pbl

25
Fraktur pada Tibia Nama: Ayu Natalia NIM: NIM: 102011302 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat Pendahuluan Trauma adalah kata lain untuk cedera fisik maupun psikis. Cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang atau disebut juga fraktur dan dislokasi. Fraktur dapat terjadi di ujung tulang, tengah tulang dan sendi yang sekaligus menimbulkan dislokasi sendi. Agar penanganannya baik perlu diketahui kerusakan apa yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Fraktur diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat, bentuk, dan tempat terjadinya fraktur tersebut. Fraktur pada anak tidak dapat disamakan dengan fraktur pada dewasa, karena anak sedang dalam masa pertumbuhan. Biasanya fraktur terjadi pada orang dewasa dan seringkali disebabkan oleh kecelakaan. Pada skenario ini seorang laki-laki berusia 30 tahun mengalami kecelakaan dan mendapat luka terbuka pada regio cruris dextra 1/3 tengah bagian ventral, ekstremitas bawah sebelah kanan

Upload: ayu-natalia

Post on 13-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Fraktur pada Tibia Nama: Ayu Natalia NIM: NIM: 102011302Email: [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat

PendahuluanTrauma adalah kata lain untuk cedera fisik maupun psikis. Cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang atau disebut juga fraktur dan dislokasi. Fraktur dapat terjadi di ujung tulang, tengah tulang dan sendi yang sekaligus menimbulkan dislokasi sendi. Agar penanganannya baik perlu diketahui kerusakan apa yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Fraktur diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat, bentuk, dan tempat terjadinya fraktur tersebut. Fraktur pada anak tidak dapat disamakan dengan fraktur pada dewasa, karena anak sedang dalam masa pertumbuhan. Biasanya fraktur terjadi pada orang dewasa dan seringkali disebabkan oleh kecelakaan. Pada skenario ini seorang laki-laki berusia 30 tahun mengalami kecelakaan dan mendapat luka terbuka pada regio cruris dextra 1/3 tengah bagian ventral, ekstremitas bawah sebelah kanan terlihat lebih memendek. Selanjutnya pada makalah ini akan dibahas lebih jauh mengenai fraktur.

AnamnesisAnamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan nonverbal mengenai riwayat penyakit si pasien. Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, Autoanamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasien atau Alloanamnesis yakni anamnesis yang didapat dari orang lain yang tahu riwayat penyakit pasien.1Pada kasus ini terjadinya trauma harus diperinci. Kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma) dan tidak lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut. Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis.Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.Identitas Pasien. Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam prosestindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.Riwayat Penyakit Sekarang. Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien. Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002).Riwayat Penyakit Dahulu. Adatidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998).Riwayat Penyakit Keluarga. Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998).2Pemeriksaan fisikA. Pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletalPemeriksaan pada bagian yang menjadi keluhan utama penderita dilakukan secara teliti, tetapi perlu diingat bahwa keluhan pada satu tempat mungkin disebabkan oleh kelainan pada tempat lain. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis, dimulai dari inpeksi, palpasi, memeriksa kekuatan otot, menilai gerak sendi baik aktif maupun pasif, serta auskultasi. Selain peralatan pemeriksaan fisik biasa, juga harus tersedia goniometer untuk mengukur derajat sendi maupun deformitas yang timbul. 1Inspeksi. Pemeriksaan sudah dimulai sejak penderita datang pertama kali, yaitu dengan melihat postur, cara berjalan, raut muka, warna dan tekstur kulit, rupa tulang dan sendi, sinus serta jaringan parut.Palpasi. Palpasi kulit dilakukan untuk merasakan suhu kulit serta denyutan arteri. Palpasi pada jaringan lunak dilakukan utnuk mengetahui adanya spasme dan atrofi otot, keadaan synovia, massa dan sifatnya, cairan di dalam atau di luar sendi, serta pembengkakan. Jika terdapat nyeri tekan, perlu diselidiki apakah nyeri tersebut bersifat setempat atau merupakan nyeri alih. Palpasi tulang harus mencakup penilaian bentuk permukaan, ketebalan, penonjolan tulang, atau adanya gangguan hubungan antar tulang. Pengukuran panjang anggota gerak bawah yang kemungkinan mengalami perbedaan panjang, penting untuk dicermati. Pengukuran ini juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan membandingkan dengan anggota gerak yang sehat. Penilaian deformitas yang sifatnya menetap dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.Kekuatan otot. Kekuatan otot penting artinya bagi penentuan diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil terapi. Kekuatan dibagi menjadi 6 derajat, yakni: 1. Derajat 0, tidak ada kontraksi otot2. Derajat 1, kontraksi otot hanya berupa perubahan tonis otot dan tidak ada gerakan sendi3. Derajat 2, otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi tidak mampu melawan pengaruh gravitasi4. Derajat 3, otot dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa5. Derajat 4, kekuatan otot seperti pada derajat 3 tetapi mampu melawan tahanan yang ringan6. Derajat 5, kekuatan otot normalPergerakan. Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi (kisaran gerak, range of motion, ROM) normal dan abnormal secara aktif dan pasif. Stabilitas sendi ditentukan oleh integrasi kedua permukaan sendi dan keadaan ligament yang memertahankan sendi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligament sambil mengamati gerakan sendi. Perlu diperhatikan apakah pergerakan disertai nyeri, krepitasi, atau spastisitas (retensi terhadapt gerakan).Auskultasi. Pada pemeriksaan fisik system musculoskeletal, auskultasi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada krepitasi (misalnya pada fraktur) atau mendengar bising fistula anteriovenosa.3B. Pemeriksaan neurologis sistem muskuloskeletalPemeriksaan neurologis sebaiknya disesuaikan dengan kelainan yang didapatkan atau dicurigai; contohnya pada kasus cedera vertebra torakal atau lumbal, harus diperiksa adanya claw hand, drop foot, atau adanya atrofi otot pada daerah yang dipengaruhi segmen saraf vertebra terkait.Selain menilai derajat kekuatan dan fungsi motoric, juga dilakukan pemeriksaan sensibilitas untuk melihat apakah ada hiperestesia, hipoestesia, atau anestesi pada daerah tertentu. Perlu diingat untuk tetap melakukan pemeriksaan reflex baik reflex normal maupun reflex patologis untuk mencari kelainan saraf penyerta.3Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan LaboratoriumPada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase serum serta kalsium urin, alkali fosfatase bisa meningkat setelah fraktur. Laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah. Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan. Pemeriksaan Radiologi Berbagai pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan antara lain foto polos tulang, foto polos dengan media kontras, serta pemeriksaan radiologis khusus seperti CT-scan, MRI, pindai radioisotope, serta ultrasonografi. 1Tujuan pemeriksaan radiologis: 2 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluruFoto polos tulang. Pada foto polos tulang, perlu diperhatikan keadaan densitas tulang baik setempat maupun menyeluruh, keadaan korteks dan medulla, hubungan antara kedua tulang pada sendi, kontinuitas, kontur, besar ruang sendi, perubahan jaringan lunak, serta gambaran khas pada penyakit-penyakit tertentu. Bila densitas jaringan lunak, erosi sub-periostial, kalsifikasi jaringan lunak, ingin diamati lebih terperinci, dapat dilakukan pemeriksaan xetoradiografi, yakni pemeriksaan foto polos tulang dengan menggunakan film khusus. 1Foto polos dengan media kontras. Beberapa pemeriksaan foto polos dengan media kontras antara lain sinografi (untuk melihat batas dan lokasi sinus), atrografi (untuk melihat batas ruang sendi), mielografi (dengan memasukan cairan media ke dalam teka spinalis) dan arteriografi (untuk melihat susunan pembuluh darah). 1Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur tebuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. 1Pemeriksaan khusus Artroskopi. Artroskopi berguna untuk memperlihatkan kelainan pada sendi, misalnya fraktur intra artikuler, robekan meniscus atau ligament, kelainan degenerative, reumatik dan benda asing dalam sendi. Artroskopi terutama dilakukan pada sendi lutut, siku, panggul, dan bahu. Selain bermanfaat untuk diagnostic, saat ini artroskopi juga banyak digunakan untuk terapi berbagai kelainan. Elektrodiagnosis. Elektrodiagnosis berguna untuk mengetahui fungsi saraf dan otot dengan menggunakan metoda elektrik. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan konduksi saraf dan elektromielografi. 1DiagnosisFraktur tibia dextra et causa trauma. Tibia terpapar terhadap banyak jenis trauma kendaraan, industri dan atletik. . Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh. Karena permukaan anterior tibia terletak subkutis diseluruh panjangnya, maka fraktura tibia sering merupakan cedera terbuka. Dan karena lokasinya berada di subkutis, maka suplai darah ke tibia kurang daripada untuk tulang lain, serta infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih lazim ditemukan. 4Gambaran klinis Inspeksi (look) cari apakah terdapat;a. Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan

b. Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.c. Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis), dan true length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis). Palpasi (feel), apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma. Pergerakan (move), untuk mencari:a. Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.b. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.c. Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan. 4Klasifikasi frakturMenurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst). Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).2. Fraktur tidak komplit (garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :1. Fraktur komunitif (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).2. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).3. Fraktur multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya). 2

Berdasarkan posisi fragmen :1. Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.2. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur. 2

Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma1. Garis patah melintang.2. Oblik / miring.3. Spiral / melingkari tulang.4. Kompresi5. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela. Berdasarkan kedudukan tulangnya :1. Tidak adanya dislokasi.2. Adanya dislokasi Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :1. Tipe Ekstensi:Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.2. Tipe Fleksi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000) Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :1. Fraktur tertutup.2. Fraktur terbuka (adanya perlukaan dikulit).2Fraktur terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. 5

Table 1.1 derajat fraktur terbuka.5DerajatLukaFraktur

Derajat ILaserasi < 1 cmKerusakan jaringan tidak berartiRelative bersihSederhana, dislokasi fragmen minimal

Derajat IILaserasi > 1 cmTidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsiAda kontaminasiDislokasi fragmen jelas

Derajat IIILuka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar nyaKontaminasi hebatKomunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplet atau inkomplet (termasuk fisura dan greenstick fracture), tranversa, oblik, spiral, kompresi, simple, komunitif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi. Menurut lokasi patahan di tulang, fraktur dibagi menjadi fraktur epifisis, metafisis, dan diafisis. Sedangkan dilokasi atau berpindahnya ujung tulang patah disebabkan oleh berbagai kekuatanm seperti cedera, tonus atau kontraksi otot, dan tarikan.3Etiologi Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. 2Trauma penyebab fraktur dapat bersifat: 21. Trauma langsunga. Fraktur terjadi di daerah yang mengalami tekanan langsungb. biasanya komunitifc. jaringan lunak mengalami kerusakan

2. Trauma tidak langsunga. trauma dihantarkan dari daerah yang lebih jauh dari fraktur, misalnya jatuh lengan ekstensi, fraktur pada klavikulab. jaringan lunak utuhTekanan pada tulang dapat berupa : 21. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur tranversal3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi4. Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada bandan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak5. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z6. Fraktur oleh karena remuk7. Trauma karena tarikan ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

Klasifikasi etiologis: Fraktur traumaticterjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur stressterjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. Fraktur patologisterjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.6

Table 1.2 klasifikasi penyebab fraktur patologis. 51. Penyakit local pada tulang

Infeksi Osteomyelitis piogenik Infeksi sifilis (bentuk osteolitk)

Lain-lain Kista tulang soliter Fibrosa displasia monostik Granuloma eosinofilik Atrofi tulang karena parlisis, misalnya poliomyelitis Tabes dorsalis Tulang rapuh akibat penyinaran

Tumor jinak Kondroma (enkondroma) Giant Cell Tumor Hemangioma (vertebra) Tumor ganas tulang Osteogenik sarcoma Tumor Ewing Mieloma Soliter Tumor metastasis Sarkoma metastasis

2. Kelainan bersifat umum pada tulangKelainan bawaan Osteogensis imperfektaTumor-tumor yang menyebar Myeloma multiple Metastasis karsinoma yang difus

Lain-lain Penyakit Paget Fibrosa dysplasia poliostotik Penyakit Gaucher Penyakit Hand Schuller ChristianRarefaksi tulang yang bersifat umum Osteoporosis senilis Osteodistrofi paratiroid Sindroma Cushing Infantile rickets Coeliac rickets Renal rickets Sistinosis (sindorma fanconi) Osteomalasia nutrisi Steatore idiopatik.

PatofisiologisFraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.Fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka. 2

Manifestasi klinis1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.2Penatalaksanaan Prinsip dasar penanganan fraktur;1. Revive; Yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar.2. Review; Yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel, novemert dan pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent untuk memastikan adanya fraktur.3. Repair; Yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif. Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit pembuluh darah yang robek, sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan gips dan traksi.4. Refer; Yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak memperparah luka yang diderita.5. Rehabilitation;Yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif.Tibia terpapar terhadap banyak jenis trauma kendaraan, industri dan atletik. Karena permukaan anterior tibia terletak subkutis diseluruh panjangnya, maka fraktura tibia sering merupakan cedera terbuka. Dan karena lokasinya berada di subkutis, maka suplai darah ke tibia kurang daripada untuk tulang lain, serta infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih lazim ditemukan.Untuk fraktur korpus tibia tertutup, reduksi dicapai secara manual dibawah anestesi umum atau spinalis serta imobilisasi yang diberikan oleh gips tungkai yang panjang. Fluoroskopi membantu tercapainya reduksi. Reposisi bertujuan mendapatkan kembali panjang serta mengoreksi keselarasan rotasi dan sudut. Dengan reduksi yang memuaskan, maka memikul berat badan dapat dimulai dalam 3-4 minggu. Atau bila ada kalus fraktura yang adekuat penyembuhan padat bisa timbul paling dini 12 -14 minggu pada pasien muda, tetapi penyatuan sampai 6 bulan tidak jarang ditemukan.Untuk fraktura korpus tibia terbuka, debridement segera. Irigasi dan antibiotika broad spectrum diperlukan. Penutupan luka primer biasanya tidak diindikasikan. Kehilangan kulit tidak jarang ditemukan pada trauma keras, serta penutupan tertunda dengan graft sebagian ketebalan kulit, graft seluruh ketebalan kulit atau flap otot rotasi mungkin diperlukan. Kebutuhan untuk perawatan luka ini bisa membuat penatalaksanaan gips sulit dilakukan. Fiksasi dapat dicapai dengan pin rangka transversa diatas dan dibawah fraktur yang dilekatkan ke rangka luaryang memungkinkan jalan ke luka. 4

