pbl

25
Leukimia Limfositik Akut pada Anak Arista Juliani Walay 102010274 Steven Adiwinata 102011354 Dwi Kartika 102012035 Rheza Pratama Dharmawan 102012203 Magdalena Noviana 102012211 Azrin Agmalina 102012327 Viona Natalia Sitohang 102012395 Andreas Billy Dharmala 102012412 Anggraini Hertanti 102012440 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk,Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Abstrak Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak- anak usia di bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak. Sebagai strategi untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak. Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 % hidup. Kata kunci: Leukemia Limfositik Akut, LLA, kanker anak Abstract Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) is the most common cancer found in children below 14 years old. It characterized by abnormal white blood cell proliferation which replace normal bone marrow component with pallor, headache, organomegaly, fever, bone pain and bleeding as it’s clinical manifestation. ALL is very important problem in childhood cancer. As one strategy to improve cancer management, specially ALL, epidemiology description and patient outcome is needed. Based on our study in Dharmais Cancer Hospital (2000-2008), ALL is frequent in boy and particularly lie 1

Upload: alind-davinci-ayyin

Post on 17-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fff

TRANSCRIPT

Leukimia Limfositik Akut pada AnakArista Juliani Walay 102010274Steven Adiwinata 102011354Dwi Kartika 102012035Rheza Pratama Dharmawan 102012203Magdalena Noviana 102012211Azrin Agmalina 102012327Viona Natalia Sitohang 102012395Andreas Billy Dharmala 102012412Anggraini Hertanti 102012440

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk,Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

AbstrakLeukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak. Sebagai strategi untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak. Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 % hidup. Kata kunci: Leukemia Limfositik Akut, LLA, kanker anak

AbstractAcute Lymphocytic Leukemia (ALL) is the most common cancer found in children below 14 years old. It characterized by abnormal white blood cell proliferation which replace normal bone marrow component with pallor, headache, organomegaly, fever, bone pain and bleeding as its clinical manifestation. ALL is very important problem in childhood cancer. As one strategy to improve cancer management, specially ALL, epidemiology description and patient outcome is needed. Based on our study in Dharmais Cancer Hospital (2000-2008), ALL is frequent in boy and particularly lie between 1-5 years old. ALL L1 is the most common type of ALL, and majority cases are standard risk. From observation, 44,9% mortality, survive 27,5 %. Keywords: Acute Lymphocytic Leukemia, ALL, childhood cancer

PendahuluanLeukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatric. Leukemia limfositik akut berjumplah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia Mieloid Akut berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, menmingkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis, jarang ditemukan pada anak. Leukemia limfositik akut anak adalah kanker tersebar yang pertama terbukti dapat dosembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. LLA terjadi sedikit lebih sering pada anak laki dibandingkan perempuan. Gambaran klinis yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopati. 1

Pembahasan

AnamnesisPertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah: 11. Keluhan UtamaKeluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.2. Riwayat Penyakit SekarangPerjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter harus mampu menentukan pernyataan yang meyakinkan dan tajam dengan menyebut demam hari ke berapa dan bukannya demam sekian hari.3. Faktor Risiko dan Faktor PrognostikFaktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit diturunkan atau ditularkan.1

Pemeriksaan FisikPemeriksaan Kelenjar Getah Bening :KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.11. Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal)1. Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan1. Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.1. Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.Pemeriksaan system pemubuluh limfe3. Inspeksi 0. Leher, ruang supraklavikuler dan aksila3. Palpasi 1. Submandibula1. Rantai kelenjar servikal anterior dan posterior1. Kelenjar limfe inguinal dan lienPerhatikan : fiksasi, tekstur, tanda-tanda tumor, perdarahan atau infeksi.Pembuluh limfe dapat terserang penyakit di mana saja. Seluruh kulit mengandung pembuluh limfe. Jika meradang, terlihat sebagai garis merah terang, biasa berjalan memanjang. Jika tersumbat secara akut akan terasa nyeri. Bila kronis, tidak nyeri. Infeksi, leukemia dan limfoma merangsang dan melibatkan system ini. Bila menemukan limfadenopati difus, carilah adanya splenomegali. Kemudian carilah tanda-tanda perdarahan atau rendahnya jumlah trombosit, petekia dan ekimosis.

Pemeriksaan Penunjang1. Darah tepiGejala yang terlihat berdasarkan kelainan sum-sum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadanag menyebabkan gmabaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blast.1. Sumsum tulangDari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak.

