pbl30-1

46
Kematian Akibat Tindakan Kekerasan Danty Danestria* (10.2009.143) *Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara nomor 6. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11510 Telp 56942061, Faks 5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Di masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk penyusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hokum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterikatan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran 1

Upload: danty-danestria

Post on 10-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

forensik - kematian akibat kekerasan

TRANSCRIPT

Page 1: pbl30-1

Kematian Akibat Tindakan Kekerasan

Danty Danestria*

(10.2009.143)

*Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara nomor 6. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11510

Telp 56942061, Faks 5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu

kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan

penegakan hukum serta keadilan. Di masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran

hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk penyusutan dan penyidikan

serta penyelesaian masalah hokum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan

perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat

jelas jalannya peristiwa serta keterikatan antara tindakan yang satu dengan yang lain

dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup

maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang

kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus

tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal

pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam khazanah Ilmu

Kedokteran Forensik.

Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat

menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul,

apa penyebabnya serta apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Dalam hal

korban meninggal, dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematian yang

1

Page 2: pbl30-1

bersangkutan, bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut, serta membantu

dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian.

Untuk kesemuanya itu, dalam bidang ilmu kedokteran forensik dipelajari tata

laksana medikolegal, tanatologi, traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaan dan

segala sesuatu yang terkait, agar semua dokter dalam memenuhi kewajibannya membantu

penyidik, dapat benar-benar memanfaatkan segala pengetahuan kedokterannya untuk

kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang bermanfaat bagi kehidupan

bermasyarakat.1

Kasus

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan

dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana

panjang yang di bagian bawahnya di gulung hingga setengah tungkai bawahnya.

Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri)

dan ujung lengan lainnya terkait kesebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi

tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat

tersebut telah membusuk, namun masih dapat dijumpai adanya satu luka terbuka didaerah

ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka

terbuka didaerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai

dengan akibat kekerasan tajam. Perlu duketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah

kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.

Identifikasi Forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan

suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal

dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat

fatal dalam proses peradilan.1,3

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak

dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana

alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh

2

Page 3: pbl30-1

manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai

kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.1,4

Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan

memberikan hasil positip (tidak meragukan).1 Penentuan identitas personal dapat

menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan,

medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode

identifikasi DNA.3

Pemeriksaan sidik jari

Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.

Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi

ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.

Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari

tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan

kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.3,4

Metode visual

Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang

merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah

yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya

oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan

faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal

identitas jenazah tersebut.3

Pemeriksaan dokumen

Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang

kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu

mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat

dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang

bersangkutan.3,4

Pemeriksaan pakaian dan perhiasan

3

Page 4: pbl30-1

Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui

merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat

membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.

Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera

pada kalung logam yang dipakainya.3

Identifikasi medik

Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi

badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto,

tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.3

Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli

dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X)

sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat

dilakukan metode identifikasi ini.3,4

Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan

umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.3

Pemeriksaan gigi

Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang

dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi

dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa

gigi dan sebagainya.3

Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi

yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan

data temuan dengan data pembanding antemortem.3,4

Pemeriksaan serologik

Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah

jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan

dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan

sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.3,4

4

Page 5: pbl30-1

Pada kasus diketahui bahwa korban bernama Tn. M berumur 55 tahun dan tinggal

kira-kira 2km dari tempat kejadian perkara. Hal ini telah dikonfirmasi oleh pihak

keluarga yang telah melaporkan hilangnya Tn. M sejak lima hari yang lalu.

Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti atau

tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu

kesaksian. Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu

tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP.

Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik sangat

bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya,

tempat kejadiannya, kejadiannya atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP

adalah membentu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik.

Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi,

siapa yang tersangkut, dimana dan kapan terjadinya, bagaimana terjadinya, dan

dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut?

Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku

umum pada penyidik di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua

benda bukti yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan

sesuai prosedur.

Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya

dengan penyidik untuk memperkirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah

penyidikan lebih lanjut.

Bila korban masih hidup maka tindakan yang utama dan pertama bagi dokter

adalah menyelamatkan korban dengan tetap menjaga keutuhan TKP. Namun bila korban

telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosa kematian, memperkirakan saat

5

Page 6: pbl30-1

kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan

dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.

