalam keadaan ini pun penderita tidak dapat mencapai fase tidur yang dalam karena sering terbangun.(4) Faktor dietetik. Salah satu penyebab insomnia adalah malnutrisi. Dalam keadaan malnutrisi, zat-zat penting dalam tubuh tidak berada dalam keadaan keseimbangan yang optimal, sehingga dapat mempengaruhi metabolisme neurotransmitters dalam otak. Makanan yang terlalu monoton, seperti makan jagung yang kurang divariasi dengan lauk lain dapat mengakibatkan insomnia. Dengan diet yang tidak seimbang ini maka sedikit sekali triptofan dikirim ke otak dan ini mempengaruhi intesis dan serotonin. Kurangnya produksi serotonin akan mengganggu proses tidur dan terjadilah insomnia. Diduga bahwa mineralpun mempunyai pengaruh terhadap proses tidur, tetapi hal ini masih dalam penyelidikan.(5) Efek obat dan efek putus obat. Telah terbukti bahwa beberapa obat dapat mengubah pola tidur. ini dapat direkam dengan EEG dan diskematisasi dalam hipnogram. Obat-obatan seperti monoaminoxydase inhibitors (MAO 1) atau zat-zat seperti alkohol, kopi dan teh, bisa mengakibatkan insomnia. Seorang yang menderita insomnia cenderung minum alkohol sebelum tidur, dengan maksud agar proses masuk tidur mudah. Akan tetapi tidur yang dialaminya adalah tidur kurang nyaman, hal mana dapat dilihat dari hipnogram. Orang tersebut mengalami tidur yang sangat dangkal, sehingga pada waktu bangun pagi hari dia kurang segar, dan bahkan mengantuk pada siang harinya. Jadi. penggunaan bir atau minuman alkohol lain sebagai zat untuk mempermudah masuk tidur bukan merupakan tindakan yang bijaksana.5(6) Faktor psikologik. Dalam kategori ini dapat dimasukkan problem psikologik yang menjadi dasar dari adanya insomnia. Mereka yang menderita ansietas biasanya sukar masuk tidur, sedangkan mereka yang menderita depresi acapkali bangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi, atau bangun terlalu pagi dengan perasaan yang tidak segar. Di samping itu beberapa gangguan jiwa yang serius dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan tidur, seperti gangguan kepribadian dan skizofrenia. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif intoksikasiSebagaimana tadi telah dikatakan, mereka yang menderita insomnia sering berusaha mengobati dir sendiri dengan menggunakan alkohol atau obat-obat penenang, dengan akibat ketergantungan terhadap obat-obat itu. Walaupun pada mulanya alkohol memperbaiki masuknya tidur, tetapi kualitas tidur itu sendiri adalah kurang dalam, sehingga mereka yang menggunakan alkohol untuk tidur pada pagi harinya sering bangun dengan perasaan kurang segar. Pada penggunaan obat-obat penenang perlu diperhatikan adanya rebound phenomena yang dirasaka oleh yang bersangkutan sebagai sesuatu yang tidak enak. Untuk menghilangkan efek samping dari obat penenang, maka digunakan obat penenang lagi dan seterusnya, sehingga timbul ketergantungan psikik yang dapat menjadi ketergantungan fisik. Perlu dipikirkan pula kemungkinan bahwa para penyalahguna obat atau zat yang menimbulkan ketergantungan, ada kalanya melakukannya untuk mengobati diri sendiri, yaitu pada penyakit fisik atau gangguan psikiatrik. Ada pula obat-obat tertentu yang dapat menimbulkan insomnia, seperti derivat-derivat amfetamin, MAO inhibitors dan obat-obat untuk menguruskan tubuh.5 Faktor Iingkungan atau kebiasaan kurang baikDalam kategori etiologik di sini dapat disebut tempat tidur yang kurang nyaman, kamar tidur terlalu terang atau terlalu berisik, iklim yang terlalu panas, dan sebagainya. Di samping itu dapat pula disebut makan atau minum hal-hal yang merangsang sebelum tidur, seperti kopi atau teh kental, makan terlalu banyak sebelum tidur, tidur terlalu lama pada hal-hal besar, sehingga terjadi insomnia pada malam harinya yang juga dikenal dengan Sunday night insomnia, melakukan usaha yang memerlukan pikiran yang intensif sebelum tidur, seperti main bridge, catur, membuat hitungan akuntansi yang ruwet, dan sebagainya.5 Pengkondisian negatifKeadaan ini terjadi apabila seseorang mengalami ketakutan untuk tidak bisa tidur dan untuk keperluan itu ia melakukan ritual-ritual atau perbuatan-perbuatan tertentu dengan maksud bisa tidur. Namun ini mempunyai akibat sebaliknya, yaitu tidak bisa tidur. Penderita dengan gangguan ini begitu takut untuk tidak bisa tidur, sehingga akhimya apa yang ditakutkan itu terlaksana benar-benar (self-fulfilling prophecy). Ada pula yang sebelumnya adalah orang yang dapat tidur dengan normal, tetapi sewaktu mengalami suatu stres melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik untuk tidur. Setelah stres hilang, dia tetap menderita insomnia. Keadaan ini juga disebut insomnia psikofisiologik.5