Diagnosis

Diagnosis KerjaLeukimia limfositik akutPada pemeriksaan awal, umumnya terdapat anemia, meskipun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6 g%. kebanyakan penderita juga mengalami trombositopenia, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Sekitar 50% penderita dengan hitung sel darah putih kurang dari 10.000/mm3; sekitar 20% memiliki hitung sel darah putih yang lebih besar dari 50.000/mm3. Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preaparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya diganti sama sekali oleh limfoblas leukemia. Kadang-kadang, sumsum tulang pada awalnya hiposelular. Pemeriksaan sitogenetik pada kasus-kasus ini mungkin bermanfaat untuk mengidentifikasi abnormalitas spesifik yang berkaitan dengan sindorom preluekimia. Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi atau cuplikan hiposeluler, maka diperlukan biopsy sumsum tulang.2Radiografi dada diperlukan untuk menentukan apakah ada massa mediastinum. Radiografi tulang mungkin menunjukan perubahan trabekula medulla, defek korteks, atau resorpsi tuilang subepifiseal. Penemuan ini tidak punya arti klinis ataupun prognostic, sehingga survey skeletal tidak diperlukan.2

Diagnosis Banding1. Leukimia mielositik akut (LMA)Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.3Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.42. Leukemia limfositik kronik (LLK)Lebih sering pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang. LMK lebih sering ditemukan daripada LLK. Tidak jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritoleukemia dan kemudian berubah lagi menjadi LMK.4Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit. Kadang kadang ditemukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk keperluan lain. Sering ditemukan gejala panas dan pucat tanpa perdarahan. Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan. Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi (100.000 500.000/mm3). Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari 100.000/mm3. Pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai tua. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel terbanyak dari seri ini akan menetukan diagnosis morfologis.4System hemopoetik lain tidak berapa terdesak. 70 -90 % dari kasus LMK menunjukkan adanya kelainan kromosom pada sediaan darah tepi dan sumsum tulang (kromosom Philadelphia).43. Leukemia mielositik kronik (LMK)Pasien pasien ini umumnya mempunyai riwayat ruam eksematosa, limfadenopati dan infeksi bakteri rekuren, karena itu dapat menyerupai penderita penyakit granulomatosa kronik. Pada saat diagnosis, penderita umumnya pucat dengan purpura serta pembesaran moderat hati dan limpa.4Temuan laboratories yang konsisten adalah anemia, trombositopenia dan peningkatan jumlah leukosit, biasanya sekitar 50.000/mm3 (berkisar antara 15.000 200.000/mm3). Sediaan hapus darah mirip dengan gambaran LMK bentuk dewasa dengan adanya sel sel myeloid semua stadium diferensiasi. Dapat ditemukan monositosis yang mencolok, tetapi eosinofilia dan basofilia tidak konsisten. Sumsum tulang biasanya selular dengan megakriosit dan sel eritroid yang lebih sedikit dibanding LMK tipe dewasa.5Fosfatase alkali leukosit dapat normal atau menurun tapi tidak patognomonik. Proporsi hemoglobin fetal berkisar antara 30 70% dengan ciri ciri eritropoesis lainnya, seperti kurva disosiasi oksigen fetal, kadar hemoglobin A2, antibody terhadap antigen eritrosit dan struktur rantai gamma.5

EtiologiPenyebab yang pasti dari leukemiabelum diketahui, tetapi terdapat factor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu : 21. Factor geneticPenderita sindrom Down memiliki insidensi leukimia akut 20 kali lebih besar dari orang normal. Pada kembar identik bila salah satu menderita leukemia maka kembarannya beresiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita leukemia.31. RadiasiRadiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Obat-obat imunusupresif, obat-obat karsinogenik seperti : dietilstildestro.21. VirusVirus tertentu yang dapat menyebabakan terjadinya perubahan struktur gen (T cell luekimia lymphoma virus/HTLT).1

