pbl blok 28 real

18

Click here to load reader

Upload: anonymous-qwse0yvwf

Post on 23-Nov-2015

270 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blok 28 ukrida

TRANSCRIPT

Penyakit Asma dalam Kedokteran OkupasiAndrean Linata10-2010-063A-6Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJakarta BaratJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731e-mail : [email protected]

Bab I. PendahuluanDalam kehidupan di masyarakat, kita dapat menemukan berbagai macam keluhan medis yang membuat sang pasien datang ke institusi pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Berbgai macam keluhan tersebut umumnya memiliki berbagai macam jenis dan sifat sakit termasuk faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sakit. Penyakit yang diderita pasien dapat berupa penyakit infeksi, penyakit keganasan (cth : kanker), penyakit autoimun, sampai pada penyakit alergi. Dalam kasus didapatkan seorang wanita memiliki keluhan sesak napas yang memberat. Keluhan sesak napas tersebut dari segi patofisiologi penyakitnya dapat berupa reaksi alergi, bronkhitis, dan asma. Tujuan dari pembuatan makalah adalah agar mahasiswa mampu untuk menegakkan diagnosis klinis (dalam kasus ini diagnosis klinis untuk keluhan sesak nafas memberat) tatalaksana kasus terutama sesuai bidan okupasi, pencegahan, serta sistem manajemen terhadap penyakitnya.

Skenario 7Seorang perempuan Ny.A, 25 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas memberat.

Anamnesis

Identitas Pasien : nama, alamat, usia, tempat tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan, agama, pendidikan terakhirStatus keluargaKeluhan Utama : sesak napas yang memberat sejak 3 hari dengan permulaan 7 hari yang lalu.

RPS : Sesak,onset tiba-tiba terutama pada pagi hari, sebelumnya sudah pernah mengalami dan menggunakan terapi uap.RPD : Riwayat asma (+), alergi (-)RPK : (-)Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK)Balai K3 Penyakit akibat kerja: man made diseasePenyakit yang disebabkan oleh: pekerjaan, proses kerja, alat kerja, lingkungan kerja, dan bahan kerjaPenyakit akibat kerjaPenyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja (Permenaker&trans no.01/1981)- pneumokoniosis, bronkopulmoner, asma kerja, alveolitis alergis, penyakit oleh Be, penyakit oleh Cd, penyakit oleh P, penyakit oleh Cr, dan penyakit oleh Mg(Permenaker&trans no.01/1981):- penyakit oleh Pb, penyakit oleh As, penyakit oleh Hg, penyakit oleh carbon disulfida, penyakit oleh dernat halogen beracun, penyakit oleh benzena & homolog racun, penyakit oleh nitrogen & amino bezenadan kebisingan, vebrasi serta radiasi