H. SEBAB-SEBAB INSOMNIATidak semua insomnia didasari oleh adanya suatu kondisi psikopatologik. Insomnia dapat pula disebabkan karena kondisi atau penyakit fisik dan karena faktor ekstrinsik seperti suara atau bunyi, suhu udara, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat.1. Suara atau bunyi: biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Yang penting sering bukan intensitasnya tetapi makna dan suara itu. Misalnya seorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari ia terbangun berkali-kali hanya karena suara yang halus sekalipun. Bila intensitas rangsang cukup tinggi maka Arousal Promoting System akan membangunkan kita.62. Suhu udara : kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah ia memakai selimut, bila suhu tinggi ia memakai pakaian tipis. Insomnia sering dijumpai di daerah tropik.3. Tinggi suatu daerah: Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada mountain sickness, terjadi pada pendaki gunung yang lebih dan 3500 meter di atas permukaan laut. Hipoksia hipobanik dapat mempengaruhi Sleep Promoting System secara langsung. Demikian juga nafas yang lebih cepat merupakan tambahan rangsang terhadap Arousal Promoting System.64. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansiasusunan saraf pusat : Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan yang mengandung amfetamin atau yang sejenis.5. Penyakit jasmani tertentu: misalnya arteriosklerosis, tumor otak, demensia presenil, tirotoksikosis, Sindrom Cushing, demam, kehamilan normal trimester ketiga, rasa nyeri, diabetes melitus, ulkus duodeni, artritis reumatika, cacing keremi pada anak, tuberkulosis paru yang berat, penyakit jantung koroner tertentu.6. Penyakit psikiatrik : beberapa penyakit psikiatrik ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotik, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma dan lain-lain.

I. EPIDEMIOLOGI Mc Ghie dan Russell meneliti 2500 orang di Skotlandia yang meliputi berbagai golongan, tingkat usia dan tingkat sosial. Mereka mendapatkan bahwa orang yang merasa tergolong bertemperamen nervous (gugup) juga merasa kurang tidur. Penelitian di berbagai negara menunjukkan hasil bahwa wanita lebih sering mengalami insomnia daripada pria (2 : 1). Di Skotlandia, 45% dari wanita yang berusia lebih dari 75 tahun mempunyai kebiasaan makan obat tidur secara teratur. Penelitian Mc Ghie dan Russell tersebut di atas terhadap 400 orang berusia 15 - 24 tahun, 5% diantaranya mengalami insomnia. Pada penelitian di Jakarta tahun 1988 terhadap 2500 siswa SLTP Negeri, sekitar 31% mengaku sering susah tidur.6