PatofisiologiKarsinogenesis: Dasar Molekular Kanker Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan(atau mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada kanmker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetic(yaitu tumor bersifat monoclonal). Pendapat ini telah terbukti pada sebagian besar tumor yang dianalisis. Klonalitas tumor mudah dinilai pada perempuan yang bersifat heterozigot untuk berbagai penanda terkait-X polimorfik, sperti enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase atau restriction fragment length polymorphism terkait-X.6 Tiga kelas gen regulatorik normal-protoonkogen yang mendorong pertumubuhan gen penekan kanker (tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan; dan gen yang mengatur kematian sel terencana (programmed cell death) atau apoptosismutan protoonkogen disebut onkogen. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan trasnoformasi sel walaupun pasangan/padanan normalnya ada. Sebaliknya, kedua alel normal pada gen penekan tumor harus mengalami kerusakan sebelum transformasi dapat berlangsung sehingga kelompok gen ini kadang-kadang disebut sebagai onkogen resesif. Gen yang mengendalikan apoptosis mungkin dominan,seperti potoonlogen, atau berpreilaku sebagai gen penekan tumor. Selain ketiga kelas gen yang disebutkan di atas, katehori gen keempat, yaitu gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA memengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan memengaruhi kemampuan organism memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor, dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi neoplastik,. Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbahan berlebihan, sifat invasive local, dan kemampuan metastasis jauh, sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molecular progreso ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetic yang apda sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetic yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen yang mengendalikan angiogenesis, invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel.6

EpidemiologiAmerika serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di bawah 15 tahun adalah sekitar 4 per 100.000. anak-anak dari semua golongan umur terjena. Pada LLA, puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 sampai 4 tahun, sedangkan pada anak dengan AML, tampak tidak ada usia puncak. Insiden LLA lebih tinggi pada anak kulit putih daripada anak kulit berwarna (rasio 1,8:1), tetapi prediksi rasial belum diperlihatkan baik untuk AML maupun CML di Amerika Serikat. Rasio laki-laki terhadap perempuan untuk semua jenis leukemia anak adalah 1,4 : 1 untuk kulit putih dan 1,1 untuk kulit hitam. 2Manifestasi / Gambaran KlinisGambaran klinis ALL cukup bervariasi dan gejalanya dapat tampak tersembunyi atau akut. Beberapa pasien menderita infeksi atau perdarahan yang mengancam jiwa saat diagnosis, sedangkan lainnya asimtomatis, dengan leukemia yang terdetksi selama pemeriksaan fisik rutin. Akan tetapi, sebagian besar pasien memiliki riwayat penyaki 3 atau 4 minggu sebelum penyakitnya terdiagnosis, yang dimanifestasikan oleh satu atau lebih tanda danj gejala; pucat, mudah memar, letargi, anoreksia, malaise, demam intermintten, nyeri tulang, atralgia, nyeri perut, dan perdarahan.3Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan hal-hal sebagai berikut: pucat, petekie, dan ekimosis pada kulit atau membrane mukosa, perdarahan retina, pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali, nefromegali, dan nyeri tekan pada tulang. Beberapa gambaran yang lebih jarang yang menyatakan infiltrasi leukemik adalah noduil subkutan (yaitu, leukemia kutis), pembesaran kelenjar saliva (yaitu, sindrom Mikulicz), pembesaran testis yang tidak nyeri, kelumpuhan saraf cranial dengan papiledema, dan pembebngkakakn sendi yang nyeri. Priapisme yang disebabkan oleh leukositosis yang tinggi dan paraparesis atau paraplegia yang disebabkan oleh kompresi sumsum tulang epidural jarang terjadi. Pada beberapa pasien, infiltrasi pada tonsil, adenoid, appendiks, atau kelenjar geta bening mesentrik telah menimbulkan intervensi bedah sebelum leukemia terdiagnosis.3Anak-anak dengan ALL pra-B memiliki beban sel leukemik yang lebih besar, dan lebih cenderung menjadi hitam dan memiliki gambaran sitogenetik yang tidak menguntungkan daripada anak-anak dengan ALL pra-B. akan tetapi, gambaran risiko tinggi ALL sel pra-B berkaitan dengan adanya t[1;19]. Kasus-kasus sel pra-B transisional memiliki jumlah leukosit yang lebih rendah dan memiliki rekuensi gambaran sitogenetik yang lebih baik daripada kasus ALL sel pra-B dan sel-B. kira-kira 10% kasus ALL pra-B awal memiliki blas yang tidak memperlihatkan antigen ALL umum (CD10). Dibandingkan dengan kasus pra-B awal dengan CD10-positif, mereka yang tanpa ekspresi antigen ini jumumnya memiliki beban sel leukemik yang lebih besar, dan lebih cenderung pada bayi atau remaja, dna memiliki frekuensi cirri-ciri kromosomal sel blas menguntukngkan yang lebih tinggi.3

Penatalaksanaan1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda tanda DIC dapat diberikan heparin.52. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6 merkaptopurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama sama dengan prednison. Pada pemberian obat obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).75. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.5