Penanggulangan Fraktur terbukaSetelah dilakukan debridemen, kemudian tulang yang patah dilakukan reposisi secara terbuka. Setelah itu dilakukan imobilisasi. Bermacam-macam cara imobilisasi untuk fraktur terbuka:1. Cara TruetaLuka setelah dilakukan debridement tetap dibiarkan terbuka tidak perlu dijahit. Setelah tulangnya direposisi gips dipasang langsung tanpa pelindung kulit kecuali pada SIAS, calcaneus dan tendo Achilles. Gips dibuka setelah berbau dan basah. Cara ini sudah ditinggalkan. Dahulu banyak dikerjakan pada zaman perang.2. Cara long leg plaster:Cara seperti telah diuraikan di atas. Hanya untuk fraktur terbuka dibuat jendela setelah beberapa hari di atas luka. Dari lobang jendela ini luka dirawat sampai sembuh.3. Cara dengan memakai pen di luar tulang (Fiksasi eksterna):Cara ini sangat baik untuk fraktur terbuka kruris grade III. Dengan cara ini perawatan luka yang luas di kruris sangat mudah.4. Macam-macam bentuk fiksasi eksterna, diantaranya: Judet fiksasi eksterna Roger Anderson Hoffman Screw + Methyl methacrylate (INOE teknik) 2,5

Proses penyembuhan tulang:1. Stadium Satu- Pembentukan Hematoma; Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.2. Stadium Dua- Proliferasi Seluler; Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.3. Stadium Tiga- Pembentukan Kallus; Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik (bersifat menghasilkan/membentuk tulang), bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.4. Stadium Empat- Konsolidasi; Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.5. Stadium Lima-Remodelling; Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.Secara medica mentosa penderita fraktur dapat diberikan analgesic opioid yang diindikasikan untuk menghilangkan nyeri hebat yang bersifat terus menerus seperti akibat dari patah tulang dll.6KomplikasiKomplikasi dini : Nekrosis kulit, Osteomielitis, Kompartement sindrom, Emboli lemak, TetanusKomplikasi lanjut :1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

PrognosisPrognosis fraktur tergantung seberapa cepat fraktur tersebut ditangani, adanya infeksi atau tidak serta seberapa parah fraktur yang dialami, dan apakah adanya penyakit sekunder yang mengikuti seperti adanya penyakit penyerta lainnya.1. Sebagian besar dapat ditangani secara memuaskan dengan cara reduksi tertutup. Fraktur ini harus direduksi dibawah anestesi umum jika posisinya tidak memuaskan. Cedera vaskular yang berkaitan mungkin timbul lebih sering daripada yang dicurigai secara klinis.2. Fraktur korpus bagian proksimal mengenai bagian tulang yang kansellosa dan biasanya menyembuh tanpa kesulitan. Fraktur pada 1/3 bagian distal adalah pada daerah yang vaskularisasinya sedikit; union yang tertuna sering terjadi, dan non union tidaklah jarang. Imobilisasi yang lama mungkin diperlukan pada kasus ini, kadang-kadang sampai 6-9 bulan.

KesimpulanFraktur dapat diakibatkan karena trauma yang kuat, trauma yang berulang dan patologis yakni dari tulang itu sendiri. Pemeriksaan radiologis sangat dibutuhkan untuk mengetahui lebih banyak mengenai fraktur tersebut. Berbagai penanganan dapat dilakukan untuk mengembalikan posisi tulang tergantung dari berat-ringannya fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14 2. Elizabeth J. Corwin.Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 414-4283. Sjamsuhidat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat De Jong. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.1039-40, 53-6 4. Sabiston. Buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.3855. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortropedi. Edisi ke-3. Cetakan ke-6. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009.h. 370-7, 92-5, 416-206. Sudoyo Aru , Setyohadi Bambang,Dkk.Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi 5. Jakarta:depaetemen Ilmu Penyakit DalamUniversitas Indonesia. 20077. Eliastam M, Sternbach G, Bresler M. Buku saku penuntun kedaruratan medis Edisi 5. . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.220