pbl blok18 theresia 102012165

17

Click here to load reader

Upload: theresia-sugiarto

Post on 02-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 1/17

1

Tinjauan Pustaka

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

Theresia

102012165

E4

8 Juli 2014

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email : [email protected]

Pendahuluan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran

udara ini bersifat progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin

memburuk secara lambat dari tahun ke tahun, dan berhubungan juga dengan respons

inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun berbahaya. Dalam perjalanan penyakit ini

terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini,

antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti

kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.1

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang

memungkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru

seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat

 perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu

diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.2

Dalam skenario, seorang laki –  laki 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang

memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami

 batuk b=berdahak warna putih tanpa disertai demam. Keluhan seperti ini sebenarnya sudah

 beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama

 jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memiliki

riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/hari.

Page 2: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 2/17

2

Anamnesis

1.  Identitas Pasien

Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:3 

 Nama lengkap pasien

-  Umur pasien

Tanggal lahir

-  Jenis kelamin

-  Agama

Alamat

-  Umur (orang tua)

Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)-  Suku bangsa

2.  Keluhan Utama

Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : sesak napas yang memberat dan terus

menerus sejak 5 jam yang lalu.

3.  Riwayat Penyakit Sekarang3 

Menanyakan kepada pasien atau wali :

Sudah berapa lama pasien merasa sesak nafas ?

-  Kapan pasien merasa sesak nafas : saat istirahat atau aktivitas ? (gunakan skala

sesak napas dan keluhan menurut aktivitas, dapat dilihat pada Tabel 1)

Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernafas ? 

-  Berapa jauh pasien dapat berjalan ? 

-  Apakah pasien batuk ? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa

warnanya? 

Apakah terdapat mengi ? Jika ya, kapan ? 

-  Berapa lama pasien mengalami keadaaan seburuk ini ? 

Kira-kira apa pemicunya ? 

-  Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring? 

-  Pernahkah pasien mendapat ventilasi ? 

Pernahkah pasien di rawat di rumah sakit ? (Jika ya, berapa hasil spirometri dan

gas darah awal ) 

Page 3: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 3/17

3

Tabel 1 .Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas4 

Skala Arti Skala

Skala 0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

Skala 1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satutingkat

Skala 2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

Skala 3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

Skala 4 Sesak bila mandi atau berpakaian

4.  Riwayat Penyakit Dahulu3 

Tanyakan kondisi pernafasan terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma bronkus,

 bronkiektasis, atau emfisema) 

-  Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernafasan lain 

-  Pernahkah ada episode pneumonia ? 

-  Tanyakan gejala apnoe saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur). 

Adakah kemunduran dimusim dingin ? 

-  A pakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah

sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ?

5.  Riwayat Obat-obatan3 

-  Tanyakan respons pasien terhadap kortikosteroid, nebulizer, oksigen dirumah ? 

-  Apakah pasien menggunakan oksigen dirumah ? Jika ya, selama berapa jam

sehari digunakan ? 

-  Adakah riwayat merokok pasien, jika ada tanyakan berapa bungkus perhari ? 

6.  Riwayat Status Sosial Ekonomi3 

Menanyakan :-  Bagaimana riwayat pekerjaan pasien ? 

-  Adakah riwayat masalah pernafasan kronis di keluarga ? 

-  Dimana kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya ? 

Siapa yang berbelanja, memasak, mencuci dan sebagainya ?

Page 4: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 4/17

4

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama

auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi paru. Sedangkan pada

PPOK derajat sedang dan derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau

 perubahan bentuk anatomi toraks.1 

Fase –  fasenya seperti berikut : 2,3 

  Fase awal : umumnya normal, kadang ada ekspirasi memanjang pada exhalasi paksa.

  Fase lanjut : hiperinflasi, wheezing, ekspirasi memanjang, ronki, suara jantung jauh,

diameter AP memanjang.

 

Fase end stage : penggunaan ― full use‖ otot-otot pernapasan. Purse lips, sianosis,

astereksis, hepatomegali, dan distensi V.leher ( gagal jantung kanan ).

Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :3 

  Inspeksi

Bentuk dada barrel chest ( dada seperti tong ), terdapat cara bernapas purse lips

 breathing ( seperti orang meniup ), terlihat penggunaan dan hipertrofi ( pembesaran )

otot bantu napas.  Palpasi

Teraba pelebaran sela iga, fremitus melemah.

  Auskultasi

Suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, mengi ( biasanya

timbul pada eksaserbasi ), dan ronki.

  Perkusi

Perkusi paru : hipersonor. 

Pemeriksaan Penunjang

 

Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,

menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,

memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :

 bronchodilator test dan spirometri. 3 

Page 5: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 5/17

5

  Radiologi : foto thorax, CT Scan.3 

Dapat menunjukkan hyperinflation/hiperlusen paru, flattened diafragma, peningkatan

ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan

 bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma).

  Laboratorium darah rutin : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan

eosinofil (asthma).3 

  Analisa gas darah3 

Untuk mendeteksi berkurangnya fungsi saluran pernapasan dan alveoli. Pada bronkitis

PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi

vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang

 pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-

60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan. Kekurangan Alpha 1-

antitrypsin kemungkinan terjadi pada emfisema.

 

Kultur sputum3 

Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi

untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.  

Diagnosis Kerja

Penyakit paru obstruktik kronik ( PPOK )

Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami

 perburukan yang bersifat akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut

dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien

memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini

 biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat

golongan sedatif.5  Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Pasien

yang mengalami eksaserbasi akut ini dapat ditandai gejala yang khas seperti sesak napas yang

semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau

dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue, dan gangguan susah

tidur. Roisin membagi gejala klinis eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan sistemik.Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume

Page 6: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 6/17

6

dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala

sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan

status mental pasien.5 

Dinyatakan PPOK ( secara klinis ) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis

ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan

sesak napas pada saat melakukan aktivitas berat pada seseorang yang berusis pertengahan

atau yang lebih tua.6 

Diagnosis Banding

Asma

Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap

rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda

 peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.2,7 

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih

 pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang

disertai serangan napas yang episodik. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut

dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan

makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 2,7 

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing

tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila

dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih

lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada,

 bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak,

maka keluhan sesak akan semakin berat.1,8 

Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena

kesulitannya dalam mengatur pernafasan. Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa

gatal dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari

 penderita dapat memperburuk keadaanya. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga

akan mengeluarkan banyak keringat.3 

Page 7: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 7/17

7

Tipe asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit :2 

  Asma intermiten

Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam

atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal

dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced

Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%.

  Asma ringan

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi

mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1

 bulan, PEF dan PEV1 > 80%.

 

Asma sedang (moderate)

Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma

malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis

kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%.

  Asma parah (severe)

Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari

sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.

Bronkiektasis 

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi ( ekstasis )

dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau

irreversibel. Kelainan bronkus dapat disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding

 bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan

 pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umunya adalah bronkus kecil ( mediumsize ), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.1,9

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada

kenyataannya bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

1. 

Kelainan Kongenital

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peranan penting.

Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut : Pertama,

Page 8: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 8/17

8

 bronkiektasis hampir mengenai seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital

lainnya, misalnya; sindrom Kartagener, cystic pulmonary fibrosis, hipo atau

agamagloblinemia. 5

2.  Kelainan Didapat

Bronkiektasis yang paling sering dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut :

-  Infeksi : Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia

yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan

komplikasi pertussis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis

 paru, dan sebagainya.5 

-  Obstruksi bronkus : obstruksi bronkus yang dimaksud di sini dapat disebabkan

oleh berbagai macam penyebab ; korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan

dari luar lainnya terhadap bronkus.5 

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda klinis pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya

 penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas

 penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi sputum jumlahnya banyak, adanya

hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat

 pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit ringan.

Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.5

Keluhan – keluhan : 5 

-  Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip bronkitis kronik (

 bronchitic-like-symptom )

-  Jumlah sputum bervariasi, terutama pagi hari.

Hemoptisis ( 50% kasus bronkiektasis )

Sesak napas, wheezing.