Pada kasus ditemukan bercak darah yang sudah kering diantara batu-batuan

disekitar area mayat ditemukan. Benda bukti berupa bercak kering ini kemudian dikerok

dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantong plastik, diberi label dengan keterangan

tentang jenis benda lalu segera dikirim ke laboratorium. Dan di pakaian korban

ditemukan pula bercak darah dan sehelai rambut yang segera di kirim ke laboratorium

untuk diperiksa.

Teknik autopsi

Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensic,

pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat,

tercium, maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan,

sepatu, dll. Juga terhadap tubuh mayat sendiri.3

Sistematika pemeriksaan adalah:

1. Label mayat

2. Tutup mayat

3. Bungkus mayat

4. Pakaian

Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada

bagian tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar

sampai lapisan yang terdalam.

Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak /motif dari tekstil,

bentuk /model pakaian, ukuran, merk /penjahit, cap binatu, monogram /inisial

6

Page 7: pbl30-1

serta tambahan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada

pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang

tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan

yang ditemukan.

5. Perhiasan

Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Meliputi jenis

perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda

perhiasan tersebut.

6. Benda di samping mayat

Kadangkala dalam pengiriman mayat terdapat benda di samping mayat seperti tas

atau bungkusan. Inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap

7. Tanda kematian

a. Lebam mayat

Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan letak/distribusi lebam, adanya

bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam.

Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat

b. Kaku mayat

Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi

(daerah dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan

menentukan mudah atau sukar dilawan. Apabila terdapat spasme kadaverik

maka ini harus dicatat sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi

petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi kematian.

c. Suhu tubuh mayat

Pengukuran suhu tubuh mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer

rectal. Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu pada saat yang sama

7

Page 8: pbl30-1

d. Pembusukan

Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan

bawah yang berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang mayat diterima dalam

keadaan pembusukan yang lebih lanjut.

e. Lain-lain

Catat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya

mumifikasi atau adipocere

8. Identifikasi umum

Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin,

bangsa, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi, dan berat badan, keadaan zakar

yang di sirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut.

9. Identifikasi khusus :

a. Tattoo

b. Jaringan parut

c. Kapalan

d. Kelainan pada kulit

e. Anomaly dan cacat pada tubuh

10. Pemeriksaan rambut

11. Pemeriksaan mata

12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung

13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut

14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan

8

Page 9: pbl30-1

15. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan / luka : (Letak luka, jenis luka,

bentuk luka, arah luka, tepi luka, sudut luka, dasar luka, sekitar luka, ukuran luka,

saluran luka, dll.)

16. Pemeriksaan terhadap patah tulang1

Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, oesofagus, trakea, dan

seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.

1. Lidah

2. Tonsil

3. Kelenjar gondok

4. Kerongkongan

5. Batang tenggorok

6. Tulang lidah, rawan gondok, dan rawan cincin

7. Arteri carotis interna

8. Thymus

9. Paru-paru

10. Jantung

11. Aorta thoracalis

12. Aorta abdominalis

13. Anak ginjal

14. Ginjal, ureter, dan kandung kencing

9

Page 10: pbl30-1

15. Hati dan kantung empedu

16. Limpa dan kelenjar getah bening

17. Lambung, usus halus, dan usus besar

18. Pancreas

19. Otak besar, otak kecil dan batang otak

20. Alat kelamin

21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat / organ.

Traumatologi Forensik

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta

hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud

dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan

yang bersifat :

Mekanik

- Kekerasan oleh benda tajam

- Kekerasan oleh benda tumpul

- Tembakan senjata api

Fisika

- Suhu

- Listrik dan petir

- Perubahan tekanan udara

10

Page 11: pbl30-1

- Akustik

- Radiasi

Kimia

- Asam atau basa kuat.

Luka akibat kekerasan benda tajam8

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah

benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari

alat-alat seperti pisau, golok dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu,

bahkan tepi kertas atau rumput.

Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang

rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau

titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan

luka bacok.

Selain gambaran umum luka tersebut diatas, luka iris atau sayat dan luka bacok

mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut

luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatn akibat pergeseran

senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar,

dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.