Penyakit akibat kerja (Kepmenaker no. 333/1989)- ditemukan/didiagnosa saat pemeriksaan kesehatan berkala- oleh:1. pemeriksaan klinis2. Pemeriksaan kondisi lingkungan kerjaDiagnosisi PAK Berkontribusi terhadap:1. Pengendalian pajanan2. Identifikasi pajanan baru secara dini3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pekerja yang sakit dan/atau cedera4. Pencegahan terulang/makin berat kejadian penyakit/kecelakaan5. Perlindungan pekerja lain6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja7. Identifikasi ada hub baru pajanan vs penyakitDiagnosis (dokter perusahaan) berdasarkan:1. Klinis2. Laboratorium & pemeriksaan penunjang3. Data lingkungan kerja & analisis riwayat pekerjaanTujuh langkah diagnosis penyakit akibat kerja1. Tentukan diagnosis klinis2. Tentukan pajanan yang dialami3. Apa pajanan dapat menyebabkan penyakit tersebut?4. Apa jumlah pajanan cukup besar5. Apa ada faktor-faktor individu yang berpengaruh6. Cari kemungkinan lain di luar pekerjaan7. Penyakit akibat kerja, atau penyakit bukan akibat kerja:Dasar membuat diagnosis penyakit akibat hubungan kerjaMembedakan:Pajanan ditempat kerja menyebabkan penyakitPajanan ditempat kerja merupakan salah satu penyebab bermakna bersama dengan faktor risiko lainPajanan ditempat kerja memperberat penyakit yang sudah diderita sebelumnya1. Diagnosis klinis- lakukanlah sesuai prosedur medis yang berlaku- bila perlu lakukan: pemeriksaan penunjang /tambahan & rujukan informasi ke spesialis lain2. Pajanan yang dialamiPajanan saat ini dan pajanan sebelumnyaBeberapa pajanan -> 1 penyakit atau sebailknyaLakukan anamnesis (lebih bernilai bila ditunjang data obyektif): deskripsi pekerjaan secara kronologis, periode waktu kerja masing-masing, apa yang diproduksi, bahan yang digunakan dan cara bekerja3. Apa ada hubungan pajanan dengan penyakit- Lakukan identifikasi pajanan- Evidence based: pajanan-penyakit- Bila tidak ada: pengalaman -> penelitian awal4. Jumlah pajanan cukup?- Perlu mengetahui patifisiologi penyakit & bukti epidemiologis- Dapat dengan pengamatan kualitatif -> cara kerja, proses kerja, bagaimana lingkungan kerja- Masa kerja- Pemakaian alat pelindung sesuai/tepat?5. Faktor individu berperan- Riwayat atopi/alergi6. Faktor lain di luar pekerjaanPajanan lain yang dapat menyebabkan penyakit -> Bukan faktor pekerjaan cth : Rokok, pajanan di rumah, hobi7. Menentukan diagnosis PAKLangkah-langkah medis1. Anamnesis riwayat penyakit dan riwayat pekerjaana. Riwayat penyakit sekarang deskrispsikan keluhan dengan perjalanan penyakitb. Riwayat penyakit dahuluc. Riwayat pekerjaan: faktor di tempat kerja, riwayat penyakit dan gejala dan riwayat pekerjaan dari dulu sampai saat ini (jenis kerja, waktu, lama, hasil produksi, bahan yang dipakai, dll)Anamnesis pekerjaan- Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis, Waktu, Lamanya bekerja per hari dan masa kerja, Apa yang diproduksi, Bahan apa yang digunakan, Jumlah pajanan (kuantitatif), Alat pelindung diri yang digunakan, Hubungan gejala dengan waktu kerja, Pengaruh terhadap pekerjaan lain, dan Menurut pekerja apa keluhan ada hubungan dengan pekerjaan2. Pemeriksaan klinis3. Pemeriksaan lab (darah urin, faeses)4. Pemeriksaan rontgen untuk paru-paru5. Pemeriksaan tempat kerja : faktor penyebab & hasil pengukuran6. Diagnosis kerja & diagnosis differensial7. Diagnosis okupasi: Ada hubungan diagnosis kerja dengan pekerjaan/proses kerja/lingkungan kerjaPenatalaksanaan PAK:A. Terapi medikamentosa:- Terhadap kasual (bila mungkin)- Pada umumnya PAK/PAHK irreversibel, sehingga terapi sering kali hanya secara simptomatis sajacontoh: silikosis (irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dadaPrinsip: lebih baik mencegah PAK/PAHKB. Terapi okupasi:- Pindah ke bagian yang tidak terpapar- Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisikPrinsip pencegahanPencegahan awal (primer) : penyuluhan, perilaku K3 yang baik, dan olahragaPencegahan setempat (sekunder) : pengendalian melalui undang-undang, pengendalian melalui administrasi/organisasi, dan pengendalian secara teknis (substitusi, ventilasi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri)Pencegahan dini (tertier): pemeriksaan kesehatan berkalaPenatalaksanaan kasus -> cepat dan tepat- Pengelolaan penyakit akibat kerja: deteksi dini PAK, pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus- Pelayanan kesehatan: Promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif- Penilaian potential hazard di tempat kerja- Pengendalian lingkungan kerja- Surveilans PAKAsmaIstilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klnis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.1Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus ukuan sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental.1

