pbl5
DESCRIPTION
pbl blok 4TRANSCRIPT
Tinjauan Pustaka
Pembelahan Sel Secara Abnormal yang Berdampak Pada
Apoptosis
Andreas Anindito Hermawan*)
102013172 / E9
Tutor: dr. Inggrid
Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang :
Belakangan ini banyak sekali kasus mengenai masalah kesehatan. Kasus yang sering
muncul adalah banyaknya kelainan-kelainan maupun kematian yang terjadi pada sel.
Masalah tersebut lebih berdampak besar karena sel merupakan elemen yang tidak dapat
terpisahkan dari makhluk hidup. Oleh karena itu kita harus bisa mengetahui tentang dasar-
dasar dari sel serta cara pembelahan dari sel tersebut agar dapat mengurangi risiko yang
ditimbukan oleh kelainan maupun kematian sel.
Tujuan :
Membantu pembaca makalah ini untuk memahami dan mengerti tentang pembelahan sel
baik secara normal maupun secara abnormal yang berdampak pada apoptosis.
*) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
Bab II : Pembahasan
Identifikasi Istilah-istilah Sulit :
Tidak ada istilah sulit yang ditemukan.
Otot
Setiap makhluk hidup memiliki sel. Kata sel sendiri berasal dari bahasa latin yaitu
cella yang memiliki arti sebagai ruangan yang berukuran kecil. Penemu sel yang pertama
kali bernama Robert Hooke pada tahun 1665 dengan cara mengamati penampang
melintang sayatan tipis gabus dari batang tumbuhan dibawah mikroskop.2
Sel sendiri merupakan unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh
makhluk hidup untuk melaksanakan proses-proses yang berkaitan dengan kehidupan.3
Setiap sel dilindungi oleh suatu sawar berminyak yang sangat tipis yang disebut dengan
membran plasma. Karena membran plasma dapat mengontrol perpindahan untuk masuk
dan keluarnya bahan ke sel maka bagian dalam sel mengandung berbagai macam
kombinasi atom maupun molekul dari campuran bahan kimia di lingkungan yang
mengelilingi sel tersebut.4
Karena sel merupakan unit kehidupan, sel memiliki fungsi-fungsi dasar yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup dari makhluk hidup yaitu:
1. Memperoleh makanan (nutrient) dan oksigen (O2) dari lingkungan sel.4
2. Sel dapat melakukan reaksi-reaksi kimia yang berfungsi untuk menghasilkan
energy bagi sel tersebut.4
3. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme sel ke lingkungan sekitar sel tersebut.4
4. Membentuk protein dan komponen lain untuk pembentukan struktur, pertumbuhan,
dan melaksanakan fungsi sel.4
5. Mengontrol sebagian besar pertukaran bahan antara sel dan lingkungan sekitarnya.4
6. Peka terhadap perubahan lingkungan.4
7. Dapat bereproduksi.4
Pembelahan Sel
Setelah mengetahui tentang fungsi-fungsi dasar sel kita akan memaparkan lebih lanjut
tentang fungsi sel tentang sel yang dapat bereproduksi dengan cara mengalami pembelahan
sel. Pembelahan sel sendiri berfungsi sebagai pembaharuan dan perbaikan, serta
menggantikan sel-sel yang mati akibat pemakaian normal dan akibat kecelakaan.5
Pembelahan sel dapat terjadi secara normal maupun secara abnormal. Pembelahan sel
secara normal dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu pembelahan mitosis dan pembelahan
meiosis.
Pembelahan Mitosis
Pembelahan mitosis biasanya terjadi pada sel somatis atau sel tubuh.3 Pembelahan ini
menghasilkan dua sel anakan yang kopi genomnya identik dengan induknya. Pembelahan
sel memakan waktu 30-60 menit pada mamalia, tetapi dapat jauh lebih lama pada
vertebrata berdarah dingin.6
Dalam mitosis kita dapat mengenal tentang kromosom, kromosom homolog, kromatin,
dan kromatid. Kromosom merupakan suatu struktur padat yang terdiri dari dua komponen
molekul, yaitu protein dan DNA. Kromatin sendiri merupakan lipatan solenoid yang
tersusun padat menjadi benang-benang halus dan terdapat di dalam nukleus. Kromosom
homolog sendiri merupakan kromosom yang membentuk pasangan memiliki panjang,
posisi sentromer, dan memiliki pola pewarnaan yang sama. Sedangkan kromatid
merupakan benang-benang kromatin yang tersusun memadat.7
Mitosis sendiri dapat terbagi kedalam enam tahapan yaitu:
1. Interfase
Dalam fase ini dapat dikatakan sebagai keadaan dimana sel tidak aktif membelah.