-  Demam berulang.

Epidemiologi

PPOK tersebar di seluruh negara dan mengenai kurang lebih sebanyak 329 juta jiwa

di seluruh duniadan secara global merupakan penyebab kematian utama ke-6 pada tahun

1990 dan diprediksikan akan mencapai penyebab kematian utama ke-4 pada tahun 2030

akibat kebiasaan merokok yang semakin meningkat dan perubahan demografis pada berbagai

Page 9: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 9/17

9

negara. Penyebab keempat kematian di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa lebih dari 16

 juta orang di Amerika Serikat dan 20% orang di negara-negara industri menderita PPOK

sistomatik.7 

Etiologi

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebebkan terjadinya PPOK, baik faktor eksogen

(dalam hal ini lingkungan) maupun faktor endogen (dalam hal ini faktor host atau faktor dari

 penderita sendiri).10,11

Faktor Lingkungan : 10,11

a)  Merokok

 b) 

Asap tembakau

c)  Polisi udara di tempat kerja atau di dalam kota

Faktor Host : 10,11

a) 

Genetik 10,11 

Karena defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang

ditemukan.ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1

antitripsin ini merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, dimana

 berfungsi dalam melindungi paru-paru dari kerusakan. Enzim ini juga berfubgsi untuk

menetralkan tripsin yang berasal dari rokok. Jika enzin ini rendah sedangkan asupan

rokok tinggi maka akan mengganggu system kerja enzim tersebut, yang bisa

mengakibatkan infeksi saluran pernafasan. Defisiensi enzim ini menyebabkan

emfisema pada usia muda, yaitu pada mereka yang tidak merokok (onsetnya sekitar

usia 53 tahun) dan bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.

 b) 

Hipereaktifitas Bronkus 10,11 

Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang

memberi andil timbulnya PPOK. Apabila ditambah dengan faktor merokok maka

akan lebih meningkatkan resiko untuk menderira PPOK disertai dengan penurunan

fungsi dari paru-paru yang drastis. Hipereaktivitas dari bronkus juga dapat terjadi

akibat dari peradangan pada saluran napas atas

Page 10: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 10/17

10

Patofisiologi

PPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang

terpapar terjadi oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok.

Partikel iritan dalam asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan

 proses inflamasi dalam paru. Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan

enzim antiprotease seperti alfa-1-antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat

enzim protease dari proses inflamasi. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas

yang besar dan kecil disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap

respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan

mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi.

Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja

 proses remodeling ini akan merangsang dan mempertahankan inflamasi dimana CD8 dan

limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam

lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel

radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. 12

 

Gambar 1. Patofisiologi PPOK 12

 

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang

diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan

 pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan

anti protease serta defisiensi α1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi

yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator

inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara

umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat

Page 11: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 11/17

11

keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil,

makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi

ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit,

diantaranya adalah leucotrien B, chemotacticfactors seperti CXC chemokines, interlukin 8

dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan

aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko

 juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi

faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor

inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif

yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan

menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm

dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada

abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia

arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal

dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri

 pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis

(hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi  Pulmonary capillary bad menjadi faktor

yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal. 12 

Manifestasi Klinik

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu, sesak napas dan batuk. Adapun

gejala yang terlihat seperti :

a) Sesak Napas13 

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih

lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat

mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

 b) Batuk Kronis13 

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.

Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

c) 

Wheezing14 

Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus

menyebabkan pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran darahyang berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung

Page 12: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 12/17

12

atau dengan stetoskop. Intesitas mengi tidak berkolerasi baik dengan keparahan

 penyempitan saluran napas; contohnya, pada obtruksi saluran napas ektrem,

aliran udara dapat sedemikian berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali

tidak terdengar. Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini

menunjukan komponen reversibel penyakitnya. 

d) Batuk Darah13 

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas

yang radang dan khasnya ―blood streaked purulen sputum‖. 

e) Anoreksia dan berat badan menurun13 

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.

Komplikasi

1. 

Hipoxemia3 

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya penderita akan mengalami

 perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul

cyanosis.