Fase Pelaksanaan Kemoterapi:1. Fase InduksiDimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.62. Fase profilaksis sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.3. Konsolidasi Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.Relaps adalah munculnya kembali leukemia pada baian manapun di dalam tubuh. Relaps hematologic dapat ditandai dengan munculnya kembali anemia, leucopenia, trombositpenia, pembesaran hati atau limpa, nyeri tulang, demam, atau menurunya toleransi kemoterapi secara tiba-tiba. Karena relaps menyatakan pertumbuhan kembali populasi sel leukemia yang telah menjadi resisten terhadap kemoterapi, upaya selanjutnya untuk menginduksi remisi harus bergantung pada beberapa modifikasi terapi asal. Karena hamper semua obat yang efektif untuk mempertahankan remisi telah digunakan, penyusunan rencan pengobatan sering kali melibatkan obat eksperimental atau regimen baru bersama dengan obat yang telah digunakan sebelumnya. Pada kebanyakan pasien, remisi kedua biasanya lebih pendek daripada yang pertama dan akhirnya dapat timbul resistensi terhadap semua obat antileukemik. Transplantasi sumsum tulang merupakan suatu pilihan terapi untuk penderita LLA yang mengalami reaps. Meskipun hanya sekitar sepertiga pasien yang mempunyai donor cocok dan kemungkinan timbulnya kembali penyakit pada 2 tahun kira-kira 40%, transplantasi sumsum tulang mungkin merupakan satu-satunya kesempatan bagi pasien untuk dapat mempertahankan hidupnya. Bagi mereka yang tidak mempunyai anggota keluarga dengan HLA yang cocok, telah dikembangkan terapi yang baru, yaitu transplantasi sumsum tulang alogenik(yaitu, dengan menggunakan donor dengan HLA cocok yang bukan anggota keluarga atau donor dengan HLA sebagian tidak cocok) dam transplantasi sumsum tulang autolog.Anak yang mengalami relaps dalam sumsum tulang selama permulaan terapi, atau segera setelah terapi awal dihentiukan, memiliki prognosis jangka panjang yang suram. Pasienpasien ini biasanya gagal untuk mencapai remisi sekunder yang lama dan akhirnya meninggal. Sebaiknya, pasien yang relapsya timbul lebih dari 6 bulan setelah penghentian terapi secara elektif memiliki kesempatan yang baik untuk mecapai dan mempertahankan remisi yang lama dengan pengobatan intensif ulang yang modern. Dari semua pasien yang telah menghentikan semua pengobatan, 10-15% dari mereka akan mengalami relaps, sering kali selama tahun pertama setelah terapi dihentikan. Meskipun jarang, telah diamati terdapat relaps inisial setelah 6 tahun pengehentian terapi, atau 9-10 tahun setelah di diagnosis. 6

KomplikasiKomplikasi metabolic pada anak dengan ALL dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraseluler dapat menyebabkan hiperurisemia sekunder. Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia loebih rentan terhadap infeksi. 2,3Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin dengan trimetroprim-sulfametoksazol. Infeksi virus pada penderia leukemia terutama yang disebabkan oleh virus varisela, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, dan virus campak, mungkin besar sekali. Asiklovir merupakan pengibatan pilihan untuk pasien yang menderita infeksi arisela atau virus herpes simpleks. Dewasa ini, terapi gabungan antara gansilovir dengan Imunoglobulin sitomegalovirus telah digunakan untuk mengobati infeksi sitomegalovirus. Immunoglobulin zoster yang diberikan dalam 96 jam pemakanan biasanya akan mencegah atau memodifikasimaifestasi klinis varisela. Vaksin yang mengandung virus carisela yang dilemahkan telah diberikan dengan aman pada anak yang menerima kemoterapi untuk leukemia dan menimbulkan imunitas terhadap cacar air yang bertahan selama lebih dari 3 tahun. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup (polio, mumps, campak, rubella) tidak boleh diberikan.6Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobataannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membrane mukosa. Manifestasi perdarahan pada system saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfuse dengan komponen trombosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravascular diseminata, gnagguan fungsi hati, atau kemoterapi pada ALL biasanya ringan. Dewasa ini, thrombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1-3% anak setelah induksi pengobatan dengan prednisone, vinkristin, dan asparginase. Patogensis dari komplikasi ini belum diketahui tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit seperti salisilat, harus dihindari pada penderita leukemia. Gangguan hematologi yang terjadi yang diamati yaitu anemia dan trombositopenia.7Salah satu kegawatan onkologi adalah hiperleukositosis, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah leukosit darah perifer lebih dari 100000 per ul. Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% kasus leukemia limfositik akut, 13-22% kasus leukemia non-limfositik akut dan pada hampir semua kasus mielogenus kronis. Komplikasi akan timbul apabila keadaan ini tidak ditangani segera, seperti perdarahan intrakranial, perdarahan pulmonal, serta gangguan metabolik akibat lisis dari sel leukemia. Gangguan metabolik yang mengikuti keadaan tumor lysis syndrom ini berupa hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder, serta kadang-kadang ditemukan asidosis laktat. Di Bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta terdapat 57 (22%) pasien LLA dengan hiperleukositosis dan gangguan metabolik yang paling menonjol ialah hiperurikemia (38,5%) dan asidosis laktat (46%). Untuk mengatasi gangguan metabolik pada hiperleukositosis dilakukan hidrasi dan alkalinisasi, serta pemberian allopurinol. Tentunya keadaan ini memerlukan pemantauan yang ketat, sehingga kita tahu kapan hidrasi dihentikan dan kapan sitostatika dapat dimulai. Prognosis pasien leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis pada umumnya buruk.8Inotuzumab single-agent therapy sangat aktif, aman, dan meyakinkan pada pasien dengan refractory-relapsed.9