J. PATOFISIOLOGI Seseorang yang mengalami gangguan pola tidur dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya ada faktor psikologis,kondisi medis dan faktor lingkungan. Gangguan pola tidur ini dapat dialami seseorang dalam beberapa malam saja, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan tergantung oleh faktor yang mempengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary Activity System). ARAS meningkat ketika seseorang terjaga (bangun) dan akan menurun ketika seseorang tidur. Aktivitas ARAS sangat dipengaruhi aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergic, kolonergik, histaminergik. Kerja sistem neurotransmitter ini diatur secara teratur oleh kelenjar pituari anterior melalui hipotalamus. Kekacauan sekresi oleh kelenjar inilah yang dapat menyebabkan pengaturan mekanisme tidur sehingga menyebabkan seseorang menjadi insomnia. Insomnia pun memiliki dampak yang merugikan seperti depresi,kesulitan berkonsentrasi,aktivitas sehari-hari menjadi terganggu,prestasi kerja/belajar mengalami penurunan,mengalami kelelahan di siang hari,hubungan interpersonal dengan orang lin menjadi buruk,meningkatkan resiko kematian,menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan,memunculkan berbagai penyakit fisik.6

K. PSIKOPATOLOGI INSOMNIA1. Depresi Berat (Psikosa Depresi): Seringkali ditandai dengan adanya insomnia walau ada pula kasus depresi berat yang ditandai dengan hipersomnia, di samping gejala-gejala lain seperti afek yang disforik, hilangnya minat atau rasa senang, perasaan sedih, murung, putus asa, rasa rendah diri, anoreksia, berat badan turun, gerakan serba lambat, kurang bisa konsentrasi, pikiran tentang mati atau bunuh diri.2. Episode Manik (Psikosa Manik): Ditandai antara lain dengan adanya afek yang meningkat, peningkatan aktivitas dalam pekerjaan, hubungan sosial maupun seksual, banyak bicara, pikiran terbang (flight of ideas), grandiositas dan insomnia karena kebutuhan tidurnya berkurang.3. Gangguan Skizofrenik (Skizofrenia): Tidak semua penderita gangguan skizofrenik mengalami insomnia. Pada tipe furor katatonik, gangguan skizofreniform (episode skizofrenik akut) atau pada skizofrenika tipe paranoid dengan waham kejar dan halusinasi berupa kejaran dapat terjadi insomnia.4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Neurosa Ansietas): Ditandai dengan ketegangan motorik sehingga tampak gemetar, nyeri otot, lelah, tak dapat santai, hiperaktivitas saraf otonom berupa banyak berkeringat, berdebar-debar, rasa dingin. tangan yang lembab, mulut kering, pusing, rasa kuatir berlebihan, sukar konsentrasi dan insomnia.5. Gangguan Distimik (Neurosa Depresi): Sering ditandai dengan adanya insomnia atau sebaliknya yaitu hipersomnia, di samping gejala depresi lainnya walaupun tidak seberat pada Depresi Berat. Tidak ada ciri-ciri psikotik.6. Gangguan Kepribadian Sikiotimik (Afektif): Baik pada periode depresif maupun periode hipomanik dapat dijumpai adanya insomnia, walaupun pada periode depresif dapat pula terjadi hipersomnia.7. Gangguan Stres Pasca-trauma: Sesudah mengalami suatu trauma psikologik yang pada umumnya berada di luar batasbatas pengalaman manusia yang lazim terjadi, seringkali di jumpai penumpulan reaksi terhadap dunia luar, pengurangan hubungan dengan dunia luar, disertai gambaran penyerta berupa depresi dengan insomnia, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, emosi labil dan nyeri kepala.8. Gangguan Penyesuaian: Sering diwarnai afek depresi atau afek cemas misalnya pada culture shock.59. Delirium: Pada delirium kadang-kadang dijumpai gangguan siklus tidur-bangun, berfluktuasi dan biasanya berlangsung untuk waktu yang singkat saja, dapat berupa insomnia atau hipersomnia atau berfluktuasi di antara keduanya.10. Sindroma Putus Zat: Insomnia sering kali merupakan gejala yang cukup menonjol pada sindroma putus zat misalnya pada sindroma putus opioida, sindroma putus alkohol. dan sindroma putus sedativa-hipnotika.11. Intoksikasi Zat: Pada penyalahgunaan zat sering tenjadi keadaan intoksikasi yang ditandai antara lain dengan insomnia, misalnya pada intoksikasi kokain, amfetamin, dan PCP.12. Sindroma Postkontusio : Sesudah mengalami kontusio. orang sering mengalami insomnia di samping nyeri kepala. pusing dan perasaan lelah.13. Faktor psikik yang mempengaruhi kondisi fisik : Misalnya nyeri psikogenik, poliuria psikogen, pruritus psikogenik.5