11

Page 12: pbl30-1

Luka akibat kekerasan tumpul8

Luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul bisa berupa memar (kontusio,

hematome), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka atau robek (vulnus

laseratum).

Memar / Hematoma

Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya

kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar

kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya.1

Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti

besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis

jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna

kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis

hemorragik, penyakit kardiovaskular). Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin

terletak jauh dari letak benturan.

Pada bayi, hematome cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang

longgardan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula pada usia lanjut

sehubungnya dengan menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang

kurang terlindung.

Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya.

Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau

hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi

kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan

warna tersebut berlangsung mulai dari tepid an waktunya dapat bervariasi tergantung

derajat dan berbagai factor yang mempengaruhinya.1,5

Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting,

apalagi bila luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada

orang hidup atau mati, luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas.

12

Page 13: pbl30-1

Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya

akan menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat

dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit.

Pada lebam mayat, darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat

sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih. Sedangkan pada

hematom penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat

bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan

pemeriksaan ini.1

Luka lecet (ekskoriasi / abrasi)

Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda

yang memiliki permukaan kasar atau runcing.1

Manfaat interpretasi luka lecet ditinju dari aspek medikolegal seringkali

diremehkan, padahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan TKP

dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi.1

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, lika lecet diklasifikasikan sebagai luka lecet

gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression) dan luka lecet

geser (friction abrasion).

Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang

menggores kulit) yang menggesar lapisan permukaan kulit (epidermis)

didepannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat

menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.1,5

Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah

persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan

dengan melihat letak tumpukan epitel.1

Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit.

Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk kula lecet tekan belum

13

Page 14: pbl30-1

tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih

memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas.1

Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit

yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih

padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung

pasca kematian.1

Luka lecet geser disebabkan oleh tekananlinier pada kulit disertai gerakan

bergeser. Misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka

lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet

yang terjadi segera pasca kematian.1,5

Luka robek

Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit

teregang ke satu arah dan bila batas elstisitas kulit terlampaui makan akan terjadi

robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri yang umumnya tidak beraturan, tepi atau

dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar

luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.1

Kekerasan benda tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila

terdapat lebih dari 1 garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis yang

terjadi belakangan akan terhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya.1

Penjeratan

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,

stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang

makin lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.1

Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan bunuh diri, maka

penjeratan biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme kematian pada penjeratan adalah

akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor pada carotid body).1

14

Page 15: pbl30-1

Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada

penjeratan, arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal inidisebabkan oleh karena

kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.1

Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan

dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik

bersama-sama dengan Visum et Repertum-nya.

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar

atau diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus

diamankan dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu

mengangkat jerat.1,6

Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan

melintang) pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat

direkonstruksikan kembali di kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga

bentuknya tidak berubah.

Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih

rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di

bawah rawan gondok.1

Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti

handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot

leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis

seperti kaos kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.1

Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan

menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang

mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet

tekan), pada otot-otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.1,6

Tanatologi

15

Page 16: pbl30-1

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan

kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik

yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor

yang mempengaruhi perubahan tersebut.1

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, antara lain :

1. Mati somatis disebut juga mati klinis yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga

sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan

sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan

refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,

tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.

2. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem

kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan

peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut

masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,

tersengat aliran listrik dan tenggelam.

3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang

timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing

organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap

organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi

organ.

4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang

otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan

kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.

5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal

intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan

diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara

keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.1

16

Page 17: pbl30-1

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang

berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan

tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya

kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan

refleks kornea mata menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu

timbul perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih

pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat

(hipostasis atau lividitas pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh,

pembusukan, mummifikasi dan adiposera.1

Tanda kematian tidak pasti, antara lain :

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).

2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin

terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan

kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.

Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini

mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan

bokong pada mayat yang terlentang.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih

dapat dihilangkan dengan meneteskan air.2

Tanda pasti kematian, antara lain :

1. Lebam mayat (livor mortis)

17

Page 18: pbl30-1

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat

gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna

merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang

tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal

dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca

mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah

8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan

dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat

dan sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan

dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih

tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam

mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan

berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat

disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga

sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut

mempersulit perpindahan tersebut.1

Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab

kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna

kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi

mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan

memperkirakan saat kematian.

Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap

dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan

terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum

menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-

12 jam sebelum saat pemeriksaan.1

Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka

keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma

(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram

18

Page 19: pbl30-1

dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat,

sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.1

2. Kaku mayat (rigor mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme

tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang

menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.

Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan

glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin

menggumpal dan otot menjadi kaku.1

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak

kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke

arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar

kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan

selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat

umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku

mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi

pemendekan otot.1

Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik

sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan

suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda

pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.1

Terdapat kekakuan pada mayatyang menyerupai kaku mayat, antara lain :

a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi

pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku

mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi

primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang

bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat

19

Page 20: pbl30-1

sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering

terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan

sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda

yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada

kasus bunuh diri.

b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-

otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat

dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya

memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk

sikap petinju. Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa

hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.

c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi

pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak

subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es

dalam rongga sendi.1

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda

ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.

Grafik penurunan suhu tubuh ini hamper berbentuk kurva sigmoid atau seperti

huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan

kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati

perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh

akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan

kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau

berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.1

Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui

pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara

20

Page 21: pbl30-1

(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan

interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap

konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati

dianggap 37oC bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa

perubahan suhu lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang

bermakna. Dari angka-angka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat

ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia

program komputer guna penghitungan saat mati melalui cara ini.1

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan

kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam

keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel

pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.1

Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera

masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk

bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah

Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan

HCN, serta asam amino dan asam lemak.1

Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan

pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan

bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh

terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan

menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh

darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.1

Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan

kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung

dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari

21

Page 22: pbl30-1

mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan

mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan

tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan

longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju

(pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat

terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.1

Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah

mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam,

bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini

sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh

keluarga.1

Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati,

terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan

binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.1

Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-

kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam

pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat

tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan

identifikasi spesies, lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva

tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi

bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan

tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).1

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.

Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu

kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima

pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung

empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak,

hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat

22

Page 23: pbl30-1

dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang

paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.

Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga

sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri

pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat

mayat terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat

membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru

lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam

tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat

pertumbuhan bakteri.1

5. Adiposera atau lilin mayat.

Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau

berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu

disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan

sifat-sifat di antara lemak dan lilin.1

Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh

hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh

pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang

termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di

air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol

dan eter.1

Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi

lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak,

dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang

seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.1

23

Page 24: pbl30-1

Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga

bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih

dimungkinkan.1

Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan

lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang

membuang elektrolit.1

Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan

mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan

mempercepat pembentukannya.1

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan

dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam

lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan

setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas

secara makroskopik sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau

menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya

sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam

palmitat.1

6. Mummifikasi

Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup

cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan

pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput

dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang

kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang

baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang

dijumpai pada cuaca yang normal.1

Aspek hukum

24

Page 25: pbl30-1

Pasal 338 KUHP

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.2

Pasal 339 KUHP

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari

pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang

yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.2

Pasal 340 KUHP

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa

orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua

puluh lima tahun.2

Pasal 355 KUHP

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama 15 tahun.

Visum et repertum

Adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan pendapat

berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian

dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dari

25

Page 26: pbl30-1

penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk

kepentingan peradilan.

Pada kasus korban luka, jenis kasus yang umumnya diminta visum et repertum

oleh penyidik adalah kasus-kasus kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan,

percobaan pembunuhan, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, dan

dugaan malpraktek.

Pasal 133 KUHAP ayat 1

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Pasal 133 KUHAP ayat 2

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Cara dan Sebab Kematian

a. Menentukan kematian atau memperkirakan cara kematian korban

Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.

Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat

dilakukan dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP,

yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal

tersebut tidak dimungkinkan maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih

dapat memperkirakan atau menentukan cara kematian jika para penyidik memberikan

keterangan yang jelas mengenai berbagai hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu

penyidik melakukan pemeriksaan di TKP.3,7

26

Page 27: pbl30-1

Dalam ilmu kedokteran forensic dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu

diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.

Cara kematian tersebut adalah :

1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit

bukan karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit

jantung, karena perdarahan otak dank arena tuberkulosa.