Occupational Asthma (Asma yang berkaitan dengan pekerjaan)Penyakit asma okupasional berbeda dengan bronkokonstriksi pada penderita asma yang terpajan iritan. Iritan yang ditemui di lapangan pekerjaan memang dapat menimbulkan eksaserbasi pada penderita asma idiopatik, asma ekstrinsik maupun asma intrinsik ketika penderit atau masuk dalam lingkungan tersebut. Asma okupasional biasanya terjadi setelah bekerja paling tidak selama 18 bulan samapi lima tahun pada lapangan kerja yang sama dan terpajan terhadap partikel penyebabnya. Asma okupasional tidak akan terjadi dalam satu atau dua bulan bekerja, sebab harus mengalami sensitisasi oleh partikel alergen. Partikel organik yang sering menyebabkan asma okupasional adalah partikel tepung (amilum), debu remah-remah teh; partikel kapas; enzim proteolitik yang digunakan pada pabrik bir, pabrik deterjen, pabrik kulit, dan partikel obat antibiotik seperti ampisilin dan spiramisin.2Gejala asma okupasional adalah keluhan sesak napas, suara mengi, batuk dan bersin, pilek encer air mata mengucur. Gejala ini terjadi pada saat kerj atau dapat juga beberapa jam setelah pulang kerja. Gejala sering tidak terjadi pada saat libur (tidak kerja). Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan imunologik ataupun chalange test.2,3Faktor genetik 1. Hipereaktivitas2. Atopi/alergi bronkus3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik4. Jenis kelamin5. Ras/etnikFaktor lingkungan 1. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)2. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur)4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)6. Ekpresi emosi berlebih7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasifAsma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.Tabel 1. Ciri-ciri Tingkatan AsmaTingkatan Asma Terkontrol

KarakteristikTerkontrolTerkonrolSebagianTidak Terkonrol

Gejala harianTidak ada (dua kali atau kurang perminggu)Lebih dari dua kali semingguTiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu waktu dalam seminggu

Pembatasan aktivitasTidak adaSewaktu-waktu dalam seminggu

Gejala nokturnal/gangguan tidur (terbangun)Tidak adaSewaktu waktu dalam seminggu

Kebutuhan akan reliever atau terapi rescueTidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)Lebih dari dua kali seminggu

Fingsi Paru (PEF atauFEV1*)Normal< 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)

EksaserbasiTidak adaSekali atau lebih dalm setahunSekali dalam seminggu

Sumber : GINA 2006Mendiagnosis Asma Akibat KerjaUntuk menegakkan diagnosis AAK, perlu diketahui riwayat atopi, penilaian pajanan, imunologi (molekular dan selular), foto paru dan fisiologi seperti hipereaktivitas bronkus, fungsi paru serial, uji inhalasi spesifik yang merupakan gold standard.Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah menghubungkan gejala klinis asma dengan lingkungan kerja; oleh karenanya dibutuhkan suatu anamnesis yang baik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Anamnesis teliti mengenai apa yang terjadi di lingkungan kerjanya merupakan hal penting; seperti : kapan mulai bekerja di tempat saat ini, apa pekerjaan sebelum di tempat kerja saat ini, apa yang dikerjakan setiap hari, proses apa yang terjadi di tempat kerja, bahan-bahan yang dipakai dalam proses produksi serta data bahan tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah peninjauan lapangan oleh pemeriksa (dokter) untuk lebih memahami situasi lapangan.Selain anamnesis mengenai tempat kerja, yang perlu juga diketahui adalah mengenai klinis yang terjadi. Kapan mulai timbulnya keluhan, sejak mulai masuk tempat tersebut atau yang dikenal sebagai masa laten. Masa laten dapat beberapa minggu sampai beberapa tahun, umumnya 1-2 tahun.Klinis sesak, batuk, mengi dapat timbul sewaktu kerja, setelah kerja (sore maupun malam) atau keduanya. Bila frekuensi serangan lebih sering/memburuk sewaktu hari kerja dibandingkan hari libur atau akhir minggu maka dapat diduga asma yang timbul berhubungan dengan tempat kerja.Pemeriksaan penunjang Spirometri (pemeriksaan FEV1) sebelum dan sesudah shift. Dikatakan positif bila terjadi penurunan FEV1 sebesar lebih dari 5% antara sebelum dan sesudah kerja; pada orang normal variabel tersebut kurang dari 3%. Pemeriksaan ini oleh banyak ahli diragukan sensitivitasnya karena pada suatu penelitian hanya 20% penderita asma disebabkan colophony yang turun FEV1nya selama workshift; sedangkan penurunan FEV1 juga dijumpai pada 10% kelompok orang yang tidak asma (kontrol).Cara lain adalah pengukuran FEV1 dan FVC pada pekerja (tersangka asma akibat kerja) yang dikeluarkan dari lingkung an kerjanya dan kemudian diukur ulang sewaktu bekerja kembali. Apabila hasilnya memperlihatkan perbaikan selama meninggalkan tempat kerja dan didukung oleh perbaikan ke luhan maka dapat disimpulkan adanya hubungan keluhan klinis dan tempat kerja.PEFR : Pemeriksaan serial PEFR (peak expiratory flow rate) selama hari-hari kerja dan beberapa hari libur di rumah, merupakan pemeriksaan asma akibat kerja yang terbaik. Dikatakan positif respons bila kurva pengukuran selama hari libur di rumah lebih baik dari sewaktu hari kerja.Tes provokasiAda dua macam pemeriksaan:1. Non spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan histamin atau metakolin. Pemeriksaan ini hanya membuktikan adanya bronkus hiperreaktif .1. Spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan alergen yang diduga penyebab. Pemeriksaan ini bila dapat dilaksanakan merupakan cara pembuktian terbaik bahwa alergen tempat kerja merupakan penyebab. Kesulitannya terletak pada penentuan alergen penyebab dan reproduksinya bila telah diketahui.Tes kulit dan tes serologiPemeriksaan ini dapat dilakukan apabila agen penyebab nya bahan dengan berat molekul besar karena akan merangsang terjadinya reaksi imunologi (IgE).Serangan Psikologis untuk asmaStimulasi psikologis dapat memperburuk serangan asmatik. Karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus, apa pun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang rasa takut. Dengan demikian, individu yang terserang asma dapat mengalami gejala yang lebih buruk pada saat kecemasan memuncak. Sebaliknya, persarafan simpatis pada ototpolos bronkiolus menyebabkan dilatasi bromkus. Biasanya, stimulus simpatis berkaitan dengan kondisi flight or fight, saat terjadi peningkatan vnetilasi merupakan komponen penting untuk menyelamatkan diri.3