L. GEJALA- GEJALA INSOMNIA 1. Keluhan spesifik penderita insomnia: merasa tegang, lelah, dan letih.2. Keluhan yang paling banyak adalah sulit mulai tidur kemudian sering terbangun danbangun lebih awal3. Merasa tegang, cemas, atau depresi dan pikirannya melayang- laying 4. Banyak pikiran ( masalah pribadi, gangguan kesehatan )5. Pagi hari mengeluh leleah fisik dan mental 6. Siang hari merasa depresi, cemas dan tegang, mudah tersinggung7. Pasien preokupasi sejak sore menjelang malam bahwa dirinya nanti tidak akan bisa tidur.

M. PENATALSANAANa. Medikamentosa Farmakologik Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi.3Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin. Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur. Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat memperbaiki anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari. Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu, pemberian obat obat yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH, eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari. 4Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-Sedang yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS) .5,6Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur.Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium.Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan insomnia. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam makanan.

b. Non medikamentosa Higene tidur Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya.5 Terapi pengontrolan stimulus : Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. 5Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia: 1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk. 2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. 3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur. 4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur. 5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali. 6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu). 7. Menghindari tidur di siang hari. 8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur. Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya. 5 Sleep Restriction Therapy Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari. 5 Terapi relaksasi dan biofeedback Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur. 5 Terapi apnea tidur obstruktif Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan, menghindari obat-obat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif. 5Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas dan mortalitas. Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas frekuensi dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk di siang hari, dan akibat medik yang ditimbulkannya (abnormalitas kardiorespirasi).5

N. Pencegahana. Usahakan untuk tidur pada jam yang sama setiap malamb. Pastikan tempat tidur nyaman dan suhu ruang sesuai kehendakc. Jangan memikirkan masalah kehidupan sehari-hari, sisihkan masalah anda.d. Olahraga ringan pada sore hari bisa membantu, tetapi jangan melakukanya saat sebelum tidur.e. Hindari minum kopi, alkohol, atau merokok sebelum tidur.f. Hindari kebiasaan tidur siangg. Jika masih tidak bisa tidur, jangan hanya berbaring dan mencemaskanya. Bangun untuk membaca buku, mendengarkan musik lembut, minum susu hangat, dan kemudian coba tidur kembali.h. Jika berlangsung setiap malam dan mengganggu aktifitas sehari-hari, hubungi dokter.i. Jangan terlalu larut dalam masalahj. Coba untuk merefresh otak anda agar supaya terhindar dari pikiran-pikiran yang membebani hidup anda dan membuat anda sulit untuk tidur

KESIMPULAN

Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan bersifat menetap atau sementara.Faktor insomnia bisa berasal dari kondisi psikis (anxietas, depresi), penyakit fisik, faktor ekstrinsik (suhu, suara bunyi, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat)..Gejala klinis insomnia yang paling khas adalah pada malam hari suka kebangun kemudian susah untuk tidur lagi dan pada siang hari keinginan untuk tidur sangat kuat.Pengobatan yang dilakukan biasanya menggunakan obat penenang seperti golongan benzodiazepin (nitrazepam, flurazepam, estazolam), dan non-benzodiazepam (zolpidem).

DAFTAR PUSTAKA 1. Harold IK, Benjamin JS. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakart: Widya Medika; 1998. Hal 315-9.2. Kaplan I Harold, Sadock J benyamin. Ilmu kedokteran jiwa darurat . jakarta : Widya Medika: 1998 . hal 315-3203. Isselbacher, Braunwald, Martin, Wilson, Fauci, Kasper. Harison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Vol 1. Edisi 13. Jakarta : penerbit buku kedokteran ECG: 2000.hal 194-1954. Dewanto George. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG : 2009. Hal 188-1925. Rudi M. Panduan praktik penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007. Hal 42-46.6. Benjamin JS, Virginia AS. Buku ajar psikiatri klinis. Dalam: Husny M, Retna NES, penyunting. Pemeriksaan Tidur normal dan gangguan tidur. Ed ke-2. Jakarta: EGC; 2010. Hal 339-44