Dalam tahap interfase sendiri dapat terbagi menjadi empat tahapan, yaitu: fase G0,
fase G1, fase S dan fase G2.8
1.1 Fase G1
Dalam fase G1 ini sel melakukan persiapan untuk replikasi DNA dengan
mensintesis protein baru dan mengaktifkan komponen sitoskeletal. Tahap ini
merupakan cekpoin bagi sel karena bila kondisi sel tersebut tidak tepat, sel
tidak akan menjalankan siklusnya. Karena pada fase ini sel sedang melakukan
persiapan untuk replikasi, DNA yang ada masih berjumlah 1 salinan dan
diploid (2n).8
1.2 Fase S
Setelah fase G1 pembelahan mitosis masuk kedalam fase S atau fase sintesis
yang merupakan fase dimana DNA mengalami replikasi sehingga
menghasilkan 2 salinan DNA dan diploid (2n).8
1.3 Fase G2
Setelah bereplikasi di dalam fase S, interfase masuk kedalam fase G2. Di
dalam fase ini sel kembali mensintesis protein yang dipersiapkan untuk
pembelahan. Tahap ini juga merupakan cekpoin karena jika DNA belum
terduplikasi secara tepat, sel memiliki kesempatan kedua untuk menghentikan
tahap siklus sel selanjutnya.8
1.4 Fase G0
Fase ini disebut juga dengan fase istirahat khusus. Pada fase ini berfungsi
sebagai gap, yaitu mengacu pada waktu yang dihabiskan sel untuk memeriksa
dan meninjau kembali langkah sebelumnya.8
2. Profase
Profase merupakan tahap dimana struktur protein (sentriol) yang ada di sitoplasma
sel mulai bergerak ke kutub yang berlawanan dalam sel.8 Dalam profase DNA
mulai dikemas menjadi kromosom. Pada awal profse, kromosom mulai tampak
lebih pendek serta menebal. Kemudian sentriol membelah dan bergerak kekutub
masing-masing. Selanjutnya terbentuk benang-benang spindel yang terbentuk dari
kutub ke kutub. Pada profase akhir, masing-masing kromosom terlihat terdiri dari
dua kromatid yang terikat pada sentromer. Selanjutnya nukleolus hilang dan
membran nukleus hancur. Pada tahap ini kromosom terletak bebas didalam
sitoplasma.7
3. Metafase
Setelah tahap profase, pembelahan sel berlanjut ke tahap metafase. Metafase
merupakan tahap dimana kromosom bergerak ke bidang ekuator benang spindel.
Di tahap ini kromosom terikat pada benang spindel melalui sentromer.7
4. Anafase
Pembelahan sel dilanjutkan ke dalam fase anafase. Dalam tahap ini masing-masing
sentromer yang mengikat kromatid membelah bersamaan. Kromatid bergerak
menuju kutub pembelahan. Kromatid dapat bergerak kearah kutub pembelahan
karena terjadinya kontraksi benang spindel. Pada saat kontraksi, benang spindel
memendek kemudian menarik kromatid menjadi dua bagian ke dua kutub yang
berlawanan. Dalam tahap anafase ini menghasilkan salinan kromosom yang
berpasangan (2n).7
5. Telofase
Dalam tahap telofase ini kromatid yang dihasilkan dapat disebut sebagai
kromosom. Membran inti mulai terbentuk dan nukleolus kembali muncul.
Kromosom membentuk benang-benang kromatin.7
6. Sitokinesis
Setelah telofase tahap terakhir dalam pembelahan sel adalah tahap sitokinesis. Di
tahap sitokinesis ini terjadi pembelahan sitoplasma yang diikuti dengan
pembentukan sekat sel yang baru. Sekat ini memisahkan kedua inti tersebut
menjadi dua sel anakan.7
Gambar 1. Siklus sel.7
Pembelahan Meiosis
Pada dasarnya tahap dalam pembelahan meiosis sama seperti pembelahan mitosis.
Yang membedakan adalah pada pembelahan meiosis terjadi 2 kali pembelahan yaitu
meiosis I dan meiosis II. Pada pembelahan meiosis, kromosom sel anakan yang dihasilkan
memiliki jumlah setengah dari kromosom sel induk. Biasanya pembelahan meiosis terjadi
pada sel gamet atau sel kelamin.9
Pada meiosis I, profase I merupakan fase terpanjang karena terdiri dari 5 tahapan
yaitu:
1. Leptoten
Tahap ini disebut juga dengan tahap benang-tipis. Pada tahap ini kromosom yang
panjang dan tipis mulai berkondensasi, dan sebagai akibatnya, tanda-tanda pertama
struktur serupa-benang mulai muncul dalam materi kromatin. 10
2. Zygoten
Tahap zygoten dapat disebut juga sebagai tahap benang-tergabung. Pada tahap ini,
pasangan-pasangan kromosom homolog bertemu dan digabungkan oleh sebuah
struktur protein seperti pita yang disebut kompleks sinaptonema. Ini merupakan
awal terjadinya sinapsis. Sinapsis terjadi di sepanjang kromosom yang
berpasangan, pada tempat yang memiliki kemiripan informasi genetik pada kedua
kromosom homolog. Bila sinaptonema tidak terbentuk, akibatnya sinapsis tidak
lengkap dan pindah silang sangat tereduksi atau tidak sama sekali. 10
3. Pakiten
Tahap pakiten ini disebut juga dengan tahap benang-tebal. Pada tahap ini tiap
kromosom melakukan replikasi menjadi dua kromatid dengan sentromer yang
masih tetap menyatu dan belum membelah. Tiap kromosom yang berpasangan
yang mengandung empat kromatid disebut tetrad atau bivalen. 10
4. Diploten
Tahap diploten ini disebut juga sebagai tahap benang-ganda. Tahap ini dimulai
ketika kompleks sinaptonema mulai menghilang, sehingga kromatid-kromatid dan
kiasmata individu dapat dilihat dengan lebih mudah. 10
5. Diakinesis
Dalam tahap diakinesis ini terbentuknya benang-benang spindel dari pergerakan
dua sentriol kearah kutub yang berlawanan. Diakinesis diakhiri dengan
menghilangnya nukleolus dan membrane nukleus serta tetrad mulai bergerak ke
bidang ekuator.10
Setelah tahapan-tahapan tadi pembelahan meiosis terjadi sama seperti pembelahan
mitosis dengan metafase I, anafase I, telofase I, dan sitokinesis I kemudian dilanjutkan
dengan profase II, metafase II, anafase II, telofase II, dan sitokinesis II.