PrognosisBanyak gambaran klinis telah dipakai sebagai indicator prognosis, tetapi kehilangan arti karena keberhasilan terapi. Karena itu, terapi merupakan factor prognsostik tunggal yang paling penting. Hitung leukosit awal mempunya hubungan linier terbaliuk dengan kemungkinan sembuh. Uymur pada waktu diagnosis juga merupakan peramal yang dapat dipercaya. Penderita berumur lebih dari 10 tahun dan yang kurang dari 12 bulan yang mepunyai penyusunan kembali kromosom yang menyangkut region 11q23, jauh lebih buruk disbanding anak dari kelompok umur pertengahan. Beberapa kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi lebih dari 50 kromosom berkaitan dengan hasil terapi baik dan member repons terhadap terapi bernasis antimetabolit. Dua translokasi koromosom-t[9;22], atau kromosom Philadelphia, dan t[4;11]- mempunyai prognosis buruk. Beberapa peneliti menganjurkan CST sela,a remisi inisial pada penderita degan translokasi tersebut. LLA progenitor sel B dengan t[1;19] mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan kasus lain dengan imunofenotip ini; hanya 60% dari penderita akan remisi setelah 5 tahun jika tidak mendapat terapi sangat intensif.2

Pencegahan1. Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas: 2a. Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.b. Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenisc. Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguand. Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenange. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-harif. Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitasg. Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransih. Jika diprogramkan, berikan packed RBC2. Mencegah terjadinya infeksi a. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.b. Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka: 1. Tampatkan pasien dalam ruangan khusus2. Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.3. Cegah komtak dengan individu yang terinfeksic. Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasifd. Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)e. Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.f. Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / harig. Berikan terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkanh. Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.2

Penutup

KesimpulanLeukemia Limfositik Akut merupakan penyakit keganasan yang masih belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Dalam mediagnosis Leukemia Limfositik Akut, harus dilakukan pemeriksaan hematologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penatalaksanaan yang masih dipakai sampai sekarang masih kemoterapi, dan juga telah digunakan transplantasi sumsum tulang, tetapi belum dapat diketahui dengan psati apakah efektif atau tidak. Pada umumnya, prognosis LLA tidak begitu baik, karena sering terjadi relaps dan suatu saat akan terjadi resistensi terhadap kemoterapi.

Daftar Pustaka1. Burnside, John W.Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1989. 172-5, 282-5.2. Pui CH, Crist WM. Leukemia. Dalam: Rudolph AA, editor. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007.h.1395-93. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007. h.469-79.4. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000.5. Hassan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal 469 - 78.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.h. 199-201.6. Pertiwi N, Ariawati K, Niruri R, Noviyani R. Potensi Toksisitas Neurologis Cinkristin pada Tubuh yang Terjadi pada Anak dengan Leukimia Limfositik Akut. Jurnal kimia 7 (2); Juli 2013: 186-194.7. Pertiwi N.M.I, Niruri R, Ariawati K. Gangguan Hematologi Akibat Kemoterapi pada Anak dengan Leukimia Limfositik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. 30 September 2013.8. Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan Metabolik pada Leukimia Limfositik Akut dengan Hiperleukositosis. Vol 4, No. 1, Juni 2002: 31 35.9. Kantarjian H, Thomas D, Jorgensen J, et all. Result of Inotuzumab Ozogamicin, a CD22 Monoclonal Antibody, in Refractory and Relapsed Acute Lymphocytic Leukimia. American Cancer Society 2013.1