2.  Asidosis respiratory3 

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara

lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3.  Infeksi respiratory3 

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4.  Gagal jantung3 

Terutama cor-pulmonal ( gagal jantung kanan akibat penyakit paru ), harus

diobservasi terutama pada penderita dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali

 berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi penderita dengan emfisema berat jugadapat mengalami masalah ini.

Page 13: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 13/17

13

5.  Disritmia cardiac3 

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratory.

6. 

Status asmatikus3 

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit

ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon

terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi

vena leher seringkali terlihat. 

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan harus mencakup pemeriksaan dan pengurangan faktor reiko selain

 penatalaksanaa PPOK yang stabil maupun eksaserbasi. Harus ada peningkatan bertahap

 pada pengobatan sesuai dengan keparahan penyakit, yang bisa dikelompokkan sebagai

 berikut (Berdasarkan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia/PDPI) :15 

 

Stadium 0 (beresiko) 

Spirometri normal ; Batuk atau sputum kronis 

 

Stadium 1 (ringan) 

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan FEV1 =80 %

Gejala klinis : - dengan atau tanpa gejala

- sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 

 

Stadium 2 (sedang) 

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan 30% <FEV1 <80 %

Gejala klinis : - dengan atau tanpa gejala- 

sesak napas derajat sesak 2 

 

Stadium 3 (berat) 

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan FEV1 <30 % atau FEV1 < 50 %

Gejala klinis : - Ekserbasi lebih sering terjadi

-  sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik  

Disertai dengan komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan 

Page 14: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 14/17

14

Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:11 

  Berhenti merokok harus menjadi prioritas

  Bronkodilator adalah obat yang mengendurkan otot polos di sekitar saluran udara,

meningkatkan kaliber saluran udara dan meningkatkan aliran udara. Mereka dapat

mengurangi gejala sesak nafas, mengi dan pembatasan latihan, sehingga peningkatan

kualitas hidup orang dengan PPOK. Mereka tidak memperlambat laju perkembangan

 penyakit yang mendasarinya. Bronchodilators biasanya diberikan dengan inhaler atau

melalui nebulizer .Ada dua jenis utama bronkodilator, β 2 agonis dan antikolinergik.

Antikolinergik tampaknya unggul β 2 agonis di PPOK. Antikolinergik mengurangi

kematian pernafasan, sementara β 2 agonis tidak berpengaruh pada pernapasan

kematian. Masing-masing jenis dapat berupa long-acting   (dengan efek yang

 berlangsung 12 jam atau lebih) atau short-acting  (dengan onset cepat efek yang tidak

terakhir sebagai panjang). Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada

eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.

  Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasian

dengan gagal napas kronis (yaitu pasien dengan PaO2  sebesar 7,3 kPa dan FEV1

sebesar 1,5 L).

  Pada ekserbasi akut, mungkin pengobatan harus ditingkatkan. Antibiotik tidak

terbukti meningkatkan kesembuhan, walaupun antibiotik jangka pendek mengurangi

lamanya keluhan sputum purulen dan gangguan pernapasan. Steroid oral

meningkatkan pemulihan eserbasi akut. Steroid inhalasi jangka panjang bermanfaat

 pada pasien dengan reversibilitas yang signifikan.

  Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simptomatik

yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat.

 

Reseksi bula yang besar memungkinkan reinflasi area paru di sekelilingnya. Operasi

 penurunan volume paru juga memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic

recoid sehingga mempertahankan patensi jalan napas. Pemilihan pasien yang akan

menjalani tindakan ini penting — saat ini belum ada kriteria tertentu. Transplantasi

 paru sangat jarang dilakukan.

  Antimikroba

Hanya diberi bila terjadi eksaserbasi yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri

atau virus, terutama bila terdapat gejala dispnoe, meningkatnya volume sputum dan

Page 15: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 15/17

15

sputum berubah menjadi purulen.