Gambaran Klinis Dispnea yang bermakan. Batuk, terutama di malam hari. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi, napas cuping hidung. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan memanjangnya waktu ekspirasi. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat ahkan di antara serangan pada pasien yang memiliki asma persisten.Penatalaksanaan Asma Akibat KerjaUntuk mencegah terjadinya asma akibat kerja maka pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemakaian alat pelindung, pemantauan polutan di udara lingkungan kerja sangat dianjurkan. Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar lingkungan kerja merupakan hal penting. Apabila karena sesuatu hal tidak bisa dipindahkan maka harus dilakukan upaya pencegahan dan pemantauan penurunan fungsi paru.Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah menderita asma akibat kerja diperlukan untuk mencegah kecacatan. Klinis asma akan menetap sampai beberapa tahun meskipun pekerja tersebut sudah keluar dari lingkungan kerjanya.Pengobatan medikamentosa pada pasien asma akibat kerja sama seperti asma bronkial pada umumnya:Teofilin, merupakan bronkodilator dan dapat menekan neutrophil chemotactic factor . Efektifitas kedua fungsi di atas tergantung dari kadar serum teofilin.Agonis beta, merupakan bronkodilator yang paling baik untuk pengobatan asma akibat kerja dibandingkan dengan antagonis kolinergik (ipratropium bromid).Kombinasi agonis beta dengan ipratropium bromid memperbaiki fungsi paru lebih baik dibanding hanya beta agonist saja.Kortikosteroid, dari berbagai penelitian diketahui dapat mencegah bronkokonstriksi yang disebabkan oleh provokasi bronkus menggunakan alergen. Selain itu juga akan memperbaiki fungsi paru, menurunkan eksaserbasi dan hiperesponsivitas saluran nafas dan pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup.SaranSaat ini sekitar 7 dari 100 pekerja penuh ( full time ) yang bekerja di sektor swasta setiap tahunnya mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Di dunia sekitar 2,8 juta kasus mengakibatkan hilangnya waktu berproduksi dan setiap tahunnya pula 6000 pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja.Perencanaan perlu dilaksanakan untuk mengidentifikasi bahaya penilaian pengendalian resiko. Perencanaan harus didokumentasikan dan terus diperbaharui sesuai dengan keadaan. Mengidentifikasikan bahaya, resiko dan implementasi pencegahan termasuk kegiatan rutin dan non rutin, dan kegiatan setiap personal yang mempunyai akses ke tempat kerja termasuk kontraktor dan tamu.Metode untuk mengidentifikasi bahaya dan penilaian resiko :1. Mendefinisikan sesuai ruang lingkup, sifat alami dan waktu untuk memastikan proaktif.2. Klasifikasi resiko dan identifikasi mana yang harus dihilangkan atau dikontrol.3. Konsisten dengan pengalaman operasi dan kemampuan pengontrolan resiko yang dimiliki.4. Menentukan fasilitas yang diperlukan, identifikasi pelatihan yang mungkin diperlukan atau pengembangan kontrol opersional.5. Memonitor langkah-langkah yang mungkin yang diperlukan untuk memastikan efektivitas dan ketepatan waktu implementasi.Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengontrolan resiko dijelaskan dalam formulir HIRARC (Hazard Identification Resico Assesement dan Resico Control).Suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk selalu mamperhatikan dan menjamin implementasi, peraturan keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang meliputi :1. Peningkatan berkelanjutan2. Sesuai dengan aturan dan perundangan keselamatan dan kesehatan ditempat kerja yang berlaku.3. Mengkomunikasikan keseluruh karyawan agar karyawan sadar dan mawas mengenai kewajiban keselamatan dan kesehatan pribadi.4. Dapat diketahui atau terbuka bagi pihak-pihak yang berminat.5. Evaluasi berkala untuk mempertahankan agar tetap relevan dan sesuai dengan perusahaan.Perusahaan juga harus memiliki kewajiban-kewajiban didalam manajemen keselamatan kerja yaitu :1. Safety PolicyMendefinisikan kebijaksanaan umum suatu perusahaan didalam hal keselamatan kerja.2. Organisation / Management CommitmentMerinci komitmen manajemen disetiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari.3. AccountabilityMengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh bawahan untuk menjamin keselamatan kerja.Yang dimaksud Accountability dalam manajemen keselamatan kerja adalah suatu pengukuran yang aktif oleh manajemen untuk menjamin terpenuhinya suatu target keselamatan. Didalam Accountability ini tercakup dua hal yaitu :4. ResponsibilityYaitu keharusan menanggung aktivitas dan akibat-akibatnya didalam suatu keselamatan.5. AuthorityYaitu hak untuk memperbaiki, memerintahkan dan menentukan arahan dan tahapan suatu tindakan.KesimpulanAsma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan sangat menentukan prognosis. Selain itu, menghindari paparan alergen penyebab ternyata hanya memberi kesembuhan 50 % penderita. Penelitian retrospektif menunjukkan gejala asma, obstruksi bronkus, dan hiperreaktivitas menetap walau tidak ada paparan alergen lagi. Dengan demikian, jelas tindakan preventif yang tepat sangat diperlukan.Pencegahan tingkat kedua dengan deteksi diri pekerja yang menderita penyakit tersebut dan menghentikan paparan lebih lanjut. Ini akan mengurangi progresifitas penyakit, sehingga tidak menjadi lebih berat. Dokter perusahaan harus melakukan pemantauan medis secara rutin, khususnya pada pekerja yang banyak terpapar alergen. Tindakan di tingkat tersier adalah menghindarkan pekerja yang telah terdiagnosis dari lingkungan kerja sebelumnya yang banyak alergen, ke lingkungan kerja bebas alergen. Hal ini akan mencegah kerusakan akibat asma dan hiperreaktivitas yang menetap.Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma seharusnya memberikan kompensasi.

Daftar Pustaka1. Hartanto H, et. al. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit / Sylvia Anderson Price, ed.6. Jakarta : ECG; 2005.h. 784-5.2.Susanto D, et. al. Respirologi. Jakarta : ECG,2009.h.500-1.3. Patofisiologi : buku saku/ Elizabeth J.Corwin, ed.3. Yudha EK, et al. Jakarta : ECG; 2009.h.566-71.4. Barry S. Levy, David H. Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work Related Disease. Edisi ke-3,20065. De Vuyst P, Gevenois PA : Occupational Disesase.Eds WB Saunders, London,20026. Direktorat Bina Kesehatan Kerja. Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja bagi Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan,20087.Week,Jl. Gregory R. Wagner, Kathleen M. Rest, Barry S. Levy. A public Health Approach to Preventing Occupational Disesase and Injuries in Preventing Occupational Disease and Injuries. Edisi ke-2, APHA, Washington,2005