Pembelahan Sel Abnormal
Sel juga dapat membelah secara tidak normal. Ketidaknormalan pembelahan sel ini
terjadi dalam kondisi tertentu. Pembelahan sel yang abnormal ini menyebabkan kematian
sel. Ketidaknormalan ini dikarenakan oleh sel yang terus menerus membelah.
Apoptosis11
Apoptosis salah satu bentuk pembelahan sel secara abnormal. Apoptosis sendiri
merupakan kematian sel melalui mekanisme genetik. Apoptosis ini dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
1. Apoptosis fisiologis
Apoptosis fisiologis adalah kematian sel yang diprogram. Proses kematian sel ini
berkaitan dengan suatu enzim yang dikenal dengan enzim telomerase. Pada
embrional enzim ini mengalami aktivasi, sedangkan pada sel somatik enzim ini
tidak mengalami aktivasi, kecuali pada sel yang bersangkutan mengalami
transformasi menjadi ganas.
2. Apoptosis patologis
Apoptosis patologis adalah kematian sel yang diakibatkan karena adanya suatu
rangsangan. Proses kematian ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain:
2.1 Aktivasi p-53
Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang
bersangkutan memiliki gen yang cacat.
2.2 Jalur sitotoksik
Terjadinya apoptosis melalui jalur sitosolik dipicu oleh adanya sel yang
memiliki gen cacat.
2.3 Disfungsi mitokondria
Disfungsi mitokondria merupakan gangguan ekspresi protein pada mitokondria
yang tidak seimbang baik ekspresinya yang berlebihan atau protein yang
diekspresikan merupakan protein abnormal.
2.4 Kompleks fas dan ligan
Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas dapat terjadi karena dipicu
oleh adanya:
2.4.1 sel tumor atau sel yang terinfeksi virus
2.4.2 gangguan hormonal seperti testosteron pada pria atau FSH pada wanita.
Regenerasi Sel
Regenerasi sel dapat memperbaiki jaringan yang rusak atau cedera. Tujuannya agar
struktur dari jaringan kembali seperti keadaan normal.8
Bab III : PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kesimpulan yang dapat diambil adalah sel mengalami
pembelahan secara abnormal dimana sel membelah secara berlebihan. Hal ini
menyebabkan apoptosis (kematian pada sel) baik melalui jalur sitosolik, jalur mitokondria
maupun jalur kompleks fas dan ligan. Yang berdampak secara langsung kepada penderita.
Sehingga mengakibatkan luka yang tidak kunjung sembuh. Solusinya adalah dengan
meregenerasi sel yang sudah mengalami apoptosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa; 2008. h. 1136, 300
2. Aryulina D, Choirul M, Syalfinaf M, dan Endang W. Biologi 2 sma dan ma
untuk kelas xi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 3
3. Widyastuti P, Veldman J, editor. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC; 2003. h.34, 37
4. Yesdelita N, Pendit B. U, editor. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi
keenam. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC; 2011. h. 2-4
5. Safitri A, Lemeda S, Hilarius W, editor. Biologi. Jakarta: Erlangga; 2002.
h. 220
6. Hartanto H, Tambayong J, editor. Buku ajar histologi edisi 12. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2002. h. 38
7. Aryulina D, Choirul M, Syalfinaf M, dan Endang W. Biologi 3 sma dan ma
untuk kelas xii. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 108-9
8. Yudha E K, Wahyuningsih E, Yulianti D, dan Karyuni P. E, editor. Buku
saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC; 2007. h. 43-4,
27
9. Santoso B. Biologi pelajaran biologi untuk sma/ma kelas xii. Bekasi:
Penerbit Interplus; 2007. h. 84
10. Elrod S L, dan Stansfield W D. Genetika edisi keempat. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2006. h. 7-8
11. Sudiana I K. Patobiologi molekuler kanker. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika; 2008. h. 46-51