Sediaan : golongan makrolid, azitromisin, klaritomisin, sefalosporin generasi II dan

III serta doksisiklin. Bila kuman penyebab adalah pembentuk β laktamase, maka

 pilihan antimikroba : amoksilin + klavulanat, levoploksasin, gafifloksasin dan

moxifloksasin. Dan bila kuman penyebab adalah Gram ( - ) terutama pseudomonas

aeruginosa, maka pilihlah golongan fluorokuinolon.16

  Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid pada PPOK tang stail dinilai kontroversial.

 Namun, untuk penderita yang mempunyai saluran pernapasan reaktif dan pada PPOK

derajat menengah atau berat, pemberian kortikosteroid memberikan perbaikan yang

signifikan dan mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi. Pemberian kortikosteroid

 pada kasus ini harus secara sistemik dan bukan per inhalasi. Pada PPOK yang disertai

eksaserbasi akut, pemberiak kortikosteroid per inhalasi tidak memberikan perbaikan.17 

Preventif

Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam

upaya memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan

 bekerja terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa

 pengaturan ventilasi yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang

 beterbangan terutama pada lingkungan pertambangan.

Prognosis

PPOK termasuk penyakit yang akan mengalami perburukan yang serius dan

menyebabkan kematian jika tidak ditangani sedini mungkin dan menghindari faktor-faktor

 pencetus. Kematian bisa disebabkan oleh kegagalan pernapasan, pneumonia, pneumotoraks (

adanya udara bebas di kavum pleura ), aritmia jantung, atau emboli paru ( penyumbatan arteriyang menuju ke paru-paru ). Dari jumlah angka kematian karena PPOK, 30% penderita

PPOK dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun, dan 95%

meninggal dalam waktu 10 tahun. Resiko terjadinya kanker paru juga akan terjadi pada

 penderita PPOK.1

Page 16: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 16/17

16

Kesimpulan

PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah kelompok penyakit paru dengan

terutama terjadi obstruksi menahun. Pada skenario ini diagnosis kerja bronkitis kronik dapat

ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Kelompok penyakit yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial,

dan bronkiektasis. Faktor predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak

adalah sesak napas dan batuk persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi

 progresivitas penyakit dan menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale.

Prognosis kurang baik dan diperberat oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang

sering, dan kebiasaan merokok yang belum dihentikan.

Daftar Pustaka

1.  Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal

medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.

2. 

Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor

edisi bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit. Edisi

6. EGC. Jakarta; 2005 : 235-40. 

3. 

Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;

2007.h.1-17,173,182-93. 

4.  Djojodibroto RD. Manifestasi Klinis. Dalam : Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2009.h.53 

5.  Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi

V jilid III. Obstruksi saluran pernapasan akut. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 2216-29 

6. 

Snider, GL. Diagnosis of chronic obstructive pulmonary disease. Ed-12(1). In Rose :

2004. 121-6. 

7.  Gillespie S.H, Barmford K.B. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi; alih bahasa,

Stella Tinia ; editor edisi bahasa Indonesia, Rina Astikawati, Amalia Safitri. – Ed. 3. –  

Jakarta : Erlangga, 2009: 182-93. 

8. 

Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-82. 

9.  Robbins. Buku ajar patologi editor, Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins ;

alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,

 Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari. – Ed. 7 –  Jakarta : EGC,2007 :671-78. 

Page 17: PBL Blok18 Theresia 102012165

8/11/2019 PBL Blok18 Theresia 102012165

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok18-theresia-102012165 17/17

17

10. Djojodibroto RD. Manifestasi Klinis. Dalam : Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2009.h.53 

11. 

Davey P. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2003. h. 181-5 

12. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;

2008.h.84-6. 

13. 

Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta :

Erlangga .2008. h. 52-72. 

14. Mcphee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.

Jakarta: EGC;2011.h.252-61. 

15. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J.Kedokteran Klinis Ed. 6. Jakarta Penerbit Erlangga ;

2003.h.275 

16. 

Sulistia G, Rianto S, Elysabeth ( dkk ). Farmakologi dan terapi. Obat otonom. Edisi- 5.

FKUI. Jakarta ; 2005 : 29-121. 

17. Djojodibroto D.Respirologi. Jakarta : EGC ; 2007.h.125