2. Tidak wajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi :

Kecelakaan

Bunuh diri

Pembunuh

3. Tidak dapat ditentukan (un-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah

sedemikan rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat

dilihat dan ditemukan lagi.3,6

b. Memperkirakan saat kematian

Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara

pasti sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui

dari:

1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia

dengan segala keterbatasannya.

2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah,

tanggal yang tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur,

debu pada lantai dan alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya

ini dapat dilakukan baik oleh penyidik.

3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah:

27

Page 28: pbl30-1

Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh

akan menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar

dikatakan bahwa tubuh akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin

besar perbedaan antara suhu tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka

semakin cepat pula tubuh akan kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh

juga dipengaruhi oleh intensitas dan kuantitas dari aliran atau pergerakan

udara. Kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan otak, perjeratan

dan infeksi akan selalu didahului oleh peningkatan suhu. Lemak tubuh,

tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang dikenankan pada saat kematian pula

mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh. Selain pengurun suhu rectal,

dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari alat-alat dalam tubuh seperti

hati atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat pembedahan mayat.

Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas

maksimal tercapai pada 8-12 jam post mortal.

Kaku mayat terdapat sekitar 2 jam post mortal dan maksimal 10-12 jam post

mortal dan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam mulai menghilang

kembali sesuai urutan terdapatnya kaku mayat.

Pembusukan, kecepatan pembusukan pada mayat berbeda-beda tergantung

berbagai faktor, diantaranya factor lingkungan. Pembusukan mayat dimulai 48

jam setelah kematian, dengan diawali oleh timbulnya warna hijau kemerah-

merahan pada dinding perut bagian bawah.3,6

c. Menentukan sebab kematian

Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan

pembedahan mayat (autopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahn seperti

pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain

sebaginya tergantung kasus yang dihadapi.

28

Page 29: pbl30-1

Tanpa pembedahan mayat tidak mungkin dapat ditentukan sebab kematian secara

pasti.

Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari pengamatan yang teliti

kelainan-kelainan yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan luar.

Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian dapat diketahui dengan

menilai sifat luka, lokasi serta derajat berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada

luka tembak dikepala korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya ditemukan luka

lecet kecil-kecil, perkiraan sebab kematian dalam hal ini  adalah karena tembakan senjata

api.

Contoh sebab kematian :

- Karena tusukan benda tajam

- Karena tembakan senjata api

- Karena pencekikan

- Karena keracunan morfin

- Karena tenggelam

- Karena terbakar

- Karena kekerasan benda tumpul

Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalahartikan dengan mekanisme

kematian. Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk

mematikan korban, sedangkan mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu

mati setelah umpamanya tertembak atau tenggelam. Mekanisme kematian, misalnya :

karena perdarahan, hancurnya jaringan otak atau karena refleks vagal.3

29

Page 30: pbl30-1

Kesimpulan

Ditemukan mayat laki-laki yang sudah membusuk di sebuah suangai kering yang

penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Lehernya terikat lengan baju dan

ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu. Pada mayat terdapat satu

luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang

putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri. Kematian yang

dialami korban adalah cara kematian yang tidak wajar yaitu pembunuhan dan sebab

kematiannya adalah karena kekerasan tajam bila dilihat dari luka-luka yang dialami oleh

korban. Diperlukan pemeriksaan autopsi dan pemeriksaan mikroskopik (histolopatologi)

agar dapat menentukan waktu terjadinya perlukaan, di dalam hubungannya dengan

penentuan apakah luka yang terdapat pada korban itu didapat sewaktu hidup ataukah

sesudah korban mati.

30

Page 31: pbl30-1

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk.

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas

Indonesia; 1997: h. 25-43.

2. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1994: h.11-6, 37-9.

3. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses

Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52.

4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita Selekta

Kedokteran. Ed.3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius; 2000: h. 171-82.

5. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: Pedoman bagi dokter dan penegak hukum.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2000.p141-8.

6. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I. Jakarta : Bina Rupa Aksara;

1997 : h. 35-47.

7. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik Autopsi Foresik. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 2000: h.7.

8. Abdussalam. Forensik. Restu agung. Jakarta. 2006.

31